Anda di halaman 1dari 13

RANCANGAN PEMBELAJARAN DAN SATUAN ACARA

PEMBELAJARAN TENTANG MOBILISASI DINI POST OPERASI PADA


PASIEN DENGAN APENDISITIS PERFORASI PRE LAPARATOMI

Dosen Pembimbing : Uun Nurul Huda, M.Kep, Sp.KMB

Disusun oleh :

Rini Cahyani (P17120016032)

Tingkat II A

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA I

Jalan Wijaya Kusuma No.47-48 Cilandak Barat-Jakarta Selatan

9 Desember 2017

RENCANA PEMBELAJARAN
I. Gambaran Kasus
Seorang pasien bernama Tn. A yang berusia 21 Tahun. Dengan keluhan nyeri
berat pada perut kanan bawah 2 hari SMRS, mual (+), muntah (+), demam tinggi (+)
1 hari SMRS dirasakan terus-menerus, BAB (-) sejak 1 hari yang lalu, flatus (-),
BAK (+) normal. Saat masuk ruang rawat bedah secara medis pasien terdiagnosa
Apendisitis Perforasi, yang sebelumnya pasien ditangani di instalasi gawat darurat
RS. X pada tanggal 8 Desember 2017. Diperkirakan pada tanggal 9 Desember pagi
akan dilakukan tindakan operasi cito Laparatomi pada pasien Tn.A. Klien terlihat
gelisah dan klien mengatakan bahwa dirinya merasa takut tentang tindakan operasi
yang akan dilakukan. Klien juga takut tidak dapat beraktivitas dengan normal pasca
operasi nanti.

II. Aspek yang Dikaji


A. Pengkajian Faktor Predisposisi
1. Riwayat Keperawatan
Pasien bernama Tn. A berumur 21 tahun, klien adalah mahasiswa semester 6
perguruan tinggi swasta di jakarta selatan. Anak ke 2 dari 2 bersaudara,
klien mengatakan sangat tidak menyukai sayuran dan sering mengalami
konstipasi. Pasien datang kerumah sakit karena mengeluh nyeri ringan
hilang timbul sejak 4 hari SMRS, yang pada awalnya nyeri dialami dari ulu
hati kemudian berpindah ke abdomen kuadran kanan bawah lalu nyeri
dirasakan di seluruh abdomen, tetapi sejak 2 hari SMRS nyeri terasa tajam
seperti tertusuk-tusuk secara terus menerus dalam waktu yang lama, nyeri
berat (skala 7), nyeri menjalar sampai ke punggung. Klien juga mengatakan
ada rasa mual dan muntah (isi muntahan berupa cairan) serta demam tinggi
terus menerus sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien tidak nafsu
makan, BAB (-) sejak 2 hari lalu, flatus (+), BAK (+) normal.

2. Keadaan Fisik
Pasien tampak lemah, keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran:
compos mentis, Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Nadi: 121x/menit teraba
kuat, suhu: 38.6°C, frekuensi pernapasan: 18x/menit, hasil inspeksi
abdomen: perut kembung (+), hasil perkusi: timpani (+), pekak hati
menghilang, auskultasi abdomen: bising usus 4x/menit, palpasi: nyeri tekan
(+) kuadran kanan bawah (Mc. Burney Sign), nyeri lepas (+) rousing sign
(+), defans muskular (+) diseluruh lapang abdomen. Klien terlihat gelisah
dan klien mengatakan bahwa dirinya merasa takut tentang tindakan operasi
yang akan dilakukan. Klien juga takut tidak dapat beraktivitas dengan
normal pasca operasi nanti.

3. Kesiapan Belajar
Klien mengatakan ingin mengatahui tentang pentingnya mobilisasi dini
setelah operasi karena klien ingin segera cepat pulih dan beraktivitas secara
normal setelah operasi, tetapi klien merasa cemas dengan rasa nyeri yang
akan dirasakan saat pertama kali mobilisasi tersebut dan klien khawatir luka
operasinya akan terbuka jahitannya dan menjadi lama penyembuhannya.

4. Motivasi
Klien terlihat sangat antusias saat akan diberi informasi mengenai mobilisasi
dini post operasi karena sebelumnya klien tidak pernah mengetahui tentang
hal tersebut.

5. Kemampuan Membaca
Klien adalah seorang mahasiswa semester 6 disuatu perguruan tinggi swasta
di Jakarta Selatan dan pasien dapat membaca dengan baik dan benar.

B. Pengkajian Faktor Pemungkin


Klien mengatakan ingin mengatahui tentang pentingnya mobilisasi dini setelah
operasi karena klien ingin segera cepat pulih dan beraktivitas secara normal
setelah operasi, tetapi klien merasa cemas dengan rasa nyeri yang akan dirasakan
saat pertama kali mobilisasi tersebut dan klien khawatir luka operasinya akan
terbuka jahitannya dan menjadi lama penyembuhnya.

C. Pengkajian Faktor Penguat


Klien terlihat sangat antusias saat akan diberi informasi mengenai mobilisasi
dini post operasi karena sebelumnya klien tidak pernah mengetahui tentang hal
tersebut.

III. Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan data hasil pengkajian yang ditemukan, perawat berusaha merumuskan
diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan tersebut dirumuskan sebagai
beriku :
Defisit Pengetahuan tentang Mobilisasi Dini post Operasi behubungan dengan
kurang terpapar informasi.

IV. Intervensi Keperawatan


Tindakan keperawatan di tetapkan untuk menyelesaikan diagnosa keperawatan
tersebut adalah berupa pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini post operasi
yang ditujukan kepada pasien. Sebelum melaksanakan tindakan ini maka harus
dibuat terlebih dahulu satuan pembelajaran, berikut adalah satuan pembelajaran yang
dikembangkan oleh perawat.

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Diagnosa : Defisit Pengetahuan tentang Mobilisasi Dini Post Operasi


behubungan dengan kurang terpapar informasi.

Topik : Mobilisasi

Sub Topik : Mobilisasi Dini Post Operasi

Sasaran : Tn. A (20 Tahun)

Tempat : RS.X Lantai 9 Kamar 904.C

Hari/Tanggal : 2017

Waktu : 35 Menit

Penyuluh : Rini Cahyani mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian


Kesehatan Jakarta 1 Jurusan Keperawatan

I. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan selama 35 menit diharapkan klien
mampu menjelaskan tahap-tahap mobilisasi dan mendemonstrasikan tahap-tahap
mobilisasi dini (teknik relaksasi nafas dalam, batuk efektif, posisi sims kanan kiri
dan posisi fowler/semifowler) dengan mandiri.

II. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini post operasi klien
mampu :
1. Mengetahui pengertian mobilisasi dini post operasi
2. Mengetahui tujuan mobilisasi dini post operasi
3. Mengetahui kerugian bila tidak melakukan mobilisasi dini
4. Mengetahui macam-macam mobilisasi dini
5. Mengetahui tahap-tahap mobilisasi dini

III. Sasaran
Pasien Tn. A
IV. Materi
1. Pengertian mobilisasi dini post operasi
2. Tujuan mobilisasi dini post operasi
3. Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi
4. Macam-macam mobilisasi dini
5. Tahap-tahap mobilisasi dini post operasi

V. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab/diskusi.
3. Demonstrasi

VI. Media
1. Leaflet
2. Lembar balik

VII. Rancangan/ Seting Tempat

Keterangan : = Media

= Mahasiswa
= Klien/ Sasaran

VIII. Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan
No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Metode Media
peserta
1. Pembukaan 5 menit •Membuka dengan salam •Mendengarkan Ceramah -
•Memperkenalkan diri •Memperhatikan
•Menjelaskan maksud dan tujuan •Menjawab
penyuluhan pertanyaan
•Kontrak waktu
•Menggali pengetahuan peserta
sebelum dilakukan penyuluhan
2. Penyajian 20 menit •Menjelaskan tentang: •Mendengarkan Ceramah Leaflet
1. Pengertian Mobilisasi Dini •Memberikan ,Tanya lembar
Post Operasi tanggapan dan jawab, balik
2. Tujuan Mobilisasi Dini Post pertanyaan demonstr
Operasi mengenai hal asi
3. Kerugian Bila Tidak yang kurang
Melakukan Mobilisasi dimengerti
4. Macam-macam Mobilisasi
Dini
5. Tahap-Tahap Mobilisasi Dini
Post Operasi
6. Mendemonstrasikan teknik
relaksasi nafas dalam, batuk
efektif dan pergerakan posisi
(posisi sims kanan dan kiri,
posisi fowler/semifowler).
•Memberi kesempatan untuk
bertanya/diskusi tentang materi
penyuluhan
Penutup 10 menit •Menggali pengetahuan klien •Menjawab Tanya Leaflet
setelah dilakukan penyuluhan pertanyaan jawab, lembar
•Meminta klien untuk •Memberikan demostra balik
mendemonstrasikan cara tanggapan si
relaksasi nafas dalam, batuk balik
efektif, dan pergerakan (posisi •Mendemonstras
sims kanan dan kiri, posisi ikan
fowler/semifowler) secara
mandiri.
•Menyimpulkan hasil kegiatan
penyuluhan
•Menutup dengan salam

IX. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan materi
b. Kesiapan SAP dan RAP
c. Kesiapan Media Leaflet dan Lembar balik
2. Kriteria Proses
a. Fase dilalui sesuai waktu yang direncanakan.
b. Mendapat respon dari klien berupa :
1) Bertanya hal yang belum diketahui.
2) Menjawab pertanyaan penyuluh dengan kriteria 75% jawaban
yang disebutkan benar.
3) Suasana penyuluhan nyaman dan kondusif.
3. Kriteria Hasil
Klien dapat :
a. Menjelaskan tahap-tahap mobilisasi dini
b. Mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi nafas dalam, batuk efektif,
dan pergerakan posisi (posisi sims kanan dan kiri serta posisi fowler/semi
fowler)

MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN


MOBILISASI DINI POST OPERASI

1. Pengertian Mobilisasi Dini Post Operasi


Mobilisasi pasca pembedahan yaitu Proses aktivitas yang dilakukan pasca
pembedahan dengan latihan ringan diatas tempat tidur mulai dari latihan pernafasan,
latihan batuk efektif serta pergerakan posisi. (Brunner & Suddarth, 1996).

2. Tujuan Mobilisasi Dini Post Operasi

Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain:
a. Mempertahankan fungsi tubuh
b. Memperlancar peredaran darah
c. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
d. Mempertahankan tonus otot
e. Memperlancar eliminasi alvi dan urine
f. Mempercepat proses penutupan jahitan operasi
g. Mengembalikan kemampuan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali
normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
h. Memberikan kesempatan perawat dan pasien berinteraksi atau berkomunikasi.

3. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi


Berikut beebrapa kerugian bila tidak melakukan mobilisasi post operasi :
a. Penyembuhan luka menjadi lama
b. Menambah rasa sakit
c. Badan menjadi pegal dan kaku
d. Kulit menjadi lecet dan luka
e. Memperpanjang waktu perawatan dirumah sakit

4. Macam-macam Mobilisasi Dini


1) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi
nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu
teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan
benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.

2) Latihan batuk efektif


Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien
yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranastesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.

3) Pergerakan posisi
Mobilisasi dini yaitu kebijaksanaan selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan serta merupakan aspek terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu
esensial untuk mempertahankan kemandirian. Mobilisasi dini juga didefenisikan
sebagai suatu pergerakan posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan pasien
setelah beberapa jam post/pasca operasi. Biasanya pasien diposisikan untuk
berbaring ditempat tidur agar keadaannya stabil. Posisi awal yaitu posisi sims kiri
dan kanan, serta posisi fowler/semifowler.

5. Tahap-tahap Mobilisasi Dini


Tahap-tahap moblisasi pada pasien dnegan pasca pembedahan menurut Rustam
Muchtar (1992), meliputi :
1. Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pasien bisa melakukan latihan
pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan-miring kiri sudah dapat
dimulai.
2. Pada hari ke 2, pasien didudukkan selama 5 menit, anjurkan pasien latihan
pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan.
3. Pada hari ke 3-5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian berjalan di
sekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.

Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :


a. Klien dalam posisi fowler/ semi fowler
b. Letakkan kedua telapak tangan di atas abdomen sisi bawah iga
c. Tarik nafas dalam perlahan-lahan melalui hidung
d. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
e. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
f. Lakukan latihan dua kali sehari post opeartif.

Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :


a. Klien dalam posisi fowler/ semi fowler
b. Letakkan kedua telapak tangan di atas abdomen sisi bawag iga
c. Tarik nafas dalam perlahan-lahan melalui hidung
d. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik), batukan dengan kuat menggunakan perut
dan otot bantu pernafasan
e. Buang sputum (jika ada) pada tempat yang disediakan, bersihkan mulut dengan
tissue
f. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat
batuk.

Posisi awal yaitu posisi sims kiri dan kanan, serta posisi fowler.
a. Posisi Sim kanan dan kiri
Yang dimaksud dengan posisi tidur sim’s adalah posisi tidur dalam posisi setengah
telungkup.
Cara mengerjakan posisi tidur sim’s adalah sebagai berikut :
1) Tempatkan klien pada posisi telentang di tengah tempat tidur
2) Miringkan klien dengan sebagian berbaring pada abdomen
3) Tempatkan bantal kecil di bawah kepala
4) Tempatkan bantal di bawah lengan fleksi klien
5) Bantal harus lebih dari tangan sampai siku (untuk mencegah rotasi internal
bahu)
6) Tempatkan bantal di bawah tungkai yang fleksi, dengan menyokong
tungkai setinggi panggul
b. Posisi Fowler/semi fowler
Posisi fowler/semi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Bertujuan sebagai, mobilisasi, memberikan perasaan nyaman pada pasien yang
sesak napas, serta mencegah terjadinya dekubitus.
Cara:
1) Dudukkan pasien
2) Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk
posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
3) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
Kebanyakan dari pasien masih mempunyai kekhawatiran kalau tubuh
digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang
masih belum sembuh yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya
masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis operasi
membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin. Asalkan rasa nyeri
dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan, dengan bergerak,
masa pemulihan untuk mencapai level kondisi seperti pra pembedahan dapat
dipersingkat. Dan tentu ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan
pembiayaan serta juga dapat mengurangi stress psikis.
Dengan bergerak, hal ini akan mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga juga
mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan
metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada
akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka. Menggerakkan badan atau
melatih kembali otot-otot dan sendi pasca operasi di sisi lain akan memperbugar pikiran
dan mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja berpengaruh baik
juga terhadap pemulihan fisik. Pengaruh latihan pasca pembedahan terhadap masa pulih
ini, juga telah dibuktikan melalui penelitian penelitian ilmiah. Mobilisasi sudah dapat
dilakukan sejak 8 jam setelah pembedahan, tentu setelah pasien sadar atau anggota
gerak tubuh dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan regional.
Pada saat awal, pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan
menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan, mengkontraksikan
otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis termasuk juga menggerakkan badan
lainnya, miring ke kiri atau ke kanan. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan
lebih awal lagi badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan
fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau
ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan. Di hari kedua pasca operasi, rata-rata
untuk pasien yang dirawat di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk
berjalan, semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau
keluar kamar, misalnya berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi dengan posisi infus
yang tetap terjaga.
Sekali lagi, penjelasan di atas diperuntukkan bagi penderita yang menjalani
operasi yang memerlukan rawat inap, sudah sadar baik, tidak terganggu keseimbangan
cairan dan elektrolitnya dan terlepas dari beban psikis atau subyektifitas rasa nyeri
seseorang, beberapa jam pasca operasi. Berbeda dengan pasien yang dirawat di ruang
intensif yang memerlukan monitoring ketat. Masa dan cara mobilisasinya tentu sudah
diatur dan dikerjakan oleh tenaga medis. Begitu juga sebaliknya, operasi dengan teknik
minimal invasif akan memberikan keunggulan dalam hal mobilsasi. Pasien akan bisa
lebih cepat dan leluasa bergerak pasca pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 1. Jakarta: EGC

Carpenito, Linda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 2, Penerjemah

Monica Ester dan Yatim Asih, Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta : EGC.

Kasdu. 2003. Operasi Caesar Masalah dan solusinya. Jakarta : Puspa swara.
Soelaiman.(2000). Mobilisasi dini pasca operasi. Diambil pada tanggal 23 November

2017 jam 09:55 WIB dari http://medica.store.com/mobilisasi/pasca/operasi.html


Susan, J. Garrison. 2004. Dasar-dasar Terapi dan Latihan Fisik. Jakarata: Hypocrates.

Anda mungkin juga menyukai