Anda di halaman 1dari 4

PT POS INDONESIA

Pos Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
jasa kurir, logistik, dan transaksi keuangan. Nama Pos Indonesia (Persero) secara resmi digunakan
pada tahun 1995, setelah sebelumnya menggunakan nama dinas PTT (Posts Telegraaf end
Telefoon Diensts) pada Tahun 1906; kemudian berubah menjadi Djawatan PTT (Pos Telegraph
and Telephone) pada tahun 1945; kemudian berubah status menjadi Perusahaan Negara Pos dan
Telekomunikasi (PN Postel) di tahun 1961; dan menjadi PN Pos & Giro di tahun 1965, serta
kemudian menjadi Perum Pos dan Giro di tahun 1978. Dalam sejarahnya, Pos Indonesia
merupakan salah satu BUMN tertua di Indonesia. Keberadaannya di Nusantara berawal dari
perusahaan dagang Hindia Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang
mendirikan Kantor Pos pada tanggal 26 Agustus 1746 di Batavia (Jakarta) dengan maksud untuk
memudahkan pengiriman surat, terutama dalam kegiatan perdagangan.

Di tahun 2013 ini, manajemen Pos Indonesia melanjutkan program transformasi yang telah
dicanangkan sebelumnya. Fokus bisnis Pos Indonesia tidak lagi hanya di bisnis surat, paket dan
jasa keuangan, tapi juga mengoptimalkan sumber-sumber bisnis baru, seperti logistik, properti,
dan asuransi. Agar lebih fokus dan lincah di tengah persaingan yang semakin ketat, Pos Indonesia
membentuk perusahaan induk yang memayungi sejumlah anak perusahaan, antara lain yaitu PT
Pos Logistik Indonesia, PT Pos Properti Indonesia, dan PT Bhakti Wasantara Net. Di samping itu
perusahaan juga terus mengembangkan dan menyiapkan bisnis-bisnis baru antara lain di bidang
jasa keuangan, lini bisnis retail, city courier, e-commerce, kargo udara, serta asuransi.

Visi, Misi dan Tujuan PT. Pos Indonesia (Persero)

1. Visi PT. Pos Indonesia (Persero) yaitu menjadi perusahaan pos yang berkemampuan
memberikan solusi terbaik dan menjadi pilihan utama stakeholder domestik maupun global
dalam mewujudkan pengembangan bisnis dengan pola kemitraan yang di dukung oleh
sumber daya manusia yang unggul dan menjunjung tinggi nilai.
2. Misi PT. Pos Indonesia (Persero) yaitu ,emberikan solusi terbaik bagi bisnis, pemerintah,
dan individu melalui penyediaan sistem bisnis dan layanan komunikasi tulis, logistik,
transaksi keuangan, dan filateli berbasis jejaring terintegrasi, terpercaya dan kompetitif di
pasar domestik dan global” serta keyakinan dasar yaitu Karyawan yang bertalenta,
keunggulan layanan, nilai-nilai bagi pelanggan dan pertumbuhan kinerja keuangan yang
tinggi dan berkelanjutan. Dan dibarengi dengan nilai-nilai dasar berupa: regangkan tujuan,
integritas, berfikir kesisteman, berani dan bertanggung jawab, dan penghargaan berbasis
kinerja.

Untuk mendukung keberlangsungan suatu perusahaan, Good Corporate Governance


(CGC) perlu diterapkan. Good Corporate Governance (CGC) adalah tata kelola yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya. Implementasi Good Corporate Governance secara konsisten
sebagai budaya Perseroan merupakan salah satu langkah yang dapat meningkatkan nilai dan
tumbuh kembangnya bisnis Perseroan secara berkesinambungan. Oleh karena itu perlu adanya
penerapan pengelolaan Perseroan secara baik dan benar.

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (CGC) yang diterapkan di perusahaan


adakalanya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu permasalahan Good Corporate
Governance (GCG) di PT Pos Indonesia yaitu mengenai pelanggaran terhadap keadilan (fairness).
Prinsip fairness ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor
pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-
praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain.

Pelanggaran Prinsip Fairness GCG oleh PT Pos Indonesia

Demo karyawan PT Pos Indonesia berlangsung di Bandung, 28 Januari 2019 lalu. Motif
demo tersebut, yakni meminta direksi yang menjabat saat ini untuk lengser. Direksi diminta
lengser karena akumulasi kekecewaan para karyawan terhadap pimpinan. Demo yang diikuti
ratusan karyawan tersebut dilakukan karena PT Pos Indonesia dinilai banyak melakukan
pelanggaran terkait peningkatan kesejahteraan karyawan. Imbas aksi demo tersebut, PT Pos
Indonesia memutuskan untuk menunda pembayaran gaji para karyawannya. Penundaan tersebut
termuat dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi W
Setijono.

Dalam surat itu, Gilarsi menyebutkan bahwa demo yang dilancarkan oleh karyawan
menyebabkan kredibilitas Pos Indonesia menurun. Sebab, perseroan banyak mendapat pertanyaan
dari pihak stakeholders. Demo juga menyebabkan perusahaan harus kembali mengatur cash
flow sehingga berimbas pada pembayaran gaji karyawan yang harus ditunda. Sontak, keputusan
sepihak dari manajemen membuat para anggota SPPI marah dan berujung pada tuntutan agar
direksi Pos Indonesia mundur dari jabatan. Dalam keterangan resminya, SPPI menyampaikan
sejumlah sikap terkait kondisi tersebut. Pertama, SPPI menilai direksi PT Pos Indonesia telah gagal
mengelola perusahaan dengan baik yang menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajibanya, khususnya dalam pembayaran upah kepada karyawan. Kedua direksi Pos Indonesia
telah melanggar ketentuan dalam PP No.8 Tahun 1991 tentang Perlindungan Upah. Ketiga, direksi
Pos Indonesia telah melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM).

SPPI menilai pernyataan Dirut PT Pos Indonesia bahwa dengan terjadinya demo tanggal
28 Januari 2019 sebagai alasan menunda pembayaran gaji yang seharusnya tanggal 1 Februari
2019 sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan justru merupakan bentuk kegagalan
mengelola perusahaan.

Berdasarkan permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip fairness yang di


langgar PT Pos Indonesia yang pertama adalah gagalnya perusahaan dalam meningkatkan
kesejahteraan karyawan. Kegagalan yang berdampak pada terjadinya demo tersebut juga
menimbulkan keterlambatan pembayaran gaji karyawan. Mengenai hal tersebut, perusahaan
terlihat mengesampingkan kepentingan karyawan dalam bentuk upah, terbukti bahwa perusahaan
telat dalam membayar upah dengan alasan cash flow perusahaan yang sedang bermasalah
dikarenakan demo. Perusahaan tidak seharusnya menjadikan alasan tersebut sebagai
keterlambatan pembayaran upah karena 23.000 karyawan PT Pos Indonesia merasakan
ketidakadilan yaitu tidak menerima upah tepat waktu. Padahal demo tersebut juga dilatarbelakangi
dengan ketidakmampuan perusahaan mengenai peningkatan kepuasan kerja karyawan.
Sumber : https://tirto.id/didemo-serikat-pekerja-ada-apa-dengan-pt-pos-df6h,
https://beritagar.id/artikel/berita/kronologi-masalah-pegawai-pt-pos-yang-telat-terima-gaji

Anda mungkin juga menyukai