Anda di halaman 1dari 8

GEDUNG 11 UNPAR

Gedung 11 UNPAR berada di


persimpangan jalan besar, sehingga
corner treatment dibutuhkan dalam
proses merancang desain bangunan ini.

Gedung ini dibangun dengan konsep


desain zaman Belanda, Bagian fasad
bangunan terdiri dari jendela-jendela
yang mengalami repetisi. Di ats jendela-
jendela tersebut, terdapat kotak yang
berfungsi sebagai masuk dan keluarnya
udara. Ditambah lagi dengan adanya
teritis panjang yang menjadi ciri khas

bangunan lama.

Desain bangunan untuk bagian sudut, didesain


dengan merespon tapak dengan bentuk lengkung
dan terdapat teritis yang panjang. Selain itu, di
dalam gedung ini terdapat courtyard yang membuat
sirkulasi udara masuk dan keluar dapat berjalan
dengan baik.

Sayangnya, bagian sudut tapak tidak dapat terlihat


dengan jelas dari jalan, karena adanya tiang listrik
yang menjadi penghalang utama.
PASCA SARJANA UNPAR

Bangunan pasca sarjana UNPAR ini termasuk


bangunan lama, berdiri pada tahun 1995. Fasad bangunan terdiri dari jendala-jendela persegi
panjang dan garis yang berjajar yang
menjadi ciri khas bangunan pada saat
itu.

Massa bangunan depan dan bangunan


belakang dipisahkan oleh courtyard
yang membuat sirkulasi udara dapat
berjalan dengan lancar.

Bangunan belakang memiliki desain


fasad yang menarik. Jendela bangunan
selang-seling ditutupi oleh secondary
skin yang berbentuk kotak-kotak besar
dan kotak kecil bermaterialkan roaster.
Desain fasad ini termasuk desain yang efektif, karena dapat mengurangi sinar matahari yang
masuk tanpa mengurangi sirkulasi udara yang masuk.
GEDUNG MERDEKA

Lokasi: Jl. Asia Afrika No.65, Braga, Sumur


Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat 40111
Arsitek: (1926) Van Galen Last & C. P. Wolff
Schoemaker, (1940) A. F. Aalbers
Gaya: Art Deco & International Style
Fungsi: tempat pertemuan Societeit Concordia
(Tempat minum teh, dansa, rekreasi elit Belanda)

Peruba
han
Bentuk:
• eksisting bangunan yang merupakan bangunan
kedai kopi yang terbuat dari papan kayu.

• oleh Schoemaker& Van Galen dibuat gedung


yang menghadap Jalan Asia Afrika dengan fungsi
kantin dan ruangan umum, lalu dirombak kembali
dengan gaya art deco, dengan lantai marmer dan
kayu cikenhout juga terdapat ornamen pada
eksterior bangunan. Dengan interior yang mewah
seperti lampu kristal pada ruang utama tempat
pertemuan para elit kolonial.

• pembangunan sayap kanan oleh A. F. Aalbers bergaya international style sehingga membuat
icon tersendiri bagi gedung merdeka yang merupakan bentuk melengkung pada sisi jalan Braga
Pendek dan Jl.Asia Afrika dan ditambahkan fungsi rekreasi. Setelah merdeka gedung ini
diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Dan fungsi
dari gedung ini yang paling terkenal adalah untuk
Konferensi Asia Afrika.
BANK BJB

Alamat : Jl. Braga No.12


Arsitek : Albert Frederik Aalbers
Tahun : 1935
Gaya : Art Deco Streamlined
Fungsi : Bank BJB

Dibangun pada tahun 1935-1936 sebagai


karya seorang arsitek terkemuka Hindia Belanda, Albert Frederik Aalbers (1897-1961).
Bangunan ini secara lebih khas menampilkan gaya arsitektur art deco berjenis streamlined
moderne. Semangat pembaharuan, dinamis, kepercayaan, respon terhadap teknologi dan
pergerakan yang direpresentasikan oleh streamlined moderne merupakan citra DENIS Bank
kemudian ‘diwariskan’ dan dipergunakan dengan cocok pula sebagai citra Bank Jabar.

Gedung Bank Jabar di Jalan Braga berada pada kavling sudut. Lokasi site ini direspon dengan
massa bangunan yang menjorok menjauhi sudut untuk memberi ruang lebih dan pertemuan
antara garis-garis horizontal yang dilengkungkan secara halus bertujuan untuk melunakkan
sudut. Main entrance pada bangunan ini biasanya terletak pada sudut terluar bangunan,
sehingga simetrikal bangunan terbagi oleh penyelesaian sudut bangunan yang dirancang lebih
tinggi dari bagian-bagian bangunan tersebut. Fungsi yang umum digunakan pada bagian ini
biasanya untuk ruang tangga ataupun untuk menara (bagian tertinggi dari bangunan).

Perbandingan skala antara lantai dasar yang void dengan laintai-lantai atasnya yang masif
merupakan penyesuaian terhadap skala lingkungan sekitar. Terkait dengan manusia dan
budaya, pada periode itu Bandung merupakan kota yang banyak dihuni oleh hartawan Belanda,
dengan gaya hidup selalu menginginkan kebaruan, keunikan, dan berkiblat pada kota mode
dunia – Paris, sehingga arsitektur pun kurang lebih merefleksikan keadaan tersebut.

Penggunaan unsur-unsur, ornament atau pengolahan bukaan sangat menonjol (contoh Bank
Jabar). Pengolahan bidang-bidang vertikal serta horizontal mendominasi ciri umum tersebut.
Karena letaknya disudut/simpang jalan maka façade bangunan dapat terlihat dari beberapa
arah.

Sumber:
Saryanto. 2011. Pola Asimetris pada Façade Bangunan-bangunan Baru Bertema Art Deco di
Kota Bandung. Bandung: Jurnal Itenas Rekarupa.
Sucipto, Ilman Basthian. 2012. Bandung Art Deco – Tipologi Image dan Kebermaknaan
Arsitektur. IPLBI.
HOTEL SAVOY HOMANN

Hotel Savoy Homann adalah hotel bintang empat yang


berada di Jl. Asia-Afrika (dahulu Jalan Raya Pos) No.
112, Cikawao, Lengkong, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia. Hotel ini dikenal akan arsitektur dan tamu-
tamunya. Hotel ini memiliki 185 kamar. Hotel ini
merupakan bangunan sudut (terletak pada salah satu
sudut dari simpang empat Jalan Braga-Jalan Homann
dengan Jalan Asia Afrika) yang dirancang dengan sangat
menarik dan khas, sehingga mampu berperan sebagai
ciri atau tanda yang dapat dijadikan acuan geografis
(ruang kota).
Pendahulu hotel ini adalah Hotel Homann, milik keluarga Homann, yang dikenal akan sajian
rijsttafel buatan Ibu Homann yang lezat. Pada tahun 1939, bangunan dirancang dengan desain
gelombang samudera bergaya art deco karya Albert Aalbers. Untuk menegaskan
kebesarannya, kata "Savoy" ditambahkan, pada tahun 1940 dan tetap demikian hingga tahun
1980-an. Kemudian dilakukan modifikasi kecil-kecilan (pintu masuk diperbesar, pembuatan
toilet di jalan masuk, penambahan AC di depan). Hotel ini memiliki pekarangan dalam (jauh dari
jalan raya), dan tamu dapat menikmati sarapan di udara terbuka.

Hotel Savoy Homann merupakan salah satu hotel


terbesar di Asia Tenggara pada masanya, dikelola
oleh Fr. J. Van Es yang pernah mengelola hotel des
Indes di Batavia Jakarta selama lima tahun. Hotel
Savoy Homann berdiri diatas area seluas 10.074 m2
dengan luas gedung 11.185 m2 (bangunan
bertingkat). Arsitektur bangunan sangat menarik,
dengan permainan bentuk bangunan plastis kurva
linier dan didominasi oleh garis horizontal serta
dilengkapi dengan menara tunggal yang menjulang tinggi, berperan sebagai penarik perhatian.

Arsitektur Hotel Savoy Homann

Pada periode tahun 1920 hingga 1940-an, para arsitek Belanda yang bekerja di Indonesia
mencoba melakukan inovasi dalam seni bangunan. Tercatat dua arus gerakan arsitektur yang
berkembang saat itu, yakni konteks regional dan eklektisme arsitektur Eropa abad ke-19.

Lewat karya-karyanya, Aalbers mengukuhkan dirinya sebagai arsitek generasi pertama yang
membawa aliran internasionalisme ke Hindia Belanda, terutama Bandung. Aalbers memang
tidak termasuk ke dalam jajaran arsitek yang secara signifikan memasukkan nuansa
vernakular/tradisional ke dalam karya seni bangunannya.

Namun, Aalbers dalam karya-karya terakhirnya banyak beralih pada konsep regionalisme, di
mana dia banyak melakukan penyesuaian seperti bukaan dan jendela yang cukup besar untuk
memasukkan cahaya dan udara ke dalam bangunan. Selain itu penggunaan teras balkon yang
menaungi bukaan dan melindungi jendela pada bangunan juga merupakan suatu olahan desain
terhadap iklim tropis.

Hotel Savoy Homann merupakan karya penting AF Aalbers di Hindia Belanda Karya seni
bangunan AF Aalbers, yang lebih terfokus pada
modernitas seni bangunan, menjadi salah satu
saksi sejarah perkembangan arsitektur modern di
Bandung Karya pertama Aalbers dan De Wall di
Bandung adalah bangunan Bank DENIS (kini Bank
Jabar) pada tahun 1935.

Penggunaan material baja untuk struktur bangunan


dan pengolahan bentuk massa yang plastis dengan
unsur horizontal pada fasad memperlihatkan
internasionalisme Aalbers yang dominan pada
perancangan bangunan tersebut. Pada tahun 1938
Aalbers mendapat kontrak dari Van Es Jr untuk merancang ulang Hotel Homann.

Hotel tersebut dirancang dengan penampilan mirip Bank DENIS, di mana unsur plastis
horizontal pada fasad bangunan muncul kembali. Rancangan tersebut sekaligus mengukuhkan
keberadaan internasionalisme klasik di Indonesia. Bukan saja pendekatan neoplastikismenya
saja, tetapi Aalbers juga berdedikasi pada penanganan interior hotel yang sarat dipengaruhi art
decorative.

Pada kasus Hotel Savoy Homann terjadi dualisme dalam ideologi desain Aalbers, yaitu neo-
plastis rasionalis pada pengolahan eksterior/fasad bangunan, namun dekoratif dalam olahan
interior. Hotel berstandar internasional tersebut diresmikan dengan nama Savoy Homann Hotel.
Bentuk dan gaya bangunan yang terlihat sekarang, merupakan hasil karya arsitek A.F.Aalbers
dan R.A.de Wall hasil renovasi bangunan yang dilaksanakan pada tahun 1938 hingga 1939.

Ciri arsitekturnya International Style “Streamline”


(Modern Fungsional-Art Deco Geomtric). Bentuk
bangunan plastis kurva linier dan didominasi oleh garis
horizontal serta dilengkapi dengan menara tunggal
yang menjulang tinggi, berperan sebagai penangkap
perhatian, bentuk ini sangat terkenal pada jamannya.
Art deco adalah sebuah aliran yang populer saat itu,
tak hanya memengaruhi seni bangunan, tetapi juga
pakaian dan perabot rumah tangga.

Art deco ditandai dengan detail pada bangunan, seperti


lampu dan ornamen titik, bunga, dan lainnya, di bagian
dalam bangunan. Bangunan Art deco amat menonjol di rumah toko (ruko) di seberang
bangunan Braga Permai, juga di Gedung Pusat Kebudayaan Asia Afrika (AACC), dan Hotel
Savoy Homann. Sebelumnya, Hotel Savoy Homann menggunakan gaya seni Baroq dan Gothic.
Gaya Baroq berkembang di Perancis, Belanda dan Spanyol, khususnya seni arsitektur yang
berkaitan dengan kegerejaan Katolik, Sedangkan Gaya Gothic dipergunakan untuk menamakan
satu gaya seni yang sangat indah dan megah pada zaman Renaisans (abad XIV-XVII).

Wajah depan arsitektur kuno Artdeco dengan ciri khas lekuk-lekuknya dinding terasa masih
sangat kental. Hampir semua bangunan fisik dalam hotel mulai dari kamar, penyekat dinding,
lorong-lorong penghubung satu kamar ke kamar yang lain tampak sentuhan arsitek aslinya
sehingga terkesan romatis dan klasik.

Anda mungkin juga menyukai