PENDAHULUAN
1
2
b. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan Tn. J yang
mengalami Spinal Cord Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
Tujuan Khusus:
1). Menggambarkan proses dan hasil:
a). Pengkajian keperawatan pada Tn. J yang mengalami Spinal
Cord Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
b). Penetapan diagnosis keperawatan pada Tn. J yang mengalami
Spinal Cord Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
4
c. Manfaat
a. Bagi penulis, sebagai sarana berlatih menambah pengetahuan dan
mengembangkan ilmu keperawatan dengan mengumpulkan
informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, dianalisis, dan disusun
dalam satu karya tulis yang ilmiah, informatif, bermanfaat, serta
menambah kekayaan intelektual.
b. Bagi institusi pendidikan dan para akademisi, dapat menambah
ilmu pengetahuan kesehatan dibidang ilmu keperawatan,
khususnya keperawatan dewasa/keperawatan medikal bedah untuk
dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan kajian dalam
menambah ilmu pengetahuan di bidang keperawatan.
c. Bagi wahana praktik, dapat dijadikan referensi dalam
mengembangkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan cedera medula spinalis (Cervikal) atau cedera tulang
belakang yang belum dikaji dalam penelitian ini.
d. Sistematika Penulisan
Laporan kasus ini disusun berdasarkan sumber yang diperoleh
melalui buku dan jurnal ilmiah. Referensi yang penulis ambil
berasal dari Perpustakaan serta internet. Penulis membutuhkan
5
TINJAUAN TEORI
7
8
(yustika.wordpress.com)
Sebanyak 31 pasang saraf spinal berasal dari segmen yang berbeda dari
spinal cord, yang terdiri dari 8 pasang dari servikal, 12 pasang bagian
torakal, 5 pasang lumbal, 5 pasang sakral dan 1 pasang bagian kogsigeal.
Setiap nervus spinalis terbentuk dari penggabungan radiks dorsalis dan
radiks ventralis yang berhubungan pada segmen medulla spinalis. Pada
radiks ventralis pada segmen medulla spinalis. Pada radiks ventralis terdiri
atas serat-serat eferen somatik dan viseral sedangkan radiks dorsalis terdiri
atas serat-serat aferen somatik dan viseral. Inversi saraf-saraf aferen spinal
yang berasal dari satu radiks dorsalis beserta ganglionnya disebut
dermatoma. Dermatoma menggambarkan area permukaan kulit yang
9
Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran
lebih jauh dan perubahan struktur oseoligamentosa posterior (pedikulis,
sendi permukaan, arkus tulsng posterior, ligamen interspinosa, dan
supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga bagian posterior badan
vertebra, bagian posterior diskus invertebra, dan ligamen longitudinal
posterior), dan koluna anterior (dua pertiga bagian anterior diskus
invertebra dan ligamen longitudinal anterior). (Muttaqin, 2011)
D. Etiologi
A. Statuspada
Trauma nu servikalis Trauma pada
Fraktur, subluksasi,
tipe ekstensi servikalis tipe fleksi
dislokasi, kompresi
diskus, robeknya
ligamentum, dan
kompresi akar syaraf.
Aktual/Risiko: Nyeri
Tindakan pola nafas Spasme otot
dekompresi tidak efektif.
dan Curah jantung Kompresi diskus
stabilisasi menurun Hambatan
dan kompresi
akar saraf mobilitas
disisinya sisinya
Fase asuhan
F Prognosis
perioperatif
penyakit
Respons Kecemasan
Paralisis
psikologis
ekstremitas atas
12
4. Spinal shock : Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis
dibawah garis kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks-refleks
spinal, hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak
stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat dibawah garis
kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi feses.
5. Autonomic dysreflexia : Autonomic dysreflexia terjadi pada cedera
thorakal 6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan refleks
autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksimal, distensi
bladder.
6. Gangguan fungsi seksual : Banyak kasus memperlihatkan pada laki-
laki adanya impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi.
Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.
Quadriplegia Paralisis
Perlu bantuan
pernafasan
ventilator
Tidak
Memerlukan
terkontrolnya
bantuan
bowel dan
seluruhnya.
bladder.
Berakibat
fatal
Cervikal 5 Hilangnya
(C5) fungsi
motorik dari
atas ke
bawah.
Hilangnya Memerlukan
Quadriplegia sensasi di bantuan
14
bawah seluruh
klavikula. aktivitas
Tidak perawatan diri.
terkontrolnya
bowel dan
bladder.
Hilangnya
Cervikal 6 fungsi
(C6) motorik di
bawah batas
bahu dan
lengan.
Sensasi lebih
Quadriplegia banyak pada
lengan dan
tangan
dibandingkan
pada C6.
Yang lain Mampu
mengalami menggunakan
kursi roda
fungsi yang
sama dengan
C5
15
mampu
Cervikal 8 mengontrol Meningkatnya
(C8) lengan tetapi kemandirian
beberapa hari dalam
lengan aktivitas
mengalami hidup.
kelemahan
Hilangnya
Quadriplegia sensasi di
bawah dada
Fungsi
Thorakal (T6- pernafasan
T12) sempurna
tetapi
hilangnya
fungsi bowel
dan bladder.
Paraplegia
Hilangnya Kemandirian
fungsi dengan kursi
motorik dari roda
pelvis dan
tungkai
16
Hilangnya
Lumbal (L1- sensasi dari
L3) abdomen
bagian bawah
dan tungkai,
tidak
terkontrol
bowel dan
bladder.
Hilangnya Ambulasi
Paraplegia beberapa dengan
fungsi brankas.
motorik pada
pangkal
paha, lutut
dan kaki.
Tidak
Lumbosacral terkontrol
(L4-S1) bladder dan
bowel
Hilangnya Ambulasi
Paraplegia fungsi normal.
motorik
ankle plantar
fleksor.
Hilangnya
sensasi pada
Sakral (S2-S4) bagian
tungkai dan
perineum.
Pada keadaan
awal terjadi
Paraplegia gangguan
bladder dan
bowel.
17
J. Komplikasi:
Menurut Emma, (2011) komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
trauma servikal adalah:
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik
yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan
kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis
pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
viseral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah
dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
2. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat
setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal
mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh
bagian rusak.
3. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan
hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah
servikal bawah atau torakal atas.
18
4. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak,
kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.
K. Penatalaksanaan medis
Bahrudin (2016) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan trauma medulla spinalis yaitu:
a. Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis,
segera pasang collar fiksasi leher, jangan gerakan kepala atau leher.
b. Jika ada fraktur kolumna vertebra torakalis, angkut pasien dalam
keadaan telungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset)
c. Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal.
d. Kerusakan medulla spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh
darah menurun karena paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik,
akibatnya tekanan darah turun beri infus bila mungkin plasma atau
darah, dextran-40 atau ekspafusin. Sebaiknya jangan diberikan
cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu
berikan adrenalin 0,2 mg boleh diulang 1 jam kemudian. Bila
denyut nadi < 44 kali/menit, beri sulfas atropin 0,25 mg IV
(intravena).
e. Gangguan pernafasan kalau perlu beri bantuan dengan respirator
atau cara lain dan jaga jalan nafas tetap lapang.
f. Jika lesi diatas C-8; termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi
hiperhidrosis usahakan suhu badan tetep normal.
g. Jika ada gangguan miksi; pasang kondom kateter atau dauer kateter
dan jika ada gangguan defekasi berikan laksan atau klisma
h. Tindakan operasi dilakukan bila:
1). Ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis
2). Gambaran neurologis progresif memburuk.
19
L. Farmakoterapi
Menurut Bahrudin (2016) terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu:
a. Berikan metilprenidsolon 30 mg/KgBB, IV perlahan-lahan sampai
15 menit, 45 menit kemudian per infuse 5 mg/Kg BB selama 24
jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi lipid dan peningkatan
sekunder asam arakidonat.
b. Bila terjadi spastisitas otot, berikan:
1. Diazepam 3 x 5-10 mg/ hari
2. Bakloven 3 x 5 mg atau 3 x 20 mg per hari
c. Bila ada rasa nyeri dapat diberikan:
1. Analgetika
2. Antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg/hari
3. Antikonvulsan : gabapentin 3 x 300 mg/hari
d. Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi >
180/100 mmHg) pertimbangkan pemberian obat anti hipertensi).
M. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan adalah:
1. Segera dilakukan immobilisasi
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan
pemasangan collar servikal, atau dengan menggunakan bantalan
pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medulla spinalis misalnya
dengan pemberian oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi pengobatan:
Kortikosteroid seperti deksametason untuk mengontrol
edema.
Antihipertensi seperti diazoxide untuk mengontrol tekanan
darah akibat autonomik hyperrefleksia akut.
Kolinergik seperti bethanechol chlorida untuk menurunkan
aktivitas bladder.
20
N. Pemeriksaan Diagnostik:
1. X-Ray Kepala : X-Ray kepala dapat melihat keadaan tulang
tengkorak, misal sinus dan beberapa kelainan serebral karena
pengkapuran. Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ini
adalah mengidentifikasi fraktur tengkorak, kelainan vaskuler,
perubahan degeneratif. Prosedur pemeriksaan X-Ray kepala, pasien
ditempatkan pada papan/ meja dengan posisi kepala tidak
hiperekstensi atau termanipulasi. Lama pemeriksaan ini hanya
beberapa menit.
Indikasi
Pasien dengan fraktur kepala
Tumor otak
Abnormal vaskuler
Perubahan degenerative
Kontraindikasi : Tidak ada
Perawatan dan pendidikan kesehatan : Jelaskan tentang tujuan dari
prosedur ini, katakan bahwa prosedur ini tidak nyeri.
2. X-Ray spina : X-Ray spinal dapat melihat daerah cervical, thorakal,
lumbal, dan sakral dari spinalis. X-Ray spinal memberi informasi
21
Indikasi
Maligna sistem saraf pusat
Kelainan sistem saraf pusat
Trauma kepala
Lesi dan edema serebral
Infark serebral
Perdarahan serebral
Kelainan kongenital.
Kontraindikasi
Pemasangan alat-alat logam tubuh seperti pacemakers,
pemasangan alat logam pada ortopedik.
Pasien yang hamil.
Perawatan dan Pendidikan Kesehatan : Informasikan pada
pasien bahwa pemeriksaan ini tidak nyeri dan tidak beresiko,
jelaskan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan.
Kontraindikasi
Alergi terhadap bahan radiopaque
Terapi antikoagulan
Penyakit liver, Thypoid dan ginjal.
6. Elektroencephalography (EEG)
Electroencephalography (EEG) adalah catatan grafik dari
gelombang aktivitas listrik otak. Pemeriksaan ini penting untuk
mengetahui normal atau tidaknya aktivitas listrik dalam otak.
Sedikitnya ada 17- 21 elektroda yang dipasang di kepala pasien ,
misalnya pada prefrontal, frontal, temporal, oksipital.
Indikasi
Untuk mendiagnosa epilepsi, kematian otak
Ensefalitis
Keadaan demensia
Evaluasi pengobatan intoksikasi
7. Elektromyografi (EMG)
Electromyography merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan
mencatat elektrik otot skletal dan konduksi saraf. Saat pemeriksaan
pasien dimasukkan jarum besar kedalam otot.
Indikasi
Mendiagnosa adanya kelainan otot
Gangguan konduksi neuromuskuler.
26
Kontraindikasi
Komplikasi
Meningitis
Herniasi otak
Parestesia pada ekstrimitas bawah.
Pengkajian
1. Sistem Pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan
2. Sistem kardiovaskuler
Bradikardia, hipotensi, disritmia, orthostatik hipertensi
3. Status neurologi
Nilai GCS karena 20% pasien cedera medula spinalis disertai cedera
kepala
4. Fungsi motorik
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis
kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia.
5. Refleks tendon
Adanya spinal shock seperti hilangnya refleks di bawah garis kerusakan,
post spinal shock seperti adanya hiperefleksia (pada gangguan uper motor
neuron/UMN dan flacid pada gangguan lower motor neuron/LMN.
6. Fungsi sensorik
Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.
7. Fungsi otonom
Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoregulator.
8. Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 keatas)
Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung
tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas, dan gangguan
penglihatan.
9. Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus,
stres ulcer, feses keras atau inkontinensia.
10. Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia.
11. Sistem muskuloskletal
Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
12. Kulit
Adanya kemerahan pada daerah yang tertekan (tanda awal dekubitus)
13. Fungsi seksual
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
14. Psikososial
29
Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Auskultasi bising usus, catat a. Bising usus mungkin tidak ada
lokasi dan karakteristiknya. selama syok spinal , hilangnya
b. Catat adanya keluhann mual, bising menandakan adanya
ingin muntah, periksa muntahan paralitik ileus.
atau sekresi gaster (Jika b. Hilangnya peristaltik (Karena
terpasang NGT) dan feses untuk gangguan saraf) melumpuhkan
bekuan darah. usus, membuat distensi ilues dan
c. Catat frekuensi, karakterisktik usus. Catatan: distensi usus
dan jumlah feses. berlebihan menyokong
d. Kenali tanda-tanda/periksa terbentuknya disrefleksia otonom
adanya sumbatan, seperti segera setelah syok spinal
tidakadanya feses yang terbentuk sembuh.
selama beberapa hari, feses semi c. Perdarahan gastrointestinal dapat
cair, kegelisahan, perasaan penuh terjadi sebagai efek samping dari
di perut/abdomen. terapi tertentu (steroid atau
e. Lakukan latihan defekasi secara antikoagulan).
teratur d. Mengidentifikasi derajat
f. Anjurkan pasien untuk makan gangguan/disfungsi dan
makanan yang sehat dan yang kemungkinan bantuan yang
termasuk makanan berserat dan diperlukan.
pemasukan cairan yang lebih e. Intervensi dini perlu untuk
banyak (minimal 2000 ml/hari, mengatasi konstipasi secara
termasuk juice/sari buah. efektif/feses yang tertahan dan
g. Observasi adanya inkontinensia mengurangi risiko terjadinya
dan bantu pasien komplikasi.
menghubungkan inkontinensia f. Program untuk seumur hidup ini
dengan perubahan diet perlu untuk secara rutin
(makanan) atau rutinitas sehari- mengeluarkan feses dan biasanya
sehari termasuk stimulasi manual,
h. Berikan perawatan kulit dengan minum jus dan/atau cairan hangat
cermat dan menggunakan pelunak
feses/supositoria pada interval
Kolaborasi tertentu. Kemampuan
30
Intervensi Rasional
a. Kaji terhadap adanya nyeri. a. Pasien biasanya melaporkan
Bantu pasien mengidentifikasi nyeri diatas tingkat cedera. Mis.,
dan menghitung nyeri, mis., dada/punggung atau
lokasi, tipe nyeri, intensitas, kemungkinan sakit kepala dari
31
Intervensi Rasional
a. Kaji secara teratur fungsi a. Mengevaluasi keadaan secara
motorik (jika timbul suatu khusus (gangguan sensori-motorik
keadaan syok spinal/edema dapat bermacam-macam dan atau
yang berubah). Dengan tak jelas. Pada beberapa lokasi
menginstruksikan pasien untuk trauma mempengaruhitipe dan
melakukan gerakan seperti pemilihan intervensi.
32
Intervensi Rasional
a. Inspeksi seluruh area kulit, catat a. Kulit biasanya cenderung rusak
pengisian kapiler, adanya karena perubahan sirkulasi
kemerahan, pembengkakan, perifer, ketidakmampuan untuk
berikan perhatian khusus pada merasakan tekanan, immobilisasi,
daerah belakang kepala, kulit gangguan pengaturan suhu.
didaerah kaus kaki atau pada b. Meningkatkan sirkulasi dan
lekukan dimana kulit sering melindungi permukaan kulit,
tersentuh/tertekan. mengurangi terjadinya ulserasi.
b. Lakukan massase dan lubrikasi Pasien-pasien dengan
pada kulit dengan quadriplegia dan paraparese
losion/minyak . lindungi sendi memerlukan perlindungan
dengan menggunakan bantalan seumur hidupnya terhadap
busa, wool, matras egg crate kemungkinan terjadinya
pada daerah tumit/sikut, dekubitus yang dapat
34
Intervensi Rasional
a. Pertahankan jalan nafas; posisi a. Pasien dengan trauma servikal
kepala dalam posisi netral, bagian atas dan gangguan
tinggikan sedikit kepala tempat muntah/batuk akan membutuhkan
tidur jika dapat ditoleransi pasien; bantuan untuk mencegah
gunakan tambahan/beri jalan nafas aspirasi/mempertahankan jalan
buatan jika ada indikasi. nafas
b. Lakukan penghisapan bila perlu. b. Jika batuk tidak efektif,
Catat jumlah, jenis, dan penghisapan dibutuhkan untuk
karakteristik sekresi mengeluarkan sekret,
c. Kaji fungsi pernafasan dengan meningkatkan distribusi udara, dan
menginstruksikan pasien untuk mengurangi resiko infeksi
melakukan nafas dalam. Catat pernafasan.
adanya/tidak ada pernafasan c. Trauma pada C1-C2 menyebabkan
spontan, contoh pernafasan hilangnya fungsi pernafasan secara
labored, menggunakan otot menyeluruh. Trauma C4-5
aksesori. mengakibatkan hilangnya fungsi
35
hiperventilasi (PaO2
rendah/PaCO2 meningkat).
m. Metode yang akan dipilih
tergantung dari lokasi trauma,
keadaan insufisiensi pernafasan,
dan banyaknya fungsi otot
pernafasan yang sembuh setelah
fase syok spinal.
n. Mencegah sekret tertahan dan perlu
untuk memaksimalkan disfusi
udara dan mengurangi resiko
terjadinya pneumonia.
Kriteria Hasil:
- Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
- Mempertahankan keseimbangan masukan/haluaran dengan urine
jernih, bebas bau
- Mengungkapkan/mendemonstrasikan perilaku dan teknik untuk
mencegah retensi/infeksi urinarius.
Intervensi Rasional
a. Kaji pola berkemih, seperti a. Mengidentifikasi fungsi kandung
frekuensi dan jumlahnya. kemih (mis; pengosongan
Bandingkan haluaran urine dan kandung kemih, fungsi ginjal
masukan cairan. dan keseimbangan cairan.
b. Palpasi adanya distensi kandung b. Disfungsi kandung kemih
kemih dan observasi bervariasi, ketidakmampuan
pengeluaran urine. berhubungan dengan hilangnya
c. Anjurkan pasien untuk kontraksi kandung kemih untuk
minum/masukan cairan (2-4 merilekskan sfingter urinarius
l/hari) (retensi/refluks).
d. Mulailah latihan kandung kemih c. Membantu mempertahankan
jika diperlukan, contoh dengan fungsi ginjal, mencegah infeksi
pemberian cairan diantara dan pembentukan batu. Catatan:
beberapa jam, lakukan stimulasi cairan dibatasi hanya untuk
digital pada bagian tubuh yang beberapa saat selama fase awal
sensitif, kontraksi otot abdomen, kateterisasi intermitten.
manuver Crede. d. Waktu dan jenis latihan kandung
e. Observasi adanya urine seperti kemih tergantung pada tipe
awan atau berdarah, bau yangg trauma (UMN atau LMN).
tidak enak. Catatan: manuver crede harus
f. Bersihkan daerah perineum dan digunakan dengan hati-hati
37
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
Tn.J yang mengalami Spinal Cord Injury (CHF) di gedung Teratai Lantai 6
Selatan RSUP Fatmawati. Asuhan keperawatan dilakukan selama 3 hari, mulai
tanggal 9-11 april 2019, yang disusun berdasarkan tahapan proses keperawatan
meliputi: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
a. Pengkajian (Assessment)
1). Proses Asuhan Keperawatan dimulai dari pengkajian yang
dilakukan pada tanggal 8 April 2019. Ditahap pengkajian, penulis
mengumpulkan data melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan penunjang, dan dari rekam medis klien. Klien berinisial
Tn. J, laki-laki usia 52 tahun, beragama Islam, masuk RSUP
Fatmawati tanggal 6 April 2019 pukul 11.31 WIB dengan diagnosa
medis utama Spinal Cord Injury. Pada tanggal 22 maret 2019 klien
mengalami kecelakaan lalu lintas dengan menabrak angkutan umum
yang berhenti mendadak di depannya, pasien lalu dirujuk ke RS
POLRI dan di rawat selama 6 hari pasien dilakukan pemasangan neck
collar dan dilakukan pemeriksaan CT scan dan Rontgen Thorak,
seminggu kemudian pasien datang ke poli syaraf RS.Fatmawati untuk
kontrol karena pasien mengatakan obatnya sudah habis dan badannya
terasa nyeri. Namun, pihak poli syaraf merujuk Tn.J untuk
mendapatkan perawatan di ruang teratai Lantai 6 Selatan No. 226
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Pasien mengatakan obat
yang diberikan dari RS POLRI sudah habis dan pasien tidak mengingat
nama obat-obat yang diberikan.
38
39
Trombosit 278 ribu/ul, Eritrosit 4,22 juta/ul, VER 85,0 Fi, HER 39,0
Pg, KHER 34,1 g/dl, RDW 13,3 %, APTT 34,1 detik, PT 13,8 detik,
Kontrol PT 13,6 detik, INR 1,02, SGOT 22 u/l, SGPT 30 u/l, Albumin
3,30 g/dl. Dilakukan pemeriksaan diagnostik yaitu: CT-Scan servical
dengan kesan: spondilosis cervicalis VC5-6 , CT-Scan dengan kesan:
gambaran spondyloarthrosis dan spondylo vaco servivalis setinggi VC
4,5,6 kanan-kaki. dan pemeriksaan MRI dengan hasil: Retrolisthesis
minimal C4-5 dan C5-6 grade 1, Bulging asimetris discus invertebralis
C3-4, C7-Th.1, Protusio sentral discus invertebralis C6-7.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian kepada Tn. J yang dilakukan pada
tanggal 08 april 2019, penulis merumuskan 4 diagnosa keperawatan
utama dari 7 diagnosa yang ditemukan, yaitu:
Diagnosa pertama: nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik: trauma servikalis : Diagnosa tersebut didukung Data Subjektif:
Klien mengatakan merasa nyeri di daerah pinggang saat bergerak,
merasa kesemutan mulai dari area putting susu sampai ke jari-jari
kaki, dan merasa nyeri di jari-jari tangan, klien juga mengeluh sulit
tidur di malam hari. Data Objektif: Kesadaran Compos Mentis,
keadaan umum: sakit sedang tanda-tanda vital: TD: 110/70 mmHg, N:
84x/mnt, RR: 22x/mnt, S: 36,70C, klien tampak mengernyitkan dahi
pada saat melakukan pergerakan, frekuensi nadi meningkat setelah
melakukan aktivitas. Sebelumnya 84x/mnt menjadi 87x/mnt, skala
nyeri 3, nyeri seperti terasa ditekan, nyeri hilang timbul, biasanya 15-
20 menit, Hasil CT-scan : gambaran spondyloarthrosis dan spondylo
unco cervivalis setinggi 4,5,6 kanan-kiri, hasil CT-scan Servical
didapatkan gambaran: spondilosis cervicalis VC 5-6, klien mendapat
terapi obat: 1. Paracetamol 500 mg, Gabapentin 300 mg, Amitriptilin
25 mg.
42
3333 3333
4444 4444
C. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan perumusan prioritas diagnosa keperawatan yang telah
dilakukan pada tanggal 9 April 2019 penulis kemudian menyusun
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut, antara lain:
D. Implementasi Keperawatan
Setelah menyusun rencana tindakan penulisan lalu
mengimplementasikannya mulai tanggal 9 sampai 11 april 2019. Pada
tanggal 9 April 2019 dinas pagi implementasi yang telah dilakukan
oleh penulis adalah:
E. Evaluasi Keperawatan
Setelah mengimplementasikan rencana tindakan penulis melakukan
evaluasi, untuk evaluasi terakhir dilakukan pada tanggal 11 april 2019,
sebagai berikut:
4444 4444
3333 3333
BAB klien terlihat coklat dengan konsistensi lunak dan cair. Analisa:
masalah keperawatan belum teratasi. Planning: kaji pola makan klien,
anjurkan klien minum 2000 ml/hari, latih pola defekasi mandiri setiap
hari.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan bahasan mengenai “Asuhan Keperawatan
pada Tn. J yang Mengalami Spinal Cord Injury di IRNA Teratai Lantai 6 Selatan
RSUP Fatmawati”, yang telah dilaksanakan selama 3 hari pada tanggal 9 April
2019 - 11 April 2019. Pembahasan ini bertujuan untuk menganalisa kesenjangan
antara teori dengan kasus. Uraian pembahasan berikut disesuaikan berdasarkan
tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan. Pengkajian
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dan
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Tujuan untuk mengumpulkan informasi adalah membuat
data dasar sebagai dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu (Wong, dkk, 2009). Pengkajian terdiri
dari pengumpulan data subjektif dan objektif, sumber data didapatkan dari
klien, keluarga dan orang terdekat, anggota tim perawatan kesehatan,
catatan medis, dll (Potter dan Perry, 2009).
49
50
Menurut Tarwoto (2013) tanda dan gejala yang timbul pada pasien dengan
cedera medula spinalis yaitu: Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan,
dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter,
hilangnya sensasi nyeri, temperatur, tekanan dan propriosepsi, hilangnya
fungsi bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal dan refleks
autonom, perubahan refleks, setelah cedera medula spinalis sehingga
stimulus refleks juga terganggu misalnya refleks pada bladder, aktivitas
viseral, refleks ejakulasi, Spasme otot gangguan spasme otot terutama
terjadi pada trauma komplit transversal, dimana pasien terjadi
ketidakmampuan melakukan pergerakan, Spinal shock tanda dan gejala
spinal shock meliputi flacid paralisis. Analisa: Tn. J mengalami trauma
medula spinalis inkomplit, jadi tanda dan gejala yang timbul pada klien
yaitu gangguan eliminasi bowel dimana klien mengalami konstipasi
karena retensi feses dan harus dilakukan rangsangan dengan melakukan
teknik memasukan jari ke dalam anus atau istilah colok dubur. Jadi pasien
masih dapat melakukan pergerakan namun masih lemah dan pasien tidak
mengalami spasme otot, karena spasme otot hanya terjadi pada pasien
dengan cedera medula spinalis komplit. Menurut World Health
Organization berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering
muncul ialah: a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang
51
Menurut middendorp et all, 2011, Tingkat dan keparahan dari SCI (Spinal
Cord Injury) dapat ditentukan berdasarkan skala yang paling umum
digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan cedera yaitu Asia
Impairment Scale . tentukan tingkat sensorik dan motorik untuk sisi kanan
dan kiri tentukan tingkat neurologis cedera dan tentukan apakah cedera
tersebut lengkap atau tidak lengkap analisa: berdasarkan teori middendorp
dapat diklasifikasikan bahwa Tn. J berada pada skala D yaitu fungsi
motorik terganggu di bawah level, kekuatan otot-otot motorik utama> 3
karena kekuatan otot klien = 4, jadi termasuk dalam klasifikasi inkomplit.
MRI pula dengan kesan: Retrolisthesis minimal C4-5 dan C5-6 grade 1,
Bulging asimetris discus invertebralis C3-4, C7-Th-1, serta Protusio
sentral discus invertebralis C6-7. Dan terakhir dilakukan pemeriksaan
laboratorium hemoglobin: 12,2 g/dl, Hematokrit: 36%, leukosit: 14,1
ribu/ul, Trombosit: 278 ribu/ul, eritrosit: 4,22 juta/ul. Ureum darah: 32
mg/dl, kreatinin: 0,5 mg/dl, dan gula darah sewaktu: 55 mg/dl dan semua
hasil tersebut masih dalam batas normal. Menurut Baharudin (2016:448-
449) terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu: a. berikan
metilprednisolon 30 mg/kg BB, IV perlahan-lahan sampai 15 menit, 45
menit kemudian per infuse 5 mg/Kg BB selama 24 jam kortikosteroid
mencegah peroksidasi lipid dan peningkatan sekunder asam arakidonat b.
bila terjadi spasitas otot, berikan: diazepam 3x 5-10 mg/ hari dan bakloven
3x5 mg atau 3x 20 mg/hari c. Bila ada nyeri dapat diberikan antara lain:
Analgetika, Antidepresan: amitriptilin 3x10 mg/ hari, Antikolvusan:
gabapentin 3x300 mg/ hari d. bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf
otonom (tensi> 180/100 mmHg) pertimbangkan pemberian obat anti
hipertensi ( Bahrudin, 2016). Analisa: berdasarkan teori (Baharudin,2016)
terdapat kesinambungan antara teori tersebut dengan terapi obat yang
didapatkan Tn. J yaitu klien mendapat obat untuk nyeri berupa obat
racikan yang berupa: amitriptiline 2 x 25 mg, Gabapentin 2x300 mg, serta
paracetamol 2x500 mg maka antara teori baharudin dengan kondisi klien
terdapat kesinambungan.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberikan gambaran tentang masalah atau stautus
kesehatan klien baik aktual, potensial, yang ditetapkan berdasarkan
analisis dan interpretasi data hasil pengkajian (Asmadi, 2014). Diagnosis
keperawatan terdiri atas tiga komponen yaitu masalah, etiologi, dan tanda
gejala (Wong, dkk, 2009).
53
Diagnosa pada Tn. J diangkat sessuai data yang ada pada pasien. Mengacu
kepada SDKI (2016) , panulis mengangkat 4 diagnosa, antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma
servikalis)
Menurut SDKI (2016) nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Pengambilan
diagnosa ini didukung adanya data yang ditemukan pada klien berupa
Data subjektif: klien mengatakan merasa nyeri disertai kesemutan mulai
dari putting susu hingga ke jari-jari kaki, nyeri juga dirasakan di jari-jari
tangan hingga ke pergelangan tangan Data Objektif: skala nyeri:3, klien
terlihat mengernyitkan dahi pada saat melakukan pergerakan, frekuensi
nadi klien meningkat setelah melakukan aktivitas, sebelum melakukan
aktivitas yaitu 84x/mnt setelah melakukan aktivitas menjadi 87x/mnt,
klien juga mendapat obat antidepresan berupa amitriptilin 25 mg dan obat
antikonvulsan gabapentin 300 mg. Analisa: saat mengalami
degenerasi,diskus mulai menipis karena kemampuannya menyerap air
berkurang sehingga terjadi penurunan kandungan air dan matriks dalam
diskus menurun. Degenerasi yang terjadi pada diskus menyebabkan
fungsi diskus sebagai shock absorber menghilang, kemudian akan timbul
osteofit yang menyebabkan penekanan pada radiks, medulla spinalis dan
ligamen yang pada akhirnya timbul nyeri dan penurunan mobilitas/
jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun sehingga
tekanan selanjutnya akan diterima oleh facet joint. hal ini akan
menyebabkan terjadinya kompresi/penekanan pada isi foramen
invertevral ketika gerakan ekstensi sehingga timbul nyeri yang pada
akhirnya akan menyebabkan penurunan mobilitas/toleransi jaringan
terhadap suatu regangan yang diterima menurun (Irfan,2012). Klien
sebelumnya mengalami kecelakaan lalu lintas 2 minngu lalu. Penulis
54
yang terdapat pada SDKI (2016) dengan data-data yang terdapat pada
Tn.J
c. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan memberikan kesempatan kepada perawat , klien dan
keluarga untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah yang dialami oleh klien sesuai dengan kebutuhannya
berdasarkan pada diagnosa keperawatan (Asmadi, 2014). Perencanaan
merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Tahap pertama
dilakukannya perencanaan adalah penentuan prioritas masalah, perumusan
tujuan keperawatan dengan kriteria hasil yang ditargetkan atau diharapkan,
dan terakhir penetapan rencana keperawatan yang akan dilakukan (Potter
dan Perry, 2009).
kepala, kulit di daerah kaus kaki atau pada lekukan dimana kulit
sering tersentuh/tertekan, Lakukan massase dan lubrikasi pada kulit
dengan lotion/minyak. Lindugi sendi dengan menggunakan bantalan
busa pada daerah tumit/siku, Lakukan perubahan posisi sesering
mungkin di tempat tidur, Bersihkan dan keringkankulit khusunya
daerah-daerah dengan kelembaban tinggi seperti perineum, Jagalah
alat tenun tetap kering dan bebas dari lipatan-lipatan dan kotoran,
Anjurkan pasien untuk terus melakukan program latihan 7.Tinggikan
ekstremitas bawah secara periodik 8. Hindari atau batasi injeksi
dibawah lokasi trauma. Intervensi yang sudah disusun ialah: Inspeksi
seluruh area kulit, catat pengisian kapiler, adanya kemerahan,
pembengkakan. Berikan perhatian khusus pada daerah belakang
kepala, kulit di daerah kaus kaki atau pada lekukan dimana kulit
sering tersentuh/tertekan, Lakukan massase dan lubrikasi pada kulit
dengan lotion/minyak. Lindugi sendi dengan menggunakan bantalan
busa pada daerah tumit/siku, Lakukan perubahan posisi sesering
mungkin di tempat tidur, Bersihkan dan keringkankulit khusunya
daerah-daerah dengan kelembaban tinggi seperti perineum, Jagalah
alat tenun tetap kering dan bebas dari lipatan-lipatan dan kotoran,
Anjurkan pasien untuk terus melakukan program latihan, Tinggikan
ekstremitas bawah secara periodik. Rasional: Meningkatkan sirkulasi
dan melindungi permukaan kulit, mengurangi terjadinya ulserasi.
Pasien-pasien quadriplegia dan paraparese memerlukan parlindungan
seumur hidupnya terhadap kemungkinan terjadinya dekubitus yang
dapat menyebabkan nekrosis dan sepsis jaringan yang terus
berkembang. Analisa: terdapat kesinambungan antara intervensi pada
teori dengan intervensi yang dilakukan kepada Tn. J.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari
intervensi antara lain mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, menetap hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi tindakan kolaborasi (setiadi,
2012). Implementasi keperawatan merupakan rangkaian keperawatan
dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan setiap
tindakan yang telah dilakukan (Dinarti, dkk, 2013).
Implementasi yang telah dilakukan kepada Tn. J selama 2x24 jam pada
tanggal 9 April 2019 - 12 April 2019 sesuai dengan intervensi yang
telah disusun yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma
servikalis)
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan meliputi
implementasi keperawatan mandiri yaitu mengkaji skala nyeri,
intensitas, lokasi, serta karakteristik nyeri, memonitor tanda-tanda
vital klien, mengedukasi kepada klien tentang bagaimana
pelaksanaan manajemen nyeri untuk mengurangi rasa nyeri,
melakukan tindakan kolaboratif yaitu pemberian obat untuk
mengurangi nyeri yaitu paracetamol 500 mg, obat antidepresan
amitriptilin 25 mg, serta obat antikonvulsan gabapentin 300 mg.
63
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan
keputusan. Perawat mengumpulkan, menyortir, dan menganalisis
data untuk menetapkan apakah tujuan telah tercapai, rencana
memerlukan modifikasi atau alternatif baru yang harus
dipertimbangkan (Wong, dkk, 2009). Evaluasi keperawatan
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Nikmatur dan Saiful, 2012). Evaluasi untuk setiap
diagnosa meliputi data subjektif (S), data objektif (O), analisa
permasalahan (A), berdasarkan data subjektif dan objektif serta
perencanaan ulang (P) (Dinarti, dkk, 2013).
4444 4444
4444 4444
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan gambaran pelasanaan asuhan keperawatan pada
Tn. J yang mengalami Spinal Cord Injury dari pengkajian,
merumuskan diagnosa, menyusun intervensi, melakukan intervensi
dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan,
penulis dapat menyimpulkan bahwa:
68
69
B. Saran
1. Institusi pendidikan
Diharapkan agar menyediakan sumber kepustakaan terbaru dan
terlengkap seperti buku, maupun jurnal-jurnal kesehatan sehingga
memudahkan mahasiswa dalam mencari referensi untuk menerapkan
asuhan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan
cedera medulla spinalis.
2. Mahasiswa
71