Anda di halaman 1dari 6

ARTHRITIS RHEUMATOID JUVENIL

Ariyanto Harsono, Anang Endaryanto

BATASAN
Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling
sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan. Ditandai
dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan
pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3 tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis
(pauciarticular disease), poliartritis dan sistemik.
Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai
penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American Rheumatism Association (ARA) artritis
reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok
penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari beberapa penyakit.

PATOFISIOLOGI
Dalam patofisiologi JRA, setidak-tidaknya ada 2 hal yang perlu diperhitungkan yaitu
hipereaktifitas yang berhubungan dengan HLA dan pencetus lingkungan yang kemungkinannya
adalah virus. Penyebab gejala klinis ARJ antara lain infeksi autoimun, trauma, stres, serta faktor
imunogenetik.
Pada ARJ sistem imun tidak bisa membedakan antigen diri. Antigen pada ARJ adalah
sinovia persendian. Hal ini terjadi karena genetik, kelainan sel T supresor, reaksi silang antigen,
atau perubahan struktur antigen diri. Peranan sel T dimungkinkan karena adanya HLA tertentu.
HLA-DR4 menyebabkan tipe poliartikuler, HLA-DR5 dan HLA-DR8, HLA-B27 menyebabkan
pauciartikuler. Virus dianggap sebagai penyebab terjadinya perubahan struktur antigen diri ini.
Tampaknya ada hubungan antara infeksi virus hepatitis B, virus Eipstein Barr, imunisasi Rubella,
dan mikoplasma dengan ARJ.
Pada fase awal terjadi kerusakan mikrovaskuler serta proliferasi sinovia. Tahap
berikutnya terjadi sembab pada sinovia, proliferasi sel sinovia mengisi rongga sendi. Sel radang
yang dominan pada tahap awal adalah netrofil, setelah itu limfosit, makrofag dan sel plasma.
Pada tahap ini sel plasma memproduksi terutama IgG dan sedikit IgM, yang bertindak sebagai
faktor rheumatoid yaitu IgM anti IgG. Belakangan terbukti bahwa anti IgG ini jaga bisa dari klas
IgG. Reaksi antigen-antibodi menimbulkan kompleks imun yang mengaktifkan sistem
komplemen dengan akibat timbulnya bahan biologis aktif yang menimbulkan reaksi inflamasi.
Inflamasi juga ditimbulkan oleh sitokin, reaksi seluler, yang menimbulkan proliferasi dan
kerusakan sinovia. Sitokin yang paling berperan adalah IL-18, bersama sitokin yang lain IL-12,
IL-15 menyebabkan respons Th1 berlanjut terus menerus, akibatnya produksi monokin dan
kerusakan karena inflamasi berlanjut.

PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 23


Pada fase kronik, mekanisme kerusakan jaringan lebih menonjol disebabkan respons
imun seluler. Kelainan yang khas adalah keruskan tulang rawan ligamen, tendon, kemudian
tulang. Kerusakan ini disebabkan oleh produk enzim, pembentukan jaringan granulasi. Sel
limfosit, makrofag, dan sinovia dapat mengeluarkan sitokin, kolagenase, prostaglandin dan
plasminogen yang mengaktifkan system kalikrein dan kinin-bradikinin. Prosraglandin E2
(PGE2) merupakan mediator inflamasi dari derivat asam arakidonat, menyebabkan nyeri dan
kerusakan jaringan. Produk-produk ini akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut seperti yang
terlihat pada Artritis Reumatoid kronik.

GEJALA KLINIK/Symptom
Artritis
Adalah gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif. Ditandai dengan salah satu dari gejala
pembengkakan atau efusi sendi, atau paling sedikit 2 dari 3 gejala peradangan yaitu gerakan
yang terbatas, nyeri jika digerakkan dan panas. Nyeri atau sakit biasanya tidak begitu menonjol.
Pada anak kecil, yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada pergerakan, terutama pada pagi
(morning stiffness).
Tipe onset poliartritis
Terdapat pada penderita yang menunjukkan gejala arthritis pada lebih dari 4 sendi, sedangkan
tipe onset oligoartritis 4 sendi atau kurang. Pada tipe oligoartritis sendi besar lebih sering terkena
dan biasanya pada sendi tungkai. Pada tipe poliartritis lebih sering terdapat pada sendi-sendi jari
dan biasanya simetris, bisa juga pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.
Tipe onset sistemik
Ditandai dengan demam intermiten dengan puncak tunggal atau ganda, lebih dari 39 o C selama 2
minggu atau lebih, artritis disertai kelainan sistemik lain berupa ruam rematoid serta kelainan
viseral misalnya hepatosplenomegali, serositis atau limfadenopati.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Klinis
Diagnosis terutama berdasarkan klinis. Penyakit ini paling sering terjadi pada umur 1-3 tahun.
Nyeri ekstremitas seringkali menjadi keluhan utama pada awal penyakit. Gejala klinis yang
menyokong kecurigaan kearah ARJ yaitu kekakuan sendi pada pagi hari, ruam rematoid, demam
intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul rematoid, tenosinovitis.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagosis. Bila diketemukan Anti Nuclear
Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (RF) dan peningkatan C3 dan C4 maka diagnosis ARJ
menjadi lebih sempurna.
 Biasanya ditemukan anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai lekositosis yang didominasi
netrofil.

PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 24


 Trombositopenia terdapat pada tipe poliartritis dan sistemik, seringkali dipakai sebagai
petanda reaktifasi penyakit.
 Peningkatan LED dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda penyakit yang aktif.
Beberapa peneliti mengemukakan peningkatan IgM dan IgG sebagai petunjuk aktifitas
penyakit. Pengkatan IgM merupakan karakteristik tersendiri dari ARJ, sedangkan peningkatan
IgE lebih sering pada anak yang lebih besar dan tidak dihubungkan dengan aktifitas penyakit.
Berbeda dengan pada dewasa C3 dan C4 dijumpai lebih tinggi.
 Faktor Reumatoid lebih sering pada dewasa dibanding pada anak. Bila positif , sering kali
pada ARJ poliartritis, anak yang lebih besar, nodul subkutan, erosi tulang atau keadaan umum
yang buruk. Faktor Reumathoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah
dideteksi, sedangkan pada ARJ lebih sering IgG-anti IgG yang lebih sukar dideteksi
laboratorium.
 Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada ARJ. Kekerapannya lebih tinggi
pada penderita wanita muda dengan oligoartritis dengan komplikasi uveitis. Pemeriksaan
imunogenetik menunjukkan bahwa HLA B27 lebih sering pada tipe oligoartritis yang
kemudian menjadi spondilitis ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di
Australia.
 Pada pemeriksaan radiologis biasanya terlihat adanya pembengkaan jaringan lunak sekitar
sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis. Kelainan yang lebih jarang adalah pembentukan
tulang baru periostal. Pada stadium lanjut, biasanya setelah 2 tahun, dapat terlihat adanya
erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan
terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Pada tipe oligoartritis dapat ditemukan gambaran
yang lebih khas yaitu erosi, pengecilan diameter tulang panjang dan atropi jaringan lunak
regional sekunder. Hal ini terutama terdapat pada fase lanjut. Pada tipe sistemik Kauffman
dan Lovel menemukan gambaran radiologis yang khas yaitu ditemukannya fragmentasi tidak
teratur epifisis pada fase awal yang kemudian secara bertahap bergabung ke dalam metafisis.
 Kriteria diagnosis artritis reumatoid juvenil menurut American College of Rheumatology
(ACR) :
1. Usia penderita kurang dari 16 tahun.
2. Artritis pada satu sendi atau lebih (ditandai pembengkakan/efusi sendi atau terdapat
2/lebih gejala : kekakuan sendi, nyeri/sakit pada pergerakan, suhu daerah sendi naik).
3. Lama sakit lebih dari 6 minggu.
4. Tipe awitan penyakit dalam masa 6 bulan terdiri dari :
a. Poliartritis (5 sendi atau lebih)
b. Oligoartritis (4 sendi atau lebih)
c. Penyakit sistemik dengan artritis atau demam intermiten
5. Penyakit artritis juvenil lain dapat disingkirkan

PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 25


 Walaupun tidak ada yang patognomonik namun gejala klinis yang menyokong kecurigaan ke
arah ARJ yaitu kaku sendi pada pagi hari, ruam reumatoid, demam intermiten, perikarditis,
uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul reumatoid, tenosinovitis.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan gejala klinis, mencegah
deformitas, meningkatkan kualitas hidup.
Garis besar pengobatan
Meliputi : (1) Program dasar yaitu pemberian: Asam asetil salisilat; Keseimbangan aktifitas dan
istirahat; Fisioterapi dan latihan; Pendidikan keluarga dan penderita; Keterlibatan sekolah dan
lingkungan; (2). Obat anti-inflamasi non steroid yang lain, yaitu Tolmetindan Naproksen; (3).
Obat steroid intra-artikuler; (4). Perawatan Rumah Sakit dan (5). Pembedahan profilaksis dan
rekonstruksi.
Asam asetil salisilat
Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) terpenting untuk ARJ, bekerja menekan inflamasi,
aman untuk pemakaian jangka panjang. Dosis yang efektif adalah 75-90mg/kgBB/ hari dibagi
3-4 dosis, diberikan 1-2 tahun setelah gejala klinis hilang.
Analgesik lain.
Asetaminofen bermanfaat untk mengontrol nyeri atau demam terutama pada tipe sistemik, tidak
boleh dipakai dalam jangka waktu lama karena menimbulkan kelainan ginjal.
NSAID yang lain.
Sebagian besar NSAID yang baru tidak boleh diberikan pada anak, pemakaiannya hanya untuk
mengontrol nyeri, kekakuan, dan inflamasi pada anak yang tidak responsif terhadap asam asetil
salisilat atau sebagai pengobatan awal. Tolmetin diberikan dengan dosis 30 mg/kgBB/hari
ternyata cukup efektif. Selain itu Naproksen dengan dosis 10-15mg/kgBB/hari memberikan
hasil pengobatan yang cukup baik.
Obat-obat yang dapat memodifikasi perjalana penyakit (DMARDs)
Pengobatan ARJ kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama sehingga menimbulkan
keputusasaan dan ketidakpercayaan pada penderita maupun orang tuanya. DMRAIDs akan
memperpendek perjalanan penyakit dan masa rawat inap. Obat-obat ini hanya boleh diberikan
pada poliartritis progresif yang tidak responsif terhadap Asam Asetil Salisilat Tabel 4
menunujukkan DMRAIDs, efek samping dan pemantauannya .

Tabel 2. : Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs


DMRAIDs Efek Samping Pemantauan
Hidroksiklorokuin Retinopati Cek Ophtalmologi
Prednison Gangguan pertumbuhan, penekanan poros HPA Kadar Cortisol
Garam emas Supresi sumum tulang Cek Hematologi
Penisilamin Lupus Eritematosus medikamentosa, Sindroma Hematologi
nefrotik

PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 26


Sufasalazin Nausea vomiting, Hemolitik anemi, supresi Hematologi
sumsum tulang
Metotreksat Supresi sumsum tulang, hepatotoksik Hematologi, LFT
Siklofosfamid Supresi susum tulang Hematologi
Azatioprin Supresi sumsum tulang, hepatotoksik Hematologi, LFT

Hidroksiklorokuin
Bermanfaat pada anak yang cukup besar dengan dosis awal 6-7mg/kgBB/hari, setelah 8 minggu
diturunkan menjadi 5mg/kgBB/hari. Bila setelah 6 bulan pengobatan tidak diperoleh perbaikan
hidroksiklorokuin harus dihentikan. Ketika memulai jangan lupa meyakinkan bahwa tidak ada
defisiensi G6PD karena bisa terjadi hemolisis.
Kortikosteroid
Digunakan bila terdapat gejala sistemik,uveitis kronik atau untuk suntikan intra-artikular. Dosis
awal adalah 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal, atau dosis terbagi pada kasus berat. Bila terjadi
perbaikan klinis maka dosis diturunkan pelan-pelan (tappering of).
Imunosupresan
Hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan berat yang mengancam jiwa,
walaupun beberapa pusat kesehatan sudah memakai untuk pengobatan baku. Yang paling banyak
digunakan adalah metotreksat dengan indikasi untuk poliartritis berat atau gejala sistemik yang
tidak membaik dengan NSAID, hidroksiklorokuin atau garam emas. Dosis awal metotreksat
adalah 5mg/m2/minggu dapat dinaikkan menjadi 10mg/m2/minggu setelah 9 minggu tidak ada
perbaikan. Lama pengobatan adalah 6 bulan.
Obat-obat ARJ yang lain :
Naproksen 10-20 mg/kg bb/hari 2 x sehari; Tolmetin 25 mg/kg bb/hari 4 x sehari; dan Ibuprofen
35 mg/kg bb/hari 4 x sehari.
Evaluasi pengobatan
Setelah 2-4 bulan, pemeriksaan laboratorium yang tetap menunjukkan aktivasi penyakit, tanda
untuk pemberian DMRAIDs lain.

PENYULIT
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang serius pada ARJ. Hal ini
terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi pada tulang dagu, metakarpal dan
metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi, yang tersering adalah ankilosis,
luksasio, dan fraktur. Komplikasi-komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama penyakit dan
akibat pengobatan dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis.
Amiloidosis sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal.

PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 27


PROGNOSIS
Prognosis sangat ditentukan dari tipe onset penyakitnya (Tabel 1).

Tipe Onset Subtipe Klinis Prognosis


Poliartritis RF+ Wanita Buruk
Usia lebih tua
Tangan/pergelangan
Erosi sendi
Nodul
Non remisi
ANA+ Wanita Baik
Usia muda
Seronegatif - Tidak tentu
Oligoartritis ANA+ Wanita Sangat baik
Usia muda
Uveitis Kurang baik
RF+ Poliartritis Buruk
Erosi
Non Remisi
HLA-B27+ Laki-laki Baik
Seronegatif - Baik

Sekitar 70-90% penderita ARJ sembuh tanpa cacat, 10% menderita cacat sampai dewasa,
sebagaian diantaranya akan berkembang menjadi bentuk dewasa disertai kecacatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Miller ML, Cassidy JT. Juvenile Rheumatoid arthritis. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB (eds) : Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB Saunders 2004. pp. 799-
804.
2. Theophilopoulos AN. Autoimmunity. In : Stites DP., Stobo JD., Fudenberg HH., Wells JV.,
penyunting. Basic & Clinical Immunology. Edisi kelima, Los Altos, Lange, 1984 : 152-86.
3. McCoy, JM, Wick JR, Audoly LP. The role of PGE2 receptors in the pathogenesis of
Rheumatoid Arthritis. JCI, 2002; 110 : 651-658.
4. Cassidy JT., Levinson JE., Bass JC. A study of classification criteria for a diagnosis of
juvenile rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum 1986; 29:274–81.
5. Modesto C., Woo P., Garcia-Consuegra J. Systemic onset juvenile chronic arthritis,
polyarticular pattern and hip involvement as markers for a bad prognosis. Clin Exp
Rheumatol 2001; 19 : 211-7.

Telah didiskusikan dan disepakati bersama oleh:

Nama Jelas Tanda tangan

1. Dr. H. Ariyanto Harsono, dr., Sp.A(K) .......................

2. Anang Endaryanto, dr., Sp.A .......................

PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 28

Anda mungkin juga menyukai