Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Steven Johnson merupakan sindrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium mata
gebital. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Steven Johnson tersebut disebabkan
oleh beberapa mikroorganisme virus dll.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita
dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal
berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven
dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi
alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-
14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat
pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu,
bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada
mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit.
Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka
kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena
Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom
tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri
sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri
penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan
Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Sindrom Steven Johnson?
2. Apa etiologi Sindrom Steven Johnson?
3. Bagaimana patofisiologi Sindrom Steven Johnson?
4. Apa saja manifestasi klinis Sindrom Steven Johnson?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang Sindrom Steven Johnson?
6. Apa saja penatalaksanaan medis Sindrom Steven Johnson?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Sindrom Steven Johnson?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian Sindrom Steven Johnson.
2. Mengetahui etiologi Sindrom Steven Johnson.
3. Mengetahui patofisiologi Sindrom Steven Johnson.
4. Mengetahui manifestasi klinis Sindrom Steven Johnson.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang Sindrom Steven Johnson.
6. Mengetahui penatalaksanaan medis Sindrom Steven Johnson.
7. Mengetahui konsep asuhan keperawatan Sindrom Steven Johnson.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Sindrom Steven Johnson


Sindrorn Stevens-Johnson (SSJ) ialah reaksi kulit dan mukosa akut dan berat
ditandai nekosis luas dan pengehpasan epiderrnis luas. ( Athuf Taha,2010 )
Sindrom Stevens-Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan tanda dan
gejala sistemik yang dari ringan sampai berat berupa lesi target dengan bentuk yang tidak
teratur, disertai makula, vesikel, bula dan purpura yang tersebar luas terutama pada rangka
tubuh, terjadi pengelupasan epidermis kurang lebih 10 % dari area permukaan tubuh, serta
melibatkan lebih dari satu membran mukosa. ( Karsenda y,2013)
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis.
Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan
membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama
yang diketahui adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan. (Amin Huda
Nurarif 2015).

Sindrom Steven Johnson adalah penyakit yang menimbulkan reaksi kulit dan mukosa
akut yang menyebabkan lapisan epidermis berpisah dengan lapisan dermis.

B. Etiologi Sindrom Steven Johnson


Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap
sebagai penyebab adalah:
1. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)
a. Penisilline dan semisentetiknya
b. Sthreptomicine
c. Sulfonamida
d. Tetrasiklin

3
e. Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol)
f. Klorpromazin
g. Karbamazepin
h. Tegretol
i. Jamu
2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
3. Neoplasma dan faktor endokrin
4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
5. Makanan

C. Klasifikasi Sindrom Steven Johnson


Terdapat 3 derajat klasifikasi Sindrom Stevens Johnsons :

1) Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%.
2) Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%.
3) Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%

D. Patofisiologi Sindrom Steven Johnson


Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitifitas yang diperantarai
oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan
keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang mampu menyebabkan
sindroma ini. Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik yang
dapat diidentifikasi.

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III
dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang
membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya
terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.

4
Reaksi Hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah
mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan
kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa
kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks
antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan
degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya
reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang
rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).

Reaksi Hipersensitif Tipe IV


Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin
atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang
bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan
waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

5
PATHWAY
FANTOR PENCETUS : Alergi Obat, makanan,

Infeksi, faktor fisik , penyakit kolagen vascular,


Neoplasma

Reaksi hipersensitif
Reaksi Hipersensitif
tipe III
tipe IV

Terbentuknya Mengaktifkan sel T


kompleks antigen dan
antibodi

Melepaskan Limfosit
dan sitotoksin
Terperangkap dalam
jaringan kapiler

Mengaktifkan
komplemen dan
degranulasi sel mast

Kerusakan jaringan
kapiler/ organ

6
Akumulasi Reaksi radang dan
neutrofil kerusakan organ

Kelainan kulit dan Kelainan selaput Kelainan mata


eritema ( lender orifisium( (konjungtivitis
demam,Vesikel,bula, kesulitan mata kabur )
erosi, purpura, nyeri ) menelan,lemah )

Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan integritas kulit b.d Inflamasi dermal dan epidermal
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan
menelan
3. Nyeri akut,demam b.d inflamasi pada kulit
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
5. Gangguan persepsi sensori : kurang penglihatan b.d
konjungtivitis

E. Manifestasi klinis Sindrom Steven Johnson


Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1.Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada
bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2.Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian
disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus
jarang (masing-masing 8% dan 4%).

7
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan
ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Di bibir
kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas
dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan.
Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3.Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen, perdarahan,
ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat
kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.

F. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Steven Johnson


1. Laboratorium
Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya
infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi
Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan
edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi
Dijumpai deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta
terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

G. Penatalaksanaan Medis Sindrom Steven Johnson


a. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh
harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan
digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

8
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat
harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis
teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi,
dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg
sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya
prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari
kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama
pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K,
Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan
KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk
mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik
seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk
dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
b. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80
mg.
c. Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar
atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat
menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow.
Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi
darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai
purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan
vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
d. Topikal :
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di
kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian Pada pasien dengan Sindrom Steven Jhonson meliputi :

1. Identitas pasien
a. Nama;
b. Jenis kelamin
c. Umur
d. Status perkawinan
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Pendidikan terakhir
h. Alamat.
2. Riwayat Kesehatan lalu :
a. Alergi obat dan makanan
b. Infeksi,
c. Sering terpapar sinar X
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pengobatan
6. Aktifitas sehari-hari
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
b. Selaput lender
c. Mata
8. Keadaan umum
a. Tanda-tanda Vital : suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pernafasan.
b. GCS

10
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d Inflamasi dermal dan epidermal
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada kulit
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
5. Gangguan persepsi sensori : kurang penglihatan b.d konjungtivitis

C. PERENCANAAN
1. Diagnosa I : Kerusakan integritas kulit b.d Inflamasi dermal dan epidermal
Goal :
Pasien akan menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh selama dalam
perawatan.
Objektif :

Dalam jangka waktu 3 x 24 jam Klien akan memperlihatkan kemajuan

penyembuhan,kelainan kulit dan selaput lender.

Intervensi :

1. Observasi kulit setiap hari,catat turgor,sirkulasi dan sensori serta perubahan


lainnya yang terjadi :
R/ Menentukan perubahan kulit pada status dapat dibandingkan dan melakukan
intervensi yang tepat.

2. Hindari memakai baju yang terlalu sempit


R/ Mengurangi resiko gesekan dan penurunan aliran darah

3. Jaga kebersihan alat tenun


R/ untuk mencegah infeksi

4. Pertahankan kulit pasien tetap bersih dan kering


R/ Untuk meningkatkan penyembuhan, dan mencegah infeksi.

5. Ubah posisi klien secara teratur, berikan penyangga atau alat pengurang
tekanan, bila di indikasikan

11
R/ Mengurangi gesekan dan resiko kerusakan kulit yang lebih lanjut pada
daerah yang sakit

6. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk membantu pasien dalam pengaturan


dietnya dan pantau efektifitasnya.
R/ Untuk mendukung penyembuhan jaringan dan mencegah
katabolisme,Keseimbangan nitrogen yang positif akan mendukung
penyembuhan luka

7. Kolaborasi dengan tim medis pemberian theraphy


R/ Mempercepat proses penyembuhan,mencegah infeksi lebih lanjut

2. Diagnosa II : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan
Goal :

Pasien akan mempertahankan nutrisi yang adekuat selama dalam perawatan.

Objektif :

Dalam jangka waktu 2 x 24 jam jumlah makanan yang dikonsumsi pasien dalam
sehari cukup,porsi makan dihabiskan.Tidak ada gangguan atau kesulitan menelan,
berat badan pasien meningkat.

Intervensi :

1. Kaji kemampuan klien untuk menelan


R/ Membantu menetapkan jenis makan yang bisa di berikan

2. Timbang berat badan pasien dengan menggunakan timbangan dan pakaian yang
sama
R/ Mendapatkan pembacaan yang akurat dan mengetahui efektifnya intervensi

3. Beri makan dalam porsi sedikit tapi sering


R/ Membantu mencegah distensi gaster,ketidak nyamanan

4. Beri makanan yang bentuk cair/ lunak


R/ Mempermudah dalam proses menelan
12
5. Hidangkan makanan dalam bentuk hangat
R/ Meningkatkan napsu makan

6. K/P kolaborasi untuk pemasanagn NGT

3. Diagnosa III : Nyeri akut, demam b.d inflamasi pada kulit


Goal :

Pasien akan mempertahankan keutuhan integritas kulit

Objektif :

Dalam jangka waktu 3 x 24 jam, Pasien memperlihatkan kemajuan penyembuhan


kulit ( tidak ada vesikel,bula,erosi pada kulit ) nyeri berkurang sampai hilang.

Intervensi :

1. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien


R/ Menentukan tindakan yang harus diberikan
2. Ukur tanda - tanda vital
R/ Mengetahui keadaan umum pasien.
3. Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1 sampai 10 untuk menjelaskan
tingkat nyerinya.( dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri paling berat )
R/ Memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri pasien.
4. Atur periode isterahat tanpa terganggu
R/ Meningkatkan tingkat energy yang penting untuk mengurangi nyeri
5. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman,dan gunakan bantal untuk
membebat atau menyokong daerah yang sakit
R/ Menurunkan ketegangan atau spasme otot,dan mendistribusikan kembali
tekanan pada bagian tubuh.
6. Pada saat nyeri pasien dapat ditoleransi, implementasikan teknik mengendalikan
nyeri alternative :
R/ tehnik non farmakologis pengurangan nyeri akan efektif bila nyeri pasien
berada pada tingkat yang dapat ditoleransi.

13
- Rencanakan aktivitas distraksi bersama pasien seperti : membaca,menonton,
mendengar music.
R/ membantu memfokuskan pada masalah yang tidak berhubungan dengan nyeri
- Lakukan tindakan kenyamanan untuk relaksasi seperti : memijat,mengatur posisi
dan relaksasi
R/ Mengurangi ketegangan atau spasme otot,membantu pasien memfokuskan
pada subjek pengurang nyeri.
7. Kolaborasi pemberian antipireutik
R/ mengurangi nyeri yang adekuat.
4. Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
Goal :

Pasien dapat meningkatkan toleransi aktivitas selama dalam perawatan.

Objektif :
Dalam jangka waktu 2 x 24 jam pasien akan menunjukkan toleransi terhadap
aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas
R/ Mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-
hari.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari dengan tingkat
ketebatasan yang dimiliki klien
R/ Tidak terjadi cedera
3. Jelaskan pentingnya pembatasan energy
R/ Energy penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien.
R/ Klien dapat dukungan psikologi dari keluarga
5. Diagnosa V : Gangguan persepsi sensori : kurang penglihatan b.d konjungtivitis
Goal :

Pasien akan mempertahankan mobilitas fisik dengan aman dan tidak terjadi cedera.

Objektif :

14
Dalam jangka waktu 2 x 24 jam pasien dapat mengidentifikasi factor-faktor yang
mengingatkan kemungkinan terhadap cedera,
Intervensi :
1. Kaji dan catat ketajaman penglihatan
R/ Menentukan kemampuan visual
2. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat atau tidak
R/ Memberikan keakuratan terhadap penglihatan dan perawatan
3. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan penglihatan
R/ Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan
4. Orientasikan terhadap lingkungan :
- Letakkan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkauan penglihatan klien
- Berikan pencahayaan yang cukup
- Letakkan alat-alat di tempat yang tepat
- Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar
- Hindari pencahayaan yang menyilaukan.
- Gunakan jam yang ada bunnyinya.
5. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien
R/ Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan penglihatan menurun.
6. Kolaborasi pemberian salep mata.
R/ Mempercepat proses penyembuhan

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada.

15
E. EVALUASI
Hasil yang diharapkan :

Diagnosa

1. Kulit pasien menjadi utuh dan tidak terjadi kerusakan integritas kulit
2. Nutrisi pasien terpenuhi.
3. Pasien menunjukkan nyeri berkurang sampai hilang
4. Pasien dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Pasien melakukan aktifitas fisik dengan dengan aman dan tidak terjadi cedera.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit yang menimbulkan reaksi kulit dan
mukosa akut yang menyebabkan lapisan epidermis berpisah dengan lapisan dermis.
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap
sebagai penyebab adalah alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti
piuretik), Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit),neoplasma dan
faktor endokrin,faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X),makanan.

B. Saran
Sindrom Stevens Johnson bisa menyerang semua usia, namun lebih sering terjadi
pada usia dewasa. Begitu pula dengan gender, laki-laki dan perempuan memiliki risiko
yang sama untuk terkena SSJ. Pencegahan yang terbaik adalah tidak mengonsumsi obat
sembarangan. Ada baiknya pasien memberitahukan kepada dokter jika memiliki alergi
terhadap suatu obat-obatan, makanan atau bahan-bahan kimia tertentu dan penyakit
yang pernah klien derita. Karena hal ini sangat penting bagi dokter agar bisa
menentukan dengan tepat jenis obat apa yang aman bagi pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

Thaha,Athuf. ( 2010 ). Nekrolisis Epidermal. Volume 3. 2973

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda (North American Nursing Diagnosis Association) Nic-Noc, Panduan
Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional Jilid 3. Yogyakarta : MediaAction

Y,Karsenda. ( 2013 ). Pemberian Kortikosteroid Pada Pasien Sindrom Stevenjohnson.


Medula, Volume 1, Nomor 3. 92

18

Anda mungkin juga menyukai