kolaborator
Edukator
Peran perawat sebagai
Advokator
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan atau care provider harus
dilaksanakan secara komprehensif atau menyeluruh, dan tidak hanya berfokus pada
tindakan promotif tetapi juga pada tindakan preventif kuratif sampai rehabilitasi
(Mulyaningsih, 2016)
Konsep Dasar Stroke
Definisi Etiologi Menurut
Menurut World Health Black&Hawks (2014)
Organization (WHO) stroke
didefinisikan sebagai penyakit
yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah di otak yang
terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik baik lokal Emboli
maupun global yang berlangsung Thrombosis Hemoragik
selama 24 jam atau lebih yang serebri
serebri (perdarahan)
dapat menyebabkan kematian
(Muttaqin, 2011).
Pencegahan
• Kurangi atau hentikan merokok, rokok merupakan sumber
nikotin yang dapat menimbulkan plak pada pembuluh
darah sehingga dapat menghambat aliran darah
• Mengurangi kadar kolestrol, seperti halnya rokok, kolestrol
juga dapat menghambat aliran darah, menimbulkan
tekanan darah tinggi serta penyakit jantung koroner
• Hindari penggunan obat tertentu seperti aspirin dan obat
antiplatelet (Tarwoto, 2013).
• Menjalankan pola hidup sehat, seperti pola makan sehat
• Olahraga teratur
• Menjaga berat badan
• Mengendalikan stress (Wiadnyana, 2010)
Konsep Asuhan Keperawatan Stroke
Pengkajian Diagnosa keperawatan
menurut Mutaqqin Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan pada stroke
yaitu:
(2008): 1. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan
1. Identitas klien adanya infark lakunar, hiperkolestrolemia.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
2. Keluhan utama gangguan neuromuskuler, penurunan kekuatan otot,
gangguan sensori persepsi.
3. Riwayat 3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penyakit penurunan sirkulasi serebral, gangguan
sekarang neuromuskuler.
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan
4. Riwayat hipoksia serebral.
penyakit dahulu 5. Gangguan perawatan diri: ADL berhubungan dengan
defisit neuromuskuler, kelemahan.
5. Riwayat 6. Gangguan eliminasi urin: inkotinensia fungsional
penyakit berhungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi
kognitif, kerusakan komunikasi.
keluarga 7. Gangguan eliminasi bowel: konstipasi, diare
berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter,
6. Pemeriksaan kerusakan komunikasi, perubahan peristaltik,
fisik immobilisasi.
Intervensi keperawatan
Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan adanya infark lakunar, hiperkolestrolemia.
Tujuan: dalam waktu 3x24jam masalah risiko perfusi serebral tidak efektif tidak terjadi.
Kriteria hasil: pasien dapat mempertahanakan tingkat kesadaran, fungsi kognitif, sensorik dan
motorik, tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 110-130/70-90 mmHg, Nadi 60-
100x/menit, RR 16-20x/menit, S 36,5-37,5ºC), peningkatan TIK tidak ada (tidak ada keluhan
nyeri kepala, mual, kejang), GCS 15.
Intervensi:
• Observasi status neurologik setiap jam
• Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
• Observasi pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata.
• Observasi refleks kornea
• Observasi tanda-tanda vital
• Pertahankan pasien bedrest, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, atur waktu
istirahat dan aktivitas.
• Pertahankan kepala tempat tidur 30-45º dengan posisi leher tidak menekuk/fleksi.
• Monitor AGD, antara 35-45 mmHg dan >80 mmHg.
• Berikan terapi sesuai instruksi dokter seperti steroid, antibiotik, aminofel
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, penurunan kekuatan otot,
gangguan sensori persepsi.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil: mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
Mempertahankan keutuhan tubuh secara optimal seperti tidak adanya kontraktur, footdrop.
Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. Mempertahankan
integritas kulit.
Intervensi:
•Observasi kemampuan motorik.
•Ajarkan klien untuk melalukan ROM
•Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema, atau tanda lain gangguan sirkulasi.
•Ubah posisi minal 2 jam (telentang, miring).
• Hasil wawancara dengan keluarga klien didapatkan • Pada penelitian yang dilakukan ASEAN Neurological Association
Tn.I berumur 45 tahun. (ASNA) faktor umur mempengaruhi terjadinya stroke dimana
bertambahnya usia membuat resiko terjadinya stroke akan semakin
tinggi dikarenakan elastisitas pembuluh darah yang menurun
(Indrawati, 2009). Selain faktor umur, faktor jenis kelamin juga
mempengaruhi terjadinya stroke dimana pada laki-laki hormon
testosteron meningkatkan jumlah Low Density Lipoprotein (LDL)
(Gofir, 2009).
• Hasil wawancara selanjutnya dengan keluarga klien • Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
didapatkan klien memiliki riwayat hipertensi sejak ± pembuluh darah otak, sedangkan penyempitan pembuluh darah
3 tahun yang lalu dengan riwayat pemakaian obat dapat mengurangi suplai darah otak dan menyebabkan kematian sel-
Captopril untuk menurunkan tekanan darah tinggi. sel otak. Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh
Hasil pengkajian pada Tn. I didapatkan tekanan darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot
darah 160/100 mmHg. Dari data tersebut faktor polos sehingga mempercepat proses arterosklerosis, melalui efek
resiko pada Tn. I yaitu hipertensi penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang
berakibat pembentukan plak pada pembuluh darah semakin cepat
(Junaidi, 2011).
• Hasil pemeriksaan laboratorium pada Tn. I tanggal • Menurut Junaidi (2011) kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah
09 April 2018 jam 15.02 kadar Kolestrol LDL Direk di mana semakin tinggi kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun
klien 143 mg/dl normalnya <130 mg/dl. pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran
pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai
darah ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat)
yang akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang
kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah yang
akan menghambat aliran darah.
KASUS TEORI
• Sebelum masuk RS keluarga mengatakan • hal ini sesuai dengan literature Muttaqin (2008) yang
bahwa klien tidak mengalami penurunan menyatakan bahwa pasien stroke non hemoragik biasanya
kesadaran terjadi setelah lama istirahat, tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia, kesadaran umumnya baik.
• Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 09 April • Serangan awal stroke biasanya ditandai dengan adanya
2018, didapatkan hasil adanya hemiparese serangan neurologis berupa kelemahan atau kelumpuhan
pada ekstermitas kanan atas dan bawah, lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh (Irianto, 2014).
tidak ada gangguan saraf kranial dari I-XII, Hemiparase atau kelemahan dari satu bagian tubuh bisa
tidak adanya gangguan sensorik dan klien terjadi setelah stroke yang disebabkan oleh stroke arteri
mengalami gangguan sistem wicara: aphasia serebral anterior atau media yang mengakibatkan infark
motorik. pada bagian otak yang mengontrol gerakan saraf motoric
dari korteks bagian depan (Black & Hawks, 2009). Afasia
motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area Broca
yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini
pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak
KASUS TEORI
• Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien • Infark lacunar merupakan infark kecil dengan gangguan klinis murni
adalah CT Scan pada tanggal 06 April 2018 motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur (gangguan
didapatkan hasil Infark lakunar pada basal ganglia bahasa, artikulasi atau disatria, gangguan kesadaran) (Dewanto,
kiri dan sentrum semiovale kiri. Area hipoden pada 2009). Menurut Black & Hawks (2014) bangsal ganglia berfungsi
white matter lobus frontalis bilateral, DD/ sebagai pusat koordinasi yang penting, terutama untuk mengontrol
leukodystrophy. gerakan-gerakan yang ada kaitannya dengan gerakan otomatis. Lobus
frontal berfungsi sebagai aktifitas motorik, fungsi intektual, emosi,
dan fungsi fisik. Pada bagian frontal bagian kiri terdapat area Broca.
Yang berfungsi sebagai pusat motorik bahasa. Kerusakan area broca
dapat mengakibatkan afasia motorik yang ditandai dengan
ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan pikiran-pikiran yang
dapat dimengerti dalam bentuk bicara (Tarwoto, 2013).
• Klien mendapatkan terapi IVFD Nacl 0,9% 500 cc/12 • Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pasien stroke
jam: 14 tpm. Terapi obat Oral Captopril 25 mg/12 dalam pemberian terapi cairan penting karena untuk
jam, Clopidogrel 75 mg/24 jam, Asam Folat 1 tab/24 mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. Pemberian
jam, terapi obat Parental Citicolin 500 mg/12 jam. terapi obat untuk menghambat dan mencegah pembekuan darah
serta dapat mengendalikan tekanan darah sehingga tidak terjadi
peningkatan TIK oleh karena edema serebri (Setyopranoto, 2011).
• Klien medapatkan terapi Diet rendah garam 1700 • Menurut Martuti (2009) dalam penelitiannya menunjukan bahwa
kkal pasien stroke perlu membatasi asupan garam karena kandungan
mineral natrium (sodium) didalamnya memegang peranan penting
terhadap timbulnya hipertensi.
• Faktor pendukung: dalam pengkajian keperawatan ini yaitu terbinanya hubungan saling
percaya antara perawat, klien dan keluarga. Selain itu keluarga sangat kooperatif dan
pendokumentasian RS yang cukup lengkap sehingga membantu penulis dalam melengkapi data
pengkajian.
• Faktor penghambat: penulis tidak mengalami hambatan dalam melakukan pengkajian.
Diagnosa
KASUS TEORI
Risiko perfusi jaringan serebral tidak menurut SDKI (2017), 3 masalah utama untuk
efektif yang ditandai dengan infark pasien stroke adalah resiko perfusi serebral
lakunar tidak efektif, gangguan mobilitas fisik,
gangguan komunikasi verbal. Diagnosa yang
Gangguan mobilitas fisik ditemukan pada klien sesuai dengan
berhubungan dengan gangguan literature. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
neuromuskuler penetapan diagnosa utama pada pasien
stroke ditentukan berdasarkan kondisi pasien
Gangguan komunikasi verbal saat ditemukan yaitu risiko perfusi jaringan
berhubungan dengan gangguan serebral tidak efektif, gangguan mobilitas
fungsi bicara fisik, gangguan komunikasi verbal
• Faktor pendukung: dalam proses menegakkan diagnosa keperawatan tersedia beberapa sumber-
sumber atau literature yang memadai dan mudah didapatkan, baik dari anamnesa, observasi,
adanya pengkajian fisik lengkap maupun hasil pendokumentasian dari medical record klien dan
data pendukung seperti hasil lab, CT Scan, Rontgen Thorx dan EKG sehingga memudahkan penulis
dalam menegakkan diagnosa serta kooperatifnya klien dan keluarga dengan perawat ruangan dan
penulis.
• Faktor penghambat: penulis tidak mengalami hambatan dalam penentuan diagnosa
Intervensi
KASUS TEORI
• Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif yang • Intervensi keperawatan adalah tindakan yang disusun untuk
ditandai dengan infark lakunar salah satu intervensi membantu klien dalam mencapai hasil yang diharapkan (Doengoes,
yang direncanakan untuk mengatasi diagnosa 2012). Langkah-langkah dalam menentukan perencanaan
pertama adalah pertahankan kepala tempat tidur keperawatan yaitu: menentukan prioritas masalah, menentukan
30-450 dengan posisi leher tidak menekuk atau tujuan keperawatan, menetapkan kriteria hasil, dan merusmuskan
fleksi, posisi ini dapat meningkatkan aliran darah ke intervensi dan aktivitas keperaatan. Penulis menyusun asuhan
serebral dan memaksimalkan oksigen ke jaringan keperaatan berdasarkan kondisi klien saat itu. Intervensi yang disusun
sehingga meningkatkan perfusi jaringan serebral sesuai dengan SMART (Spesifik, Measurable, Achievable, Realistic,
(Sunarto, 2015). dan Time).