PENDAHULUAN
3. Fraksi Additive.
a. Material pemberat.
b. Filtration loss reduceagent.
c. Viscosifier.
d. Thinner.
e. pH adjuster (pengontrol).
f. Shale stabilitator agent.
Fungsi lumpur pemboran di atas ditentukan oleh komposisi kimia dan sifat
fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan
kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan masalah
pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar. Karena sifat fisik lumpur
harus selalu dikontrol, maka jika terjadi perubahan pada sifat fisiknya harus
segera diatasi, karena itu perlu diketahui dasar-dasar operasi pemboran khususnya
mengenai lumpur pemboran.
8
BAB II
DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN
KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN
2.1. TujuanPercobaan
1. Mengenal material-material pembentuk lumpur pemboran beserta
fungsiutamanya.
2. Mengenal dan memahami alat-alat dan bahan pada praktikumdensitas,
sand content dan pengukuran kadar minyak pada lumpur pemboran.
3. Menentukan kandungan pasir dan kadar minyak yang terdapat dalam
lumpurpemboran.
9
10
𝑉𝑠 + 𝑉𝑚𝑙 = 𝑉𝑚𝑏
Keterangan :
Vs = Volume solid,gallon
Vml = Volume lumpur lama, gallon
Vmb = Volume lumpur baru, gallon
ρs = Densitas solid,ppg
ρml = Densitas lumpur lama, ppg
ρmb = Densitas lumpur baru,ppg
(ρmb- ρml)Vml
Vs=
ρs-ρmb
Ws = Vs x ρs
(ρmb- ρml)Vml
Ws = x ρs
ρs-ρmb
11
% volume solid :
Vs (ρmb- ρml)
x 100% = x100%
Vmb ρs-ρml
% berat solid :
ρs x Vs (ρmb- ρml)ρs
x 100% = x 100%
ρmb x Vmb (ρs- ρml)ρml
(ρmb- ρml)
Ws = 684 x
(35.8- ρmb)
Keterangan :
Ws = Berat solid zat pemberat , kg barite/bbllumpur.
(ρmb- ρml)
Ws = 398
(20.825-ρmb)
Keterangan :
Ws = Kg bentonite/bbl lumpurlama
12
2.2.2. SandContent
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam
lumpur pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran.
Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini
akan menambah beban pada mud pump. Oleh karena itu, setelah lumpur
disirkulasikan maka harus mengalami proses pembersihan dengan
berbagai jenis-jenis peralatan, terutama menghilangkan partikel-partikel
yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Peralatan-Peralatan
tersebut disebut dengan Conditioning Equipment, antara lain:
a. Shale Shaker.
Berfungsi membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau
cutting yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan)
untuk problematika padatan yang terbawa dalam lumpur
menjadi salah satu pilihan dalam solid control equipment. Solid
/ padatan yang mempunyai jari-jari yang lebih besar dari jari-
jari screen akan tertinggal / tersaring dan dibuang, sehingga
jumlah solid dalam lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari screen
diatur agar polimer dalam lumpur tidak ikut terbuang.
Kerusakan screen dapat diperbaiki dan diganti.
b. Degassser.
Berfungsi membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke
dalam lumpur pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat
pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan
pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan
volume lumpur pada mud pit bertambah.
c. Desander.
Berfungsi membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan
yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shaleshaker.
d. Desilter.
Berfungsi seperti desander, namun desilter membersihkan lumpur
dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Selain dapat
menggunakan penyaringan dengan screen terkecil, penyaringan
dengan menggunakan mud cleaner, karena dapat lebih murah dan
lebih praktis. Penggunaan desilter dan mud cleaner harus
dioptimalisasi oleh beberapa faktor, seperti berat lumpur, nilai fasa
cair, komposisi solid dalam lumpur, biaya logistik yang
berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Normalnya berat
lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8.
Vs
n= x 100%
Vm
Keterangan :
n = Kandunganpasir
Vs = Volume pasir dalamlumpur
Vm = Volumelumpu
15
2.3.2. Bahan
1. Barite
2. Bentonite
3. Air Tawar(Aquades)
2.4.2. SandContent
1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.
Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan kocok
dengankuat.
2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir
keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan
tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih.
Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur
yangmelekat
3. Memasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik
rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur.
Hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan
pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen
volume dari pasir yangmengendap.
4. Mencatat sand content dari lumpur dalam persenvolume.
2.6. Pembahasan
2.6.1. Pembahan Praktikum
Pada praktikum ini membahas tentang densitas, sand content, dan
pengukuran kadar minyak lumpur pemboran. Suatu lumpur memiliki
peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi
pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut
seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss. Dalam
awal pembentukan lumpur akan terdapat kandungan minyak, yaitu
banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air
sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur dengan
kadar minyak optimum lebih kurang sebesar 15% – 20% kadar minyak
dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
laju pemboran. Selama proses pemboran, lumpur juga akan tercampur oleh
serpihan-serpihan formasi (cutting) yang akan membawa pengaruh pada
operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa
pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan,
dalam hal ini akan menambah beban pompa sirkulasilumpur.
Pada praktikum ini kita membuat lumpur terlebih dahulu dengan
komposisi campuran 350 cc air dan 22.5 gr bentonite. Sehingga diperoleh
lumpur dasar (LD) dengan densitas 8.65 ppg dan sand content 0.50 %.
Lalu ketika ditambahkan additive material pemberat seperti bentonite dan
carbonite, harga densitas pun meningkat. Pada percobaan, apabila lumpur
dasar yang kita peroleh ditambahkan barite sebanyak 2 gram, densitas
meningkat menjadi 8.70 ppg dengan harga sand content tetap.Begitu pula
apabila kita menambahkan barite sebesar 5 gram, maka densitas
meningkat lagi menjadi 8.75 ppg dengan harga sand content yang tetap.
Pada penambahan additive carbonite, apabila ditambah 10 gram carbonite
maka densitas meningkat menjadi 8.75 ppg dengan perubahan harga sand
content menjadi 0.75 % dan apabila ditambahkan 15 gram carbonite maka
densitas meningkat menjadi 8.80 ppg dan harga sand contentmenjadi
0.75 %.
22
Ph = 0.052 x x h
Keterangan :
Ph = Tekanan hidrostatik,psi/ft
= Densitas lumpur,ppg
h = Kedalaman,ft
𝑉𝑠 (𝜌𝑚𝑏−𝜌𝑚𝑙)
𝑥 100% = 𝑥 100%
𝑉𝑚𝑏 𝜌𝑆− 𝜌𝑚𝑙
𝜌𝑠
𝑆𝐺𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒 = 𝜌𝑚𝑙
34.986 𝑝𝑝𝑔
𝑆𝐺𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒 = = 𝟒. 𝟐
8.33 𝑝𝑝𝑔
24
5. Dari tabel diatas terlihat bahwa selain densitas, juga diukur kadar pasir.
Jelaskan secara singkat mengapa perlu dilakukan pengukuran kadar
pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam operasi
pemboran!
Jawab: Karena pasir memiliki sifat abrasive, yaitu dapat mengikis
peralatan pemboran. Untuk mengatasinya menggunakan zat
additive (barite) serta menyaring lumpur dengan Conditioning
Equipment.
6. Pada saat ini selain Barite dapat juga digunakan Hematite (Fe2O3) dan
Ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive.
Hematitemempunyai harga SG antara 4.2 – 5.3. Sedangkan ilmenite
dari 4.5–
5.11 dengan kekerasan masing-masing 2 kali lebih dari barite. Dari
data tersebut, buatlah analisa kelebihan dan kekurangan kedua additive
tersebut jika dibandingkan denganbarite!
Jawab : a. Kelebihan :
1. Lebih mudah mengontrol tekanan statiklumpur.
2. Cocok untuk pemboran yangdangkal.
3. Mencegah lostcirculation.
b. Kekurangan :
1. Sukarlarut.
2. Tidak ekonomis apabila ingin menaikkandensitas.
3. Tidak sesuai dengan pemboran pada tekanan formasi
cukuptinggi.
25
8. Suatu saat saudara berada dilokasi pemboran. Pada saat itu bit
mencapai kedalaman 1600 ft. Saudara diharuskan menaikkan densitas
200 bbl lumpur 11 ppg menjadi 11.5 ppg dengan menggunakan barite
(SG = 4.2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitung
jumlah barite yang dibutuhkan (dalamlb)!
Jawab : Diketahui: Vml = 200 bbl = 200 x 42 = 8400 gallon
ρml = 11 ppg
ρair = 8.33 ppg
ρmb = 11.5 ppg
SGbarite = 4.2
Ditanya : Wbarite?
Jawab : 𝜌𝑠 = 𝑆𝐺𝐵𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒𝑥𝜌𝑎𝑖𝑟
𝜌𝑠 = 4.2𝑥8.33 𝑝𝑝𝑔 = 34.986 𝑝𝑝𝑔
(𝜌𝑚𝑏 − 𝜌𝑚𝑙)
𝑊𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒 = 𝑥𝑉𝑚𝑙 𝑥𝜌𝑠
𝜌𝑠 − 𝜌𝑚𝑏
(11.5 𝑝𝑝𝑔 − 11 𝑝𝑝𝑔)
𝑊𝐵𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒 = 𝑥8400 𝑔𝑎𝑙𝑙𝑜𝑛𝑥34.986 𝑝𝑝𝑔
34.986 𝑝𝑝𝑔 − 11.5 𝑝𝑝𝑔
0.5
𝑊𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒 = 𝑥 8400 𝑥 34.986
23.486
𝑊𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒 = 𝟔𝟐𝟓𝟓, 𝟑𝟏𝟗 𝒍𝒃
26
2.7. Kesimpulan
1. Kadar minyak ideal pada lumpur pemboran berkisar antara 15 –20%.
2. Pada data praktikum, zat additive barite lebih efektif dan ekonomis
dalam meningkatkan densitas dibandingkanCaCO3.
3. Lost circulation disebabkan karena besarnya harga densitas,namun
kick disebabkan karena kecilnya harga densitas.
4. Pengertian material additive adalah material yang ditambahkan untuk
merawat sifat lumpur sesuai dengan yangdibutuhkan.
5. Apabila zat additive barite dan kalsium karbonat ditambahkan dengan
jumlah yang sama pada dua lumpur berbeda maka barite menaikkan
densitas lumpur lebih besar dibandingkan kalsium karbonat.
BAB III
PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGTH
27
28
Τ = 5.007 x C
γ = 1.704 xRPM
Keterangan :
τ = Shear stress,dyne/cm2
γ = Shear rate,detik-1
C = Dial reading, derajat ( o )
RPM = Rotation per minute dari rotor
a x100
(300 xC)
a x100
RPM
p 600 300
600 300
32
µp = C600 – C300
γb = C300 – µp
Keterangan :
µp = Plastic Viscosity,cp
γb = Yield Point Bingham, lb/100ft
C600 = Dial reading pada 600 RPM,derajat
C300 = Dial reading pada 300 RPM,derajat
3.3.2. Bahan
1. Bentonite
2. Air tawar(aquades)
3. Bahan-bahan pengencer(Thinner)
35
2 LD + 2 gr dextrid 61 6 24 5 14
3 LD + 2.6 gr dexrtid - 11 27 18 72
4 LD + 3 gr bentonite 50 2 3.4 7 20
5 LD + 9 gr bentonite - 12 50 24 104
3.6. Pembahasan
3.6.1. Pembahasan Praktkum
Pada praktikum ini membahas tentang pengukuran viskositas dan
gel strength. Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok
dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Viskositas didefinisikan
sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Serta gel
strength adalah lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak
terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-
partikel padatanlumpur.
Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting
mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung
dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip
sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat
menyebabkan masalah pemboran selanjutnya. Viskositas dan gel strength
merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatulumpur.
Pada praktikum perhitungan viskositas dan gel strength, yang
ditentukan dalam perhitungan adalah viskositas, yield point, dan gel
strength selama 10 detik dan 10 menit. Pada hasil percobaan di peroleh
lumpur dasar dengan viskositas relatif sebesar 52 cp, plastic viscocity
38
sebesar 3.5 cp, yield point sebesar 21.5, dan gel strength pada 10 detik
sebesar 3 dan pada 10 menit sebesar 10.
Pada pengukuran ini juga dilakukan penambahan additive dextrid
dan bentonite. Pada saat ditambahkan dextrid terjadi perubahan pada nilai
plastic viscocity, yield point serta gel strength yang dimana nilai dari
ketiganya menjadi lebih besar dibandingkan dengan keadaan pada lumpur
awal. Apabila ditambahkan 2 gr dextrid maka viskositas relatif menjadi
61 cp, plastic viscocity menjadi 6 cp, yield point sebesar 24, dan gel
strength pada 10 detik sebesar 5 dan pada 10 menit sebesar 14. Dan
apabila ditambahkan 2.6 gr dextrid maka plastic viscocity menjadi 11 cp,
yieldpointsebesar27,dangelstrengthpada10detiksebesar18danpada
10 menit sebesar 72. Hal ini terjadi pula pada bentonite, apabila
ditambahkan 3 gr bentonite maka viskositas relatif menjadi 50 cp, plastic
viscocity menjadi 2 cp, yield point sebesar 3.4, dan gel strength pada 10
detik sebesar 7 dan pada 10 menit sebesar 20. Dan apabila ditambahkan 9
gr bentonite maka plastic viscocity menjadi 12 cp, yield point sebesar 50,
dan gel strength pada 10 detik sebesar 24 dan pada 10 menit sebesar 104.
Dari kedua additive, perubahan nilai gel strength sangat signifikan saat
ditambahkan bentonite dibandingkan dextrid karena bentonite yang
ditambahkan dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan dextrid.
Pada hasil gel strength 10 detik selalu lebih kecil dibandingkan gel
strength pada 10 menit. Karena untuk membentuk gel, lumpur
memerlukan waktu untuk menjadi gel yang sebanding dengan lama waktu.
sehingga tentu saja gel strength 10 menit mempunyai waktu yang lebih
lama ketika partikel didalam lumpur melakukan gaya tarikmenarik.
Dalam aplikasinya dilapangan apabila nilai gel strength sangat
besar dapat mempersulit sirkulasi dalam lumpur pemboran, dan menambah
beban dari pompa serta mempersulit pemisahan cutting dari lumpur
pemboran.
39
4. Dari data diatas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar
dari GS 10 detik,jelaskan!
Jawab : Karena nilai Gel Strength (GS) akan semakin bertambah
seiring bertambahnya waktu. Sebab hal tersebut gel strength
10 menit akan lebih besar dibanding gel strength 10 detik.
- 𝛾𝑏 = C300 –𝜇𝑝
= 130 –25
𝑳𝒃
= 105
𝟏𝟎𝟎 𝑭𝒕𝟐
3.7. Kesimpulan
1. Rheologi lumpur pemboran yaitu yield point dan plasticviscocity.
2. Viskositas terlalu tinggi menyebabkan lumpur terlalu berat dan
mengganggu siklus pemboran, dan viskositas terlalu rendah maka
serbuk bor kembali mengendap di dasarsumur.
3. Sifat rheologi lumpur pemboran dapat berubah jika mengalami tekanan
dan temperatur yangtinggi.
4. Viskositas memiliki hubungan yang setara dengan gel strength,
densitas dan tekanan hidrostatis lumpurpemboran.
5. Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan tersebut untuk
menaikkan nilai viskositas dan gel strength pada lumpurpemboran.
BAB IV
FILTRASI DAN MUD CAKE
0.5
Cc
2kCm1
PT
Vf = A
Keterangan :
A = Filtrationarea
K = Permeabilitascake
Cc = Volume fraksi solid dalam mud cake
43
0.5
t2
Q2 Q1x
t1
Keterangan :
Q1 = Fluid filtration loss pada waktu t1
Q2 = Fluid filtration loss pada waktut2
Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum
adalah standar filtration press, terdiri dari :
1. Mudcup.
2. Gelas akur.
3. Tabung sumber tekanan.
4. Kertas saringan.
𝑅𝑥𝑇
Tekanan Osmose =
𝑉
Keterangan :
R = Konstanta gasideal
T =Temperatur
V = Volume filtrat lumpur yangmasuk
46
4.3.2. Bahan
1. Bentonite
2. Aquades
LD + 1.5 gr
5 3.5 7 12.5 8.26 2.1
Quebracho
50
4.6. Pembahasan
4.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum ini adalah untuk menentukan filtrasi dan mud cake.
Awal dari proses filtrasi ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran
dengan batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan
yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida
yang hilang kedalam batuan disebut filtrat. Karena terjadi proses filtrasi
maka dapat terbentuk mud cake. Mud cake adalah padatan lumpur yang
menempel pada dinding lubang bor. Mud cake yang tipis akan merupakan
bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud
cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan
diangkat.
Pada proses awal praktikum, lumpur terlebih dahulu dibuat
kemudian diperoleh lumpur dasar dengan V 2 (ml) 3.25, V 7.5 (ml)6.5,
V 30 (ml) 12.8, pH 9.83 dan mud cake 1.93. Additive yang digunakan
dalam percobaan adalah dextrid, bentonite, dan quebracho. Pada saat
lumpur dasar ditambahkan 2 gram dextrid didapat data V 2 (ml) 2.3, V 7.5
(ml)4.25,V30(ml)8,pHlumpurmengalamipeningkatannilaimenjadi
9.84. Akan tetapi, pada ketebalan mud cake terjadi penurunanmenjadi
1.47. Selanjutnya lumpur dasar diberi 2.6 gram dextrid didapat data V 2
(ml) 1.8, V 7.5 (ml) 3.8, V 30 (ml) 8.2, pH lumpur mengalami peningkatan
nilai menjadi 10.2. Ketebalan mud cake terjadi kenaikan menjadi 2.98.
Setelah itu lumpur dasar diberi 9 gr bentonite, didapat hasil V 2
(ml) 4, V 7.5 (ml) 7.5, V 30 (ml) 11.5. Kemudian terjadi penurunan pH
menjadi 9.81 lalu diiringi dengan kenaikan tebal mud cake menjadi 2.4.
Pada penambahan zat additive terakhir yaitu quebracho 1.5 gr ke lumpur
dasar, didapat hasil V 2 (ml) 3.5, V 7.5 (ml) 7, V 30 (ml) 12.5.
Penambahan zat additive quebracho menyebabkan penurunan pH yang
semakin kecil menjadi 8.26, namum ketebalan mud cake berkurang
menjadi 2.1.
51
Dari hasil data didapat harga terbesar untuk V 2 (ml) 3.5 pada LD + 1.5gr
quebracho, V 7.5 (ml) 7.5 pada LD + 9 gr bentonite, V 30 (ml) 12.8 pada LD itu
sendiri, pH 9.84 pada LD + 2 gr dextrid, mud cake 2.98 pada LD + 2.6 grde xtrid.
Dari hasil data diatas didapat pula harga terkecil untuk V 2 (ml) 1.8 dan V7.5(ml)
3.8 pada LD+2.6 grde xtrid,V30(ml) 8 pada LD+2 grdextrid,pH 8.26 dan mud
cake 2.1 pada LD + 1.5 gr quebracho.
4.7. Kesimpulan
1. Ukuran partikel, temperatur, tekanan dan kedalaman dapat
mempengaruhi lumpur pemboran terhadap filtration loss dan mud
cake.
2. Penambahan zat additive pada lumpur pemboran dapat mempengaruhi
ketebalan mud cake dan nilaipH.
3. Ketebalan mud cake dijaga untuk tetap tipis yang diperlukan sebagai
bantalan antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Tetapi
ketebalan mud cake tidak boleh terlalu tebal, karena dapat menjepit
pipa serta menimbulkan masalah pemboranlainnya.
4. Lost circulation adalah masalah yang terjadi selama proses pemboran
dimana hilangnya fluida (lumpur pemboran) ke dalam batuan berporos.
Sehingga dapat mengurangi volume lumpur pemboran saat sirkulasi
dari dasar pemboran kepermukaan.
5. Zat additive yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah filtration
loss adalah filration loss agent’s. Serta untuk mengatasi masalah
ketebalan pada mud cake dapat menggunakan dextrid.
BAB V
ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN
5.1. TujuanPercobaan
1. Memahami prinsip–prinsip dalam analisa kimia pada lumpur
pemboran.
2. Mengetahui peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam analisa kimia
pada lumpurpemboran.
3. Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total, dan kandungan ion–ion
yang terdapat pada lumpurpemboran.
5.3.2. Bahan
1. NaHCO3, NaOH, CaCO3, Serbuk MgO, Kalium Khromat,
Bentonite,Gypsum, Aquades,Quebracho.
2. Larutan H2SO4 0.02 N, Larutan EDTA 0.01 M, Larutan AgNO3,
Larutan KmnO40.1N.
3. Indikator EBT, Phenolpthalein, Methyl Jingga, Murexid, HCL
Konsentrat, Hidrogen Periode 3%, Larutan Indikator Besi, Larutan
Buffer Besi.
P = 0 menunjukkan adanya HCO3 saja
P = M menunjukkan adanya OH saja
Perhitungan :
1. TotalAlkalinity
2
2. CO3 Alkalinity
Jika ada OH
2 (M P)xNH SOx1000
PpmCO 3 = 2 4
xBMCO32
mlFiltrat
Jika tidak ada OH
2 (P)xNH 2SOx1000
PpmCO 3 = 4
xBMCO32
mlFiltrat
3. OH Alkalinity:
4. HCO3 Alkalinity :
(M 2P)xNH SOx1000
Ppm HCO3 = 2 4
xBMHCO33
mlFiltrat
Ca2 H Y2 2 CaY 2 2H
Mg 2 H Y2 2 MgY 2 2H
Perhitungan kesadahan total :\
mlEDTAxMEDTAx1000
epm(Ca2Mg 2)
mlFiltrat
mlEDTAxMEDTAx1000
epm Ca =
mlFiltrat
ppm Ca 2= epm Ca 2x BA Ca
Kesadahan Mg 2:
mlAgNO3 xMAgNOx1000
epm Cl 1 = xBACl 1
mlFiltrat
4. Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu
banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan
bewarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat
sampai endapanhilang.
5. Titrasi dengan KmnO4 0.1 N seperti langkah 2 (kuningmuda)
dari ion Fe2 . Tambahkan satu tetes SnCl 2 berlebih setelah terjadi
perubahan warna tadi.
3. Tambahkan 20 ml larutan jenuh HgCl 2 , semuanya sekaligus (harus
terbentuk endapan yang berwarna putihmurni).
4. Goyang–goyang sedikit supaya zat–zatnya tercampur kemudian
diamkan selama 2 menit.
5. Tambahkan 200 ml air, 6 tetes indikator diphenylamine, dan 5ml
H3 PO4 pekat. Lalu titrasikan dengan larutan K2Cr2O7 0.1 N sampai
timbul pertama kali warna coklat atau ungu.
67
Vol.Filtrat = 3ml
N H2SO4 = 0.02N
Alkalinitas
VolH2SO4 P = 0.05ml
M = 3.4ml
Vol.Filtrat =3ml
Kesadahan Total M EDTA = 0.02 M
VolEDTA = 0.05ml
Vol.Filtrat = 3ml
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+ M EDTA = 0.01M
VolEDTA = 8ml
Vol.Filtrat = 3ml
Kandungan Klorida NAgNO3 = 0.02N
VolAgNO3 = 1ml
Vol.Filtrat = 5ml
Kandungan Ion Besi (I) NKmnO4 = 0.01N
VolKmnO4 = 7ml
Vol.Filtrat =10ml
Kandungan Ion Besi (II) NK2Cr2O7 = 0.01N
VolK2Cr2O7 = 10ml
5.6. Pembahasan
5.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum ini dilakukannya analisa pada lumpur pemboran.
Karena dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran
harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi
dengan kondisi yang ada. Perubahan kandungan ion–ion tertentu dalam
lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifat–sifat fisik lumpur
pemboran, oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk
mengontrol kandungan ion–ion tersebut untuk kemudian dilakukan
tindakan–tindakan yang perlu dalam penanggulangannya. Dalam
percobaan ini akan dilakukan analisa kimia pada lumpur pemboran dan
filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total,
analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta pH lumpur bor
(dalam hal inifiltratnya).
Analisa kimia pada lumpur pemboran di lakukan untuk mengetahui
alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion chlor, kandungan ion besi, dan
kandungan ion kalsium dan magnesium. Setelah dilakukan percobaan,
diperoleh data alkalinitas H2SO4 sebesar 22.67 epm, kesadahan total
sebesar 0.33 epm, lalu perhitungan kesadahan Ca2+ dan Mg2+ masing –
masing sebesar 1066.8 ppm dan 640.08 ppm.
Setelah itu pada perhitungan kandungan ion klorida didapatkan
hasil 236.785 ppm, dan pada perhitungan kandungan ion besi dengan
metode I diperoleh hasil 784 ppm, sedangkan pada metode II diperoleh
hasil 560 ppm.
Data–data yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas,
kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor.
Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian
kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan
konsentrasi zat additive tertentu.
69
Jawab :
a. Total Alkalinitas.
M×NH2SO4×1000 3.4 ml×0.02 N ×1000
= = 22.67 epm
mlFiltrat 3ml
b. Kesadahan Total.
ml EDTA ×M EDTA ×1000 0.05 ml×0.02 M×1000
= = 𝟎. 𝟑𝟑𝒆𝒑𝒎
mlFitrat 3ml
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+.
ml EDTA ×M EDTA ×1000 8 ml×0.01M×1000
=
mlFitrat 3 ml
= 26.67 𝑒𝑝𝑚
c. KonsentrasiKlorida.
ml AgNO3×N AgNO3×1000
= ×(BACl- )
ml fitrat
1×0.02×1000
= ×(35.5)=236.67ppm
3ml
5.7. Kesimpulan
1. Kontaminasi garam yang terjadi pada lumpur pemboran dapat
diketahui dengan metode analisa kandungan ionchlor.
2. Semakin cepat proses terjadinya korosif pada drill string diakibatkan
oleh kandungan ion besi yangtinggi.
3. Metode utama yang dilakukan dalam analisa kimia lumpur pemboran
adalah titrasi, dimana larutan sampel dibandingkan dengan larutan
yang telah diketahuikonsentrasinya.
4. Kesadahan total yang mengandung Ca2+ dan Mg2+ dapat menaikkan
viskositas dan gel strength yang mengakibatkan kerja mud pump
menjadi lebihberat
5. Menentukan kontaminan-kontaminan yang terjadi dengan mengetahui
formasi-formasi tertentu yang telah dilewati selama prosespemboran.
BAB VI
PENGUKURAN MBT ( METHYLENE BLUE TEST )
72
73
Li+<Na+<H+<K+<NH4+Mg2+<Ca2+<Al3+
Tabel 6.1. Kapasitas Tukar Kation dari Beberapa Jenis Mineral Clay
Kaolinite 3-15
Halloysite.2H2O 5-10
Halloysite.4H2O 10-40
Montmorillonite 80-150
Lllite 10-40
Vermiculite 100-150
Chlorite 10-40
disebabkan oleh rotasi drill string dan aliran fluida pemboran di annulus
yang akan menggerus dinding lubang bor sehingga akan mengganggu
kestabilan lubang bor.
Imbibisi air suatu hal yang paling umum dan hal ini terjadi karena
dua hal yaitu : Crystalin hydrational force dan osmotic hydrational force.
Crystalin hydrational force adalah gaya-gaya yang berasal dari substitusi
elemen di lapisan tengah clay. Gaya ini sangat sulit diatasi, karena air di
ekstrasikan ke permukaan plate yang sama besarnya dengan arah ke sisi
plate. Osmotic hydrational force terjadi bila adanya perbedaan konsentrasi
ion antara formasi dengan fluida pemboran, dimana air akan tertarik dari
lumpur ke dalam formasi.
Operasi pemboran yang menembus lapisan shale akan mempunyai
permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut meliputi penjagaan agar
shale tetap stabil, tidak longsor atau runtuh. Beberapa akibat yang dapat
ditimbulkan dengan runtuhnya shale tersebut didalam lubang bor
diantaranya adalah :
• Terjadinya pembesaran pada lubangbor.
• Terjadinya permasalahan pada proses pembersihan
lubangbor.
• Rangkaian pipa bor akanterjepit.
• Kebutuhan terhadap lumpur akan menjadi bertambah,
sehingga bernilai tidakekonomis.
• Kesulitan dalam pelaksanaan logging, bridges dan fillup.
Shale umumnya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung) yang
merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam bentuknya
yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila clay yang
terbentuk terletak pada suatu kedalaman yang memiliki tekanan dan
temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami
perubahan bentuk, peristiwa ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain,
misalnya karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist.
Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak
76
Gambar 6.1.Timbangan
6.3.2. Bahan
1. Bentonite
2. Aquades
3. H2SO4 5N
4. MethyleneBlue
6.4. ProsedurPercobaan
1. Timbang 1 gr clay sudah siap untuk dianalisis mesh 270 (baik setelah
teraktivasi maupun sebelum teraktivasi) kedalam erlenmeyer flask 250
cc.
2. Kemudian tambahkan 50 cc aquades dan diaduk dengan menggunakan
magnetisie sambil ditetesi katalisator asam sulfat 5N sebanyak 10
tetes.
3. Kemudian didihkan diatas hot plate selama 10 menit sambildiaduk.
4. Sampel tersebut kemudian titrasi dengan penambahan larutan
methylene blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30 detik dan kemudian
ambil sampel dengan pipet dan teteskan diatas kertas saring sampai
terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda (biru tua dan biru
muda).
81
5. Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua dan biru muda selanjutnya
dikocok manual selama kurang lebih 2 menit apakah warna tersebut
berubah atau hilang. Jika tidak ada perubahan berarti titrasiberakhir.
6. Jika setelah dikocok 2 menit dua lingkaran tersebut berubah, maka
lakukan kembali langkah 4 danseterusnya.
7. Kemudian catat pertukaran kation dari larutan tersebut yang besarnya
sama dengan jumlah cc dari larutan titrasi methylene blue dalam satuan
meq/100gram.
6.6. Pembahasan
6.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum pengukuran MBT (Methylene Blue Test)
membahas harga cation exchange capacity (CEC) atau kapasitas tukar
kation (KTK) adalah kemampuan yang dimiliki mineral clay. Pertukaran
kation tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH
larutan, jenis kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral
yang terdapat didalamclay.
Berdasarkan data percobaan, ada dua jenis bentonite yang
digunakan yaitu bentonite indobent dan bentonite baroid. Nilai tukar
kation dari bentonite indobent adalah 75 meq/100 gr dan bentonite baroid
adalah 48 meq/100gr.
Pengaruh baik serta buruknya dari kedua nilai kapasitas tukar
kation (KTK) bentonite di atas tergantung dari kepentingan. Apabila
dibutuhkan untuk menyerap air atau bereaksi dengan lingkungan ion
sekelilingya, maka menggunakan bentonite indobent. Tetapi normalnya
dalam operasi pemboran dibutuhkan yang tidak terlalu reaktif, maka
menggunakan bentonite barid.
82
6.7. Kesimpulan
1. Methylene blue test (MBT) digunakan untuk mencari nilai dari
kapasitas tukar kation(KTK).
2. Kapasitas tukar kation (KTK) pada clay adalah total kapasitas kation
suatu sistemclay.
3. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena terjadi
kontak terhadap air.
4. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) berbanding lurus dengan peristiwa
swelling pada clay. Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) besar
maka semakin besar kemungkinan tejadinya peristiwa swelling pada
clay. Begitu pula sebaliknya, Apabila nilai kapasitas tukar kation
(KTK) rendah maka semakin rendah kemungkinan tejadinya peristiwa
swelling padaclay.
5. Methylene blue test (MBT) dipakai untuk mengukur total kapasitas
pertukaran kation dari suatu sistem clay dan dari nilai tukar kation
tersebut dapat diprediksikan terjadinyaswelling.
BAB VII
KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN
3. Kontaminasi HydrogenSulfide.
Kontaminasi ini disebabkan karena pada proses pemboran
menembus lapisan yang mengandung banyak hydrogen sulfide.
Penanggulangannya dengan menggunakan hydrogen sulfide
removal atau soda caustic.
4. KontaminasiOxygen.
Kontaminasi ini disebabkan karena saat proses pembuatan
lumpur menggunakan air yang banyak mengandung oxygen.
Cara penanggulangannya menggunakan alat oxygen breaker.
1. Erosi.
Karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan gesekan terlalu kuat dengan dinding formasi
(sumur) sehingga dapat menyebabkan runtuhnya dinding
lumpur lubang pemboran.
2. Gesekan Pipa Pemboran Terhadap Dinding Lubang Pemboran.
Hal ini juga dapat menyebabkan dinding lubang pemboran
yang getas dan rentan akan runtuh karena seringnya rangkaian
pipa bor menggesek lubangpemboran.
3. Adanya Penekanan (Pressure Surge) atau Penyedotan
(Swabbing).
Peristiwa ini terjadi pada saat keluar masuknya rangkaian pipa
bor dapat menyebabkan terjadinya sloughing karena adanya
perbedaan tekanan secara tiba-tiba saat dilakukan penekanan
dan penarikan rangkaian pipa pemboran.
4. Tekanan BatuanFormasi.
Hal ini berhubungan dengan tekanan abnormal dimana tekanan
hidrostatis lumpur pemboran lebih kecil dari tekanan formasi.
5. Air Filtrat atau Lumpur Memasuki Pori-Pori Formasi Batuan.
Peristiwa tersebut menyebabkan batuan mengembang dan
terjadi swelling yang akan melemahkan ikatan antar batuan
dimana akhirnya dapat menyebabkan terjadinyasloughing.
7.3.2. Bahan
1. Aquades
2. Bentonite
3. Nacl
4. Gypsum
5. Semen
6. SodaAsh
7. MonosodiumPhosphate
8. Caustic Soda
9. EDTAStandart
10. Murexid
11. AsamSulfat
12. Indikator Phenolphtalin
13. Indikator MethylJingga
92
7.6. Pembahasan
7.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum kontaminasi lumpur pemboran akan dijelaskan
bahwa kontaminasi adalah salah satu penyebab berubahnya sifat fisik
lumpur pemboran karena adanya material-material yang tidak diinginkan
(kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran
sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
Kontaminasi sodium clorida, kontaminasi gypsum, kontaminasi semen,
kontaminasi hard water atau kontaminasi air sadah, kontaminasi carbon
dioxide, kontaminasi hydrogen sulfide, kontaminasi oxygen.
Kemudian dilanjutkan dengan melakukan percobaan kontaminasi
lumpur pemboran menggunakan komposisi lumpur seperti Lumpur Dasar;
LD + 7.5 gr NaCl; LD + 17.5 gr NaCL; LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH;
LD + 0.9 gr gypsum; LD + 1.5 gr gypsum; LD + 15 gr gypsum + soda ash;
LD + 1 gr semen; LD + 1.5 gr semen; LD + 1.5 gr semen + NH(H2PO4).
Dari data tersebut kita dapat mengetahui nilai dari dial reading 600
maupun 300, gel strength 10’ dan 10”, filtration loss V0, V7.5,V20, V25,
V30, tabel mud cake (mm), volume H2SO4, dan volume EDTA (ml). Pada
setiap proses pemboran, hampir selalu terjadi kontaminasi-kontaminasi
pada lumpur pemboran. Hal itu dapat mempengaruhi sifat fisik lumpur
pemboran tersebut. Parameter-parameter yang berubah antara lain
viskositas, gel strength, pH, dan ketebalan mud cake. Kontaminasi yang
umumnya selalu terjadi adalah NaCl, gypsum, dan semen. Hasil percobaan
diperoleh setelah lumpur dasar diberi kontaminan. Pada percobaan
pertama ditambahkan NaCl, percobaan kedua diberikan gypsum, dan
percobaan terakhir diberikan semen. Untuk lebih mudah menjelaskan hasil
percobaan, maka dari data tabel diberi contoh grafik hanya pada perubahan
gel strength 10”, filtration loss V30, dan mud cake di percobaan ketiga
setelah diberikan masing-masingkontaminan.
97
50 41
40 32 30
25 26 Gel strength 10''
30
Filtration loss V30
20 13
mud cake percobaan ke-3
10 4.2 4.6
1.7
0
Lumpurdasar LD + 7,5 gr NaCl LD + 7,5 grNaCl
+ 0.5 NaOH
120
120
92
100
80
60 Gel strength 10''
32 32
40 Filtration loss V30
13 18
20 1.7 1.5 2.5 mud cake percobaan ke-3
0
Lumpur dasar LD + 0,9 gr LD + 0,9 gr
Gypsum gypsum + soda
ash
178
180
160
140
120
100 73 Gel strength 10''
80
60 Filtration loss V30
32
40 13 19 18 mud cake percobaan ke-3
20 1.7 3.5 3
0
Lumpur LD + 1,5 gr LD + 1,5 gr
dasar semen semen +
NH(H2PO4)
Lumpur dasar dengan gel strength 10” sebesar 32, filtration loss
V30 sebesar 13, dan mud cake pada percobaan ketiga sebesar 1.7.
Kemudian diberikan kontaminan semen sebesar 1.5 gram, hasilnya terjadi
kontaminasi lumpur yang ditandai dengan peningkatan gel strength secara
signifikan menjadi 178, filtration loss menjadi 19, dan mud cakemenjadi
3.5. Pada saat ditambahkan monosodium phosphate sebagai additive,
terjadi penurunan gel strength dari 178 menjadi 73, filtration loss V30 dari
19 menjadi 18, dan tebal mud cake dari 3.5 menjadi 3.
Dalam operasi pemboran kontaminasi semen, dapat menyebabkan
rheologi lumpur (plastic viscosity, gel strength, filtration loss,
pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat additive
seperti NH(H2PO4) untuk menanggulanginya.
7.7. Kesimpulan
1. Kontaminan adalah material-material tidak diinginkan yang masuk
dalam lumpur pemboran saat pemboranberlangsung.
2. Jenis-jenis kontaminasi antara lain kontaminasi sodium
chloride,gypsum, semen, hardwater, CO2, O2, danH2S.
3. Cara untuk penanggulangan kontaminasi lumpur pemboran yaitu
menambahkan zat additive ke dalam lumpur pemboran seperti soda
ash, NaOH, monosodium phosphate (NH(H2PO4)), dan lain –lain.
4. Kontaminasi lumpur pemboran dapat merubah rheologilumpur, pH,
plastic viscosity, gel strength, filtration loss, dan tebal mud cake.
5. Zat-zat kontaminan antara lain NaCl, gypsum, semen,Ca2+ dan Mg2+,
carbon dioxide , oxygen, dan hydrogen sulfide.
PEMBAHASAN UMUM
lebih licin saat kontak dengan batuan formasi karena adanya pelumasan yang
berlebihan.
Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-
sifat rheologi fluida pemboran. Viskositas lumpur adalah kemampuan lumpur
untuk mengalir dalam suatu media. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat
round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat
menyebabkan masalah pemboran selanjutnya.. Gel strength merupakan salah satu
indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength merupakan ukuran
gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik. Viskositas dan gel strength
merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan poros,
batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan
partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut
filtrat. Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud cake
adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor. Mud cake yang
tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan
lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit
diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu banyak menyusup ke pori-pori batuan
dapat menimbulkan kerusakan pada formasi. Peralatan untuk mendiagnosis
filtration loss dan mud cake adalah HPHT (High Pressure HighTemperature).
Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran harus
terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi dengan
kondisi yang ada. Perubahan kandungan ion–ion tertentu dalam lumpur pemboran
akan berpengaruh terhadap sifat–sifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita
perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan (analisis kimia
alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion
besi serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya). ion–ion tersebut untuk
kemudian dilakukan tindakan–tindakan yang perlu dalampenanggulangannya.
105
14. Lost circulation adalah masalah yang terjadi selama proses pemboran dimana
prosesnya fluida (lumpur pemboran) yang hilang ke dalam batuan berporos.
Sehingga dapat mengurangi volume lumpur pemboran saat sirkulasi dari dasar
pemboran kepermukaan.
15. Zat additive yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah filtration loss
adalah filration loss agent’s. Serta untuk mengatasi masalah ketebalan pada
mud cake dapat menggunakandextrid.
16. Kontaminasi garam yang terjadi pada lumpur pemboran dapat diketahui
dengan metode analisa kandungan ionchlor.
17. Semakin cepat proses terjadinya korosif pada drill string diakibatkan oleh
kandungan ion besi yangtinggi.
18. Metode utama yang dilakukan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah
titrasi, dimana larutan sampel dibandingkan dengan larutan yang telah
diketahuikonsentrasinya.
19. Kesadahan total yang mengandung Ca2+ dan Mg2+ dapat menaikkanviskositas
dan gel strength yang mengakibatkan kerja mud pump menjadi lebih berat.
20. Menentukan kontaminan-kontaminan yang terjadi dengan mengetahui
formasi-formasi tertentu yang telah dilewati selama prosespemboran.
21. Kontaminan adalah material-material tidak diinginkan yang masuk dalam
lumpur pemboran saat pemboranberlangsung.
22. Jenis-jenis kontaminasi antara lain kontaminasi sodium chloride, gypsum,
semen, hardwater, CO2, O2, danH2S.
23. Cara untuk penanggulangan kontaminasi lumpur pemboran yaitu
menambahkan zat additive ke dalam lumpur pemboran seperti soda ash,
NaOH, monosodium phosphate (NH(H2PO4)), dan lain –lain.
24. Kontaminasi lumpur pemboran dapat merubah rheologi lumpur, pH, plastic
viscosity, gel strength, filtration loss, dan tebal mudcake.
25. Zat-zat kontaminan antara lain NaCl, gypsum, semen,Ca2+ dan Mg2+, carbon
dioxide , oxygen, dan hydrogen sulfide.
26. Methylene blue test (MBT) digunakan untuk mencari nilai dari kapasitas tukar
kation(KTK).
108
27. Kapasitas tukar kation (KTK) pada clay adalah total kapasitas kation suatu
sistemclay.
28. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena terjadi kontak
terhadapair.
29. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) berbanding lurus dengan peristiwa swelling
pada clay. Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) besar maka semakin
besar kemungkinan tejadinya peristiwa swelling pada clay. Begitu pula
sebaliknya, Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah maka semakin
rendah kemungkinan tejadinya peristiwa swelling padaclay.
30. Methylene blue test (MBT) dipakai untuk mengukur total kapasitas pertukaran
kation dari suatu sistem clay dan dari nilai tukar kation tersebut dapat
diprediksikan terjadinyaswelling.
DAFTAR PUSTAKA