Anda di halaman 1dari 7

 Patofisiologi

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara protein yang
dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi
peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa
protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein
dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian ynag lain
sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan
cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya
terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.

7. Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi : Nuclear sclerosis Kortical
A. Katarak toksika
Katarak akibat infeksi virus dimasa pertumbuhan janin, genetic atau kelainan herediter
Katarak Juvenill
B. Katarak Traumatic
Katarak akibat trauma
Katarak Trauma Toksik
 Katarak akibat paparan zat kimia seperti terapi kortikosteroid sistemik, rokok, alkohol
C. Katarak Komlikata
Katarak yang berhubungan dengan penyakit spesifik karena kelainan sistemik atau
metabolic seperti DM, galaktosemi distrofi miotonik

8. Berdasarkan factor usia:

A. congenital: terjadi sejak < dari 1tahun, tapi jarang ditemukan


B. juvennill : terjadi pada anak berusia diatas 1 tahun
C. sennil : terjadi pada usia diatas 5O tahun atau pada lansia
D. Rubella : terjadi pada ibu hamil

Katarak senil dapat dibagi atas stadium:

a) katarak insipiens : Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang membentuk gerigi
dengan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.

b) katarak imatur : Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh
lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.

c) katarak matur : Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama – sama hasil desintegritas melalui kapsul.

d) katarak hipermatur : Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan
dapat keluar melalui kapsul lensa.
Etiologi
Penuaan; Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 50 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Genetik: factor keturunan

Gangguang metabolisme: Masalah kesehatan, misalnya diabetes. Mata tanpa pelindung terkena
sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
 Rokok dan Alkohol
 Operasi mata sebelumnya
 Trauma (kecelakaan) pada mata
 Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid. gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus
Melitus)

Trauma: terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda –
benda radioaktif.

12. Manifestasi Klinis Gejala Subyektif :


 Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif.
 Visus mudur yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan, Bila :
Kekeruhan tipis,kemunduran visus sedikit atau sebaliknya. dan kekeruhan terletak diequator, tak
ada keluhan apa-apa.
 Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang disebabkan oleh karena
refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan menyebabkan silau.
 Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopi, hal ini terjadi karena proses
pembentukan katarak sehingga lensa menjadi cembung dan refraksi power mata meningkat,
akibatnya Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.

Gejala Obyektif :
Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi

 Jika mata diberi sinar dari samping: Lensa tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar hitam 
Pada fundus reflex dengan opthalmoskop: kekeruhasn tersebut tampak hitam dengan latar orange pada
stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar orange, hal ini
menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya

 Kamera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut kamera anterior menyempit
sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaucoma
1. Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.

Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.

Kriteria hasil :

 Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan semaksimal


mungkin.
 Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif
 Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.

Intervensi Rasional
1.Orientasikan pasien terhadap 1. Memperkenalkan pada pasien tentang
lingkungan aktifitas. lingkungan dam aktifitas sehingga dapat
meninggalkan stimulus penglihatan.
2.Bedakan kemampuan lapang 2. Menentukan kemampuan lapang
pandang diantara kedua mata pandang tiap mata
3. Mengurangi ketakutan pasien dan
3.Observasi tanda disorientasi meningkatkan stimulus
dengan tetap berada di sisi pasien. 4. Meningkatkan input sensori, dan
mempertahankan perasaan normal, tanpa
4.Dorong klien untuk melakukan meningkatkan stress
aktivitas sederhana seperti menonton 5. Menurunkan penglihatan perifer dan
TV, radio, dll gerakan
6. Menurunkan penglihatan perifer dan
5.Anjurkan pasien menggunakan gerakan.
kacamata katarak, cegah lapang
pandang perifer dan catat terjadinya
bintik buta.

6.Posisi pintu harus tertutup terbuka,


jauhkan rintanga

1. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan


kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.

Tujuan : kecemasan teratasi

Kriteria hasil :

 Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang akan


dijalani.
 Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan perawatan.

Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan  Membantu mengidentifikasi
relaks, berikan dorongan untuk sumber ansietas.
verbalisasi dan mendengarkan dengan
penuh perhatian.  Meningkatkan keyakinan klien
2. Yakinkan klien bahwa ansietas
mempunyai respon normal dan  Meningkatkan keyakinan klien
diperkirakan terjadi pada pembedahan
katarak yang akan dijalani.  Meningkatkan proses belajar
3. Tunjukkan kesalahpahaman yang dan informasi tertulis
diekspresikan klien, berikan informasi mempunyai sumber rujukan
yang akurat. setelah pulang.
4. Sajikan informasi menggunakan  Pengetahuan yang meningkat
metode dan media instruksional. akan menambah kooperatif
klien dan menurunkan
1. Jelaskan kepada klien aktivitas kecemasan.
premedikasi yang diperlukan.  Pengetahuan yang meningkat
akan menambah kooperatif
1. Diskusikan tindakan keperawatan pra klien dan menurunkan
operatif yang diharapkan. kecemasan.
 Menjelaskan pilihan
1. Berikan informasi tentang aktivitas memungkinkan klien membuat
penglihatan dan suara yang berkaitan keputusan secara ben
dengan periode intra operatif

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasive.

Tujuan : nyeri teratasi

Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri secara progresif dan nyeri terkontrol setelah
intervensi.

Intervensi Rasional
1. Bantu klien dalam mengidentifikasi 1. Latihan nyeri dengan
tindakan penghilangan nyeri yang menggunakan tindakan yang non
efektif. farmakologi memungkinkan klien
untuk memperoleh rasa kontrol
1. Jelaskan bahwa nyeri dapat terjadi terhadap nyeri.
sampai beberapa jam setelah
pembedahan. 1. Analgesik dapat menghambat
reseptor nyeri.
1. Lakukan tindakan mengurangi nyeri
dengan cara: 1. Tanda ini menunjukkan
peningkatan tekanan intra ocular
- Posisi : tinggikan bagian kepala atau komplikasi lain.
tempat tidur, ganti posisi dan tidur, ganti
posisi dan tidur pada sisi yang tidak
dioperasi

- Distraksi

- Latihan relaksasi

1. Berikan obat analgetik sesuai


program

1. Lapor dokter jika nyeri tidak hilang


setelah ½ jam pemberian obat, jika
nyeri disertai mual.
2. Membantu pasien menemukan
tindakan yang dapat menghilangkan
atau mengurangi nyeri yang efektif.
3. Nyeri dapat terjadi sampai anestesi
local habis, memahami hal ini dapat
membantu mengurangi kecemasan
yang berhubungan dengan yang
tidak diperkirakan.

1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah


pengangkatan).

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

 Tanda-tanda infeksi tidak terjadi


 Penyembuhan luka tepat waktu
 Bebas drainase purulen , eritema, dan demam

Intervensi Rasional
1. Tingkatkan penyembuhan luka Nutrisi dan hidrasi yang optimal
dengan : meningkatkan kesehatan secara keseluruhan,
meningkatkan penyembuhan luka
- Beri dorongan untuk mengikuti diet pembedahan.
seimbang dan asupan cairan yang adekuat
Memakai pelindung mata meingkatkan
- Instruksikan klien untuk tetap penyembuhan dan menurunkan kekuatan
menutup mata sampai hari pertama setelah iritasi kelopak mata terhadap jahitan luka.
operasi atau sampai diberitahukan.
Tehnik aseptic menimalkan masuknya
1. Gunakan tehnik aseptic untuk mikroorganisme dan mengurangi infeksi.
meneteskan tetes mata :
Tehnik aseptic menurunkan resiko
- Cuci tangan sebelum memulai penyebaran infeksi/.bakteri dan kontaminasi
silang.
- Pegang alat penetes agak jauh dari
mata. Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi
operasi.
- Ketika meneteskan hindari kontk
antara mata dengan tetesan dan alat Deteksi dini infeksi memungkinkan
penetes. penanganan yang cepat untuk meminimalkan
keseriusan infeksi.
1. Gunakan tehnik aseptic untuk
membersihkan mata dari dalam ke Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan
luar dengan tisu basah / bola kapas interupsi, menciptakan jala masuk untuk
untuk tiap usapan, ganti balutan mirkoorganisme
dan memasukkan lensa bila
menggunakan. Sediaan topical digunakan secara profilaksis,
dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
1. Tekankan pentingnya tidak
menyentuh / menggaruk mata yang terjadi infeksi
dioperasi.
Menurunkan inflamasi
1. Observasi tanda dan gejala infeksi
seperti : kemerahan, kelopak mata
bengkak, drainase purulen, injeksi
konjunctiva (pembuluh darah
menonjol), peningkatan suhu.

1. Anjurkan untuk mencegah


ketegangan pada jahitan dengan
cara : menggunakan kacamata
protektif dan pelindung mata pada
malam hari.

1. Kolaborasi obat sesuai indikasi :

- Antibiotika (topical, parental atau


sub conjunctiva)

- Steroid

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, (1999), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 6, EGC,
Jakarta.

Doengoes, Mariyln E., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Sidarta Ilyas, (1997), Katarak, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Tamim Radjamin RK, Dkk, (1993), Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai