Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

MIOMA UTERI

Mirats Izzatul Millah


H1A 007 038

PEMBIMBING :
dr. Agus Thoriq, SpOG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Mioma Uteri” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. dr. Agus Thoriq, SpOG, selaku pembimbing laporan kasus ini, sekaligus Kepala
Bagian/SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP NTB
2. dr. H. Doddy A. K., SpOG (K), selaku supervisor
3. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor
4. dr. Gede Made Punarbawa, Sp.OG, selaku supervisor
5. dr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, Januari 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri merupakan tumor yang sering ditemukan pada wanita, yang terdiri atas
serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul
yang tipis. Tumor ini tumbuh dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada
kehidupan dekade keempat.1
Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang
banyak, penekanan pada daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Tumor ini paling sering

2
ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post
menopause.2
Perihal penyebab pasti terjadinya tumor mioma belum diketahui. Bentuk tumor bisa
tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh didalam otot rahim yang dikenal dengan
intramural mioma. Tumor mioma ini akan cepat memberikan keluhan, bila mioma tumbuh ke
dalam mukosa rahim, keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan di
luar siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh di kulit luar rahim yang dikenal
dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang baru
mengeluh bila tumor membesar yang dengan perabaan di daerah perut dijumpai benjolan
keras, benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar. Selain itu,
mioma juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius sehingga terjadi gangguan
berkemih.2,3
Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan
(medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan terapi medisinalis
yang bertujuan untuk mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran
mioma. Penatalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran
massa mioma adalah miomektomi atau histerektomi.1

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. 1
Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya
sehingga disebut juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid. Tumor ini juga
dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid.2

B. Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor
yang tidak diketahui dengan pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit
berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Mioma uteri belum pernah dilaporkan
terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang
masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20-30% dari seluruh wanita.
Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi
yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang
lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang
sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini
dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik
menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau
hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan dan nulipara.3,4
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke. Setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih tumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada
semua penderita ginekologi yang dirawat.6
Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada
umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan
waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus
ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma lisut, hanya 10% saja yang
masih dapat tumbuh lebih lanjut. Mioma uteri lebih sering didapati pada wanita nulipara
atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga memgang peranan penting. Perubahan
sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh
karena berkurangnya pemberian darah sarng mioma.6

4
C. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal
yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor
mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga
kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma
uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit
hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor
ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.3

D. Patofisiologi
Penyebab mioma uteri menurut teori onkogenik dibagi menjadi 2 faktor, yaitu
inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih
belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian yang menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari
miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor
lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.1
Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma,
namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari
reseptor estrogen dengan konsistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium
sekitarnya, namun konsentrasinya lebih rendah jika dibandingkan dengan endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda,
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis

5
dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi
matriks ekstraseluler.1
Namun, tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi
penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor
pertumbuhan miomatosa. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar
estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause.4
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genitoblast. Percobaan
Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan
tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.
Puuka dan kawan-kawan menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak
didapatkan daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mooma adalah sel imatur,
bukan dari selaput otot yang matur.6

E. Patologi Anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya
adalah dari korpus uterus.
Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:
1. Mioma submukosum : berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi
polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myomgeburt).
2. Mioma intramural : mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium.
3. Mioma subserosum : apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum
dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligementer. Mioma subserum dapat pula tumbuh menempel pada
jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian
membebaskan dari uterus sehingga disebut wandering/parasitic fibroid.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air (whorl like pattern), dengan
pseudocapsule yang terdiri atas jaringan ikat longgar yang terdesak akibat pertumbuhan
sarang mioma tersebut.6
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan sekunder tersebut, antara lain :

6
 Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah persalinan, mioma uteri menjadi kecil.
 Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau
hanya sebagian kecil daripada seolah-olah memisahkan satu kelompok serbaut otot
dari kelompok lainnya.
 Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi lunak ini, tumor sukar dibedakan dari
kista ovarium atau suatu kehamilan.
 Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.
 Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan
dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan
vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah
berwarna merah yang disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis,
haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
 Degenerasi lemak (miksomatosa) : jarang terjadi dan umumnya asimtomatik,
merupakan kelanjutan degenerasi hialin dan kistik.

F. Klasifikasi Mioma Uteri


Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.2,3,4

Lokasi
1. Cervical (2,6%) umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi
2. Isthmica (7,2%) lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius
3. Corporal (91%) merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala

Lapisan Uterus
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).

7
1. Mioma Submukosa
Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar
mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa,
walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma
submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui
saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapat menyebabkan dismenorrhea.
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun
intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan
yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu
memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan
sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedunculated. Mioma submukosa pedunculated adalah jenis mioma submukosa
yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,
dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah
mengalami infeksi, ulserasi, nekrosis, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita
akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.

2. Mioma Intramural
Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk
simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak
mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan
konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam
pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga
dapat menimbulkan keluhan miksi.
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih
kecil dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya
massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai

8
mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot
rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim
dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus.
Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan
daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat,
sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik
maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi
keras. Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang
membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus
fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel
otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada
mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atrofi postmenopausal, infeksi, perubahan
dalam sirkulasi atau transformasi maligna.

3. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau
mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

4. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma

9
saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran
servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.

Gambar 1. Jenis-Jenis Mioma Uteri

G. Gejala Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang ditemukan sangat
tergantung dari tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus,
subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.6
Gejala klinis hanya ditemukan pada 35-50% penderita mioma. Walaupun seringkali
asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia,
nyeri, menoragia, hingga infertilitas.4 Berbagai keluhan penderita dapat berupa :

1. Perdarahan Abnormal Uterus 1,3,4,6


Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi
pada 30% penderita. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya berupa
hipermenorrhea, menorrhagia dan dapat juga terjadi metrorrhagia.
Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan
pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor
(terutama vena), atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai
seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan

10
dari infeksi. Dismenorrhea dapat disebabkan oleh efek penekanan, kompresi,
termasuk hipoksia lokal miometrium.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain :
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
 Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.

2. Rasa Nyeri 3,4


Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus, kecuali apabila kemudian
terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi
akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma, atau kontraksi uterus
sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala akut
abdomen dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi
merah yang mengiritasi selaput peritoneum, seperti pada peritonitis. Mioma yang
besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri
pinggang dapat terjadi pada penderita mioma akibat penekanan pada persyarafan
yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorrhea.6

3. Gejala dan Tanda Penekanan 1,3,4


Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna dan perlekatannya
dengan omentum dapat menyebabkan strangulasi usus. Bila ukuran tumor lebih
besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih, dan rektum.
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum
dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh
limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.6

4. Disfungsi Reproduksi 1,3

11
Abortus spontan dapat terjadi akibat efek penekanan langsung mioma terhadap
kavum uteri. Hubungan antara mioma uteri dengan infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri
juga dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus.
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus.6 Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi
embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.
5. Mioma uteri dan Kehamilan
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya infertilitas; risiko
terjadinya abortus bertambah karena distorsi rongga uterus; khususnya pada mioma
submukosum; letak janin; menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada
serviks uteri; menyebabkan inersia maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan
perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi
miometrium; menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya; dan mengganggu
proses involusi dari nifas.

H. Diagnosis

1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.3

2. Pemeriksaan Fisik
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologi karena tumor ini tidak mengganggu. Pemeriksaan status
lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan
luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, dan tidak
nyeri. Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus.2,3

3. Pemeriksaan Laboratorium

12
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL)
terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan laboratorium lainnya disesuaikan
dengan keluhan pasien. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang berlebihan dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit
ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan
peningkatan tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoetin ginjal.2

4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi
USG transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran
ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun
pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik
dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang
hipoekoik.

b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Dapat
digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri
pada pasien infertil.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan dan biaya pemeriksaan lebih mahal. Pada MRI, mioma
tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari
miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.2

I. Penatalaksanaan

13
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga
biasanya mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta
mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri
terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.3
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
♣ Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
♣ Bila anemia (Hb < 8 g/dl), maka lakukan transfusi.3

1. Terapi Medisinalis (Hormonal)


Saat ini pemakaian Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) agonist
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh
mioma uteri. Pemberian GnRH agonist bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma
dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari penelitian
didapatkan data bahwa pemberian GnRH agonist selama 6 bulan pada pasien
dengan mioma uteri, didapatkan adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%.
Efek maksimal pemberian GnRH agonist baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan
berikutnya, tidak terjadi pengurangan volume mioma secara bermakna.1
Pemberian GnRH agonist sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal, namun tidak
dapat mengurangi ukuran mioma.1

2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan
American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada
pasien dengan mioma uteri adalah :
a) Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif
b) Dugaan adanya keganasan
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan 1

Miomektomi

14
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada
beberapa tindakan untuk melakukan miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi
dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histereskopi, maupun dengan laparoskopi.1
Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum
pada myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang
mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.1,3

Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk pengangkatan uterus.
Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan
perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara
laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh
kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi
bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus
urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.1,3
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total
abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti
perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut
penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan
fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.1
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina,
dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi
pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan

15
tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga
lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi
vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal.1,3
Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis per
laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan
devaskularisasi mioma sehingga mengurangi gejala yang terjadi.1

Mioma

Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg

Tanpa keluhan Dengan keluhan

Konservatif Operatif

Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri

J. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :

a) Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.

b) Torsi (Putaran Tangkai)

16
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya
dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam
rongga peritoneum.

c) Nekrosis dan Infeksi


Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan
hingga perdarahan berupa mtroragia atau menoragia disertai leukorea dan gangguan-
gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.6

17
BAB III
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

I. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Usia : 46 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Tanjung - KLU
RM : 117106
MRS : 17 Januari 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri haid

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien rujukan dari RSUD-KLU datang dengan keluhan nyeri saat haid sejak 5 bulan
yang lalu. Nyeri dirasakan sangat berat hingga pasien tidak dapat beraktivitas sepert
biasanya. Selain itu, pasien juga mengeluhkan darah saat yang keluar saat haid lebih
banyak dari biasanya, yaitu selama 12 hari. Dalam sehari pasien mengganti pembalut 5-
6x/hari dan memakai 2 pembalut sekaligus. Darah haid berwarna merah dan bergumpal-
gumpal. Perdarahan di luar haid (-). Keluhan adanya benjolan di perut (-). Buang air
kencing dan buang air besar lancar. Keluhan pusing, lemas dan mata berkunang-kunang
disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan
asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Obstetri :

18
1. Laki-laki, 9 bulan, spontan, 3000 gr, bidan, hidup, 14 tahun
2. Perempuan, 9 bulan, spontan, 3300 gr, bidan, hidup, 13 tahun
3. Laki-laki, 9 bulan, spontan, 3000 gr, bidan, hidup, 12 tahun

Riwayat Kontrasepsi :
Pil, selama 2 tahun

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : baik


Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,8oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

IV. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen :
 Inspeksi → abdomen tidak tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-)
 Palpasi → tidak teraba massa, nyeri tekan (-)
Inspekulo :
 Porsio tampak licin, tidak ada pembukaan, fluksus (-), livide (-), fluor albus (+),
tidak tampak jaringan (-), perdarahan aktif (-), bekuan darah (-), peradangan (-)

VT :
 Pada palpasi bimanual korpus uteri anterofleksi, sebesar telur ayam ras, konsistensi
keras, permukaan uterus rata
 Dinding vagina : licin, tidak teraba jaringan
 Porsio : licin, tidak ada pembukaan, nyeri goyang porsio (-), nyeri putar porsio (-),
saat porsio digerakkan dengan jari, gerakan tersebut dirasakan oleh tangan luar
yang meraba tumor
 Adneksa parametrium dextra et sinistra : normal
 Cavum douglas : normal

19
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ultrasonografi (USG) Abdomen : (13/1/2015)


 Uterus AF ukuran 8,8 x 6,1 cm
 Tampak mioma ukuran 4,5 x 3,4 cm
 Kista di adneksa kanan ukuran 5x2,9 cm

Pemeriksaan Darah Lengkap :


 Hb : 11,3 g/dL
 RBC : 4,43 M/µl
 WBC : 14,4 K/µl
 PLT : 192 K/µl
 HCT : 33,0 %
 HbSAg : (-)
 GDS : 103 mg%
 SGOT : 48 U/L
 SGPT : 109 U/L
 Ureum : 26 mg%
 Kreatinin : 0,4 mg%

VI. DIAGNOSIS PRE OPERASI


Mioma Uteri dengan kista adneksa kanan

VII. RENCANA TINDAKAN


 Observasi keadaan umum pasien dan vital sign
 Konsultasi ke SPV, advice : persiapkan laparatomi
 KIE pasien dan keluarganya

VIII. LAPARATOMI

Tindakan Operasi : Trans Abdominal Histerektomi (TAH) dan Salphingo-


oorektomi bilateral (BSO)

Penemuan Intra Operasi :


 Uterus ukuran 25 x 20 x 20 cm berbenjol-benjol
 Terdapat perlekatan
 Ovarium kanan membesar
 Perdarahan ± 300 cc

20
Instruksi Post Operasi :
 Infus D5 : RL = 3:1
 Injeksi Ampisilin 1 gram per 6 jam
 Injeksi ketorolac 1 amp per 8 jam
 Injeksi vitamin K 1 amp/8 jam
 Injeksi transamin 1 amp/8 jam
 Observasi tanda vital dan keluhan pasien

IX. 2 JAM POST OPERATIF

 KU : baik  Kes : CM
 TD : 100/70 mmHg  RR : 20 x/menit
 Nadi : 84 x/menit  Suhu : 36,5oC

21

X. 1 HARI POST OPERATIF

 KU : baik
 Kes : compos mentis
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36,4oC


 BAB IV
 PEMBAHASAN

 Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Pada
laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita 46 tahun dengan diagnosis mioma
uteri. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Faktor predisposisi pada pasien tersebut diantaranya adalah usia,
dimana tumor ini paling sering memberikan gejala klinis pada usia 35-45 tahun. Diperkirakan
ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri
muncul pada wanita usia reproduktif.
 Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala yang timbul sangat
tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (intramural, submukosa, subserosa),
besarnya tumor, serta perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala-gejala pada pasien
tersebut, antara lain gangguan haid berupa menorrhagia (perdarahan haid yang lebih banyak
dari normal).
 Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan status vital yang baik, yang
berarti hemodinamik pasien masih stabil. Pada palpasi abdomen, tidak teraba teraba massa
ataupun nyeri tekan.
 Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran
uterus dengan ukuran 8,8 x 6,1 cm dan tam,5 x 3,4 cm. Tampak kista di adneksa kanan
ukuran 5x2,9 cm.
 Jadi dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien tersebut adalah mioma uteri
melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
Penatalaksanaan pasien ini dilakukan konsul anastesi dan penyakit dalam untuk mengevaluasi
keadaan pasien pre-operatif. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah
akan timbulnya karsinoma servix uteri.







 BAB V
 KESIMPULAN

 Kesimpulan kasus ini terdiri dari:
1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mioma Uteri yang didapatkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksanaan di RSUP NTB yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan
melakukan evakuasi uterus dengan teknik Trans Abdominal Histerektomi (TAH),
Bilateral Salfingo Oorekteomy (BSO)

























 DAFTAR PUSTAKA

1. Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No. 3
September 2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-sep2005-%20(9).pdf
2. Anonim, 2006. Biomolekuler Mioma Uteri. Available from :
http://digilib.unsri.ac.id/download/Biomolekuler%20Mioma%20Uteri.pdf
3. Jevuska O, 2007. Mioma Geburt. Available from : http://oncejevuska.blogspot.com.
4. Adriaansz G, 2011. Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam Anwar M, Baziad A,
Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai