Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan gizi yang baik menjadi salah satu penunjang rumah sakit dalam

penilaian standar akreditasi untuk menjamin keselamatan pasien yang mengacu

pada The Joint Comission Internasional (JCI) for Hospital Accreditation. Hal ini

dapat terlaksana bila tersedia tenaga gizi yang profesional dalam memberikan

pelayanan gizi.(Kemenkes,2013)

Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan

keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, serta status

metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat mempengaruhi proses

penyembuhan penyakit. Berdasarkan mekanisme kerja, salah satu pelayanan gizi

rumah sakit adalah pelayanan gizi rawat inap. Pelayanan gizi rawat inap

merupakan serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai

dengan pengkajian data dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium

dan pemeriksaan lainnya sampai pada perencanaan terapi gizi atau diet serta

evaluasinya. (Almatsier, 2004)

Masalah gizi klinis adalah masalah yang ditinjau secara individu mengenai

apa yang terjadi dalam tubuh seseorang yang seharusnya ditanggulangi secara

individu. Adanya kecenderungan peningkatan penyakit yang terkait dengan gizi

nutrition related desease pada semua kelompok yang rentan dan ibu hamil, bayi,

anak, remaja, dewasa dan usia lanjut semakin dirasakan perlunya penanganan

khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk

1
mempertahankan status gizi optimal sehingga tidak terjadi kurang gizi untuk

mempercepat penyembuhan.(Kemenkes, 2013)

Salah satu penyakit yang memerlukan pelayanan gizi medis adalah

Decompensasi Cordis atau Gagal Jantung. Pada anak– anak yang menderita gagal

jantung sering terjadi gangguan tumbuh kembang dan berat badannya tidak mau

naik. Keadaan ini dapat disebabkan karena serangan sesak , gangguan absropsi

makanan karena penurunan perfusi darah ke usus dan infeksi yang menyertai

gagal jantung kongestif. (Widoyoko, 2011) Hal ini jika dibiarkan akan berdampak

pada status gizi pasien, sehingga perlu dilakukannya proses asuhan gizi terhadap

anak-anak dengan penyakit jantung agar tidak menimbulkan masalah pada

tumbuh kembang anak tersebut.

Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji studi kasus dengan

judul “Penatalaksanaan Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) pada Pasien dengan

Decompensasi Cordis di Ruang Rawat IPA Kelas III RSUP DR. M. Djamil

Padang tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah
Bagimanakah penatalaksanaan asuhan gizi terstandar pada pasien rawat inap

dengan penyakit Dekompensasi cordis?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui, memahami dan mampu melaksanakan kegiatan

penatalaksanaan asuhan gizi terstandar pada pasien rawat inap dengan

penyakit Dekompensasi cordis

2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu melaksanakan anamnesa gizi pasien
b. Mahasiswa mampu menentukan status gizi pasien
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa gizi pasien
2
d. Mahasiswa mampu menghitung kebutuhan zat gizi pasien
e. Mahasiswa mampu mempreskripsikan diet yang dijalankan pasien
f. Mahasiswa mampu memonitoring dan menilai perkembangan asupan

gizi pasien, status gizi pasien, pemeriksaan fisik dan klinis serta hasil

laboratorium pasien
D. Manfaat
1. Bagi Instalasi Gizi
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan mengenai penatalaksanaan diet

pada pasien dengan Gagal Jantung atau Dekompensasi Cordis sehingga

institusi lebih dapat memperhatikan permasalahan yang muncul pada

kasus tersebut serta cara penanggulangannya.


2. Bagi Pasien
Memberikan motivasi kepada pasien atau keluarga dalam usaha

penyembuhan penyakit dengan memberikan terapi diet, dan diharapkan

dapat menerapkan diet dengan baik di dalam maupun di luar rumah sakit

guna mencapai status gizi optimal.


3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu merencanakan dan melaksanakan terapi diet pasien

sesuai dengan data-data penyakit, memahami pelayanan gizi ruang rawat

inap di RSUP DR. M Djamil Padang, menambah keterampilan dan

wawasan dalam melakukan studi kasus dan dapat menerapkan ilmu yang

didapatkan selama dibangku kuliah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dekompensasi Cordis atau Gagal Jantung


Dekompensasi cordis atau gagal jantung didefinisikan sebagai suatu keadaan

yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pada stadium awal gagal jantung, berbagai

mekanisme kompensatoir dibangkitkan untuk mempertahankan fungsi metabolik

normal atau cadangan jantung. Ketika mekanisme ini menjadi tidak efektif,

akibatnya manifestasi klinisnya makin bertambah. (Behrman, 1996)

Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis

adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada

kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah

jantung (Caridiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru

dan bendungan di sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif

(kabo & karim,2002). Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung

untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan

oksigen dan nutrisi (smeltxer & Bare, 2001)

Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu

sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi

ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi

kemampuan kerja fisis atau effort intolerance, retensi cairan, dan memendeknya

4
umur hidup atau reduced longevity. Termasuk di dalam kedua batasan tersebut

adalah suatu spektrum fisiologi klinis yang luas, mulai dari cepat menurunnya

daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung yang luas, takiaritmia atau

bradikardia yang mendadak), sampai pada keadaan-keadaan di mana proses

terjadinya kelainan fungsi ini berjalan secara bertahap tetapi progresif (misalnya

pada pasien dengan kelainan jantung yang berupa pressure atau volume overload

dan hal ini terjadi akibat penyakit pada jantung itu sendiri, seperti hipertensi,

kelainan katup aorta atau mitral dan lainnya).

Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung

tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolik tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena

atau venous return ke jantung dalam keadaan normal.

B. Etiologi Dekompensasi Cordis atau Gagal Jantung


Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya Dekompensasi cordis

atau gagal jantung adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal,

beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang

meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel.

Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi

sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau

kardiomyopati. (Jaya, 2013)

Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah

gangguan pengisisan ventrikel atau stenosis katup atrioventrikuler, gangguan pada

pengisian dan ejeksi ventrikel atau perikarditis konstriktif dan temponade jantung.

Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada

5
setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di

dalam sarkomer atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Jaya, 2013)

C. Patofisiologi Dekompensasi Cordis atau Gagal Jantung


Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung

akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel

yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah

sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap

gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat :

1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik.


2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rennin angiotensin

aldosteron
3. Hipertrofi ventrikel.

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk

mempertahankan curah jantung.

Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya

tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka

kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup

pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik.

Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik merangang pengeluaran katekolamin

dari saraf saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan

kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi

vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi

volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah

metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat

dipertahankan. (Jaya, 2013)

6
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian

peristiwa :

1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus.


2. Pelepasan renin dari apparatus juksta glomerulus.
3. Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan

angiotensin I
4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi

miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah

sarkomer dalam sel-sel miokardium, tergantung dari jenis beban hemodinamik

yang mengakibatkan gagal jantung, sarkomer dapat bertambah secara paralel atau

serial. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta,

ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding. (Jaya, 2013)

D. Manifestasi Klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sistem vena atau sistem

pulmonal antara lain (Jaya, 2013) :

1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. Oliguri
5. Penurunan aktifitas GI
6. Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara

lain :

1. Dyppnea
2. Batuk
3. Orthopea
4. Reles paru
5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
1. Edema perifer
7
2. Distensi vena leher
3. Hati membesar
4. Peningkatan central venous pressure (CPV)
E. Komplikasi
Komplikasi dari Decompensasi cordis adalah: (Jaya, 2013)
1. Syok kardiogenik
2. Episode tromboemboli.
3. Efusi dan tamporiade pericardium
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut

dan guna mengkaji kompensasi seperti hipertropi ventrikel


2. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau

nekrotik pada penyakit jantung koroner


3. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan

pembesaran jantung
4. Esho-cardiogram, gated pool imaging, dan katerisasi arteri polmonal utuk

menyajikan data tentang fungsi jantung. (Jaya, 2013)


G. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko penyakit jantung : (Jaya, 2013)
1. Kebiasaan merokok
Yaitu bahwa rokok mengandung nikotin dan zat beracun yang berbahaya

dan dapat merusak fungsi jantung. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan

faktor resiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapnya kolesterol

pada pembuluh darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih

keras.
2. Hipertensi
Yaitu meningkatnya tekanan darah sistolik karena pembuluh darah tidak

elastis serta naiknya tekanan diastolic akibat penyempitan pembuluh darah

tersebut, aliran darah pada pembuluh koroner juga naik.


3. Obesitas
Yaitu penumpukan lemak tubuh, sehingga menyebabkan kerja jantung tida

normal dan menyebabkan kelainan.


4. Kolesterol tinggi

8
Yaitu mengendapnya kolesterol dalam pembuluh darah jantung koroner

menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh

menjadi lebih berat.


5. Diabetes Melitus
Karena kadar glukosa yang berlebih bisa menimbulkan penyakit yang agak

berat dan bersifat herediter.

6. Ketegangan jiwa/stres
Stres terjadi bias meningkatkan aliran darah dan penyempitan pada

pembuluh darah koroner.


7. Keturunan
8. Kurang makan sayur dan buah
H. Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan,

terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.


1. Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard.
2. Pengobatan infark jantung segera di triase serta pencegahan infark ulangan.
3. Pengobatan hipertensi yang agresif.
4. Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung.
5. Memerlukan pembahasan khusus.
6. Bila sudah ada disfungsi miokard upayakan eliminasi penyebab yang

mendasari. (Jaya, 2013)


I. Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif
1. Penatalaksanaan Medis
a. Obat golongan diuretik
b. Obat golongan ACE inhibitor
c. Obat golongan beta blocker
d. Golongan nitrat
e. Mengurangi atau menurunkan berat badan
f. Diet rendah garam
g. Pembatasan asupan cairan
h. Berolahraga
2. Penatalaksanaan Gizi
a. Tujuan Diet
1) Menunjang tumbuh kembang anak secara optimal dengan

memberikan makanan sesuai kebutuhan tanpa memberatkan kerja

jantung

9
2) Mengurangi retensi garam/air bila ada edema dan menurunkan

tekanan darah bila ada hipertensi


3) Menyiapkan pasien agar dalam kondisi baik untuk tindakan

operasi. (AsDi, 2009)


b. Syarat Diet
1) Kalori yang dibutuhkan tinggi untuk tumbuh kejar yaitu sebesar

120-160 kkal/kgBBaktual/hari, atau dihitung berdasarkan BB ideal

berdasarkan TB dikalikan kebutuhan energi sesuai RDA


2) Protein tinggi 10-15% dari total kalori atau 3-4g/kgBB/hari, protein

diperlukan untuk pembentukan otot jantung. Pada keadaan gagal

jantung, protein diberikan rendah 1-2g/kgBB/hari


3) Lemak <30% dari total kalori dan sebaiknya mengandung MCT

(Medium Chain Trygliceride), yang dapat langsung diserap di usus

halus. Pemberian lemak ini paling sedikit mengandung 4% asam

lemak esensial. MCT banyak didapatkan di dalam lemak nabati

(tumbuh-tumbuhan) seperti minyak kelapa, minyak jagung, minyak

kacang dan sebagainya.


4) Karbohidrat sebesar 35-55% dari total kalori , sebaiknya diberikan

karbohidrat yang mengandung glukosa polimer, oleh karena

mempunyai osmolaritas yang rendah dan menghasilkan kalori yang

lebih banyak. Glukosa polimer ini banyak terdapat pada tepung

beras, terigu, kentang, jagung, ubi, sagu, dan sebagainya.


5) Natrium (Na) 45-70 mg / kg berat badan / hari
6) Kalium (K), perlu penambahan suplemen kalium bila mendapat

pengobatan diuretik untuk menjaga keseimbangan K dan mencegah

hipokalemia
7) Cairan (bersifat individual) berdasarkan derajat kelainan jantung,

terapi diuretik, intoleransi dan kongesti cairan. Perlu pemantauan

ketat terhadap toleransi cairan yang diberikan, dengan cara

10
memantau balans cairan (masukkan dan keluaran) dan memeriksa

osmolaritas urin (antara 300-400 m0sm/L)


8) Multivitamin perlu diberikan sesuai kebutuhan untuk memenuhi

kebutuhan akan vitamin dan mineral akibat dari pengurangan

cairan dalan dietnya.


9) Serat diberikan cukup, jangan sampai kurang asupan serat untuk

memudahkan defekasi. (AsDi, 2009)


c. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
1) Diet jantung I
Diet jantung I diberikan kepada penyakit jantung akut seperti

myocard Infarct (MCI) atau dekompensasio Kordis berat. Diet

diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama bila

pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat rendah energi dan

semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya diberikan selama 1-3

hari.

2) Diet Jantung II
Diet jantung II diberikan dalam bentuk Makanan Lunak dan Biasa.

Diet diberikan sebagi perpindahan dari diet jantung I atau setelah

fase akut dapat diatasi. Jika disertai hipertensi atau edema

diberikan sebagai diet jantung II garam rendah. Diet ini rendah

energi, protein, kalsium dan tiamin.


3) Diet Jantung III
Diet jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa.

Diet diberikan sebagai perpindahan dari diet jantung II atau kepada

pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertau

hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai diet jantung III

rendah garam. Diet ini rendah energi dan kalsium, tetapi cukup zat

lain.
4) Diet Jantung IV

11
Diet jantung IV diberikan dalam bentuk makanan biasa. Diet
diberikan sebagi perpindahan dari diet jantung III atau kepada
pasien jantung dengan keadaan ringan. Jika disertai hipertensi
dan/atau edema, diberikan sebagai diet jantung IV rendah garam.
Diet ini cukup energi dan zat lain kecuali kalsium. (Instalasi Gizi
Perjan RSCM, 2013)

d. Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan


Tabel 2.1
Daftar Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Sumber karbohidrat Berat ditim atau disaring, Makanan yang mengandung
roti, mi, kentang, macaroni, gas atau alcohol, seperti ubi,
biskuit, tepung singkong, tape singkong
beras/terigu/sagu aren/sagu dan tape ketan
ambon, gula pasir, gula
merah, madu dan sirup.
Sumber protein hewani Daging sapi, ayam dengan Daging sapi dan ayam yang
lemak rendah, ikan, telur, berlemak, gajih, sosis, ham,
susu rendah lemak dalam hati, limpa, babat, otak,
jumlah yang telah kepiting, dan kerang-
ditentukan kerangan, keju dan susu
penuh
Sumber protein nabati Kacang-kacangan kering, Kacang-kacangan kering
seperti kacang kedelai dan yang mengandung lemak
hasil olahnya seperti tahu cukup tinggi seperti kacang
dan tempe tanah, kacang mete, dan
kacang bogor
Sayuran Sayuran yang tidak Semua sayuran yang
mengandung gas, seperti mengandung gas seperti
bayam, kangkung, kacang kol, kembang kol, lobak,
buncis, kacang panjang, sawi dan nangka muda
wortel, tomat, labu siam,
dan tauge
Buah-buahan Semua buah-buahan segar, Buah-buahan segar yang
seperti pisang, papaya, mengandung alcohol atau
jeruk, apel, melon, gas, seperti durian dan
semangka, dan sawo nangka matang

12
Lemak dan minyak Minyak jagung, minyak Minyak kelapa dan minyak
kedelai, margarin, mentega kelapa sawit, santan kental
dalam jumlah terbatas dan
tidak untuk menggoreng
tetapi untuk menumis,
kelapa atau santan encer
dalam jumlah terbatas
Minuman Teh encer, coklat dan sirup Teh/kopi kental, minuman
yang mengandung soda
Bumbu Semua bumbu selain bumbu Cabe rawit dan bumbu lain
tajam dalam jumlah terbatas yang tajam
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM, 2013

J. Penilaian Status Gizi pada Anak


Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu, atau perwujudan dari keadaan gizi dalam bentuk variabel tertentu. Dalam

menentukan status gizi perlu dilakukan penilaian status gizi. Penilaian status gizi

dapat dilakuakan melalui 2 cara yaitu: (Supariasa, 2001)

1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung


Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu: (Supariasa, 2001)


a. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketiakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini

terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh

seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. (Supariasa, 2001)
b. Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dilihat pada

jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata,

rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjer tiroid. (Supariasa, 2001)


c. Biokimia
13
Penilaian status gizi degan biokimia adalah pemeriksaan specimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah,

urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

(Supariasa, 2001)

d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status

gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dari jaringan. (Supariasa, 2001)

2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung


Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:

(Supariasa, 2001)
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsusmi makanan adalah metode penentuan status gizi secara

tidak langsung denga melihat jumlah zat gizi yang dikonsumsi.

(Supariasa, 2001)
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisi ata beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab

tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. (Supariasa,

2001)

c. Faktor Ekologi
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk

mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar

untuk melakukan program intervensi gizi. (Supariasa, 2001)

14
Dalam penilaian status gizi pada anak biasanya menggunakan grafik

pertumbuhan, grafik yang digunakan ialah grafik WHO 2006 dan grafik Center

for Disease Control (CDC) 2000. Dalam penentuan status gizi dilakukan

berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan

(TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006

untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5

tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai

keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000. Subjek penelitian pada WHO

2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk

pertumbuhan optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan

grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik

BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981. (IDAI,

2011)

Tabel 2.2
Kriteria Status Gizi dengan Grafik CDC 2000 Menurut Waterlow
Kriteria Nilai
Obesitas > 120%
Overweight 110 – 120%
Gizi Baik 90 – 110%
Gizi Kurang 70 – 90%
Buruk < 70%
Sumber : Rati, 2012

Cara penggunaan grafik CDC (Center for Disease Control) 2000:

(Rumapea,2014)

1. Tentukan terlebih dahlu umur anak dalam bulan, jika umur anak > 16 hari

maka dibulatkan menjadi 1 bulan.


2. Pakai grafik CDC 2000 sesuai usia (kelahiran hingga 6 bulan atau 2

hingga 20 tahun) dan jenis kelaminnya (perempuan atau laki-laki).

15
3. Pada grafik CDC 2000, lihat sumbu vertikal atas panjang/tinggi badan,

sesuaikan angka panjang/tinggi badan yang di ukur dan diberi tanda

silang, kemudian tarik garis putus-putus horizontal ke kanan atau ke kiri

menuju garis persentil 50 pada grafik panjang/tinggi badan dan diberi

tanda titik.
4. Dari tanda titik pada garis persentil 50 grafik panjang/tinggi lanjutkan

gairs putus-putus vertikal kebawah menuju garis persentil 50 pada grafik

berat badan dan beri tanda titik.


5. Kemudian dari tanda titik dari garis persentil 50 grafik berat badan

lanjutkan penarikan garis putus-putus secara horizontal ke kanan atau ke

kiri menuju sumbu vertikal bawah berat badan dan beri tanda silang.
6. Baca sekala berat badan seharusnya pada sumbu vertikal bawah berat

badan.
7. Tentukan median berat badan/tinggi badan dalam persentil dengan rumus:

16
BAB III
GAMBARAN UMUM PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama :Z

No. Medical Record : 93.78.81

Ruang Inap : IPA Kronis Kelas III

Tanggal lahir : 13 September 2005

Umur : 10 tahun 5 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Suku : Minang

Alamat : Payakumbuh

Tanggal masuk : 15 Februari 2016

Tanggal pengamatan : 2 Maret 2016

B. Data Subjektif
1. Riwayat Gizi
a. Riwayat Gizi Dahulu

Pasien biasanya makan 2-3 kali sehari. Pasien jarang makan pagi di

rumah, karena itu ibu pasien sering membuatkan Energene rasa kacang

hijau sebagai asupan makan pasien setiap paginya. Di sekolah, pasien

sering membeli makanan di warung sekolah seperti nasi goreng saat

istirahat. Sehabis pulang sekolah pasien sering membeli makanan ringan di

sekitar rumah.

17
Saat di rumah, setiap makan, pasien biasanya dapat menghabiskan nasi

sebanyak 3 sendok nasi (150 gram) dengan 1 potong lauk hewani, ½

potong lauk nabati dan satu sendok makan (10-15 gram) sayur. Pasien

kurang suka makan sayur. Ibu pasien sering membuatkan lauk hewani

berupa daging ayam, ikan nila dan ikan teri yang diolah dengan cara

digoreng dan ditambahkan cabe merah. Biasanya, ditambahkan tahu atau

tempe yang dicampurkan ke dalam lauk hewani. Kebiasaan

mengkonsumsi lauk yang digoreng dan ditambahkan cabe membuat pasien

tidak mau makan jika tidak ada cabe pada makanannya. Pasien makan

buah 2 kali dalam seminggu. Buah yang sering dikonsumsi pasien adalah

jeruk manis. Untuk konsumsi cairan pasien di rumah cukup baik. Pasien

biasanya mengkonsumsi air putih sebanyak 6-8 gelas sehari.

b. Riwayat Gizi Sekarang

Pada saat pengamatan, kebiasaan makan pasien di rumah sakit kurang

baik karena pasien tidak menghabiskan makanan dari rumah sakit dan

hanya dapat menghabiskan 50% nasi, 20% lauk hewani, 50% lauk nabati

dan 10% sayuran serta 1 porsi buah dari makanan yang diberikan. Hal ini

dikarenakan pasien kurang tertarik terhadap makanan yang diberikan,

selain itu kebiasaan makan pasien di rumah yang selalu tersedianya cabe

pada makanan pasien membuat kurangnya selera makan pasien.

Selain diberikan makanan biasa, pasien juga dapat mendapatkan

makanan cair 4x250 cc dari rumah sakit yang terdiri dari 20 gram susu

skim dan 20 gram gula pasir untuk setiap 250 cc. Dari makanan cair yang

diberikan, pasien hanya mampu menghabiskan 2-3 x 250 cc saja. Hal ini

18
dikarenakan kurangnya informasi kepada keluarga pasien dan pasien

mengenai jadwal pemberian dan tujuan pemberian makanan cair yang

diberikan tersebut, sehingga makanan cair diberikan ketika pasien merasa

ingin saja. Konsumsi cairan pasien di rumah sakit sudah baik. Biasanya

pasien dapat menghabiskan 10 gelas dalam sehari.

2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat mimisan setiap kali demam semenjak 1 bulan

terakhir. Pasien menderita penyakit jantung rematik sejak tahun 2011

melalui diagnosis dokter di RSUD Payakumbuh. Pasien menderita RHD +

Epistaksis dan anemia 2 bulan lalu melalui diagnosis dokter di RSUD

Payakumbuh.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien sering batuk sejak ± 2 bulan terakhir, berdahak, tidak disertai

dengan pilek. Sesak napas sejak ± 2 bulan terkahir, sesak napas

dipengaruhi oleh aktifitas, sesak napas bertambah sejak 1 bulan yang lalu

sehingga menyebabkan pasien tidak mampu bersekolah lagi. Semakin

bertambah sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan

menyebabkan pasien tidak mampu lagi pergi ke toilet yang berada di

belakang rumah. Demam sejak ± 1 bulan terakhir, tidak tinggi, hilang

timbul. Pasien tampak pucat sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti yang diderita

pasien saat ini.

3. Riwayat Sosial Ekonomi, Budaya

19
Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Pasien telah

mendapat imunisasi dasar lengkap saat ia balita. Saat ini pasien seorang

pelajar sekolah dasar di Payakumbuh. Ibu pasien bernama M berumur 32

tahun berpendidikan terakhir SMP bekerja sebagai ibu rumah tangga,

sedangkan ayah pasien bernama S berumur 44 tahun berpendidikan

terakhir SMP bekerja sebagai petani dengan penghasilan

Rp1.500.000,-/bulan.
C. Data Objektif
1. Antropometri
Umur : 10 tahun 5 bulan
Berat Badan : 24 kg
Tinggi Badan: 137 cm
Berat Ideal : 31 kg
BB/U : 24/33 x 100% = 72,7 %
TB/U : 137/140,5 x 100% = 97,5 %
BB/TB : 24/31 x 100% = 77,42 %

2. Hasil Pemeriksaan Klinik

Tabel 3.1
Penilaian Pemeriksaan Klinis

Hasil Kajian Nilai/Keadaan


No. Pemeriksaan Keterangan
Awal Normal
1. Kesadaran Sadar Sadar Normal
2. Tekanan Darah 90/60 mmHg 120/80 mmHg Rendah
3. Suhu 36,5 °C 36°C -37°C Normal
4. Nadi 120/menit 60- 80/menit Cepat
5. Pernafasan 34/ menit 20-22/ menit Cepat
Sumber: Rekam Medis Pasien

3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 3.2
20
Penilaian Pemeriksaan Laboratorium

No. Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Rujukan Penilaian

Minggu, 21 Februari 2016

1. Hemoglobin 10 gr/dl 14-18 gr/dl Rendah

2. Leukosit 22.300/mm3 5.000- Tinggi


10.000/mm3

3. Hematokrit 31 % 40-48 % Rendah

4. Trombosit 123.000/mm3 100 ribu-400 Normal


ribu/mm3

Senin, 22 Februari 2016

5. Total Protein 7,4 gr/dl 6,6-8,7 gr/dl Normal

6. Albumin 3,7 gr/dl 3,8-5,0 gr/dl Rendah, namun


mendekati normal

7. Globulin 3,7 gr/dl 1,3-2,7 gr/dl Tinggi

Laboratorium Khusus

8. MCV 77,63 fl 76-96 fl Normal

9. MCH 23,9 pg 27-32 pg Rendah

10. MCHC 30,8 % 32-37 % Rendah


Sumber: Rekam Medis Pasien

D. Diagnosa
1. Diagnosa Medis
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, klinik dan laboratorium pasien
di diagnosa mengalami Dekompensasi Cordis Fungsional Kelas III ec
Penyakit Jantung Rematik.
2. Diagnosa Gizi
a. Domain Intake
NI 2.1 Asupan energi, protein dan karbohidrat tidak adekuat

berkaitan dengan pola makan yang tidak baik ditandai dengan asupan

21
makan pasien sebelum masuk rumah sakit yaitu energi 77,4%, protein

69,6% dan karbohidrat 67,32%


NI 5.6.2  Kelebihan asupan lemak berkaitan pasien sering

mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak ditandai dengan

asupan lemak sebelum masuk rumah sakit 122%


b. Domain Klinis
NC 3.1  Berat badan kurang/Underweight berkaitan dengan asupan

makan kurang dan pola makan kurang baik ditandai dengan BB/TB

77,4% dan BB/U 72,7%.


c. Domain Behavior
NB 1.1  Kurangnya pengetahuan terkait makanan dan zat gizi

berkaitan dengan pasien belum mendapat/memahani informasi yang

lengkap tentang gizi ditandai dengan asupan makan pasien sebelum

masuk rumah sakit yaitu energi 77,4%, protein 69,6% , lemak 122%

dan karbohidrat 67,32%


E. Intervensi Asuhan Gizi
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan sesuai kebutuhan pasien tanpa memberatkan

kerja jantung
b. Menaikkan berat badan pasien guna mencapai status gizi normal
c. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga terkait makanan dan

zat gizi yang dibutuhkan pasien


2. Prinsip dan Syarat Diet
a. Prinsip :
1) Energi yang dibutuhkan dihitung berdasarkan BB ideal berdasarkan

TB dikalikan kebutuhan energi sesuai RDA yaitu 1.550 kkal


2) Protein tinggi 15% dari 1.600 kkal yaitu 58 gram
3) Lemak 25% dari 1.600 kkal yaitu 34 gram
4) Karbohidrat sebesar 65% dari 1.600 kkal yaitu 251,8 gram
b. Syarat Diet :
1) Natrium (Na) 50 mg / kg berat badan / hari yaitu 1.200 mg/hari
2) Kalium (K) 4.500 mg/hari
3) Cairan cukup, ± 2 liter/hari
4) Serat cukup, 28 gram/hari

22
5) Makanan yang diberikan tidak menggunakan cabe dan bumbu yang

merangsang
6) Makanan diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak

memberatkan kerja jantung


3. Preskripsi Diet
Jenis Diet : Diet Jantung
Bentuk makanan : Makanan biasa dan makanan cair
Cara pemberian : Oral
Frekuensi : 3x makanan utama dan 3x makanan cair

Cara Pemesanan : MB DJ 1.000 kkal + MC 3x200 cc

4. Perhitungan Kebutuhan Gizi


Energi = 50 kkal x Berat badan ideal
Energi = 50 kkal x 31 kg

= 1.550 kkal

Protein = 15% x Energi

= 15% x 1.550 kkal

= 232,5 kkal : 4

= 58,125 gram

Lemak = 20% x Energi

= 20% x 1.550 kkal

= 310 kkal : 9

= 34,4 gram

Karohidrat = Energi Total – (Protein + Lemak)

= 1.550 kkal – (232,5 kkal + 310 kkal)

= 1.550 kkal – 542,5 kkal

= 1.007,5 kkal :4

= 251,875 gram

23
5. Perencanaan Menu
Perencanaan menu untuk pasien direncanakan dengan pemberian 3 kali

makanan utama terdiri dari makan pagi, makan siang dan makan sore serta

3 kali makanan cair 3x200 cc pada pukul 10.00, 15.00, dan 21.00. Untuk

makan pagi terdiri dari 150 gram nasi, 40 gram ikan/penukar lauk hewani,

50 gram sayuran dan 110 gram pepaya/penukar buah. Pada pukul 10.00

pasien mendapatkan makanan cair 200 cc berupa susu yang terdiri dari

susu bubuk fullcream 20 gram dan gula pasir 25 gram. Pada makan siang

terdiri dari 150 gram nasi, 40 gram ikan/penukar lauk hewani, 25 gram

tempe/penukar lauk nabati, 50 gram sayuran dan 110 gram pepaya/penukar

buah. Pada pukul 15.00 pasien mendapat makanan cair 200 cc kembali

berupa susu dengan komposisi yang sama dengan pemberian pada pukul

10.00. Makan sore terdiri dari 150 gram nasi, 40 gram ikan/penukar lauk

hewani, 25 gram tempe/penukar lauk nabati, 50 gram sayuran dan 110

gram pepaya/penukar buah. Sedangkan untuk pukul 21.00 diberikan

makanan cair 200 cc kembali berupa susu dengan komposisi yang sama

dengan pemberian pada pukul 10.00 dan 15.00.

Menu yang disusun disesuaikan dengan bahan yang ada di Instalasi

Gizi pada hari pengolahan. Menu yang disusun sesuai dengan prinsip dan

syarat diet penyakit jantung. Perencanaan menu dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 3.3
Perencanaan Menu
Waktu Menu
Pagi Nasi Putih
07.30 wib Sup Daging
Tumis Wortel
Pepaya
24
10.00 wib Susu Fullcream
Siang Nasi Putih
12.00 wib Ayam Panggang Bumbu Kecap
Pepes Tahu
Bening Bayam
Pisang Ambon
15.00 wib Susu Fullcream
Sore Nasi Putih
16.30 wib Ikan Gulai Masin
Tempe Kukus
Tumis toge
Jeruk Manis
21.00 wib Susu Fullcream

6. Penerangan dan Konsultasi Gizi


Kegiatan penerangan dilakukan setiap kali pengamatan makan pasien

untuk mengubah presepsi dan membangkitkan semangat pasien untuk

melaksanakan diet agar tercapai kesehatan yang optimal bagi pasien.

Konseling dilakukan pada hari kedua studi kasus yaitu tanggal 4 Maret

2016. Kegiatan konseling yang dilakukan mencakup :

Sasaran : Pasien dan keluarga

Metode : Konseling

Media : Leaflet

Materi :

- Menjelaskan tujuan diet yang dijalani pasien


- Memberikan informasi tentang diet pasien meliputi

pola makan, porsi makan, dan jenis bahan makanan

yang boleh dan tidak boleh sesuai dengan prinsip dan

syarat diet
- Menjelaskan penggunaan bahan makanan penukar

Tempat: Ruangan rawat inap pasien di IPA Kronis Kelas III

Waktu : ± 45 menit
25
7. Monitoring dan Evaluasi
Tabel 3.4
Indikator Monitoring dan Evaluasi

Indikator Monitoring Evaluasi Target


Terpenuhi/Tidak
Asupan Zat Gizi Setiap Hari 100%
Terpenuhi
 Awal
pengamatan
Status Gizi Normal/Kurang/Lebih Normal
 Akhir
pengamatan
Data Klinis Setiap Hari Normal/Tidak Normal Normal
 Awal Pengamatan
Data Laboratorium Rendah/Normal/Tinggi Normal
 Akhir Pengamatan

a. Asupan Zat Gizi


Monitoring dan evaluasi asupan energi dan zat gizi dilakukan selama

pengamatan 3 hari (3 Maret 2016 – 5 Maret 2016) berturut- turut

untuk melihat daya terima dan kepatuhan pasien terhadap diet yang

diberikan.
b. Status Gizi
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengukuran berat badan

pada awal pengamatan dan pengukuran akhir pengamatan dan

membandingkan hasil kedua pengukuran untuk melihat perubahan

berat badan pasien.


c. Data Klinis
Memonitoring dan mengevaluasi terhadap hasil pemeriksaan klinis

dilakukan dari awal studi kasus hingga akhir studi kasus untuk melihat

perkembangan penyakit pada pasien.


d. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Memonitoring dan mengevaluasi terhadap hasil pemeriksaan

laboratorium diperoleh dari buku rekam medik pasien yang bertujuan

untuk melihat perkembangan penyakit dari awal pengamatan sampai

akhir pengamatan.

26
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Anamnesa Gizi
1. Asupan Sebelum Masuk Rumah Sakit
Anamnesa asupan pasien sebelum masuk rumah sakit dilakukan melalui
wawancara food recall 1x24 jam. Berdasarkan hasil wawancara tersebut
didapatkan gambaran asupan pasien pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Penilaian Asupan Sebelum Masuk Rumah Sakit
Hasil Food % Pemenuhan
Asupan Kebutuhan
Recall Kebutuhan
Energi 1.285,02 kkal 1.659,21 kkal 77,4%
Protein 42,7 gram 62,22 gram 69,6%
Lemak 45 gram 36,87 gram 122%

Karbohidrat 181,5 gram 269,62 gram 67,32%

Berdasarkan tabel di atas, asupan energi, protein dan lemak pasien

belum mencukupi kebutuhan. Hal ini dikarenakan kebiasaan makan pasien

hanya dua kali sehari dan hanya dapat menghabiskan nasi sebanyak 3

sendok nasi dengan 1 potong lauk hewani, ½ potong lauk nabati dan satu

sendok makan (10-15 gram) sayur setiap satu kali makan. Sedangkan

untuk konsumsi lemak pasien melebihi dari kebutuhan dikarenakan

kebiasaan makan pasien yang suka mengkonsumsi makanan yang

digoreng.

B. Monitoring dan Evaluasi

1. Perkembangan Status Gizi

Pengukuran berat badan pada pasien dilakukan pada awal pengamatan dan

akhir pengamatan yang berguna untuk menentukan status gizi pasien. Untuk

pengukuran berat badan menggunakan bad room scale dengan ketelitian 1 kg.

28
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengukuran berat badan diawal

pengamatan dan pengukuran diakhir pengamatan kemudian membandingkan

hasil kedua pengukuran tersebut untuk melihat perubahan berat badan pasien.

Perkembangan status gizi pasien dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2
Penilaian Perkembangan Status Gizi Pasien
Berat Badan Tinggi %
Pengamatan (kg) Badan BB/TB
(cm)
Awal Pengamatan 24 137 77,4%
(2 Maret 2016)
Akhir Studi kasus 24 137 77,4%
(5 Maret 2016)
Akhir 24 137 77,4%
Pengamatan
(9 Maret 2016)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadinya kenaikan

berat badan pasien selama studi kasus, hal ini dikarenakan akibat kondisi

pasien dan penyakit yang diderita pasien.

2. Perkembangan Klinis Pasien

Monitoring dan evaluasi hasil pemeriksaan klinis dilakukan selama studi

kasus untuk melihat perkembangan penyakit pasien. Hasil penilaian dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3
Penilaian Perkembangan Klinis
Pengamatan
Awal 3 Maret 4 Maret 5 Maret
Pengkajian 206 2016 2016
Pemeriksaan
Kesadaran Sadar Sadar Sadar Sadar
Suhu Tubuh 36,5°C 36,90C 36,20C 36,60C
Nadi 120 kali 93 94 92
/menit kali/menit kali/menit kali/menit
Pernapasan 34 kali / 19 21 22
menit kali/menit kali/menit kali/menit
Tekanan Darah 100/60 90/60 90/60 100/60

29
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa perkembangan dan

perubahan klinis pasien ialah adanya perubahan tekanan darah pada

tanggal 5 Maret 2016, walaupun pada tanggal 3 Maret 2016 pasien

mengalami penurunan tekanan darah. Walaupun demikian, tekanan darah

pasien pada hari pengamatan belum mencapai nilai normalnnya yaitu

120/80 mmHg.

Selain itu nadi pasien sudah normal, dilihat dari tabel di atas adanya

kenaikan nadi dari 19 kali/menit pada awal studi kasus menjadi 22

kali/menit. Dari segi kesadaran, pasien selama studi kasus selalu dalam

keadaan sadar dan dapat merespon terhadap semua pertanyaan yang

ditanyakan.

3. Perkembangan Nilai Laboratorium Pasien


Memonitoring dan mengevaluasi terhadap hasil pemeriksaan

laboratorium diperoleh dari buku rekam medik pasien yang bertujuan

untuk melihat perkembangan penyakit dari awal masuk atau sampai akhir

pengamatan. Hasil yang didapatkan bisa dilihat pada tabel berikut:


Tabel 4.4
Penilaian Perkembangan Hasil Laboratorium
Hasil Lab
Hasil Lab Setelah Studi
Pemeriksaan Sebelum Studi Kasus Nilai Rujukan Keterangan
Kasus (9 Maret 2016)

Hemoglobin 10 gr/dl 8,3 gr/dl 14-18 gr/dl Rendah

Leukosit 22.300/mm3 11.500/mm3 5.000- Normal


10.000/mm3

Hematokrit 31 % 25% 40-48 % Rendah

Trombosit 123.000/mm3 72.000/mm3 100 ribu-400 Rendah


ribu/mm3

Perkembangan nilai laboratorium pasien belum mencapai nilai normal.

Untuk nilai hemoglobin dan hematokrit pasien masih rendah dari nilai
30
rujukan. Trombosit pasien selama pengamatan mengalami penurunan dari

normal menjadi dibawah nilai rujukan. Masih rendahnya haemoglobin,

hematokrit dan trombosit pasien ini dapat diakibatkan karena kondisi

fungsi organ pasien belum membaik selama pengamatan. Sedangkan untuk

nilai leukosit pasien mulai menurun menuju nilai rujukan walaupun masih

dinyatakan tinggi, hal ini menandakan infeksi yang diderita pasien sudah

mulai berkurang.

4. Asupan Gizi Pasien di Rumah Sakit


Monitoring dan evaluasi asupan zat gizi dilakukan dengan pengamatan

2 hari menu yang diolah oleh Instalasi Gizi dan 1 hari menu yang diolah

oleh Instalasi Gizi yang digarnish oleh mahasiswa supaya dapat menarik

pasien untuk memakannya. Pengamatan yang dilakukan untuk melihat

daya terima dan kepatuhan pasien terhadap diet yang diberikan. Hasil

pengamatan yang didapatkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5
Persentase Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Kebutuhan Energi Protein Lemak Karbohidrat
1.550 58 34 251,8
% % % %
Pengamatan Kkal gram gram gram
Ke-1 (3 Maret 2016) 1.697,05 109,5 45,3 78 36 106 297,75 118
Ke-2 (4 Maret 2016) 1.626,75 105 60,95 105 36,95 108,6 277,85 110
Ke-3 (5 Maret 2016) 1.607,15 104 57,05 98,4 37,77 110 277,85 110
Total 4.930,95 - 163,3 - 110,72 - 853,45 -
Rata-rata 1.643,65 106 54,4 94 35,9 108,5 284,48 112,7

Berdasarkan tabel di atas, rata-rata asupan energi, protein dan lemak

pasien sudah memenuhi kebutuhan, namun untuk asupan karbohidrat

pasien melebihi kebutuhannya. Asupan energi dan karbohidrat hari

pertama lebih tinggi dari hari kedua dan ketiga dikarenakan pada hari

pertama studi kasus, pasien mendapatkan tambahan bubur dan kerupuk

gemplang yang dibeli oleh ibu pasien. Asupan protein hari kedua melebihi

31
kebutuhan dikarenakan pada hari tersebut, pasien mendapat makanan

selain yang didapatkan di rumah sakit seperti ikan nila goreng dan kerupuk

bawang. Pada hari ketiga pasien tidak mendapat lauk hewani selain dari

rumah sakit, namun masih mengkonsumsi kerupuk bawang yang dibeli

oleh keluarga pasien.

C. Monitoring kegiatan Penerangan dan Konsultasi Gizi

Kegiatan penerangan dilakukan untuk melihat kepatuhan pasien terhadap diet

yang diberikan. Kegiatan penerangan dilakukan setiap kali pendataan dan

pengamatan makanan pasien. Kegiatan penerangan yang dilakukan antara lain

membahas mengenai asupan makanan pasien, porsi makan yang harus dihabiskan

oleh pasien, makanan yang tidak dianjurkan dan dianjurkan terkait penyakit yang

diderita. Setelah penerangan pertama dilakukan evaluasi keberhasilan kegiatan

bisa dilihat dari pola makan pasien hari berikutnya.

Konsultasi gizi dilakukan pada hari kedua kegiatan studi kasus. Kegiatan

konsultasi gizi dilakukan dengan pasien dan keluarga pasien. Kegiatan konsultasi

yang dilakukan antara lain menjelaskan tujuan diet yang diberikan, kebutuhan

pasien, makanan yang dianjurkan atau tidak dianjurkan untuk diberikan kepada

pasien terkait dengan kondisi patologisnya. Pasien dan keluarga memiliki minat

dan keingintahuan terkait informasi gizi yang diberikan. Hal ini dapat dilihat

melalui beberpa pertanyaan yang diajukan pasien dan keluarga pasien mengenai

makanan yang dianjurkan atau tidak dianjurkan.

32
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada Bab IV maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut.

1. Berdasarkan hasil anamnesa asupan makan pasien sebelum masuk rumah

sakit yaitu energi 77,4%, protein 69,6%, lemak 122% dan karbohidrat 67,32%
2. Berdasarkan pengukuran status gizi dengan menggunakan grafik CDC 2000,

pasien mengalami status gizi kurang karena nilai BB/TB = 77,4% dan BB/U

= 72,7%
3. Berdasarkan hasil pengkajian data pasien, didapatkan diagnose gizi sebagai

berikut:
a. Asupan oral pasien in adekuat berkaitan dengan pola makan yang tidak

baik ditandai dengan asupan makan pasien sebelum masuk rumah sakit

yaitu energi 77,4%, protein 69,6% dan karbohidrat 67,32%


b. Berat badan pasien kurang/Underweight berkaitan dengan asupan makan

kurang dan pola makan kurang baik ditandai dengan BB/TB 77,4% dan

BB/U 72,7%,
c. Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga pasien terkait makanan dan

zat gizi berkaitan dengan pasien belum mendapat/memahani informasi

yang tentang gizi ditandai dengan asupan makan pasien sebelum masuk

rumah sakit yaitu energi 77,4%, protein 69,6%, lemak 122% dan

karbohidrat 67,32%
4. Kebutuhan asupan pasien di rumah sakit yaitu energi 1.550 kkal, protein 58

gram, lemak 34 gram dan karbohidrat 251,8 gram.


5. Diet yang diberikan pada pasien dengan Dekompensasi cordis adalah Diet

Jantung 1.000 kkal dengan frekuensi pemberian 3 kali makanan utama biasa

33
pada pagi, siang dan sore hari serta 3 kali makanan cair 200 cc pada pukul

10.00, 15.00, dan 21.00.


6. Tidak terjadinya peningkatan berat badan pasien selama pengamatan serta

asupan makan pasien dan kondisi klinis selama pengamatan baik.

34

Anda mungkin juga menyukai