Anda di halaman 1dari 4

PROSEDUR PENILAIAN DAN TATA LAKSANA NYERI

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman: 1/1


00

Tanggal Terbit: Ditetapkan oleh:


Direktur RS Mitra Husada
PROSEDUR TETAP

Dr. Elvani
Suatu kegiatan dan tata cara penilaian dan penanganan nyeri pada pasien,
PENGERTIAN yang dilakukan secara proaktif, multidisiplin, dan merupakan kolaborasi,
meliputi kegiatan penilaian nyeri secara individu, perencanaan, intervensi,
serta evaluasi nyeri dan penanganan nyeri.

Memastikan kenyamanan pasien secara optimal melalui prosedur penilaian


TUJUAN dan penanganan nyeri yang proaktif.

1
1. Skrining/penilaian awal nyeri dilakukan pada semua pasien tanpa kecuali.

2. Penilaian nyeri dilakukan baik pada pasien dewasa maupun anak, dengan
menggunakan:
 CRIES Scale untuk pasien anak berusia 0-2 bulan
 FLACC Scale untuk pasien anak berusia < 7 tahun
 Visual Analog Scale (VAS) untuk pasien dewasa dan anak berusia
> 7 tahun
3. Pada CRIES Scale:
 Skor 0-2 menandakan tidak ada nyeri atau nyeri minimal
 Skor 3 menandakan nyeri sedang
 Skor 4-5 menandakan nyeri sedang hingga berat
4. Pada FLACC Scale:
 Skor 0-2 menandakan tidak ada nyeri atau nyeri minimal
KEBIJAKAN  Skor 3 menandakan nyeri sedang
 Skor 4-5 menandakan nyeri sedang hingga berat
5. Pada Visual Analog Scale (VAS):
 Skor 0 menandakan tidak ada nyeri
 Skor 1-3 menandakan nyeri ringan
 Skor 4-6 menandakan nyeri sedang
 Skor 7-10 menandakan nyeri berat

6. Apabila untuk populasi pasien tertentu diperlukan skala nyeri yang


berbeda (misalnya untuk bayi atau pasien dengan keadaan mental yang
tidak memungkinkan pelaporan dari pasien sendiri), maka dokter akan
menginstruksikannya kepada perawat.

2
PROSEDUR 1. Perawat melakukan penilaian nyeri pada pasien dimulai dengan
ada/tidaknya nyeri. Apabila pasien menyatakan tidak ada nyeri atau skor
nyeri < 3 , maka tidak diperlukan tata laksana lebih lanjut kecuali
pada saat pasien terindikasi untuk penilaian ulang.
2. Perawat melakukan evaluasi lebih lanjut apabila terdapat nyeri (nyeri
sedang atau berat pada skor), mengenai:
 Intensitas nyeri
 Lokasi nyeri
 Kualitas nyeri, pola penjalaran, karakter nyeri
 Onset nyeri, lama nyeri, variasi, dan pola nyeri
 Faktor yang memperberat dan mengurangi nyeri
 Penanganan nyeri yang saat ini diperoleh (bila ada) dan efektivitasnya
 Riwayat pengobatan termasuk pengobatan nyeri
 Pengaruh nyeri pada aktivitas sehari-hari, fungsi hidup, tidur, nafsu
makan, hubungan dengan orang lain, kualitas hidup
 Pemeriksaan fisis berkaitan dengan lokasi nyeri
3. Perawat yang menangani pasien melaporkan adanya nyeri termasuk
anamnesis nyeri kepada dokter penanggung jawab pasien.
4. Dokter penanggung jawab pelayanan memberikan instruksi tata laksana
nyeri, termasuk konsultasi dengan sejawat lain apabila dirasakan perlu.
5. Dokter atau perawat melakukan penilaian ulang nyeri (pain re-
assessment) pada waktu:
 Setiap shift perawat untuk pasien rawat inap
 Untuk pasien yang berpotensi mengalami nyeri (pasien pasca
operasi, pasien onkologi, pasien dengan nyeri kronik): sedikitnya
setiap 2 jam pada 24 jam pertama, kemudian setiap 4 jam.
 Sebelum intervensi penanganan nyeri diberikan
 Dalam waktu 30-60 menit setelah intervensi penanganan nyeri
dengan obat intravena, 60-120 menit setelah intervensi melalui
jalur oral atau intramuskular, dan untuk intervensi non-
farmakologik, pada waktu yang sesuai.
 Dapat lebih sering apabila rasa nyeri tidak teratasi
 Bila nyeri telah teratasi, kembali dilakukan setiap shift perawat
 Untuk rawat jalan, penilaian ulang dilakukan apabila diperlukan
sesuai dengan proses kunjungan pasien (misalnya apabila terjadi
perubahan terapi atau dilakukan tindakan rawat jalan).

3
6. Dokter atau perawat melakukan penilaian ulang nyeri dengan mengkaji:

 Ada/tidaknya nyeri
 Intensitas nyeri
 Lokasi nyeri, bila berubah
 Kualitas nyeri, bila berubah
 Onset nyeri, lama nyeri, variasi, dan pola nyeri, bila berubah
 Efek samping obat nyeri yang diberikan
 Pemeriksaan fisis berkaitan dengan lokasi nyeri
7. Perawat perlu segera melaporkan ke dokter penanggung jawab
pelayanan jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
 Nyeri yang tidak terkontrol
 tidak dapat diatasi
 Intervensi nyeri yang tidak mencapai tujuan penanganan nyeri
dalam jangka waktu yang sesuai dengan intervensi
 Nyeri baru atau nyeri yang memberat
 Efek samping pengobatan nyeri, termasuk namun tidak terbatas
pada: depresi nafas, sesak nafas, perubahan status mental,
mioklonus, mual dan muntah yang tidak teratasi, retensi
sensorik/motorik
Pelayanan medis, keperawatan.

UNIT TERKAIT

Anda mungkin juga menyukai