CSL1 PDF
CSL1 PDF
BUKU PANDUAN
CLINICAL SKILL LABORATORY
SEMESTER 1
Edisi Ke-4
………………………………………………………………………………………………………
TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan serta kemudahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku
panduan Clinical Skill Laboratorium (CSL) Semeter 1 ini. Buku ini disusun sebagai
panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dala proses pembelajaran CSL
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung (FK Unila) semester 1 tahun ajaran 2017-2018.
Editor
DAFTAR ISI
2 Hubungan Dokter-Pasien √ - - -
3 Kerangka Anamnesis √ - - -
4 Cuci Tangan WHO - - √ -
Pengenalan alat bedah
5 - - √ -
minor
6 General Survey - √ - -
7 Vital Sign - √ - -
8 Pemeriksaan Saraf Kranial - √ - -
9 Pengenalan Mikroskop - - - √
Pemeriksaan Motoris dan
10 - √ - -
Sensoris
Pemeriksaan
11 - √ - -
Muskuloskeletal dan ROM
Refleks Fisiologis dan
12 - √ - -
Patologis
13 Pengenalan Rekam Medis √ - - -
14 Prinsip Sterilitas - - √ -
Per Kelompok
Kuliah Besar
REGULASI CSL
TATA TERTIB :
a. Tata tertib umum
1. Mahasiswa diwajibkan mengikuti semua kegiatan blok CSL 3, yaitu :
• Latihan keterampilan klinik/ CSL, 2 kali seminggu ( Senin pukul
14.40 – 16.20 WIB dan Rabu pukul 08.40 – 10.20 WIB kecuali jika
ada libur nasional akan disesuaikan).
• Pretest, yang akan diberikan sebelum latihan CSL di pertemuan
pertama
• Inhal dan tugas, bila mahasiswa tidak lulus pretest
• Briefing OSCE dan remediasi
2. Berpakaian rapi
• Tidak diperbolehkan memakai kaus oblong, celana blue jeans,
sandal/sepatu sandal khusus mahasiswi tidak diperbolehkan
berbaju ketat, transparan dan tanpa lengan atau terlihat ketiak
serta harus memakai rok minimal di bawah lutut.
• Rambut harus rapi, tidak diperbolehkan berambut gondrong untuk
laki-laki
• Kuku harus pendek, bersih, dan tidak menggunakan cat kuku
3. Sopan santun dan etika
• Jujur dan bertanggung jawab
• Disiplin
• Tidak merokok di lingkungan kampus
• Tidak diperbolehkan membawa senjata tajam, NAPZA, alat-alat
LEVEL OF COMPETENCE
Level Kompetensi 1 Mengetahui dan menjelaskan
Level Kompetensi 2 Pernah melihat / didemonstrasikan
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
Level Kompetensi 3
supervisi
Level Kompetensi 4 Mampu melakukan secara mandiri
A. TEMA
Sambung Rasa dan Percaya Diri
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan sambung rasa dan
percaya diri.
D. SKENARIO
Zaskia, 19 tahun, datang kepada anda yang sedang bertugas di klinik
dokter keluarga. Pasien merasa cemas dan sulit tidur selama menghadapi
ujian semester. Zaskia mengaku keluhan ini sering muncul bila menjelang
ujian. Anda sebagai dokter keluarga diharapkan dapat melakukan sambung
rasa dengan baik dan percaya diri.
E. DASAR TEORI
Interaksi yang baik antara dokter dan pasien membuat pasien merasa
lebih nyaman ketika memberikan informasi dan itu menjadi dasar
hubungan dokter – pasien, karena dalam keadaan sakit dapat
membuat pasien merasa terisolasi dan segan. Perasaan
ketersambungan dengan dokter, disimak dan dipahami akan
mengurangi perasaan terisolasi tersebut. Perasaan ini adalah inti dari
penyembuhan (Bickley, 2007). Berdasarkan kenyataan tersebut, dalam
komunikasi dokter-pasien perlu dilakukan sambung rasa.
Sambung rasa adalah komunikasi yang terjadi apabila gagasan dan
perasaan yang disampaikan pembawa pesan dapat menggugah dan
menggerakkan hati penerima pesan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Agar tercipta adanya sambung rasa antara dokter dan pasien, maka
dokter harus berusaha membina sikap serta pandangan tertentu
2. Percaya diri
Percaya diri adalah yakin benar atau memastikan akan kemampuan
diri sendiri. Percaya diri seorang dokter adalah keadaan mental yang
yakin akan kemampuan dirinya dalam menjalankan profesi sesuai
standar kompetensi dokter. Agar dapat tampil percaya diri, perlu
dilakukan beberapa hal:
a. Mempersiapkan dengan baik segala sesuatu berkaitan dengan hal
yang akan dilakukan.
b. Melakukan sesuatu dengan tenang dan tidak terburu-buru.
c. Bicara dengan alur yang teratur, tidak berbelit-belit dan tidak
gugup.
d. Melakukan kontak mata dengan lawan bicara (pasien). Dengan
kontak mata, tidak hanya membantu membangun rasa percaya
diri, tetapi juga dapat menumbuhkan rasa percaya pasien pada
dokter.
• Kaki duduk di kursi dengan telapak kaki dalam posisi “siap lari”
menunjukkan ketidaktertarikan.
F. PROSEDUR
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam sambung rasa adalah:
1. Berpenampilan yang sederhana, rapi, bersih, dan tepat.
2. Memberikan salam dan membuat pasien merasa disambut dengan
baik.
3. Menunjukkan tempat duduknya, dan memakai bahasa yang sesuai
antara keadaan dokter dan pasien.
4. Memperkenalkan diri.
5. Menanyakan identitas pasien.
6. Menyampaikan kalimat sambutan, tergantung apakah pasien
merupakan pasien baru, pasien follow-up atau pasien lama yang
datang untuk konsultasi kembali.
7. Memperlihatkan wajah yang ramah, bersahabat, serta sopan santun.
8. Menciptakan suasana wawancara yang santai dan menyenangkan.
9. Melakukan kontak mata, jangan ada hal yang mengganggu, seperti
komputer yang menghalangi pandangan dokter kepada pasien.
G. REFERENSI
1. Bickley, Lynn. S. BATES Guide to Physical Examination and History
Taking (Ninth Edition). Lippincott Williams & Wilkins
2. Gan, Goh Lee, at all. 2004. A Primer On Family Medicine Practice,
Singapore International Foundation, Singapore.
3. Azwar Azrul. 1996. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga.Yayasan
Penerbit IDI. Jakarta
4. Mc Whinney. 1989. A Text Book of Family Medicine. Oxford
University.New York
A. TEMA
Hubungan Dokter-Pasien
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu membina hubungan Dokter-Pasien dengan baik
2. Tujuan instruksional khusus
Setelah mempelajari keterampilan klinik ini diharapkan mahasiswa
mampu:
a. Melakukan komunikasi interpersonal dengan pasien dalam lingkup
bidang kesehatan.
b. Menempatkan diri sejajar dengan pasien (pasien dan keluarganya
adalah mitra kerja).
c. Membina hubungan yg terjadi antara dokter dengan pasien karena
adanya tanggung jawab & kewajiban profesi dokter terhadap
pasien.
d. Menjelaskan kedudukan dokter dan kedudukan pasien dalam
pelayanan kesehatan.
e. Menghormati hak-hak dan kewajiban baik pasien maupun dokter
f. Membina hubungan yang baik antara dokter dengan pasien secara
terus-menerus & berkesinambungan.
E. DASAR TEORI
Batasan
Batasan hubungan dokter pasien tidaklah mudah dirumuskan. Secara
sederhana dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi antara dokter
dengan pasien karena adanya tanggung jawab dan kewajiban profesi dokter
terhadap pasien. Tanggung jawab dan kewajiban profesi dokter terhadap
pasien tidak hanya terbatas pada waktu menyelenggarakan pelayanan
kedokteran saja, tetapi harus terus menerus dibina dan berkesinambungan.
Karakteristik
Dasar utama terbentuknya hubungan dokter pasien adalah karena adanya
tanggung-jawab dan kewajiban profesi. Hubungan yang terjadi tidak
terbatas hanya di bidang kesehatan saja, tetapi hampir semua aspek
Tujuan hubungan dokter pasien adalah demi kepentingan pasien dan sifat
hubungan:
1. Hubungan interpersonal
2. Hubungan administratif
Hak pasien
• Hak informasi: hak untuk mengetahui semua informasi yang
dibutuhkan.
• Hak akses: hak untuk memperoleh pelayanan tanpa dibedakan status
sosial, ekonomi dan budaya.
• Hak memilih: hak untuk memutuskan secara bebas penanggulangan
masalah yang dihadapinya.
Kewajiban pasien
• Memberikan keterangan yang benar / berterus terang.
• Menaati kemufakatan yang telah disepakati.
• Memenuhi aturan pada sarana pelayanan kesehatan.
• Memberi imbalan jasa.
• Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya.
Hak dokter
✓ Menolak bekerja di luar standar pelayanan medik.
✓ Menolak tindakan yang bertentangan dengan kode etik.
✓ Mengakhiri hubungan profesional dengan pasien.
Kewajiban dokter
✓ Bekerja sesuai standar profesi.
✓ Memberikan informed consent.
✓ Menolong pasien gawat darurat.
F. PROSEDUR WAWANCARA
• Memberikan salam.
• Membuat suasana tenteram.
• Membina rapport.
• Mempunyai waktu.
• Bagian awal; terbuka (biarkan pasien bicara dengan kata-katanya sendiri)
patient centered.
A. TEMA
Cuci tangan standar WHO
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur mencuci tangan
yang sesuai dengan standar WHO sebelum semua tindakan
D. SKENARIO
Seorang pria berusia 47 tahun datang ke klinik anda dengan keluhan luka
pada kakinya dan berbau. Diketahui dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
laboratorium bahwa pasien tersebut mengidap diabetes. Sebelum
melakukan tindakan medis pada luka tersebut anda sebagai dokter yang
profesional melakukan cuci tangan WHO terlebih dahulu.
E. DASAR TEORI
PROFESSIONALISM
11 Melakukan dengan penuh percaya
diri
12 Melakukan dengan kesalahan
minimal
TOTAL
A. TEMA
Keterampilan Klinis Pemeriksaan Fisik General Survey
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk:
1. melakukan persiapan sebelum pemeriksaan.
2. melakukan pengamatan langsung terhadap pasien secara umum dan
keseluruhan.
3. melakukan pemeriksaan BMI.
4. menyimpulkan status sehat/sakit pasien secara umum.
D. SKENARIO
Anda adalah dokter di Puskesmas Sukagalau, siang itu datang pasien laki-
laki gemuk berusia 35 tahun diantar oleh keluarganya dengan keluhan
cepat lelah. Pasien tampak berkeringat banyak, nafas cepat, berpenampilan
bersih, berpakaian kaos dan celana pendek, berkulit sawo matang namun
terdapat banyak garis-garis kehitaman di belakang lehernya. Lakukanlah
pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya!
E. DASAR TEORI
General Survey adalah melakukan observasi/pengamatan terhadap
keseluruhan status kesehatan pasien secara umum. Hal tersebut dapat
mencakup tinggi badan, berat badan, pertumbuhan dan perkembangan
seksual, postur tubuh, cara berjalan, personal hygyene, aroma tubuh dan
nafas, ekspresi wajah, reaksi terhadap lingkungan, cara berbicara dan
tingkat kesadaran.
Kini latihlah diri anda untuk melakukan pengamatan terhadap pasien anda
sejak pertama kali anda berinteraksi. Perhatikan bagaimana kesan pasien
ketika anda menyambutnya? Perhatikan apakah pasien berjalan dengan
mudah atau kaku? Apakah pasien dapat naik ke bed pemeriksaan dengan
mudah? Atau jika pasien menjalani perawatan inap di RS, amati pada saat
anda melakukan visite. Apakah pasien terbaring lemah? atau duduk dan
menonton tv? Perhatikan apa yang ada di sebelahnya apakah majalah?
atau kitab suci? lihat apakah pasien dipasangi alat bantu seperti kateter
urin? dan sebagainya. Hal-hal yang anda amati tersebut dapat membantu
anda dalam membuat hipotesis tentang keadaan kesehatan pasien dan
mungkin prognosisnya.
Dalam melakukan general survey, perhatikanlah:
Keadaan umum Kesan sehat/sakit. Cobalah untuk membuat
kesimpulan umum berdasar pengamatan anda selama berinteraksi
dengan pasien. Keadaan umum dapat terbagi atas kesan sehat, kesan
sakit ringan (misalnya pasien masih dapat berjalan, tersenyum,
Compos mentis Keadaan sistem sensorik utuh, ada waktu tidur dan
sadar penuh serta aktivitas yang teratur.
Somnolen Keadaan mengantuk dan dapat disebut juga sebagai
letargi. Dapat bangun spontan pada waktunya atau
sesudah dirangsang dengan ringan, tapi kembali tidur
setelah stimulasi dihilangkan. Pasien mampu memberi
jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Stupor Kantuk yang dalam. Pasien terlihat tertidur tapi dapat
dibangunkan dengan rangsang verbal yang kuat, dapat
spontan hanya waktu singkat, sistem sensorik berkabut,
dapat mengikuti beberapa perintah sederhana. Tidak
dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak
Overweight 23 - <25
Obesitas 25 - <27
Derajat I
Obesitas ≥27
Derajat II
Seorang dikatakan kurus bila IMT nya < 18.5 dan gemuk bila IMT nya >
23. Bila IMT >25 orang tersebut menderita obesitas dan perlu
diwaspadai karena biasanya orang tesebut juga menderita penyakit
degeneratif seperti Diabetes Melitus, hipertensi, hiperkolesterol dan
kelainan metabolisme lain yang memerlukan pemeriksaan lanjut baik
klinis atau laboratorium
7. Cuci tangan WHO setelah memeriksa pasien.
8. Tutup interaksi dengan pasien.
G. DAFTAR PUSTAKA
Bate’s barbara. 2007. Guide to physical examination. Lippincot.
A. TEMA
Pemeriksaan vital sign: suhu, tekanan darah, nadi, nafas
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk:
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (vital sign) meliputi pemeriksaan
tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate (frekuensi pernafasan) dengan
menggunakan alat yang sesuai secara baik dan benar.
D. SKENARIO
Anda adalah seorang dokter jaga pada Klinik 24 jam. Lalu datanglah Tn. Adi,
30 tahun, dengan keluhan pusing berputar sudah 3 hari. Keluhan disertai
dengan mual, muntah dan badan lemas sejak 1 hari. Setelah melakukan
anamnesis, Anda melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien
E. DASAR TEORI
1. Pemeriksaan Tekanan Darah
Dalam melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, lakukanlah
pemeriksaan tekanan darah atau pulsasi nadi terlebih dahulu. Jika
terdapat tekanan darah yang tinggi, lakukanlah pemeriksaan ulang
tekanan darah setelah melakukan pemeriksaan yang lain.
• Jika pasien dalam posisi duduk, sanggalah lengan pasien oleh meja
pemeriksaan, diatas pinggang pasien.
2. Pemeriksaan Nadi
Melalui pemeriksaan nadi, kita dapat menghitung denyut jantung,
menentukan irama amplitudo, gelombang pulsasi dan terkadang
mendeteksi obstruksi aliran darah. Pulsasi radialis umumnya dapat
digunakan untuk menilai denyut jantung. Ketika iramanya irregular
maka lakukan evaluasi dengan mendengarkan bunyi jantung
(auskultasi menggunakan stetoskop).
3. Pemeriksaan Pernafasan
Bernafas adalah suatu tindakan yang tidak disadari, diatur oleh batang
otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernafasan. Pada waktu
inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostalis berkontraksi,
memperluas rongga toraks dan memekarkan paru –paru. Dinding dada
akan bergerak ke atas, ke depan, dan ke lateral, sedangkan diafragma
bergerak ke bawah. Setelah inspirasi berhenti, paru-paru akan
mengkerut, diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada akan
kembali ke posisi semula.
4. Pemeriksaan Suhu
Suhu badan diperiksa dengan termometer badan, dapat berupa
termometer air raksa atau termometer elektrik/digital. Pemeriksaan
dapat dilakukan pada mulut, aksila atau rektum. Pengukuran suhu
melalui mulut biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih tepat
dibandingkan melalui rektum. Rata-rata suhu tubuh yang dilakukan
pengukuran melalui mulut adalah 370C (98.60F). Pemeriksaan secara
rektum biasanya memberikan hasil pemeriksaan yang lebih tinggi
sebesar 0,4 – 0,5 derajat dibandingkan lewat mulut. Suhu aksila lebih
rendah 10C dari suhu mulut. Banyak pasien memilih pengukuran suhu
mulut dibandingkan rektal, namum hal ini tidak seyogyanya dipakai
pada penderita yang tidak sadar, gelisah, atau tidak dapat menutup
mulutnya (terutama jika menggunakan termometer air raksa dengan
F. PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Prosedur pemeriksaan tekanan darah:
a. Siapkan alat yang diperlukan (tensimeter dan stetoskop)
b. Siapkan pasien dapat dalam keadaan duduk atau berbaring
c. Lengan dalam keadaan bebas dan relaks, bebaskan dari tekanan
oleh karena pakaian.
d. Cuci tangan WHO sebelum melakukan pemeriksaan.
G. DAFTAR PUSTAKA
Bate’s barbara. 2007. Guide to physical examination. Lippincot.
A. TEMA
Pengenalan alat bedah minor
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam tindakan
bedah minor
D. SKENARIO
Seorang laki-laki datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat luka
robek di lengan kanan bawah. Anda selaku dokter di puskesmas ingin
melakukan tindakan penjahitan. Sebelum melakukan penjahitan anda
harus mengambil alat bedah minor di tempat steril. Alat-alat apa sajakah
yang diperlukan dalam tindakan bedah minor? Dan lakukanlah penjahitan
dasar.
E. DASAR TEORI
1. Nald Voeder
Nama lainnya pemegang jarum atau needle holder. Jenis yang digunakan
bervariasi, yaitu tipe Crille Wood (bentuk seperti klem) dan tipe Mathew
Kusten (bentuk segitiga). Guna nald voeder ini pada penjahitan, sebagai
pemegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang.
A B
Gambar. (A) Nald Voeder Tipe Crille wood dan (B) Nald Voeder Tipe
Mathew Kusten
2. Gunting
Gunting diseksi
Gunting diskesi (disecting scissor). Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus
dan bengkok. Ujungnya biasanya runcing. Terdapat dua tipe yang sering
digunakan yaitu tipe mayo dan tipe metzenbaum. Kegunaan gunting ini
A B
Gambar. (A) Gambar gunting tipe mayo, (B) gunting tipe metzenbaum
Gunting Benang
Ada dua macam gunting benang yaitu gunting benang yang bengkok dan
yang lurus. Kegunaannya untuk memotong benang operasi, merapikan
luka.
Gunting perban/pembalut
Kegunaannya adalah untuk menggunting pembalut dan plester.
3. Pisau Bedah
Terdiri atas dua bagian, yaitu gagang dan mata pisau
(mess/bistouri/blade). Pada pisau bedah model lama, mata pisau dan
gagang bersatu, sehingga bila mata pisau tumpul harus diasah kembali.
Pada model baru, mata pisau dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya
untuk sekali pakai.
Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor
4 (untuk mata pisau besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil).
4. Klem (clamp)
Klem arteri pean
Ada dua jenis yaitu yang lurus dan bengkok. Penggunaannya adalah untuk
hemostasis terutama untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaan : masing-
masing 6 buah.
Klem Kocher
Klem Mosquito
Mirip dengan klem arteri pean, tetapi ukurannya lebih kecil.
Penggunaannya adalah untuk hemostatis terutama untuk jaringan tipis
dan lunak. Penyediaannya : masing-masing 6 buah.
Klem Allis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit
tumor kecil.
Klem Babcock
Penggunaannya adalah untuk menjepit tumor yang agak besar dan rapuh.
Retractor Volkman
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka, pemakaian retractor
(ukurannya) disesuaikan dengan lebar luka. Ada yang mempunyai 2 gigi, 3
gigi dan 4 gigi. Dua gigi untuk luka kecil, 4 gigi untuk luka besar. Terdapat
pula retractor bergigi tumpul.
6. Pinset
Pinset Sirurgis
Pinset Splinter
Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka (mencegah
overlapping).
Gambar. Pinset
8. Wound Curett
Penggunaannya adalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis
Gambar. Korentang
Klasifikasi
• Pemilihan jarum bedah antara lain : jarum yang digunakan agar
berperan aktif dalam penyembuhan luka dan tidak merubah atau
merusak jaringan tubuh. Bentuk, ukuran, dan rancangan jarum dipilih
yang sesuai dengan prosedur operasi. Terdapat 2 macam jarum bedah
dilihat dari penggunaan benang yaitu berupa jarum lepas dan jarum
atraumatik
o Jarum lepas
▪ Memerlukan waktu penyambungan benang dengan
jarum
▪ Memerlukan re–sterilisasi
▪ Memerlukan perawatan ujung jarum
▪ Resiko jarum berkarat
▪ Resiko benang terlepas dari jarum
▪ Pemilihan jarum harus tepat dengan benang
o Jarum bedah atraumatik
▪ Benang bedah menyatu dengan jarum sekaligus
▪ Penyambungan benang bedah dengan jarum secara
channelateau drilled
▪ Benang tunggal sehingga menimbulkan trauma yang
minimal pada jaringan
▪ Dijamin steril dan bebas karat
c. Mata jarum
• Rolled end
• Drilled end
• Regular eye
• Spring eye
• Spring double eyes
▪ Kelebihan dari benang ini adalah dapat memegang jaringan secara permanen. Kekurangan dari
benang ini adalah benang ini menjadi benda asing yang tertinggal didalam tubuh dan
kemungkinan akan menjadi fistel.
Jenis-Jenis Benang
a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan 30% bahan tambahan berupa
perekat. Tersedia dalam warna hitam dan putih. Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah
dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang harus
dibuka kembali.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol merupakan ukuran paling kecil) hingga
nomor 3 (yang merupakan ukuran terbesar). Yang paling sering dipakai adalah nomor 00 (2 nol) dan 0 (1
nol) dan nomor 1
Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama arteri besar) sebagai
teugel (kendali). Benang harus steril, sebab bila tidak akan menjadi sarang kuman (focus infeksi) sebab
kuman terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya sendiri tidak dapat diserap tubuh.
b. Plain Catgut
Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini dibuat dari usus kucing, tapi saat ini
dibuat dari usus domba atau usus sapi. Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam
waktu 7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan ukuran yang paling kecil) hingga
nomor 3 (merupakan ukuran yang paling besar). Sering digunakan nomor 000 (3 nol), 00 (2 nol) 0 (1 nol)
nomor 1 dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan
dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama untuk daerah longgar (perut, wajah) yang tak
banyak bergerak dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang, bila disimpulkan
2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut tak boleh terendam dalam lisol karena akan mengembang dan
menjadi lunak, sehingga tak dapat digunakan.
c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom. Dengan adanya krom ini, maka
benang menjadi lebih keras dan kuat, serta penyerapannya lebih lama, haitu 20-40 hari. Warnanya coklat
dan kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3 nol merupakan ukuran yang paling kecil) hingga
nomor 3.
Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk menjahit
tendo pada penderita yang tak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum jahit) dan
terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, dan tidak menimbulkan iritasi
pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol hingga 1 nol. Penggunaannya pada
bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, sedang nomor yang kecil dipakai pada
bedah mata.
f. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate). Tersedia dalam kemasan
atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak diserap, dan warnanya hijau dan
putih. Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya pada bedah kardiovaskuler dan urologi.
g. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat dan lembut, tidak diserap, warna
biru. Tersedia dalam kemasan atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Digunakan pada bedah
mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, bedah plastik, cocok pula untuk
menjahit kulit
h. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh tubuh, dan tidak menimbulkan reaksi
pada jaringan tubuh. Dalam subkutis bertahan selama 3 minggu, dalam otot bertahan selama 3 bulan.
Benang ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Penggunaan pada
bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik.
i. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat, lembut, fleksibel, reaksi tubuh
minimum, dan tidak diserap. Warnanya hitam dan putih. Digunakan untuk menjahit kutis dan sub kutis.
j. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut, cukup kuat, mudah disimpul, tidak
diserap, reaksi tubuh minimum. Warnanya putih. Tersedia dalam ukuran 4 nol hingga 1 nol. Digunakan
untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.
k. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat, tidak korosif dan
reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul. Warna putih metalik. Terdapat dalam kemasan
atraumatis dan kemasan biasa. Ukurannya dari 6 nol hingga nomor 2. Untuk menjahit tendo
a. Baju Kamar Bedah, Jas Operasi, Topi, Masker, Doek dan Laken
Pada umumnya semua alat diatas terbuat dari kain yang ringan, lembut, yang nyaman bila dipakai, mudah
menyerap keringat dan mudah dicuci. Untuk itu dapat dipakai kain belacu atau katun. Warna alat-alat
diatas harus lembut dan tidak cepat melelahkan mata. Biasanya dipilih warna putih, biru muda, dan hijau.
Saat ini masker yang sering dipakai mempunyai model sekali pakai (disposable) yang terbuat dari kertas.
Masker ini akan dibuang sesudah digunakan. Untuk alat tenun dari kain, sesudah dipakai harus direndam
lalu dicuci. Setelah kering baru disterilkan. Masker, topi dan baju kamar bedah tidak perlu disterilkan.
c. Kasa Hidrofil
Adalah kain dengan anyaman jarang (kasa), lembut dan bersifat mudah menyerap. Digunakan untuk
penyerap darah yang keluar dari luka, menyerap sekret dan cairan lain serta digunakan sebagai penutup
luka (dressing). Kasa ini tersedia dalam ukuran kecil-kecil, yaitu kira-kira 5 x 7,5 cm, terlipat rapi, tidak
boleh ada bagian benang yang menjulur keluar, sebab dapat tertinggal pada luka sewaktu membersihkan
luka. Kasa harus steril.
d. Tuffer (spons)
Dibuat dari kasa hidrofil yang dipadatkan dengan cara :
1. Kasa dipotong berbentuk segi empat sesuai dengan ukuran yang diinginkan
2. Dari salah satu sudutnya dilakukan penggulungan secara padat ke arah tengah
3. Ekor tadi digulung rapi hingga habis
Tuffer digunakan untuk membebaskan jaringan (terutama jaringan longgar), menekan perdarahan,
menggosok luka. Tuffer harus steril sebelum dipakai.
e. Drain
Terdapat bermacam-macam drain. Prinsip penggunaannya sama yaitu untuk memungkinkan pengaliran
sekret keluar dari luka. Drain digunakan untuk luka yang terkontaminasi dengan kemungkinan
terbentuknya pus atau sekret lainnya, atau pada luka dengan perdarahan hebat sewaktu telah ditutup ada
kemungkinan perdarahan masih aktif di bawah jaringan yang ditutup.
1. Cigarette drain. Berbentuk seperti pipa dengan panjang 5-10 cm. dipergunakan pada operasi abses
apendiks, trauma dan sebagainya, dimana sekret yang keluar diharapkan tidak terlalu banyak.
2. Corrugated drain (drain bergelombang). Dibuat dari lembaran karet khusus yang bergelombang halus
(seperti pola lembaran seng atap rumah). Dipakai pada luka sedang, yang sekretnya tidak terlalu
banyak.
3. Drain Sarung Tangan. Dibuat dari sarung tangan yang tak terpakai lagi dengan cara menggunting
sarung tangan tadi menjadi lembaran-lembaran yang kemudian digulung seperti menggulung
(melinting) rokok, kemudian dilem dengan lem karet, lalu disterilkan.
4. Tube drain. Berupa pipa panjang yang dapat dibuat dari selang infuse, sonde lambung, dan
sebagainya, dengan ujung selang yang dimasukkan ke dalam luka diberi lubang-lubang (mata) pada
sisinya. Bila ujung luar selang dihubungkan dengan wadah hampa udara (vakuum) maka drain tadi
disebut vacuum drain. Dengan adanya tekanan negative dari wadah, maka sekret akan lebih mudah
tertarik keluar.
2. Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
3. Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
a. Clean wounds/Luka steril adalah luka bedah tanpa tanda peradangan dan tidak melibatkan organ
respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus genitourinaria. Misalnya bedah laparoskopik, bedah pada
kulit, mata, atau vaskular.
b. Clean-contaminated wounds/ Luka steril terkontaminasi adalah luka steril dengan risiko infeksi yang
tinggi, misalnya oprasi yang melibatkan organ respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus
genitourinaria yang dalam kondisi terkontrol, selama tanpa komplikasi pembedahan. Misalnya bedah
terbuka pada pelepasan Pin/Wire, bedah pada organ telinga, ataupun tindakan ginekologi.
c. Contaminated wounds/Luka terkontaminasi adalah luka oleh benda luar (misalnya peluru, pisau,
ataupun benda-benda tajam lainnya), ataupun kontaminasi luka yang terjadi oleh karena sejumlah
besar tumpahan isi dari gastrointestinal pada luka. Ataupun jaringan yang terinfeksi dan meradang di
sekitar luka bedah merupakan luka terkontaminasi.
d. Dirty wounds/Luka kotor/Luka terinfeksi adalah luka yang diakibatkan oleh benda asing yang
bersarang (misalnya peluru ataupun debris lainnya), luka traumatik yang diakibatkan oleh sumber
yang kotor, maupun luka yang terpapar oleh pus.
Bahan:
a. Benang
b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )
c. Cairan Na Cl 0,9%.
d. Anestesi lokal: lidocain 2%.
e. Sarung tangan.
f. Kasa steril.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibu jari serta jari kedua dan ketiga.
c. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang.
d. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung (hand to hand, glove to glove)
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Karakata S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Hipokrates : Jakarta
2. Ethicon Inc. Wound Closure Manual. 1994. Johnson and Johnson company.
3. Doherty, GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Reksoprodjo, S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.
6. Utama, HSY. 2012. Keterampilan Dasar Teknik Bedah dengan Pengetahuan Material Suture. http://
herrysetyayudha.wordpress.com diakses tanggal 20 Agustus 2012.
A. TEMA
Keterampilan laboratorium penggunaan mikroskop cahaya
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk:
• menyebutkan bagian-bagian mikroskop cahaya.
• menjelaskan fungsi dari bagian-bagian mikroskop cahaya.
• melakukan pemeriksaan spesimen/ preparat menggunakan mikroskop cahaya.
D. SKENARIO
Pada minggu pertama perkuliahan, mahasiswa semester I mendapatkan materi tentang sel dan jaringan.
Salah satu jaringan yang dipelajari adalah jaringan epitel yang menyusun permukaan kulit. Menurut teori,
epitel pada permukaan kulit (bagian epidermis) adalah epitel berlapis gepeng. Untuk melihat hal tersebut
mahasiswa dapat mengamati preparat jaringan kulit menggunakan mikroskop.
E. DASAR TEORI
1. Kegunaan Mikroskop
Penggunaan mikroskop merupakan bagian yang sangat penting dalam berbagai cabang ilmu seperti
biologi, histologi, mikrobiologi, parasitologi dan sebagainya. Dengan bantuan mikroskop kita dapat
mengamati objek yang sangat kecil yang tidak dapat diamati hanya dengan menggunakan mata
telanjang. Struktur yang dapat diamati dengan mikroskop antara lain bentuk sel, ukuran sel, serta
susunannya. Dengan mikroskop kita juga dapat mengamati organisme yang sangat kecil atau bersifat
mikroskopik seperti parasit maupun mikroorganisme.
2. Macam-Macam Mikroskop
Ada beberapa jenis mikroskop yang dapat dipergunakan. Pada dasarnya mikroskop-mikroskop itu
dapat digolongkan menurut jenis sumber cahaya yang dipakai. Tentu yang paling banyak dipakai
adalah mikroskop cahaya (optik) yang menggunakan cahaya terlihat. Selain mikroskop cahaya biasa,
ada juga beberapa modifikasi tertentu, yaitu mikroskop interferens, dan mikroskop lapangan (medan)
gelap, mikroskop polarisasi dan mikroskop fase kontras. Semua mikroskop yang menggunakan radiasi
tak terlihat dan sinar ultraviolet serta mikroskop elektron, merupakan perkembangan yang lebih baru.
11
13 12
16
14
18
15
20
17
21
19
• Gunakan penggerak slide horizontal dan vertikal untuk mengatur spesimen supaya berada di
tengah tepat di atas kondenser.
4. Mengatur fokus
• Putar pemutar lensa objektif dan posisikan lensa objektif pada perbesaran 4X.
• Setelah lensa objektif tersebut tepat di atas spesimen, gerakkan sekrup pengatur fokus kasar
searah jarum jam sampai meja berada sedekat mungkin dengan lensa objektif.
• Sambil melihat melalui lensa okuler gerakkan sekrup pengatur fokus kasar berlawanan dengan
arah jarum jam secara perlahan untuk menambah jarak antara lensa objektif dan spesimen, dan
berhentilah saat gambar spesimen telah terlihat fokus.
• Sambil melihat melalui lensa okuler gerakkan kedua tabung binokuler untuk mengatur jarak
interpupil, sehingga gambar yang dilihat antar kedua mata menyatu.
• Tutuplah mata kiri dan gunakan mata kanan untuk memfokuskan gambar dengan memutar
sekrup pengatur fokus kasar dan halus, sampai terlihat fokus (jika diperlukan).
• Tutuplah mata kanan dan gunakan mata kiri untuk memfokuskan gambar dengan memutar cincin
pengatur diopter pada lensa okuler kiri, sampai fokus (jika diperlukan).
• Bukalah kedua mata dan untuk memfokuskan kembali gerakkan sekrup pengatur fokus halus
untuk memperoleh gambar yang paling jelas.
8. Mematikan mikroskop
• Matikan lampu mikroskop dengan menekan tombol utama pada posisi ‘’O’’.
• Lepaskan kabel dari sumber arus listrik.
• Jika fokus pada perbesaran 10X40 telah didapatkan maka putar ke perbesaran objektif 100X.
• tetesi minyak imersi 1 – 2 tetes dari sisi lensa.
• Jika telah selesai menggunakan mikroskop, bersihkan lensa objektif 100X dengan kertas lensa
yang dibasahi xylol.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Olympus® Educational Microscope CX21 Instruction Manual. Olympus Optical co. Ltd. Tokyo.
2. Junqueira, L.C, Carneiro, J. 2003. Basic Histology, Tenth Edition, Lange Medical Books McGraw-Hill,
United States of America.
3. Alexander, S.K., Strete, D., and Niles, M. J. 2004. Laboratory Exercises in Organismal and Molacular
Microbiology. McGraw-Hill. United States of America.
4. Gartner, L.P., and Hiatt, J. L. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. McGraw-Hill. United States
of America.
5. Staf Pengajar FK Unsoed. 2008. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar.. Fakultas Kedokteran Unsoed.
Semarang
6. Staf Pengajar FK Unila. 2003. Buku Praktikum Histologi Bagian I.. Program Studi Pendidikan Dokter
Unila. Bandar Lampung
B Menyalakan mikroskop
3 Hubungkan kabel mikroskop ke sumber arus listrik.
4 Nyalakan mikroskop dengan menekan tombol utama pada
posisi ‘’I’’.
5 Atur intensitas cahaya dengan memutar sekrup pengatur
intensitas cahaya sesuai yang dikehendaki.
C Meletakkan spesimen pada meja mikroskop
6 Putar sekrup pengatur fokus kasar ke arah yang berlawanan
dengan jarum jam sampai posisi meja paling rendah.
7 Buka penjepit preparat sambil terus di tahan, letakkan
spesimen pada meja mikroskop dari arah depan, dan
lepaskan penjepit preparat.
D Mengatur focus
8 Gunakan penggerak slide horizontal dan vertikal untuk
mengatur spesimen supaya berada di tengah tepat di atas
condenser
9 Putar pemutar lensa objektif dan posisikan lensa objektif
pada perbesaran 4X.
10 Setelah lensa objektif tersebut tepat di atas spesimen,
gerakkan sekrup pengatur fokus kasar searah jarum jam
sampai meja berada sedekat mungkin dengan lensa
objektif.
11 Sambil melihat melalui lensa okuler gerakkan gerakkan
sekrup pengatur fokus kasar berlawanan dengan arah
jarum jam secara perlahan untuk menambah jarak antara
lensa objektif dan spesimen, dan berhentilah saat gambar
spesimen telah terlihat fokus.
12 Sambil melihat melalui lensa okuler gerakkan kedua tabung
binokuler untuk mengatur jarak interpupil, sehingga
gambar yang dilihat antar kedua mata menyatu.
13 Tutuplah mata kiri dan gunakan mata kanan untuk
memfokuskan gambar dengan memutar sekrup pengatur
fokus kasar dan halus, sampai terlihat fokus.
14 Tutuplah mata kanan dan gunakan mata kiri untuk
memfokuskan gambar dengan memutar cincin pengatur
diopter pada lensa okuler kiri, sampai fokus.
15 Bukalah kedua mata dan untuk memfokuskan kembali
gerakkan sekrup pengatur fokus halus untuk memperoleh
gambar yang paling jelas.
E Mengatur posisi kondenser dan diafragma apertura
16 Putar pengatur tinggi kondensor untuk menggerakkan
kondenser pada posisi paling tinggi (cahaya penuh).
17 Putarlah cincin diafragma apertura sehingga skala
perbesaran objektif yang digunakan berada di arah depan.
F Memindahkan lensa objektif untuk pengamatan
18 Pegang dan putar pemutar lensa objektif, sehingga objektif
yang akan digunakan (misal: 40X) berada di atas spesimen.
19 Putar sekrup pengatur fokus halus untuk memfokuskan
gambar sampai terlihat jelas.
20 Amatilah spesimen/preparat dengan detil dan geser
spesimen menggunakan penggerak slide horizontal dan
vertikal untuk mengamati seluruh bagian preparat tersebut.
G Mengambil spesimen dari meja mikroskop
21 Jika pengamatan telah selesai, posisikan kembali lensa
PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan fungsi masing-
masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil
Level
No Jenis Kompetensi
Kompetensi
7 assessment of diplopia 1 2 3 4
8 assessment of nystagmus 1 2 3 4
9 corneal reflex 1 2 3 4
17 assessment of taste 1 2 3 4
19 assessment of swallowing 1 2 3 4
20 inspection of palate 1 2 3 4
D. SKENARIO
Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini dirasakan sudah 3 hari.
Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut-
denyut pada sisi kanan kepala, keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di
tempat yang tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan
diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf perifer
terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi (termasuk tingkat
kesadaran), saraf-saraf kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi serebelum.
Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah penilaian 12
fungsi saraf kranial
NO NAMA FUNGSI
I Olfaktorius Penciuman
II Optikus Penglihatan
III Okulomotorius Konstriksi pupil, membuka mata, pergerakan sebagian besar otot
ekstraokuler
IV Trokhlearis Pergerakan bola mata ke medial bawah
Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat bahwa pasien
menderita gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan pada suatu saraf kranial (sesuai
urutan), dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan lurus kedepan.
d. Cuci Tangan WHO
2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang hidung ditutup
(alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup. Sampel tes
sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta pasien untuk
mengidentifikasi sampel tes.
a. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika pasien memakai
kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai kacamatanya)
b. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup
mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya)
c. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih bisa
dibaca.
d. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan. (Misalnya 20/60,
dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai dalam
pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera pada
baris huruf Snellen chart.)
e. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan prosedur
berikut:
• Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih jari, minta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien tidak dapat menghitung jari
pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan kembali meminta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat
menghitung jari pemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat dilakukan dengan
baik hingga jarak 60 meter.
• Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300 meter.
• Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa
apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya: persepsi
cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat
cahaya maka visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).
3. Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli
terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang
temaran dan pasien diberikan midriatikum sebelumnya.
a. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri
pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop pada
tangan kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
b. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata. Lalu perlahan
bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal
pasien hingga gambaran fundus terlihat.
c. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang
diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila
diperlukan).
d. Amati gambaran fundus yang terlihat.
neovaskular
hemoragik
a. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup salah satu mata pasien dengan menggunakan
telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan
jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada
jarak 30 cm.
b. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan
jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal.
3. Reflek Pupil
a. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat
benda yang jauh untuk fiksasi
b. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah samping
atau bawah.
c. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
d. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
e. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri yang tidak disinari
(indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen
dengan respon pupil langsung.
f. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
Nervus V. Trigeminus
a. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan daerah
wajah.
b. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan usapan
pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang sama pada dahi
sisi yang lain.
c. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
d. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi wajah.
e. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul, pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan pin tajam dan benda tumpul yang dilakukan dengan tekanan ringan
pada daerah wajah secara bergantian tajam dan tumpul dan pada kedua sisi wajah, minta
pasien menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah tajam atau tumpul dan apakah
sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi wajah.
• Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan minta pasien
untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah tahanan
pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
5. Reflek Kornea
Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan ringan pada kornea
a. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
b. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas ditempatkan dari sisi
lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.
c. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada kedua mata.
Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.
c. Pada respon yang normal, kedua mata pasien tidak akan terbuka walaupun pemeriksa
berusaha membuka kedua kelopak mata dengan tenaga.
d. Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
e. Pada respon normal, akan tampak kerut pada kedua sisi dahi simetris. Pada respon
abnormal tak tampak adanya kerut dahi pada sisi yang sakit.
1. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
c. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus kanan pasien.
d. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
e. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika
pasien tidak dapat mendengarnya
2. Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak
lurus pada dahi tepat di garis tengah.
c. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah sama keras.
d. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke
sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama
mendengar berarti tidak ada lateralisasi.
1. Reflek Muntah
a. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
b. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
c. Periksa respon muntah
Nervus X. Vagus
1. Perubahan Bicara
a. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
b. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara (laring), suara
menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan
artikulasi karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi soft
palatum.
d. Respon abnormal akan didapatkan bila salah satu sisi soft palatum tidak terangkat, dan
uvula akan tertarik ke sisi yang berlawanan (sisi yang sehat).
3. Menelan
a. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
b. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasien tersedak.
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi pada sisi yang
terkena (sisi yang sakit).
4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
2. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-
208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/
INTERPERSONAL
CONTENT
Inspeksi
N. I. Olfaktorius
N. II. Optikus
A. Kaji Tajam Penglihatan
11. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart
(untuk pemeriksaan visus dasar, Jika pasien memakai kacamata
sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien diminta melepas).
12. Pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri
ditutup dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk
16. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart,
maka lakukan prosedur berikut:
Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau
lebih jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa.
Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa pada jarak 6 m, maju
1 m, dan seterusnya.
Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari pemeriksa.
17. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 m,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat
menentukan arah gerakan/lambaian (kiri-kanan/atas-bawah)
18. Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light
untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon
pasien terhadap cahaya : persepsi cahaya, persepsi arah cahaya,
persepsi tanpa cahaya.
B. Lapang Pandang (Konfrontasi)
20. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien
yang ditutup
21. Minta pasien untuk menatap tepat pada hidung pemeriksa (fiksasi).
22. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek (jari/pena)
yang digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
23. Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer
ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal, temporal,
temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior nasal.
C. Funduskopi
39. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata
kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan
ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil
langsung.
40. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
Nervus V. Trigeminus
44. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi
wajah.
45. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri, pemeriksaan uji
nyeri dilakukan dengan menggunakan pin tajam yang dilakukan
dengan tekanan ringan pada daerah wajah.
B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
54. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang
bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
55. Periksa respon pasien.
E. Reflek Kornea
57. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas
ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada
kornea.
58. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata
pada kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua
bola mata.
N.VII. Fasialis
A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah
59. Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.
B. Tes Weber
N. X. Vagus
A. Perubahan Bicara
78. Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu kalimat.
N. XI. Accessory
A. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
84. Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
85. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan
tangan pemeriksa.
B. Pemeriksaan Otot Trapezius
90. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada
dasar mulut.
91. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi atau atropi.
PROFESIONALISME
PEMERIKSAAN MOTORIS
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
D. SKENARIO
GENERAL WEAKNESS
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan badan terasa lemah. kedua tangan dan
kaki lemah untuk digerakkan. Anda kemudian melakukan pemeriksaan motoris dan kekuatan otot
pada pasien ini.
E. DASAR TEORI
F. PROSEDUR
10. Test dorsiflexion (terutama L4, L5) dan plantar flexion (terutama S1)
• Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
atas
• Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
bawah
G. DAFTAR PUSTAKA
No Prosedur Feedback
1.
Senyum, salam, sapa
2. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
3. Lakukan pemeriksaan test flexion (C5, C6—biceps) :
• Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
• Tempatkan salah satu tangan pemeriksa pada otot biseps
pasien dan tangan yang lainnya pada pergelangan tangan
pasien, beri tahanan
• Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya
menekukkan lengannya.
4. Lakukan pemeriksaan test ekstensi (C6, C7, C8—triceps):
• Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
• Tempatkan tangan pemeriksa pada pergelangan tangan pasien,
beri tahanan
• Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya
meluruskan lengannya
5. Lakukan pemeriksaan test ekstensi pada pergelangan tangan
(C6, C7,C8, radial nerve):
• Meminta pasien untuk meluruskan lengannya dan menggengam
• Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman pasien dan
memberi tahanan berupa upaya menarik genggaman pasien ke
arah bawah
• Instruksikan pasien untuk melawan tahanan tersebut
6. Lakukan pemeriksaan test the grip atau tes genggam (C7, C8,
T1):
• Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa pada telapak
tangan pasien
• Meminta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa tersebut
dengan kuat
• Usahakan menarik jari tersebut dari genggaman pasien
7. Lakukan pemeriksaan test finger abduction (C8, T1, n.
ulnaris):
• Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke
bawah dan jari jari memekar
• Instruksikan pasien untuk mempertahankan posisi tersebut
• Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien
PROFESIONALISME
14 Melakukan dengan penuh percaya diri
15
Melakukan dengan kesalahan minimal
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Mampu melakukan pemeriksaan fungsi sistem sensoris
• Mampu memilih metode untuk pemeriksaan
• Mampu menjelaskan tujuan dan intrepretasi hasil pemeriksaan
• Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan
D. SKENARIO
POLINEUROPATI
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan sekujur tubuh sering gatal-gatal. Beberapa hari ini kaki dan
tangannya terasa kesemutan dan hilang rasa. Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien sering mengkonsumsi
alkohol dan pernah melakukan pemeriksaan laboratorium gula darah. Anda kemudian melakukan tes fungsi sensori pada
pasien ini.
E. DASAR TEORI
Untuk mengevaluasi sistem sensoris, ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan sesuai jalur yang terkena,
yaitu
1. Tes rasa nyeri dan suhu (traktus spinotalamicus)
2. Tes posisi dan vibrasi ( kolumna posterior)
3. Tes sentuhan halus ( kedua jalur)
4. Sensasi diskriminasi yang melibatkan korteks serebri.
F. PROSEDUR
1. Persiapan
✓ Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa yang berada pada posisi berdiri.
✓ Apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus pasien lakukan.
✓ Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup, kecuali saat tertentu kita pinta membuka mata.
4. Tes Vibrasi
✓ Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke tumit tangan.
✓ Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjuk pasien.
✓ Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi
yang lebih proksimal.
✓ Lakukan pada kedua tangan
✓ Kemudian getarkan lagi garpu tala, letakkan di atas sendi interfalanx distal jempol kaki.
✓ Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi
yang lebih proksimal.
✓ Lakukan pada kedua kaki.
5. Tes
Posisi
b. Identifikasi Nomor
✓ Dalam keadaan mata tertutup, tuliskan dengan ujung pensil yang tumpul sebuah angka paada telapak
tangan pasien
✓ Minta pasien menyebutkan angka yang dituliskan. Normal bisa mengetahui angka yang dituliskan,
abnormal dapat diakibatkan motor impairment, arthritis dll.
c. Diskriminasi 2 titik
✓ Gunakan
2 peniti, pegang dengan rapat.
✓ Sentuhkan kedua ujung tajam peniti pada ujung jari jari tengah tangan pasien pada satu titik lokasi.
✓ Minta pasien menyebutkan apakah yang dirasakan satu atau dua titik sentuhan. Normal bisa
membedakan satu atau dua titik sentuhan. Bila tidak dapat dirasakan, perlebar jarak kedua titik sentuhan
sampai pasien bisa merasakan.
d. Titik Lokasi
✓ Sentuh pasien pada sembarang titik lokasi dengan telunjuk.
✓ Pinta pasien membuka mata dan menunjukkan di mana lokasi yang pemeriksa barusan sentuh.
✓ Pinta pasien memejamkan mata kembali.
✓ Kemudian sentuh pasien pada dua titik lokasi berbeda dan berlawanan secara bersamaan. Misalnya pada
pipi kiri dan lengan kanan.
✓ Tanyakan kepada pasien di mana letak titik lokasi sentuhan.Orang normal dapat mengetahui posisi
sentuhan. Kelainan yang disebut extiction phenomenon, tidak dapat membedakan sisi mana yang
disentuh( misal, tidak mengetahui pipi kiri dan lengan kanan tapi pipi dan lengan kanan atau pipi dan
lengan kiri). Kelainan ini disebabkan gangguan pada lobus temporal.
G. DAFTAR PUSTAKA
✓ Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
✓ Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007
✓ Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited. 2003
✓ Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995
H. CEKLIS LATIHAN
No Aspek Umpan
Balik
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
• Salam dan perkenalan diri.
• Sikap terbuka dan ramah.
• Kontak mata sewajarnya.
2 Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa yang berada
pada posisi berdiri.
3 Jelaskan apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus pasien
lakukan.
Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup, kecuali saat tertentu kita pinta
membuka mata.
CONTENT
Tes Sentuhan Halus
4 Siapkan kapas kemudian sentuhkan secara halus kapas ke dorsum satu jari
tangan dari distal ke proksimal.
5 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
6 Kemudian sentuhkan secara halus ujung kapas ke permukaan salah satu jari
kaki dari distal ke proksimal.
7 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
8 Jika sensasi yang dirasakan normal, lanjutkan ke tes berikutnya.
9 Jika sensasi tidak dirasakan, teruskan menyentuh ke arah proksimal sampai
sensasi dirasakan. Catat sampai dermatom mana sensasi tersebut mulai
dirasakan.
Tes Rasa Nyeri
10 Gunakan benda tajam dan tumpul, kali ini peniti.
Sentuhkan ujung tajam dan tumpul secara acak pada punggung tangan
secara halus, hindari melukai atau menyakiti pasien.
11 Tanyakan apakah yang disentuhkan tajam atau tumpul. Orang normal bisa
membedakan sensasi tajam-tumpul. Bila tidak dapat membedakan, teruskan
tes ke arah proksimal tangan.
12 Lakukan pada kedua tangan.
13 Lanjutkan tes ke punggung kaki kanan dan kiri.
Tes Vibrasi
14 Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke tumit
tangan.
15 Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjuk pasien.
16 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan getaran, bila
tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
17 Lakukan pada kedua tangan
18 Kemudian getarkan lagi garpu tala, letakkan di atas sendi interfalanx distal
jempol kaki.
19 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan getaran, bila
tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
20 Lakukan pada kedua kaki.
Tes Posisi
21 Pegang lateral palanx distal jari tengah tangan pasien dengan jempol dan
telunjuk tangan pemeriksa , jempol dan telunjuk tangan lain memegang palanx
intermedia.
22 Gerakkan palanx distal pasien ke atas dan ke bawah sambil diberitahu kepada
pasien bahwa ini ke atas, ini ke bawah (mata pasien terbuka)
23 Kemudian suruh pasien memejamkan mata kembali.
24 Gerakkan palanx distal sambil tanyakan ke pasien kemana palanx tersebut
kita gerakkan. Normal bisa mengetahui kemana gerakan, bila tidak lanjutkan
PROFESSIONALISM
39 Melakukan dengan penuh percaya diri
40 Melakukan dengan kesalahan minimal
H. TEMA
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan pemeriksaan ROM
K. SKENARIO
Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada sendi lutut sebelah
kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan belakangan, namun selama 3 hari ini
keluhan dirasa terus menerus dan memberat. Keluhan disertai dengan gerak sendi terbatas karena
nyeri, sulit untuk ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara pada sendi tersebut setelah
bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan, sedangkan bila beristirahat
keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang
sesuai.
L. DASAR TEORI
Tanda-tanda radang sendi seperti RA, Demam Rematik, Serum Sickness gerakan menjadi
terbatas akibat rasa nyeri spasme otot dan tendon daerah sekitarnya. Adanya deformitas sendi
pergelangan tangan, siku, bahu, sendi sternoclavicularis, temporomandibularis dan sendi
panggul bisa menjadi tanda adanya subluksasi atau dislokasi.
Jenis ROM :
a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak
yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
b. ROM aktif, pemeriksa memberikan motivasi dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).
Kekuatan otot 75 %
f. Supinasi
Jenis gerakan : g. Pronasi
a. Fleksi h. Abduksi
i. Aduksi
b. Ekstensi
j. Oposisi
c. Hiper ekstensi
d. Rotasi
e. Sirkumduksi
Indikasi :
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama
Kontra Indikasi :
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
Pemeriksaan Goniometri
Geniometri
Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti sudut dan
metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan pengukuran sudut,
khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia. Goniometri
merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak.
Goniometer digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan pasif.
Goniometer juga digunakan untuk menggambarkan secara akurat posisi abnormal sendi. Pada
CSL 2 ini pemeriksaan goniometri beluum dilakukan.
Prosedur
b. Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik.
2. Membaca besaran lingkup gerak sendi (LGS) pada posisi awal pengukuran dan
mendokumentasikannya
3. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada
M. PROSEDUR
• Kemudian angkat lengan pada posisi vertical di atas kepala dengan telapak tangan saling
berhadapan (untuk menilai pergerakan scapulothoracalis sebesar 60°dan kombinasi
pergerakan glenohumerale dan scapulothoracalis pada aduksi 30°)
2. PEMERIKSAAN SIKU
a. Inspeksi
• Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°.
• Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon.
• Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna. Catat adanya nodul
atau pembengkakan.
b. Palpasi
• Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan, catat jika ada dislokasi
dari olekranon.
• Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah nyeri,
pembengkakan atau penebalan
c. Pemeriksaan ROM Siku
• Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta gerakan pronasi
dan supinasi lengan bawah.
• Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya mintalah pasien untuk
memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk meminimalisasi gerakan sendi bahu.
Extension
• Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien.
• Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan tangan pemeriksa
pada punggung tangan pasien.
• Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan gravitasi.
• Mintalah pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut dalam posisi fleksi.
Pada posisi ini landmark tulang dapat lebih mudah terlihat sementara otot, tendon dan
ligament lebih rileks, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan.
• Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media
dan lateral
• Palpasilah ligamen, batas meniscus dan bursa dari lutut, perhatikan jika terdapat
kekakuan.
c. Pemeriksaan ROM lutut
• Prinsip pemeriksaan rom lutut adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan eksternal.
• Minta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam keadaan duduk.
• Jika diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan meminta pasien berjongkok-berdiri
yang juga dapat menilai keseimbangan pasien.
• Minta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral untuk menilai rotasi.
Terkadang juga diperlukan pemeriksaan stabilitas ligament dan integritas meniscus
terutama jika terdapat riwayat trauma atau teraba kekakuan. Pemeriksaan tersebut
mencakup Abduction Stress Test, Adduction Stress Test, Anterior Drawer Sign, Lachman
Test, Posterior Drawer Sign, dan McMurray Test yang dapat Anda pelajari sendiri pada
literatur pemeriksaan fisik.
• ROM kaki terdiri dari eversi dan inversi dengan cara memegang pergelangan kaki dan
tumit kaki pasien kemudian minta pasien menggerakan kakinya inversi dan eversi.
N. DAFTAR PUSTAKA
No Aspek Feedback
INTERPERSONAL
1. Sambung Rasa dan Informed consent
Pemeriksaan Muskuloskeletal dan ROM
Sendi Bahu
2. Lakukan inspeksi:
Apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi
3. Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri,
lakukan palpasi pada area tersebut.
Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan memegang sendi
bahu pasien dan meminta pasien untuk berdiri pada posisi anatomis,
kemudian:
4. Gerakkan lengan atas ke arah anterior untuk menilai Fleksi (normal
1800)
5. Gerakkan lengan atas ke arah posterior untuk menilai Ekstensi
(normal 600)
6. Gerakkan lengan atas ke arah anterior setinggi bahu, kemudian
gerakkan ke arah lateral-medial untuk menilai Fleksi Horisontal
(normal 1350)
7. Gerakkan lengan atas ke arah lateral untuk menilai Abduksi (normal
1800)
8. Gerakkan lengan atas ke arah medial (menyentuh anterior tubuh)
untuk menilai Adduksi ( normal 750)
Sendi Siku
9. Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien dengan tangan
pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°. Perhatikan epicondylus
medial dan lateral serta olecranon. Perhatikan kontur siku, apakah
terdapat nodul atau pembengkakan.
10. Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri
tekan. Perhatikan apakah terdapat dislokasi olekranon, adakah nyeri,
pembengkakan atau penebalan antara epicondylus dan olekranon.
Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta pasien untuk
berdiri pada posisi anatomis, kemudian:
11. Melakukan gerakan fleksi-ekstensi pada sendi sikunya (normal 1500)
17. Extension:
c. Posisikan telapak tangan supinasi sejajar lantai
Gerakkan telapak tangan keatas untuk menilai ekstensii sendi
pergelangan tangan (normal 700)
terdapat pembengkakan.
27. Lakukan palpasi dengan meminta pasien untuk duduk di tepi bed
pemeriksaan dengan lutut fleksi. Palpasi dan identifikasi condylus
femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media dan lateral
serta ligamen, batas meniscus, perhatikan jika terdapat kekakuan.
Lakukan pemeriksaan ROM lutut:
28. Fleksi dan Ekstensi:
Meminta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya
dalam keadaan duduk.
29. Rotasi internal dan eksternal:
Meminta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral
Pergelangan kaki dan kaki
30. Lakukan inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan
apakah terdapat deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus
31. Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian
anterior dari pergelangan kaki. Perhatikan adakah pembengkakan dan
nyeri. Palpasi sendi metatarsofalang dengan menekan kaki dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.Perhatikan adakah
pembengkakan dan nyeri
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan kaki & kaki dengan:
32. Meminta pasien melakukan gerakan dorsofleksi dan plantarfleksi
33. Eversi dan inversi:
Peganglah pergelangan kaki dan tumit kaki pasien
Pinta pasien menggerakan kakinya inversi (memutar ke medial) dan
eversi (memutar ke lateral)
PROFESIONALISME
34. Melakukan dengan percaya diri
35. Melakukan dengan kesalahan minimal
KERANGKA ANAMNESIS
A. TEMA
Keterampilan Anamnesis
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai keluhan utama yang membawa pasien
datang ke dokter
2. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit sekarang
3. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit dahulu
4. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit keluarga
5. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat personal atau riwayat sosial
D. SKENARIO
Seorang pria datang dengan keluhan demam. Anda sebagai seorang dokter yang ingin mengetahui
riwayat penyakit pasien melakukan wawancara yang terstruktur dengan tujuan untuk
mengeksplorasi keluhan dan gejala yang dialami oleh pasien. Bagaimanakah cara menggali
informasi mengenai penyakit pasien sehingga dapat ditegakkan diagnosis yang tepat?
E. DASAR TEORI
1. PENDAHULUAN
Dewasa ini, tantangan sebagi tenaga kesehatan semakin mempengaruhi kinerja tenaga
kesehatan tersebut dalam menangani pasien. Khususnya seorang dokter, sangat diperlukan
adanya kesiapan untuk berani melakukan tatap muka dan aktif dalam membangun keakraban
dengan pasiennya. Pada umumnya kontak pertama antara seorang dokter pasien dimulai dari
anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam
memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya.
Dalam menegakkan suatu diagnosis anamnesis mempunyai peranan yang sangat penting
bahkan terkadang merupakan satu-satunya petunjuk untuk menegakkan diagosis. Anamnesis
adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter
dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi
pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang
sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka
informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang
hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis.
Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan
hanya dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk
membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dengan pasiennya. Umumnya seorang
pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak
nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang lah untuk mencairkan hubungan
tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun
hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama
dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.
2. ISI
Definisi Anamnesis
Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat kembali.
Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien. Jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis
sangat beragam dan bergantung pada beberapa faktor.
Tujuan Anamnesis
1. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan
oleh pasien.
Jenis-jenis Anamnesis
1. Auto anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat langsung dari keluhan pasien. Pasien
sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini
adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.
2. Allo anamnesis atau hetero anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat dari orang tua
atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang riwayat pasien, dilakukan ketika pasien
tidak dapat berkomunikasi langsung dengan dokter. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari
anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan allo anamnesis.
Persiapan Anamnesis
1. Keterampilan proses: meliputi bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien, menggali dan
mendapatkan riwayat pasien, menggali dan mendapatkan riwayat pasien, kemampuan verbal
dan non-verbal yang digunakan, bagaimana menciptakan suatu hubungan dengan pasien,
serta bagaimana cara berkomunikasi secara terstruktur dan terorganisasi.
2. Keterampikan isi: yaitu keterampilan mengenai isi pokok dari pertanyaan dan respon yang
diberikan kepada pasien.
3. Keterampilan perseptual: yakni apa yang dipikirkan dan rasakan mempengaruhi pembuatan
keputusan internal.
Selain itu dokter juga perlu terampil dalam mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka
ataupun tertutup dan terampil dalam mendengarkan baik secara aktif, empatik, dan reflektif.
Wawancara yang dilakukan selama anamnesis harus berdasarkan five basic task of doctor
patient interview, sebagai berikut :
b. Menyertai pasien
4. Explanation and planning
a. Mengoreksi jumlah dan jenis
b. Membantu pemahaman dan mengakuratkan daya ingat
5. Clossing the session
Menutup wawancara
Adapun hal yang harus diperhatikan oleh seorang dokter sebelum memulai wawancara, antara
lain :
1. Tempat dan suasana. Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus
diusahakan cukup nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan
suasana mendukung. Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak
merasa diinterogasi.
2. Penampilan dokter. Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan
meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi dan bersih akan
lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga seorang dokter yang
tampak ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak,
ketus dan tegang.
3. Periksa kartu dan data pasien. Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih
dahulu kartu atau data pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup
kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan
kartu data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2
pasien dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan,
diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna
untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.
4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya. Pada saat anamnesis dilakukan
berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat dengan leluasa menceritakan apa saja
keluhannya. Biarkan pasien bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan
terus menerus memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila
diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih
detail dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur
kemana mana
5. Gunakan bahasa atau istilah yang dapat dimengerti. Selama tanya jawab berlangsung
gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang
tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berikan penjelasan atau
deskripsi dari istilah tersebut.
6. Buat catatan. Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang
dokter melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang
panjang.
7. Perhatikan pasiennya. Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara
dan gerak-gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis,
apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau menahan
sakit, apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau
terputus-putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
8. Gunakan metode yang sistematis. Anamnesis yag baik haruslah dilakukan dengan sistematis
menurut kerangka anamnesis yang baku. Anamnesis yang sistematis bertujuan untuk melihat
keterlibatan setiap sistem dalam penyakit yang sekarang diderita dan kemungkinan adanya
masalah lain selain masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Dengan cara ini diharapkan tidak
ada data anamnesis yang tertinggal.
Dalam menganamnesis pasien, ada baiknya jika seorang mengetahui data-data umum
mengenai pasien terlebih dahulu, seperti :
1. Nama pasien: sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
3. Umur: terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk
menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penyakit
yang diderita, beberapa penyakit khas untuk umur tertentu.
4. Alamat: apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat
sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit untuk pertama kalinya.
Data ini kadang diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk
data epidemiologi penyakit.
5. Pekerjaan: bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit pasien
dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga
pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
7. Agama: keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh
(pantangan) seorang pasien menurut agamanya.
Keluhan utama adalah yang menyebabkan penderita datang berobat. Keluhan utama
merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien
Merupakan tujuh macam pertanyaan yang bersifat pribadi dari diri pasien tersebut,
diantaranya:
• Lokasi: di mana rasa sakit atau keluhan tersebut dirasakan (di bagian tubuh yang mana)
• Kronologis: bagaimana cerita tentang sakit atau keluhan tersebut hingga bisa sampai
seperti ini.
• Kualitas: rasa sakit dari keluhan pasien seperti apa (sakit sekali, sakit bila disentuh, dan
lain-lain).
• Kuantitas: apakah penyakitnya sering kumat, atau seberapa sering penyakit tersebut
menyerang pasien.
• Faktor modifikasi: faktor yang memperberat atau memperingan penyakit dari pasien.
Faktor modifikasi juga terkadang dibagi menjadi faktor risiko dan faktor prognostik. Faktor
risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit,
sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal
dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.
3. Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu (Past health history) : keluhan seputar apakah dulu
pernah mengalami sakit yang sama seperti saat ini, apakah ada penyakit lain sebelumnya,
apakah dulu pernah dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah dikonsumsi pasien
sebelumnya.
4. Menanyakan Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: apakah ada keluarga atau kerabat dekat
yang pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit keturunan yang lain.
5. Menanyakan Riwayat Personal atau riwayat sosial: pertanyaan mengenai tempat bekerja,
pola makan setiap hari, aktivitas olahraga, perokok atau tidak, dan pernah meminum
minuman dengan kadar akohol tinggi atau tidak, serta keadaan lingkungan rumah.
Reanamnesis
Reanamnesis berarti anamnesis ulang atau pengambilan data anamnesis tambahan setelah
dokter melakukan pemeriksaan fisik atau setelah dokter merawat pasien. Reanamnesis kadang
kala diperlukan untuk mengkonfirmasi data yang dianggap kurang konsisten atau kurang
lengkap.
Ringkasan Anamnesis
Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari anamnesis yang
dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal
atau diagnosis banding dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan
sesuai dengan keluhan utama pasien. Bila menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan
yang tidak dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar masalah atau
keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk memandu pemeriksaan fisik
atau pemeriksaan penunjang yang akan dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat
suatu diagosis kerja yang lebih terarah.
Kelengkapan dan kebenaran data yang diberikan keluarga sangat berarti bagi dokter untuk
menentukan diagnosis penyakit. Keluarga tidak perlu merasa segan atau malu dalam
memberikan informasi. Kesalahan data akan mempengaruhi diagnosis dan tindakan dokter.
Dalam langkah anamnesis, dokter akan bertindak seperti seorang detektif yang menyelidiki
suatu kasus, jadi keluarga tidak perlu merasa bosan apabila untuk kepentingan tertentu dokter
menanyakan hal yang sama secara berulang. Sebaliknya kadangkala keluarga terpancing untuk
memberikan informasi yang tidak diperlukan oleh dokter, mungkin karena pasien atau keluarga
dapat merasakan kehangatan komunikasi yang diciptakan oleh dokter.
1. Pasien yang tertutup. Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau
menjawab pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa
cemas atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya
yang demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan situasinya
kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk mendampingi dan
menjawab pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi kadang pula lebih baik tidak ada
seorangpun kecuali pasien dan dokternya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka
anamnesis dapat dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih
terbuka.
2. Pasien yang terlalu banyak keluhan. Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke dokter
dengan begitu banyak keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter
untuk memilah-milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang
hanya keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang
merupakan keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan mengada-ada.
Apabila benar-benar pasien mempuyai banyak keluhan harus dipertimbangkan apakah
semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau kebetulan pada saat tersebut ada
beberapa penyakit yang sekaligus dideritanya.
3. Hambatan bahasa dan atau intelektual. Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau
bertugas disuatu daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang
belum kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis.
Seorang dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar
anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan atau petugas kesehatan lainnya untuk
mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis. Kesulitan yang sama
dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat
memahami pertanyaan atau penjelasan dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu
melakukan anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana
agar dapat dimengerti pasiennya.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa. Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila
seorang dokter berhadapan dengan penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja
anamnesis akan sangat kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya.
Justru di dalam jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk
menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam
melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan. Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang
datang ke dokter sudah dalam keadaan marah dan cenderung menyalahkan. Selama
anamnesis mereka menyalahkan semua dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan
keluarga atau orang lain atas masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi
pada pasien-pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang
dideritanya. Sebagai seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan
sejawat dokter lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang dokter juga tidak boleh
terpancing dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut
untuk melakukan anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan :
1. Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-
dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah
yang dikeluhkan oleh pasien.
2. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menanyakan beberapa hal yaitu :
1. Identifikasi pasien
2. Keluhan utama
• Onset
• Lokasi
• Kronologis
• Kualitas
• Kuantitas
• Faktor modifikasi
F. PROSEDUR
G. DAFTAR PUSTAKA
3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC, Jakarta.
4. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-
208
5. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14,2067 – 2231
Feedback
No Item Penilaian
INTERPERSONAL
1 Senyum, salam, sapa & membina sambung rasa
2 Menjelaskan prosedur dan melakukan Informed consent
sebelum melakukan pemeriksaan
CONTENT
3 Menanyakan data-data umum mengenai pasien
Menanyakan: Nama pasien, Jenis kelamin, Umur, Alamat,
Pekerjaan, Perkawinan, Agama, Suku bangsa
4 Menanyakan keluhan utama
Menanyakan keluhan hal menyebabkan penderita datang
berobat
5 Menanyakan riwayat penyakit sekarang
Menanyakan bagaimana onset, lokasi, kronologis, kualitas,
kuantitas, gejala penyerta, dan faktor modifikasi
6 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
Menanyakan keluhan seputar apakah dulu pernah mengalami
sakit yang sama seperti saat ini, apakah ada penyakit lain
sebelumnya, apakah dulu pernah dioperasi, atau pun jenis obat
apa saja yang pernah dikonsumsi pasien sebelumnya.
7 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
Menanyakan apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang
pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit
keturunan yang lain.
8 Menanyakan riwayat personal dan kehidupan sosial
Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola makan
setiap hari, aktivitas olahraga, perokok atau tidak, dan pernah
meminum minuman dengan kadar akohol tinggi atau tidak.
9 Membuat ringkasan anamnesis dan kesimpulan anamnesis
Mengelompokkan data yang diperoleh yang mengarah pada
sindrom atau kriteria diagnostik yang berhubungan dengan
diagnosis tertentu, dan membuat kesimpulan dari anamnesis
yang berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis
tunggal atau diagnosis banding dari beberapa penyakit.
10 Mengakhiri pemeriksaan dengan baik dan menjelaskan hasil
pemeriksaan kepada pasien
PROFESIONALISME
11 Percaya diri, minimal error
12 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
13 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada
pasien
B. TUJUAN
1. Mampu melakukan pengisian rekam medis, form rujukan, dan form permintaan pemeriksaan
penunjang dengan benar
2. Mampu menjelaskan manfaat pengisian rekam medis, surat rujukan, dan form permintaan
pemeriksaan penunjang
3. Mampu menjelaskan jenis jenis rekam medis
D. SKENARIO
Anda seorang dokter yang baru saja membuka praktek umum di daerah tempat tinggal anda. Pada
hari itu datang pasien yaitu seorang anak laki-laki usia 5 tahun yang diantar ibunya karena mencret
sejak 1 hari. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengobatan yang sesuai, anda
hendak membuat sebuah catatan rekam medis yang baik agar mudah dalam melakukan tindak
lanjut dikemudian hari.
E. DASAR TEORI
1. Pengertian
Rekam medis adalah suatu berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan kepada dokter
maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai advice (petunjuk pengobatan)
maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada tenaga medis yang lebih berkompeten dalam
bidangnya. Setelah surat rujukan diberikan oleh dokter melalui pasien kepada dokter yang lebih
berkompeten, biasanya akan ada surat rujukan balasan yang berikan oleh dokter/dokter gigi
terujuk kepada dokter perujuk melalui pasien yang menyatakan bahwa telah dilakukan
pengobatan/perawatan, atau jawaban advice dari dokter/dokter gigi perujuk.
Rekam medis dari rumah sakit harus memuat informasi yang cukup untuk menetapkan
diagnosis, terapi dan hasil terapi secara akurat. Rekam medis setiap rumah sakit sangat
bervariasi tetapi pada umumnya terdiri dari bagian informasi umum dan informasi klinis.
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
9. Persetujuan tindakan medis bila diperlukan
10. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
11. Ringkasan pulang
12. Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang melakukan pelayanan
kesehatan
13. Pelayanan kesehatan lain yang dilakukan tenaga kesehatan tertentu
Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan
dan setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
4. Surat Rujukan
Surat rujukan umumnya terdiri dari surat rujukan dan surat balasan rujukan.
Pada permintaan radiologis, keterangan klinis pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
radiologis dan pembacaan hasil sangat dibutuhkan oleh radiolog. Sehingga dalam permintaan
pemeriksaan penunjang radiologis disertakan pula kondisi klinis pasien.
F. PROSEDUR
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
e) Mengisi formulir permintaan pemeriksaan penunjang
f) Mengisi surat rujukan
g) Beritahukan rencana penatalaksanaan.
G. DAFTAR PUSTAKA
Komunikasi dokter-pasien
1. Senyum Salam Sapa
2. Binalah sambung rasa yang baik dengan pasien
Item Prosedural
3. Lakukan anamnesis dengan baik (salam, sambung rasa, perkenalan,
identitas, keluhan utama, menggali keluhan utama & penyerta, RPS,
RPD, RPK, RPL)
4. Isi lembar rekam medis berupa :
✓ Identitas Pasien
6. ✓ Hasil Anamnesis
• Keluhan Utama & Menggali KU
• Keluhan Penyerta
• RPS, RPD, RPK/Lingkungan
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
1. Reflek hammer
2. Meja pemeriksaan
D. SKENARIO
Tn.X, 48 tahun, diantar oleh keluarganya ke RS karena pagi ini tiba-tiba beliau jatuh pingsan setelah
bertengkar hebat dengan tetangganya, dan ketika sadar Tn.X menjadi sulit untuk menggerakkan
tangan dan kaki kanannya. Anda kebetulan yang saat itu sedang bertugas di UGD memeriksa Tn.X
dengan seksama, dan memang benar tangan dan kaki kanan beliau menjadi lemah.
E. DASAR TEORI
(reflek fisiologis). Reflek regang otot adalah reflek yang timbul oleh regangan otot yang
disebabkan rangsangan dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Nama lain dari reflek
ini adalah reflek tendon atau reflek fisiologis. Pada kerusakan UMN dapat terjadi refleks yang
tidak dapat dibangkitkan pada orang –orang sehat, yang dinamakan refleks patologis.
Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa reflek superfisial
yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi berubah jawabannya jika terdapat lesi
pada traktus piramidalis. Reflek, baik berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN) atau Lower Motor
Neuron (LMN) yang pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar fleksi seperti pada orang
normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari lainnya sedangkan pada
ekstrimitas atas (pada reflek hoffman trommer) akan timbul fleksi keempat jari, yang pada orang
normal tidak terjadi apa-apa.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan refleks fisiologis adalah:
• Penderita harus dalam keadaan santai. Bagian yang diperiksa harus dalam posisi sedemikian
rupa sehingga gerakan otot yang terjadi dapat muncul secara optimal
• Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung. Pukulan tidak perlu terlalu keras
• Reflek achilles: dengan memberi rangsangan pada tendon achilles dan sebagai jawabannya
akan terjadi gerakan plantar fleksi pada kaki. Pusat refleks melalui S1 dan S2
• Reflek gonda
Lakukan penekanan/fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan dengan cepat. Jika positif,
maka akan timbul reflek seperti babinski.
• Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
• Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki dari maleolus lateral ke arah kaudal.
Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
F. PROSEDUR
Gambar. Arah goresan dan reflek yang muncul pada reflek Babinski
b. Reflek Chaddock
Gores bagian lateral maleolus ke arah kaudal.
c. Reflek Gordon
Remas otot betis.
d. Reflek Gonda
Tekuk maksimal jari keempat kaki kemudian lepaskan tiba-tiba.
e. Reflek Schaefer
f. Reflek Oppenheim
Urut kuat tibia dan m. tibialis anterior dari proksimal ke distal.
G. DAFTAR PUSTAKA
No Prosedur Feedback
1.
Senyum, salam, sapa
2. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
PROFESIONALISME
18 Melakukan dengan penuh percaya diri
19
Melakukan dengan kesalahan minimal
PRINSIP STERILITAS
196