Anda di halaman 1dari 9

MALARIA DALAM KEHAMILAN

Pendahuluan
Malaria adalah penyakit protozoa yang disebarkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles. Protozoa penyebab malaria adalah genus plasmodium yang dapat
menginfeksi manusia maupun serangga. Diduga penyakit ini berasal dari Afrika dan
menyebar mengikuti gerakan migrasi manusia melalui pantai Mediterania, India dan
Asia Tenggara. Nama malaria mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi, dan
berasal dari kata Italia malaria atau “udara kotor” dan disebut juga demam Romawi.1
Saat ini diperkirakan minimal terjadi 300 juta kasus malaria akut di dunia setiap
tahunnya yang menyebabkan lebih dari l juta kematian. Sekitar 90% dari penyakit ini
terjadi di Afrika, terutama menyerang anak-anak balita. Malaria adalah penyebab
kematian utama anak balita di Afrika (20%) dan sekitar 10% dari kematian akibat seluruh
penyakit di benua tersebut. 1
Malaria dalam kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang
membutuhkan penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil
merupakan kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan
diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak
balita.1,2 Di Afrika kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak 1500
kasus/hari. Di daerah-daerah endemik malaria, 20-40% bayi yang dilahirkan mengalami
berat lahir rendah. 1,2
Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai juga
merupakan daerah endemis malaria. Oleh karena itu malaria juga merupakan masalah
kesehatan di Indonesia. Sehubungan dengan kejadian malaria dalam kehamilan, kita
sebagai ahli obstetrik harus memahami diagnostik dan penanganan malaria pada ibu
hamil untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janinnya. Makalah ini
akan membahas malaria dalam kehamilan, dan upaya penanganan maupun
pencegahannyal

Interaksi antara Malaria dengan Kehamilan


Malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi.
Perubahan fisiologis dalam kehamilan kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria
mempunyai efek sinergis terhadap kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah
masalah baik bagi ibu hamil, janinnya maupun dokter yang menanganinya. P.
falciparum dapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan dramatis untuk ibu hamil.
Primigravida umumnya paling mudah terpengaruh oleh malaria, berupa anemia, demam,
hipoglikemia, malaria serebral, edema pulmonar, sepsis puerperalis dan kematian akibat
malaria berat dan hemoragis.2 Masalah pada bayi baru lahir adalah berat lahir rendah,
prematuritas, pertumbuhan janin terhambat , infeksi malaria dan kematian.2
Tabel l. Malaria dalam Kehamilan: Masalah yang berlipat ganda

Lebih sering Malaria lebih sering terjadi dalam kehamilan daripada populasi
terjadi umum. Penyebabnya kemungkinan karena adanya imunosupresi
dan hilangnya acquired immun selama kehamilan
Gejala lebih Atipik Dalam kehamilan, malaria cenderung menampakkan gejala atipik
yang mungkin disebabkan adanya perubahan hormonal,
imunologis dan hematologis selama kehamilan.
Lebih Berat Disebabkan perubahan hormonal dan imunologis koloni parasit
cenderung membesar 10 kali lilpat sehingga semua komplikasi
P.falciparum lebih sering terjadi selama kehamilan.
Lebih Fatal P.falciparum malaria dalam kehamilan cenderung lebih berat,
dengan tingkat infeksius l3% lebih tinggi daripada saat tidak hamil
Terapi harus Sejumlah anti malaria merupakan kontra indikasi diberikan saat
selektif hamil dan seringkali menimbulkan efek samping yang berat. Oleh
karena itu terapinya sering sulit, terutama infeksi malaria berat
yang disebabkan P. falciparum.
Masalah lain Penanganan komplikasi malaria sering sulit karena pengaruh
perubahan fisiologis selama kehamilan. Harus dilakukan
pengawasan ketat terhadap pemberian cairan, kontrol suhu dll.
Keputusan untuk terminasi kehamilan juga sering dipersulit oleh
risiko kematian janin, pertumbuhan janin terhambat dan ancaman
persalinan prematur.
Sumber: (2)

Patofisiologi
Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi oleh perubahan sistem
imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta. Terjadi penurunan sistem imunitas
didapat yang dramatis selama kehamilan, terutama pada nulipara. (Efek imunitas
antimalaria ditransfer kepada janin)
Terdapat sejumlah hipotesa yang menjelaskan patofisiologi malaria dalam kehamilan,
yaitu:
Hipotesis –l:
Hilangnya kekebalan antimalaria secara konsisten berhubungan dengan terjadinya
imunosupresi selama kehamilan misalnya: penurunan respon limfoproliferatif,
peningkatan level kortisol serum. Hal ini dikondisikan untuk mencegah penolakan
terhadap janin. Akan tetapi, kejadian ini tidak menurunkan reaksi imunologis pada ibu
multigravida yang pernah menderita malaria.

Hipotesis -2:
Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja, atau transfer antibodi
mediated immunity secara pasif juga terganggu sehingga ibu hamil mudah terkena
malaria?
Hipotesis -3: plasenta adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga
memungkinan adanya imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat tertentu
pada plasenta yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri.

Peran plasenta, suatu organ baru saat hamil:


P. falciparum mempunyai kemampuan unik untuk melakukan cytoadhesion dan
adhesion molecules spesifik terhadap CD 36 dan intercellular adhesion molecul-l yang
mungkin terlibat dalam proses infeksi malaria yang berat pada anak dan wanita dewasa
yang tidak hamil. Chondroitin sulfat A dan asam…… diketahui merupakan molekul
perekat untuk membantu melekatnya parasit ke sel.

Gejala klinik
Selama kehamilan lebih dari setengah kasus malaria bermanifestasi atipik/tidak khas,
Demam :
Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam, mulai dari afebris, demam
tidak terlalu tinggi yang terus menerus hingga hiperpireksia. Pada trimester kedua
kehamilan gambaran atipik lebih sering terjadi karena proses imunosupresi.

Anemia :
Di negara berkembang, yang merupakan endemis malaria, anemia merupakan gejala yang
sering ditemukan selama kehammilan. Penyebab utama anemia adalah malnutrisi dan
kecacingan. Dalam kondisi seperti ini, malaria akan menambah berat anemia. Malaria
bisa bermanifestasi sebagai anemia, sehingga semua kasus anemia harus diperiksa
kemungkinan malaria. Anemia merupakan gambaran klinik yang sering ditemukan pada
pasien multigravida dengan imunitas parsial yang hidup di daerah hiperendemis.

Splenomegali :
Pembesaran limpa bisa terjadi , dan menghilang pada trimester dua kehamilan. Bahkan
splenomegali yang menetap sebelum hamil bisa mengecil selama kehamilan.

Komplikasi:
Komplikasi cenderung lebih sering dan lebih berat selama kehamilan. Komplikasi yang
sering timbul dalam kehamilan adalah edema paru, hipoglikemia dan anemia.
Komplikasi yang lebih jarang adalah kejang, penurunan kesadaran, koma, muntaber dan
lain-lain.
Komplikasi malaria dalam kehamilan
Anemia:
Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk anemia. Hal ini disebabkan:
1. Hemolisis eritrosit yang diserang parasit
2. Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
3. Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara usia kehamilan
16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat memperberat anemia ini.
Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas maternal.
Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca salin.
Anemia yang signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah.
Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk mengurangi tambahan
volume intravaskuler. Transfusi yang terlalu cepat, khususnya whole blood dapat
menyebabkan edema paru.

Edema paru akut


Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada wanita
hamil daripada wanita tidak hamil. Keadaan ini bisa ditemukan saat pasien datang atau
baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan. Kejadiannya lebih sering pada
trimester 2 dan 3.
Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan adanya
perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat meningkatkan risiko
mortalitas.

Hipoglikemia
Keadaan ini juga anehnya merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dalam
kehamilan. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi
parasit
2. Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan
3. Peningkatkan respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya
guinine) menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.
Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik dan dapat
luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi
malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll. Akan tetapi sebagian pasien dapat
menunjukkan tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan kesadaran, pingsan dan
lain-lain yang hampir menyerupai gejala malaria serebral.
Oleh karena itu semua wanita hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang
mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali.
Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga monitor kadar gula darah harus konstan
dilakukan.
Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan laktat asidosis dan pada
keadaan seperti ini risiko mortalitas akan sangat meningkat. Hipoglikemia maternal juga
dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-tanda yang spesifik.

Imunosupresi
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi
menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat
menekan respon imun.
Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis imunoglobulin,
Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi dalam
kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat terhadap malaria sehingga
ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria. Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan
parasitemia yang tinggi. Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan
relaps.
Infeksi sekunder (Infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia algid
(syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena imunosupresi ini.

Risiko Terhadap Janin


Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin. Tingginya demam,
insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat
menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P. falciparum dapat
menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum lebih
serius.(Dilaporkan insidensinya mortalitasnya l5,7% vs 33%) Akibatnya dapat terjadi
abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, insufisiensi plasenta,
gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir rendah dan gawat
janin. Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat menyebabkan
malaria kongenital.

Malaria kongenital
Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5%
kehamilan. Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta dapat
melindungi janin dari keadaan ini. Akan tetapi pada populasi non imun dapat terjadi
malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria. Kadar quinine plasma
janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar
subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin.
Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih
sering adalah P. malariae. Neonatus dapat menunjukan adanya demam, iritabilitas,
masalah minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan
saja dalam satu minggu pascanatal. Diferensial diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh,
infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.

Pregnancy malaria dan intensitas transmisinya


Manifestasi klinik malaria dalam kehamilan berbeda antara daerah dengan
transmisi rendah dengan transmisi tinggi karena berbedanya tingkat imunitas. Pada
daerah endemik, imunitas yang didapat tinggi sehingga mortalitas jarang terjadi, sering
asimtomatik dan juga jarang terjadi parasitemia. Sekuestrasi plasmodium di plasenta dan
terjadi plasenta malaria, sedangkan hasil pemeriksaan plasmodium di darah tepi
seringkali negatif. Parasitemia yang berat terjadi terutama pada trimester 2 dan 3, anemia
dan gangguan integritas plasenta meyebabkan berkurangnya hantaran nutrisi ke janin
sehingga menyebabkan berat lahir rendah, abortus, kematian janin dalam rahim,
persalinan prematur dan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada janin.
Masalah ini lebih sering terjadi pada kehamilan pertama dan kedua karena kadar
parasitemia akan menurun pada kehamilan2 berikutnya. Strategi penanganan malaria
pada ibu hamil di area dengan transmisi tinggi adalah terapi intermiten dan pemakaian
kelambu berinsektisida.
Di daerah dengan transmisi rendah, masalahnya sangat berbeda. Risiko malaria
dalam kehamilan lebih tinggi dan dapat menyebabkan kematian maternal serta abortus
spontan pada >60% kasus. Berat lahir rendah dapat terjadi walaupun telah diterapi;
namun malaria yang asimtomatik jarang terjadi. Strategi penanganannya adalah
pencegahan dengan kemoprofilaksis, deteksi dini dan pengobatan yang adekuat.

Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan


Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan,
yaitu:
1. Pengobatan malaria
2. Penanganan komplikasi
3. Penanganan proses persalinan
Terapi Malaria
Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan seksama(careful)
Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus
sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan
melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin, hitung parasit,
SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.

Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan menunjukkan


komplikasi yang dramatik. Oleh karena itu harus dilakukan monitoring ketat serta me
nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin.

Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamiklan menimbulkan masalah yang khusus


dalam penanganan malaria. Selain itu, sejumlah obat anti malaria merupakan
kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang berat.
Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan terapi pada pasien-
pasien malaria dengan kehamilan.
 Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit dan pola sensitivitas di
daerah tersebut (terapi empiris)
 Hindari obat yang menjadi kontra indikasi
 Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat
 Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang.
 Pertahankan asupan kalori yang adekuat.

Antimalaria dalam kehamilan


Semua trimester : quinine: Artesunate/artemether/arteether
Trimester dua : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine
Trimester tiga : sama dengan trimester 2
Kontraindikasi : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine

Penanganan Komplikasi Malaria


Odem paru akut:
pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat; tidur dengan posisi setengah duduk,
pemberian oksigen, diuretik dan pemasangan ventilator bila diperlukan.
Hipoglikemia:
Dekstrosa 25-50%, 50-100 cc i.v., dilanjutkan infus dekstrosa 10%. Bila sebabnya
adalah kelebihan cairan, dapat diberikan glukagon 0,5-l mg intramuskuler. Glukosa
darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk mencegah rekurensi hipoglikemia.
Anemia:
Harus di berikan transfusi bila kadar hemoglobin <5 g%.
Gagal Ginjal:
Gagal ginjal dapat terjadi pre prenal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi atau renal
karena parasitemia berat. Penanganannya meliputi pemberian cairan yang seksama,
diuretik dan dialisa bila diperlukan.
Syok septikemia:
Infeksi bakterial sekunder seperti infeksi saluran kemih, pneumonia dll, sering menyertai
kehamilan dengan malaria. Sebagian dari pasien-pasien tersebut dapat mengalami syok
septikemia, yang disebut ’algid malaria’. Penanganannya adalah dengan pemberian
cephalosporin generasi ketiga, pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital dan intake-
output.
Transfusi ganti:
Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat untuk menurunkan
jumlah parasit. Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan packed sel. Tindakan ini
terutama bermanfaat pada kasus parasitemia yang sangat berat (membantu
membersihkan) dan impending odema paru (membantu menurunkan jumlah cairan).
Penanganan saat persalinan
Anemia, hipoglikemia, edema paru dan infeksi sekunder akibat malaria pada
kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu maupun janin. Malaria
falciparum berat pada kehamilan aterm menimbulkan risiko mortalitas yang tinggi.
Distres maternal dan fetal dapat terjadi tanpa terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan
monitoring yang baik, bahkan untuk wanita hamil dengan malaria beat sebaiknya dirawat
di unit perawatan intensif.
Malaria falciparum merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan persalinan
prematur. Frekuensi dan intensitas kontraksi tampaknya berhubungan dengan tingginya
demam. Gawat janin sering terjadi dan seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu perlu
dilakukan monitoring terhadap kontraksi uterus dan denyut jantung janin untuk menilai
adanya ancaman persalinan prematur dan takikardia, serta bradikardia atau deselerasi
lambat pada janin yang berhubungan dengan kontraksi uterus karena hal ini menunjukkan
adanya gawat janin. Harus diupayakan segala cara untuk menurunkan suhu tubuh
dengancepat, baik dengan kompres dingin, pemberian antipiretika seperti parasetamol dll.
Pemberian cairan denan seksama juga merjupakan hal penting. Hal ini
disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua keadaan tadi
dapat membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Pada kasus parasitemia berat, harus
dipertimbangkan tindakan transfusi ganti.
Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan.
Kala II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat indikasi pada ibu atau
janin. Seksio sesarea ditentukan berdasarkan indikasi obstetrik.
Penanganan malaria vivax dalam kehamilan
Penggunaan primaquine dalam kehamilan merupakan kontraindikasi. Pemberian
primaquine dalam masa laktasi juga merupakan kontraindikasi. Oleh karena itu untuk
mencegah reaktivasi malaria vivax dari reaktivasi hipnozoit di hepar, harus diberikan
kemoprofilaksis dengan memakai klorokuin. Diberikan klorokuin 500 mg per minggu
hingga masa laktasi selesai. Selanjutnya dapat diberikan dosis terapeutik klorokuin dan
primaquine.

Kemoprofilaksis dalam kehamilan


Malaria dapat menimbulkan masalah yang fatal bagi ibu hamil dan janinnya, oleh
karena itu setiap ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria selama masa
kehamilannya harus dilindungi dengan kemoprofilaksis terhadap malaria. Hal ini
merupakan bagian penting dari perawatan antenatal di daerah yang tinggi penyebaran
malarianya.
Pilihan antimalaria untuk kemoprofilaksis dalam kehamilan adalah klorokuin
karena obat ini paling aman untuk dipergunakan selama hamil. Klorokuin 500 mg harus
diberikan satu kali setiap minggu. Namun, pemberian klorokuin saat ini dibatasi karena
risiko timbulnya resistensi obat. Di daerah yang diketahui telah resisten terhadap
klorokuin dapat diergunakan pirimetamin/sulfadoksin atau meflokuin. Akan tetapi obat-
obat alternatif tersebut baru dapat diberikan pada trimester kedua. Dosis meflokuin
mungkin perlu ditingkatkan pada trimester ketiga karena peningkatan klirens obat pada
saat ini.

Daftar Pustaka
Dr.B.S Kakkilaya’s Web site: Pregnancy and Malaria. P. 1-17.

Anda mungkin juga menyukai