Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 7 Mei 2019

Manajemen Pastura Tempat Pengamatan : Laboratorium Lapang


Agrostologi

UJI KUALITAS SILASE


Rezeki Sirait
D24160075
Kelompok 1 (G2/Selasa Siang)

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan petenakan di indonesia khususnya ternak ruminansia sangat


ditentukan oleh penyediaan bahan pakan berupa hijauan berkualita tinggi yang
dapat mencukupi kebutuhan sepanjang tahun. Ketersediaan pakan yang terbatas
pada musim kemarau menjadi permasalahan yang dihadapi oleh peternak
disamping itu pakan yang dihasilkan berkualitas rendah sehingga terlihat pada
pertumbuhan ternak yang kurang memuaskan. Penyediaan hijauan pakan ternak
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan peternakan.
Permasalahan yang sering dihadapi pada pengadaan hijauan pakan adalah
kesulitan pengadaan hijauan makanan ternak akibat keterbatasan lahan akibat
belum adanya pengelolaan yang baik sehingga menyebabakan kualitas dan
kuantitas produksi rendah.Beberapa masalah yang sering timbul dalam
pengelolaan hijauan pakan ternak antara lain adanya fluktuasi hijauan pakan
ternak yang tajam sebagai akibat pergantian musim hujan dan musim kemarau.
Keterbatasan lahan memerlukan penanganan khusus yaitu dibutuhkan suatu
manajemen pengelolaan lahan agar ketersediaan pakan tetap tersedia sepanjang
musim.
Pembuatan silase sudah dikenal sejak lama terutama di daerah yang
mengalami musim dingin. Proses silase berguna untuk mengawetkan hijauan yang
banyak tersedia di musim semi atau panas dan kemudian silase dapat
dimanfaatkan sebagai makanan ternak pada musim dingin. Pembuatan silase juga
sangat bermanfaat untuk daerah-daerah yang bermusim kemarau cukup panjang.
Silase dibuat dalam suasana anaerob dan dengan tumbuhnya mikroorganisme
tertentu di dalamnya membuat pH silase menjadi rendah (asam) dan keadaan ini
membuat silase awet sampai beberapa bulan (Wina 2005).
Arinita (2010) menyatakan keunggulan pakan yang dibuat silase adalah
pakan awet (tahan lama), tidak memerlukan proses pengeringan, meminimalkan
kerusakan zat bahan pakan atau gizi akibat pemanasan serta mengandung asam-
asam organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi mikrobia. Tujuan
utama pembuatan silase adalah untuk mengawetan dan mengurangi kehilangan zat
makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa kekurangan hijauan.
Sumarsih dan Wina (2005) mengatakan tujuan pembuatan silase adalah
meningkatkan nilai gizi pakan, mengawetkan pakan dan mencegah agar tidak
banyak nilai gizi yang hilang.

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui secara langsung


pembuatan silase dan melakukan analisis terhadap ssilase yang dibuat, untuk
mengetahui kualitas silase berdaarkan indikator yang telah ditentukan, sehingga
dapat dibandingkan dengan literatur.
MATERI METODE

Materi

Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan silase yaitu timbangan


berfungsi untuk menimbang sampel hijauan pakan ternak yang dipotong,
ember/wadah untuk proses pembuatan silase, tali, plastik dan bahan-bahan yang
telah ditentukan sesuai dengan kelompok (hijauan, molases, EM4, dedak padi dan
jagung). Untuk uji kualitas silase alat yang diperlukan adalah timbangan dan ph
meter.

Metode

Silase dibuat dengan menggunakan bahan hijauan dan campuran bahan


lainnya sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Bahan yang akan dibuat
silase dipotong kecil-kecil (ukuran kira-kira 5 cm), kemudian dimasukkan ke
dalam ember sebagai wadah. Saat pemasukan bahan ke dalam ember diusahakan
dan dikondisikan anaerob dengan cara bahan dipadatkan atau ditekan sampai tidak
ada tempat bagi udara. Ember diisi sampai penuh dan ditimbang. Selanjutnya
dilakukan pemeraman silase selama satu minggu. Setelah satu minggu maka
dibuka, diamati dan diukur PH dan beratnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

nilai penjelasan Nila penjelasan penjelasan Nila penjelasan Nila


Nilai
indikator maks perlakuan i perlakuan perlakuan i perlakuan i
1 2 3 4
asam khas
Aroma 25 busuk 15 wangi 20,5 23 khas silase 20
silase
sedikit
Rasa 25 tawar 10 20,5 asam 20 asam 21
asam
hijau gelap hijau hijau hijau
warna 25 10 22 20 23
daun busuk kecoklatan kecoklatan kekuningan
kering, dan lembab dan kasar, agak
sentuhan 25 lembek 10 22 22 20
lembut lembut lembab
jumlah 100 45 85 85 84

pH 4,6 4,2 4,4 4,3


jamur % 19,9 7,32 4,91 4,28
nilai penjelasan Nila penjelasan penjelasan Nila penjelasan Nila
indikator Nilai
maks perlakuan i perlakuan perlakuan i perlakuan i

5 6 7 8

wangi,
bau khas
Aroma 25 asam segar 25 asam 24 tidak 22 20
fermentasi
menyengat
sedikit
Rasa 25 asam 24 asam manis 23 18 sedikit asam 18
asam
hijau hijau hijau hijau
warna 25 24 25 24 25
kekuningan kecoklatan kecoklatan kecoklatan

sedikit
lembab,
kasar,
sentuhan 25 tidak 22 24 lembut 20 kering 23
lembab
menggump
al

jumlah 100 85 96 84 86

pH 4.3 3,7 4
jamur % 0% 0,682 3,91 0
Keterangan:
1 : kontrol
2 : hijauan + EM4
3 : hijauan + jagung
4 : hijauan + EM4 + Jagung
5 : hijauan + dedak padi
6 : hijauan + EM4 + dedak padi
7 : hijauan +molases
8 : hijauan + molases +EM4

Metode pengawetan pakan yang telah umum dilakukan adalah dengan


membuat silase melalui suatu proses fermentasi dingin yang dikenal dengan
ensilase. Silase adalah hijauan pakan yang diawetkan dalam suatu tempat yang
kedap udara. Hijauan tersebut masih dalam keadaan segar dan dapat diberikan
pada ternak tanpa mengganggu proses pencernaan dan mempunyai nilai gizi yang
cukup tinggi. Prinsip pembuatan silase adalah menurunkan derajat keasaman (pH)
serendah mungkin, sehingga mikrobia yang bersifat patogen tidak tumbuh dan
dilakukan pada tempat anaerob, sedangkan Ridwan (2006) menyatakan, prinsip
pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh bakteri asam laktat secara
anaerob. Bakteri asam laktat akan menggunakan karbohidrat yang terlarut dalam
air (water soluble carbohydrate atau WSC) dan menghasilkan asam laktat. Asam
ini akan berperan dalam penurunan pH silase.
Tempat yang kedap udara untuk menyimpan atau mengawetkan hijauan
pakan disebut silo. Ensilase dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu susunan hijauan
dalam silo, jumlah udara yang masuk dalam silo, dan kandungan bakteri yang
berperan dalam ensilase. Ensilase selesai dalam waktu 3 sampai 4 minggu atau 30
hari tergantung dari jumlah bakteri dan laju fermentasi (Waluyo 2002). Prinsip
pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh bakteri yang menghasilkan asam
secara anaerob. Sebagian bakteri pada proses tersebut memecah selulosa dan
hemiselulosa menjadi gula sederhana. Sebagian lagi bakteri menggunakan gula
sederhana tersebut menjadi asam asetat, laktat atau butirat.
Proses fermentasi yang sempurna harus menghasilkan asam laktat sebagai
produk utamanya, karena asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai
pengawet pada silase yang akan menghindarkan hijauan dari kerusakan atau
serangan mikroorganisme pembusuk. Bagi ternak yang mengkonsumsi silase,
asam laktat yang terkandung dalam silase akan digunakan sebaga sumber energi.
Hal yang perlu diperhatikan pada proses fermentasi silase adalah mengupayakan
secepat mungkin produksi asam sehingga akan semakin sedikit kehilangan nutrien
yang terkandung pada hijauan yang dibuat silase, karena pada saat pembentukan
asam ini terjadi kehilangan BK hijauan.
Widyastuti (2008) menyatakan proses fermentasi silase memakan waktu
sedikitnya 21 hari untuk mencapai hasil yang optimal dan terbagi atas 6 tahapan
sebagai berikut : 1) fase pertama, respirasi aerobik baik hijauan maupun bakteri
aerob yang menempel pada hijauan berlangsung pada fase ini. Proses respirasi
yang terjadi pada fase ini menghasilkan air dan panas. Keadaan ini tidak
dikehendaki karena bakteri aerob menggunakan karbohidrat terlarut sehingga
akan terjadi persaingan dengan BAL (Bakteri Asam Laktat), karena BAL akan
bertanggung jawab untuk proses fermentasi anaerob selanjutnya. Peristiwa
penting yang terjadi adalah proteolisis atau pemecahan protein hijauan yang
mencapai sekitar 50%. Protein hijauan menjadi asam-asam amino, amoniak dan
amina. Aktivitas enzim yang bekerja pada proses proteolisis ini akan menurun dan
berhenti seiring dengan suasana yang mulai asam. Fase ini sedapat mungkin harus
dilalui secepatnya; 2) fase kedua, fase ini dimulai ketika semua oksigen sudah
habis dipakai oleh bakteri aerob. Bakteri asam asetat mulai tumbuh menggunakan
karbohidrat terlarut dan menghasilkan asam asetat yang berguna menekan kapang
dan kamir pada awal fermentasi. Bakteri asam asetat akan bertahan sampai pH
sekitar 5 dan setelah itu mulai menurun jumlahnya. Hal ini merupakan pertanda
berakhirnya fase kedua yang biasanya berlangsung antara 1 sampai 3 hari; 3) fase
ketiga, kehidupan bakteri asam asetat pada fase ini tidak sesuai lagi dengan
keadaan yang asam dan anaerob, maka jumlahnya mulai menurun dan digantikan
BAL yang mulai tumbuh dan menghasilkan asam laktat; 4) fase keempat, seiring
dengan pertumbuhan BAL yang meningkat, maka produksi asam laktat meningkat
pula pada fase ini. Asam laktat sangat diharapkan pada fermentasi silase untuk
menjamin preservasi hijauan yang efisien dan harus mencapai lebih dari 60% dari
total asam-asam organik yang diproduksi. Fase ini merupakan fase yang terlama
(4 sampai 21 hari) dalam proses fermentasi silase dan berlangsung terus sampai
kondisi asam benar-benar tercapai dan mampu menekan pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk. Hijauan sudah dalam keadaan diawetkan pada kondisi
tersebut; 5) fase kelima, fase ini lebih pada evaluasi keberhasilan pembuatan
silase. Pengamatan pH yang dicapai pada waktu pembuatan silase bukan satu-
satunya indikator kualitas silase atau tipe fermentasi yang terjadi. Adakalanya
hijauan dengan kadar air yang lebih dari 70% menghasilkan fermentasi yang
berbeda. Adanya pertumbuhan Clostridium sp. yang menghasilkan asam butirat
membuat kualitas silase yang dihasilkan berbeda; 6) fase keenam, fase ini sangat
penting untuk mempertahankan kualitas silase yang dihasilkan, karena pembukaan
silo (tempat pembuatan silase) akan menyebabkan terjadinya kontak dengan udara
yang memungkinkan pertumbuhan kapang dan khamir. Kondisi ini dapat
menyebakan kerusakan BK silase yang cukup tinggi. Sangat diperlukan strategi
untuk mempertahankan kondisi anaerob dan menghindari kerugian akibat
kerusakan silase.
Guna memproduksi silase yang baik, rumput sebaiknya dipanen pada fase
vegetatif dan tidak lebih dari fase generatif (fase berbunga). Kadar gula yang
rendah dan kadar air yang tinggi menyebabkan fermentasi dan perombakan
anaerob menjadi tidak memuaskan. Silase yang baik mempunyai ciri-ciri tekstur
tidak berubah, tidak menggumpal, warna hijau seperti daun direbus, rasa dan bau
asam, tidak ada asam butirat dan tidak ada lendir. Kriteria silase yang baik dengan
pH 4,5 atau kurang, kandungan asam laktat 3 sampai 13% dari bahan kering, tidak
ada jamur, warna seragam kecoklatan atau hijau layu, tidak berbau amonia dan
kandungan amonia rendah yaiitu 5% dari total nitrogen (Sumarsih dan Waluyo
2002).

SIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum manajemen pastura ini yaitu pada


pembuatan silase diperlukan sumber energi yang relatif tinggi untuk pertumbuhan
bakteri asam laktat yang ada pada silase. Sumber energi yang tinggi seperti jagung
dan molases memberikan hasil kualitas silase yang lebih baik dibandingkan
dengan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arinita. 2010. Padang Penggembalaan Tropis. Fakultas Peternakan. Palu


(ID): Universitas Tandulako
Bahar.2009. Perbaikan Padang Rumput Alam Dengan Introduksi Leguminosa
Dan Beberapa Cara Pengolahan Tanah. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner Vol. 4 No. 3 Th. 2009.
Damry.2009. Produksi Dan Kandungan Nutrien Hijauan Padang
Penggembalaan Alam Di Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso J.
Agroland 16 (4) : 296 – 300
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Pastura. Malang(ID): Djambatan
Guenther E. 1987. Rumput gajah. Jakarta(ID): UI Press.
Hadioetomo. 1982. Lahan Dasar dalam Praktik. Jakarta(ID): Gramedia
James et al. 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk pastura. Penerbit
Jakarta(ID):Erlangga.
Lekito. 2013. Produksi Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)yang Diberi
Pupuk N, P dan K dengan Dosis 0, 50 dan 100% pada Devoliasi Hari
ke-45. Sains Peternakan Vol. 11 No.1 hal: 49-55
Prayitno CH. 2008. Suplementasi Mikromineral pada Limbah Agroindustri yang
difermentasi Trichoderma viridae yang Ditinjau dari Konsentrasi VFA dan
N-NH3 Secara In Vitro. [Seminar]. Purwokerto (ID): Fakultas Peternakan,
Universitas Jenderal Soedirman.
Ridwan. 2006. Tropical animal feeding. A manual for research workers. FAO
Animal Production and Health Paper 126
Waluyo. 2002. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi
pakan. [Skripsi]. Bogor(ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Wina. 2005. Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia melalui Amoniasi Pakan
Serat Bermutu Rendah. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai