Diterbitkan oleh :
Lab CSL/ Medical Education Unit (MEU)
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Dicetak di Bandar Lampung
Februari 2017
Desain muka oleh : -
TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
serta kemudahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku panduan
Keterampilan Klinik Semeter 2 ini. Buku ini disusun sebagai panduan bagi
mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran Keterampilan Klinik pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
(FK Unila) semester 2 tahun ajaran 2016-2017.
Pada semester 2 ini, mahasiswa diperkenalkan dengan keterampilan yang
sesuai dengan tahunnya mencakup keterampilan komunikasi mengenai kerangka
anamnesis dan pendalaman anamnesis serta pengenalan rekam medik, surat
rujukan, dan form pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik diberikan materi
pemeriksaan fisik dasar thorax, abdomen, kepala leher, saraf kranial, sistem
sensoris dan motorik, range of movement, refleks fisiologis dan reflek patologis, dan
sirkulasi perifer. Pada keterampilan prosedural adalah aseptik prosedural dan
hecting dasar. Buku panduan ini disusun dengan mengacu pada kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang dokter yang tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) tahun 2012.
Pada buku edisi 6 ini, terdapat beberapa revisi minor pada beberapa aspek
keterampialn. Keterampilan pemeriksaan sensois tidak dilakukan lagi di semester ini.
Selain itu ditambahkan kembali keterampilan pemakaian baju operasi (gowning)
pada judul keterampilan prosedur aseptik. Seelebihnya adalah terdapat beberapa
revisi teknis pada keterampilan laboratorium dari para kontributor lab.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
konributor yang telah memberikan masukan demi memperkaya materi buku ini,
pengelola KBK FK Unila, maupun pihak-pihak lain yang turut membantu hingga
selesainya buku ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyusunan buku ini
berikutnya kritik dan saran sangat kami harapkan.
PJ CSL 2
DAFTAR ISI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan akan mengikuti regulasi
CSL berupa:
1. Kegiatan CSL setiap topik terbagi atas 2 sesi. Buku Panduan CSL akan
diupload di website;
2. Pada kegiatan CSL terdapat 2 buku, yakni Buku Panduan CSL dan Buku
Kegiatan CSL yang wajib dibawa setiap sesi;
3. Keikutsertaan 100% dan hadir tepat waktu;
4. Pada Sesi 1 akan dilakukan Pre test secara serentak dan dikumpulkan pada
instruktur yang bertugas;
5. Jika terlambat ≤15 menit dapat mengikuti CSL dengan pre test susulan;
6. Jika terlambat >30 menit tidak diperkenankan mengikuti CSL;
7. Pada sesi 1 akan langsung diumumkan mahasiswa/i yang mendapat nilai pre
test <70;
8. Pada sesi 1 mahasiswa, mahasiswa yang mendapat nilai pre test <70, diberi
kesempatan untuk belajar di luar ruangan selama 15 menit kemudian
melakukan pre test ulang.
9. Pada Sesi 2 mahasiswa melakukan keterampilan klinik dengan dinilai oleh
rekannya dibawah pengawasan instruktur. Mahasiswa dengan nilai pretest
<70 diprioritaskan untuk melakukan CSL;
10. Penilaian dilakukan pada buku kegiatan mahasiswa dan ditanda tangani oleh
instruktur saat pelaksanaan skills lab berlangsung sebagai bukti otentik
latihan serta tidak boleh disobek;
11. Pada halaman terakhir Buku Kegiatan CSL terdapat Bukti Penilaian Formatif
CSL yang harus diparaf setiap selesai latihan oleh instruktur yang bertugas;
12. Pada akhir blok, mahasiswa wajib mengumpulkan buku kegiatan agar
rekapitulasi bukti penilaian tersebut dapat diperiksa dan diberikan
rekomendasi layak/tidaknya mengikuti OSCE oleh PJ CSL blok yang
bersangkutan;
13. Lembar rekomendasi diberikan kepada bagian administrasi seminggu
sebelum ujian OSCE dilaksanakan agar dapat mengikuti OSCE;
14. Mahasiswa/i yang tidak menghadiri CSL maka harus mendapatkan
rekomendasi dari Dekan Fakultas Kedokteran Unila untuk mengikuti CSL
susulan dengan menanggung biaya pelaksanaan CSL tersebut (seperti biaya
BHP dan pemeliharaan alat);
15. Wajib mentaati Tata Tertib dan semua aturan yang berlaku di FK Unila;
16. Hal-hal yang belum diatur dalam regulasi ini akan ditetapkan kemudian.
(……………………………..)
NPM.
Catt : Halaman ini harap diprint, ditandatangani dan dikumpul ke PJ CSL
TATA TERTIB :
C. Penilaian
1. Penilaian formatif
a. Kehadiran 100%, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh institusi
b. Nilai pelaksanaan CSL minimal 70 per keterampilan
c. Nilai sikap profesional (profesional behaviour).
Nilai sikap profesional diperoleh dari penilaian sikap mahasiswa
selama blok/CSL berlangsung pada seluruh proses kegiatan
pembelajaran. Penilaian dilakukan oleh semua tenaga pendidik
dan kependidikan yag ada di FK Unila (360° assessment) yang
dilaporkan melalui Tim Etik/ PJ CSL yang bersangkutan. Di
bagian akhir periode pembelajaran akan dilberikan penilaian
2. Penilaian Sumatif
Penilaian Sumatif diambilkan dari Ujian Objective Structured Clinical
Examination (OSCE) yang diselenggaraka di akhir semester. Bobot penilaian
sumatif 100% diambilkan dari nilai OSCE. Syarat lulus minimal B (Skor ≥66).
Persentase penilaian akhir blok terdiri dari :
OSCE 100%
Total 100%
LEVEL OF COMPETENCE
Keterangan:
Level Kompetensi 1 : Mengetahui dan menjelaskan
Level Kompetensi 2 : Pernah melihat / didemonstrasikan
Level Kompetensi 3 : Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi
Level Kompetensi 4 : Mampu melakukan secara mandiri
KERANGKA ANAMNESIS
A. TEMA
Keterampilan Anamnesis
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
D. SKENARIO
Seorang pria datang dengan keluhan demam. Anda sebagai seorang dokter yang
ingin mengetahui riwayat penyakit pasien melakukan wawancara yang terstruktur
dengan tujuan untuk mengeksplorasi keluhan dan gejala yang dialami oleh pasien.
Bagaimanakah cara menggali informasi mengenai penyakit pasien sehingga
dapat ditegakkan diagnosis yang tepat?
E. DASAR TEORI
1. PENDAHULUAN
Dewasa ini, tantangan sebagi tenaga kesehatan semakin mempengaruhi
kinerja tenaga kesehatan tersebut dalam menangani pasien. Khususnya
seorang dokter, sangat diperlukan adanya kesiapan untuk berani melakukan
tatap muka dan aktif dalam membangun keakraban dengan pasiennya. Pada
umumnya kontak pertama antara seorang dokter pasien dimulai dari
anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan
kerjasama dalam memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya.
2. ISI
Definisi Anamnesis
Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat
kembali. Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh
seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan
pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong
pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara
yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Jenis pertanyaan yang akan diajukan
kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan bergantung pada
beberapa faktor.
Tujuan Anamnesis
1. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami
atau dirasakan oleh pasien.
2. Membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya.
Jenis-jenis Anamnesis
1. Auto anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat langsung dari keluhan
pasien. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan
menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena
pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang
sesungguhnya dia rasakan.
2. Allo anamnesis atau hetero anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat
dari orang tua atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang riwayat
pasien, dilakukan ketika pasien tidak dapat berkomunikasi langsung dengan
Persiapan Anamnesis
Hal yang harus dikuasai dalam anamnesis antara lain :
1. Keterampilan proses: meliputi bagaimana cara berkomunikasi dengan
pasien, menggali dan mendapatkan riwayat pasien, menggali dan
mendapatkan riwayat pasien, kemampuan verbal dan non-verbal yang
digunakan, bagaimana menciptakan suatu hubungan dengan pasien, serta
bagaimana cara berkomunikasi secara terstruktur dan terorganisasi.
2. Keterampikan isi: yaitu keterampilan mengenai isi pokok dari pertanyaan
dan respon yang diberikan kepada pasien.
3. Keterampilan perseptual: yakni apa yang dipikirkan dan rasakan
mempengaruhi pembuatan keputusan internal.
Selain itu dokter juga perlu terampil dalam mengajukan pertanyaan yang
bersifat terbuka ataupun tertutup dan terampil dalam mendengarkan baik
secara aktif, empatik, dan reflektif. Wawancara yang dilakukan selama
anamnesis harus berdasarkan five basic task of doctor patient interview,
sebagai berikut :
1. Initiating the session
a. Menetapkan hubungan awal
b. Mengidentifikasi keluhan
2. Gathering information
a. Mengeksplorasi masalah
b. Memahami pandangan pasien
c. Membuat struktur pada konsultasi pasien
3. Building relationship
a. Mengembangkan hubungan
b. Menyertai pasien
4. Explanation and planning
a. Mengoreksi jumlah dan jenis
b. Membantu pemahaman dan mengakuratkan daya ingat
5. Clossing the session
Menutup wawancara
Adapun hal yang harus diperhatikan oleh seorang dokter sebelum memulai
wawancara, antara lain :
1. Tempat dan suasana. Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan
harus diusahakan cukup nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan
lancar kalau tempat dan suasana mendukung. Suasana diciptakan agar
pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa diinterogasi.
2. Penampilan dokter. Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan
karena ini akan meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang
tampak rapi dan bersih akan lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan
kotor. Demikian juga seorang dokter yang tampak ramah, santai akan lebih
mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan
tegang.
merasa sakit untuk pertama kalinya. Data ini kadang diperlukan untuk
mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data
epidemiologi penyakit.
5. Pekerjaan: bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara
penyakit pasien dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya
pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
6. Perkawinan: kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi
pasien.
7. Agama: keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak
boleh (pantangan) seorang pasien menurut agamanya.
8. Suku bangsa: berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan ras atau suku bangsa tertetu.
tidak, dan pernah meminum minuman dengan kadar akohol tinggi atau tidak,
serta keadaan lingkungan rumah.
Reanamnesis
Reanamnesis berarti anamnesis ulang atau pengambilan data anamnesis
tambahan setelah dokter melakukan pemeriksaan fisik atau setelah dokter
merawat pasien. Reanamnesis kadang kala diperlukan untuk mengkonfirmasi
data yang dianggap kurang konsisten atau kurang lengkap.
Ringkasan Anamnesis
Ringkasan anamnesis dibuat berdasarkan analisis data anamnesis. Dokter
mengelompokkan data yang diperoleh yang mengarah pada sindrom atau
kriteria diagnostik yang berhubungan dengan diagnosis tertentu. Ringkasan
anamnesis menggunakan bahasa dokter, tidak lagi menggunakan bahasa
pasien.
Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari
anamnesis yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis
yang dapat berupa diagnosis tunggal atau diagnosis banding dari beberapa
penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan sesuai dengan keluhan
utama pasien. Bila menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan yang
tidak dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar
masalah atau keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk
memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang akan
dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat suatu diagosis kerja yang
lebih terarah.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan :
F. PROSEDUR
G. DAFTAR PUSTAKA
Feedback
No Item Penilaian
INTERPERSONAL
1 Senyum, salam, sapa & membina sambung rasa
2 Menjelaskan prosedur dan melakukan Informed
consent sebelum melakukan pemeriksaan
CONTENT
3 Menanyakan data-data umum mengenai pasien
Menanyakan: Nama pasien, Jenis kelamin, Umur,
Alamat, Pekerjaan, Perkawinan, Agama, Suku
bangsa
4 Menanyakan keluhan utama
Menanyakan keluhan hal menyebabkan penderita
datang berobat
5 Menanyakan riwayat penyakit sekarang
Menanyakan bagaimana onset, lokasi, kronologis,
kualitas, kuantitas, gejala penyerta, dan faktor
modifikasi
6 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
Menanyakan keluhan seputar apakah dulu pernah
mengalami sakit yang sama seperti saat ini, apakah
ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu pernah
dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah
dikonsumsi pasien sebelumnya.
7 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
Menanyakan apakah ada keluarga atau kerabat
dekat yang pernah mengalami gangguan yang sama
atau penyakit keturunan yang lain.
8 Menanyakan riwayat personal dan kehidupan
sosial
Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja,
pola makan setiap hari, aktivitas olahraga, perokok
atau tidak, dan pernah meminum minuman dengan
kadar akohol tinggi atau tidak.
9 Membuat ringkasan anamnesis dan kesimpulan
anamnesis
Mengelompokkan data yang diperoleh yang
mengarah pada sindrom atau kriteria diagnostik yang
berhubungan dengan diagnosis tertentu, dan
membuat kesimpulan dari anamnesis yang berupa
perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis
tunggal atau diagnosis banding dari beberapa
penyakit.
10 Mengakhiri pemeriksaan dengan baik dan
menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
PROFESIONALISME
11 Percaya diri, minimal error
12 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
13 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika
pemeriksaan kepada pasien
B. TUJUAN
1. Mampu melakukan pengisian rekam medis, form rujukan, dan form permintaan
pemeriksaan penunjang dengan benar
2. Mampu menjelaskan manfaat pengisian rekam medis, surat rujukan, dan form
permintaan pemeriksaan penunjang
3. Mampu menjelaskan jenis jenis rekam medis
D. SKENARIO
Anda seorang dokter yang baru saja membuka praktek umum di daerah tempat
tinggal anda. Pada hari itu datang pasien yaitu seorang anak laki-laki usia 5 tahun
yang diantar ibunya karena mencret sejak 1 hari. Setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pengobatan yang sesuai, anda hendak membuat sebuah
catatan rekam medis yang baik agar mudah dalam melakukan tindak lanjut
dikemudian hari.
E. DASAR TEORI
1. Pengertian
Rekam medis adalah suatu berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien.
Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan
kepada dokter maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai
advice (petunjuk pengobatan) maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada
tenaga medis yang lebih berkompeten dalam bidangnya. Setelah surat rujukan
diberikan oleh dokter melalui pasien kepada dokter yang lebih berkompeten,
biasanya akan ada surat rujukan balasan yang berikan oleh dokter/dokter gigi
terujuk kepada dokter perujuk melalui pasien yang menyatakan bahwa telah
dilakukan pengobatan/perawatan, atau jawaban advice dari dokter/dokter gigi
perujuk.
Rekam medis dari rumah sakit harus memuat informasi yang cukup untuk
menetapkan diagnosis, terapi dan hasil terapi secara akurat. Rekam medis
setiap rumah sakit sangat bervariasi tetapi pada umumnya terdiri dari bagian
informasi umum dan informasi klinis.
4. Surat Rujukan
Surat rujukan umumnya terdiri dari surat rujukan dan surat balasan rujukan.
F. PROSEDUR
G. DAFTAR PUSTAKA
N
Item Latihan Feedback
o
Komunikasi dokter-pasien
1. Senyum Salam Sapa
2. Binalah sambung rasa yang baik dengan pasien
Item Prosedural
3. Lakukan anamnesis dengan baik (salam, sambung rasa,
perkenalan, identitas, keluhan utama, menggali keluhan
utama & penyerta, RPS, RPD, RPK, RPL)
4. Isi lembar rekam medis berupa :
Identitas Pasien
5. Tanggal dan Waktu Pemeriksaan
6. Hasil Anamnesis
Keluhan Utama & Menggali KU
Keluhan Penyerta
RPS, RPD, RPK/Lingkungan
7. Lakukan Pemeriksaan Fisik, Penunjang dan tindakan awal
yang diperlukan dengan tetap membina sambung rasa
dengan pasien serta informed consent jika diperlukan
8. Tuliskan hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang dengan
benar pada rekam medis (Status Generalis dan Lokalis)
9. Tuliskan Diagnosis dan Diagnosis banding yang sesuai
10 Tuliskan terapi & tindakan yang telah diberikan serta
rencana tatalaksana lanjutan pada lembar Rekam Medis
11 Lakukan Planning Edukasi dengan baik
12 Tutup pemeriksaan dengan baik
13 Lengkapi rekam medis serta membubuhkan tanda tangan
pada status setelah selesai
14 Mengisi formulir pemeriksaan penunjang
15 Mengisi surat rujukan
Item Professionalisme
16 Percaya Diri
17 Minimal error
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Sarung tangan
2. Stetoskop
3. Lampu senter
D. SKENARIO
Seorang wanita, berumur 27 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan timbul
benjolan pada leher depan. Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
benjolan tersebut membesar lambat, sekarang sebesar setengah bola tenis dan
tidak nyeri. Pasien tidak merasa demam dan tidak ada gangguan dalam menelan.
Keluhan disertai dengan rasa berdebar dan sering berkeringat. Kemudian anda
akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis anda.
E. DASAR TEORI
Penampilan kepala dan leher, kontur dan teksturnya seringkali memberikan kesan
pertama tentang sifat penyakit. Disamping itu beberapa penampilan bersifat
patognomonik untuk suatu penyakit.
Tulang utama dari rangka kranial ialah tulang frontal, temporal, parietal dan
oksipital. Otot utama pada mulut adalah orbikularis oris, yang mengelilingi bibir
dan berfungsi untuk menutup bibir.
Otot yang mengelilingi mata disebut muskulus orbikularis okuli dan berfungsi
untuk menutup kelopak mata. Platisma adalah otot superfisial leher yang tipis,
menyilang batas luar mandibula dan meluas sampai bagian anterior bawah
muka. Otot ini berfungsi untuk menarik mandibula ke bawah dan belakang dan
menghasilkan ekspresi wajah sedih.
Otot pengunyah terdiri atas otot maseter, pterigoideus, dan temporalis. Otot-
otot ini berinsersi pada mandibula dan berfungsi untuk mengunyah.Maseter
berfungsi untuk menutup rahang. Ketegangan otot ini dapat diperiksa dengan
cara mengatupkan rahang dengan kencang.
2. Leher
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum colli
anterior atau medial dan posterior atau lateral.
Kelenjar tyroid membungkus trakea bagian anterior dan lateral serta laring.
Kelenjar ini apabila dilihat dari depan nampak seperti kupu-kupu dan terdiri
atas 2 lobus yang dihubungkan oleh ismus. Ismus tyroid melintang trakea tepat
di bawah tulang rawan krikoid. Lobus lateral meluas sepanjang salah satu sisi
laring sampai setinggi pertengahan tulang rawan tyroid dari laring.
d. Apakah muncul keluhan suara serak atau tidak. Suara serak dengan adanya
benjolan tyroid memberi kesan adanya paralisis pita suara oleh penekanan
nervus laringeus rekuren oleh suatu masa.
e. Tentukan lokasinya. Masa yang timbul di garis tengah cenderung jinak atau
lesi kongenital seperti kista tiroglosus atau kista dermoid. Massa di lateral
leher seringkali suatu neoplasma, sedangkan massa di daerah lateral atas
leher mungkin lesi metastatik dari tumor payudara dan lambung.
f. Ukuran, kondisi permukaan, konsistensi, ada atau tidak nyeri tekan, batas,
mobilisasi, dan fluktuasi. Pemeriksaan fisik pada kepala dan leher tidak
memerlukan peralatan khusus.
g. Pemeriksaan kepala dan leher dilakukan dengan pasien duduk menghadap
pada pemeriksa. Pemeriksaan terdiri atas Inspeksi dan palpasi.
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
Membina sambung rasa senyum, salam dan sapa
Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan.
Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat dikepala.
Cuci tangan WHO
2. Pemeriksaan Kepala
Jelaskan pada pasien pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan
Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat di kepala termasuk
rambut palsu.
Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus dan diam agar seluruh
rambut dapat diperiksa dengan mudah
Tanyakan pada pasien apakah :
1. Rambutnya mudah rontok,
2. Adanya perubahan warna,
3. Gangguan pertumbuhan rambut,
4. Penggunaan shampo atau produk lain perawatan rambut, alat pengeriting
dan menjalani kemoterapi.
Inspeksi
Lakukan inspeksi pada ukuran, bentuk dan posisi kepala terhadap tubuh,
Normal kepala tegak lurus dan digaris tengah tubuh. Tulang kepala umumnya
bulat dengan tonjolan frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian posterior.
Pada wajah, apakah ada kelainan kulit, wajahnya simetris atau tidak, bibir
sianosis atau tidak.
1. Perhatikan ekspresi wajah dan kontak mata memberi petunjuk tentang
keadaan emosional pasien. Jangan mengabaikan penemuan-penemuan
penting ini.
2. Rambut: penyebaran, ketebalan, tekstur dan lubrikasi. Dalam keadaan
normal rambut biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu
berminyak.
3. Kulit kepala, meliputi adaya lesi, luka, erupsi dan pustular pada kulit kepala
dan folikel rambut.
4. Apakah ada hewan parasit pada rambut
Palpasi
1. Palpasi pada kepala dan leher berguna untuk memastikan keterangan yang
telah diperoleh dari inspeksi. Kepala dalam sikap sedikit fleksi dan ”terbuai”
dalam tangan pemeriksa. Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung
tangan, sisihkan rambut untuk melihat karakteristik kulit kepala.
3. Pemeriksaan Leher
Inspeksi Leher
1. Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa.
2. Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, keselarasan trakea, dan benjolan pada
dasar leher serta vena jugular dan arteri karotid.
3. Mintalah pasien untuk: menundukkan kepala sehingga dagu menempel ke
dada, dan menegadahkan kepala ke belakang, perhatikan dengan teliti area
leher dimana nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut
4. Menoleh ke kiri-kanan dan ke samping sehingga telinga menyentuh bahu.
Perhatikan fungsi otot-otot sternocleidomastoideus dan trapezius.
5. Minta pasien menengadahkan kepala, perhatikan adanya pembesaran pada
kelenjar tiroid. Selanjutnya minta pasien menelan ludah, perhatikan gerakan
pada leher depan daerah kelenjar tiroid, ada tidaknya massa dan
kesimetrisan.
Palpasi Leher
1. Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya
2. Pasien menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa untuk
merelaksasikan jaringan dan otot-otot.
3. Palpasi lembut dengan 3 jari tangan masing-masing nodus limfe dengan
gerakan memutar. Palpasi dimulai dari daerah oksipital, tangan digerakkan
ke daerah aurikularis posterior, ke daerah trigonum colli posterior untuk
meraba nnll. servikalis posterior, sepanjang muskulus
sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis superfisialis, melintasi
muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis profunda,
masuk ke dalam trigonum colli anterior; ke atas tepian rahang untuk meraba
nnll.tonsilaris, sepanjang rahang untuk meraba nnll.submaksilaris, dan raba
nodul submental. Setiap adanya pembesaran kelenjar harus diperhatikan
mobilitasnya, konsistensinnya, dan nyeri tekan.
4. Bandingan nodus kedua sisi leher, Periksa ukuran, bentuk, garis luar,
gerakan, konsistensi, mobilisasi, dan rasa nyeri yang timbul.
5. Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil
dapat terlewati.
6. Lanjutkan palpasi
7. Untuk memeriksa kelenjar tiroid terdapat dua cara palpasi kelenjar tyroid.
a. Cara pemeriksaan pertama dilakukan dengan pasien dan pemeriksa
duduk berhadapan. Lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan
kanan kiri dibawah kartilago krikoid. Langkah – langkah palpasi tyroid :
4. Profesionalisme Item
1. Cuci tangan WHO
2. Melakukan dengan percaya diri dan minimal error.
G. DAFTAR PUSTAKA
No Aspek Feedback
INTERPERSONAL
1. Membina sambung rasa Senyum, salam dan sapa
2. Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan
dilakukan.
3. Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat
dikepala.
4. Cuci tangan WHO dilanjutkan menggunakan sarung
tangan pemeriksaan.
CONTENT
Pemeriksaan Kepala
5. Meminta pasien duduk, kepala tegak lurus dan diam
6. Menanyakan apakah ada kerontokan rambut,
perubahan warna, gangguan pertumbuhan rambut,
penggunaan shampo atau produk lain perawatan
rambut, alat pengeriting dan kemoterapi
7. Lakukan inspeksi pada ukuran, bentuk, dan posisi
kepala terhadap tubuh
8. Lakukan inspeksi rambut : penyebaran, ketebalan,
tekstur dan lubrikasi
9. Lakukan inspeksi kulit kepala
10. Lakukan inspeksi apakah ada kutu kepala
11. Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung
tangan, sisihkan rambut untuk melihat karakteristik
kulit kepala
12. Lakukan penarikan ringan pada rambut untuk
mengetahui apakah ada kerontokan rambut.
13. Lakukan palpasi kepala apakah ada nodul atau tumor
14. Pada neonatus lakukan palpasi ringan fontanel
anterior dan posterior
Pemeriksaan Leher
Inspeksi
15. Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, trakea, dan
benjolan pada dasar leher, vena jugular dan arteri
karotis
Perhatikan nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi
tersebut.
16. Perhatikan fungsi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
PEMERIKSAAN FISIK
THORAX DASAR
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Bed Periksa
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop bi aural
D. SKENARIO
Pasien wanita, berusia 32 tahun, datang dengan keluhan batuk lebih dari 1 bulan,
keluhan disertai dengan sesak nafas yang memberat dan batuk darah kurang
lebih 3 hari ini. Nafsu makan menurun, berat badan turun, sering demam, serta
berkeringat malam hari. Setelah melakukan anamnesis terhadap pasien, anda
akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis anda.
E. DASAR TEORI
1. JANTUNG
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri
dan 1/3 sisanya terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung
dengan diagfragma. Sisi kanan dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri
dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya oleh atrium kiri. Batas antara
atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian atas terdapat
vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri
dan kanan.
7 5 3 4 21
b. Titik Patokan :
1. Angulus Ludovici (angulus sternalis) adalah perbatasan antara
manubrium sterni dan corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini
merupakan perlengketan antara tulang iga II dengan sternum. Titik ini
dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena jugularis eksterna.
2. Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup
mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral paling optimal terdengar di
titik tersebut.
3. Area trikuspid: terletak di sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V
sternal kanan. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup
trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal paling optimal terdengar di titik
tersebut.
4. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi
optimal untuk mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.
5. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik
auskultasi optimal untuk bunyi jantung aorta.
3. PARU
Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam saluran napas
yang menimbulkan pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk
percabangan bronkus. Pusaran dan benturan aliran udara tersebut akan
menghasilkan getaran suara yang akan dihantarkan melalui lumen bronkus &
dd bronkus. Alveoli merupakan selective transmitter yang akan menahan
getaran sampai frekuensi 100-150 siklus/detik. Pada alveoli sakit, kemampuan
selective transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan menyebabkan
frekuensi suara napas meningkat.
Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal, lokasi auskultasi terdengar
pada daerah manubrium. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase inspirasi
dengan nada tinggi. Saat ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini
terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras, dan lebih lama.
Suara napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah trakea. Suara ini
terdengar sangat keras, nada tinggi, dengan kualitas “distinct harsh hollow”.
Komponen inspirasi & ekspirasi sama, ada jeda diantaranya.
Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas dan timbre.
Nada ditentukan oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung.
Frekuensi yang rendah akan menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi
F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a) Membina sambung rasa, senyum, salam, sapa
b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan
c) Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju). Mintalah
pasien untuk ditemani anggota keluarganya kalau khawatir / merasa tidak
nyaman
Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan
daerah dada saat pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian
diposisikan untuk menutupi daerah payudara. (informed consent)
Pemeriksaan dilakukan pada posisi sebelah kanan pasien/ tempat tidur.
d) Cuci Tangan WHO
2. General Assesment
Inspeksi
Perhatikanlah :
Ekspresi wajah pasien tampak sesak/ tidak, nafas cuping hidung, tampak
capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema,
serta tripod position. Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa saat
istirahat 14-20 kali permenit.
Bentuk & ukuran toraks (simetris/tidak, normochest, barrel chest dan pigeon
chest/pectus carinatum, pectus excavatum)
Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal/ tidak)
Adanya kontraksi otot-otot pernafasan tambahan yang ditandai dengan
retraksi interkostal, retraksi suprasterna, dan retraksi supraklavikular.
3. Dada Posterior
Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks, tangan menyilang di
depan dada menyentuh bahu kiri dan kanan serta pemeriksa memposisikan diri
di belakang pasien.
Inspeksi :
Perhatikanlah dinding dada posterior bentuk dan apakah ada kelainan,
deformitas, asimetris, tanda penting seperti adanya massa ataupun tanda
peradangan, bekas luka,dll.
Palpasi :
Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
Palpasi ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada posterior
Nilai adanya kelainan, tumor, massa, daerah peradangan
Nilai simetrisitas dan ekspansi dada dengan cara letakkan kedua tangan
pada dada posterior dengan kedua ibu jari bertemu di vertebrae thoracal VII,
kemudian mintalah pasien inspirasi maksimal diikuti dengan ekspirasi
maksimal. Perhatikan perbedaan jarak antar kedua ibu jari pemeriksa.
Perkusi
Perkusilah dinding dada posterior kiri dan kanan
Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai
(jangan melakukan perkusi pada daerah scapula), yaitu dengan cara:
Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter), tekan
dengan lembut pada sendi interphalang distal permukaan yang akan
diperkusi. Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan,
karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak menyentuh
dada.
Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari
tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.
Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk
jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan.
\
Gambar. Cara Perkusi Thoraks
Auskultasi
Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang
dapat mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan
kulit/rambut/pakaian, kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan
auskultasi menjadi handal.
Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah
kanal auditoris eksternal
Lakukan auskultasi dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi.
4. Dada Anterior
Inspeksi
Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di depan
pasien
Amati ada tidaknya kelainan bentuk dada, gerakan pernafasan, pulsasi di
area apeks jantung serta ada tidaknya tanda tanda kontraksi otot bantu
nafas.
Palpasi
Posisikan penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi
ujung tempat tidur (Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan
sedikit abduksi, pastikan baju menutupi daerah payudara kanan untuk
pemeriksaan dinding dada kiri dan sebaliknya secara bergantian untuk
pasien wanita).
Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada anterior seperti sebelumnya
Lakukan penilaian fremitus taktil pada dinding dada anterior seperti pada
sebelumnya.
Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks
jantung (Teraba sebagai pulsasi/ ictus cordis yang berukuran kira-kira
setengah mata uang logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari
garis midclavikula kiri).
Perkusi
Lakukan perkusi dinding dada depan kiri dan kanan
Lakukan perkusi daerah jantung. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-
batas jantung, pinggang jantung dan countur jantung.
Batas Jantung Kanan:
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan,
jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga.
Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke
arah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal
dari paru.
Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI
kanan. Bunyi redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati.
Puncak hati ini ditutupi oleh diagfragma dan masih ada jaringan paru di
atas jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara masa
padat dan sedikit udara dari paru.
Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial.
Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya
diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
Auskultasi
Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada, gunakan diafragma
Auskultasi dinding dada depan dengan meminta pasien inspirasi dan
ekspirasi setiap pemeriksaan pada 4 lokasi suara napas dasar.
Auskultasi jantung boleh mulai dari apeks atau basal. Gunakan sisi
diafragma untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II (sisi bel untuk
mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III).
Ada beberapa posisi untuk auskultasi jantung, yaitu:
1. Telentang
2. Dekubitus lateral kiri
3. Duduk tegak lurus
4. Duduk membungkuk ke depan
.
Gambar. Posisi auskultasi jantung
Tentukan bunyi jantung, fase, irama dan frekuensinya. Bunyi jantung normal
terdiri atas bunyi jantung I dan bunyi jantung II. Untuk menentukan yang mana
bunyi jantung I adalah dengan cara
1. Raba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis, dimana bunyi jantung
I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau dengan denyut iktus
kordis.
2. Fase antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II disebut fase sistolik,
sedangkan fase antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I disebut fase
diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada fase diastolic.
3. Irama Jantung, normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar
antara 60-100 menit.
G. DAFTAR PUSTAKA
N
Aspek Feedback
o
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
Senyum, Salam, Sapa memperkenalkan diri
2 Jelaskan tujuan pemeriksaan
3 Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian
atasnya (baju). Mintalah pasien untuk ditemani anggota
keluarganya kalau khawatir/merasa tidak nyaman
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Dada Posterior
6 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks
dan memposisikan kedua lengan menyilang di depan
dada memegang bahu.
Pemeriksa berdiri di belakang pasien
7 Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil)
8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh
penderita
9 Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau
adanya kelainan)
10 Lakukan palpasi ekspansi dinding dada
11 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi
12 Perkusi dinding dada belakang, dengan cara perkusi:
Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari
fleksimeter) , tekan dengan lembut pada sendi
interphalang distal permukaan yang akan diperkusi.
13 Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari
tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari
2,4,dan 5 tidak menyentuh dada.
14 Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan
permukaan dengan jari tengah agak fleksi, lemaskan
dan siap untuk mengetuk.
15 Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi
pergelangan tangan, ketuk jari fleksimeter dengan
menggunakan ujung jari tengah tangan kanan.
ketukan dilakukan dengan cepat untuk menghindari
pengurangan fibrasi
16 Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian
PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN DASAR
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tempat tidur
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop
D. SKENARIO
Pasien pria, usia 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan perut kiri
atas. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk jarum, sudah berlangsung 1 hari ini
dan dirasa terus menerus. Keluhan bertambah segera setelah masuk makanan.
Pasien sudah berusaha minum obat lambung dari warung namun hanya terasa
nyaman sebentar. Keluhan disertai dengan mual namun tidak sampai muntah.
Riwayat sakit lambung sudah 3 tahun. Di keluarganya, ibunya juga menderita
sakit yang sama. Gemar makan makanan yang pedas dan bersantan. Untuk
menegakkan diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Untuk kepentingan medis dan praktis pemeriksaan abdomen dapat dibagi menjadi
4 regio. Region tersebut adalah kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan kiri bawah.
Petunjuk permukaan yang vital meliputi tepi cota, processus xiphoideus, dan
crista iliaca. Titik tertinggi crista iliaca terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke 4,
2-8 cm sebelah kaudal ujung costa ke 12. Yang juga merupakan kunci adalah (a)
Spina iliaca anterior superior (SIAS), (b) crista pubica menetapkan inferior tepi
tulang abdomen dan tuberculum pubica menetapkan inferior tepi tulang pelvis.
Ligamentum inguinal membagi abdomen dari pangkal paha.
Titik kunci anatomi visceral adalah:
Tepi atas hepar terletak dibawah costa 7-11 pada kuadran kanan atas,
menikung ke garis tengah, dan berlanjut ke titik dekat puting kiri. Tepi bawah
hepar yang tajam mengikuti tepi costa kiri dan berakhir pada pilorus gastrica.
Kandung empedu terletak tepi lateral rectus abdominis di bawah tepi costa.
Pankreas terletak profunda dalam retroperitoneum di belakang gaster dalam
kuadran kiri atas. Bahkan kalau pankreas membesar, pankreas tidak dapat
dipalpasi.
Gaster terletak profunda pada kuadran kiri atas
Limpa terletak di bawah rongga costa kiri yang paralel terhadap costa ke 9-11.
Limpa tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa. Limpa dapat dipalpasi jika
membesar sampai ukuran tiga kali.
Bifurkasio aorta pada tingkat umbilcus. Bifurkasio aorta terletak hampir anterior
terhadap vertebra dan sedikit kiri vertebra
Polus bawah setiap ginjal terletak tepat di atas bidang transumbilikus.
Kandung kemih, kalau sangat penuh, mungkin proyeksi dari belakang simfisis
pubis dan menjadi dapat dipalpasi melalui dinding abdomen.
Inspeksi
Untuk mencari gangguan abdomen yang regional atau menyeluruh dengan
memperhatikan kontur, pergerakan dan kulit. Menilai umbilikus untuk
protuberansia. Kulit abdomen diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jaringan
parut karena pembedahan. Pada pasien yang kurus, dapat dilihat epigastrik atau
periumbilikal yang ditransmisikan pulsasi aorta.
Auskultasi
Untuk menentukan adanya bunyi yang normal dan abnormal akibat motilitas,
intensitas, aliran vaskular, dan pergerakan respirasi peritoneal. Bising usus
biasanya dengan mudah dinilai sebagai bunyi mendeguk yang intermiten dengan
nilai normal 6-12 kali permenit. Terdapat rentang normalitas yang luas dalam
bising usus yang berlebih-lebihan. Kalau tidak ada bising usus yang terdengar
selama 1 menit penuh memberi kesimpulan adanya ileus.
Perkusi
Dilakukan untuk menentukan posisi dan ukuran visera yang padat dan visera
yang berongga dan menilai massa. Dalam melakukan skrining, perkusi terutama
digunakan untuk memperlihatkan garis bentuk hepar dan resonan, visera
berongga yang mengandung gas yang mengisi abdomen.
Palpasi
Palpasi ringan bertujuan menilai struktur dan nyeri tekan yang dekat pada
permukaan.
Sebuah jari tangan ditekan ke dalam depresi umbilikal biasanya akan menemui
resistensi fasial, yang menunjukkan fasia yang mendasari utuh. Palpasi ringan
tidak menyenangkan karena mudah geli. Palpasi yang dalam dengan tekanan
yang kuat dan konstan ditoleransi lebih baik. Massa subkutan yang tidak
berbahaya seperti lipoma ditemukan melalui palpasi ringan. Rasa geli dapat
merupakan psikologis asalnya walaupun involunter; nyeri tekan jauh lebih sering
karena organik. Tepi hepar yang dapat dipalpasi lebih dari 2 cm di bawah tepi
costa kanan, tanpa adanya hiperinflasi paru, memberi kesan hepatomegali.
Hepar yang normal sering tidak dapat dipalpasi. Tepi hepar yang normal tidak
akan lebih luas dari 2 cm di bawah tepi kosta kanan. Kalau dapat dipalpasi, tepi
hepar teraba licin, lunak sampai agak keras, dan nyeri tekan yang minimal. Limpa
yang normal tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa. Ginjal yang normal jarang
dapat diraba. Polus bawah ginjal yang normal dapat memberikan ujung yang
keras dan bundar pada palpasi dalam pada panggul, terutama kalau ginjal ptotik.
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan daerah
yang akan diperiksa dari pakaian
d. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
e. Cuci tangan WHO
2. Inspeksi
a. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk dan kontur
abdomennya (distended/rata/cekung)
G. DAFTAR PUSTAKA
No
Aspek Feedback
.
INTERPERSONAL
1. Membina sambung rasa Salam, senyum, sapa
memperkenalkan diri.
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan.
3. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan
membebaskan daerah yang akan diperiksa dari
pakaian.
4. Cuci tangan WHO
CONTENT
5. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat
tidur pasien
Inspeksi
6. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana
bentuk abdomennya
7. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa
tonjolan, luka, dinding perut cembung /rata
8. Catat & Laporkan segala sesuatu yang anda dapatkan
dengan cermat
Auskultasi
9. Mempersiapkan stetoskop dengan membuka salah satu
corongnya sesuai tempat auskultasi
10. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu
tempat di atas letak intestinum & colon
11. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara
peristaltik
Perkusi
12. Menekan interphalanx jari ke 3 tangan kiri ke
permukaan badan yg diperiksa tanpa ada bagian
tangan lain menekan permukaan tsb.
13. Mengetuk dengan jari tengah tangan kanan
14. Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah
tangan kiri
15. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada pergelangan
tangan
16. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani
Palpasi
17. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh
penderita
18. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan
dengan jari tangan pada masing-masing kuadran
19. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa
kedalaman abdomen
20. Menggunakan permukaan telapak tangan dengan jari-
jari tangan yang berdekatan dari salah satu atau kedua
tangan
21. Mulailah dari kuadran ke kuadran sambil menekan ke
bawah 1-4 cm
22. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri
tekan atau adanya massa
PROFESIONALISME
23. Melakukan dengan penuh percaya diri, minimal error
24. Cuci tangan WHO
PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan
fungsi masing-masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil
N Level
Jenis Kompetensi
o Kompetensi
1 assessment of sense of smell 1 2 3 4
2 inspection of width of palpebral cleft 1 2 3 4
3 inspection of pupils (size and shape) 1 2 3 4
4 pupillary reaction to light 1 2 3 4
5 pupillary reaction of close objects 1 2 3 4
6 assessment of extra-ocular movements 1 2 3 4
7 assessment of diplopia 1 2 3 4
8 assessment of nystagmus 1 2 3 4
9 corneal reflex 1 2 3 4
10 assessment of visual fields 1 2 3 4
11 test visual acuity 1 2 3 4
12 fundoscopy assessment of pupil 1 2 3 3
13 assessment of facial symmetry 1 2 3 4
14 assessment of strength of temporal and masseter muscles 1 2 3 4
15 assessment of facial sensation 1 2 3 4
16 assessment of facial movements 1 2 3 4
17 assessment of taste 1 2 3 4
assessment of hearing (lateralization, air and bone
18 1 2 3 4
conduction)
19 assessment of swallowing 1 2 3 4
20 inspection of palate 1 2 3 4
21 test gag reflex 1 2 3 4
22 assessment of sternokleidomastoid and trapezius muscles 1 2 3 4
23 tongue, inspection at rest 1 2 3 4
tongue, inspection and assessment of motor system (e.g.
24 1 2 3 4
sticking out)
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2012)
D. SKENARIO
Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini
dirasakan sudah 3 hari. Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi
kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut-denyut pada sisi kanan kepala,
keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di tempat yang
tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan
diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis,
sedangkan sistem saraf perifer terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.
Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah
penilaian 12 fungsi saraf kranial
Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat
bahwa pasien menderita gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan
pada suatu saraf kranial (sesuai urutan), dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
sebagai berikut:
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan lurus
kedepan.
d. Cuci Tangan WHO
2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang
hidung ditutup (alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup.
Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta
pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.
a. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika
pasien memakai kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien
dapat memakai kacamatanya)
b. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup
dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata
dengan tangannya)
c. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil
yang masih bisa dibaca.
d. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan.
(Misalnya 20/60, dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak
pemeriksaan yang dipakai dalam pemeriksaan, dan penyebut (60
kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera pada baris huruf
Snellen chart.)
e. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka
lakukan prosedur berikut:
Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih
jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien
tidak dapat menghitung jari pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan
diri ke arah pasien dan kembali meminta pasien untuk menghitung jari
pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari
pemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat
dilakukan dengan baik hingga jarak 60 meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter
dari pasien, periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian
dan dapat menentukan arah gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga
jarak 300 meter.
Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light
untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon
pasien terhadap cahaya: persepsi cahaya, persepsi arah cahaya,
persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat cahaya maka
visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).
3. Funduskopi
neovaskular
hemoragik
a. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup salah satu mata pasien dengan
menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
b. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal.
3. Reflek Pupil
Nervus V. Trigeminus
1. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
5. Reflek Kornea
b. Pada respon yang normal sudut bibir simetris. Pada keadaan abnormal
respon mulut deviasi ke arah yang sehat.
1. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran
tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
2. Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran
tulang antara kedua telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita
letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis tengah.
c. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah
sama keras.
d. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak
mendengar atau sama-sama mendengar berarti tidak ada lateralisasi.
1. Reflek Muntah
a. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
b. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
c. Periksa respon muntah
Nervus X. Vagus
1. Perubahan Bicara
a. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
b. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara
(laring), suara menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria
3. Menelan
a. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
b. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah
pasien tersedak.
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar
mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi
pada sisi yang terkena (sisi yang sakit).
4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO
G. DAFTAR PUSTAKA
No
Aspek Feedback
.
INTERPERSONAL
1. Membina sambung rasa
Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak
4. Cuci tangan WHO
CONTENT
Inspeksi
5. General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
N. I. Olfaktorius
6. Pasien diperkenalkan dengan ketiga sampel tes dengan
cara menghidu terlebih dahulu
7. Pasien diminta untuk menutup mata, kemudian bernafas
dengan satu lubang hidung ditutup (alternatif: dengan
menggunakan tangan pasien).
8. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien
yang tidak ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak
mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
9. Setiap lubang hidung dites bergantian.
10 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi
. yang cukup, lalu meminta pasien untuk mengidentifikasi
sampel tes.
N. II. Optikus
A. Kaji Tajam Penglihatan
11 Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari
. Snellen chart (untuk pemeriksaan visus dasar, Jika
pasien memakai kacamata sebagai alat bantu
pengelihatan, maka pasien diminta melepas).
12 Pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih
. dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup mata
(alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan
tangannya).
13 Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga
. baris huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
14 Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam
bentuk pecahan (misal : 20/20)
Apabila dalam satu baris, pasien bisa menyebutkan
lebih dari ½ baris yang benar dan terdapat beberapa
huruf yang salah maka ditulis dengan 20/20 false x (x
= berapa huruf yang salah)
Apabila dalam satu baris, pasien bisa menyebutkan
Nervus V. Trigeminus
A. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
41 Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan
. respon pada sentuhan daerah wajah.
42 Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan
. kapas untuk memberikan usapan pada satu sisi dahi,
setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang
sama pada dahi sisi yang lain.
43 Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
.
44 Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama
. pada kedua sisi wajah.
45 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri,
. pemeriksaan uji nyeri dilakukan dengan menggunakan
pin tajam yang dilakukan dengan tekanan ringan pada
daerah wajah.
B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
46 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya
. pada otot temporalis pasien.
47 Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit),
. rasakan kontraksi otot temporalis pada tangan.
48 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot
. maseter.
C. Kekuatan otot Pterygoideus Medial dan Lateral
49 Pasien diminta untuk menggigit spatel dengan kuat,
. kemudian pemeriksa menarik spatel. Nilai kekuatan otot
pterygoideus medial
50 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya
. pada rahang bawah pasien Pasien diminta untuk
menggerakkan rahang bawahnya ke kanan dan ke kiri.
Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan
dan kiri equivalen.
51 Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang
. bawah pasien, dan minta pasien untuk menggerakkan
rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah
tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot
pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
D. Reflek Sentakan Rahang
52 Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
.
53 Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
.
54 Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada
. anterior rahang bawah (dagu). Pukulkan palu reflek
pada ibu jari pemeriksa.
55 Periksa respon pasien.
.
E. Reflek Kornea
56 Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk
. meruncing.
57 Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung
. runcing kapas ditempatkan dari sisi lateral mata dan
usapkan secara ringan pada kornea.
58 Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks
. menutup mata pada kedua mata. Bandingkan respon
reflek kornea pada kedua bola mata.
N.VII. Fasialis
A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah
59 Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan
. gigi-geliginya.
B. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Atas
60 Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-
. kuat.
61 Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak
. mata.
62 Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
.
C. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah
63 Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa :
manis (gula), asin (garam), pahit (kina), asam (cuka).
Semua subtansi disediakan dalam bentuk cairan.
64 Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
.
65 Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien
. dengan menggunakan pipet.
66 Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon
. rasa yang dirasakan pasien.
N.VIII. Akustikus
A. Tes Rinne
67 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
.
68 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu
. menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus
eksternus).
69 Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera
. garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus
eksternus kanan pasien.
70 Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
.
B. Tes Weber
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
D. SKENARIO
Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada
sendi lutut sebelah kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan
belakangan, namun selama 3 hari ini keluhan dirasa terus menerus dan
memberat. Keluhan disertai dengan gerak sendi terbatas karena nyeri, sulit untuk
ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara pada sendi tersebut setelah
bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan, sedangkan bila
beristirahat keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan
melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Jenis ROM :
a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan
rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
b. ROM aktif, pemeriksa memberikan motivasi dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang
gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 %
Indikasi :
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama
Kontra Indikasi :
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (misalnya: jantung)
Pemeriksaan Goniometri
Geniometri
Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang
berarti sudut dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri
berkaitan dengan pengukuran sudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari
sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia. Goniometri merupakan bagian
yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak.
Prosedur
Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.
1. Meletakkan goniometer :
a. Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.
F. PROSEDUR
2. PEMERIKSAAN SIKU
a. Inspeksi
Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi
fleksi 70°.
Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon.
Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna. Catat
adanya nodul atau pembengkakan.
b. Palpasi
Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan, catat
jika ada dislokasi dari olekranon.
Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah
nyeri, pembengkakan atau penebalan
c. Pemeriksaan ROM Siku
Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta
gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah.
Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya
mintalah pasien untuk memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk
meminimalisasi gerakan sendi bahu.
Palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal radius dan ulna
dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian dorsum pergelangan
tangan.
Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Nyeri daerah
distal radius dapat menjadi pertanda adanya fraktur colless.
Palpasi daerah jari tangan PIP dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk,
Perhatikan apakah terdapat nyeri, pembengkakan, dan pembesaran
tulang. Bila ditemukan nodul (pembesaran tulang ) biasanya merupakan
tanda dari Osteoarthritis.
Extension
Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa
memegang siku pasien.
Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan
tangan pemeriksa pada punggung tangan pasien.
Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan
gravitasi.
G. DAFTAR PUSTAKA
No Aspek Feedback
INTERPERSONAL
1. Sambung Rasa dan Informed consent
Pemeriksaan Muskuloskeletal dan ROM
Sendi Bahu
2. Lakukan inspeksi:
Apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot
atau fasikulasi
3. Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk
menunjuk lokasi nyeri, lakukan palpasi pada area
tersebut.
Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan
memegang sendi bahu pasien dan meminta pasien untuk
berdiri pada posisi anatomis, kemudian:
4. Gerakkan lengan atas ke arah anterior untuk menilai
Fleksi (normal 1800)
5. Gerakkan lengan atas ke arah posterior untuk menilai
Ekstensi (normal 600)
6. Gerakkan lengan atas ke arah anterior setinggi bahu,
kemudian gerakkan ke arah lateral-medial untuk menilai
Fleksi Horisontal (normal 1350)
7. Gerakkan lengan atas ke arah lateral untuk menilai
Abduksi (normal 1800)
8. Gerakkan lengan atas ke arah medial (menyentuh
anterior tubuh) untuk menilai Adduksi ( normal 750)
Sendi Siku
9. Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien
dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi
70°. Perhatikan epicondylus medial dan lateral serta
olecranon. Perhatikan kontur siku, apakah terdapat nodul
atau pembengkakan.
10. Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan
epicondylus untuk nyeri tekan. Perhatikan apakah
terdapat dislokasi olekranon, adakah nyeri,
pembengkakan atau penebalan antara epicondylus dan
olekranon.
Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta
pasien untuk berdiri pada posisi anatomis, kemudian:
11. Melakukan gerakan fleksi-ekstensi pada sendi sikunya
(normal 1500)
12. Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan rotasi
telapak tangan menghadap ke bawah untuk menilai
pronasi (normal 800)
13. Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan rotasi
telapak tangan menghadap ke atas untuk menilai
supinasi (normal 800)
Sendi Pergelangan Tangan dan Jari
14. Lakukan inspeksi daerah palmar dan dorsal tangan
serta jari tangan, perhatikan apakah terdapat deformitas,
pembengkakan atau angulasi.
15. Lakukan palpasi daerah pergelangan tangan pada
bagian distal radius dan ulna dengan menggunakan
kedua ibu jari. Perhatikan adakah pembengkakan,
bogginess atau nyeri. Palpasi daerah jari tangan dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Perhatikan
adakah nyeri, pembengkakan atau pembesaran tulang.
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan tangan
dengan pasien berdiri pada posisi anatomis, kemudian
mengangkat lengan atas dan lengan bawah setinggi bahu
sejajar lantai
16. Flexion:
a. Posisikan telapak tangan supinasi sejajar lantai
b. Gerakkan telapak tangan ke bawah untuk menilai fleksi
sendi pergelangan tangan (normal 800)
17. Extension:
c. Posisikan telapak tangan supinasi sejajar lantai
Gerakkan telapak tangan keatas untuk menilai ekstensii
sendi pergelangan tangan (normal 700)
18. Ulnar and radial deviation:
a) Memposisikan telapak tangan pasien menghadap ke
bawah.
b) Memegang pergelangan tangan pasien dan menopang
telapak tangan pasien
c) Meminta pasien untuk menggerakan pergelangan
tangannya ke arah lateral dan media
Lakukan pemeriksaan ROM jari tangan :
19. Flexion dan extension:
Meminta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian
memekarkan jari-jarinya secara bergantian
20. Abduction dan adduction:
Meminta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi)
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Reflek hammer
2. Meja pemeriksaan
D. SKENARIO
Tn.X, 48 tahun, diantar oleh keluarganya ke RS karena pagi ini tiba-tiba beliau
jatuh pingsan setelah bertengkar hebat dengan tetangganya, dan ketika sadar
Tn.X menjadi sulit untuk menggerakkan tangan dan kaki kanannya. Anda
kebetulan yang saat itu sedang bertugas di UGD memeriksa Tn.X dengan
seksama, dan memang benar tangan dan kaki kanan beliau menjadi lemah.
E. DASAR TEORI
normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari lainnya
sedangkan pada ekstrimitas atas (pada reflek hoffman trommer) akan timbul
fleksi keempat jari, yang pada orang normal tidak terjadi apa-apa.
Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Gores
dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari. Abnormal terjadi
fleksi jari telunjuk serta fleksi dan aduksi ibu jari.
Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi
lateral. Orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan penarikan
tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal
pada bayi masih ada.
Reflek oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah,
dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek
seperti babinski
Reflek gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan
timbul reflek seperti babinski
Reflek gonda
Lakukan penekanan/fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan dengan
cepat. Jika positif, maka akan timbul reflek seperti babinski.
Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul
reflek seperti babinski
Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki dari maleolus lateral
ke arah kaudal. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
F. PROSEDUR
Gambar. Arah goresan dan reflek yang muncul pada reflek Babinski
b. Reflek Chaddock
Gores bagian lateral maleolus ke arah kaudal.
c. Reflek Gordon
Remas otot betis.
d. Reflek Gonda
Tekuk maksimal jari keempat kaki kemudian lepaskan tiba-tiba.
e. Reflek Schaefer
Pencet tendon achilles dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.
f. Reflek Oppenheim
Urut kuat tibia dan m. tibialis anterior dari proksimal ke distal.
G. DAFTAR PUSTAKA
No Prosedur Feedback
INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1. Senyum, salam, sapa
2. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan dan persetujuan tindakan (informed
consent)
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
3. Lakukan pemeriksaan reflek biseps
Meminta pasien duduk dengan santai
Posisikan lengan bawah pasien antara fleksi dan
ekstensi serta sedikit pronasi
Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa
Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian
pukullah ibu jari tadi dengan refleks hammer
Hasil : Fleksi lengan bawah
4. Lakukan pemeriksaan reflek triseps
Posisikan pasien sama dengan posisi pada
pemeriksaan refleks biseps
Instruksikan kepada pasien untuk melemaskan
lengan dan relaksasi sempurna
Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon
Hasil : Ekstensi lengan bawah
5. Lakukan pemeriksaan reflek patella
Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan
tungkai menjuntai
Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu
untuk menentukan daerah yang tepat
Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan
kiri sedangkan tangan yang lain memukul tendo
patella dengan palu refleks hammer secara cepat
Hasil : ekstensi tungkai bawah
6. Lakukan pemeriksaan reflek achilles
Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai
atau berbaring dimana sebagian tungkai bawah &
kakinya terjulur di luar meja pemeriksa
Regangkan tendo achilles dengan cara menahan
ujung kaki ke arah dorsofleksi
Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
Hasil : plantarfleksi
PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
7. Lakukan pemeriksaan reflek babinski
Gores plantar pedis sisi lateral dari tumit ke kaudal
8. Lakukan pemeriksaan reflek Chaddock
Gores dorsum pedis pada maleolus lateral ke arah
kaudal
PEMERIKSAAN MOTORIS
DAN KEKUATAN OTOT
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
D. SKENARIO
GENERAL WEAKNESS
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan badan terasa lemah.
kedua tangan dan kaki lemah untuk digerakkan. Anda kemudian melakukan
pemeriksaan motoris dan kekuatan otot pada pasien ini.
E. DASAR TEORI
F. PROSEDUR
10. Test dorsiflexion (terutama L4, L5) dan plantar flexion (terutama S1)
Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak
kaki ke arah atas
G. DAFTAR PUSTAKA
No Prosedur Feedback
INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1. Senyum, salam, sapa
2. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan dan persetujuan tindakan (informed
consent)
PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
3. Lakukan pemeriksaan test flexion (C5, C6—
biceps) :
Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada
siku
Tempatkan salah satu tangan pemeriksa pada otot
biseps pasien dan tangan yang lainnya pada
pergelangan tangan pasien, beri tahanan
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan
berupaya menekukkan lengannya.
4. Lakukan pemeriksaan test ekstensi (C6, C7, C8—
triceps):
Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada
siku
Tempatkan tangan pemeriksa pada pergelangan
tangan pasien, beri tahanan
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan
berupaya meluruskan lengannya
5. Lakukan pemeriksaan test ekstensi pada
pergelangan tangan (C6, C7,C8, radial nerve):
Meminta pasien untuk meluruskan lengannya dan
menggengam
Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman
pasien dan memberi tahanan berupa upaya menarik
genggaman pasien ke arah bawah
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan tersebut
6. Lakukan pemeriksaan test the grip atau tes
genggam (C7, C8, T1):
Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa
pada telapak tangan pasien
Meminta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa
tersebut dengan kuat
Usahakan menarik jari tersebut dari genggaman
pasien
7. Lakukan pemeriksaan test finger abduction (C8,
T1, n. ulnaris):
Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan
menghadap ke bawah dan jari jari memekar
Instruksikan pasien untuk mempertahankan posisi
tersebut
Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien
8. Lakukan pemeriksaan test opposition of the
thumb (C8, T1, n. medianus):
Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar
(baca prosedur), beri tahanan
Instruksikan pasien untuk menyentuh ujung jari
kelingkingnya dengan ibu jari dengan melawan
tahanan pemeriksa
9. Lakukan pemeriksaan test flexion at the hip (L2,
L3, L4—iliopsoas):
Tempatkan tangan pemeriksa di atas lutut pasien,
beri tahanan
Instruksikan pasien untuk mengangkat kakinya
melawan tahanan
10 Lakukan pemeriksaan test extension at the knee
(L2, L3, L4—quadriceps):
Topanglah lutut pasien pada posisi fleksi, pegang
pergelangan kaki pasien, beri tahanan.
instruksikan pasien untuk meluruskan kakinya
melawan tahanan
11 Lakukan pemeriksaan test flexion at the knee (L4,
L5, S1, S2—hamstrings) :
Meminta pasien untuk memposisikan kakinya fleksi
pada lutut
Instruksikan pasien untuk menahan usaha
pemeriksa untuk meluruskan kakinya.
12 Lakukan pemeriksaan test dorsoflexion (terutama
L4, L5)
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan
pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
atas
13 Lakukan pemeriksaan test plantar flexion
(terutama S1):
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan
pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
bawah
PROFESIONALISME
14 Melakukan dengan penuh percaya diri
15 Melakukan dengan kesalahan minimal
PEMERIKSAAN SIRKULASI
PERIFER
A. TEMA
B. TUJUAN
1. Tempat tidur
2. Kursi & Meja Periksa
3. Stetoskop
4. Tensimeter
5. Alat Tulis/bullpen
6. Senter
7. Wastafel
8. Handuk
D. SKENARIO
E. DASAR TEORI
Arteri
Pulsasi arteri dapat dipalpasi jika arteri tersebut terletak dekat dengan permukaan
tubuh. Di daerah lengan, terdapat tiga arteri yang terletak dekat permukaan tubuh,
yaitu arteri brachialis, arteri radialis dan arteri ulnaris. Arteri brachialis dapat
dipalpasi tepat di atas siku, medial dari tendon dan otot biseps. Pulsasi arteri
radialis dapat dirasakan dipermukaan flexor, bagian lengan sebelah lateral.
Pulsasi arteri ulnaris dapat diraba di permukaan flexor, bagian lengan sebelah
medial.
Di daerah kaki, pulsasi arteri dapat diraba di empat tempat, yaitu arteri femoralis,
arteri poplitea, arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior. Pulsasi arteri
femoralis dapat diraba tepat dibawah ligamentum inguinalis, pulsasi arteri poplitea
dapat diraba dibawah lutut. Dibawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi dua
cabang, cabang bagian anterior menjadi arteri dorsalis pedis yang dapat dipalpasi
di bagian dorsum pedis, lateral tendon ekstensor dari jempol kaki. Cabang
posterior menjadi arteri tibialis posterior dapat diraba ketiba dia berjalan di
melewati maleolus medialis.
Jika kamu tidak bisa merasakan denyut popliteal dengan cara ini, cobalah dengan
cara meminta pasien untuk tengkurap. Fleksikan lutut pasien 90°, biarkan kaki
bagian bawah relaks berlawanan arah dengan bahumu/lengan atas dan tekan
dalam-dalam fossa popliteal menggunakan dua ibu jari.
Vena
Vena dari lengan, bersama dengan vena lain dari trunkus superior dan vena
daerah kepala dan leher ditampung di vena cava superior dan masuk dalam
atrium kanan. Vena dari ekstremitas inferior ditampung di vena cava inferior.
Deep veins dari kaki membawa sekitar 90% darah dari venous return ekstremitas
inferior. Vena superfisialis yang berlokasi subkutan termasuk diantaranya vena
safena magna.Vena anastomosa menghubungkan dua vena safena, sementara
vena perforantes menghubungkan vena safena dengan deep veins.
Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdiri dari jaringan vaskular ekstensif yang mengalirkan cairan
yang disebut lymph dari jaringan tubuh dan mengembalikannya lagi ke sirkulasi
vena. kelenjar getah bening bisa berbentuk bulat, oval, atau bentuk kacang yang
bervariasi besar-kecilnya tergantung lokasinya. Beberapa kelenjar getah bening,
seperti preauriculars berukuran sangat kecil. Sedangkan kelenjar getah bening
didaerah inguinal berukuran relatif lebih besar—seringkali berdiameter 1 cm atau
2 cm pada orang dewasa.
Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sel-
sel yang berada dalam lymph nodes menelan cellular debris and bakteri dan
memproduksi antibodi. Hanya superficial lymph nodes yang dapat di rasakan
dengan pemeriksaan fisik. Yang dapat diperiksa fisik termasuk cervical nodes,
axillary nodes, dan nodes di lengan dan kaki.
Edema
Edema menunjukkan adanya cairan berlebihan didalam tubuh. Edema dibagi dua,
yaitu edema intraseluler dan edema ekstraseluler. Untuk edema ekstraseluler,
terdapat dua penyebab umum yang sering dijumpai (1) Kebocoran abnormal
cairan dari plasma ke ruang interstitial dengan melintasi kapiler (2) Kegagalan
limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstitium ke dalam darah.
F. PROSEDUR
a. Interaksi Dokter-Pasien
Sebelum melakukan pemeriksaan maupun tindakan kepada pasien diharuskan
membina sambung rasa yang baik dengan pasien. Jelaskan dan informasikan
prosedur yang akan dikerjakan kepada pasien. Jelaskan sesuai dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh pasien. Tidak terkesan menakut-nakuti
tetapi juga tidak terkesan menutup-nutupi. Jelaskan prosedur, indikasi, tujuan,
efek samping dan kemungkinana komplikasi dari pemeriksaan atau tindakan
yang akan dilakukan. Setelah itu mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan
atau tindakan yang akan dilakukan. Selain untuk etikomedikolegal, hal ini juga
berguna agar pasien menjadi kooperatif dan siap dengan pemeriksaan atau
tindakan yang akan kita lakukan.
b. Persiapan
Dalam pemeriksaan Sirkulasi perifer, CRT dan Rumple Leed test, tidak banyak
peralatan yang diperlukan. Cukup pasien, meja&kursi serta bed periksa,
Pastikan semua peralatan tersebut sudah tersedia dan siap pakai di ruang
periksa. Selain persiapan alat, persiapan diri penolong juga harus dilakukan
dengan mencuci tangan menurut WHO dengan menggunakan sabun dan air
mengalir sebelum dan sesudah pemeriksaan.
Cara lain menilai clubbing finger adalah dengan menilai sudut Lovibonds (lihat
gambar) yang pada orang normal sekitar 160°. Pada clubbing finger bisa
menjadi 180 atau lebih. Cara pemeriksaan seperti pada gambar berikut.
Gambar. Perbandingan jari normal dan Clubbing finger serta cara pemeriksaannya
(Sumber: Swatz’s Textbook of Physical Diagnosis, 4th edition)
Pompaan Manset =
Jangan lupa untuk menjelaskan prosedur dan meminta ijin pasien sebelum
melakukan tindakan, menjelaskan pada pasien bahwa lengan akan terasa
pegal dan menjelaskan hasil pemeriksaan dengan interpretasinya serta
menutup pemeriksaan dengan baik.
j. Penutup
Setelah selesai pemeriksaan tutuplah pemeriksaan dengan baik. Lakukan
prosedur cuci tangan seperti sebelum pemeriksaan. Kemudian menjelaskan
dan menyimpulkan keseluruhan hasil pemeriksaan kepada pasien, interpretasi,
saran dan rencana lanjutan terhadap pasien tersebut. Jika semua sudah jelas,
ucapkanlah terimakasih kepada pasien atas kerjasamanya dan akhirilah
kunjungan dengan senyum dan salam.
G. DAFTAR PUSTAKA
PROSEDUR ASEPTIK
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kran air
2. Sikat tangan
3. Sabun cuci tangan
4. Handuk kecil
5. Hand schoen (ukuran 7;7,5;8 ulungan dan sachet)
6. Minor set
7. Cairan antiseptik dalam botol (betadine)
8. Mangkok untuk cairan antiseptik
9. Mangkok (bengkok)
10. Tempat kassa steril
11. Tempat doek steril
12. Deeper/ kassa steril untuk mengoleskan antiseptik di kulit
13. Doek steril
14. Gaun/ Baju Operasi
15. Forcep antiseptik (korentang dan tempatnya)
16. Baki segi empat besar
D. SKENARIO
Pasien Pria, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan luka robek pada lutut
kanan setelah terjatuh dari sepeda motor. Pasien tidak pingsan dan masih dapat
mengingat kejadian dengan baik, keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, mual,
maupun muntah. Kepala pasien tidak terbentur. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran, tanda-tanda vital, kepala, leher, thorak, abdomen, dan
ekstremitas atas dalam batas normal, hanya ditemukan luka robek pada lutut
kanan. Setelah itu anda segera melakukan pembersihan luka dengan prinsip
aseptik antiseptik sebelum dilakukan penjahitan.
E. DASAR TEORI
1. Aseptik
Asepsis merupakan sikap/perilaku melakukan tindakan dalam
keadaan/suasana suci hama (steril). Perilaku ini dimaksudkan sebagai upaya
mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme pada jaringan atau
bahan-bahan dengan cara menghambat atau menghancurkan timbulnya
organisme dalam jaringan sehingga dapat mencegah komplikasi infeksi pasca
bedah pada luka operasi. Pengertian asepsis ini memiliki beberapa aspek,
antara lain:
a. Aspek operator
Mencuci tangan
Penggunaan baju operasi (piyama/jas), topi, masker dan kacamata
operasi (goggle)
Menggunakan bahan dan alat steril
Sarung tangan
Doek/laken steril
b. Aspek pasien
Penggunaan baju operasi
Lapangan operasi dalam keadaan steril
Catatan : Jika prosedur hanya bedah minor, pemasangan gaun opperasi ini
tdak dilakukan dan langsung dilakukan pemasangan handschoen saja
2. Antisepsis/antiseptik
Pencegahan infeksi dengan aplikasi zat yang memiliki khasiat antimikroba
(antiseptik). Antiseptik adalah zat yang memiliki sifat :
Mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba (bakteriostatik)
Membunuh mikroba (bakteriosid)
F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a. Senyum, salam dan sapa
b. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
2. Mempersiapkan alat
Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
a. Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol
harus dibuang terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
b. Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
c. Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat
steril
3. Mencuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
b. Basahi tangan dan lengan (bila sumber air tidak otomatis, gunakan siku
untuk membuka keran)
c. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh
sampai 5 cm di atas siku
d. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku
sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang
difleksikan
4. Scrubbing
a. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik (tekan tuas pada botol antiseptik
dengan menggunakan siku)
b. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan kanan
dengan gerakan atas ke bawah kemudian lakukan hal yang sama pada
tangan kiri. Lanjutkan dengan menggosok dengan gerakan atas ke bawah
pada lengan kanan lalu kemudian lengan kiri.
c. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
d. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
e. Bilas tangan dan lengan dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku (matikan
keran air dengan siku).
5. Mengeringkan Tangan dan Lengan
a. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh
bersentuhan.
b. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
c. Untuk menghindari kontaminasi, bagi handuk menjadi 4 bagian.
Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
Tangan kiri Tangan
kanan
d. Keringkan tangan kanan dan kiri dahulu dengan menepukkan telapak dan
punggung tangan pada handuk secara bergantian, baru kemudian keringkan
lengan dengan cara permukaan handuk diletakkan di atas lengan kemudian
digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku, tidak boleh melebihi karena
dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
e. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
6. Gowning
a. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan
jari tengah kedua tangan secara hati-hati
b. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa
menyentuh bagian-bagian lain di kamar operasi.
c. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan
ujung tangan secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
d. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan
(poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan
menggunakan korentang)
7. Menggunakan Handschoen
a. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
b. Buka kemasan handschoen
c. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang bagian
dalam ujung atas lipatannya
d. Pakaikan pada tangan kanan
e. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang bagian luar
lipatan atasnya
f. Pakaikan pada tangan kiri
g. Rapikan (prinsip glove to glove)
h. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
i. Handschoen steril non kemasan
j. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat
steril
k. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
l. Gunakan pada lengan kanan
m.Ambil handschoen sebelah kiri
n. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin
to skin
8. Asepsis/ Antisepsis daerah pembedahan
a. Bersihkan daerah operasi
G. DAFTAR PUSTAKA
No. Aspek
Feedback
INTERPERSONAL
1. Senyum, salam dan sapa
2. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
CONTENT
3. Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok
(cairan pertama dari botol harus dibuang terlebih
dahulu pada mangkok yang lain)
Ambil kassa dengan menggunakan korentang,
simpan pada tempat steril
Ambil doek steril dengan menggunakan korentang,
simpan pada tempat steril
Mencuci Tangan
4. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang,
jam tangan)
5. Basahi tangan dan lengan sampai siku
6. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan
antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di atas siku
7. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan
lebih tinggi dari siku sehingga memungkinkan bagi air
untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
Penyikatan / Scrubbing
8. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik
9. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan,
punggung tangan dan lengan kanan kemudian kiri
10. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis
mulai area 1-2-3-4
11. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah
disediakan
12. Bilas tangan dan lengan
Mengeringkan Tangan dan Lengan
13. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku
tidak boleh posisinya menghadap turun ke bawah
14. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya
satu ujung saja
15. Untuk menghindari kontaminasi, handuk dibagi
menjadi 4 bagian.
Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah
kiri
Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
16. Keringkan lengan dengan permukaan handuk
disediakan
38. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek
steril
Melepas Handschoen
39. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung
atas pada permukaan luar handscoen menggunakan
tangan kanan yg masih memakai handschoen
40. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang
ujung atas permukaan dalam handschoen kanan
menggunakan tangan kiri yang sudah tidak
menggunakan handscoen (prinsip gloves to gloves,
hand to hand)
41. Buang handschoe pada tempat yang telah disediakan
ITEM PROFESIONALISME
42. Melakukan dengan penuh percaya diri
43. Melakukan dengan kesalahan minimal
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2% Ampule
D. SKENARIO
E. DASAR TEORI
Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka
sayatan dan penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang
terputus serta meningkatkan proses penyambungan dan penyembuhan jaringan
A B
Gambar. (A) Nald Voeder Tipe Crille wood dan (B) Nald Voeder Tipe Mathew
Kusten
b. Gunting
Gunting diseksi
Gunting diskesi (disecting scissor). Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan
bengkok. Ujungnya biasanya runcing. Terdapat dua tipe yang sering
digunakan yaitu tipe mayo dan tipe metzenbaum. Kegunaan gunting ini
adalah untuk membuka jaringan, membebaskan tumor kecil dari jaringan
sekitarnya, untuk eksplorasi, maupun merapikan luka.
A B
Gambar. (A) Gambar gunting tipe mayo, (B) gunting tipe metzenbaum
Gunting Benang
Ada dua macam gunting benang yaitu gunting benang yang bengkok dan
yang lurus. Kegunaannya untuk memotong benang operasi, merapikan luka.
Gunting perban/pembalut
Kegunaannya adalah untuk menggunting pembalut dan plester.
c. Pisau Bedah
Terdiri atas dua bagian, yaitu gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade).
Pada pisau bedah model lama, mata pisau dan gagang bersatu, sehingga
bila mata pisau tumpul harus diasah kembali. Pada model baru, mata pisau
dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali pakai.
Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor
4 (untuk mata pisau besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil).
Guna pisau bedah ini adalah untuk menyanyat berbagai organ/bagian tubuh.
Mata pisau, disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.
d. Klem (clamp)
Klem Kocher
Ada dua jenis yaitu, klem yang lurus dan yang bengkok. Tidak ditujukan
untuk hemostatis. Sifat khasnya adalah mempunyai gigi pada ujungnya
(mirip gigi pada pinset sirurgis). Gunanya adalah untuk menjepit jaringannya,
terutama agar jaringan tidak meleset dari klem, dan hal ini dimungkinkan
dengan adanya gigi pada ujung klem. Penyediaannya : masing-masing 4
buah.
Klem Mosquito
Mirip dengan klem arteri pean, tetapi ukurannya lebih kecil. Penggunaannya
adalah untuk hemostatis terutama untuk jaringan tipis dan lunak.
Penyediaannya : masing-masing 6 buah.
Klem Allis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit
tumor kecil.
Klem Babcock
Penggunaannya adalah untuk menjepit tumor yang agak besar dan rapuh.
Retractor Volkman
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka, pemakaian retractor
(ukurannya) disesuaikan dengan lebar luka. Ada yang mempunyai 2 gigi, 3
gigi dan 4 gigi. Dua gigi untuk luka kecil, 4 gigi untuk luka besar. Terdapat
pula retractor bergigi tumpul.
f. Pinset
Pinset Sirurgis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan
penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
Pinset Anatomis
Penggunaannya adalah untuk menjepit kasa sewaktu menekan luka,
menjepit jaringan yang tipis dan lunak.
Pinset Splinter
Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka (mencegah
overlapping).
Gambar. Pinset
h. Wound Curett
Penggunaannya adalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis
i. Korentang
Penggunaannya adalah untuk mengambil instrument steril, dan mengambil
kasa, jas operasi, doek dan laken steril.
Gambar. Korentang
j. Jarum Bedah
Jarum bedah berfungsi untuk mengantarkan benang pada saat melakukan
penjahitan luka operasi.
Klasifikasi
Pemilihan jarum bedah antara lain : jarum yang digunakan agar berperan
aktif dalam penyembuhan luka dan tidak merubah atau merusak jaringan
tubuh. Bentuk, ukuran, dan rancangan jarum dipilih yang sesuai dengan
prosedur operasi. Terdapat 2 macam jarum bedah dilihat dari penggunaan
benang yaitu berupa jarum lepas dan jarum atraumatik
Jarum lepas
Memerlukan waktu penyambungan benang dengan jarum
Memerlukan re–sterilisasi
Memerlukan perawatan ujung jarum
Resiko jarum berkarat
Resiko benang terlepas dari jarum
Pemilihan jarum harus tepat dengan benang
Jarum bedah atraumatik
Benang bedah menyatu dengan jarum sekaligus
Penyambungan benang bedah dengan jarum secara channelateau
drilled
Benang tunggal sehingga menimbulkan trauma yang minimal pada
jaringan
Dijamin steril dan bebas karat
Sekali pakai buang sehingga tidak perlu re-sterilisasi
Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit
daerah usus besar, ginjal, limpa, hati.
Tapercut. Ujung jarum berbentuk segitiga yang lebih kecil dengan batang
gepeng, bisa digunakan untuk menjahit fascia, ligaments, uterus, rongga
mulut, dan sebagainya.
Mata jarum
Rolled end
Drilled end
Regular eye
Spring eye
Spring double eye
k. Benang bedah
Benang bedah (suture) adalah materi berbentuk benang yang berfungsi
untuk ligasi (mengikat) pembuluh darah atau aproksimasi
(mengikat/menyatukan jaringan).
Ukuran benang sistem Eropa (metric gauge) adalah metric 0,1 (0,010 –
0,019 mm) sampai metric 10 (1,00 – 1,09).
Ukuran benang sistem Amerika (imperial gauge) ukuran 11-0 (0,010 –
0,019 ) sampai ukuran 7 (1,00 – 1,09).
Dalam kemasan selain dicantumkan diameter juga panjang benang dalam
cm.
Jenis-Jenis Benang
a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan
30% bahan tambahan berupa perekat. Tersedia dalam warna hitam dan
putih. Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi
dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar,
maka benang harus dibuka kembali.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol
merupakan ukuran paling kecil) hingga nomor 3 (yang merupakan ukuran
terbesar). Yang paling sering dipakai adalah nomor 00 (2 nol) dan 0 (1 nol)
dan nomor 1.
Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri
(terutama arteri besar) sebagai teugel (kendali). Benang harus steril,
sebab bila tidak akan menjadi sarang kuman (focus infeksi) sebab kuman
terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya sendiri tidak dapat
diserap tubuh.
b. Plain Catgut
Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini
dibuat dari usus kucing, tapi saat ini dibuat dari usus domba atau usus
sapi. Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu
7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan
ukuran yang paling kecil) hingga nomor 3 (merupakan ukuran yang paling
besar). Sering digunakan nomor 000 (3 nol), 00 (2 nol) 0 (1 nol) nomor 1
dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat sumber perdarahan kecil,
menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit
terutama untuk daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak
dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan
mengembang, bila disimpulkan 2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut
tak boleh terendam dalam lisol karena akan mengembang dan menjadi
lunak, sehingga tak dapat digunakan.
c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom.
Dengan adanya krom ini, maka benang menjadi lebih keras dan kuat,
serta penyerapannya lebih lama, yaitu 20-40 hari. Warnanya coklat dan
kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3 nol merupakan ukuran
yang paling kecil) hingga nomor 3.
Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat
dalam waktu 10 hari, untuk menjahit tendo pada penderita yang tak
kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung
bersatu dengan jarum jahit) dan terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide
atau catgut. Tidak diserap tubuh, dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit
dan jaringan tubuh lainnya.
Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol
hingga 1 nol. Penggunaannya pada bedah plastik, ukuran yang lebih
besar sering digunakan pada kulit, sedang nomor yang kecil dipakai pada
bedah mata.
e. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate).
Tersedia dalam kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi
terhadap tubuh minimum, tidak diserap, dan warnanya hijau dan putih.
Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya pada bedah
kardiovaskuler dan urologi.
f. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat
dan lembut, tidak diserap, warna biru. Tersedia dalam kemasan
atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Digunakan pada bedah
mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, bedah
plastik, cocok pula untuk menjahit kulit
g. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh
tubuh, dan tidak menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh. Dalam subkutis
bertahan selama 3 minggu, dalam otot bertahan selama 3 bulan. Benang
ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1.
Penggunaan pada bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik.
h. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat,
lembut, fleksibel, reaksi tubuh minimum, dan tidak diserap. Warnanya
hitam dan putih. Digunakan untuk menjahit kutis dan sub kutis.
i. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut,
cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum.
Warnanya putih. Tersedia dalam ukuran 4 nol hingga 1 nol. Digunakan
untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.
j. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat.
Sangat kuat, tidak korosif dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah
disimpul. Warna putih metalik. Terdapat dalam kemasan atraumatis dan
2. HECTING DASAR
Definisi
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan
benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
Teknik:
a. Masukan jarum di salah satu sudut luka.
b. Arahkan jarum ke area kanan luka, lakukan aspirasi (pastikan tidak terkena
pembuluh darah), jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari kulit) sambil
obat dikeluarkan.
c. Kemudian jarum dibelokan ke arah kiri luka, aspirasi, jarum dicabut sambil
obat dikeluarkan.
d. Lakukan anestesi dengan teknik yang sama pada sudut luka sebelahnya,
sehingga tampak pada gambar di bawah:
j. Potong sisa benang 1,5-2 cm di atas simpul (bila benang absorable maka
benang dipotong tepat di atas simpul) dengan teknik memiringkan gunting
guna menghindari terpotongnya jaringan.
k. Rapikan jahitan, perhatikan eversi luka, gunakan pinset untuk
mengeversikan luka jahitan bila dibutuhkan.
l. Bersihkan sisa perdarahan bila ada, beri antiseptik, dan tutup luka dengan
menggunakan kasa.
F. DAFTAR PUSTAKA
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Reksoprodjo, S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.
Feed Back
No Aspek
INTERPERSONAL
1. Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam,
menyilakan duduk, perkenalan diri, sikap terbuka,
kesejajaran)
2. Informed consent
CONTENT
3. 1. Menyiapkan dan menyebutkan nama alat dan bahan
dengan menerapkan prinsip sterilitas
1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock,
towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2%
Melakukan Hecting Simple Interupted
4. Melakukan cuci tangan WHO
5. Melakukan pembersihan luka dengan menggunakan NaCl
0.9%, kemudian melakukan antiseptik dengan prinsip
sentrifugal (dalam ke luar), diterukan dengan memasang
doek bolong steril
6. Melakukan anestesi field block dan menguji kerja anestesi
dengan menggunakan pinset.
7. Menggunakan pinset untuk memegang jaringan yang akan
di jahit
8. Lakukan penusukan jarum dengan sudut ±90o hingga
tembus subcutan, kemudian teruskan ke kulit sisi lainnya
dengan jarak masing-masing 1 cm dari ujung luka.
9. Membuat simpul di pinggir luka dengan menggunakan nald
voeder.
10. Gunting benang 1,5-2 cm di atas simpul
11.1. Memposisikan agar tepi luka yang dijahit mendekat dengan
posisi membuka ke arah luar (eversi)
PEMERIKSAAN URINALISIS
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
SKENARIO
Pasien anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan kencing berwarna
merah sudah 1 hari, keluhan ini disertai dengan muka sembab sudah 3 hari.
Pasien juga memiliki banyak koreng di kedua kakinya. Dokter F yang kebetulan
bertugas saat itu memutuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang urinalisis
pada pasien.
DASAR TEORI
1. Urine
Urine adalah cairan yang dihasilkan melalui ultra filtrasi plasma oleh ginjal dan
dikeluarkan dari tubuh melalui saluran kemih. Di dalam urine terdapat bahan-
bahan hasil metabolism tubuh (5%) dan air (95%), dengan demikian bahan-
bahan tersebut dapat menentukan status kesehatan seseorang. Pemeriksaan
urine untuk kepentingan menentukan status kesehatan seseorang disebut juga
dengan urinalisis.
2. Urinalisis
Urinalisis merupakan suatu prosedur laboratoris untuk pemeriksaan urine
dalam rangka menentukan status kesehatan individu terutama ginjal dan
saluran kemih serta faal dari berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu,
dll. Berdasarkan kepentingan klinisnya, pemeriksaan urine dibagi menjadi :
Pemeriksaan Urine Rutin
Pemeriksaan Urine atas Indikasi
Urine yang ditampung satu hari penuh (24 jam) digunakan untuk
pemeriksaan zat-zat dalam urine secara kuantitatif misalnya protein serta
penilaian diuresis ginjal
Clean Catch “Midstream”
Mengambil urin pancaran tengah, meminimalisasi kontaminasi dari meatus
Kateterisasi
Diambil dari kateter. Untuk kultur tetapi masih memungkinkan kontaminasi
Punksi supra pubik
Diambil dengan melakukan punksi suprapubik. Untuk kultur urin.
4. Pengumpulan spesimen
Pengumpulan specimen menjadi bagian yang penting dalam rangka
keberhasilan pemeriksaan urin. Urine segar sebagai sampel pemeriksaan rutin
diambil dalam waktu kurang dari 1 jam setelah pasien buang air kecil. Status
hidrasi pasien juga berpengaruh terhadap konsentrasi bahan-bahan terlarut
dalam urine. Pengumpulan specimen sebaiknya dilakukan sebelum
pemeriksaan genital maupun rectal untuk mencegah kontaminasi dari introitus
ataupun sekresi prostat. Pengumpulan urin dari bahan-bahan seperti kondom,
kateter tidak dianjurkan untuk pemeriksaan urinalsis.
Cara pengumpulan urine yang baik adalah dengan metode “urine midstream”
atau urine pancar tengah. Adapun cara pengambilan sampelnya sebagai
berikut :
1. Pada Laki-laki. Pada laki-laki relative lebih mudah.
Tarik (retraksikan) preputium (jika belum sunat), kemudian bersihkan
meatus (orificium urethra externa) dengan antiseptic (untuk mencegah
kontaminasi)
Lewatkan pancaran pertama-tama dari urine (15-30 ml)
Tampung pancaran tengah dari urine (50-100 ml) dengan wadah steril
yang telah disediakan, langsung ditutup kemudian serahkan kepada
petugas lab.
2. Pada Wanita. Pada wanita agak rumit dan memerlukan kerjasama dari
pasien
Pasien duduk di atas WC duduk
Sibakkan kedua labia dan bersihkan dengan antiseptic sekali usap dari
depan ke belakang
Kencingkan/buang 10-15 ml pertama urine kemudian tampung 50-100ml
berikutnya.
Posisi container/botol penampung menempel dekat di vulva serta
langsung ditutup setelah mendapatkan sampel
3. Pada Anak-anak
Pada anak agak susah karena kurang kooperatif, untuk pemeriksaan
bakteriologis/kultur bakteri, yang banyak digunakan adalah dengan
metode kateterisasi atau punksi suprapubik. Selanjutnya akan dipelajari
pada CSL blok Genitourinary System
sudah diperiksa dalam waktu kurang dari 1 jam. Jika belum memungkinkan
sebaiknya sampel urin disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5ºC.
Adapun botol penampungan yang dianjurkan seperti gambar berikut:
Syarat:
Bersih
Kering
Muara/mulut botol lebar
Mempunyai penutup
Transparan
Diberi Label; identitas pasien, Tanggal dan waktu pengambilan.
6. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan
kimiawi. Adapun bagan pemeriksaan urin sebagai berikut.
Untuk pemeriksaan pH menggunakan kertas lakmus. Merah jika asam, biru jika
alkalis/basa dan tetap jika netral. Berat jenis diperiksa dengan refraktometer
ataupun dengan urinometer. Perbedaan keduanya sebagai berikut:
Refractometer Urinometer
Keuntungan Keuntungan :
: Akurat
Bahan
sedikit Kerugian :
Mudah Bahan
banyak
Kerugian :
Kurang
akurat
8. Pemeriksaan Kimiawi
Dalam CSL ini pemeriksaan kimiawi yang sederhana dan mudah, murah, cepat
dan cukup akurat adalah dengan menggunakan metode carik celup/ reagen
strips, atau dikenal dengan dip-strips atau dipstick.
Reagen strips dicelupkan sesaat kemudian hasil dibandingkan dengan standar
pada botol sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Urut-urutan parameter yang diperiksa berbeda-beda sesuai dengan merk dan
pabrik buatannya.
D. PROSEDUR
E. DAFTAR PUSTAKA
5. Sudoyo, Aru.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat jilid 1.
Bab Ginjal dan Hipertensi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam-
FKUI. Jakarta. Indonesia
6. Sylvia R. et al. 2003. Buku Praktikum Patologi Klinik 1. Bagian Patologi Klinik
FK UNPAD/ RS. Dr. Hasan Sadikin. Bandung. Indonesia
7. Tanagho, Emil A. & Jack W. McAninch. 2008. Smith’s General Urology. 17th
edition. Lange Medical Books/ The McGraw-Hill Companies, USA.
PEMERIKSAAN
PEWARNAAN GRAM
A. STANDAR KOMPETENSI
B. SKENARIO
C. DASAR TEORI
Gambar. Perbandingan dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif
Pada prosedur pewarnaan Gram, semua bakteri berwarna ungu oleh kristal violet
sebagai zat warna primer. Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan tebal
mempertahankan kristaal violet pada tahap berikutnya yaitu pelunturan
(decolorization) dan counterstain. Bakteri tersebut dengan mikroskop akan terlihat
ungu dan disebut sebagai Gram positif.
Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis dan dilengkapi dengan
membrane luar lipopolisakarida, kristal ungu akan hilang pada tahap pelunturan
dan akan menyerap zat warna safranin sebagai counterstain. Bakteri tersebut
dengan mikroskop terlihat berwarna merah dan disebut sebagai Gram negatif.
E. PROSEDUR
Sebelum memulai, pastikan bahwa semua reagen sudah tersedia dan mudah
dijangkau selama bekerja, sebab proses pewarnaan perlu dilakukan dengan
memperhatikan ketepatan waktu. Selalu menggunakan jas laboratorium dan
sebaiknya melakukan semua prosedur di dekat bak cuci.
1. Prosedur pembuatan apusan :
a. Siapkan objek gelas baru. Bersihkan dan lewatkan di atas api. Tulis identitas
pasien dan nomor spesimen pada pinggir object glass.
b. Buat lingkaran oval pada bagian bawah objek glass dengan spidol/ pensil
kaca.
3 cm
2 cm
2. Prosedur pewarnaan
Langkah 1 :
Letakkan slide pada rak pewarnaan. Genangi seluruh permukaan slide dengan
crystal violet. Biarkan selama 60 detik, kemudian cuci slide di bawah air
mengalir selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat berwarna biru-ungu.
Langkah 2 :
Genangi slide dengan larutan iodine, biarkan selama 1 menit, kemudian cuci
dengan air mengalir selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat tetap
berwarna biru-ungu.
Langkah 3 :
Langkah ini meliputi penambahan decolorizer (peluntur) etanol 15-30 detik
dengan cara disiram atau direndam. Langkah ini seringkali bersifat subjektif
karena apabila menggunakan terlalu banyak decolorizer akan menghasilkan
Catt : Setelah langkah 1 sampai 4, keringkan dengan kertas saring atau biarkan
kering sendiri di udara. Kemudian lihat di bawah mikroskop. Jangan sampai merusak
spesimen.
LAPORAN PRAKTIKUM
Hasil praktikum
1.
Bakteri __________________
2.
Bakteri __________________