Anda di halaman 1dari 187

Buku Panduan CSL 2

Edisi Ke 6 Februari 2017

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory 2


Semester 2 T.A 2016/2017

Fakultas Kedokteran Univeritas Lampung


Jln. Prof. Soemantri Bojonegoro No. 1
Bandar Lampung-Indonesia
Telp. (0721) 7691197

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 1


Buku Panduan CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung


Edisi ke-6: Maret 2017

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory 2


Semester 2 T.A 2016/2017
Edisi Ke 6
166 hlm ; 21 x 29,7 cm
ISBN : -

Diterbitkan oleh :
Lab CSL/ Medical Education Unit (MEU)
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Dicetak di Bandar Lampung
Februari 2017
Desain muka oleh : -

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2


Buku Panduan CSL 2

TIM PENYUSUN

.:: EDITOR ::.


dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked, M.Kes
dr. Rizka Aries P., S.Ked, M.MedEd
dr. Arif Yudho Prabowo, S.Ked

.:: KONTRIBUTOR LOKAKARYA ::.


(Februari 2017)

dr. Rani Himayani, Sp.M


dr. Khairun Nisa B, M.Kes, AIFO
dr. Oktafany, M.Pd.Ked
dr. Susianti, M.Sc
dr. Ety Apriliana, M.Biomed
dr. Rizki Hanriko, Sp.PA
dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc
dr. Merry Indah Sari, M.Med.Ed
dr. Diana Mayasari, M.KK
dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 3


Buku Panduan CSL 2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
serta kemudahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku panduan
Keterampilan Klinik Semeter 2 ini. Buku ini disusun sebagai panduan bagi
mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran Keterampilan Klinik pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
(FK Unila) semester 2 tahun ajaran 2016-2017.
Pada semester 2 ini, mahasiswa diperkenalkan dengan keterampilan yang
sesuai dengan tahunnya mencakup keterampilan komunikasi mengenai kerangka
anamnesis dan pendalaman anamnesis serta pengenalan rekam medik, surat
rujukan, dan form pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik diberikan materi
pemeriksaan fisik dasar thorax, abdomen, kepala leher, saraf kranial, sistem
sensoris dan motorik, range of movement, refleks fisiologis dan reflek patologis, dan
sirkulasi perifer. Pada keterampilan prosedural adalah aseptik prosedural dan
hecting dasar. Buku panduan ini disusun dengan mengacu pada kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang dokter yang tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) tahun 2012.
Pada buku edisi 6 ini, terdapat beberapa revisi minor pada beberapa aspek
keterampialn. Keterampilan pemeriksaan sensois tidak dilakukan lagi di semester ini.
Selain itu ditambahkan kembali keterampilan pemakaian baju operasi (gowning)
pada judul keterampilan prosedur aseptik. Seelebihnya adalah terdapat beberapa
revisi teknis pada keterampilan laboratorium dari para kontributor lab.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
konributor yang telah memberikan masukan demi memperkaya materi buku ini,
pengelola KBK FK Unila, maupun pihak-pihak lain yang turut membantu hingga
selesainya buku ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyusunan buku ini
berikutnya kritik dan saran sangat kami harapkan.

Bandar Lampung, Februari 2017

PJ CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 4


Buku Panduan CSL 2

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................... 1


Tim Penyusun .................................................................................................................... 3
Kata Pengantar .................................................................................................................. 4
Daftar Isi............................................................................................................................... 5
Regulasi & Kontrak Mengikuti CSL 2 ............................................................................. 6
Tata Tertib .......................................................................................................................... 7
Daftar Keterampilan ........................................................................................................ 10
Level Kompetensi ............................................................................................................ 11
CS 1. Kerangka anamnesis ........................................................................................... 12
CS 2. Pengenalan rekam medik, surat rujukan, dan form pemeriksaan penunjang 21
CS 3. Pemeriksaan fisik kepala leher........................................................................... 31
CS 4. Pemeriksaan fisik thorak...................................................................................... 41
CS 5. Pemeriksaan fisik abdomen................................................................................ 55
CS 6. Pemeriksaan saraf kranial................................................................................... 61
CS 7. Pemeriksaan Muskuloskeletal dan Range of Motion (ROM)........................ 81
CS 8. Pemeriksaan refleks fisiologis dan reflek patologis......................................... 93
CS 9. Pemeriksaan motoris dan kekuatan otot......................................................... 102
CS 10. Pemeriksaan sirkulasi perifer.......................................................................... 109
CS 11. Prosedur aseptik .............................................................................................. 119
CS 12. Pengenalan alat bedah minor dan hecting dasar........................................ 128
CS 13. Urinalisis............................................................................................................. 149
CS 14. Pewarnaan Gram.............................................................................................. 159

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 5


Buku Panduan CSL 2

REGULASI & KONTRAK MENGIKUTI CSL 2

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan akan mengikuti regulasi
CSL berupa:

1. Kegiatan CSL setiap topik terbagi atas 2 sesi. Buku Panduan CSL akan
diupload di website;
2. Pada kegiatan CSL terdapat 2 buku, yakni Buku Panduan CSL dan Buku
Kegiatan CSL yang wajib dibawa setiap sesi;
3. Keikutsertaan 100% dan hadir tepat waktu;
4. Pada Sesi 1 akan dilakukan Pre test secara serentak dan dikumpulkan pada
instruktur yang bertugas;
5. Jika terlambat ≤15 menit dapat mengikuti CSL dengan pre test susulan;
6. Jika terlambat >30 menit tidak diperkenankan mengikuti CSL;
7. Pada sesi 1 akan langsung diumumkan mahasiswa/i yang mendapat nilai pre
test <70;
8. Pada sesi 1 mahasiswa, mahasiswa yang mendapat nilai pre test <70, diberi
kesempatan untuk belajar di luar ruangan selama 15 menit kemudian
melakukan pre test ulang.
9. Pada Sesi 2 mahasiswa melakukan keterampilan klinik dengan dinilai oleh
rekannya dibawah pengawasan instruktur. Mahasiswa dengan nilai pretest
<70 diprioritaskan untuk melakukan CSL;
10. Penilaian dilakukan pada buku kegiatan mahasiswa dan ditanda tangani oleh
instruktur saat pelaksanaan skills lab berlangsung sebagai bukti otentik
latihan serta tidak boleh disobek;
11. Pada halaman terakhir Buku Kegiatan CSL terdapat Bukti Penilaian Formatif
CSL yang harus diparaf setiap selesai latihan oleh instruktur yang bertugas;
12. Pada akhir blok, mahasiswa wajib mengumpulkan buku kegiatan agar
rekapitulasi bukti penilaian tersebut dapat diperiksa dan diberikan
rekomendasi layak/tidaknya mengikuti OSCE oleh PJ CSL blok yang
bersangkutan;
13. Lembar rekomendasi diberikan kepada bagian administrasi seminggu
sebelum ujian OSCE dilaksanakan agar dapat mengikuti OSCE;
14. Mahasiswa/i yang tidak menghadiri CSL maka harus mendapatkan
rekomendasi dari Dekan Fakultas Kedokteran Unila untuk mengikuti CSL
susulan dengan menanggung biaya pelaksanaan CSL tersebut (seperti biaya
BHP dan pemeliharaan alat);
15. Wajib mentaati Tata Tertib dan semua aturan yang berlaku di FK Unila;
16. Hal-hal yang belum diatur dalam regulasi ini akan ditetapkan kemudian.

Bandar Lampung, .… Februari 2017

(……………………………..)
NPM.
Catt : Halaman ini harap diprint, ditandatangani dan dikumpul ke PJ CSL

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 6


Buku Panduan CSL 2

TATA TERTIB :

A. Tata tertib umum


1. Mahasiswa diwajibkan mengikuti semua kegiatan blok CSL 2, yaitu :
 Latihan keterampilan klinik/CSL, 2 kali seminggu (Selasa pukul 13.00 –
14.40 WIB dan Jumat pukul 13.00 – 14.40 WIB kecuali jika ada libur
dan ujian nasional akan disesuaikan).
 Pretest, yang akan diberikan sebelum latihan CSL di pertemuan
pertama.
 Tugas, ditentukan oleh instruktur dan PJ CSL.
 Briefing OSCE dan remediasi.
2. Berpakaian rapi
 Tidak diperbolehkan memakai kaus oblong, celana blue jeans,
sandal/sepatu sandal khusus mahasiswi tidak diperbolehkan berbaju
ketat, transparan dan tanpa lengan atau terlihat ketiak serta harus
memakai rok minimal 20 cm di bawah lutut.
 Rambut harus rapi, tidak diperbolehkan berambut gondrong untuk laki-
laki.
 Kuku harus pendek, bersih, dan tidak menggunakan cat kuku.
3. Sopan santun dan etika
 Jujur dan bertanggung jawab;
 Disiplin;
 Tidak merokok di lingkungan kampus;
 Tidak diperbolehkan membawa senjata tajam, NAPZA, alat-alat yang
tidak sesuai dengan tupoksi sebagai mahasiswa;
 Tidak diperbolehkan membuat kegaduhan;
 Tidak diperbolehkan memalsukan tanda tangan PA atau para dosen;
 Tidak diperbolehkan memalsukan dokumen;
 Tidak diperkenankan melakukan kecurangan dalam bentuk apapun
pada saat CSL dan OSCE.
4. Mentaati peraturan akademik FK Universitas Lampung dan peraturan
akademik Universitas Lampung.

B. Tata tertib Khusus


1. Kehadiran harus 100%;
2. Wajib hadir tepat waktu;
 Jika terlambat ≤15 menit dan pretest masih berlangsung, mahasiswa
dapat mengikuti pretest tanpa ada tambahan waktu dan dapat
mengikuti latihan CSL;
 Jika terlambat ≤15 menit pada pertemuan 2, mahasiswa dapat
mengikuti CSL dengan persetujuan instruktur yang bertugas pada CSL
tersebut;
 Jika terlambat 15-30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal pada
pertemuan 1, dianggap tidak lulus pretest dan wajib melapor pada PJ
CSL, dan diperbolehkan mengikuti CSL;
 Jika terlambat >30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal, tidak

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 7


Buku Panduan CSL 2

diperkenankan mengikuti CSL pada hari tersebut dan tidak


diperkenankan mengikuti CSL pada pertemuan kedua
 Jika terlambat >15 menit pada pertemuan kedua dimulai sesuai jadwal
maka tidak diperkenankan mengikuti CSL pada hari itu.
3. Pada pertemuan 1 akan dilakukan pretest secara serentak.
4. Bila mahasiswa melakukan kecurangan pada saat pretest, maka langsung
dinyatakan tidak lulus pretest dan diperbolehkan mengikuti CSL pada hari itu.
5. Sanksi bagi mahasiswa yang melakukan kecurangan pada saat pretest
ditentukan oleh PJ CSL.
6. Hasil Pretest akan dievaluasi langsung oleh instruktur dan instruktur akan
memberikan feedback sesuai hasil pretest masing-masing mahasiswa.
7. Pada sesi 1 mahasiswa, mahasiswa yang mendapat nilai pre test <70, diberi
kesempatan untuk belajar di luar ruangan selama 15 menit kemudian
melakukan pre test ulang. Apabila 3 kali mahasiswa gagal mengikuti pretest
selama sesi 1 maka dianggap tidak mengikuti CSL dan tidak diperkenankan
mengkuti OSCE.
8. Mahasiswa yang mendapat nilai <70 akan mendapat giliran pertama untuk
mempraktikkan keterampilan tersebut dengan mendapat perhatian lebih dari
instruktur.
9. Mahasiswa wajib membawa buku panduan CSL (soft copy/print out hasil
download dari laman web http://fk.unila.ac.id/materi/) dan buku kegiatan CSL
di setiap pertemuan/ sesi
10. Mengikuti pre test dan latihan CSL.
11. Pada pertemuan ke-2:
 Instruktur akan memberi umpan balik terkait performance mahasiswa,
kemudian mahasiswa harus menuliskan umpan balik tersebut pada
kolom umpan balik di buku kegiatan CSL mahasiswa.
 Instruktur menandatangani buku kegiatan setelah mengoreksi kolom
isian umpan balik sudah sesuai dengan masukan yang diberikan.
 Bila waktu tidak cukup, instruktur dapat meminta bantuan mahasiswa
untuk menilai performance temannya (peer-assesment) dengan tetap
memperhatikan umpan balik yang diberikan.
12. Nilai minimal latihan CSL per keterampilan adalah 70, bila salah satu nilai
latihan keterampilan kurang dari 70 maka tidak diperkenankan mengikuti
OSCE.
13. Bila tidak mengikuti briefing OSCE maka tidak diperkenankan mengikuti
REMED OSCE.

C. Penilaian
1. Penilaian formatif
a. Kehadiran 100%, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh institusi
b. Nilai pelaksanaan CSL minimal 70 per keterampilan
c. Nilai sikap profesional (profesional behaviour).
 Nilai sikap profesional diperoleh dari penilaian sikap mahasiswa
selama blok/CSL berlangsung pada seluruh proses kegiatan
pembelajaran. Penilaian dilakukan oleh semua tenaga pendidik
dan kependidikan yag ada di FK Unila (360° assessment) yang
dilaporkan melalui Tim Etik/ PJ CSL yang bersangkutan. Di
bagian akhir periode pembelajaran akan dilberikan penilaian

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 8


Buku Panduan CSL 2

terhadap masing-masing mahasiswa berupa layak tidaknya


mengikuti ujian OSCE atau sufficient atau insuffisient.
 Poin penilaian meliputi kedisiplinan, kejujuran, sopan santun,
penilaian, sikap sesama teman (Altruism) serta hal-hal lain
menyangkut tata tertib, etika dan tata pergaulan di FK Unila.
d. Telah mengikuti semua kegiatan pembelajaran CSL dan mengerjakan
semua tugas yang diberikan
e. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti OSCE
f. Ujian OSCE akan diadakan setiap akhir semester

2. Penilaian Sumatif
Penilaian Sumatif diambilkan dari Ujian Objective Structured Clinical
Examination (OSCE) yang diselenggaraka di akhir semester. Bobot penilaian
sumatif 100% diambilkan dari nilai OSCE. Syarat lulus minimal B (Skor ≥66).
Persentase penilaian akhir blok terdiri dari :
OSCE 100%
Total 100%

3. Nilai Akhir Blok


Huruf Keteranga
Bobot Skor Nilai
Mutu n
A 4 > 76 LULUS
B+ 3,5 71- <76 LULUS
B 3 66 - <71 LULUS
Belum
C+ 2,5 61 - <66
Lulus (TL)
Belum
C 2 56 - <61
Lulus (TL)
Belum
D 1 50 -<56
Lulus (TL)
TIDAK
E 0 <50
LULUS

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 9


Buku Panduan CSL 2

DAFTAR KETERAMPILAN KLINIK SEMESTER 2

Jenis Keterampilan CSL


No. Judul CSL Komunik Pemeriksa Prosedu Laboratori Penugasan
asi an Fisik ral um
Kerangka
1. √ - - -
anamnesis
Pengenalan
Mencari 1
rekam medik,
Kasus
surat rujukan,
2. √ - - - Klinis/Maha
dan form
siswa di
pemeriksaan
Jurnal FK
penunjang
Pemeriksaan
3. fisik kepala - √ - -
leher
Pemeriksaan
4. - √ - -
fisik thorax
Pemeriksaan
5. - √ - -
fisik abdomen
Pemeriksaan
6. - √ - -
saraf kranial
Pemeriksaan
7. - √ - -
ROM
Pemeriksaan
reflek fisiologis
8. - √ - -
dan reflek
patologis
Pemeriksaan
9. Motoris dan - √ - -
kekuatan otot
Pemeriksaan
10. - √ - -
sirkulasi perifer
Prosedur
11. - - √ -
aseptik
Pengenalan
alat bedah
12. - - √ -
minor dan
hecting dasar
13. Urinalisis - - - √
Pewarnaan
14. - - - √
Gram

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 10


Buku Panduan CSL 2

LEVEL OF COMPETENCE

Physical Examination Level of Expected


Ability
Kerangka anamnesis -1- -2- -3- -4-
Pengenalan rekam medik, surat rujukan, -1- -2- -3- -4-
form pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik kepala leher -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan fisik thorax -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan fisik abdomen -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan saraf kranial -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan ROM -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan reflek fisiologis dan -1- -2- -3- -4-
patologis
Pemeriksaan sistem sensoris dan motoris -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan sirkulasi perifer -1- -2- -3- -4-
Prosedural aseptik -1- -2- -3- -4-
Pengenalan alat bedah minor dan hecting -1- -2- -3- -4-
dasar
Urinalisis -1- -2- -3- -4-
Pewarnaan Gram -1- -2- -3- -4-

Keterangan:
Level Kompetensi 1 : Mengetahui dan menjelaskan
Level Kompetensi 2 : Pernah melihat / didemonstrasikan
Level Kompetensi 3 : Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi
Level Kompetensi 4 : Mampu melakukan secara mandiri

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 11


Buku Panduan CSL 2

KERANGKA ANAMNESIS

A. TEMA

Keterampilan Anamnesis

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dengan benar

2. Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai keluhan utama yang
membawa pasien datang ke dokter
2. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit
sekarang
3. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit
dahulu
4. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit
keluarga
5. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat personal atau
riwayat sosial

C. ALAT DAN BAHAN

Meja dan kursi periksa

D. SKENARIO

Seorang pria datang dengan keluhan demam. Anda sebagai seorang dokter yang
ingin mengetahui riwayat penyakit pasien melakukan wawancara yang terstruktur
dengan tujuan untuk mengeksplorasi keluhan dan gejala yang dialami oleh pasien.
Bagaimanakah cara menggali informasi mengenai penyakit pasien sehingga
dapat ditegakkan diagnosis yang tepat?

E. DASAR TEORI

1. PENDAHULUAN
Dewasa ini, tantangan sebagi tenaga kesehatan semakin mempengaruhi
kinerja tenaga kesehatan tersebut dalam menangani pasien. Khususnya
seorang dokter, sangat diperlukan adanya kesiapan untuk berani melakukan
tatap muka dan aktif dalam membangun keakraban dengan pasiennya. Pada
umumnya kontak pertama antara seorang dokter pasien dimulai dari
anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan
kerjasama dalam memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 12


Buku Panduan CSL 2

Dalam menegakkan suatu diagnosis anamnesis mempunyai peranan yang


sangat penting bahkan terkadang merupakan satu-satunya petunjuk untuk
menegakkan diagosis. Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang
dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya
secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi
pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang
permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila
anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan
sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari
anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis.
Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat
ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari
anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik antara seorang
dokter dengan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru pertama
kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman dan
takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang lah untuk mencairkan
hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau
jembatan untuk membangun hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat
mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap
pemeriksaan selanjutnya.

2. ISI
Definisi Anamnesis
Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat
kembali. Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh
seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan
pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong
pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara
yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Jenis pertanyaan yang akan diajukan
kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan bergantung pada
beberapa faktor.

Tujuan Anamnesis
1. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami
atau dirasakan oleh pasien.
2. Membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya.

Jenis-jenis Anamnesis
1. Auto anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat langsung dari keluhan
pasien. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan
menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena
pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang
sesungguhnya dia rasakan.
2. Allo anamnesis atau hetero anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat
dari orang tua atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang riwayat
pasien, dilakukan ketika pasien tidak dapat berkomunikasi langsung dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 13


Buku Panduan CSL 2

dokter. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan


bersama-sama auto dan allo anamnesis.

Persiapan Anamnesis
Hal yang harus dikuasai dalam anamnesis antara lain :
1. Keterampilan proses: meliputi bagaimana cara berkomunikasi dengan
pasien, menggali dan mendapatkan riwayat pasien, menggali dan
mendapatkan riwayat pasien, kemampuan verbal dan non-verbal yang
digunakan, bagaimana menciptakan suatu hubungan dengan pasien, serta
bagaimana cara berkomunikasi secara terstruktur dan terorganisasi.
2. Keterampikan isi: yaitu keterampilan mengenai isi pokok dari pertanyaan
dan respon yang diberikan kepada pasien.
3. Keterampilan perseptual: yakni apa yang dipikirkan dan rasakan
mempengaruhi pembuatan keputusan internal.

Selain itu dokter juga perlu terampil dalam mengajukan pertanyaan yang
bersifat terbuka ataupun tertutup dan terampil dalam mendengarkan baik
secara aktif, empatik, dan reflektif. Wawancara yang dilakukan selama
anamnesis harus berdasarkan five basic task of doctor patient interview,
sebagai berikut :
1. Initiating the session
a. Menetapkan hubungan awal
b. Mengidentifikasi keluhan
2. Gathering information
a. Mengeksplorasi masalah
b. Memahami pandangan pasien
c. Membuat struktur pada konsultasi pasien
3. Building relationship
a. Mengembangkan hubungan
b. Menyertai pasien
4. Explanation and planning
a. Mengoreksi jumlah dan jenis
b. Membantu pemahaman dan mengakuratkan daya ingat
5. Clossing the session
Menutup wawancara

Adapun hal yang harus diperhatikan oleh seorang dokter sebelum memulai
wawancara, antara lain :
1. Tempat dan suasana. Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan
harus diusahakan cukup nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan
lancar kalau tempat dan suasana mendukung. Suasana diciptakan agar
pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa diinterogasi.
2. Penampilan dokter. Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan
karena ini akan meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang
tampak rapi dan bersih akan lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan
kotor. Demikian juga seorang dokter yang tampak ramah, santai akan lebih
mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan
tegang.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 14


Buku Panduan CSL 2

3. Periksa kartu dan data pasien. Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya


periksa terlebih dahulu kartu atau data pasien dan cocokkan dengan
keberadaan pasiennya. Tidak tertutup kemungkinan kadang-kadang terjadi
kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu data, misalkan
pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2
pasien dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-
data pemeriksaan, diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data
kesehatan sebelumnya seringkali berguna untuk anamnesis dan
pemeriksaan saat ini.
4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya. Pada saat
anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat
dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita
dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus
memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila
diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau
informasi lebih detail dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa
cerita pasien sehingga melantur kemana mana
5. Gunakan bahasa atau istilah yang dapat dimengerti. Selama tanya jawab
berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat dimengerti
pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada padanannya dalam bahasa
Indonesia atau sulit dimengerti, berikan penjelasan atau deskripsi dari istilah
tersebut.
6. Buat catatan. Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan
kecil saat seorang dokter melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang
mempunyai riwayat penyakit yang panjang.
7. Perhatikan pasiennya. Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi,
sikap, cara bicara dan gerak-gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan
sadar sepenuhnya atau apatis, apakah dalam posisi bebas atau posisi letak
paksa, apakah tampak santai atau menahan sakit, apakah tampak sesak,
apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-putus,
apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
8. Gunakan metode yang sistematis. Anamnesis yag baik haruslah dilakukan
dengan sistematis menurut kerangka anamnesis yang baku. Anamnesis
yang sistematis bertujuan untuk melihat keterlibatan setiap sistem dalam
penyakit yang sekarang diderita dan kemungkinan adanya masalah lain
selain masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Dengan cara ini diharapkan
tidak ada data anamnesis yang tertinggal.

Cara Melakukan Anamnesis


Dalam menganamnesis pasien, ada baiknya jika seorang mengetahui data-
data umum mengenai pasien terlebih dahulu, seperti :
1. Nama pasien: sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2. Jenis kelamin: sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
3. Umur: terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang
digunakan untuk menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk
memperkirakan kemungkinan penyakit yang diderita, beberapa penyakit
khas untuk umur tertentu.
4. Alamat: apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan
bukan hanya alamat sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 15


Buku Panduan CSL 2

merasa sakit untuk pertama kalinya. Data ini kadang diperlukan untuk
mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data
epidemiologi penyakit.
5. Pekerjaan: bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara
penyakit pasien dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya
pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
6. Perkawinan: kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi
pasien.
7. Agama: keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak
boleh (pantangan) seorang pasien menurut agamanya.
8. Suku bangsa: berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan ras atau suku bangsa tertetu.

Setelah melakukan pemeriksaan data-data tersebut, maka langkah selanjutnya


adalah:
1. Menanyakan keluhan utama pasien
Keluhan utama adalah yang menyebabkan penderita datang berobat.
Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai
penyakit yang diderita pasien
2. Menanyakan riwayat penyakit sekarang
Merupakan tujuh macam pertanyaan yang bersifat pribadi dari diri pasien
tersebut, diantaranya:
 Onset: dari sejak kapan sakit atau keluhan tersebut dirasakan.
 Lokasi: di mana rasa sakit atau keluhan tersebut dirasakan (di bagian
tubuh yang mana)
 Kronologis: bagaimana cerita tentang sakit atau keluhan tersebut hingga
bisa sampai seperti ini.
 Kualitas: rasa sakit dari keluhan pasien seperti apa (sakit sekali, sakit bila
disentuh, dan lain-lain).
 Kuantitas: apakah penyakitnya sering kumat, atau seberapa sering
penyakit tersebut menyerang pasien.
 Gejala penyerta atau keluhan penyerta: keluhan-keluhan lain.
 Faktor modifikasi: faktor yang memperberat atau memperingan penyakit
dari pasien. Faktor modifikasi juga terkadang dibagi menjadi faktor risiko
dan faktor prognostik. Faktor risiko adalah faktor-faktor yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit, sedangkan faktor
prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor
prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.
3. Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu (Past health history) : keluhan
seputar apakah dulu pernah mengalami sakit yang sama seperti saat ini,
apakah ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu pernah dioperasi, atau
pun jenis obat apa saja yang pernah dikonsumsi pasien sebelumnya.
4. Menanyakan Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: apakah ada keluarga atau
kerabat dekat yang pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit
keturunan yang lain.
5. Menanyakan Riwayat Personal atau riwayat sosial: pertanyaan mengenai
tempat bekerja, pola makan setiap hari, aktivitas olahraga, perokok atau

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 16


Buku Panduan CSL 2

tidak, dan pernah meminum minuman dengan kadar akohol tinggi atau tidak,
serta keadaan lingkungan rumah.

Reanamnesis
Reanamnesis berarti anamnesis ulang atau pengambilan data anamnesis
tambahan setelah dokter melakukan pemeriksaan fisik atau setelah dokter
merawat pasien. Reanamnesis kadang kala diperlukan untuk mengkonfirmasi
data yang dianggap kurang konsisten atau kurang lengkap.

Ringkasan Anamnesis
Ringkasan anamnesis dibuat berdasarkan analisis data anamnesis. Dokter
mengelompokkan data yang diperoleh yang mengarah pada sindrom atau
kriteria diagnostik yang berhubungan dengan diagnosis tertentu. Ringkasan
anamnesis menggunakan bahasa dokter, tidak lagi menggunakan bahasa
pasien.

Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari
anamnesis yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis
yang dapat berupa diagnosis tunggal atau diagnosis banding dari beberapa
penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan sesuai dengan keluhan
utama pasien. Bila menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan yang
tidak dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar
masalah atau keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk
memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang akan
dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat suatu diagosis kerja yang
lebih terarah.

Panduan untuk Keluarga


Kelengkapan dan kebenaran data yang diberikan keluarga sangat berarti bagi
dokter untuk menentukan diagnosis penyakit. Keluarga tidak perlu merasa
segan atau malu dalam memberikan informasi. Kesalahan data akan
mempengaruhi diagnosis dan tindakan dokter. Dalam langkah anamnesis,
dokter akan bertindak seperti seorang detektif yang menyelidiki suatu kasus,
jadi keluarga tidak perlu merasa bosan apabila untuk kepentingan tertentu
dokter menanyakan hal yang sama secara berulang. Sebaliknya kadangkala
keluarga terpancing untuk memberikan informasi yang tidak diperlukan oleh
dokter, mungkin karena pasien atau keluarga dapat merasakan kehangatan
komunikasi yang diciptakan oleh dokter.

Tantangan dalam Anamnesis


Adapun beberapa tantangan dalam menganamnesis pasien, yaitu sebagai
berikut :
1. Pasien yang tertutup. Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu
dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini
dapat disebabkan pasien merasa cemas atau tertekan, tidak leluasa
menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang demikian karena
gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan situasinya
kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 17


Buku Panduan CSL 2

mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi


kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun kecuali pasien dan dokternya.
Bila pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat dilanjutkan pada
hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
2. Pasien yang terlalu banyak keluhan. Sebaliknya tidak jarang seorang pasien
datang ke dokter dengan begitu banyak keluhan dari ujung kepala sampai
ujung kaki. Tugas seorang dokter untuk memilah-milah keluhan mana yang
merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya keluh kesah.
Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang
merupakan keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan
keluhan mengada-ada. Apabila benar-benar pasien mempuyai banyak
keluhan harus dipertimbangkan apakah semua keluhan itu merujuk pada
satu penyakit atau kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit
yang sekaligus dideritanya.
3. Hambatan bahasa dan atau intelektual. Seorang dokter mungkin saja
ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang mayoritas penduduknya
menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai. Keadaan semacam
ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis. Seorang dokter harus
segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar anamnesis,
dan bila perlu dapat meminta bantuan atau petugas kesehatan lainnya
untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis.
Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena
intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau
penjelasan dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu melakukan
anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat
sederhana agar dapat dimengerti pasiennya.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa. Diperlukan satu tehnik
anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan dengan penderita
gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat kacau,
setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru di dalam
jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk
menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan
kendali dalam melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan. Tidak jarang dijumpai
pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam keadaan marah dan
cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan semua
dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan keluarga atau orang lain
atas masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada
pasien-pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit
yang dideritanya. Sebagai seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing
dengan menyalahkan sejawat dokter lain karena hal tersebut sangat tidak
etis. Seorang dokter juga tidak boleh terpancing dengan gaya dan
pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk
melakukan anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.

3. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan :

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 18


Buku Panduan CSL 2

1. Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter


dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau
keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien.
Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang
khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
2. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menanyakan beberapa hal
yaitu :
1. Identifikasi pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Onset
 Lokasi
 Kronologis
 Kualitas
 Kuantitas
 Gejala penyerta atau keluhan penyerta
 Faktor modifikasi
4. Riwayat Penyakit Dahulu (Past health history)
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
6. Riwayat Personal atau riwayat sosial
7. Ringkasan anamnesis dan kesimpulan anamnesis

F. PROSEDUR

1. Item Interaksi dokter-pasien


 Senyum, salam, sapa & membina sambung rasa;
 Menjelaskan prosedur dan melakukan informed consent sebelum melakukan
pemeriksaan.
2. Menanyakan dan menuliskan data-data umum mengenai pasien
Menanyakan dan menuliskan: Nama pasien, jenis kelamin, umur, alamat,
pekerjaan, perkawinan, agama, suku bangsa.
3. Menanyakan dan menuliskan keluhan utama
Menanyakan keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat/ke dokter
dan menuliskannya di lembar rekam medis.
4. Menanyakan dan menuliskan riwayat penyakit sekarang
Menanyakan bagaimana onset, lokasi, kronologis, kualitas, kuantitas, gejala
penyerta, dan faktor modifikasi dan menuliskannya di rekam medis.
5. Menanyakan dan menuliskan riwayat penyakit dahulu
Menanyakan keluhan seputar apakah dulu pernah mengalami sakit yang sama
seperti saat ini, apakah ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu pernah
dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah dikonsumsi pasien
sebelumnya serta adakah riwayat alergi terhadap obat obatan tertentu.
6. Menanyakan dan menuliskan riwayat penyakit dalam keluarga
Menanyakan apakah ada keluarga, kerabat dekat yang pernah mengalami
gangguan atau keluhan yang sama serta penyakit keturunan yang lain.
7. Menanyakan dan menuliskan riwayat personal dan kehidupan sosial

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 19


Buku Panduan CSL 2

Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola makan setiap hari,


aktivitas olahraga, perokok atau tidak, dan pernah meminum minuman dengan
kadar akohol tinggi atau tidak, serta keadaan lingkungan rumah.
8. Membuat ringkasan anamnesis dan kesimpulan anamnesis
Mengelompokkan data yang diperoleh yang mengarah pada sindrom atau
kriteria diagnostik yang berhubungan dengan diagnosis tertentu, dan membuat
kesimpulan dari anamnesis yang berupa perkiraan diagnosis yang dapat
berupa diagnosis tunggal dan diagnosis banding dari beberapa penyakit.
Mengakhiri pemeriksaan dengan baik dan menjelaskan hasil pemeriksaan
kepada pasien.
9. Item Professionalisme
 Percaya diri, minimal error
 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Elsevier. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination.


5e – www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,
3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6,
EGC, Jakarta.
4. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill ,
Chapter 5: 155-208
5. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part
14,2067 – 2231

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 20


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETRAMPILAN ANAMNESIS

Feedback
No Item Penilaian
INTERPERSONAL
1 Senyum, salam, sapa & membina sambung rasa
2 Menjelaskan prosedur dan melakukan Informed
consent sebelum melakukan pemeriksaan
CONTENT
3 Menanyakan data-data umum mengenai pasien
Menanyakan: Nama pasien, Jenis kelamin, Umur,
Alamat, Pekerjaan, Perkawinan, Agama, Suku
bangsa
4 Menanyakan keluhan utama
Menanyakan keluhan hal menyebabkan penderita
datang berobat
5 Menanyakan riwayat penyakit sekarang
Menanyakan bagaimana onset, lokasi, kronologis,
kualitas, kuantitas, gejala penyerta, dan faktor
modifikasi
6 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
Menanyakan keluhan seputar apakah dulu pernah
mengalami sakit yang sama seperti saat ini, apakah
ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu pernah
dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah
dikonsumsi pasien sebelumnya.
7 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
Menanyakan apakah ada keluarga atau kerabat
dekat yang pernah mengalami gangguan yang sama
atau penyakit keturunan yang lain.
8 Menanyakan riwayat personal dan kehidupan
sosial
Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja,
pola makan setiap hari, aktivitas olahraga, perokok
atau tidak, dan pernah meminum minuman dengan
kadar akohol tinggi atau tidak.
9 Membuat ringkasan anamnesis dan kesimpulan
anamnesis
Mengelompokkan data yang diperoleh yang
mengarah pada sindrom atau kriteria diagnostik yang
berhubungan dengan diagnosis tertentu, dan
membuat kesimpulan dari anamnesis yang berupa
perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis
tunggal atau diagnosis banding dari beberapa
penyakit.
10 Mengakhiri pemeriksaan dengan baik dan
menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 21


Buku Panduan CSL 2

PROFESIONALISME
11 Percaya diri, minimal error
12 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
13 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika
pemeriksaan kepada pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 22


Buku Panduan CSL 2

REKAM MEDIS, SURAT RUJUKAN,


DAN FORM PERMINTAAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. TEMA

Keterampilan komunikasi pembuatan dan pengisian rekam medis

B. TUJUAN

1. Mampu melakukan pengisian rekam medis, form rujukan, dan form permintaan
pemeriksaan penunjang dengan benar
2. Mampu menjelaskan manfaat pengisian rekam medis, surat rujukan, dan form
permintaan pemeriksaan penunjang
3. Mampu menjelaskan jenis jenis rekam medis

C. ALAT DAN BAHAN

1. Lembar rekam medis


2. Lembar rujukan
3. Lembar form pemeriksaan penunjang
4. Alat Tulis
5. Meja, kursi dan bed pemeriksaan

D. SKENARIO

Anda seorang dokter yang baru saja membuka praktek umum di daerah tempat
tinggal anda. Pada hari itu datang pasien yaitu seorang anak laki-laki usia 5 tahun
yang diantar ibunya karena mencret sejak 1 hari. Setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pengobatan yang sesuai, anda hendak membuat sebuah
catatan rekam medis yang baik agar mudah dalam melakukan tindak lanjut
dikemudian hari.

E. DASAR TEORI

1. Pengertian
Rekam medis adalah suatu berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien.

Formulir permintaan penunjang memuat informasi permintaan pemeriksaan


penunjang yang mencangkup informasi pasien, jenis spesimen, asal spesimen,
ataupun jenis pemeriksaan penunjang lainnya (misal radiologi, dll.), tanggal
pengambilan. Formulis permintaan penunjang merupakan formulir yang
dibutuhkan untuk pengajuan pemeriksaan penunjang terhadap pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 23


Buku Panduan CSL 2

Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan
kepada dokter maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai
advice (petunjuk pengobatan) maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada
tenaga medis yang lebih berkompeten dalam bidangnya. Setelah surat rujukan
diberikan oleh dokter melalui pasien kepada dokter yang lebih berkompeten,
biasanya akan ada surat rujukan balasan yang berikan oleh dokter/dokter gigi
terujuk kepada dokter perujuk melalui pasien yang menyatakan bahwa telah
dilakukan pengobatan/perawatan, atau jawaban advice dari dokter/dokter gigi
perujuk.

2. Manfaat rekam medis


Manfaat rekam medis adalah:
1. Sebagai dasar pemeliharaan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hokum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistic kesehatan

Rekam medis dari rumah sakit harus memuat informasi yang cukup untuk
menetapkan diagnosis, terapi dan hasil terapi secara akurat. Rekam medis
setiap rumah sakit sangat bervariasi tetapi pada umumnya terdiri dari bagian
informasi umum dan informasi klinis.

3. Isi rekam medis


Rekam medis pasien rawat jalan
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
9. Persetujuan tindakan medis bila diperlukan

Rekam medis pasien rawat inap


1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
9. Persetujuan tindakan medis bila diperlukan
10. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
11. Ringkasan pulang
12. Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang
melakukan pelayanan kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 24


Buku Panduan CSL 2

13. Pelayanan kesehatan lain yang dilakukan tenaga kesehatan tertentu

Rekam medis pasien gawat darurat


1. Identitas pasien
2. Kondisi saat tiba di sarana pelayanan kesehatan
3. Identitas pengantar pasien
4. Tanggal dan waktu
5. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
6. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
7. Diagnosis
8. Pengobatan dan atau tindakan
9. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan UGD dan rencana tindak
lanjut
10. Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang
melakukan pelayanan kesehatan
11. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang dipindahkan ke
sarana kesehatan lain
12. Pelayanan lain yang telah diberikan

Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima


pelayanan kesehatan dan setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama,
waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

4. Surat Rujukan
Surat rujukan umumnya terdiri dari surat rujukan dan surat balasan rujukan.

5. Surat rujukan berisi:


1. Tanggal rujukan dibuat
2. Nomor surat
3. Nama/Spesialisasi Dokter rujukan
4. Lokasi/alamat dokter rujukan
5. Kalimat permintaan/permohonan rujukan
6. Nama, umur, jenis kelamin, serta alamat pasien yang dirujuk
7. Hasil anamnesis pasien
8. Hasil pemeriksaan fisik pasien
9. Hasil pemeriksaan penunjang (bila ada)
10. Diagnosis sementara
11. Terapi/obat yang telah diberikan
12. Nama dokter pengirim/perujuk
13. Tanda tangan dokter pengirim/perujuk

Surat balasan rujukan berisi:


1. Tanggal balasan rujukan dibuat
2. Nama, umur, jenis kelamin, serta alamat pasien
3. Keterangan: keterangan umumnya berisi jawaban dokter konsulen. Dapat
berupa konsul selesai; Perlu kontrol kembali; Perlu konsul ke ahli lain; perlu
tindakan medis lain; maupun perlu dirawat dengan indikasi.
4. Hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh dokter konsulen
5. Diagnosis

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 25


Buku Panduan CSL 2

6. Terapi yang telah diberikan oleh dokter konsulen


7. Anjuran
8. Tanda tangan dokter konsulen

6. Form Permintaan Pemeriksaan Penunjang


Formulir permintaan pemeriksaan penunjang biasanya sudah tersedia daftar
pemeriksaan yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan terkait. Bila
permintaan tidak terdapat dalam daftar pemeriksaan, maka permintaan
pemeriksaan dapat diisi pada kolom pemeriksaan lain-lain.
Form permintaan pemeriksaan penunjang umumnya dibagi menjadi permintaan
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan/radiologi. Pemeriksaan
penunjang laboratorium maupun radiologis terkadang membutuhkan
perlakukan khusus terhadap pasien sebelum pasien dapat diambil
spesimennya atau sebelum pasien dapat dilakukan pemeriksaan radiologis.
Untuk itu seorang dokter harus paham kondisi klinis dan syarat pengambilan
spesimen/pemeriksaan radiologis.

Pada permintaan radiologis, keterangan klinis pasien yang akan dilakukan


pemeriksaan radiologis dan pembacaan hasil sangat dibutuhkan oleh radiolog.
Sehingga dalam permintaan pemeriksaan penunjang radiologis disertakan pula
kondisi klinis pasien.

F. PROSEDUR

a) Tanyakan identitas pasien


b) Lakukan anamnesis
c) Lakukan pemeriksaan fisik
d) Isikan pada rekam medis
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
e) Mengisi formulir permintaan pemeriksaan penunjang
f) Mengisi surat rujukan
g) Beritahukan rencana penatalaksanaan.

G. DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. Manual Rekam Medis : Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta.


Indonesia
 Permenkes No.269/Menkes/per/III/2008
 UU RI No : 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Jakarta. Indonesia

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 26


Buku Panduan CSL 2

Rekam Medis Pasien Poliklinik/Rawat Inap

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 27


Buku Panduan CSL 2

Rekam Medis Pasien IGD

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 28


Buku Panduan CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 29


Buku Panduan CSL 2

Rekam Medis Rawat Inap & Rawat Jalan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 30


Buku Panduan CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 31


Buku Panduan CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 32


Buku Panduan CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 33


Buku Panduan CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 34


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST PEMBUATAN REKAM MEDIS, SURAT RUJUKAN, DAN FORM


PERMINTAAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

N
Item Latihan Feedback
o
Komunikasi dokter-pasien
1. Senyum Salam Sapa
2. Binalah sambung rasa yang baik dengan pasien
Item Prosedural
3. Lakukan anamnesis dengan baik (salam, sambung rasa,
perkenalan, identitas, keluhan utama, menggali keluhan
utama & penyerta, RPS, RPD, RPK, RPL)
4. Isi lembar rekam medis berupa :
 Identitas Pasien
5.  Tanggal dan Waktu Pemeriksaan
6.  Hasil Anamnesis
 Keluhan Utama & Menggali KU
 Keluhan Penyerta
 RPS, RPD, RPK/Lingkungan
7. Lakukan Pemeriksaan Fisik, Penunjang dan tindakan awal
yang diperlukan dengan tetap membina sambung rasa
dengan pasien serta informed consent jika diperlukan
8. Tuliskan hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang dengan
benar pada rekam medis (Status Generalis dan Lokalis)
9. Tuliskan Diagnosis dan Diagnosis banding yang sesuai
10 Tuliskan terapi & tindakan yang telah diberikan serta
rencana tatalaksana lanjutan pada lembar Rekam Medis
11 Lakukan Planning Edukasi dengan baik
12 Tutup pemeriksaan dengan baik
13 Lengkapi rekam medis serta membubuhkan tanda tangan
pada status setelah selesai
14 Mengisi formulir pemeriksaan penunjang
15 Mengisi surat rujukan
Item Professionalisme
16 Percaya Diri
17 Minimal error

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 35


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN FISIK KEPALA LEHER

A. TEMA

Pemeriksaan fisik kepala dan leher

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan instruksional umum


Mampu melakukan pemeriksaan kepala dan leher dengan baik dan benar

2. Tujuan instruksional khusus


1. Mampu melakukan pemeriksaan rambut, kulit kepala dan tulang tengkorak.
2. Mampu melakukan pemeriksaan kelenjar tyroid dan trakea dengan baik dan
benar.
3. Mampu melakukan pemeriksaan rongga mulut dan faring dengan baik dan
benar.
4. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan.
5. Mampu memberikan saran untuk tindakan selanjutnya.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Sarung tangan
2. Stetoskop
3. Lampu senter

D. SKENARIO

Seorang wanita, berumur 27 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan timbul
benjolan pada leher depan. Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
benjolan tersebut membesar lambat, sekarang sebesar setengah bola tenis dan
tidak nyeri. Pasien tidak merasa demam dan tidak ada gangguan dalam menelan.
Keluhan disertai dengan rasa berdebar dan sering berkeringat. Kemudian anda
akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis anda.

E. DASAR TEORI

Penampilan kepala dan leher, kontur dan teksturnya seringkali memberikan kesan
pertama tentang sifat penyakit. Disamping itu beberapa penampilan bersifat
patognomonik untuk suatu penyakit.

Struktur dan Fisiologi Kepala dan Leher


1. Kepala
Tulang tengkorak kepala kita terdiri atas tulang-tulang yang berfungsi sebagai
penunjang dan pelindung struktur yang lebih lunak di dalamnya. Rangka muka
dibentuk oleh tulang mandibula, maksila, nasal, palatina, lakrimal dan vomer.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 36


Buku Panduan CSL 2

Tulang utama dari rangka kranial ialah tulang frontal, temporal, parietal dan
oksipital. Otot utama pada mulut adalah orbikularis oris, yang mengelilingi bibir
dan berfungsi untuk menutup bibir.
Otot yang mengelilingi mata disebut muskulus orbikularis okuli dan berfungsi
untuk menutup kelopak mata. Platisma adalah otot superfisial leher yang tipis,
menyilang batas luar mandibula dan meluas sampai bagian anterior bawah
muka. Otot ini berfungsi untuk menarik mandibula ke bawah dan belakang dan
menghasilkan ekspresi wajah sedih.

Otot pengunyah terdiri atas otot maseter, pterigoideus, dan temporalis. Otot-
otot ini berinsersi pada mandibula dan berfungsi untuk mengunyah.Maseter
berfungsi untuk menutup rahang. Ketegangan otot ini dapat diperiksa dengan
cara mengatupkan rahang dengan kencang.

Gambar. Otot-otot pada kelapa dan leher

2. Leher
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum colli
anterior atau medial dan posterior atau lateral.

Trigonum colli anterior memiliki batas sebagai berikut :


 Inferior : Clavikula
 Anterior : Garis tengah tubuh
Isi dari bangunan ini adalah : kelenjar tyroid, laring, faring, lymfe, kelenjar
submandibula dan lemak.

Kelenjar tyroid membungkus trakea bagian anterior dan lateral serta laring.
Kelenjar ini apabila dilihat dari depan nampak seperti kupu-kupu dan terdiri
atas 2 lobus yang dihubungkan oleh ismus. Ismus tyroid melintang trakea tepat
di bawah tulang rawan krikoid. Lobus lateral meluas sepanjang salah satu sisi
laring sampai setinggi pertengahan tulang rawan tyroid dari laring.

Trigonum colli posterior memiliki batas sebagai berikut


 Posterior : muskulus trapezius

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 37


Buku Panduan CSL 2

 Inferior : tulang clavikula

Gambar. Trigonum Colli

Kelenjar Limfe leher


Dimulai dari belakang, terdapat kelenjar limfe oksipital, aurikularis posterior,
servikalis posterior, servikalis superfisialis dan profunda, tonsilaris,
submaksilaris, submentalis (ujung rahang dekat garis tengah), aurikularis
anterior, dan supraclavikularis

Gambar. Kelenjar Limfe Leher

Apabila terdapat benjolan atau pembengkakan di leher, jangan lupa


menanyakan hal-hal di bawah ini :
a. Nyeri atau tidak
b. Kapan mulai muncul benjolan tersebut. Benjolan yang baru muncul
beberapa hari biasanya karena suatu radang. Benjolan yang sudah
berbulan-bulan biasanya karena suatu neoplasia. Sedangkan masa yang
menetap bertahun-tahun tanpa perubahan ukuran biasanya karena suatu
lesi jinak atau kelainan kongenital.
c. Umur pasien. Benjolan di leher pada seorang pasien di bawah usia 20 tahun
kemungkinan suatu pembesaran kelenjar getah bening tonsilar atau massa
kongenital. Diantara umur 20-40 tahun lebih umum penyakit tyroid,
meskipun harus dipikirkan juga suatu limfoma. Diatas umur 40 tahun harus
dicurigai suatu keganasan sampai terbukti tidak.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 38


Buku Panduan CSL 2

d. Apakah muncul keluhan suara serak atau tidak. Suara serak dengan adanya
benjolan tyroid memberi kesan adanya paralisis pita suara oleh penekanan
nervus laringeus rekuren oleh suatu masa.
e. Tentukan lokasinya. Masa yang timbul di garis tengah cenderung jinak atau
lesi kongenital seperti kista tiroglosus atau kista dermoid. Massa di lateral
leher seringkali suatu neoplasma, sedangkan massa di daerah lateral atas
leher mungkin lesi metastatik dari tumor payudara dan lambung.
f. Ukuran, kondisi permukaan, konsistensi, ada atau tidak nyeri tekan, batas,
mobilisasi, dan fluktuasi. Pemeriksaan fisik pada kepala dan leher tidak
memerlukan peralatan khusus.
g. Pemeriksaan kepala dan leher dilakukan dengan pasien duduk menghadap
pada pemeriksa. Pemeriksaan terdiri atas Inspeksi dan palpasi.

F. PROSEDUR

1. Interpersonal
 Membina sambung rasa senyum, salam dan sapa
 Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan.
 Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat dikepala.
 Cuci tangan WHO
2. Pemeriksaan Kepala
 Jelaskan pada pasien pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan
 Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat di kepala termasuk
rambut palsu.
 Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus dan diam agar seluruh
rambut dapat diperiksa dengan mudah
 Tanyakan pada pasien apakah :
1. Rambutnya mudah rontok,
2. Adanya perubahan warna,
3. Gangguan pertumbuhan rambut,
4. Penggunaan shampo atau produk lain perawatan rambut, alat pengeriting
dan menjalani kemoterapi.

Inspeksi
Lakukan inspeksi pada ukuran, bentuk dan posisi kepala terhadap tubuh,
Normal kepala tegak lurus dan digaris tengah tubuh. Tulang kepala umumnya
bulat dengan tonjolan frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian posterior.
Pada wajah, apakah ada kelainan kulit, wajahnya simetris atau tidak, bibir
sianosis atau tidak.
1. Perhatikan ekspresi wajah dan kontak mata memberi petunjuk tentang
keadaan emosional pasien. Jangan mengabaikan penemuan-penemuan
penting ini.
2. Rambut: penyebaran, ketebalan, tekstur dan lubrikasi. Dalam keadaan
normal rambut biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu
berminyak.
3. Kulit kepala, meliputi adaya lesi, luka, erupsi dan pustular pada kulit kepala
dan folikel rambut.
4. Apakah ada hewan parasit pada rambut

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 39


Buku Panduan CSL 2

5. Perhatikanlah alis mata, yang tumbuh dengan sangat lambat. Hilangnya


sepertiga lateral alis mata kadang-kadang dijumpai pada miksedema, suatu
keadaan yang disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid.
6. Bola mata perhatikanlah apakah pasien menderita eksoftalmus atau tidak.
7. Periksalah, konjungtiva dan sklera untuk melihat peradangan dan perubahan
warna.
8. Kornea dapat diperiksa secara langsung. Ia tidak mengandung pembuluh
darah sama sekali dan mempunyai banyak persarafan.
9. Iris normal harus bulat dan simetris.
10. Reaksi pupil harus diperiksa dalam beberapa cara. Pertama,
sinarilah dengan cepat dan langsung ke dalam dalam salah satu mata dan
perhatikanlah kontraksi yang normal. Kedua, tindakan ini membuktikan
keutuhan busur dari reseptor ke efektor baik pada mata yang diperiksa
maupun pada mata kontralateral. Kontraksi terjadi pula kalau mata
berakomodasi untuk melihat dekat.
11. Inspeksi hidung dengan memperhatikan permukaan hidung, ada
atau tidak asimetri, deformitas atau inflamasi.
12. Inspeksi atau perhatikan posisi telinga dikepala
Pangkal heliks harus berada pada garis horizontal dengan sudut mata.
Telinga yang terletak rendah sering menyertai kelainan congenital di tempat
lain.

Palpasi
1. Palpasi pada kepala dan leher berguna untuk memastikan keterangan yang
telah diperoleh dari inspeksi. Kepala dalam sikap sedikit fleksi dan ”terbuai”
dalam tangan pemeriksa. Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung
tangan, sisihkan rambut untuk melihat karakteristik kulit kepala.

Gambar Palpasi kepala dan leher

2. Lakukan penarikan ringan pada rambut untuk mengetahui apakah ada


kerontokan rambut, yang diakibatkan penyakit kulit kepala, gangguan fungsi
tubuh seperti demam, pemberian anastesi atau pengobatan kemoterapi.
3. Palpasi pada kulit kepala, apakah terdapat masa. Jelaskan mengenai
ukuran, konsistensi dan permukaannya.
4. Palpasi kepala apakah ada nodul, tumor dengan cara merotasikan ujung jari
kebawah dari garis tengah kulit kepala dengan lembut dan kemudian kesisi
samping kepala. Kulit kepala diatas tulang normalnya halus dan elastis.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 40


Buku Panduan CSL 2

Selanjutnya, palpasi daerah zygomatocus, hidung, dan, maxila, mandibula


dan jaringan lunak di atasnya.
5. Pada neonatus palpasi ringan fontanel anterior dan posterior, ukuran, bentuk
dan tekstur. Fontanel yang normal umumnya datar dan berbatas jelas.
Fontanel posterior tertutup pada umur 2 bulan dan fontanel anterior tertutup
pada usia 12-18 bulan. Adanya deformitas tulang kepala dapat disebabkan
trauma, kepala besar (makromegali) dapat disebabkan kelebihan hormon
pertumbuhan. Pada bayi kepala besar dapat disebabkan kelainan kongenital,
hidrosepalus.

3. Pemeriksaan Leher
Inspeksi Leher
1. Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa.
2. Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, keselarasan trakea, dan benjolan pada
dasar leher serta vena jugular dan arteri karotid.
3. Mintalah pasien untuk: menundukkan kepala sehingga dagu menempel ke
dada, dan menegadahkan kepala ke belakang, perhatikan dengan teliti area
leher dimana nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut
4. Menoleh ke kiri-kanan dan ke samping sehingga telinga menyentuh bahu.
Perhatikan fungsi otot-otot sternocleidomastoideus dan trapezius.
5. Minta pasien menengadahkan kepala, perhatikan adanya pembesaran pada
kelenjar tiroid. Selanjutnya minta pasien menelan ludah, perhatikan gerakan
pada leher depan daerah kelenjar tiroid, ada tidaknya massa dan
kesimetrisan.

Palpasi Leher
1. Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya
2. Pasien menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa untuk
merelaksasikan jaringan dan otot-otot.
3. Palpasi lembut dengan 3 jari tangan masing-masing nodus limfe dengan
gerakan memutar. Palpasi dimulai dari daerah oksipital, tangan digerakkan
ke daerah aurikularis posterior, ke daerah trigonum colli posterior untuk
meraba nnll. servikalis posterior, sepanjang muskulus
sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis superfisialis, melintasi
muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis profunda,
masuk ke dalam trigonum colli anterior; ke atas tepian rahang untuk meraba
nnll.tonsilaris, sepanjang rahang untuk meraba nnll.submaksilaris, dan raba
nodul submental. Setiap adanya pembesaran kelenjar harus diperhatikan
mobilitasnya, konsistensinnya, dan nyeri tekan.
4. Bandingan nodus kedua sisi leher, Periksa ukuran, bentuk, garis luar,
gerakan, konsistensi, mobilisasi, dan rasa nyeri yang timbul.
5. Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil
dapat terlewati.
6. Lanjutkan palpasi
7. Untuk memeriksa kelenjar tiroid terdapat dua cara palpasi kelenjar tyroid.
a. Cara pemeriksaan pertama dilakukan dengan pasien dan pemeriksa
duduk berhadapan. Lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan
kanan kiri dibawah kartilago krikoid. Langkah – langkah palpasi tyroid :

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 41


Buku Panduan CSL 2

 Minta pasien untuk menekuk leher ke depan agar otot


Sternocleidomastoideus rileks.
 Letakkan jari kedua tanganmu pada leher pasien sehingga kamu dapat
menempatkan jarimu dibawah kartilago krikoid.
 Minta pasien untuk menelan, kemudian rasakan istmus tiroyd menonjol
dibawah jarimu (tidak selalu dapat dirasakan)
 Geser trakea ke arah kanan pemeriksa dengan jari kiri, kemudian jari
kanan meraba ke samping untuk menemukan lobus kanan tyroid pada
celah antara trakea yang digeser dan otot Sternocleidomastoid yang
rileks.
 Dengan cara yang sama lakukan pada lobus yang kiri. Lobus kelenjar
Tiroid kadang-kadang teraba lebih keras dibandingkan istmus tyroid,
sehingga harus sering berlatih. Permukaan depan dari sisi lateral lobus,
teraba sebesar phalang distal ibu jari dan terasa kenyal.

Pemeriksaan cara 1 Pemeriksaan cara 2


Gambar Pemeriksaan kelenjar tiroid

b. Cara Pemeriksaan yang kedua :


 Pemeriksa harus berdiri di belakang pasien.
 Letakkan kedua tangan pada leher pasien, dimana posisi leher harus
sedikit ekstensi.
 Pemeriksa memakai tangan kiri mendorong trakea ke kanan. Pasien
diminta menelan sementara tangan kanan pemeriksa meraba kelenjar
tyroid.
 Pasien diminta sekali lagi untuk menelan saat trakea terdorong ke kiri,
dan pemeriksa meraba kelenjar tyroid.
 Nyatakan hasil pemeriksaan meliputi ukuran, konsistensi kelenjar dan
ada tidaknya nyeri tekan.
8. Pemeriksaan trakhea
 Posisi pasien duduk tegak menghadap lurus kedepan dengan leher
terbuka
 Posisi pemeriksa di depan pasien agak kesamping.
 Leher pasien sedikit fleksi sehingga otot sternokleidomastoideus relaksasi.
 Posisi dagu pasien harus digaris tengah.
 Perhatikan bagian bawah trakea sebelum masuk dalam rongga dada,
bagian ini paling mudah bergerak.
 Pemeriksa dengan menggunakan ujung jari telunjuk yang ditekankan
lembut kedalam lekukan suprasternal tepat di medial dari sendi
sternoklavikularis bergantian dikedua sisi trakea

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 42


Buku Panduan CSL 2

 Keadaan normal bila ujung jari hanya menyentuh jaringan lunak di


sebelah menyebelah trakhea. Bila ujung jari menyentuh tulang rawan
trakhea tidak digaris median maka deviasi trakea kearah tersebut,
sedangkan sisi lain hanya menyentuh jaringan lunak.
 Auskultasi leher dilakukan apabila didapatkan kelenjar tyroid membesar.
Letakkan stetoskop pada samping lobus untuk mendengar bunyi bruit
(suaranya mirip mur – mur jantung, namun bukan berasal dari jantung)
bila dapat didengar bising sistolik maka mengarahkan adanya penyakit
graves.
 Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada status

Gambar. Pemeriksaan trakhea

4. Profesionalisme Item
1. Cuci tangan WHO
2. Melakukan dengan percaya diri dan minimal error.

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14


2. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen IPD FK UI. Jakarta
3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6,
EGC. Jakarta.
4. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill ,
Chapter 5: 155-208

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 43


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KEPALA LEHER

No Aspek Feedback

INTERPERSONAL
1. Membina sambung rasa Senyum, salam dan sapa
2. Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan
dilakukan.
3. Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat
dikepala.
4. Cuci tangan WHO dilanjutkan menggunakan sarung
tangan pemeriksaan.
CONTENT
Pemeriksaan Kepala
5. Meminta pasien duduk, kepala tegak lurus dan diam
6. Menanyakan apakah ada kerontokan rambut,
perubahan warna, gangguan pertumbuhan rambut,
penggunaan shampo atau produk lain perawatan
rambut, alat pengeriting dan kemoterapi
7. Lakukan inspeksi pada ukuran, bentuk, dan posisi
kepala terhadap tubuh
8. Lakukan inspeksi rambut : penyebaran, ketebalan,
tekstur dan lubrikasi
9. Lakukan inspeksi kulit kepala
10. Lakukan inspeksi apakah ada kutu kepala
11. Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung
tangan, sisihkan rambut untuk melihat karakteristik
kulit kepala
12. Lakukan penarikan ringan pada rambut untuk
mengetahui apakah ada kerontokan rambut.
13. Lakukan palpasi kepala apakah ada nodul atau tumor
14. Pada neonatus lakukan palpasi ringan fontanel
anterior dan posterior
Pemeriksaan Leher
Inspeksi
15. Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, trakea, dan
benjolan pada dasar leher, vena jugular dan arteri
karotis
Perhatikan nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi
tersebut.
16. Perhatikan fungsi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 44


Buku Panduan CSL 2

17. Minta pasien menengadahkan kepala, perhatikan


adanya pembesaran kelenjar tiroid.
18. Minta pasien menelan ludah, perhatikan gerakan pada
leher depan daerah kelenjar tiroid, lihat ada tidaknya
massa dan kesimetrisan.
Palpasi
19. Minta pasien duduk santai dan pemeriksa
dibelakangnya.
20. Meminta pasien menundukkan kepala sedikit atau
mengarah kesisi pemeriksa untuk merelaksasikan
jaringan dan otot-otot.
22. Periksa masing-masing nodus limfe dengan gerakan
memutar.
23. Bandingkan kedua sisi leher. Periksa ukuran, bentuk,
garis luar, gerakan, konsistensi, dan rasa nyeri yang
timbul.
24. Palpasi nodus servikal superfisial, nodus servikal
posterior, nodus servikal profunda, dan nodus
supraklavikular.
25. Lakukan palpasi kelenjar tiroid
26. Lakukan pemeriksaan trakhea
Auskultasi
27. Letakkan stetoskop pada samping lobus tiroid kiri dan
kanan untuk mendengar bunyi bruit.
28. Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat
PROFESIONALISME
29. Cuci tangan WHO
30. Melakukan dengan penuh percaya diri
31. Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 45


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN FISIK
THORAX DASAR

A. TEMA

Pemeriksaan Fisik Umum Paru dan Jantung

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan instruksional umum


Mampu melakukan pemeriksaan fisik paru dan jantung dasar dengan benar.

2. Tujuan instruksional khusus


a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik paru dan jantung secara
umum dengan benar.
b. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi paru dan jantung secara umum
dengan benar.
c. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi paru dan jantung secara umum
dengan benar
d. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi paru dan jantung secara umum
dengan benar.
e. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi paru dan jantung secara umum
dengan benar.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Bed Periksa
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop bi aural

D. SKENARIO

Pasien wanita, berusia 32 tahun, datang dengan keluhan batuk lebih dari 1 bulan,
keluhan disertai dengan sesak nafas yang memberat dan batuk darah kurang
lebih 3 hari ini. Nafsu makan menurun, berat badan turun, sering demam, serta
berkeringat malam hari. Setelah melakukan anamnesis terhadap pasien, anda
akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis anda.

E. DASAR TEORI

1. JANTUNG
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri
dan 1/3 sisanya terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung
dengan diagfragma. Sisi kanan dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri
dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya oleh atrium kiri. Batas antara
atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian atas terdapat

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 46


Buku Panduan CSL 2

vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri
dan kanan.

Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-


garis imaginer dan titik-titik tertentu.
a. Garis-garis patokan adalah sebagai berikut :
1. Garis mid sternal, yaitu garis vertikal yang ditarik mulai dari pertengahan
supra sternal sampai processus xypoideus.
2. Garis sternal adalah garis vertikal yang melalui titik-titik batas antara
sternum dengan tulang rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri
dan kanan.
3. Garis midclavicular vertikal didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba
keseluruhan tulang clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari
titik tengah ini ditarik garis lurus ke caudal. Biasanya pada pria normal
garis midclavikula ini melewati papila mammae.
4. Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang
ditarik dari titik tengah antara garis midclavikula dengan garis sternal.
5. Garis aksila anterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi lipatan
ketiak anterior ke arah caudal.
6. Garis aksila posterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi
ketiak posterior ke arah caudal.
7. Garis mid aksila adalah garis vertikal di tengah antara garis aksila
anterior dan garis aksila posterior (puncak aksila).

7 5 3 4 21

Gambar. Garis-garis imaginer patokan pemeriksaan jantung

b. Titik Patokan :
1. Angulus Ludovici (angulus sternalis) adalah perbatasan antara
manubrium sterni dan corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini
merupakan perlengketan antara tulang iga II dengan sternum. Titik ini
dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena jugularis eksterna.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 47


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Angulus ludovici (angulus sternalis/manubriosternal joint)

2. Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup
mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral paling optimal terdengar di
titik tersebut.
3. Area trikuspid: terletak di sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V
sternal kanan. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup
trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal paling optimal terdengar di titik
tersebut.
4. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi
optimal untuk mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.
5. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik
auskultasi optimal untuk bunyi jantung aorta.

Frekuensi Heart Rate Normal:


Usia 1 - 2 hari : 123 - 159 kali /menit
Usia 3 - 6 hari : 129 - 166 kali/menit
Usia 1 - 3 minggu : 107 - 182 kali/menit
Usia 1 - 2 bulan: 121 - 179 kali/menit
Usia 3 - 5 bulan: 106 - 186 kali/menit
Usia 6 - 11 bulan : 109 - 169 kali/menit
Usia 1 - 2 tahun: 89 - 151 kali/menit
Usia 3 - 4 tahun: 73 - 137 kali/menit
Usia 5 - 7 tahun : 65 - 133 kali/menit
Usia 8 - 11 tahun : 62 - 130 kali/menit
Usia 12 - 15 tahun : 60 - 119 kali/menit

Denyut jantung juga tergantung pada aktivitas bayi dan anak.


Misalnya, ketika menangis atau kesakitan, denyut jantung bisa mencapai
180x/menit.

Denyut jantung normal dewasa berada pada rentang 60-100x/menit

3. PARU

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 48


Buku Panduan CSL 2

Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam saluran napas
yang menimbulkan pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk
percabangan bronkus. Pusaran dan benturan aliran udara tersebut akan
menghasilkan getaran suara yang akan dihantarkan melalui lumen bronkus &
dd bronkus. Alveoli merupakan selective transmitter yang akan menahan
getaran sampai frekuensi 100-150 siklus/detik. Pada alveoli sakit, kemampuan
selective transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan menyebabkan
frekuensi suara napas meningkat.

Suara napas dapat dikelompokkan menjadi:


1. Suara napas dasar :
a. Vesikuler
b. Bronkovesikuler
c. Bronkial
d. Trakeal
2. Suara napas tambahan
a. Ronki basah (halus, sedang, kasar)
b. Ronki kering
c. Wheezing

Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal yang terdengar


melalui auskultasi pada hampir seluruh lapang paru. Bunyi vesikuler
merupakan nada rendah, dan terdengar sepanjang fase inspirasi. Pada fase
ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah, lebih pendek, dan dengan
nada lebih rendah daripada fase inspirasi.

Suara Napas Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang


terdengar pada daerah paru dekat bronkus, lokasi auskultasi pada sela iga I
dan II linea sternal kanan dan kiri. Sifat suaranya diantara suara napas
vesikuler & bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara ini terdengar jelas
seluruhnya dengan nada sedang.

Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal, lokasi auskultasi terdengar
pada daerah manubrium. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase inspirasi
dengan nada tinggi. Saat ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini
terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras, dan lebih lama.

Suara napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah trakea. Suara ini
terdengar sangat keras, nada tinggi, dengan kualitas “distinct harsh hollow”.
Komponen inspirasi & ekspirasi sama, ada jeda diantaranya.

Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis karena


suara ini tidak terdengar pada paru yang sehat. Pada penyakit paru, dapat
menyebabkan kelainan: perubahan pada bentuk dan ukuran toraks,
distensibilitas/pergerakan pernapasan dan sifat penghantaran getaran.

Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas dan timbre.
Nada ditentukan oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung.
Frekuensi yang rendah akan menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 49


Buku Panduan CSL 2

akan menghasilkan nada tinggi. Panjang dan lebar penampang tabung


mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Semakin pendek dan kecil
penampang, maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara
dipengaruhi energi dan frekuensi suara. Intensitas suara akan berubah bila
melalui medium yang berbeda, misalnya, perubahan medium suara dari lumen
bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah sifat/kualitas suara. Timbre suara
tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan overtone.
Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara bernapas, berbicara
dan berbisik.

Gambar. Karakteristik suara nafas dan lokasi auskultasinya

Pada pemeriksaan Thorax diterapkan urutan sebagai berikut :


1. Inspeksi yaitu memperhatikan
2. Palpasi yaitu meraba
3. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk dinding dada
4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan paru dengan
menggunakan stetoskop.

Stetoskop mempunyai dua jenis sisi pendengar, yaitu :


 Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi, seperti
bunyi jantung I dan II
 Bel untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya bunyi
jantung III.

Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO)


Usia anak Napas Normal Napas Cepat
0–2 bulan 30–50 per menit > 60 per menit
2-12 bulan 25-40 per menit > 50 per menit
1-5 tahun 20-30 per menit > 40 per menit
5 - 12 tahun 19 – 23x/menit >30 permenit
14 - 18 tahun 16 - 18x/menit
Dewasa (>18 tahun) 12 - 20x/menit

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 50


Buku Panduan CSL 2

F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a) Membina sambung rasa, senyum, salam, sapa
b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan
c) Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju). Mintalah
pasien untuk ditemani anggota keluarganya kalau khawatir / merasa tidak
nyaman
 Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan
daerah dada saat pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian
diposisikan untuk menutupi daerah payudara. (informed consent)
 Pemeriksaan dilakukan pada posisi sebelah kanan pasien/ tempat tidur.
d) Cuci Tangan WHO

2. General Assesment
Inspeksi
Perhatikanlah :
 Ekspresi wajah pasien  tampak sesak/ tidak, nafas cuping hidung, tampak
capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema,
serta tripod position. Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa saat
istirahat 14-20 kali permenit.
 Bentuk & ukuran toraks (simetris/tidak, normochest, barrel chest dan pigeon
chest/pectus carinatum, pectus excavatum)
 Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal/ tidak)
 Adanya kontraksi otot-otot pernafasan tambahan yang ditandai dengan
retraksi interkostal, retraksi suprasterna, dan retraksi supraklavikular.

3. Dada Posterior
Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks, tangan menyilang di
depan dada menyentuh bahu kiri dan kanan serta pemeriksa memposisikan diri
di belakang pasien.

Gambar. Posisi pemeriksaan thorak posterior

Inspeksi :
Perhatikanlah dinding dada posterior bentuk dan apakah ada kelainan,
deformitas, asimetris, tanda penting seperti adanya massa ataupun tanda
peradangan, bekas luka,dll.

Palpasi :
 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
 Palpasi ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada posterior
 Nilai adanya kelainan, tumor, massa, daerah peradangan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 51


Buku Panduan CSL 2

 Nilai simetrisitas dan ekspansi dada dengan cara letakkan kedua tangan
pada dada posterior dengan kedua ibu jari bertemu di vertebrae thoracal VII,
kemudian mintalah pasien inspirasi maksimal diikuti dengan ekspirasi
maksimal. Perhatikan perbedaan jarak antar kedua ibu jari pemeriksa.

Gambar. Palpasi untuk menilai ekspansi dinding dada

 Menilai fremitus taktil, dengan menempelkan telapak tangan, bagian polar


(tepi luar) tangan atau jari-jari tangan pada dinding dada pasien secara
lembut (untuk merasakan getaran/taktil) kemudian pasien disuruh untuk
mengucapkan kata-kata seperti “tujuh tujuh” atau “Sembilan - Sembilan”
dengan nada sedang. Bandingkan getaran yang timbul antara hemithorak
kiri dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa
secara bergantian. Jika terdapat kontur tulang iga, usahakan untuk
mengikuti alur celahnya (spatum inter-costae) agar mendapatkan getaran
yang optimal.

Gambar. Palpasi menilai fremutis taktil (kiri).


Lokasi pemeriksaan fremitus taktil (kanan)

Perkusi
 Perkusilah dinding dada posterior kiri dan kanan
 Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai
(jangan melakukan perkusi pada daerah scapula), yaitu dengan cara:
 Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter), tekan
dengan lembut pada sendi interphalang distal permukaan yang akan
diperkusi. Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan,
karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak menyentuh
dada.
 Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari
tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.
 Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk
jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 52


Buku Panduan CSL 2

ketukan dilakukan dengan cepat untuk menghindari pengurangan vibrasi.


Cukup 2 kali ketukan

\
Gambar. Cara Perkusi Thoraks

Hasil perkusi sebagai berikut:

Auskultasi
 Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang
dapat mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan
kulit/rambut/pakaian, kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan
auskultasi menjadi handal.
 Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
 Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah
kanal auditoris eksternal
 Lakukan auskultasi dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi.

Gambar. Lokasi auskultasi dada posterior.

 Pemeriksa membandingkan auskultasi kiri dan kanan dari atas ke bawah.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 53


Buku Panduan CSL 2

4. Dada Anterior
Inspeksi
 Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di depan
pasien
 Amati ada tidaknya kelainan bentuk dada, gerakan pernafasan, pulsasi di
area apeks jantung serta ada tidaknya tanda tanda kontraksi otot bantu
nafas.

Palpasi
 Posisikan penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi
ujung tempat tidur (Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan
sedikit abduksi, pastikan baju menutupi daerah payudara kanan untuk
pemeriksaan dinding dada kiri dan sebaliknya secara bergantian untuk
pasien wanita).
 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
 Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada anterior seperti sebelumnya
 Lakukan penilaian fremitus taktil pada dinding dada anterior seperti pada
sebelumnya.
 Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks
jantung (Teraba sebagai pulsasi/ ictus cordis yang berukuran kira-kira
setengah mata uang logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari
garis midclavikula kiri).

Gambar. Cara Palpasi apeks Jantung

Perkusi
 Lakukan perkusi dinding dada depan kiri dan kanan
 Lakukan perkusi daerah jantung. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-
batas jantung, pinggang jantung dan countur jantung.
 Batas Jantung Kanan:
 Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan,
jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga.
 Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke
arah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal
dari paru.
 Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI
kanan. Bunyi redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati.
Puncak hati ini ditutupi oleh diagfragma dan masih ada jaringan paru di
atas jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara masa
padat dan sedikit udara dari paru.
 Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial.
 Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya
diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 54


Buku Panduan CSL 2

 Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan


suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung
dan normal adalah pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini
selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak, yang
merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.
 Batas Jantung Kiri:
 Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari tengah
diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar
dengan iga.
 Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor
ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela
iga VIII kiri.
 Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak
lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup,
yang merupakan batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari
medial garis midclavicular kiri.
 Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup
ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri.
 Batas Jantung Atas:
 Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi
dan arah sejajar iga ke arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari
sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri.

Gambar. Perkusi Jantung

Auskultasi
 Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada, gunakan diafragma
 Auskultasi dinding dada depan dengan meminta pasien inspirasi dan
ekspirasi setiap pemeriksaan pada 4 lokasi suara napas dasar.

Gambar. Lokasi auskultasi paru dada anterior.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 55


Buku Panduan CSL 2

 Auskultasi jantung boleh mulai dari apeks atau basal. Gunakan sisi
diafragma untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II (sisi bel untuk
mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III).
Ada beberapa posisi untuk auskultasi jantung, yaitu:
1. Telentang
2. Dekubitus lateral kiri
3. Duduk tegak lurus
4. Duduk membungkuk ke depan

.
Gambar. Posisi auskultasi jantung

 Lokasi titik pemeriksaan auskultasi jantung adalah :


 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan
bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
 Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
 Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup
aorta.

Tentukan bunyi jantung, fase, irama dan frekuensinya. Bunyi jantung normal
terdiri atas bunyi jantung I dan bunyi jantung II. Untuk menentukan yang mana
bunyi jantung I adalah dengan cara
1. Raba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis, dimana bunyi jantung
I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau dengan denyut iktus
kordis.
2. Fase antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II disebut fase sistolik,
sedangkan fase antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I disebut fase
diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada fase diastolic.
3. Irama Jantung, normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar
antara 60-100 menit.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 56


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Daerah auskultasi jantung

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,


2. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part
14,2067 – 2231
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen IPD FK UI. Jakarta
4. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6,
EGC, Jakarta.
5. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –
www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S
1
6. Szilagy, PG. 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill ,
Chapter 5: 155-208

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 57


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK THORAX DASAR

N
Aspek Feedback
o
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
Senyum, Salam, Sapa memperkenalkan diri
2 Jelaskan tujuan pemeriksaan
3 Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian
atasnya (baju). Mintalah pasien untuk ditemani anggota
keluarganya kalau khawatir/merasa tidak nyaman
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Dada Posterior
6 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks
dan memposisikan kedua lengan menyilang di depan
dada memegang bahu.
Pemeriksa berdiri di belakang pasien
7 Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil)
8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh
penderita
9 Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau
adanya kelainan)
10 Lakukan palpasi ekspansi dinding dada
11 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi
12 Perkusi dinding dada belakang, dengan cara perkusi:
 Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari
fleksimeter) , tekan dengan lembut pada sendi
interphalang distal permukaan yang akan diperkusi.
13  Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari
tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari
2,4,dan 5 tidak menyentuh dada.
14  Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan
permukaan dengan jari tengah agak fleksi, lemaskan
dan siap untuk mengetuk.
15  Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi
pergelangan tangan, ketuk jari fleksimeter dengan
menggunakan ujung jari tengah tangan kanan.
ketukan dilakukan dengan cepat untuk menghindari
pengurangan fibrasi
16 Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 58


Buku Panduan CSL 2

diafragma, lakukan auskultasi.


17 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap titik
pemeriksaan
Pemeriksaan Dada Anterior
18 Pindahlah ke posisi berhadapan dengan pasien
19 Lakukan inspeksi dada depan
20 Mintalah pasien berbaring telentang elevasi 30 derajat
21 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh
penderita
22 Lakukan penilaian ekspansi dada seperti sebelumnya
23 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi
24 Raba apeks jantung dengan menggunakan ujung
permukaan bawah ujung jari, tentukan ukuran dan
lokasinya.
25 Lakukan perkusi dinding dada depan
26 Lakukan perkusi daerah jantung
Tentukan batas jantung kanan
 Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis
midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan
sejajar dengan iga.
27  Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah
tadi, dari cranial ke arah caudal. (Suara normal yang
didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru).
28  Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup,
biasanya pada sela iga VI kanan.
29  Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua
jari kearah cranial.
30  Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak
tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari
tegak lurus terhadap iga.
31  Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak
tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari
tegak lurus terhadap iga.
32  Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk
mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang
merupakan batas relatif kanan jantung dan normal
adalah pada garis sternal kanan.
33  Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi
sampai mendapat suara pekak, yang merupakan
batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis
midsternal.
34 Tentukan batas jantung kiri

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 59


Buku Panduan CSL 2

 Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri.


Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis
aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga.
35  Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari
perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang
merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada
sela iga VIII kiri.
36  Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan
posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul
perubahan suara dari sonor ke redup, yang
merupakan batas relatif jantung paru. Biasanya
terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri
37  Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi
perubahan suara dari redup ke pekak yang
merupakan batas absolut jantung kiri.
38 Tentukan batas jantung atas
 Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu.
39  Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar
iga ke arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara
dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri.
40 Lakukan auskultasi dinding dada depan sesuai 4 lokasi
suara napas dasar:
Suara napas trakeal
41 Suara napas bronkial
42 Suara napas bronkovesikuler
43 Suara napas vesikuler
44 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik
pemeriksaan
45 Dengarkanlah suara nafas di setiap titik pemeriksaan
46 Gunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I
dan II (Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan
bunyi jantung frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung
III).
Lokasi titik pemeriksaan auskultasi
47 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal
dari katup mitral
48 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk
mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup
trikuspidal.
49 Sela iga II linea parasternal kiri untuk mendengarkan
bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
50 Sela iga II linea parasternal kanan untuk mendengarkan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 60


Buku Panduan CSL 2

bunyi yang berasal dari katup aorta.


PROFESIONALISME
51 Melakukan dengan penuh percaya diri
52 Melakukan dengan kesalahan minimal
53 Cuci tangan WHO

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 61


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN DASAR

A. TEMA

Pemeriksaan fisik regio abdomen: inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen secara umum
meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.

2. Tujuan Instruksional Khusus:


a. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan dan melihat langsung keadaan
regio abdomen yang tampak dari luar
b. Mahasiswa mampu melakukan auskultasi dengan alat stetoskop pada regio
abdomen dengan benar
c. Mahasiswa mampu melakukan perkusi pada regio abomen dengan benar
d. Mahasiswa mampu melakukan palpasi regular pada regio abdomen dengan
benar
e. Mahasiswa mampu melakukan palpasi mendalam pada regio abdomen
dengan benar

C. ALAT DAN BAHAN

1. Tempat tidur
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop

D. SKENARIO

Pasien pria, usia 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan perut kiri
atas. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk jarum, sudah berlangsung 1 hari ini
dan dirasa terus menerus. Keluhan bertambah segera setelah masuk makanan.
Pasien sudah berusaha minum obat lambung dari warung namun hanya terasa
nyaman sebentar. Keluhan disertai dengan mual namun tidak sampai muntah.
Riwayat sakit lambung sudah 3 tahun. Di keluarganya, ibunya juga menderita
sakit yang sama. Gemar makan makanan yang pedas dan bersantan. Untuk
menegakkan diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI

Pemeriksaan abdomen pertama kali dilakukan dengan membagi abdomen


menjadi 9 bagian, yaitu hipokondrium dekstra, epigastrium, hipokondrium sinistra,

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 62


Buku Panduan CSL 2

lumbal dekstra, umbilikalis, lumbal sinistra, iliaka dekstra, hipogastium, iliaka


sinistra.

Letak organ visera abdomen


1. Regio hipokondrium dekstra : Hepar lobus dekstra
2. Regio epigastrium : hepar lobus sinistra, gaster pars pilorus, duodenum pars
superior, vesika felea, colon transversum,
3. Regio hipokondrium sinistra : gaster pars kardia, fundus dan korpus, lien
4. Regio lumbal dekstra : ren dekstra,colon ascendens
5. Regio umbilikalis : duodenum pars inferior, jejunum
6. Regio lumbal sinistra : ren sinistra, colon descendens
7. Regio iliaka dekstra : colon ascendens, caecum, apendiks
8. Regio hipogastrika / suprapubik : ileum, colon sigmoid, vesika urinaria
9. Region iliaka sinistra : ileum, colon descendens

Gambar. 9 bagian regio abdomen

Untuk kepentingan medis dan praktis pemeriksaan abdomen dapat dibagi menjadi
4 regio. Region tersebut adalah kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan kiri bawah.

Gambar. 4 regio abdomen

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 63


Buku Panduan CSL 2

Pasien dalam keadaan berbaring telentang. Kedua tangan sebaiknya hangat,


menggunakan diafragma stetoskop yang hangat, pencahayaan yang baik dan
mengetahui pemaparan dinding abdomen. Pemeriksaan dilakukan dari sisi kanan
pasien. Mulailah melakukan pemeriksaan abdomen dengan cara inspeksi, diikuti
oleh auskultasi, perkusi dan terakhir palpasi.

Petunjuk permukaan yang vital meliputi tepi cota, processus xiphoideus, dan
crista iliaca. Titik tertinggi crista iliaca terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke 4,
2-8 cm sebelah kaudal ujung costa ke 12. Yang juga merupakan kunci adalah (a)
Spina iliaca anterior superior (SIAS), (b) crista pubica menetapkan inferior tepi
tulang abdomen dan tuberculum pubica menetapkan inferior tepi tulang pelvis.
Ligamentum inguinal membagi abdomen dari pangkal paha.
Titik kunci anatomi visceral adalah:
 Tepi atas hepar terletak dibawah costa 7-11 pada kuadran kanan atas,
menikung ke garis tengah, dan berlanjut ke titik dekat puting kiri. Tepi bawah
hepar yang tajam mengikuti tepi costa kiri dan berakhir pada pilorus gastrica.
 Kandung empedu terletak tepi lateral rectus abdominis di bawah tepi costa.
 Pankreas terletak profunda dalam retroperitoneum di belakang gaster dalam
kuadran kiri atas. Bahkan kalau pankreas membesar, pankreas tidak dapat
dipalpasi.
 Gaster terletak profunda pada kuadran kiri atas
 Limpa terletak di bawah rongga costa kiri yang paralel terhadap costa ke 9-11.
Limpa tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa. Limpa dapat dipalpasi jika
membesar sampai ukuran tiga kali.
 Bifurkasio aorta pada tingkat umbilcus. Bifurkasio aorta terletak hampir anterior
terhadap vertebra dan sedikit kiri vertebra
 Polus bawah setiap ginjal terletak tepat di atas bidang transumbilikus.
 Kandung kemih, kalau sangat penuh, mungkin proyeksi dari belakang simfisis
pubis dan menjadi dapat dipalpasi melalui dinding abdomen.

Inspeksi
Untuk mencari gangguan abdomen yang regional atau menyeluruh dengan
memperhatikan kontur, pergerakan dan kulit. Menilai umbilikus untuk
protuberansia. Kulit abdomen diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jaringan
parut karena pembedahan. Pada pasien yang kurus, dapat dilihat epigastrik atau
periumbilikal yang ditransmisikan pulsasi aorta.

Observasi untuk mengetahui ada tidaknya pergerakan peristaltik dan peningkatan


peristaltik yang sedikit redup (karena inspirasi) yang normal, serta tingginya
dinding abdomen. Kontur yang ekstrem adalah distensi yang menonjol dan
abdomen yang skafoid atau abdomen yang cekung. Umbilikus menonjol memberi
kesan tekanan intra-abdominal yang meningkat, misalnya akibat asites.

Auskultasi
Untuk menentukan adanya bunyi yang normal dan abnormal akibat motilitas,
intensitas, aliran vaskular, dan pergerakan respirasi peritoneal. Bising usus
biasanya dengan mudah dinilai sebagai bunyi mendeguk yang intermiten dengan
nilai normal 6-12 kali permenit. Terdapat rentang normalitas yang luas dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 64


Buku Panduan CSL 2

bising usus yang berlebih-lebihan. Kalau tidak ada bising usus yang terdengar
selama 1 menit penuh memberi kesimpulan adanya ileus.

Perkusi
Dilakukan untuk menentukan posisi dan ukuran visera yang padat dan visera
yang berongga dan menilai massa. Dalam melakukan skrining, perkusi terutama
digunakan untuk memperlihatkan garis bentuk hepar dan resonan, visera
berongga yang mengandung gas yang mengisi abdomen.

Palpasi
Palpasi ringan bertujuan menilai struktur dan nyeri tekan yang dekat pada
permukaan.

Sebuah jari tangan ditekan ke dalam depresi umbilikal biasanya akan menemui
resistensi fasial, yang menunjukkan fasia yang mendasari utuh. Palpasi ringan
tidak menyenangkan karena mudah geli. Palpasi yang dalam dengan tekanan
yang kuat dan konstan ditoleransi lebih baik. Massa subkutan yang tidak
berbahaya seperti lipoma ditemukan melalui palpasi ringan. Rasa geli dapat
merupakan psikologis asalnya walaupun involunter; nyeri tekan jauh lebih sering
karena organik. Tepi hepar yang dapat dipalpasi lebih dari 2 cm di bawah tepi
costa kanan, tanpa adanya hiperinflasi paru, memberi kesan hepatomegali.

Palpasi regular (lebih dalam) bertujuan menemukan informasi mengenai ukuran


organ serta adanya dan karakter kelainan, yang termasuk massa. Temuan yang
tidak berbahaya melalui palpasi abdomen yang regular banyak dijumpai.
Konsistensi abdomen yang normal adalah lunak. Pasien mungkin mengalami
perasaan yang tidak nyaman pada palpasi epigastrium dan kuadran kiri bawah
yang dalam, tetapi biasanya terdapat nyeri yang tidak tajam dan terlokalisir yang
diperoleh melalui manuver ini.

Hepar yang normal sering tidak dapat dipalpasi. Tepi hepar yang normal tidak
akan lebih luas dari 2 cm di bawah tepi kosta kanan. Kalau dapat dipalpasi, tepi
hepar teraba licin, lunak sampai agak keras, dan nyeri tekan yang minimal. Limpa
yang normal tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa. Ginjal yang normal jarang
dapat diraba. Polus bawah ginjal yang normal dapat memberikan ujung yang
keras dan bundar pada palpasi dalam pada panggul, terutama kalau ginjal ptotik.

F. PROSEDUR

1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan daerah
yang akan diperiksa dari pakaian
d. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
e. Cuci tangan WHO
2. Inspeksi
a. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk dan kontur
abdomennya (distended/rata/cekung)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 65


Buku Panduan CSL 2

b. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan, umbilikus


menonjol/tidak, luka atau ciri-ciri lain
c. Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
3. Auskultasi
a. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas letak
intestinum & colon
b. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara peristaltik,
kemudian catat frekuensi bising usus.
4. Perkusi
a. Lakukan prosedur perkusi yang benar (ingat pemeriksaan dasar thorax)
b. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani, pekak hepar
5. Palpasi
a. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
b. Beritahu pasien bahwa mungkin palpasi ringan tidak menyenangkan karena
mudah geli
c. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan pada
masing-masing kuadran
d. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman abdomen.
Kalau pasien merasa tegang selama palpasi ringan, suruh pasien untuk
sedikit memfleksikan panggul dari lututnya; hal ini mempermudah relaksasi
muskulatur abdomen.
e. Mulailah dengan sentuhan yang hampir cukup kuat untuk menanggulangi
sensitivitas kulit. Gunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari
tangan yang berdekatan dari salah satu atau kedua tangan, mulailah dari
kuadran ke kuadran. Tekan ke bawah 1-4 cm.
f. Lakukan penilaian terhadap nyeri tekan, massa superficial, dan hipestesia
dan atau disestesia. Perhatikan wajah pasien selama palpasi; banyak orang
yang tidak mengatakan nyeri memperlihatkan rasa tidak nyaman melalui
perubahan wajah. Palpasi nyeri sering menstimulasi buka mata yang lebar
yang mengekspresikan penahanan terhadap nyeri.
g. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau adanya
massa

Gambar. Palpasi ringan dan palpasi reguler abdomen

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14


2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9. EGC. Jakarta
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen IPD FK UI. Jakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 66


Buku Panduan CSL 2

4. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6. EGC.


Jakarta.
5. Swartz, E. Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –
www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
6. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill ,
Chapter 5.
7. Widjaja, H, 2009. Anatomi abdomen. EGC. Jakarta.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 67


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN DASAR

No
Aspek Feedback
.
INTERPERSONAL
1. Membina sambung rasa Salam, senyum, sapa
memperkenalkan diri.
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan.
3. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan
membebaskan daerah yang akan diperiksa dari
pakaian.
4. Cuci tangan WHO
CONTENT
5. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat
tidur pasien
Inspeksi
6. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana
bentuk abdomennya
7. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa
tonjolan, luka, dinding perut cembung /rata
8. Catat & Laporkan segala sesuatu yang anda dapatkan
dengan cermat
Auskultasi
9. Mempersiapkan stetoskop dengan membuka salah satu
corongnya sesuai tempat auskultasi
10. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu
tempat di atas letak intestinum & colon
11. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara
peristaltik
Perkusi
12. Menekan interphalanx jari ke 3 tangan kiri ke
permukaan badan yg diperiksa tanpa ada bagian
tangan lain menekan permukaan tsb.
13. Mengetuk dengan jari tengah tangan kanan
14. Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah
tangan kiri
15. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada pergelangan
tangan
16. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani
Palpasi
17. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh
penderita
18. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan
dengan jari tangan pada masing-masing kuadran
19. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa
kedalaman abdomen
20. Menggunakan permukaan telapak tangan dengan jari-
jari tangan yang berdekatan dari salah satu atau kedua

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 68


Buku Panduan CSL 2

tangan
21. Mulailah dari kuadran ke kuadran sambil menekan ke
bawah 1-4 cm
22. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri
tekan atau adanya massa
PROFESIONALISME
23. Melakukan dengan penuh percaya diri, minimal error
24. Cuci tangan WHO

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 69


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL

A. TEMA

Pemeriksaan saraf kranial

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan
fungsi masing-masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil
N Level
Jenis Kompetensi
o Kompetensi
1 assessment of sense of smell 1 2 3 4
2 inspection of width of palpebral cleft 1 2 3 4
3 inspection of pupils (size and shape) 1 2 3 4
4 pupillary reaction to light 1 2 3 4
5 pupillary reaction of close objects 1 2 3 4
6 assessment of extra-ocular movements 1 2 3 4
7 assessment of diplopia 1 2 3 4
8 assessment of nystagmus 1 2 3 4
9 corneal reflex 1 2 3 4
10 assessment of visual fields 1 2 3 4
11 test visual acuity 1 2 3 4
12 fundoscopy assessment of pupil 1 2 3 3
13 assessment of facial symmetry 1 2 3 4
14 assessment of strength of temporal and masseter muscles 1 2 3 4
15 assessment of facial sensation 1 2 3 4
16 assessment of facial movements 1 2 3 4
17 assessment of taste 1 2 3 4
assessment of hearing (lateralization, air and bone
18 1 2 3 4
conduction)
19 assessment of swallowing 1 2 3 4
20 inspection of palate 1 2 3 4
21 test gag reflex 1 2 3 4
22 assessment of sternokleidomastoid and trapezius muscles 1 2 3 4
23 tongue, inspection at rest 1 2 3 4
tongue, inspection and assessment of motor system (e.g.
24 1 2 3 4
sticking out)
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2012)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 70


Buku Panduan CSL 2

C. ALAT DAN BAHAN

1. Meja dan kursi tempat pemeriksaan


2. Kapas
3. Snellen chart
4. Garpu tala 512 Hz
5. Pin/jarum
6. Palu reflek
7. Pipet
8. Pen light
9. Cairan gula, garam, cuka, dan kina/kopi
10. Kopi, teh, dan tembakau
11. Ofthalmoskop

D. SKENARIO

Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini
dirasakan sudah 3 hari. Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi
kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut-denyut pada sisi kanan kepala,
keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di tempat yang
tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan
diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI

Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis,
sedangkan sistem saraf perifer terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.

Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi


(termasuk tingkat kesadaran), saraf-saraf kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi
sensoris, dan fungsi serebelum.

Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah
penilaian 12 fungsi saraf kranial

Penilaian Fungsi Saraf Kranial (Saraf Otak)


Saraf kranial merupakan saraf khusus yang keluar dari tengkorak (cranium), dan
terdiri dari 12 pasang. Beberapa saraf kranial memiliki fungsi sensoris dan motoris
umum, sementara yang lain memiliki fungsi khusus seperti untuk penciuman,
penglihatan maupun pendengaran. Lokasi dan fungsi dari saraf-saraf kranial
tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dan tabel 1 di bawah ini:

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 71


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Bagian inferior dari otak dan saraf kranial

Tabel 1. Saraf-saraf kranial dan fungsinya


N
NAMA FUNGSI
O
I Olfaktorius Penciuman
II Optikus Penglihatan
III Okulomotorius Konstriksi pupil, membuka mata, pergerakan sebagian
besar otot ekstraokuler
IV Trokhlearis Pergerakan bola mata ke medial bawah
V Trigeminus Motorik: Pergerakan otot temporal dan masseter, dan
pergerakan rahang ke lateral
Sensoris: Sensasi wajah, (1) N. Ophtalmikus, (2) N.
Maksilaris, (3) N. Mandibularis
VI Abdusens Deviasi lateral mata
VII Fasialis Motorik: pergerakan wajah (ekspresi, menutup mata,
menutup mulut)
Sensoris: Sensasi rasa asin, manis, asam, pahit)
VII Akustikus Mendengar (bagian koklea), keseimbangan (bagian
I (vestibulokokle vestibularis)
aris)
IX Glossofaringeu Motorik: Faring
s Sensoris: bagian posterior dari membran timfani dan
kanalis auditorius, faring, dan posterior dari lidah, termasuk
sensasi rasa.
X Vagus Motorik: palatum, faring dan laring
Sensoris: faring, laring
XI Assesorius Motorik: Sternocleidomastoid dan bagian atas dari
trapezius
XII Hipoglossus Motorik: lidah

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 72


Buku Panduan CSL 2

Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat
bahwa pasien menderita gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan
pada suatu saraf kranial (sesuai urutan), dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
sebagai berikut:

Tabel 2. Saraf-saraf kranial dan pemeriksaannya


SARAF
KRANIAL PEMERIKSAAN
I Penciuman
II - Ketajaman penglihatan (kartu Snellen)
- Lapangan pandang
- Fundus okuli
III, IV, VI - Reaksi pupil (langsung dan tidak langsung)
- Pergerakan otot ekstraokuler
V - Sensasi wajah di 3 daerah sensoris
- Menggigit dan menggerakkan rahang ke sisi berlawanan,
palpasi otot masseter dan temporal
- Reflek Sentakan Rahang
- Refleks kornea
VII - Pergerakan wajah (mengerutkan dahi, tersenyum,
memperlihatkan gigi, mengangkat alis)
- Sensoris lidah 2/3 anterior
VIII - Tes Weber dan Rinne
IX Sensoris lidah 1/3 posterior
X Pemeriksaan reflek muntah (gag refleks) dan arkus faring
V, VII, X, XII Suara dan ucapan
XI Otot sternocleidomastoid
Otot Trapezius
XII Gerakan lidah

F. PROSEDUR

1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan lurus
kedepan.
d. Cuci Tangan WHO

2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 73


Buku Panduan CSL 2

3. Pemeriksaan Saraf Kranial

Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang
hidung ditutup (alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup.
Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta
pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.

Nervus II. Optikus


1. Kaji Tajam Penglihatan

Gambar. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

a. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika
pasien memakai kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien
dapat memakai kacamatanya)
b. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup
dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata
dengan tangannya)
c. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil
yang masih bisa dibaca.
d. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan.
(Misalnya 20/60, dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak
pemeriksaan yang dipakai dalam pemeriksaan, dan penyebut (60
kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera pada baris huruf
Snellen chart.)
e. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 74


Buku Panduan CSL 2

Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka
lakukan prosedur berikut:
 Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih
jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien
tidak dapat menghitung jari pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan
diri ke arah pasien dan kembali meminta pasien untuk menghitung jari
pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari
pemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat
dilakukan dengan baik hingga jarak 60 meter.
 Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter
dari pasien, periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian
dan dapat menentukan arah gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga
jarak 300 meter.
 Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light
untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon
pasien terhadap cahaya: persepsi cahaya, persepsi arah cahaya,
persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat cahaya maka
visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).

2. Lapang Pandang (Konfrontasi)

Gambar. Pemeriksaan Lapang Pandang

a. Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan


tangan ( 30 – 50 cm )
b. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
c. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien yang
ditutup.
d. Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa (fiksasi).
e. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang
digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
f. Gerakkan objek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer ke
tengah di mulai dari arah superior, superior temporal, temporal,
temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior nasal.
g. Bandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.
h. Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 75


Buku Panduan CSL 2

3. Funduskopi

Gambar. Pemeriksaan Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai


keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus.
Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang temaran dan pasien diberikan
midriatikum sebelumnya.
a. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk
memeriksa mata kiri pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien
dengan memegang oftalmoskop pada tangan kiri), pemeriksa
memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
b. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata.
Lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop
diposisikan pada sisi temporal pasien hingga gambaran fundus terlihat.
c. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya
dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail
fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).
d. Amati gambaran fundus yang terlihat.

Gambar. Fundus Normal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 76


Buku Panduan CSL 2

neovaskular

hemoragik

Gambar. Fundus Retinopati Diabetikum

Nervus III. Okulomotorius, Nervus IV. Troklearis, Nervus VI. Abdusen


1. Gerakan Okular Duksi (Monocular)

Gambar. Pemeriksaan N.III, N.IV, N.VI

a. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup salah satu mata pasien dengan
menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
b. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal.

c. Ulangi prosedur untuk mata sebelahnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 77


Buku Panduan CSL 2

2. Gerakan Okular Versi (Binocular)


a. Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan
kedua mata lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
b. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada garis tengah.

3. Reflek Pupil

Gambar. Pemeriksaan Reflek Pupil

a. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien


untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi
b. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari
arah samping atau bawah.
c. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
d. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
e. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri
yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran
pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil langsung.
f. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.

Nervus V. Trigeminus
1. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah

Gambar. Pemeriksaan Sensoris Wajah

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 78


Buku Panduan CSL 2

a. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada


sentuhan daerah wajah.
b. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk
memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang
sama pada posisi yang sama pada dahi sisi yang lain.
c. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
d. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi
wajah.
e. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul,
pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pin tajam dan benda
tumpul yang dilakukan dengan tekanan ringan pada daerah wajah secara
bergantian tajam dan tumpul dan pada kedua sisi wajah, minta pasien
menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah tajam atau tumpul dan
apakah sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi wajah.

2. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter


a. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot temporalis
pasien.
b. Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan kontraksi
otot temporalis pada tangan.
c. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.

3. Kontraksi Otot Pterygoideus anterior dan lateral


a. Uji gigit spatel
 Pasien diminta untuk menggigit spatel kayu/stainless steel.
 Pasien diminta untuk tetap menahan gigitannya, sementara pemeriksa
menarik spatel.
 Nilai kekuatan otot pterygoideus medialnya.
b. Pergerakan Rahang Sisi ke Sisi
 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang bawah
pasien.
 Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke arah kanan
dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan
kiri equivalen.
 Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan
minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri
sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot
pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.

4. Reflek Sentakan Rahang


a. Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
b. Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
c. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang
bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
Reflek normal akan memberikan sedikit gerakan rahang bawah ke arah atas.
Respon abnormal akan memberikan sentakan yang berlebih.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 79


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Pemeriksaan Reflek Sentakan Rahang

5. Reflek Kornea

Gambar. Pemeriksaan Reflek Kornea

Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan ringan


pada kornea
a. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
b. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas
ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.
c. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada
kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.

Nervus VII. Fasialis


1. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Bawah

Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Bawah

a. Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 80


Buku Panduan CSL 2

b. Pada respon yang normal sudut bibir simetris. Pada keadaan abnormal
respon mulut deviasi ke arah yang sehat.

2. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Atas

Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Atas

a. Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.


b. Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
c. Pada respon yang normal, kedua mata pasien tidak akan terbuka
walaupun pemeriksa berusaha membuka kedua kelopak mata dengan
tenaga.
d. Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
e. Pada respon normal, akan tampak kerut pada kedua sisi dahi simetris.
Pada respon abnormal tak tampak adanya kerut dahi pada sisi yang sakit.

3. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah


a. Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis (gula),
asin (garam), pahit (kina/kopi), asam (cuka). Semua subtansi disediakan
dalam bentuk cairan.
b. Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
c. Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan menggunakan
pipet.
d. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang
dirasakan pasien.

Nervus VIII. Akustikus

Gambar. Pemeriksaan Rinne dan Webber

1. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran
tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 81


Buku Panduan CSL 2

b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan


tangkainya tegak lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang
meatus akustikus eksternus).
c. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan pasien.
d. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
e. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes
rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya

2. Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran
tulang antara kedua telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita
letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis tengah.
c. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah
sama keras.
d. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak
mendengar atau sama-sama mendengar berarti tidak ada lateralisasi.

Nervus IX. Glossopharingeal

Gambar. Pemeriksaan N.IX

1. Reflek Muntah
a. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
b. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
c. Periksa respon muntah

2. Test pengecap 1/3 posterior lidah


Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis hanya
posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.

Nervus X. Vagus
1. Perubahan Bicara
a. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
b. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara
(laring), suara menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 82


Buku Panduan CSL 2

adalah kesulitan menghasilkan artikulasi karena paralisis vagal sehingga


menyebabkan kelemahan kontraksi soft palatum.

2. Kontraksi Soft Palatum


a. Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata “Aaaaa”.
b. Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi sekaligus
memeriksa posisi uvula.
c. Pada respon normal soft palatum (arkus palatum) kedua sisi terangkat
simetris dan uvula tetap pada posisi tengah.
d. Respon abnormal akan didapatkan bila salah satu sisi soft palatum tidak
terangkat, dan uvula akan tertarik ke sisi yang berlawanan (sisi yang
sehat).

3. Menelan
a. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
b. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah
pasien tersedak.

Nervus XI. Accessory


1. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus

Gambar. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus

a. Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.


b. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan
tangan pemeriksa

2. Pemeriksaan Otot Trapezius

Gambar. Pemeriksaan Otot Trapezius

a. Pemeriksa berhadapan dengan pasien.


b. Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 83


Buku Panduan CSL 2

c. Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan tangan


pasien.
d. Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius pasien.

Nervus. XII. Hypoglossal


Pemeriksaan Motoris Lidah

Gambar. Pemeriksaan N.XII

1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar
mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi
pada sisi yang terkena (sisi yang sakit).

4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6,


EGC. Jakarta.
2. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw –
Hill , Chapter 5: 155-208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 84


Buku Panduan CSL 2

CHECK LIST LATIHAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

No
Aspek Feedback
.
INTERPERSONAL
1. Membina sambung rasa
Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak
4. Cuci tangan WHO
CONTENT
Inspeksi
5. General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
N. I. Olfaktorius
6. Pasien diperkenalkan dengan ketiga sampel tes dengan
cara menghidu terlebih dahulu
7. Pasien diminta untuk menutup mata, kemudian bernafas
dengan satu lubang hidung ditutup (alternatif: dengan
menggunakan tangan pasien).
8. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien
yang tidak ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak
mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
9. Setiap lubang hidung dites bergantian.
10 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi
. yang cukup, lalu meminta pasien untuk mengidentifikasi
sampel tes.
N. II. Optikus
A. Kaji Tajam Penglihatan
11 Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari
. Snellen chart (untuk pemeriksaan visus dasar, Jika
pasien memakai kacamata sebagai alat bantu
pengelihatan, maka pasien diminta melepas).
12 Pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih
. dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup mata
(alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan
tangannya).
13 Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga
. baris huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
14 Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam
bentuk pecahan (misal : 20/20)
 Apabila dalam satu baris, pasien bisa menyebutkan
lebih dari ½ baris yang benar dan terdapat beberapa
huruf yang salah maka ditulis dengan 20/20 false x (x
= berapa huruf yang salah)
 Apabila dalam satu baris, pasien bisa menyebutkan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 85


Buku Panduan CSL 2

kurang dari ½ baris yang benar maka ditulis dengan


20/20 true x (x = berapa huruf yang benar)
15 Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
.
16 Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada
. Snellen chart, maka lakukan prosedur berikut:
Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan
ekstensikan dua atau lebih jari, minta pasien untuk
menghitung jari pemeriksa.
Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa pada jarak
6 m, maju 1 m, dan seterusnya.
Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari
pemeriksa.
17 Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada
. jarak 1 m, periksa apakah pasien dapat melihat
gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian (kiri-kanan/atas-bawah)
18 Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan,
. gunakan pen-light untuk memeriksa apakah pasien
dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap
cahaya : persepsi cahaya, persepsi arah cahaya,
persepsi tanpa cahaya.
B. Lapang Pandang (Konfrontasi)
18 Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak
. jangkauan tangan ( 30 – 50 cm ).
19 Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan
. kirinya.
20 Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan
. mata pasien yang ditutup
21 Minta pasien untuk menatap tepat pada hidung
. pemeriksa (fiksasi).
22 Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek
. (jari/pena) yang digerakkan petugas di mana mata tetap
terfiksasi dengan mata pemeriksa.
23 Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau
. pena) dari perifer ke tengah di mulai dari arah superior,
superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior,
inferior nasal, superior nasal.
24 Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.
.
C. Funduskopi
25 Pasien posisi duduk. Pemeriksa memegang
. oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa
mata kiri pasien dan tangan kiri dengan, pemeriksa
memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
26 Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan
menempel pada mata pasien. Lalu perlahan bergerak

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 86


Buku Panduan CSL 2

. maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan


pada sisi temporal pasien hingga gambaran fundus
terlihat.
27 Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa
. mengatur besarnya dioptri yang diperlukan untk
menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat
terlihat jelas (bila diperlukan).
28 Amati gambaran fundus yang terlihat
.
N.III. Okulomotorius, N.IV. Troklearis, N.VI. Abdusen
A. Gerakan Okular Duksi (Monocular)
29 Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri
. pasien dengan menggunakan telapak tangan pasien,
kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan.
Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target
fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.
30 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
. fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target
fiksasi sesuai enam lapang cardinal.
31 Ulangi Prosedur untuk mata kiri.
.
B. Gerakan Okular Versi (Binocular)
32 Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak
. dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau
benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan
setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
33 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
. fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target
fiksasi sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke
atas dan ke bawah pada garis tengah.
D. Reflek Pupil
35 Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan
. temaram, minta pasien untuk melihat benda yang jauh
untuk fiksasi.
36 Sinari mata kanan secara langsung dengan
. menggunakan pen-light dari arah samping atau bawah.
37 Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
.
38 Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
.
39 Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon
. pada mata kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex).
Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan
ekuivalen dengan respon pupil langsung.
40 Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 87


Buku Panduan CSL 2

Nervus V. Trigeminus
A. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
41 Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan
. respon pada sentuhan daerah wajah.
42 Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan
. kapas untuk memberikan usapan pada satu sisi dahi,
setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang
sama pada dahi sisi yang lain.
43 Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
.
44 Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama
. pada kedua sisi wajah.
45 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri,
. pemeriksaan uji nyeri dilakukan dengan menggunakan
pin tajam yang dilakukan dengan tekanan ringan pada
daerah wajah.
B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
46 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya
. pada otot temporalis pasien.
47 Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit),
. rasakan kontraksi otot temporalis pada tangan.
48 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot
. maseter.
C. Kekuatan otot Pterygoideus Medial dan Lateral
49 Pasien diminta untuk menggigit spatel dengan kuat,
. kemudian pemeriksa menarik spatel. Nilai kekuatan otot
pterygoideus medial
50 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya
. pada rahang bawah pasien Pasien diminta untuk
menggerakkan rahang bawahnya ke kanan dan ke kiri.
Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan
dan kiri equivalen.
51 Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang
. bawah pasien, dan minta pasien untuk menggerakkan
rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah
tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot
pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
D. Reflek Sentakan Rahang
52 Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
.
53 Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
.
54 Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada
. anterior rahang bawah (dagu). Pukulkan palu reflek
pada ibu jari pemeriksa.
55 Periksa respon pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 88


Buku Panduan CSL 2

.
E. Reflek Kornea
56 Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk
. meruncing.
57 Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung
. runcing kapas ditempatkan dari sisi lateral mata dan
usapkan secara ringan pada kornea.
58 Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks
. menutup mata pada kedua mata. Bandingkan respon
reflek kornea pada kedua bola mata.
N.VII. Fasialis
A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah
59 Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan
. gigi-geliginya.
B. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Atas
60 Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-
. kuat.
61 Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak
. mata.
62 Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
.
C. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah
63 Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa :
manis (gula), asin (garam), pahit (kina), asam (cuka).
Semua subtansi disediakan dalam bentuk cairan.
64 Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
.
65 Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien
. dengan menggunakan pipet.
66 Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon
. rasa yang dirasakan pasien.
N.VIII. Akustikus
A. Tes Rinne
67 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
.
68 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu
. menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus
eksternus).
69 Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera
. garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus
eksternus kanan pasien.
70 Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
.
B. Tes Weber

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 89


Buku Panduan CSL 2

71 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz


.
72 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu
. tangkainya kita letakkan tegak lurus pada dahi tepat di
garis tengah.
73 Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar
. lebih, ataukah sama keras.
N. IX. Glossopharingeal
A. Reflek Muntah (Gag Reflex)
74 Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
.
75 Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring
. dengan spatel lidah.
76 Periksa respon muntah
.
B. Tes Pengecap 1/3 Posterior Lidah
77 Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan
. Nervus Fascialis hanya posisi pemeriksaan pada 1/3
posterior lidah.
N. X. Vagus
A. Perubahan Bicara
78 Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu
. kalimat.
79 Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada
. disfoni atau disartria.
B. Kontraksi Soft Palatum
80 Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata
. “Aaaaa”
81 Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada
. kedua sisi sekaligus memeriksa posisi uvula.
C. Menelan
82 Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
.
83 Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam
. menelan, atau adakah pasien tersedak.
N. XI. Accessory
A. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
84 Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
.
85 Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri
. melawan tahanan tangan pemeriksa.
B. Pemeriksaan Otot Trapezius
86 Pemeriksa berhadapan dengan pasien
.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 90


Buku Panduan CSL 2

87 Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.


.
88 Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan
. tahanan tangan pasien.
89 Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot
. trapezius pasien.
N. XII. Hypoglossal
90 Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap
. berada pada dasar mulut.
91 Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi
. atau atropi.
92 Pasien diminta untuk menjulurkan lidah
.
93 Periksa adakah deviasi lidah
.
PROFESIONALISME
95 Melakukan dengan penuh percaya diri, serta minimal
. error
96 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
.
97 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan
. kepada pasien
98 Cuci tangan WHO
.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 91


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL DAN


RANGE OF MOTION (ROM)

A. TEMA

Keterampilan Klinis Pemeriksaan ROM (Range of Motion)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan


pemeriksaan ROM

C. ALAT DAN BAHAN

1. Bed periksa pasien


2. Meja dan kursi periksa
3. Goniometer

D. SKENARIO

Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada
sendi lutut sebelah kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan
belakangan, namun selama 3 hari ini keluhan dirasa terus menerus dan
memberat. Keluhan disertai dengan gerak sendi terbatas karena nyeri, sulit untuk
ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara pada sendi tersebut setelah
bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan, sedangkan bila
beristirahat keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan
melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI

1. Pemeriksaan Anggota Gerak


Pada pemeriksaan anggota gerak dilakukan penilaian terhadap keadaan
tulang, otot serta sendi. Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi kemudian
diikuti dengan palpasi serta perkusi seperti yang telah dipelajari pada blok
sebelumnya.
Kelainan pada anggota gerak dapat terjadi:
a. Berbagai kelainan kongenital dapat terjadi pada ekstremitas superior
maupun inferior, diantaranya amelia (tidak terdapatnya semua anggota
gerak), ekstromelia (tidak adanya salah satu anggota gerak), fokomelia
(anggota gerak bagian proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya
jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal).
b. Fraktur, dislokasi, hemangioma yang besar, limfangioma, fistula arteriovena,
neurofibromatosis dapat menyebabkan panjang dan bentuk ekstremitas
kanan dan kiri tidak sama.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 92


Buku Panduan CSL 2

c. Pada keadaan yang menyebabkan hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan


sianotik, penyakit paru kronik) dan dapat pula disebabkan oleh penyakit lain
seperti penyakit hati kronik, endokarditis dan beberapa keganasan
menyebabkan adanya jari-jari tabuh pada tangan dan kaki. Tanda dini dari
jari tabuh adalah menaiknya dasar kuku, pada stadium selanjutnya seluruh
bagian distal jari dan kuku mengembang dan membundar.
d. Nyeri tekan pada angggota gerak paling sering disebabkan oleh trauma dan
infeksi. Nyeri tekan pada m. Sartorius dapat merupakan tanda dari
meningitis tuberculosa. Tiap rasanyeri pada bagian distal tulang harus
dicurigai kemungkinan terdapatnya osteomyelitis.
e. Gangren atau nekrosis jaringan akibat sumbatan pembuluh darah. Proses ini
mula-mula ditandai dengan anggota gerak yang dingin, pucat, kekuatan
ototnya menghilang, serta rasa nyeri. Dengan berlanjutnya proses nekrosis,
maka daerah itu menjadi hipoestesi dan bewarna hitam.
f. Disamping deformitas, tanda fraktur lainnya adalah nyeri, krepitasi serta
gangguan fungsi anggota gerak.
g. Kelainan bentuk tulang. Seringkali sampai lebih kurang satu tahun setelah
anak dapat berjalan, bentuk tibia melengkung keluar (genu varum). Genu
valgum, tungkai berbentuk huruf X seringkali didapatkan pada anak berumur
2-5 tahun yang masih dikategorikan normal, akan tetapi dapat ditemukan
pada anak dengan poliomyelitis, rakitis, sifilis, atau pada anak yang posisi
kedua kakinya pronasi.
h. Kelainan posisi kaki, misalnya club foot, pes kavus, pes ekuinus.
i. Gaya berjalan berupa kaki menyeret (foot drop), gaya berjalan seperti
menggunting (scissors gait), ataksia (cara berjalan yang canggung dan
meluas).

Hal penting yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan sendi mayor:


a. Inspeksi sendi untuk melihat simetris atau tidak, alignment dan deformitas
tulang
b. Inspeksi dan palpasi jaringan sekitar, lihat perubahan kulit, nodul, atrofi otot
dan krepitasi
c. ROM dan manuver tiap sendi
d. Penilaian tanda inflamasi seperti bengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan dan
kemerahan

Tanda-tanda radang sendi seperti RA, Demam Rematik, Serum Sickness


gerakan menjadi terbatas akibat rasa nyeri spasme otot dan tendon daerah
sekitarnya. Adanya deformitas sendi pergelangan tangan, siku, bahu, sendi
sternoclavicularis, temporomandibularis dan sendi panggul bisa menjadi tanda
adanya subluksasi atau dislokasi.

2. Range Of Motion (ROM)


Pemeriksaan range of motion (ROM) adalah pemeriksaan dengan melakukan
pengukuran luas gerakan sendi (derajat) yang terjadi dari kontraksi dan
pergerakan otot. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta klien menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif
ataupun pasif.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 93


Buku Panduan CSL 2

Tujuan pemeriksaan range of motion adalah:


a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
b. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi

Jenis ROM :
a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan
rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
b. ROM aktif, pemeriksa memberikan motivasi dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang
gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 %

Jenis gerakan : f. Supinasi


a. Fleksi g. Pronasi
h. Abduksi
b. Ekstensi
i. Aduksi
c. Hiper ekstensi
j. Oposisi
d. Rotasi
e. Sirkumduksi

Sendi yang digerakan :


a. ROM Aktif
Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara
aktif.
b. ROM Pasif
Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan
klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
 Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
 Bahu tangan kanan dan kiri (fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu)
 Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
 Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
 Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/ adduksi, oposisi)
 Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi
internal/eksternal)
 Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, rotasi)
 Jari kaki (fleksi/ekstensi)

Indikasi :
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama

Kontra Indikasi :
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (misalnya: jantung)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 94


Buku Panduan CSL 2

Nilai Normal ROM:

Pemeriksaan Goniometri
Geniometri
Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang
berarti sudut dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri
berkaitan dengan pengukuran sudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari
sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia. Goniometri merupakan bagian
yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak.

Goniometer digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan


sendi aktif dan pasif. Goniometer juga digunakan untuk menggambarkan
secara akurat posisi abnormal sendi. Pada CSL 2 ini pemeriksaan goniometri
beluum dilakukan.

Prosedur
Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.
1. Meletakkan goniometer :
a. Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 95


Buku Panduan CSL 2

b. Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen


tubuh yang statik.
c. Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal
2. Membaca besaran lingkup gerak sendi (LGS) pada posisi awal pengukuran
dan mendokumentasikannya
3. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang
ada
4. Mebaca besaran LGS

Gambar. Goniometer & Pemeriksaan ROM dengan menggunakan


goniometer

F. PROSEDUR

1. PEMERIKSAAN SENDI BAHU


a. Inspeksi
 Inspeksi apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau
fasikulasi.
 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri
karena lokasi nyeri bisa menjadi petunjuk letak lesi, misalnya :
 Tepat diatas bahu, menyebar sampai ke leher : sendi acromioclavicular
 Lateral bahu, menyebar ke insersi dari musculus deltoideus – lesi dari
cuff rotator
 Bahu bagian depan : lesi dari tendon bicipitalis
b. ROM
 Selama melakukan pemeriksaan ROM bahu, pemeriksa menempatkan
tangannya pada bahu pasien untuk mendeteksi ada tidaknya kresipitasi.
 Minta pasien untuk mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°)
dengan telapak tangan menghadap ke atas (untuk menilai pergerakan
glenohumeralis)
 Kemudian angkat lengan pada posisi vertical di atas kepala dengan
telapak tangan saling berhadapan (untuk menilai pergerakan
scapulothoracalis sebesar 60°dan kombinasi pergerakan glenohumerale
dan scapulothoracalis pada aduksi 30°)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 96


Buku Panduan CSL 2

Gambar Prosedur pemeriksaan ROM sendi bahu

2. PEMERIKSAAN SIKU
a. Inspeksi
 Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi
fleksi 70°.
 Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon.
 Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna. Catat
adanya nodul atau pembengkakan.
b. Palpasi
 Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan, catat
jika ada dislokasi dari olekranon.
 Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah
nyeri, pembengkakan atau penebalan
c. Pemeriksaan ROM Siku
 Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta
gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah.
 Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya
mintalah pasien untuk memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk
meminimalisasi gerakan sendi bahu.

Gambar. Pemeriksaan ROM siku

3. PEMERIKSAAN PERGELANGAN TANGAN DAN JARI TANGAN


a. Inspeksi
 Inspeksi daerah palmar dan dorsal dari tangan, juga tulang dari setiap jari
tangan apakah terdapat deformitas, pembengkakan atau angulasi.
b. Palpasi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 97


Buku Panduan CSL 2

 Palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal radius dan ulna
dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian dorsum pergelangan
tangan.
 Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Nyeri daerah
distal radius dapat menjadi pertanda adanya fraktur colless.
 Palpasi daerah jari tangan PIP dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk,
 Perhatikan apakah terdapat nyeri, pembengkakan, dan pembesaran
tulang. Bila ditemukan nodul (pembesaran tulang ) biasanya merupakan
tanda dari Osteoarthritis.

Gambar. Palpasi pergelangan tangan dan jari tangan

c. Pemeriksaan ROM pergelangan tangan


Flexion
 Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa
memegang siku pasien.
 Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari
pemeriksa pada telapak tangan pasien.
 Minta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan
gravitasi

Extension
 Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa
memegang siku pasien.
 Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan
tangan pemeriksa pada punggung tangan pasien.
 Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan
gravitasi.

Ulnar and radial deviation


 Posisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah.
 Salah satu tangan pemeriksa memegang pergelangan tangan pasien dan
tangan lainnya menopang telapak tangan pasien
 Minta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya ke arah lateral
dan medial.

Gambar. Pemeriksaan ROM pergelangan tangan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 98


Buku Panduan CSL 2

d. Pemeriksaan ROM jari tangan


Flexion dan extension
 Minta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian memekarkan jari-
jarinya secara bergantian. Normalnya pergerakan tersebut dapat
dilakukan dengan lancar.

Abduction dan adduction


 Minta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi) dan merapatkan
jarinya (adduksi) secara bergantian.
 Pada ibu jari, nilailah pergerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan
oposisi:
 Tes Fleksi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari
menyilang telapak tangan dan menyentuh dasar jari kelingking.
 Tes ekstensi dengan meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya
 Tes Abduksi dengan meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam
keadaan netral, telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan
ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan
 Tes adduksi dengan gerakan kembali ibu jari ke arah belakang.

Gambar. Pemeriksaan ROM jari tangan

4. PEMERIKSAAN LUTUT DAN EKSTREMITAS BAWAH


a. Inspeksi
 Inspeksi cara dan irama berjalan pasien saat memasuki ruang
pemeriksaan. Perhatikan bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi
m. quadriceps apakah terdapat pembengkakan.
b. Palpasi
 Mintalah pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut dalam
posisi fleksi. Pada posisi ini landmark tulang dapat lebih mudah terlihat
sementara otot, tendon dan ligament lebih rileks, sehingga palpasi lebih
mudah dilakukan.
 Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus
femoralis media dan lateral
 Palpasilah ligamen, batas meniscus dan bursa dari lutut, perhatikan jika
terdapat kekakuan.
c. Pemeriksaan ROM lutut
 Prinsip pemeriksaan rom lutut adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan
eksternal.
 Minta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam
keadaan duduk.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 99


Buku Panduan CSL 2

 Jika diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan meminta pasien


berjongkok-berdiri yang juga dapat menilai keseimbangan pasien.
 Minta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral untuk
menilai rotasi.
Terkadang juga diperlukan pemeriksaan stabilitas ligament dan integritas
meniscus terutama jika terdapat riwayat trauma atau teraba kekakuan.
Pemeriksaan tersebut mencakup Abduction Stress Test, Adduction Stress
Test, Anterior Drawer Sign, Lachman Test, Posterior Drawer Sign, dan
McMurray Test yang dapat Anda pelajari sendiri pada literatur
pemeriksaan fisik.

5. PEMERIKSAAN PERGELANGAN KAKI DAN KAKI


a. Inspeksi
 Inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat
deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus
b. Palpasi
 Palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari
pergelangan kaki dan perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Nyeri
lokal dapat ditemukan pada kasus arthritis, cedera ligament, atau infeksi
daerah pergelangan kaki.
 Palpasi juga dilakukan di sendi-sendi Metatarsofalang dengan cara
menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Nyeri yang
didapatkan oleh karena penekanan bisa menjadi pertanda stadium awal
dari RA atau inflamasi akut yang disebakan oleh GOUT.

Gambar. Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki

c. Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki


 ROM dari pergelangan kaki adalah dorsofleksi dan plantarfleksi.
 ROM kaki terdiri dari eversi dan inversi dengan cara memegang
pergelangan kaki dan tumit kaki pasien kemudian minta pasien
menggerakan kakinya inversi dan eversi.

Gambar. Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki

G. DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 100


Buku Panduan CSL 2

 Bate’s barbara. Guide to Physical Examination. Lippincot. 2007. Chapter 15


 Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:
2006

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 101


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN RANGE OF MOTION (ROM)

No Aspek Feedback

INTERPERSONAL
1. Sambung Rasa dan Informed consent
Pemeriksaan Muskuloskeletal dan ROM
Sendi Bahu
2. Lakukan inspeksi:
Apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot
atau fasikulasi
3. Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk
menunjuk lokasi nyeri, lakukan palpasi pada area
tersebut.
Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan
memegang sendi bahu pasien dan meminta pasien untuk
berdiri pada posisi anatomis, kemudian:
4. Gerakkan lengan atas ke arah anterior untuk menilai
Fleksi (normal 1800)
5. Gerakkan lengan atas ke arah posterior untuk menilai
Ekstensi (normal 600)
6. Gerakkan lengan atas ke arah anterior setinggi bahu,
kemudian gerakkan ke arah lateral-medial untuk menilai
Fleksi Horisontal (normal 1350)
7. Gerakkan lengan atas ke arah lateral untuk menilai
Abduksi (normal 1800)
8. Gerakkan lengan atas ke arah medial (menyentuh
anterior tubuh) untuk menilai Adduksi ( normal 750)
Sendi Siku
9. Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien
dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi
70°. Perhatikan epicondylus medial dan lateral serta
olecranon. Perhatikan kontur siku, apakah terdapat nodul
atau pembengkakan.
10. Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan
epicondylus untuk nyeri tekan. Perhatikan apakah
terdapat dislokasi olekranon, adakah nyeri,
pembengkakan atau penebalan antara epicondylus dan
olekranon.
Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta
pasien untuk berdiri pada posisi anatomis, kemudian:
11. Melakukan gerakan fleksi-ekstensi pada sendi sikunya

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 102


Buku Panduan CSL 2

(normal 1500)
12. Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan rotasi
telapak tangan menghadap ke bawah untuk menilai
pronasi (normal 800)
13. Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan rotasi
telapak tangan menghadap ke atas untuk menilai
supinasi (normal 800)
Sendi Pergelangan Tangan dan Jari
14. Lakukan inspeksi daerah palmar dan dorsal tangan
serta jari tangan, perhatikan apakah terdapat deformitas,
pembengkakan atau angulasi.
15. Lakukan palpasi daerah pergelangan tangan pada
bagian distal radius dan ulna dengan menggunakan
kedua ibu jari. Perhatikan adakah pembengkakan,
bogginess atau nyeri. Palpasi daerah jari tangan dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Perhatikan
adakah nyeri, pembengkakan atau pembesaran tulang.
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan tangan
dengan pasien berdiri pada posisi anatomis, kemudian
mengangkat lengan atas dan lengan bawah setinggi bahu
sejajar lantai
16. Flexion:
a. Posisikan telapak tangan supinasi sejajar lantai
b. Gerakkan telapak tangan ke bawah untuk menilai fleksi
sendi pergelangan tangan (normal 800)
17. Extension:
c. Posisikan telapak tangan supinasi sejajar lantai
Gerakkan telapak tangan keatas untuk menilai ekstensii
sendi pergelangan tangan (normal 700)
18. Ulnar and radial deviation:
a) Memposisikan telapak tangan pasien menghadap ke
bawah.
b) Memegang pergelangan tangan pasien dan menopang
telapak tangan pasien
c) Meminta pasien untuk menggerakan pergelangan
tangannya ke arah lateral dan media
Lakukan pemeriksaan ROM jari tangan :
19. Flexion dan extension:
Meminta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian
memekarkan jari-jarinya secara bergantian
20. Abduction dan adduction:
Meminta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 103


Buku Panduan CSL 2

dan merapatkan jarinya (adduksi) secara bergantian

Lakukan pemeriksaan ROM ibu jari:


21. Tes Fleksi:
Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang
telapak tangan dan menyentuh dasar jari kelingking
22. Tes ekstensi :
Meminta pasien menggerakkan ibu jarinya ke arah
posterior
23. Tes Abduksi:
Meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam
keadaan netral, telapak tangan menghadap ke atas.
Kemudian gerakkan ibu jari ke arah lateral menjauh dari
jari telunjuk.
24. Tes adduksi:
Meminta pasien menggerakan kembali ibu jari ke arah
medial mendekat jari telunjuk.
Lutut dan ekstremitas bawah
26. Lakukan inspeksi cara dan irama berjalan pasien.
Perhatikan pula bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat
atrofi M. quadriceps, apakah terdapat pembengkakan.
27. Lakukan palpasi dengan meminta pasien untuk duduk
di tepi bed pemeriksaan dengan lutut fleksi. Palpasi dan
identifikasi condylus femoralis media dan lateral,
epicondylus femoralis media dan lateral serta ligamen,
batas meniscus, perhatikan jika terdapat kekakuan.
Lakukan pemeriksaan ROM lutut:
28. Fleksi dan Ekstensi:
Meminta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi
lututnya dalam keadaan duduk.
29. Rotasi internal dan eksternal:
Meminta pasien untuk memutar kakinya kearah medial
dan lateral
Pergelangan kaki dan kaki
30. Lakukan inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki,
perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan,
nodule dan atau calus
31. Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari
pada bagian anterior dari pergelangan kaki. Perhatikan
adakah pembengkakan dan nyeri. Palpasi sendi
metatarsofalang dengan menekan kaki dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.Perhatikan adakah
pembengkakan dan nyeri

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 104


Buku Panduan CSL 2

Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan kaki & kaki


dengan:
32. Meminta pasien melakukan gerakan dorsofleksi dan
plantarfleksi
33. Eversi dan inversi:
Peganglah pergelangan kaki dan tumit kaki pasien
Pinta pasien menggerakan kakinya inversi (memutar ke
medial) dan eversi (memutar ke lateral)
PROFESIONALISME
34. Melakukan dengan percaya diri
35. Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 105


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS


DAN PATOLOGIS

A. TEMA

Pemeriksaan refleks fisiologis dan reflek patologis

B. TUJUAN PEMBELAJARAN:

1. Mampu melakukan pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis


2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis
dan patologis
3. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan

C. ALAT DAN BAHAN

1. Reflek hammer
2. Meja pemeriksaan

D. SKENARIO

Tn.X, 48 tahun, diantar oleh keluarganya ke RS karena pagi ini tiba-tiba beliau
jatuh pingsan setelah bertengkar hebat dengan tetangganya, dan ketika sadar
Tn.X menjadi sulit untuk menggerakkan tangan dan kaki kanannya. Anda
kebetulan yang saat itu sedang bertugas di UGD memeriksa Tn.X dengan
seksama, dan memang benar tangan dan kaki kanan beliau menjadi lemah.

E. DASAR TEORI

1. Refleks Fisiologis dan Patologis


Reflek adalah jawaban atas rangsang. Reflek neurologik tergantung pada
suatu lengkung reflek yang terdiri dari jalur aferen yang dicetus oleh reseptor
dan sistem eferen yang mengaktivasi organ efektor, serta hubungan antara
kedua komponen. Misalnya reflek tendon yang timbul karena adanya rangsang,
yang akan diteruskan ke reseptor--serabut aferen--ganglion spinal--serabut
eferen—efektor (otot). Gerak otot reflektoris dapat ditimbulkan pada setiap
orang sehat (reflek fisiologis). Reflek regang otot adalah reflek yang timbul oleh
regangan otot yang disebabkan rangsangan dan sebagai jawabannya maka
otot berkontraksi. Nama lain dari reflek ini adalah reflek tendon atau reflek
fisiologis. Pada kerusakan UMN dapat terjadi refleks yang tidak dapat
dibangkitkan pada orang –orang sehat, yang dinamakan refleks patologis.

Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa


reflek superfisial yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi
berubah jawabannya jika terdapat lesi pada traktus piramidalis. Reflek, baik
berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN) atau Lower Motor Neuron (LMN) yang
pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar fleksi seperti pada orang

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 106


Buku Panduan CSL 2

normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari lainnya
sedangkan pada ekstrimitas atas (pada reflek hoffman trommer) akan timbul
fleksi keempat jari, yang pada orang normal tidak terjadi apa-apa.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan refleks


fisiologis adalah:
 Penderita harus dalam keadaan santai. Bagian yang diperiksa harus dalam
posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang terjadi dapat muncul
secara optimal
 Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung. Pukulan tidak
perlu terlalu keras

Gambar. Cara melakukan pukulan dengan menggunakan palu refleks

Penilaian hasil refleks


Refleks fisiologis dapat dinilai sebagai negatif, menurun, normal, meninggi dan
hiperaktif
Ada pula yang menggunakan kriteria sebagai berikut :
0 : negatif
+1 : lemah (dari normal)
+2 : normal
+3 : meninggi
+4 : hiperaktif

Jenis refleks fisiologis


 Reflek bisep: dengan memberi rangsangan berupa ketoka pada tendon otot
biseps maka akan menimbulkan gerakan fleksi lengan bawah. Pusat reflek
ini terletak di C5-C6
 Reflek tricep: dengan memberikan rangsangan berupa ketokan pada
tendon otot triceps dan sebagai jawabannya akan terjadi ektensi lengan
bawah. Pusat refleks ini terletak di C6-C8
 Reflek patella: dengan memberi rangsangan pada tendon m quadriceps
femoris dan sebagai jawabannya akan terjadi gerakan ekstensi tungkai
bawah. Pusat refleks terletak L2, L3, L4.
 Reflek achilles: dengan memberi rangsangan pada tendon achilles dan
sebagai jawabannya akan terjadi gerakan plantar fleksi pada kaki. Pusat
refleks melalui S1 dan S2

Jenis refleks patologis


 Hoffmann tromer

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 107


Buku Panduan CSL 2

Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Gores
dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari. Abnormal terjadi
fleksi jari telunjuk serta fleksi dan aduksi ibu jari.
 Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi
lateral. Orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan penarikan
tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal
pada bayi masih ada.
 Reflek oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah,
dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek
seperti babinski
 Reflek gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan
timbul reflek seperti babinski
 Reflek gonda
Lakukan penekanan/fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan dengan
cepat. Jika positif, maka akan timbul reflek seperti babinski.
 Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul
reflek seperti babinski
 Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki dari maleolus lateral
ke arah kaudal. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.

F. PROSEDUR

Pemeriksaan Refleks Fisiologis


1. Pemeriksaan refleks biseps
a. Meminta pasien duduk dengan santai
b. Lengan dalam keadaan lemas, posisikan lengan bawah antara fleksi dan
ekstensi serta sedikit pronasi
c. Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa
d. Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian pukullah ibu jari tadi dengan
refleks hammer
e. Reaksi utama adalah kontraksi otot biseps & fleksi lengan bawah

Gambar. Refleks Biseps

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 108


Buku Panduan CSL 2

2. Pemeriksaan refleks triseps


a. Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks biseps
b. instrusikan kepada pasien untuk melemaskan lengan dan relaksasi
sempurna
c. Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon
d. Triseps akan kontraksi dengan sedikit menyentak (ekstensi lengan bawah di
siku)

Gambar. Refleks Triseps

3. Pemeriksaan refleks patella


a. Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu untuk menentukan daerah
yang tepat
c. Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan pemeriksa sedangkan
tangan yang lain memukul tendo patella dengan palu refleks hammer secara
cepat
d. Respon: ekstensi tungkai bawah

Gambar. Refleks Patella

4. Pemeriksaan refleks achilles


a. Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring dimana
sebagian tungkai bawah & kakinya terjulur di luar meja pemeriksa
b. Regangkan tendo achilles dengan cara menahan ujung kaki ke arah
dorsofleksi
c. Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
d. Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 109


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Refleks Achiles

Pemeriksaan Reflek Patologis


1. Plantar Response
a. Reflek Babinsky
Gores telapak kaki bagian lateral dari tumit menuju pangkal jari.

Gambar. Arah goresan dan reflek yang muncul pada reflek Babinski

b. Reflek Chaddock
Gores bagian lateral maleolus ke arah kaudal.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 110


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Arah goresan pada pemeriksaan reflek Chaddock

c. Reflek Gordon
Remas otot betis.

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Gordon dan responnya

d. Reflek Gonda
Tekuk maksimal jari keempat kaki kemudian lepaskan tiba-tiba.

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Gonda

e. Reflek Schaefer
Pencet tendon achilles dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 111


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Schaefer

f. Reflek Oppenheim
Urut kuat tibia dan m. tibialis anterior dari proksimal ke distal.

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Oppenheim

Kesimpulan keseluruhan untuk Refleks Plantar Response :


Normal : akan terlihat gerakan plantar fleksi kaki
Abnormal: akan terlihat gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya jari-jari
yang lain

2. Reflek Hoffman Tromner


 Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari difleksikan.
 Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa.
 Gores dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari.
 Abnormal terjadi fleksi jari telunjuk serta fleksi dan aduksi ibu jari.

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Hoffman Tromner

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000


2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 112


Buku Panduan CSL 2

5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:


2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI.
Jakarta:2000
8. T Juwono: Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC. Jakarta: 2000
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 113


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN


PATOLOGIS

No Prosedur Feedback
INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1. Senyum, salam, sapa
2. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan dan persetujuan tindakan (informed
consent)
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
3. Lakukan pemeriksaan reflek biseps
 Meminta pasien duduk dengan santai
 Posisikan lengan bawah pasien antara fleksi dan
ekstensi serta sedikit pronasi
 Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa
 Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian
pukullah ibu jari tadi dengan refleks hammer
 Hasil : Fleksi lengan bawah
4. Lakukan pemeriksaan reflek triseps
 Posisikan pasien sama dengan posisi pada
pemeriksaan refleks biseps
 Instruksikan kepada pasien untuk melemaskan
lengan dan relaksasi sempurna
 Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon
 Hasil : Ekstensi lengan bawah
5. Lakukan pemeriksaan reflek patella
 Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan
tungkai menjuntai
 Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu
untuk menentukan daerah yang tepat
 Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan
kiri sedangkan tangan yang lain memukul tendo
patella dengan palu refleks hammer secara cepat
 Hasil : ekstensi tungkai bawah
6. Lakukan pemeriksaan reflek achilles
 Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai
atau berbaring dimana sebagian tungkai bawah &
kakinya terjulur di luar meja pemeriksa
 Regangkan tendo achilles dengan cara menahan
ujung kaki ke arah dorsofleksi
 Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
 Hasil : plantarfleksi
PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
7. Lakukan pemeriksaan reflek babinski
Gores plantar pedis sisi lateral dari tumit ke kaudal
8. Lakukan pemeriksaan reflek Chaddock
Gores dorsum pedis pada maleolus lateral ke arah
kaudal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 114


Buku Panduan CSL 2

9. Lakukan pemeriksaan reflek Gordon


Tekan/cubit otot gastrocnemius pasien
10 Lakukan pemeriksaan reflek Gonda
Fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan secara
cepat
11 Lakukan pemeriksaan reflek Oppenheim
Gosok sepanjang tulang tibia dengan menggunakan
jari telunjuk dan jari tengah
12 Lakukan pemeriksaan reflek Schaefer
Tekan/cubit tendon achiles dengan ibu jari dan telunjuk
13 Lakukan pemeriksaan reflek Hoffman Tromner
 Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari
difleksikan.
 Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari
tengah pemeriksa.
 Gores dengan kuat jari tengan dengan
menggunakan ibu jari.
PROFESIONALISME
18 Melakukan dengan penuh percaya diri
19 Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 115


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN MOTORIS
DAN KEKUATAN OTOT

A. TEMA

Pemeriksaan motoris dan kekuatan otot

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mampu melakukan pemeriksaan sensoris dan kekuatan otot


2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan sensoris dan
kekuatan otot
3. Mampu memilih metode untuk pemeriksaan
4. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan

C. ALAT DAN BAHAN

Meja dan Bed pemeriksaan

D. SKENARIO

GENERAL WEAKNESS
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan badan terasa lemah.
kedua tangan dan kaki lemah untuk digerakkan. Anda kemudian melakukan
pemeriksaan motoris dan kekuatan otot pada pasien ini.

E. DASAR TEORI

1. Tonus Otot dan Kekuatan Otot


Pada pemeriksaan otot dinilai tonus otot dan kekuatan otot.
 Tonus otot: pada otot normal dengan inervasi intak sedang berelaksasi, otot
tersebut masih mempunyai tegangan residu yang kita kenal dengan tonus
otot. Tonus otot dapat diperiksa dengan meraba dan merasakan resistansi
otot setelah dilakukan peregangan pasif (gerakan pasif).
Contoh pemeriksaan tonus otot pada tangan:
Minta pasien untuk bersikap relaks, kemudian pemeriksa mengambil salah
satu tangan pasien, fleksi dan ekstensikan siku. Pemeriksa memperhatikan
resistensi otot. Evaluasi apakah tonus otot normal, rigid atau flaccid. Rigidity
jika ketika pemeriksa menggerakkan lengan ke depan dan belakang
terdapat tahanan tersentak-sentak. Flaccidity, jika ketika pemeriksa
menggerakan lengan ke depan dan belakang, tidak terdapat tahanan,hampir
seperti terkulai.
 Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan dengan menyuruh pasien melakukan
gerakan aktif melawan tahanan pemeriksa. Jika otot yang akan diperiksa
terlalu lemah, minta pasien untuk menggerakkan otot melawan gravitasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 116


Buku Panduan CSL 2

Pengurangan kekuatan otot disebut parese dan kehilangan seluruh


kekuatan otot disebut plegia.

Penilaian kekuatan otot digradasikan dalam skala 0-5


0 Tidak ada kontraksi otot
1 Ditemukan kedutan otot minimal
2 Pergerakan aktif dari bagian tubuh melawan gravitasi
yang terbatas
3 Pergerakan aktif melawan gravitasi
4 Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan
5 Pergerakan aktif melawan tahanan

F. PROSEDUR

Pemeriksaan Kekuatan Otot


1. Test flexion (C5, C6—biceps)
 Minta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
 Pemeriksa menempatkan salah satu tangannya pada otot biseps pasien dan
tangan yang lainnya pada pergelangan tangan pasien, beri tahanan
 Minta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan
berupaya menekukkan lengannya.

Gambar. Tes Fleksi

2. Test ekstensi (C6, C7, C8—triceps)


 Minta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
 Pemeriksa menempatkan tangannya pada pergelangan tangan pasien, beri
tahanan
 Minta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan
berupaya meluruskan lengannya.

Gambar. Tes Ekstensi

3. Test ekstensi pada pergelangan tangan (C6, C7,C8, radial nerve)


 Minta pasien untuk meluruskan lengannya dan menggengam
 Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman pasien dan memberi
tahanan berupa upaya menarik genggaman pasien ke arah bawah
 Minta pasien untuk melawan tahanan tersebut

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 117


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Ekstensi Pergelangan Tangan

4. Test the grip atau tes genggam (C7, C8, T1).


 Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa pada telapak tangan
pasien
 Minta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa tersebut dengan kuat
 Pemeriksa mengusahakan menarik jari tersebut dari genggaman pasien

Gambar. Test The Grip atau Tes Genggam

5. Test finger abduction (C8, T1, n. ulnaris).


 Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke bawah dan
jari jari memekar
 Minta pasien untuk mempertahankan posisi tersebut
 Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien.

Gambar. Test Finger Abduction

6. Test opposition of the thumb (C8, T1, n. medianus).


 Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar, beri tahanan
 Minta pasien untuk menyentuh ujung jari kelingkingnya dengan ibu jari
dengan melawan tahanan pemeriksa.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 118


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Test Opposition of the Thumb


7. Test flexion at the hip (L2, L3, L4—iliopsoas)
 Tempatkan tangan pemeriksa di atas lutut pasien, beri tahanan
 Minta pasien untuk mengangkat kakinya melawan tahanan pemeriksa.

Gambar. Test Flexion at the Hip

8. Test extension at the knee (L2, L3, L4—quadriceps)


 Pemeriksa menopang lutut pasien pada posisi fleksi, pegang pergelangan
kaki pasien, beri tahanan.
 Minta pasien untuk meluruskan kakinya melawan tahanan pemeriksa.

Gambar. Test Extension at the Knee

9. Test flexion at the knee (L4, L5, S1, S2—hamstrings)


 Minta pasien untuk memposisikan kakinya fleksi pada lutut
 Instruksikan pasien untuk menahan usaha pemeriksa untuk meluruskan
kakinya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 119


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Test Flexion at the Knee

10. Test dorsiflexion (terutama L4, L5) dan plantar flexion (terutama S1)
 Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak
kaki ke arah atas

Gambar. Test Dorsiflexion

 Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak


kaki ke arah bawah

Gambar. Test Plantarflexion

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000


2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:
2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007
8. Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited. 2003
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 120


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS DAN


KEKUATAN OTOT

No Prosedur Feedback
INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1. Senyum, salam, sapa
2. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan dan persetujuan tindakan (informed
consent)
PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
3. Lakukan pemeriksaan test flexion (C5, C6—
biceps) :
 Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada
siku
 Tempatkan salah satu tangan pemeriksa pada otot
biseps pasien dan tangan yang lainnya pada
pergelangan tangan pasien, beri tahanan
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan
berupaya menekukkan lengannya.
4. Lakukan pemeriksaan test ekstensi (C6, C7, C8—
triceps):
 Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada
siku
 Tempatkan tangan pemeriksa pada pergelangan
tangan pasien, beri tahanan
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan
berupaya meluruskan lengannya
5. Lakukan pemeriksaan test ekstensi pada
pergelangan tangan (C6, C7,C8, radial nerve):
 Meminta pasien untuk meluruskan lengannya dan
menggengam
 Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman
pasien dan memberi tahanan berupa upaya menarik
genggaman pasien ke arah bawah
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan tersebut
6. Lakukan pemeriksaan test the grip atau tes
genggam (C7, C8, T1):
 Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa
pada telapak tangan pasien
 Meminta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa
tersebut dengan kuat
 Usahakan menarik jari tersebut dari genggaman
pasien
7. Lakukan pemeriksaan test finger abduction (C8,
T1, n. ulnaris):
 Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan
menghadap ke bawah dan jari jari memekar
 Instruksikan pasien untuk mempertahankan posisi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 121


Buku Panduan CSL 2

tersebut
 Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien
8. Lakukan pemeriksaan test opposition of the
thumb (C8, T1, n. medianus):
 Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar
(baca prosedur), beri tahanan
 Instruksikan pasien untuk menyentuh ujung jari
kelingkingnya dengan ibu jari dengan melawan
tahanan pemeriksa
9. Lakukan pemeriksaan test flexion at the hip (L2,
L3, L4—iliopsoas):
 Tempatkan tangan pemeriksa di atas lutut pasien,
beri tahanan
 Instruksikan pasien untuk mengangkat kakinya
melawan tahanan
10 Lakukan pemeriksaan test extension at the knee
(L2, L3, L4—quadriceps):
 Topanglah lutut pasien pada posisi fleksi, pegang
pergelangan kaki pasien, beri tahanan.
 instruksikan pasien untuk meluruskan kakinya
melawan tahanan
11 Lakukan pemeriksaan test flexion at the knee (L4,
L5, S1, S2—hamstrings) :
 Meminta pasien untuk memposisikan kakinya fleksi
pada lutut
 Instruksikan pasien untuk menahan usaha
pemeriksa untuk meluruskan kakinya.
12 Lakukan pemeriksaan test dorsoflexion (terutama
L4, L5)
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan
pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
atas
13 Lakukan pemeriksaan test plantar flexion
(terutama S1):
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan
pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
bawah
PROFESIONALISME
14 Melakukan dengan penuh percaya diri
15 Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 122


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN SIRKULASI
PERIFER

A. TEMA

Keterampilan Prosedural Pemeriksaan Sirkulasi Perifer terdiri dari beberapa item


pemriksaan sbb:
1. Pemeriksaan Sistem Pembuluh Darah Perifer
2. Capillary Refill Time
3. Rumple Leede

B. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan sirkulasi


perifer pada ekstremitas superior dan inferior
2. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan
penilaian Capillary Refill Time
3. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur Rumple Leed serta
aplikasinya pada klinis

C. ALAT DAN BAHAN

1. Tempat tidur
2. Kursi & Meja Periksa
3. Stetoskop
4. Tensimeter
5. Alat Tulis/bullpen
6. Senter
7. Wastafel
8. Handuk

D. SKENARIO

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


Anak laki-laki, berusia 12 tahun, datang ke UGD RS Medika dengan keluhan
demam 4 hari, disertai lemas, tangan dan kaki dingin. Anda yang kebetulan
bertugas saat itu curiga pasien menderita Dengue Shock Syndrome, karena di
daerah itu sedang banyak kasus DBD. Lakukan Pemeriksaan sirkulasi perifer
pada pasien ini secara cepat, tepat serta interpretasinya!

E. DASAR TEORI

Arteri
Pulsasi arteri dapat dipalpasi jika arteri tersebut terletak dekat dengan permukaan
tubuh. Di daerah lengan, terdapat tiga arteri yang terletak dekat permukaan tubuh,
yaitu arteri brachialis, arteri radialis dan arteri ulnaris. Arteri brachialis dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 123


Buku Panduan CSL 2

dipalpasi tepat di atas siku, medial dari tendon dan otot biseps. Pulsasi arteri
radialis dapat dirasakan dipermukaan flexor, bagian lengan sebelah lateral.
Pulsasi arteri ulnaris dapat diraba di permukaan flexor, bagian lengan sebelah
medial.
Di daerah kaki, pulsasi arteri dapat diraba di empat tempat, yaitu arteri femoralis,
arteri poplitea, arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior. Pulsasi arteri
femoralis dapat diraba tepat dibawah ligamentum inguinalis, pulsasi arteri poplitea
dapat diraba dibawah lutut. Dibawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi dua
cabang, cabang bagian anterior menjadi arteri dorsalis pedis yang dapat dipalpasi
di bagian dorsum pedis, lateral tendon ekstensor dari jempol kaki. Cabang
posterior menjadi arteri tibialis posterior dapat diraba ketiba dia berjalan di
melewati maleolus medialis.

Penilaian pulsasi arteri dinilai berdasarkan gradasi 0-4 :


4+ = Bounding
3+ = Increased
2+ = Brisk, expected
1+ = Diminished, weaker than expected
0 = Absent, unable to palpate

Pulsasi arteri poplitea


Lutut pasien difleksikan dan kaki dalam posisi relaksasi. Letakkan ujung jari-jari
tangan hingga bertemu di garis tengah dibelakang lutut, kemudian tekan dalam-
dalam ke arah popliteal fossa. Denyut Popliteal seringkali sulit dicari dibandingkan
denyut lainnya. denyut ini terletak lebih ke dalam dan berasa lebih diffuse.

Gambar. Prosedur pemeriksaan arteri poplitea


(Sumber: Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill)

Jika kamu tidak bisa merasakan denyut popliteal dengan cara ini, cobalah dengan
cara meminta pasien untuk tengkurap. Fleksikan lutut pasien 90°, biarkan kaki
bagian bawah relaks berlawanan arah dengan bahumu/lengan atas dan tekan
dalam-dalam fossa popliteal menggunakan dua ibu jari.

Pulsasi Arteri Dorsalis Pedis


Rasakan denyut dorsum kaki (bukan di ankle) lateral dari tendon ekstensor
jempol kaki. Jika pulsasi tidak dapat teraba, lakukan ekplorasi dorsum kaki lebih
lateral.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 124


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Palpasi Arteri Dorsalis Pedis

Pulsasi arteri tibialis posterior


Tekuk dan letakkan dua jari dibelakang, di bawah maleolus medialis.

Gambar. Palpasi Arteri Tibialis Posterior

Vena
Vena dari lengan, bersama dengan vena lain dari trunkus superior dan vena
daerah kepala dan leher ditampung di vena cava superior dan masuk dalam
atrium kanan. Vena dari ekstremitas inferior ditampung di vena cava inferior.
Deep veins dari kaki membawa sekitar 90% darah dari venous return ekstremitas
inferior. Vena superfisialis yang berlokasi subkutan termasuk diantaranya vena
safena magna.Vena anastomosa menghubungkan dua vena safena, sementara
vena perforantes menghubungkan vena safena dengan deep veins.

Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdiri dari jaringan vaskular ekstensif yang mengalirkan cairan
yang disebut lymph dari jaringan tubuh dan mengembalikannya lagi ke sirkulasi
vena. kelenjar getah bening bisa berbentuk bulat, oval, atau bentuk kacang yang
bervariasi besar-kecilnya tergantung lokasinya. Beberapa kelenjar getah bening,
seperti preauriculars berukuran sangat kecil. Sedangkan kelenjar getah bening
didaerah inguinal berukuran relatif lebih besar—seringkali berdiameter 1 cm atau
2 cm pada orang dewasa.

Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sel-
sel yang berada dalam lymph nodes menelan cellular debris and bakteri dan
memproduksi antibodi. Hanya superficial lymph nodes yang dapat di rasakan
dengan pemeriksaan fisik. Yang dapat diperiksa fisik termasuk cervical nodes,
axillary nodes, dan nodes di lengan dan kaki.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 125


Buku Panduan CSL 2

Edema
Edema menunjukkan adanya cairan berlebihan didalam tubuh. Edema dibagi dua,
yaitu edema intraseluler dan edema ekstraseluler. Untuk edema ekstraseluler,
terdapat dua penyebab umum yang sering dijumpai (1) Kebocoran abnormal
cairan dari plasma ke ruang interstitial dengan melintasi kapiler (2) Kegagalan
limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstitium ke dalam darah.

Gambar. Edema pedis (Sumber: Bate’s, 2002)

Cara menilai edema :


Bandingkan kaki kanan dan kaki kiri, perhatikan ukuran, vena yang prominens,
tendon dan tulang. Cek apakah terdapat adanya edema pitting, dengan cara
tekan secara perlahan bagian kaki dengan menggunakan ibu jari tangan selama
kurang lebih 5 detik. Pada kondisi normal tidak terdapat edema. Jika terdapat
edema, biasanya dinilai dari angka 1 sampai dengan 4.

Gambar. Prosedur pemeriksaan edema


(Sumber: Szilagy,Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill)

Capillary Refill Time (CRT)


CRT dalah waktu yang digunakan oleh darah untuk mengisi kapiler yang kosong.
Pemeriksaan CRT merupakan faktor penting untuk penilaian fungsi sirkulasi,
mengetahui perfusi jaringan. Jika CRT memanjang ini dapat menjadi pertanda
adanya syok sirkulasi, yang merupakan tganda gawat darurat. Cara pemeriksaan
CRT adalah dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung untuk
menghindari terjadinya refluks vena. Kemudian tekan kuku sampai berubah
menjadi putih, lepaskan, kemudian catat waktu sampai kuku kembali ke warna
semula. Catatan waktu CRT normalnya kurang dari 2 detik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 126


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Pemeriksaan Capillary Refill Time

Tes Rumple Leed


Uji Rumple Leed atau lazim dikenal dengan uji Torniquet merupakan pemeriksaan
yang menandakan fragilitas kapiler meningkat, untuk mengetahui tanda
perdarahan pada kulit. Uji torniquet biasanya positif pada kasus-kasus penyakit
virus seperti demam berdarah, demam chikungunya atau campak dan penyakit
bakteri semisal tifus abdominalis. Uji torniquet dikatakan positif jika terdapat lebih
dari sama dengan 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm (±1 inchi) di lengan bawah
bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).

Gambar. Uji Rumple Leed

F. PROSEDUR

a. Interaksi Dokter-Pasien
Sebelum melakukan pemeriksaan maupun tindakan kepada pasien diharuskan
membina sambung rasa yang baik dengan pasien. Jelaskan dan informasikan
prosedur yang akan dikerjakan kepada pasien. Jelaskan sesuai dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh pasien. Tidak terkesan menakut-nakuti
tetapi juga tidak terkesan menutup-nutupi. Jelaskan prosedur, indikasi, tujuan,
efek samping dan kemungkinana komplikasi dari pemeriksaan atau tindakan
yang akan dilakukan. Setelah itu mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan
atau tindakan yang akan dilakukan. Selain untuk etikomedikolegal, hal ini juga
berguna agar pasien menjadi kooperatif dan siap dengan pemeriksaan atau
tindakan yang akan kita lakukan.

b. Persiapan
Dalam pemeriksaan Sirkulasi perifer, CRT dan Rumple Leed test, tidak banyak
peralatan yang diperlukan. Cukup pasien, meja&kursi serta bed periksa,

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 127


Buku Panduan CSL 2

stetoskop, tensimeter, alat tulis serta penerangan/senter secukupnya. Namun


dalam hal ini diperlukan keterampilan pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan.

Pastikan semua peralatan tersebut sudah tersedia dan siap pakai di ruang
periksa. Selain persiapan alat, persiapan diri penolong juga harus dilakukan
dengan mencuci tangan menurut WHO dengan menggunakan sabun dan air
mengalir sebelum dan sesudah pemeriksaan.

c. Pemeriksaan Arteri dan Vena Perifer


Lakukanlah Inspeksi secara menyeluruh terhadap system sirkulasi pada darah
tepi. Amati dengan seksama bentuk, ukuran, simetrisitas, ada tidak bendungan
atau pembengkakan pada pembuluh darah vena di bawah kulit. Prioritaskan
pada ke empat ekstrimitas superior dan posterior. Jangan lupa memperhatikan
warna kulit, tekstur kulit serta kuku. Gangguan perfusi jaringan yang lama akan
tampak perbedaan pada ujung-ujung ekstrimitas. Tampak lebih gelap dan
tekstur kasar misal pada kaki penderita Dibetes Mellitus (DM) akibat
vaskulopathy . Pada kuku pemeriksa amati warna, bentuk serta kelainan jika
ada pada kuku tersebut. Warnanya apakah pucat atau bahkan sianosis
(kebiruan). Terjadinya clubbing finger (jari tabuh) dimana jika kedua kuku
bersesuaian kedua tangan yang berbeda di tempelkan menghilangnya celah
kuku dan terbentuk sudut di distal ujung kuku akibat jari regio distal phalank
dan kuku menggelembung (rounded and bulbous) seperti ujung stik drum pada
penderita hipoksia yang lama/kronis.

Gambar. Struktur dan Bagian-bagian kuku


(Sumber: Swartz, Textbook of Physical Diagnosis. 4th ed)

Gambar. Clubbing Finger


(Sumber: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6th ed)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 128


Buku Panduan CSL 2

Cara lain menilai clubbing finger adalah dengan menilai sudut Lovibonds (lihat
gambar) yang pada orang normal sekitar 160°. Pada clubbing finger bisa
menjadi 180 atau lebih. Cara pemeriksaan seperti pada gambar berikut.

Gambar. Perbandingan jari normal dan Clubbing finger serta cara pemeriksaannya
(Sumber: Swatz’s Textbook of Physical Diagnosis, 4th edition)

d. Palpasi Arteri Radialis


Untuk mempalpasi arteri radialis gunakanlah permukaan jari 2 dan jari 3
diletakkan pada bagian flexor, lateral lengan (pergelangan tangan sebelah luar).
Rabalah kedua tangan kanan dan kiri secara bersamaan. Bandingkan apakah
denyut nadi sam/serentak. Jika sama baru mulailah menilai nadi tangan
sebelah kanan/ kiri bergantian. hitunglah denyut nadi per menit, teratur
tidaknya, kuat lemahnya/ isi dan tegangan cukup. Nilailah apakah kondisi nadi
tersebut dalam keadaan normal untuk masing-masing sisi.

e. Palpasi arteri popliteal


Mintalah pasien menkuk lutut (posisi fleksi). Bisa dilakukan dengan pasien
posisi supine atau pronasi. Letakkan permukaan jari2-4 kedua belah tangan di
fossa poplitea, tekan dalam. Rasakan pulsasi terutama di jari tengah dan
telunjuk. Kemudian hitunglah jumlah denyut, teratur atau tidak, keras atau
pelan. Lakukan secara bergantian pada kedua sisi.

f. Palpasi arteri dorsalis pedis


Gunakan permukaan volar jari 2 dan jari 3, diletakkan pada dorsum kaki, lateral
dari tendon ekstensor ibu jari kaki. Hitunglah jumlah denyut, keteraturan, keras
lemahnya denyutan arteri. Bandingkan untuk kedua sisi.

g. Pemeriksaan Edema & Vena


Inspeksi. Bandingkan kedua kaki kanan dan kiri. Perhatikan jika tampak
pembengkakaan pada kaki serta batasnya. Apakah hanya sebatas dorsum kaki
atau sampai pretibia. Perhatikan vena-vena prominens. perhatikan lokasi,
ukuran serta ada tidaknya bendungan.
Lakukan penekanan dengan menggunakan ibu jari tekan secara lembut
dorsum pada tiap kaki, di belakang maleolus medialis serta pretibia. Nilailah
jenis edema, apakah Pitting (terjadi lekukan) atau non pitting. Nilai juga derajat
edema. Pitting edema menunjukkan terjadinya edema ekstraseluler (cairan
berada di jaringan interstisial), sebaliknya Non-Pitting edema menunjukkan
terjadinya edema intraseluler.

h. Capillary Refill Time (CRT)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 129


Buku Panduan CSL 2

CRT dilakukan untuk menilai perfusi jaringan. Mulailah dengan meletakkan


tangan lebih tinggi dari jantung. Tekan kuku pasien dengan menggunakan
telunjuk dan ujung kuku ibu jari tangan dominan pemeriksa. Tekanlah selama 5
detik (sampai berwarna putih) kemudian lepaskan. Amati dan hitung waktu
sampai kuku berubah seperti semula. Evaluasi hasil.bandingkanlah untuk
tangan sebelahnya. Normalnya, CRT <2 detik. Jika terjadi pemanjangan CRT
menunjukkan gangguan pada perfusi jaringan misalnya pada pasien syok.

i. Tes Rumple Leed (Uji Torniket/Uji Bendung Kapiler)


Sebelumnya pemeriksa sudah harus mempunyai keterampilan pemeriksan
Tekanan Darah. Pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dulu untuk
mendapatkan nilai sistolik dan diastolic. Kemudian dilakukan manset di pompa
kembali dan dikunci pada nilai tengah antara sistolik dan diastolic atau dengan
rumus :

Pompaan Manset =

Pembendungan kapiler dengan manset ini dilakukan selama 5-10 menit.


Kemudian setelah selesai, lepaslah manset dan perhatikan bagian distal
bendungan tepat di daerah volar lengan atau daerah fossa cubiti apakah timbul
ptekiae. Buatlah lingkaran (dengan menggunakan kertas karton yang dibuat
lingkaran) dengan diameter 2 inchi atau sekitar 5,08 cm, kemudian hitunglah
jumlah ptekiae yang terjadi. Interpretasikan apakah tes torniket positif atau
negatif.

Jangan lupa untuk menjelaskan prosedur dan meminta ijin pasien sebelum
melakukan tindakan, menjelaskan pada pasien bahwa lengan akan terasa
pegal dan menjelaskan hasil pemeriksaan dengan interpretasinya serta
menutup pemeriksaan dengan baik.

j. Penutup
Setelah selesai pemeriksaan tutuplah pemeriksaan dengan baik. Lakukan
prosedur cuci tangan seperti sebelum pemeriksaan. Kemudian menjelaskan
dan menyimpulkan keseluruhan hasil pemeriksaan kepada pasien, interpretasi,
saran dan rencana lanjutan terhadap pasien tersebut. Jika semua sudah jelas,
ucapkanlah terimakasih kepada pasien atas kerjasamanya dan akhirilah
kunjungan dengan senyum dan salam.

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Freedberg, Irwin M. et al. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine


6th ed. New York.
2. Swartz, Mark. H. Textbook of Physical Diagnosis : History and Examination. 4th
edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia
3. Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 130


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SIRKULASI PERIFER

No Prosedur/ Aspek Latihan Feedback


Interaksi Dokter-Pasien
1. Senyum, Salam dan Sapa pasien & anamnesis yang
diperlukan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan; prosedur,
indikasi, tujuan, efek samping dan kemungkinana
komplikasi
3. Mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan atau
tindakan yang akan dilakukan
CONTENT
PERSIAPAN
4. Persiapkan alat
5. Cucilah tangan dengan prosedur WHO
6. Lap dan keringkan tangan
PEMERIKSAAN
Inspeksi menyeluruh :
7.
 Bentuk, ukuran, warna kulit
8.  Bentuk, warna serta kelainan pada kuku
 Instruksikan pasien untuk menempelkan kuku
9. yang bersesuaian jari kanan dan kiri secara
bergantian. (Amati ada tidaknya Clubbing Finger)
10 Palpasilah Arteri Radialis secara benar
Palpasilah Arteri Brachialis secara benar
11 Palpasilah arteri poplitea secara benar
12 Palpasilah arteri dorsalis pedis secara benar
Pemeriksaan Edema
13 Inspeksi kaki kanan dan kiri terhadap ada tidaknya
edema, perhatikan vena-vena prominens
14 Tekanlah secara bergantian kaki kanan dan kiri
dengan menggunakan ibu jari.
15 Lepaskan dan perhatikan ada tidaknya edema
Pemeriksaan Capillary Refill Time
16 Mintalah pasien meluruskan tangan/ usahakan
tangan lebih tinggi dari jantung
17 Tekan kuku pasien dengna menggunakan telunjuk
dan ibu jari selama 5 detik (sampai berwarna putih)
18 Lepaskan sambil diamati dan dihitung sampai warna
kuku berubah seperti semula
Tes Rumple Leed
19 Lakukan pengukuran tekanan darah dengan benar
20 Jelaskan kepada pasien hasil Sistole & Diastole
pasien
21 Sekali lagi, informasikan bahwa manset akan
dipompa kembali dan dikunci selama 5 menit 
mintalah ijin

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 131


Buku Panduan CSL 2

22 Setelah 5 menit (simulasi) lepaslah manset dengan


benar
23 Ambillah penerangan secukupnya
24 Buatlah lingkaran dengan diameter 1 inchi/2,8 cm
dengan bullpen
25 Hitunglah jumlah ptekie yang terjadi (jika ada)
26 Ajaklah pasien ke meja & kursi periksa untuk
menyampaikan hasil
27 Lakukanlah cuci tangan sesuai WHO setelah
pemeriksaan
Penalaran Klinis
28 Sampaikanlah hasil pemeriksaan secara
keseluruhan dan interpretasinya serta rencana tindak
lanjut
29 Sampaikanlah dengan bahasa yang mudah difahami
pasien, apa adanya tidak berkesan menutup-nutupi
tetapi tidak juga menakut-nakuti pasien
30 Menanyakan apakah penjelasan dapat dimengerti
pasien dan meminta feed back dari pasien
Item Profesionalisme
31 Bersikaplah baik, sopan, percaya diri
32 Ucapkanlah terimakasih atas kerjasama pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 132


Buku Panduan CSL 2

PROSEDUR ASEPTIK

A. TEMA

Prosedur aseptik dan antiseptik

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan instruksional Umum


Mampu melakukan tindakan aseptik dan antiseptik sebelum melakukan
tindakan pada pasien (tindakan bedah minor).

2. Tujuan instruksional khusus


a. Mampu melakukan tindakan aseptik meliputi cuci tangan WHO,
mengeringkan tangan dan lengan, serta memakai handschoen
b. Mampu melakukan tindakan pemberian antiseptik pada daerah luka

C. ALAT DAN BAHAN

1. Kran air
2. Sikat tangan
3. Sabun cuci tangan
4. Handuk kecil
5. Hand schoen (ukuran 7;7,5;8  ulungan dan sachet)
6. Minor set
7. Cairan antiseptik dalam botol (betadine)
8. Mangkok untuk cairan antiseptik
9. Mangkok (bengkok)
10. Tempat kassa steril
11. Tempat doek steril
12. Deeper/ kassa steril untuk mengoleskan antiseptik di kulit
13. Doek steril
14. Gaun/ Baju Operasi
15. Forcep antiseptik (korentang dan tempatnya)
16. Baki segi empat besar

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 133


Buku Panduan CSL 2

D. SKENARIO

Pasien Pria, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan luka robek pada lutut
kanan setelah terjatuh dari sepeda motor. Pasien tidak pingsan dan masih dapat
mengingat kejadian dengan baik, keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, mual,
maupun muntah. Kepala pasien tidak terbentur. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran, tanda-tanda vital, kepala, leher, thorak, abdomen, dan
ekstremitas atas dalam batas normal, hanya ditemukan luka robek pada lutut
kanan. Setelah itu anda segera melakukan pembersihan luka dengan prinsip
aseptik antiseptik sebelum dilakukan penjahitan.

E. DASAR TEORI

1. Aseptik
Asepsis merupakan sikap/perilaku melakukan tindakan dalam
keadaan/suasana suci hama (steril). Perilaku ini dimaksudkan sebagai upaya
mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme pada jaringan atau
bahan-bahan dengan cara menghambat atau menghancurkan timbulnya
organisme dalam jaringan sehingga dapat mencegah komplikasi infeksi pasca
bedah pada luka operasi. Pengertian asepsis ini memiliki beberapa aspek,
antara lain:
a. Aspek operator
 Mencuci tangan
 Penggunaan baju operasi (piyama/jas), topi, masker dan kacamata
operasi (goggle)
 Menggunakan bahan dan alat steril
 Sarung tangan
 Doek/laken steril
b. Aspek pasien
 Penggunaan baju operasi
 Lapangan operasi dalam keadaan steril

Scrubbing/ Menyikat kuku dan jari-jari tangan


Menyikat kuku dan tangan sampai lengan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dengan mencuci tangan. scrubbing terutama dilakukan jika akan
melakukan tindakan operasi. Prinsip scrubbing adalah menyikat seluruh bagian
tangan dengan menggunakan sikat khsusu dan diberi antiseptik. Prinsip
penyikatan adalah dimulai dari ujung tangan samapai ke siku dengan posisi
tangan selalu menghadap ke atas. (air sabun dan bekas sikatan mengalir ke
bawah). Secara teknis tangan dan lengan dibagi menjadi 4 regio dengan
pergelangan tangan sebagai perbatasan. Penyikatan harus rapat dan teliti
serta dilakukan satu arah gerakan (atas ke bawah). penyikatan dimulai dari
area 1 tagan kiri mulai dari ujung kuku, sela jari, permukaan tangan dan
punggung tangan (area1). dilanjutkan ke tangan berikutnya untuk hal serupa
(area 2) diteruskan ke bawah pergelangan tangan kanan bagian ventral dan
dorsal sampai siku (area 3) dan kembali lagi ke bawah pergelangan tangan kiri
sebelumnya sampai ke siku (area 4). setelah selesai dilakuka pembilasan
dengan posisi tangan tetap menghadap ke atas. Teknik jelasnya dapat dilihat di
bagian prosedur

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 134


Buku Panduan CSL 2

Gowning/Cara Memakai Baju Operasi


Memakai baju operasi bisa dilakukan sendiri oleh operator namun dibantu oleh
orang lain/ asisten operator terutama untuk mengikatkan baju dari belakang.
Prinsip gowning diantaranya adalah menjamin sterilitas area ataupun bagian
baju yang akan terpapar dengan medan operasi. Dalam menjamin sterilitas
ada beberapa hal yang harus diperhatikan setelah menggunakan baju operasi,
yakni :
 Harus membatasi gerakan tubuh agar bagian yang steril tidak menyentuh
bagian atau alat yang tidak steril
 Harus menjaga jarak yang aman dari alat non steril (minimal 30 cm)
 Perhatikan sterilitas bagian depan dan punggung badan sebatas pinggang
ke atas
 Harus selalu menghadap area steril
 Posisi tangan paling rendah sebatas pinggang dengan cara melipatkan
kedua tangan di depan dada
 Jika bersisipan jalan posisi badan harus saling membelakangi
 Petugas lain tidak boleh melintas di depan tim bedah yang sudah memakai
baju steril
 Setiap pergantian operasi harus ganti jas operasi dan sarung tangan
(handschoen)

Langkah-langkah gowning sebagai berikut :


 Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan
jari tengah kedua tangan
 Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa
menyentuh bagian-bagian lain di kamar operasi.
 Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan
ujung tangan secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
 Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan
(poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan
menggunakan korentang)
 Dilanjutkan memasang sarung tangan (handschoen) dan menjaga daerah
baju operasi sampai operasi dimulai

Catatan : Jika prosedur hanya bedah minor, pemasangan gaun opperasi ini
tdak dilakukan dan langsung dilakukan pemasangan handschoen saja

Cara memasang handschoen


Sebelum menggunakan handschoen, pastikan handschoen yang tersedia
sesuai untuk tangan saudara karena handschoen yang terlalu besar atau
terlalu kecil akan menghambat pergerakan dan kegiatan saudara. Dalam
menggunakan handschoen, menganut prinsip hand to hand dan glove to glove.

2. Antisepsis/antiseptik
Pencegahan infeksi dengan aplikasi zat yang memiliki khasiat antimikroba
(antiseptik). Antiseptik adalah zat yang memiliki sifat :
 Mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba (bakteriostatik)
 Membunuh mikroba (bakteriosid)

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 135


Buku Panduan CSL 2

Zat yang berkhasiat sebagai antiseptik diantaranya :


 Alkohol
Memiliki potensi antiseptik optimal pada konsentrasi 70%. Pada konsentrasi
lebih tinggi menyebabkan presipitasi protein sehingga tidak efektif. Sediaan
yang ada dalam bentuk larutan 70% dan larutan 96%.
 Formalin
Memiliki potensi antiseptik lemah-sedang, sifatnya iritatif dan korosif. Efek
antiseptiknya diperoleh setelah 24 jam
 Sublimat
Memiliki potensi antiseptik kuat, tidak bersifat iritatif pada mukosa. Sediaan
yang ada dalam bentuk larutan.
 Iodium
Memiliki potensi antiseptik kuat dan memiliki potensi sebagai germisid.
Sifatnya iritatif dan menimbulkan bahaya terjadinya iodin-idiosinkrasi.
Sediaan yang ada dalam bentuk tinctura (tinctura iodii) dan solusio
(mengandung povidon iodin 7,5%).
 Biguanid
Memiliki potensi antiseptik kuat, germisid dan bersifat iritatif kuat terhadap
mukosa parenkim otak (meningen) dan mukosa liang telinga. Sediaan yang
ada di pasaran klorheksidin glukonat dalam bentuk scrubb 1,5% untuk
pencucian tangan pra bedah dan solusio 4% yang digunakan untuk
preparasi lapangan bedah.

Prinsip aseptik dan antiseptik harus selalu dilaksanakan secara terus


menerusoleh tim kamar operasi dan segera bertindak jika ada indikasi
terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan teknik aseptik dan antiseptik
di kamar operasi harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut :
 Daerah steril harus tegas batasnya
 Daerah operasi harus terjaga sterilitasnya
 Semua kasus pembedahan harus dijaga, dicegah terjadinya kontaminasi
 Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih
 Tim bedah dan pasiennya yang ada di kamar operasi tidak menjadi sumber
kontaminasi

Membersikan lapangan operasi


Membersihkan lapangan operasi bermula dari daerah sentral kemudian ke
perifer. Setelah diberikan antiseptik, batasi lapangan operasi dengan
pemasangan doek steril pada daerah yang akan kita lakukan operasi.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 136


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Membersihkan daerah operasi

F. PROSEDUR

1. Profesionalisme
a. Senyum, salam dan sapa
b. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
2. Mempersiapkan alat
Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
a. Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol
harus dibuang terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
b. Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
c. Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat
steril
3. Mencuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
b. Basahi tangan dan lengan (bila sumber air tidak otomatis, gunakan siku
untuk membuka keran)
c. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh
sampai 5 cm di atas siku
d. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku
sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang
difleksikan
4. Scrubbing
a. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik (tekan tuas pada botol antiseptik
dengan menggunakan siku)
b. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan kanan
dengan gerakan atas ke bawah kemudian lakukan hal yang sama pada
tangan kiri. Lanjutkan dengan menggosok dengan gerakan atas ke bawah
pada lengan kanan lalu kemudian lengan kiri.
c. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
d. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
e. Bilas tangan dan lengan dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku (matikan
keran air dengan siku).
5. Mengeringkan Tangan dan Lengan
a. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh
bersentuhan.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 137


Buku Panduan CSL 2

b. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
c. Untuk menghindari kontaminasi, bagi handuk menjadi 4 bagian.
 Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
 Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
 Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
 Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
Tangan kiri Tangan
kanan

Lengan kiri Lengan


kanan

d. Keringkan tangan kanan dan kiri dahulu dengan menepukkan telapak dan
punggung tangan pada handuk secara bergantian, baru kemudian keringkan
lengan dengan cara permukaan handuk diletakkan di atas lengan kemudian
digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku, tidak boleh melebihi karena
dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
e. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
6. Gowning
a. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan
jari tengah kedua tangan secara hati-hati
b. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa
menyentuh bagian-bagian lain di kamar operasi.
c. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan
ujung tangan secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
d. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan
(poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan
menggunakan korentang)
7. Menggunakan Handschoen
a. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
b. Buka kemasan handschoen
c. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang bagian
dalam ujung atas lipatannya
d. Pakaikan pada tangan kanan
e. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang bagian luar
lipatan atasnya
f. Pakaikan pada tangan kiri
g. Rapikan (prinsip glove to glove)
h. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
i. Handschoen steril non kemasan
j. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat
steril
k. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
l. Gunakan pada lengan kanan
m.Ambil handschoen sebelah kiri
n. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin
to skin
8. Asepsis/ Antisepsis daerah pembedahan
a. Bersihkan daerah operasi

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 138


Buku Panduan CSL 2

b. Celupkan kasa pada cairan antiseptic sekali saja


c. Bersihkan area pembedahan dengan kasa antiseptik dimulai dari sentral
menuju ke perifer (perhatikan untuk menghindari kontaminasi)
d. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan (bengkok)
e. Ulangi pembersihan aera operasi dengan kasa steril sebanyak 3 kali.
f. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
9. Melepas Handschoen
a. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan
luar handscoen (gloves to gloves) menggunakan tangan kanan yg masih
memakai handschoen
b. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan
dalam handschoen kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak
menggunakan handscoen (hand to hand)
c. Buang handschoen pada tempat yang telah disediakan

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, D. 1995. Buku ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta


2. Protap bedah RSHS/ FK UNPAD 2000. Bandung
3. Johnson & johnson VCD interaktif. Aceptic Procedurs

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 139


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST KETERAMPILAN PROSEDUR ASEPTIK ANTISEPTIK

No. Aspek
Feedback
INTERPERSONAL
1. Senyum, salam dan sapa
2. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
CONTENT
3. Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
 Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok
(cairan pertama dari botol harus dibuang terlebih
dahulu pada mangkok yang lain)
 Ambil kassa dengan menggunakan korentang,
simpan pada tempat steril
 Ambil doek steril dengan menggunakan korentang,
simpan pada tempat steril
Mencuci Tangan
4. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang,
jam tangan)
5. Basahi tangan dan lengan sampai siku
6. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan
antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di atas siku
7. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan
lebih tinggi dari siku sehingga memungkinkan bagi air
untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
Penyikatan / Scrubbing
8. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik
9. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan,
punggung tangan dan lengan kanan kemudian kiri
10. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis
mulai area 1-2-3-4
11. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah
disediakan
12. Bilas tangan dan lengan
Mengeringkan Tangan dan Lengan
13. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku
tidak boleh posisinya menghadap turun ke bawah
14. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya
satu ujung saja
15. Untuk menghindari kontaminasi, handuk dibagi
menjadi 4 bagian.
 Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah
kiri
 Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
 Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
 Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
16. Keringkan lengan dengan permukaan handuk

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 140


Buku Panduan CSL 2

diletakkan di atas lengan kemudian digerakan memutar


sampai 5 cm di atas siku, tidak boleh melebihi karena
dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
17. Buang handuk kotor pada tempat yang telah
disediakan
Gowning
18. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan
jempol, telunjuk dan jari tengah kedua tangan secara
hati-hati
19. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang
steril tanpa menyentuh bagian-bagian lain di kamar
operasi.
20. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan
tanpa memunculkan ujung tangan secara bebas
(dijaga seminimal mungkin terpapar)
21. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada
asisten agar diikatkan (poin terakhir ini dapat juga
dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan
menggunakan korentang)
Menggunakan Handschoen
22. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan
anda
23. Buka kemasan handschoen
24. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan
memegang ujung atas lipatannya sebelah luar
Pakaikan pada tangan kanan
25. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan
memegang lipatan atasnya sebelah dalam
26. Pakaikan pada tangan kiri
27. Rapikan (prinsip glove to glove)
28. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda
atau area non steril
Handschoen steril non kemasan
29. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang,
simpan pada tempat steril
30. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung
luarnya
31. Gunakan pada lengan kanan
32. Ambil handschoen sebelah kiri
33. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip
glove to glove, skin to skin
Antiseptik daerah pembedahan
34. Bersihkan daerah operasi
35. Celupkan pada cairan antiseptik
36. Bersihkan area pembedahan dengan antiseptik dimulai
dari sentral menuju ke perifer (perhatikan untuk
menghindari kontaminasi!)
37. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 141


Buku Panduan CSL 2

disediakan
38. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek
steril
Melepas Handschoen
39. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung
atas pada permukaan luar handscoen menggunakan
tangan kanan yg masih memakai handschoen
40. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang
ujung atas permukaan dalam handschoen kanan
menggunakan tangan kiri yang sudah tidak
menggunakan handscoen (prinsip gloves to gloves,
hand to hand)
41. Buang handschoe pada tempat yang telah disediakan
ITEM PROFESIONALISME
42. Melakukan dengan penuh percaya diri
43. Melakukan dengan kesalahan minimal

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 142


Buku Panduan CSL 2

PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR


DAN HECTING DASAR

A. TEMA

Pengenalan alat bedah minor

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam tindakan bedah


minor dan mampu melakukan penjahitan luka simple interupted suture.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2% Ampule

D. SKENARIO

Seorang laki-laki datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat luka robek di


lengan kanan bawah. Anda selaku dokter di puskesmas ingin melakukan tindakan
penjahitan. Sebelum melakukan penjahitan anda harus mengambil alat bedah
minor di tempat steril. Dan lakukanlah penjahitan dasar.

E. DASAR TEORI

Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka
sayatan dan penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang
terputus serta meningkatkan proses penyambungan dan penyembuhan jaringan

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 143


Buku Panduan CSL 2

dan juga mencegah luka terbuka yang akan mengakibatkan masuknya


mikroorganisme atau infeksi.

1. PENGENALAN ALAT-ALAT BEDAH MINOR


Material penjahitan yang berkualitas adalah yang meliputi sarat-sarat tertentu.
Yang pertama adalah kenyamanan untuk digunakan atau untuk dipegang. Lalu
pengamanan yang cukup pada setiap alat. Harus selalu steril. Cukup elastik.
Bukan terbuat dari bahn yang reaktif. Kekuatan yang cukup untuk
penyembuhan luka. Kemampuan untuk biodegradasi kimia untuk menceah
perusakan dari benda asing. Berikut alat-alat yang diperlukan untuk bedah
minor.
a. Nald Voeder
Nama lainnya pemegang jarum atau needle holder. Jenis yang digunakan
bervariasi, yaitu tipe Crille Wood (bentuk seperti klem) dan tipe Mathew
Kusten (bentuk segitiga). Guna nald voeder ini pada penjahitan, sebagai
pemegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang.

A B

Gambar. (A) Nald Voeder Tipe Crille wood dan (B) Nald Voeder Tipe Mathew
Kusten

b. Gunting
Gunting diseksi
Gunting diskesi (disecting scissor). Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan
bengkok. Ujungnya biasanya runcing. Terdapat dua tipe yang sering
digunakan yaitu tipe mayo dan tipe metzenbaum. Kegunaan gunting ini
adalah untuk membuka jaringan, membebaskan tumor kecil dari jaringan
sekitarnya, untuk eksplorasi, maupun merapikan luka.

A B
Gambar. (A) Gambar gunting tipe mayo, (B) gunting tipe metzenbaum

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 144


Buku Panduan CSL 2

Gunting Benang
Ada dua macam gunting benang yaitu gunting benang yang bengkok dan
yang lurus. Kegunaannya untuk memotong benang operasi, merapikan luka.

Gambar. Gunting benang

Gunting perban/pembalut
Kegunaannya adalah untuk menggunting pembalut dan plester.

Gambar. Gunting perban/pembalut

c. Pisau Bedah
Terdiri atas dua bagian, yaitu gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade).
Pada pisau bedah model lama, mata pisau dan gagang bersatu, sehingga
bila mata pisau tumpul harus diasah kembali. Pada model baru, mata pisau
dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali pakai.

Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor
4 (untuk mata pisau besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil).
Guna pisau bedah ini adalah untuk menyanyat berbagai organ/bagian tubuh.
Mata pisau, disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.

Gambar. Pisau bedah

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 145


Buku Panduan CSL 2

d. Klem (clamp)

Klem arteri pean


Ada dua jenis yaitu yang lurus dan bengkok. Penggunaannya adalah untuk
hemostasis terutama untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaan : masing-
masing 6 buah.

Gambar. Klem arteri pean

Klem Kocher
Ada dua jenis yaitu, klem yang lurus dan yang bengkok. Tidak ditujukan
untuk hemostatis. Sifat khasnya adalah mempunyai gigi pada ujungnya
(mirip gigi pada pinset sirurgis). Gunanya adalah untuk menjepit jaringannya,
terutama agar jaringan tidak meleset dari klem, dan hal ini dimungkinkan
dengan adanya gigi pada ujung klem. Penyediaannya : masing-masing 4
buah.

Gambar. Klem Kocher

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 146


Buku Panduan CSL 2

Klem Mosquito
Mirip dengan klem arteri pean, tetapi ukurannya lebih kecil. Penggunaannya
adalah untuk hemostatis terutama untuk jaringan tipis dan lunak.
Penyediaannya : masing-masing 6 buah.

Gambar. Klem Mosquito

Klem Allis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit
tumor kecil.

Gambar. Klem Allis

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 147


Buku Panduan CSL 2

Klem Babcock
Penggunaannya adalah untuk menjepit tumor yang agak besar dan rapuh.

Gambar. Klem Babcock

Towel Clamp (Doek Klem)


Penggunaannya adalah untuk menjepit doek/kain operasi.

Gambar. Towel Clamp

e. Retractor (Wound Hook)


Retractor Langenbeck
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka.

Gambar. Retractor Langenbeck

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 148


Buku Panduan CSL 2

Retractor Volkman
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka, pemakaian retractor
(ukurannya) disesuaikan dengan lebar luka. Ada yang mempunyai 2 gigi, 3
gigi dan 4 gigi. Dua gigi untuk luka kecil, 4 gigi untuk luka besar. Terdapat
pula retractor bergigi tumpul.

Gambar. Retractor Volkman

f. Pinset
Pinset Sirurgis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan
penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
Pinset Anatomis
Penggunaannya adalah untuk menjepit kasa sewaktu menekan luka,
menjepit jaringan yang tipis dan lunak.
Pinset Splinter
Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka (mencegah
overlapping).

Gambar. Pinset

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 149


Buku Panduan CSL 2

g. Deschamps Aneurysm Needle


Penggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah besar.

Gambar. Deschamps Aneurysm Needle

h. Wound Curett
Penggunaannya adalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis

Gambar. Wound Curett

i. Korentang
Penggunaannya adalah untuk mengambil instrument steril, dan mengambil
kasa, jas operasi, doek dan laken steril.

Gambar. Korentang

j. Jarum Bedah
Jarum bedah berfungsi untuk mengantarkan benang pada saat melakukan
penjahitan luka operasi.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 150


Buku Panduan CSL 2

Klasifikasi
Pemilihan jarum bedah antara lain : jarum yang digunakan agar berperan
aktif dalam penyembuhan luka dan tidak merubah atau merusak jaringan
tubuh. Bentuk, ukuran, dan rancangan jarum dipilih yang sesuai dengan
prosedur operasi. Terdapat 2 macam jarum bedah dilihat dari penggunaan
benang yaitu berupa jarum lepas dan jarum atraumatik
 Jarum lepas
 Memerlukan waktu penyambungan benang dengan jarum
 Memerlukan re–sterilisasi
 Memerlukan perawatan ujung jarum
 Resiko jarum berkarat
 Resiko benang terlepas dari jarum
 Pemilihan jarum harus tepat dengan benang
 Jarum bedah atraumatik
 Benang bedah menyatu dengan jarum sekaligus
 Penyambungan benang bedah dengan jarum secara channelateau
drilled
 Benang tunggal sehingga menimbulkan trauma yang minimal pada
jaringan
 Dijamin steril dan bebas karat
 Sekali pakai buang sehingga tidak perlu re-sterilisasi

Struktur Jarum Bedah

Gambar. stuktur jarum bedah

 Bagian – bagian dari jarum bedah, terdiri atas:


 Ujung jarum (point of needle)
 Badan / Batang (body/shaft needle)
 Mata jarum (eye needle)

Ujung jarum (point of needle)


 Taper. Ujung jarum taper dengan batang bulat atau empat persegi cocok
digunakan untuk menjahit daerah aponeurosis, otot, saraf, peritoneum,
pembuluh darah, katup.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 151


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Jarum dengan Ujung Tapper

 Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit
daerah usus besar, ginjal, limpa, hati.

Gambar. Jarum dengan Ujung Blunt

 Triangular. Ujung segitiga dengan batang gepeng atau empat persegi.


Bisa dipakai untuk menjahit daerah kulit, fascia, ligament, dan tendon.

 Tapercut. Ujung jarum berbentuk segitiga yang lebih kecil dengan batang
gepeng, bisa digunakan untuk menjahit fascia, ligaments, uterus, rongga
mulut, dan sebagainya.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 152


Buku Panduan CSL 2

Badan atau batang


 Straight. Digunakan untuk daerah kulit, nervus, saluran pencernaan,
tendon, pembuluh darah, dan sebagainya.
 Halfcurved. Digunakan untuk kulit (tetapi jarang dipakai)
Curved dibagi atas:
 1/4 circle – mata, bedah mikro
 3/8 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh
 1/2 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh
 5/8 circle – traktus urinarius dan system reproduksi
 Combine needle – daerah mata bagian anterior

Mata jarum
 Rolled end
 Drilled end
 Regular eye
 Spring eye
 Spring double eye

k. Benang bedah
Benang bedah (suture) adalah materi berbentuk benang yang berfungsi
untuk ligasi (mengikat) pembuluh darah atau aproksimasi
(mengikat/menyatukan jaringan).

Spesifik material benang bedah


 Steril, dan harus steril sewaktu digunakan.
 Diketahui kekuatan untuk memegang jaringan (tensil strength) yang
sesuai jenis material benang.
 Diketahui massa penyerapan yaitu lamanya benang habis diserap tubuh
 Simpul aman, diketahui jumlah minimal tali simpul yang aman untuk
setiap jenis benang, artinya tetap tersimpul selama proses penyembuhan
luka.
 Mudah untuk digunakan.
 Dapat digunakan untuk segala jenis operasi.
 Reaksi/trauma jaringan yang minimal, diameter benang bedah yang
dianjurkan dipergunakan adalah ukuran terkecil yang paling aman untuk
setiap jenis jaringan yang dijahit, massa material benang dan reaksi
jaringan sekecil mungkin.

Ukuran benang bedah


 Ukuran terbesar adalah 7 dan ukuran terkecil adalah 11-0 atau 12-0.
 Ukuran dimulai dari nomor 1 dan ukuran bertambah besar dengan
bertambah 1, sedangkan apabila ukuran bertambah kecil maka ditambah
0.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 153


Buku Panduan CSL 2

 Ukuran benang sistem Eropa (metric gauge) adalah metric 0,1 (0,010 –
0,019 mm) sampai metric 10 (1,00 – 1,09).
 Ukuran benang sistem Amerika (imperial gauge) ukuran 11-0 (0,010 –
0,019 ) sampai ukuran 7 (1,00 – 1,09).
 Dalam kemasan selain dicantumkan diameter juga panjang benang dalam
cm.

Klasifikasi Benang Bedah


Berdasarkan keberadaannya didalam tubuh pasien dibagi atas :
 Diserap (absorbable sutures)
Merupakan jenis benang yang materialnya dibuat dari jaringan collagen
mamalia sehat atau dari sintetik polimer. Material di dalam tubuh akan
diserap yang lamanya bervariasi, sehingga tidak ada benda asing yang
tertinggal di dalam tubuh.
 Tidak diserap (non ansorbable sutures)
 Merupakan benang yang dibuat dari material yang tahan terhadap
enzim penyerapan dan tetap berada dalam tubuh atau jaringan tanpa
reaksi penolakan selama bertahun – tahun.
 Kelebihan dari benang ini adalah dapat memegang jaringan secara
permanen. Kekurangan dari benang ini adalah benang ini menjadi
benda asing yang tertinggal didalam tubuh dan kemungkinan akan
menjadi fistel.

Berdasarkan materi / bahan, dibagi atas :


 Bahan alami, dibagi atas :
 Diserap (absorbable)
Dibuat dari collagen yang berasal dari lapisan sub. Mukosa usus
domba dan serabut collagen tendon flexor sapi.
Contoh :
 Surgical catgut plain : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba
dan serabut collagen tendon flexor sapi tanpa campuran.
 Surgical catgut chromic : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus
domba dan serabut collagen tendon flexor sapi dicampur dengan
chromic aci
 Tidak diserap (non absorbable sutures)
Jenis ini terbuat dari linen, ulat sutra (silk) seperti surgical silk, virgin
silk dan dari kapas (cotton) seperti surgical cotton. Ada juga yang
terbuat dari logam sehingga mempunyai tensil strength yang sangat
kuat, contoh : metalik sutures (stainless steel).
 Bahan sintetis (buatan), dibagi atas :
 Diserap (absorbable)
Terbuat dari sintetik polimer, sehingga mudah diserap oleh tubuh
secara hidrolisis dan waktu penyerapan oleh tubuh mudah diprediksi,
contoh :
 Polyglactin 910
 Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Coated Vicryl®)
 Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Vicryl Rapide®)
 Poliglikolik
 Polyglecaprone 25 (Monocryl®)

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 154


Buku Panduan CSL 2

 Polydioxanone (PDS II®)


 Tidak diserap (non absorbable)
Terbuat dari bahan buatan (sintetis) dan dibuat sedemikian rupa
sehingga reaksi jaringan yang timbul sangat kecil,
contoh :
 Polypropamide (Ethilon®)
 Polypropylene (Prolene®)
 Polyester (Mersilene®)

Berdasarkan penampang benang, dibagi atas :


 Monofilamen (satu helai)
 Terbuat dari satu lembar benang, tidak meneyerap cairan (non
capilarity)
 Keuntungan : Kelebihan dari jenis ini adalah permukaan benang rata
dan halus, tidak memungkinkan terjadinya nodus infeksi dan tidak
menjadi tempat tumbuhnya mikroba.
 Kelemahan : Kelemahannya adalah memerlukan penanganan simpul
yang khusus karena relatif cukup kaku dan tidak sekuat multifilament.
 Contoh : Catgut, PDS, dan Prolene
 Multifilamen
 Terbuat dari bebeapa filament atau lembar bahan benang yang dipilih
menjadi satu.
 Keuntungan : Kelebihan jenis ini adalah benang lebih kuat dari
monofilament, lembut dan teratur serta mudah digunakan.
 Kerugian : Kelemahannya adalah karena ada rongga maka dapat
menjadi tempat menempelnya mokroba dan sedikit tersendat pada
saat melalui jaringan.
 Contoh : Vicryl, Silk, Ethibond

Pemilihan material benang bedah


 Karakteristik biologi dari material dalam jaringan yaitu diserap atau tidak
diserap dan bersifat capilarity atau non capilarity.
 Karakteristik dan penyembuhan jaringan.
 Lokasi dan panjang dari sayatan yang menjadi pertimbangan kosmetik.
 Ada tidaknya infeksi, kontaminasi dan drainese. Pertimbangan ini
mengingat kemungkinan benang akan menjadi pembentukan jaringan
granulasi dan proses yang menjadi rongga (sinus) atau menjadi inti
pengerasan yang kemungkinan berbentuk batu apabila dipakai pada
operasi kandung kemih atau kandung empedu.
 Problem pasien seperti kegemukan, debil, umur penyakit lain yang
mengganggu proses penyembuhan yang lebih lama sehingga
memerlukan penguatan yang lebih lama.
 Karakteristik fisik dari material benang untuk menembus jaringan,
pengikatan simpul dan juga alasan khusus tiap ahli bedah.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 155


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Jenis sediaan benang

Jenis-Jenis Benang
a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan
30% bahan tambahan berupa perekat. Tersedia dalam warna hitam dan
putih. Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi
dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar,
maka benang harus dibuka kembali.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol
merupakan ukuran paling kecil) hingga nomor 3 (yang merupakan ukuran
terbesar). Yang paling sering dipakai adalah nomor 00 (2 nol) dan 0 (1 nol)
dan nomor 1.
Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri
(terutama arteri besar) sebagai teugel (kendali). Benang harus steril,
sebab bila tidak akan menjadi sarang kuman (focus infeksi) sebab kuman
terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya sendiri tidak dapat
diserap tubuh.
b. Plain Catgut
Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini
dibuat dari usus kucing, tapi saat ini dibuat dari usus domba atau usus
sapi. Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu
7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan
ukuran yang paling kecil) hingga nomor 3 (merupakan ukuran yang paling
besar). Sering digunakan nomor 000 (3 nol), 00 (2 nol) 0 (1 nol) nomor 1
dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat sumber perdarahan kecil,
menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit
terutama untuk daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak
dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan
mengembang, bila disimpulkan 2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut
tak boleh terendam dalam lisol karena akan mengembang dan menjadi
lunak, sehingga tak dapat digunakan.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 156


Buku Panduan CSL 2

c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom.
Dengan adanya krom ini, maka benang menjadi lebih keras dan kuat,
serta penyerapannya lebih lama, yaitu 20-40 hari. Warnanya coklat dan
kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3 nol merupakan ukuran
yang paling kecil) hingga nomor 3.
Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat
dalam waktu 10 hari, untuk menjahit tendo pada penderita yang tak
kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung
bersatu dengan jarum jahit) dan terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide
atau catgut. Tidak diserap tubuh, dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit
dan jaringan tubuh lainnya.
Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol
hingga 1 nol. Penggunaannya pada bedah plastik, ukuran yang lebih
besar sering digunakan pada kulit, sedang nomor yang kecil dipakai pada
bedah mata.
e. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate).
Tersedia dalam kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi
terhadap tubuh minimum, tidak diserap, dan warnanya hijau dan putih.
Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya pada bedah
kardiovaskuler dan urologi.
f. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat
dan lembut, tidak diserap, warna biru. Tersedia dalam kemasan
atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Digunakan pada bedah
mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, bedah
plastik, cocok pula untuk menjahit kulit
g. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh
tubuh, dan tidak menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh. Dalam subkutis
bertahan selama 3 minggu, dalam otot bertahan selama 3 bulan. Benang
ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1.
Penggunaan pada bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik.
h. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat,
lembut, fleksibel, reaksi tubuh minimum, dan tidak diserap. Warnanya
hitam dan putih. Digunakan untuk menjahit kutis dan sub kutis.
i. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut,
cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum.
Warnanya putih. Tersedia dalam ukuran 4 nol hingga 1 nol. Digunakan
untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.
j. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat.
Sangat kuat, tidak korosif dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah
disimpul. Warna putih metalik. Terdapat dalam kemasan atraumatis dan

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 157


Buku Panduan CSL 2

kemasan biasa. Ukurannya dari 6 nol hingga nomor 2. Untuk menjahit


tendo

l. Keperluan rutin bedah


a. Baju Kamar Bedah, Jas Operasi, Topi, Masker, Doek dan Laken
Pada umumnya semua alat diatas terbuat dari kain yang ringan, lembut,
yang nyaman bila dipakai, mudah menyerap keringat dan mudah dicuci.
Untuk itu dapat dipakai kain belacu atau katun. Warna alat-alat diatas
harus lembut dan tidak cepat melelahkan mata. Biasanya dipilih warna
putih, biru muda, dan hijau.
Saat ini masker yang sering dipakai mempunyai model sekali pakai
(disposable) yang terbuat dari kertas. Masker ini akan dibuang sesudah
digunakan. Untuk alat tenun dari kain, sesudah dipakai harus direndam
lalu dicuci. Setelah kering baru disterilkan. Masker, topi dan baju kamar
bedah tidak perlu disterilkan.
b. Sarung Tangan Operasi
Terbuat dari karet, tipis tetapi cukup kuat dan elastic. Sarung tangan
harus dibubuhi talcum sebelum disterilkan, agar mudah dipergunakan.
Sarung tangan tersedia dalam berbagai nomor, disesuaikan dengan
ukuran tangan pemakai
c. Kasa Hidrofil
Adalah kain dengan anyaman jarang (kasa), lembut dan bersifat mudah
menyerap. Digunakan untuk penyerap darah yang keluar dari luka,
menyerap sekret dan cairan lain serta digunakan sebagai penutup luka
(dressing). Kasa ini tersedia dalam ukuran kecil-kecil, yaitu kira-kira 5 x
7,5 cm, terlipat rapi, tidak boleh ada bagian benang yang menjulur keluar,
sebab dapat tertinggal pada luka sewaktu membersihkan luka. Kasa
harus steril.
d. Tuffer (spons)
Dibuat dari kasa hidrofil yang dipadatkan dengan cara :
1. Kasa dipotong berbentuk segi empat sesuai dengan ukuran yang
diinginkan
2. Dari salah satu sudutnya dilakukan penggulungan secara padat ke
arah tengah
3. Ekor tadi digulung rapi hingga habis
Tuffer digunakan untuk membebaskan jaringan (terutama jaringan
longgar), menekan perdarahan, menggosok luka. Tuffer harus steril
sebelum dipakai.
e. Drain
Terdapat bermacam-macam drain. Prinsip penggunaannya sama yaitu
untuk memungkinkan pengaliran sekret keluar dari luka. Drain digunakan
untuk luka yang terkontaminasi dengan kemungkinan terbentuknya pus
atau sekret lainnya, atau pada luka dengan perdarahan hebat sewaktu
telah ditutup ada kemungkinan perdarahan masih aktif di bawah jaringan
yang ditutup.
1. Cigarette drain. Berbentuk seperti pipa dengan panjang 5-10 cm.
dipergunakan pada operasi abses apendiks, trauma dan sebagainya,
dimana sekret yang keluar diharapkan tidak terlalu banyak.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 158


Buku Panduan CSL 2

2. Corrugated drain (drain bergelombang). Dibuat dari lembaran karet


khusus yang bergelombang halus (seperti pola lembaran seng atap
rumah). Dipakai pada luka sedang, yang sekretnya tidak terlalu banyak.
3. Drain Sarung Tangan. Dibuat dari sarung tangan yang tak terpakai lagi
dengan cara menggunting sarung tangan tadi menjadi lembaran-
lembaran yang kemudian digulung seperti menggulung (melinting)
rokok, kemudian dilem dengan lem karet, lalu disterilkan.
4. Tube drain. Berupa pipa panjang yang dapat dibuat dari selang infuse,
sonde lambung, dan sebagainya, dengan ujung selang yang
dimasukkan ke dalam luka diberi lubang-lubang (mata) pada sisinya.
Bila ujung luar selang dihubungkan dengan wadah hampa udara
(vakuum) maka drain tadi disebut vacuum drain. Dengan adanya
tekanan negative dari wadah, maka sekret akan lebih mudah tertarik
keluar.

2. HECTING DASAR
Definisi
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan
benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.

Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.

Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.

Trauma tajam menyebabkan :


a. luka iris : vulnus scissum/incicivum
b. luka tusuk : vulnus punctum
c. luka gigitan : vulnus morsum

Trauma tumpul menyebabkan :


a. luka terbuka: vulnus apertum
b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom )

Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.

Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman :


a. Clean wounds/Luka steril adalah luka bedah tanpa tanda peradangan dan
tidak melibatkan organ respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus
genitourinaria. Misalnya bedah laparoskopik, bedah pada kulit, mata, atau
vaskular.
b. Clean-contaminated wounds/ Luka steril terkontaminasi adalah luka steril
dengan risiko infeksi yang tinggi, misalnya oprasi yang melibatkan organ
respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus genitourinaria yang dalam kondisi
terkontrol, selama tanpa komplikasi pembedahan. Misalnya bedah terbuka
pada pelepasan Pin/Wire, bedah pada organ telinga, ataupun tindakan
ginekologi.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 159


Buku Panduan CSL 2

c. Contaminated wounds/Luka terkontaminasi adalah luka oleh benda luar


(misalnya peluru, pisau, ataupun benda-benda tajam lainnya), ataupun
kontaminasi luka yang terjadi oleh karena sejumlah besar tumpahan isi dari
gastrointestinal pada luka. Ataupun jaringan yang terinfeksi dan meradang di
sekitar luka bedah merupakan luka terkontaminasi.
d. Dirty wounds/Luka kotor/Luka terinfeksi adalah luka yang diakibatkan oleh
benda asing yang bersarang (misalnya peluru ataupun debris lainnya), luka
traumatik yang diakibatkan oleh sumber yang kotor, maupun luka yang
terpapar oleh pus.

3. Alat dan Bahan


Alat (Instrumen) Bahan
a. Tissue forceps (pinset) a. Benang
b. Scalpel handles dan scalpel b. Cairan desifektan : Povidon-
blades iodidine 10 % (Bethadine )
c. Suture scissors c. Cairan Na Cl 0,9%.
d. Needleholders d. Anestesi lokal: lidocain 2%.
e. Suture needles (jarum) e. Sarung tangan.
f. Doek Steril f. Kasa steril.
g. Phantom kulit

4. Cara Memegang Alat


a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa:
yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari
kedua dan ketiga dipakai untuk memperkuat pegangan tangan.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibu jari serta jari kedua
dan ketiga.
c. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang.
d. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung (hand to hand, glove
to glove)

Gambar. Cara memagang dan menggunakan peralatan bercincin.


Sumber: Dudley HAF dkk.; 1995

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 160


Buku Panduan CSL 2

5. Prinsip yang harus diperhatikan


a. Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps (pinset) harus
dilakukan secara halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada jaringan
tersebut.
b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya.
c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1 cm dari tepi luka. Khusus daerah
wajah 2-3 mm.
d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan
jarum dari tepi luka, yakni 1 cm.
e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar (everted) setelah
penjahitan.

6. Teknik Anestesi Infiltrasi/Field Block


Dilakukan penyuntikan di sekitar area operasi. Suntikan dilakukan di daerah
subkutis. Teknik yang berkembang saat ini adalah field block, yaitu
menginfiltrasi suatu area dengan terget operasi ditengahnya. Setelah seluruh
pinggir area diinfiltrasi, area tepat diatas insisi diinfiltrasi lagi. Jika daerah yang
akan operasi cukup besar, kemungkinan diperlukan infiltrasi pada beberapa
tempat agar area yang diinfiltrasi menjadi luas. Kedalaman infiltrasi tergantung
dari jenis luka.

Teknik:
a. Masukan jarum di salah satu sudut luka.
b. Arahkan jarum ke area kanan luka, lakukan aspirasi (pastikan tidak terkena
pembuluh darah), jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari kulit) sambil
obat dikeluarkan.

c. Kemudian jarum dibelokan ke arah kiri luka, aspirasi, jarum dicabut sambil
obat dikeluarkan.

d. Lakukan anestesi dengan teknik yang sama pada sudut luka sebelahnya,
sehingga tampak pada gambar di bawah:

e. Cek anestesi dengan menjepitkan pinset

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 161


Buku Panduan CSL 2

Komplikasi Tindakan Anestesi


a. Hematom
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah ketika anestesi, yang kemudian
darah berkumpul di submukosa sehingga menimbulkan benjolan. Jika terjadi
hematom, kita evaluasi beberapa saat apakah hematom itu terus membesar
atau tetap. Jika terus membesar, kita harus berusaha mencari pembuluh
darah yang pecah dan mengikatnya kemudian membuang bekuan darah
yang terkumpul. Tetapi jika hematom tidak membesar hanya diperlukan
membuang masa hematomnya saja.
b. Udem
Disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan sehingga obat
tersebut berkumpul dalam jaringan ikat longgar mukosa dan sub mukosa.
Hal ini akan mempersulit ketika melakukan penjahitan. Udem akibat anestesi
ini diabsorpsi dalam 24 jam- See more
c. Shock Anafilaktik.

7. Teknik Simple Interupted Suture


Indikasi : pada semua luka
Kontra indikasi: tidak ada

Teknik penjahitan dilakukan sebagai berikut:


a. Lakukan pembersihan luka dengan NaCl 0.9%.
b. Lakukan antiseptik luka menggunakan cairan antiseptik dengan cara
sentrifugal (dari arah dalam ke luar)
c. Lakukan pemasangan doek bolong steril
d. Lakukan anestesi infiltrasi/field block.
e. Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90 derajat
sekitar 1 cm dari ujung luka, masuk subcutan kemudian dilajutkan dengan
menusukkan jarum sekitar 1 cm dari ujung luka pada kulit sisi lainnya.
f. Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan diusahakan agar
tepi luka yang dijahit dapat mendekat dengan posisi membuka ke arah luar
(everted).
g. Jarak antar jahitan satu dengan jahitan lainnya ± 1 cm.

Berikut Gambar Teknik jahitan terputus sederhana (Simple Interrupted) :

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 162


Buku Panduan CSL 2

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 163


Buku Panduan CSL 2

h. Benang dapat dipegang, jarum tidak boleh dipegang dengan tangan.


Gunakan pinset untuk memegang jarum.
i. Kemudian dibuat simpul dan geser simpul ke tepi luka (simpul tidak berada
di atas luka), lakukan 2-3 kali simpul agar jahitan kuat. Simpul pertama
menentukan kekuatan ikatan. Buatlah simpul yang dapat mendekatkan luka,
tidak terlalu kencang namun tidak pula terlalu kendor.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 164


Buku Panduan CSL 2

Gambar. Teknik Simpul

j. Potong sisa benang 1,5-2 cm di atas simpul (bila benang absorable maka
benang dipotong tepat di atas simpul) dengan teknik memiringkan gunting
guna menghindari terpotongnya jaringan.
k. Rapikan jahitan, perhatikan eversi luka, gunakan pinset untuk
mengeversikan luka jahitan bila dibutuhkan.
l. Bersihkan sisa perdarahan bila ada, beri antiseptik, dan tutup luka dengan
menggunakan kasa.

Gambar. Hasil jahitan teknik simple interrupted

F. DAFTAR PUSTAKA

1. Karakata S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Hipokrates : Jakarta


2. Ethicon Inc. Wound Closure Manual. 1994. Johnson and Johnson company.
3. Doherty, GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw
Hill.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 165


Buku Panduan CSL 2

4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Reksoprodjo, S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 166


Buku Panduan CSL 2

PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR DAN HECTING DASAR

Feed Back
No Aspek
INTERPERSONAL
1. Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam,
menyilakan duduk, perkenalan diri, sikap terbuka,
kesejajaran)
2. Informed consent
CONTENT
3. 1. Menyiapkan dan menyebutkan nama alat dan bahan
dengan menerapkan prinsip sterilitas
1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock,
towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2%
Melakukan Hecting Simple Interupted
4. Melakukan cuci tangan WHO
5. Melakukan pembersihan luka dengan menggunakan NaCl
0.9%, kemudian melakukan antiseptik dengan prinsip
sentrifugal (dalam ke luar), diterukan dengan memasang
doek bolong steril
6. Melakukan anestesi field block dan menguji kerja anestesi
dengan menggunakan pinset.
7. Menggunakan pinset untuk memegang jaringan yang akan
di jahit
8. Lakukan penusukan jarum dengan sudut ±90o hingga
tembus subcutan, kemudian teruskan ke kulit sisi lainnya
dengan jarak masing-masing 1 cm dari ujung luka.
9. Membuat simpul di pinggir luka dengan menggunakan nald
voeder.
10. Gunting benang 1,5-2 cm di atas simpul
11.1. Memposisikan agar tepi luka yang dijahit mendekat dengan
posisi membuka ke arah luar (eversi)

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 167


Buku Panduan CSL 2

12.2. Membersihkan dan menutup luka


13.1. Cuci Tangan WHO setelah melakukan tindakan
PROFESSIONALISM
14. Melakukan dengan penuh percaya diri
15. Melakukan dengan kesalahan minimal

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 168


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN URINALISIS

A. TEMA

Keterampilan pemeriksaan laboratorium Urine Rutin (Urinalisis)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Instruksional Umum


a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urine rutin (urinalisis) secara
makroskopis
b. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis secara mikroskopis
(sedimen urine)
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis dengan carik celup
(dip strips)

2. Tujuan Instruksional Khusus


a. Mahasiswa mampu melakukan persiapan pemeriksaan urinalisis
b. Mahasiswa mampu melakukan edukasi dan pengambilan sampel
pemeriksaan urinalisis
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bau, warna, kekeruhan,
keasaman (pH) dan berat jenis urine
d. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine
berupa unsur organik ; lekosit, eritrosit dan silinder (hialin, epitel, berbutir,
lekosit, eritrosit, lemak, lilin, campuran, fibrin)
e. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine
berupa unsur anorganik (Normal; kristal urat, kalsium oksalat, tripel fosfat,
kalsium fosfat, kalsium karbonat dan Abnormal; Kristal cystin, tyrosin, Amorf)
f. Mahasiswa mampu menilai parameter-parameter pada kertas carik (reagent
strips)
g. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi dan menyimpulkan hasil
pemeriksaan urinalisis

C. ALAT DAN BAHAN


1. Sarung tangan Non sterile
2. Masker
3. Jas laboratorium
4. Sampel urine midstream & containernya
5. Pipet
6. Tabung reaksi 3 buah
7. Kertas lakmus
8. Alat sentrifugasi
9. Reagent strips/Dipstick
10. Mikroskop
11. Objek Glass dan cover-glassnya
12. Lembar hasil pemeriksaan Lab Gambar. Disptick

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 169


Buku Panduan CSL 2

SKENARIO
Pasien anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan kencing berwarna
merah sudah 1 hari, keluhan ini disertai dengan muka sembab sudah 3 hari.
Pasien juga memiliki banyak koreng di kedua kakinya. Dokter F yang kebetulan
bertugas saat itu memutuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang urinalisis
pada pasien.

DASAR TEORI
1. Urine
Urine adalah cairan yang dihasilkan melalui ultra filtrasi plasma oleh ginjal dan
dikeluarkan dari tubuh melalui saluran kemih. Di dalam urine terdapat bahan-
bahan hasil metabolism tubuh (5%) dan air (95%), dengan demikian bahan-
bahan tersebut dapat menentukan status kesehatan seseorang. Pemeriksaan
urine untuk kepentingan menentukan status kesehatan seseorang disebut juga
dengan urinalisis.

2. Urinalisis
Urinalisis merupakan suatu prosedur laboratoris untuk pemeriksaan urine
dalam rangka menentukan status kesehatan individu terutama ginjal dan
saluran kemih serta faal dari berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu,
dll. Berdasarkan kepentingan klinisnya, pemeriksaan urine dibagi menjadi :
 Pemeriksaan Urine Rutin
 Pemeriksaan Urine atas Indikasi

Pemeriksaan urine atas indikasi misalnya; pemeriksaan Urobilin, Urobilinogen,


Bilirubin, Benda Keton, Darah Samar (benzidin), serta pemeriksaan Protein
Kuantitatif. Dalam kegiatan CSL kali ini, yang akan dilaksanakan adalah
pemeriksaan urin rutin. Pemeriksaan Urine rutin meliputi :
 Pemeriksaan Makroskopik
 Pemeriksaan Kimiawi
 Pemeriksaan Mikroskopik (Sedimen)

3. Jenis-jenis specimen (sampel) urine


 Urine Sewaktu/Random
Urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan
khusus. Digunakan untuk pemeriksaan rutin, skrining, tanpa saran khusus.
Dikenal juga urine segar (Fresh Voided Urine) = sampel untuk pemeriksaan
rutin.
 Urine Pagi
Urine yang dikeluarkan pertama kali pada pagi hari setelah bangun tidur
sebelum makan dan sebelum gerak badan (urine lebih pekat). Digunakan
untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein, Tes kehamilan)
 Urine Postpandrial (PP)/2 jam PP
Urine yang dikeluarkan pertama kali 2-3 jam setelah makan. Digunakan
untuk pemeriksaan glukosa.
 Urine tampung 24 jam

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 170


Buku Panduan CSL 2

Urine yang ditampung satu hari penuh (24 jam) digunakan untuk
pemeriksaan zat-zat dalam urine secara kuantitatif misalnya protein serta
penilaian diuresis ginjal
 Clean Catch “Midstream”
Mengambil urin pancaran tengah, meminimalisasi kontaminasi dari meatus
 Kateterisasi
Diambil dari kateter. Untuk kultur tetapi masih memungkinkan kontaminasi
 Punksi supra pubik
Diambil dengan melakukan punksi suprapubik. Untuk kultur urin.

4. Pengumpulan spesimen
Pengumpulan specimen menjadi bagian yang penting dalam rangka
keberhasilan pemeriksaan urin. Urine segar sebagai sampel pemeriksaan rutin
diambil dalam waktu kurang dari 1 jam setelah pasien buang air kecil. Status
hidrasi pasien juga berpengaruh terhadap konsentrasi bahan-bahan terlarut
dalam urine. Pengumpulan specimen sebaiknya dilakukan sebelum
pemeriksaan genital maupun rectal untuk mencegah kontaminasi dari introitus
ataupun sekresi prostat. Pengumpulan urin dari bahan-bahan seperti kondom,
kateter tidak dianjurkan untuk pemeriksaan urinalsis.

Cara pengumpulan urine yang baik adalah dengan metode “urine midstream”
atau urine pancar tengah. Adapun cara pengambilan sampelnya sebagai
berikut :
1. Pada Laki-laki. Pada laki-laki relative lebih mudah.
 Tarik (retraksikan) preputium (jika belum sunat), kemudian bersihkan
meatus (orificium urethra externa) dengan antiseptic (untuk mencegah
kontaminasi)
 Lewatkan pancaran pertama-tama dari urine (15-30 ml)
 Tampung pancaran tengah dari urine (50-100 ml) dengan wadah steril
yang telah disediakan, langsung ditutup kemudian serahkan kepada
petugas lab.
2. Pada Wanita. Pada wanita agak rumit dan memerlukan kerjasama dari
pasien
 Pasien duduk di atas WC duduk
 Sibakkan kedua labia dan bersihkan dengan antiseptic sekali usap dari
depan ke belakang
 Kencingkan/buang 10-15 ml pertama urine kemudian tampung 50-100ml
berikutnya.
 Posisi container/botol penampung menempel dekat di vulva serta
langsung ditutup setelah mendapatkan sampel
3. Pada Anak-anak
 Pada anak agak susah karena kurang kooperatif, untuk pemeriksaan
bakteriologis/kultur bakteri, yang banyak digunakan adalah dengan
metode kateterisasi atau punksi suprapubik. Selanjutnya akan dipelajari
pada CSL blok Genitourinary System

5. Pengiriman, Penyimpanan dan Penampungan


Sebaiknya sampel urin segar langsung ditutup untuk menghindari kontaminasi
dan langsung dikirim untuk dilakukan pemeriksaan lab. Urine segar sebaiknya

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 171


Buku Panduan CSL 2

sudah diperiksa dalam waktu kurang dari 1 jam. Jika belum memungkinkan
sebaiknya sampel urin disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5ºC.
Adapun botol penampungan yang dianjurkan seperti gambar berikut:

Syarat:
 Bersih
 Kering
 Muara/mulut botol lebar
 Mempunyai penutup
 Transparan
 Diberi Label; identitas pasien, Tanggal dan waktu pengambilan.

Gambar. Botol Penampungan Urin/Container

6. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan
kimiawi. Adapun bagan pemeriksaan urin sebagai berikut.

Gambar. Alur Pemeriksaan Urinalisis

7. Pemeriksaan Makroskopik Urine


Pemeriksaan makroskopik urine meliputi : pemeriksaan warna, kekeruhan,
keasaman, bau dan berat jenis.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 172


Buku Panduan CSL 2

Normalnya Urine sebagai berikut :


No Variabel Interpretasi
yang Normal Abnormal
diperiksa
1 Warna Kuning muda Pengaruh obat-obatan
(Kuning pucat  Orange : phenazopyridine
sampai agak (Pyridium)
gelap)  kuning-orange: rifampin
 Coklat: nitrofurantoin
 Coklat kemerahan: L-dopa, α-
methyldopa, dan metronidazole
Merah: hematuria, Hb-uria, Porfiria
Kuning-coklat: Bilirubinuria.
Hijau-coklat: obstructive jaundice
2 Bau Bau ureum/asam Abnormal; bau jengkol, Keton (buah-
organic buahan)
3 Kekeruhan Jernih Kemerahan: darahsedimen eritrosit
Berkabut: Bakteri (gram)
Keruh: pus, fosfat/Kristal karbonat,
Spermatozoa
4 Keasaman 4,7-7,5 (rata-rata asam urat pH>6,5 (larut alkaline)
6,0) Batu kalsium pH tak pernah <6,0
Infeksi Sal Kencing ≥7,0 (pemecahan
urea)
5 Berat jenis Sewaktu: Trauma intracranial/ADH menurun
1,003-1,030 atau diabetes insipidus BJ <1,010
Urine 24 jam: Acute renal tubulus = BJ plasma 1.010
1,015-1,025

Untuk pemeriksaan pH menggunakan kertas lakmus. Merah jika asam, biru jika
alkalis/basa dan tetap jika netral. Berat jenis diperiksa dengan refraktometer
ataupun dengan urinometer. Perbedaan keduanya sebagai berikut:

Refractometer Urinometer
Keuntungan Keuntungan :
:  Akurat
 Bahan
sedikit Kerugian :
 Mudah  Bahan
banyak
Kerugian :
 Kurang
akurat

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 173


Buku Panduan CSL 2

Adapun cara pemeriksaan dengan refraktometer dapat dilihat pada gambar


berikut:

8. Pemeriksaan Kimiawi
Dalam CSL ini pemeriksaan kimiawi yang sederhana dan mudah, murah, cepat
dan cukup akurat adalah dengan menggunakan metode carik celup/ reagen
strips, atau dikenal dengan dip-strips atau dipstick.
Reagen strips dicelupkan sesaat kemudian hasil dibandingkan dengan standar
pada botol sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Urut-urutan parameter yang diperiksa berbeda-beda sesuai dengan merk dan
pabrik buatannya.

Prinsip kerja dapat dilihat pada gambar berikut:

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 174


Buku Panduan CSL 2

Prinsip kerja reagen pada dipstick sebagai berikut:


No Parameter Waktu Prinsip Kerja
1 Glukosa 30” D-glukosa--glukosa oksidase  D-
glukonolakton+H2O2
H2O2 -- oksidasi + kromogen  Warna Coklat
2 Bilirubin 30” Bilirubin+garam diazonium (2-6-
diklorobenzendiazoniumfluoro-borat) -- (asam) 
azobilirubin (warna merah violet)
3 Keton 40” Na-nitroprussid (oksidator kuat) + asam asetoasetat &
aseton (basa)  senyawa berwarna ungu
4 Berat Jenis 45” Bromthymol blue + poly (methyl) vynil ether maleic
acid sodium salt bereaksi pada urine dengan berat
jenis ≥ 6,5
5 Darah 60” H2O2 -- peroksidase (Hb)  H2O + On
On + Kromogen (benzidin)  senyawa berwarna
hijau-biru
6 pH 60” Kertas uji mengandung indicator-indikator methyl red
dan bromthymol blue, kombinasi indicator-indikator
tersebut memungkinkan perubahan warna yang jelas,
sesuai dengan warna pada tabung
7 Protein 60” 3’,3”,5’,5” tetraklorofenol – 3,4,5,6
tetrabromosulfoftalein (buffer) + protein  warna
hijau muda sampai tua
8 Urobilinoge 60” Urobilinogen + p-aminobenzaldehid – (asam)  zat
n warna azo (merah)
9 Nitrit 60” Nitrat -- Gram negative  Nitrit
Nitrit + p-arsinilic acid + tetrahydrobenzoquinolin 
senyawa merah
10 Lekosit 2 Asam karbonat ester -- esterase (granulosit) 
menit indoxyl – oksidasi à senyawa indigo berwarna indigo

Interpretasi dari hasil pemeriksaan dipstick sebagai berikut:


Test Normal Indikasi Hasil Positif
Leukosit Negatif Infeksi
Nitrit Negatif Bakteri Gram Negatif
Protein Negatif Inflamasi renal, alergi
Keton: Adanya keton pada Negatif Energi dari lemak, bukan
urin mengindikasikan adanya karbohidrat
penggunaan lemak atau
adanya kelainan metabolisme
karbohidrat
Urobilinogen Negatif Kompensasi konjugasi bilirubin
Bilirubin Negatif Destruksi hemoglobin
Darah Negatif Infeksi, hipertensi, mens
Hemoglobin Negatif Kerusakan sel-oksidatif, alergi

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 175


Buku Panduan CSL 2

9. Pemeriksaan Mikroskopik (Sedimen)


Pemeriksaan sedimen urin. Urin merupakan sediaan basah. Sehingga untuk
pemeriksaan sediaan basah di mikroskop lensa kondensor harus diturunkan
dan diafragma harus dikecilkan serta dikurangin cahayanya agar sediaan lebih
jelas terlihat. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk memeriksa hal-hal
sebagai berikut :
 Sel: Eritrosit, Lekosit, Epitel (pembesaran 40x)
 Silinder (pembesaran 10x): hyaline, eritrosit, lekosit, lemak, dll. Silinder
terbentuk di Tubulus convulatus distal dan ductus collectives akibat kondisi
asam, konsentrasi garam tinggi, aliran urin yang menurun serta adanya
protein Tamm-Horsfall
 Kristal (pembesaran 10x): Urine Asam (asam urat, amorphous urat, sodium
urate, Ca-oksalat), Urine Alkali (Triple fosfat, fosfat amorf, Ca-fosfat, Amm
biurat), Kristal abnormal (Csytine, Cholesterol, Leucine, Tyrosine, Bilirubin,
Sulfonamide)
 Bakteri, jamur, parasit
 Lain-lain: spermatozoa,mucous threads

Kondisi yang berkaitan/berkenaan dengan hasil pemeriksaan sedimen urine


sbb :
Type of Composition Associated conditions
cast
Hyaline Mucoproteins Pyelonephritis, chronic renal Disease; May be a
normal finding
Erythrocyte Red blood Glomerulonephritis; May be a normal finding in
cells patients who play contact sports
Leukocyte White blood Pyelonephritis, glomerulonephritis, interstitial
cells nephritis, renal inflammatory processes
Epithelial Renal tubule Acute tubular necrosis, interstitial nephritis,
cells cells eclampsia, nephritic syndrome, allograft rejection,
heavy metal ingestion, renal disease
Granular Various cell Advanced renal disease
types
Waxy Various cell Advanced renal disease
types
Fatty Lipid-laden Nephrotic syndrome, renal disease,
renal tubule hypothyroidism
cells
Broad Various cell End-stage renal disease
types

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 176


Buku Panduan CSL 2

Berikut ini gambar hasil pemeriksaan mikroskopik urine (sedimen) :

Gambar. Hasil pemeriksaan mikroskopik urin

D. PROSEDUR

1. Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa


Untuk item ini sama seperti CSL komunikasi yang sudah dipelajari sebelumnya.
2. Melakukan informed consent dan pengumpulan specimen urine
Dalam informed consent perlu dijelaskan tentang
3. Mempersiapkan alat dan bahan
 Cek kelengkapan alat dan bahan
 Tulislah identitas pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan pada lembar hasil
pemeriksaan
 Memasang Alat Pelindung Diri (APD) ; Hanschoen, masker, google dll
 Bagilah specimen pada 3 tabung reaksi @ minimal 10-15 ml untuk
pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan dipstick
4. Pemeriksaan makroskopis urine
 Pemeriksaan bau urine
 Pemeriksaan warna urine

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 177


Buku Panduan CSL 2

 Pemeriksaan kekeruhan urine


 Pemeriksaan keasaman (pH) urine
 Pemeriksaan pH dengan kertas lakmus atau reagen strips
 Pemeriksaan berat jenis urine
 Dengan refraktometer atau urinometer
5. Pemeriksaan mikroskopis urin
 Ambillah dan persiapkan urine pada tabung reaksi kedua
 Sentrifus urine dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
 Pisahkan sedimen hasil sentrifus dari supernatannya
 Sedimen hasil sentrifus diteteskan ke atas objek gelas
 Tutup dengan cover glass/ kaca penutup
 Periksa di bawah mikroskop:
 Perbesaran 10X untuk silinder
 Perbesaran 40X untuk eritrosit dan lekosit
 Tuliskan hasil pemeriksaan pada lembar laboratorium
6. Pemeriksaan Kimiawi dengan Dip-strips/ Dipstick(Carik-celup)
 Ambil tabung reaksi ketiga yang berisi urine
 Basahi seluruh permukaan reagen strips dengan urine, tarik dengan segera
 Ketukkan strips pada bibir gelas untuk mengurangi urine yang berlebih
 Pegang carik secara horizontal dan bandingkan dengan kertas standar
warna yang terdapat pada label tabung
 Lakukan satu persatu untuk setiap parameter sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan masing-masing (lihat tabel)
 Lakukan pencatatan hasil untuk setiap parameter pada lembar yang telah
disediakan
7. Selesaikan semua pencatatan dan berikan tanda tangan dan nama terang
pemeriksa
8. Interpretasikan dan simpulkan hasil pemeriksaan
9. Jelaskan hasil pemeriksaan serta rencana tindak lanjut pada pasien
10. Akhiri dan tutup pemeriksaan dengan baik

E. DAFTAR PUSTAKA

1. Baluyut, Benedict F. Interpretation of Urinalysis Results and Clinical


Correlations: A brief overview. Assistant Section-in-charge, Clinical Microscopy.
Angeles University Foundation Medical Center. Center for Anatomic Pathology
and Laboratory Medicine. Angeles City, Pampanga. Didownload tgl 1-2-2011
pukul 10:01 PM dari :
http://dc182.4shared.com/download/U0ohww1I/Interpretation_of_Urinalysis_R.
ppt?tsid=20110201-095010-d81f1f43
2. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/0f72169df5c0ba8d8e6bbb2c1a8e3f
8a24f0c95e.pdf
3. Fischbach, Frances Talaska. 2003. A manual of Laboratory and Diagnostic
Test. 7th edition. Lipincott Williams & Wilkins Publisher.
4. Kumalawati, July. MD. Urinalysis. Clinical Pathology Department. Medical
Faculty University of Indonesia-Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta.
Indonesia. Didownload pada tanggal 1 februari 2011 pukul 09:32 PM dari :

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 178


Buku Panduan CSL 2

5. Sudoyo, Aru.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat jilid 1.
Bab Ginjal dan Hipertensi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam-
FKUI. Jakarta. Indonesia
6. Sylvia R. et al. 2003. Buku Praktikum Patologi Klinik 1. Bagian Patologi Klinik
FK UNPAD/ RS. Dr. Hasan Sadikin. Bandung. Indonesia
7. Tanagho, Emil A. & Jack W. McAninch. 2008. Smith’s General Urology. 17th
edition. Lange Medical Books/ The McGraw-Hill Companies, USA.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 179


Buku Panduan CSL 2

CEK LIST PEMERIKSAAN URINALISIS


No Item Penilaian Feedback
Interpersonal
1. Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa
2. Melakukan informed consent dan pengumpulan
specimen urine
Item Prosedural
3. Mengecek kelengkapan alat dan bahan
4. Menulis identitas pasien, tanggal dan waktu
pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan
5. Memasang APD ; Hanschoen, masker dll
6. Membagi specimen pada 3 tabung reaksi dengan baik
Pemeriksaan makroskopis urine
7. Pemeriksaan bau urine dan menuliskan hasilnya
8. Pemeriksaan warna urine dan menuliskan hasilnya
9. Pemeriksaan kekeruhan urine dan menuliskan
hasilnya
10 Pemeriksaan keasaman (pH) urine dan menuliskan
hasilnya
11 Pemeriksaan berat jenis urine dan menuliskan
hasilnya
Pemeriksaan mikroskopis urin
12 Mengambil dan mempersiapkan urine pada tabung
reaksi kedua
13 Mensentrifus urine dengan kecepatan 1500 rpm
selama 5 menit
14 Memisahkan sedimen hasil sentrifus dari
supernatannya
15 Meneteskan sedimen hasil sentrifus ke atas objek
gelas
16 Menutup dengan cover glass/ kaca penutup
17 Memeriksa di bawah mikroskop, dimulai dengan
perbesaran 10 x untuk silinder
18 Memeriksa dengan perbesaran 40X untuk eritrosit dan
lekosit
19 Menuliskan hasil pemeriksaan pada lembar hasil
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Dip-strips/Dipsticks (Carik-celup)
20 Ambil tabung reaksi ketiga yang berisi urine
21 Basahi seluruh permukaan reagen strips dengan urine,
tarik dengan segera
22 Ketukkan strips pada bibir gelas untuk mengurangi
urine yang berlebih
23 Pegang carik secara horizontal dan bandingkan
dengan kertas standar warna yang terdapat pada label
tabung
24 Lakukan satu persatu untuk setiap parameter sesuai

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 180


Buku Panduan CSL 2

dengan waktu yang dibutuhkan masing-masing (lihat


tabel)
25 Lakukan pencatatan hasil untuk setiap parameter pada
lembar yang telah disediakan
26 Selesaikan semua pencatatan dan berikan tanda
tangan dan nama terang pemeriksa
Item Penalaran Klinik dan Profesionalisme
27 Interpretasikan dan simpulkan hasil pemeriksaan
28 Jelaskan hasil pemeriksaan serta rencana tindak lanjut
pada pasien
29 Akhiri dan tutup pemeriksaan dengan baik
30 Percaya diri, minimal error

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 181


Buku Panduan CSL 2

PEMERIKSAAN
PEWARNAAN GRAM

A. STANDAR KOMPETENSI

Kompetensi Level kompetensi


Prosedur diagnostik Pewarnaan Gram 4*
*mampu melakukan secara mandiri

B. SKENARIO

Anda adalah seorang dokter yang bertugas di Puskesmas. Seorang penderita


datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk disertai demam dan sesaknafas.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik anda menyimpulkan bahwa pasien
tersebut suspek Pneumonia bacterial dan perlu dilakukan pemeriksaan sputum
dengan pewarnaan Gram.

C. DASAR TEORI

Sebagian besar bakteri memiliki dinding sel yang mengandung lapisan


peptidoglikan yang tebal atau lapisan peptidoglikan tipis yang dilengkapi dengan
membrane luar yang tersusun dari lipopolisakarida. Perbedaan struktur kimia
pada dinding sel bakteri diidentifikasi dengan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram
adalah pewarnaan yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi kultur
bakteri yang belum diketahui, karena pewarnaan Gram menghasilkan informasi
berupa reaksi gram yang terjadi, ukuran sel, bentuk sel, dan susunan sel bakteri.

Gambar. Perbandingan dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif

Pada prosedur pewarnaan Gram, semua bakteri berwarna ungu oleh kristal violet
sebagai zat warna primer. Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan tebal
mempertahankan kristaal violet pada tahap berikutnya yaitu pelunturan
(decolorization) dan counterstain. Bakteri tersebut dengan mikroskop akan terlihat
ungu dan disebut sebagai Gram positif.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 182


Buku Panduan CSL 2

Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis dan dilengkapi dengan
membrane luar lipopolisakarida, kristal ungu akan hilang pada tahap pelunturan
dan akan menyerap zat warna safranin sebagai counterstain. Bakteri tersebut
dengan mikroskop terlihat berwarna merah dan disebut sebagai Gram negatif.

Gram positif Gram negatif


Coccus Batang Coccus Batang

1. Sel transparan sebelum diwarnai


2. Sel berwarna ungu oleh zat warna primer
kristal violet dan Iodin
3. Etil alcohol sebagai bahan peluntur,
menghilangkan warna ungu pada Gram
negatif dan Gram positif tetap
mempertahankan warnanya.
4. Gram negative menyerap counterstain
safranin dan berwarna merah, Gram positif
tetap ungu

D. ALAT DAN BAHAN

1. Kultur bakteri (berumur 24-48 jam pada media cair)


2. Zat warna :
 Crystal Violet (primary Stain)
 Iodine Solution (mordant)
 Ethanol (decolorizer)
 Safranin (counterstain)
3. Water (dianjurkan dalam botol semprot)
4. Mikroskop cahaya
5. Lampu Bunsen
6. Gelas objek
7. Ose bulat
8. Minyak emersi
9. Kertas lensa
10. Tissue biasa untuk membersihkan objek gelas

E. PROSEDUR

Sebelum memulai, pastikan bahwa semua reagen sudah tersedia dan mudah
dijangkau selama bekerja, sebab proses pewarnaan perlu dilakukan dengan
memperhatikan ketepatan waktu. Selalu menggunakan jas laboratorium dan
sebaiknya melakukan semua prosedur di dekat bak cuci.
1. Prosedur pembuatan apusan :
a. Siapkan objek gelas baru. Bersihkan dan lewatkan di atas api. Tulis identitas
pasien dan nomor spesimen pada pinggir object glass.
b. Buat lingkaran oval pada bagian bawah objek glass dengan spidol/ pensil
kaca.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 183


Buku Panduan CSL 2

c. Panaskan ose sebelum dipakai sampai pijar berwarna merah, kemudian


dinginkan dahulu,
d. Pegang tabung reaksi dengan tangan kiri, pegang ose seperti memegang
pensil pada tangan kanan, buka kapas penutup tabung dengan dijepit
menggunakan jari kelingking tangan kanan
e. Mulut tabung dilewatkan di api
f. Ambil spesimen dari dalam tabung dengan menggunakan ose steril.
g. Kemudian lewatkan kembali mulut tabung reaksi didekat api kemudian tutup
kembali dengan kapas
h. Apuskan ose yang mengandung spesimen pada bagian tengah objek glass
secara merata dan tipis, jangan melebihi lingkaran oval yang dibuat
i. Panaskan kembali ose sampai pijar setelah digunakan
j. Lakukan fiksasi objek glass dengan penjepit preparat, dan lewatkan di atas
lampu Bunsen sebanyak 3 kali secara perlahan

3 cm

2 cm

Gambar 2. Bentuk apusan

2. Prosedur pewarnaan
Langkah 1 :
Letakkan slide pada rak pewarnaan. Genangi seluruh permukaan slide dengan
crystal violet. Biarkan selama 60 detik, kemudian cuci slide di bawah air
mengalir selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat berwarna biru-ungu.
Langkah 2 :
Genangi slide dengan larutan iodine, biarkan selama 1 menit, kemudian cuci
dengan air mengalir selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat tetap
berwarna biru-ungu.
Langkah 3 :
Langkah ini meliputi penambahan decolorizer (peluntur) etanol 15-30 detik
dengan cara disiram atau direndam. Langkah ini seringkali bersifat subjektif
karena apabila menggunakan terlalu banyak decolorizer akan menghasilkan

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 184


Buku Panduan CSL 2

Gram negatif palsu. Sebaliknya apabila tidak menggunakan decolorizer dalam


jumlah cukup dapat menyebabkan Gram positif palsu. Untuk berhati-hati
sebaiknya etanol diteteskan sedikit demi sedikit sampai warna biru ungu luntur
pada specimen. Kemudian cuci dengan air 5 detik.
Langkah 4 :
Langkah ini meliputi penambahan counterstain, safranin. Genangi slide dengan
zat warna seperti langkah sebelumnya, biarkan selama 1 menit supaya bakteri
menyatu dengan safranin. Bakteri Gram positif tidak akan menyerap
counterstain dan tetap tampak biru ungu. Bakteri Gram negatif akan berwarna
pink dan mudah dibedakan dari bakteri Gram positif. Kemudian cuci dengan air
mengalir selama 5 detik untuk menghilangkan zat warna.

Gambar 3. Prosedur pewarnaan Gram

Catt : Setelah langkah 1 sampai 4, keringkan dengan kertas saring atau biarkan
kering sendiri di udara. Kemudian lihat di bawah mikroskop. Jangan sampai merusak
spesimen.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 185


Buku Panduan CSL 2

CEKLIST PEWARNAAN GRAM

No Aspek Penilaian Feedback


INTERPERSONAL
1. Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap
terbuka)
2. Eksplorasi permasalahan pasien
CONTENT
3. Cek kelengkapan peralatan dan bahan
4. Cuci tangan, menggunakan handschoen
5. Membuat preparat hapusan
6. Pewarnaan Gram : langkah 1
7. Pewarnaan Gram : langkah 2
8. Pewarnaan Gram : langkah 3
9. Pewarnaan Gram : langkah 4
10. Mengeringkan preparat
11. Periksa di bawah mikroskop
12. Membersihkan peralatan, cuci tangan
PROFESSIONALISM
13. melakukan dengan penuh percaya diri
14. Melakukan dengan kesalahan minimal

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 186


Buku Panduan CSL 2

LAPORAN PRAKTIKUM

Hasil praktikum
1.

Bakteri __________________

Bentuk sel _______________

Susunan sel ______________

Reaksi Gram _____________

2.

Bakteri __________________

Bentuk sel _______________

Susunan sel ______________

Reaksi Gram _____________

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 187

Anda mungkin juga menyukai