Anda di halaman 1dari 84

GERAK PADA DUA DAN TIGA DIMENSI

(Menurut Simon & Arya)


1.1 Aljabar Vektor
Diskusi mengenai gerak pada dua atau tiga dimensi akan sangat sederhana
jika diperkenalkan dengan konsep vektor. Vektor A didefinisikan secara geometri
sebagai sebuah besaran fisika yang memiliki karekteristik berupa nilai dan arah di
suatu ruang. Contohnya adalah kecepatan, gaya dan perpindahan. Secara
skematik, kita merepresentasikan sebuah vektor dengan sebuah anak panah yang
panjang dan arahnya menunjukkan besar dan arah vektor tersebut. kita
representasikan sebuah vektor dengan sebuah huruf cetak tebal. Sementara besar
nilai sebuah vektor direpresentasikan dengan tanda harga mutlak seperti pada
gambar berikut:
A = |A|
Dua buah vektor dikatakan sama apabila memiliki besar dan arah yang
sama; konsep dari sebuah vektor itu sendiri membuat tidak adanya referensi
terhadap berbagai lokasi pertikel.

Gambar. 1.1 vektor A dan besar nilai A

Gambar 1.2 definisi perkalian sebuah vektor dengan besaran skalar (c > 0).

Sebuah besaran yang merepresentasikan sesuatu nilai yang biasa (positif


atau negatif) sering disebut denngan skalar, untuk membedakannya dengan
besaran vektor. Kita definisikan sebuah perkalian antara vektor A dan sebuah
besaran skalar positif c, yaitu cA dengan arah yang sama dengan vektor A
terhadap nilai cA. Jika c negatif, kita definisikan cA memiliki besar nilai |c|A dan
arahnya berlawanan dengan A. Dapat didefinisikan sebagai berikut:

1
|cA| = |c||A|.
Hal ini sangat mudah, berdasarkan definisi awal, bahwa perkalian antara
skalar merupakan asosiasi seperti berikut:
(cd)A = c(dA)
Hal ini terkadang sesuai dengan penulisan skalar di kanan vektor, dan
didefinisikan Ac sama artinya dengan vektor cA:
cA = Ac
kita definisikan penjumlahan (A + B) dari dua buah vektor A dan B
sebagai vektor yang memperbesar dari ekor vektor A ke kepala vektor B seperti
digambarkan pada gambar 1.3. definisi ini sama dengan aturan poligon, dan akan
lebih sesuai untuk digunakan.
Berdasarkan definisi dasara yang ditunjukkan Gambar 1.3, kita dapat
mendefinisikan dengan pasti bahwa penjumlahan bersifat komutatif dan asosiatif:
A+B = B+A
(A+B)+C = A+(B+C)
Berdasarkan persamaan di atas, kita mungkin akan menghilangkan tanda
kurung yang tertulis pada penjumlahan. Berdasarkan defini yang ditunjukkan
Gambar 1.2 dan 1.3, kita dapat membuat aturan distribusi:
C(A+B) = cA + cB
(c+d)A = cA + dA
Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan menggambarkan diagram-diagram
representasi sebelah kanan dan kiri bagian dari setiap persamaan sesuai definisi
yang diberikan.

Gambar 1.3 Penjumlahan dua buah vektor Gambar 1.4 Penjumlahan


beberapa vektor

2
Sebuah vektor mungkin direpresentasikan secara aljabar dalam bentuk
komponen-komponennya atau proyeksi terhadap sumbu-sumbu koordinatnya.
Titik tegak lurus yang berasal dari ekor dan kepala vektor terhadap sumbu
koordinat seperti yang ditunjukkan Gambar 1.6. kemudian komponen dari vektor
terhadap sumbbu-sumbunya didefinisikan sebagai panjang dari segmen yang
berputongan dengan sumbu yang tegak lurus terhadapnya. Komponen tersebut
dapat berupa positif atau negatif tergantung kepada proyeksi kepala vektor apakah
terhadap arah positif atau negatif sepanjang sumbu yang berasal dari proyeksi
ekornya. Komponen-komponen sebuah vektor A sepanjang sumbu x, y dan z dapat
dituliskan Ax, Ay dan Az. Notasi (Ax, Ay, Az) terkadang akan digunakan untuk
merepresentasikan vektor

Gambar 1.6 (a) komponen-komponen vektor pada suatu bidang. (b)


komponen-
komponen vektor pada ruang.
A = (Ax, Ay, Az)
Jika kita definisikan vektor-vektor 𝑥̂, 𝑦̂, 𝑧̂ sebagai satuan panjang pada sumbu x, y
dan z, sehingga dapat kita tuliskan beberapa vektor sebagai jumlah terhadap hasil
perkalian komponen-komponen dengan 𝑥̂, 𝑦̂, 𝑧̂.
A = Ax𝑥̂ + Ay𝑦̂ + Az ̂.
𝑧
Kebenaran persamaan tersebut dapat disesuaikan dengan menggambarkan
diagram ketiga komponen vektor dengan benar seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.7.

3
Gambar 1.7 diagram pembuktian persamaan A = Ax𝑥̂ + Ay𝑦̂
Sekarang kita mempunyai dua persamaan yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan sebuah vektor: secara geometri sebagai sebuah besaran dengan
besar dan arah pada sebuah ruang, atau secara aljabar sebagai suatu sistem dengan
tiga bagian (Ax, Ay, Az), dimana kita sebut sebgai komponen-komponennya.
Operasi penjumlahan dan perkalian dengan sebuah skalar, seperti yang
didefinisikan secara geometri seperti Gambar 1.2 dan 1.3 dengan bentuk panjang
dan arah-arahnya terhadap vektor diperhitungkan, dapat juga di definisikan secara
aljabar sebagai operasi-operasi terhadap komponen-komponen dari vektor
tersebut. sehingga cA adalah sebuah vektor yang komponen-komponennya
merupakan komponen-komponen A, yang masing-masing dikali dengan c:
cA = (cAx, cAy, cAz)
dan A + B adalah vektor yang komponen-komponenya yang diperoleh dengan
menjumlahkan komponen A dan B:
A + B = (Ax,+ Bx, Ay + By, Az + Bz)

Gambar 1.8 Pembuktian kesesuaian antara aljabar dan geometri pada penjumlahan vektor

4
Kesesuaian antara persamaan aljabar terhdap kesatauan dengan geometri
dapat didemonstrasikan dengan menggambarkan diagram-diagramnya. Gambar
1.8 merupakan pembuktian persamaan (A + B) untuk kasus dua dimensi. Panjang
sebuah vektor dapat didefinisikan secara aljabar sebagai berikut:
|A| = (𝑨𝟐𝒙 + 𝑨𝟐𝒚 + 𝑨𝟐𝒛 )1/2
Sebuah perkalian skalar (A.B) dua buah vektor A dan B sebagai perkalian
besar masing-masing vektor dengan cosinus sudut yang terbentuk antara kedua
vektor (Gambar 1.9).
A . B = AB cos 𝜃
Perkalian skalar adalah sebuah skalar atau angka. Hal ini disebut juga perkalian
dot atau perkalian inner, dan dapat juga didefinisikan sebagai perkalian antara
besar nilai masing-masing vektor dikali dengan proyeksi antar keduanya. Sebagai
contoh dapat digunakan untuk menunjukkan usaha yang bekerja ketika sebuah
gaya F bekerja melelui jarak s yang tidak paralel:
W = Fs cos 𝜃 = F. S

Gambar 1.9 Sudut antara dua buah vektor

Berikut ini adalah akibat lain yang ditimbulkan dari persamaan sebelumnya,
dimana 𝑥̂, 𝑦̂, 𝑧̂ merupakan vektor satuan sepanjang ketiga sumbu koordinat:
𝑥̂. 𝑥̂ = 𝑦̂. 𝑦̂ = 𝑧̂ . 𝑧̂ = 1
𝑥̂. 𝑦̂ = 𝑦̂. 𝑧̂ = 𝑧̂ . 𝑥̂ = 0
A . B = AB, (-AB), ketika A paralel (anti-paralel) terhdap B
A . B = 0, ketika A tegak lurus terhadap B
Perkalian dot dapat juga didefinisikan secara aljabar delam komponen-
komponennya:
A . B = AxBx + AyBy + AzBz

5
Perkalian lainnya yang akan dibahas adalah perkalian vektor, sering juga
disebut dengan cross product atau outer product. Perkalian silang (A x B) dari dua
buah vektor A dan B didefinisikan sebagai sebuah vektor yang tegak lurus
terhdap bidang A dan B dimana besarnya adalah merupakan luas daerah
jajarangenjang antara A dan B. Arah dari (A x B) didefinisikan sebagai arah yang
diperoleh dengan menggunakan kaidah tangan kanan sekrup yang diputar dari A
ke B. Perhatikan Gambar 1.10. Panjang (A x B), dengan membentuk sudut 𝜃 antar
kedua vektor, sebagai berikut:
|A x B| = AB sin 𝜃
Catatan bahwa perkalian skalar dua buah vektor menghasilkan skalar atau angka,
sedangkan perkalian vektor akan menghasilkan vektor yang baru. Perkalian vektor
mengikuti aturan aljabar seperti yang ditunjukkan berikut ini:
A x B = 0 jika A dan B sejajar atau tidak sejajar
|A x B| = AB, ketika A tegak lurus terhadap B
A x A = 0 untuk sembarang A

Hukum-hukum berikut berlaku pada perkalian silang vektor:

1. A × B = –B × A (hukum komutatif untuk perkalian silang tidak berlaku)


2. A × (B + C) = A × B + A × C hukum distribusi
3. m(A × B) = (mA) × B = A × (mB) = (A × B)m, dimana m adalah skalar
juga, konsekuensi berikut dari definisi penting:
4. i × i = j × j = k × k = 0, i × j = k, j × k = i, k × i = j
5. jika A = A1i + A2 j + A3k and B = B1i + B1i + B2j + B3k

𝑥̂ × 𝑥 = 𝑦̂ × 𝑦̂ = 𝑧̂ × 𝑧̂ = 0
𝑥̂ × 𝑦̂ = 𝑧̂ , 𝑦̂ × 𝑧̂ = 𝑥̂, 𝑧̂ × 𝑥̂ = 𝑦̂

6
Gambar 1.10 Definisi perkalian vektor
Sebagai contoh yang menggunakan perkalian silang, aturan untuk sebuah
gaya yang bekerja pada sebuah medan magnet terhadap induksi B terhadap sebuah
muatan listrik q yang bergerak dapat ditunjukkan sebagai berikut:
𝑞
𝐹 = 𝑐 𝒗 × 𝑩,

Dimana cc adalah kecepatn cahaya dan v merupakan kecepatn yang dimiliki


muatan.

1.1 Aplikasi terhadap Beberapa Gaya-gaya yang Bekerja pada Partikel


Jika beberapa gaya F1, F2, ...., Fn bekerja pada sebuah partikel, total gaya
F, yang menyebabkan percepatan, maka akan diperoleh dengan menjumlahkan
gaya gaya tersebut:
F = F1 + F2 + ..... + Fn
Gaya F1, F2, ...., Fn sering disamakan dengan komponen-komponen gaya,
dan F disebut dengan resultannya. Istilah komponen digunakan untuk hal yang
lebih umum dibandingkan dengan penggunaannya pada vektor dengan beberapa
sumbu koordinat. Ketika komponen berarti sebagai kesatuan beberapa vektor
dengan jumlahnya F, maka akan digunakan istilah komponen (vektor). Secara
̂ adalah:
simbol, komponen F terhadap arah vektor satuan 𝒏
̂.F
Fn = 𝒏
Pada persamaan ini, komponen F bukanlah sebuah vektor, melainkan
angka. Jika gaya-gaya F1, F2, ...., Fn diberikan, penjumlahan mungkin ditentukan
secara grafik seperti pada Gambar 1.3 dan 1.4. atu dapat juga ditentukan secara
analisis dengan menggambarkan sebuah sketsa diagram dari penjumlahan dan
menggunakan perhitungan trigonometri untuk mencari besar nilai dan arah dari
vektor F. Jika, sebagai contoh, dua buah vektor akan dijumlahkan, penjumlahan

7
dapat ditemukan dengan menggunakan aturan cosinus dan sinus. Gambar 1.11,
F1, F2, dan 𝜃 ditentukan, dan besar nilai dan arah dari penjumlahan F dapat
dihitung dari,
𝐹 2 = 𝐹12 + 𝐹22 − 2𝐹1 𝐹2 cos 𝜃
𝐹1 𝐹2 𝐹
= =
sin 𝛽 sin ∝ sin 𝜃

Gambar 1.11 Penjumlahan dua buah vektor


Pada bagian awal persamaan ini dapat diperoleh dengan mengkuadratkan,
pada bentuk perkalian dot, persamaannya
F = F 1 + F2
Ambil perkalian dot pada setiap bagian persamaan tersebut dengan
persamaan itu sendiri, kita peroleh,
F .F  F 2  F1  F2  2 F1  F2  F2  F
 F12  F22  2 F1F2 cos 
Jika digunakan perkalian silang, maka akan diperoleh,
F1 × 𝑭 = F1 × 𝑭1 + F1 × 𝑭2

Akan kita peroleh besar pada setiap sisinya,

𝐹2 𝐹
F1 𝑭 sin𝜽 = F1 𝑭2 sin𝜽, atau =
sin∝ sin 𝜃

Gambar 1.12 Gaya F yang pekerja pada titik P

8
Jika sebuah vektor F berada pada bidang xy bekerja pada sebuah partikel
pada titik P, kia definisikan torsi, atau momen dari gaya F terhadap titik asal O
(Gambar 1.13) sebagai perkalian antara jarak ̅̅̅̅
𝑂𝑃 dan komponen F yang tegak
lurus r:
No = rF sin ∝

Momen No pada gaya F terhadap titik asal O bernilai positif ketika F


bekerja pada arah yang berlawanan arah dengan arah jarum jam seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.12 dan bernilai negatif jika arahnya searah dengan
arah jarum jam. Kita juga dapat menentukan cara yang sama untuk momen
terhadap O untuk beberapa besaran vektor yang berada pada titik P. Konsep dari
momen akan sangat berguna pada pelajaran mekanika partikel dan benda tegar.
Secara geometri dan aljabar bagian-bagian torsi akan dipelajari pada bab 5. Yang
perlu diperhatikan bahwa torsi dapat didefinisikan dengan istilah perkalian silang
vektor:
No = ±|𝒓 × 𝑭|
Dimana + atau – berguna untuk menentukan apakah 𝒓 × 𝑭 berada pada arah
positif atau negatif sepanjang sumbu z.
Secara umum dapat juga didefinisikan bahwa torsi pada tiga dimensi
disebabkan karena pengertian torsi atau momen gaya F, bekerja pada titik P, pada
̅̅̅̅ (Gambar 1.13).
sumbu 𝐴𝐵

Gambar 1.13 Momen gaya terhadap sumbu dalam ruang.


̅̅̅̅, dan sebuah F dapat diselesaikan
̂ searah dengan 𝐴𝐵
Sebuah vektor satuan 𝒏
pada komponen-komponen vektornya yang paralel atau tegak lurus terhadap 𝐴𝐵:

9
F = 𝑭|| + F
Dimana
̂ (𝒏
𝑭|| = 𝒏 ̂ . F)
F = F - 𝑭||
sekarang kita defenisikan momen F terhadap sumbu AB sebagai momen, gaya F
, pada bidanng melalui titik P yang tegak lurus terhadap AB, mengenai titik O
pada setiap sumbu AB melewati bidang:
NAB = ±𝑟 F sin ∝ = ±|𝒓 × F |

Dimana + atau – dimasukkan, bergantung apakah 𝒓 × F searah atau berlawanan


̂ . Berdasarkan definisi tersebut, sebuah gaya 𝑭|| paralel terhadap AB
dengan arah 𝒏
tidak memiliki torsi atau momen terhadap AB. Ketika 𝒓 × 𝑭|| adalah tegak lurus
terhadap n,
n ∙ (𝒓 × 𝑭) = 𝒏̂ ∙ [𝒓 × (𝑭|| + F )]

= 𝒏̂ ∙ (𝒓 × 𝑭|| ) + 𝒏̂ ∙ (𝒓 × F )

= 𝒏̂ ∙ (𝒓 × F )

= ±|𝒓 × F |
Sehingga dapat didefinisikan lebih baik dengan,
NAB = 𝒏̂ ∙ (𝒓 × 𝑭)
Persamaan tersebut berpengaruh terhadap definisi vektor torsi atau momen vektor
terhadap sebuah titik O, sebuah gaya F bekerja pada titik P, sebgai berikut:
No = r × 𝑭,
dimana r adalah vektor dari O ke P.

1.2 Diferensiasi dan Integrasi Vektor

Sebuah vektor A mempunyai fungsi besaran skalar, misalkan t, dimana


untuk setiap nilai t sebuah vektor A(t) terasosiasi, atau secara aljabar pada kasus
ini sangat berguna sebagai fungsi t:
A = A(t) = [Ax(t), Ay(t), Az(t)]
Contoh yang paling sederhana adalah bahwa fungsi vektor terhadap waktu:
sebagai contoh, kecepatan bergerak suatu partikel adalah sebagai fungsi waktu:

10
v(t). Kita dapat definisikan turunan dari sebuah vektor A dengan pengaruh t
dengan analogi dengan definisi secara umum terhadap turunan sebuah fungsi
skalar (Gambar 1.14):
𝑑𝑨 𝑨(𝑡 + ∆𝑡) − 𝑨(𝑡)
= lim .
𝑑𝑡 ∆𝑡→0 ∆𝑡
Bagian ∆𝑡 disini memiliki arti perkalian dengan 1/∆𝑡. Kita mungkin akan
medefinisikan turunan vektor secara aljabar dengan istilah komponen-
komponennya:

𝑑𝑨 𝑑𝑨𝑥 𝑑𝑨𝑦 𝑑𝑨𝑧 𝑑𝑨𝑥 ̂ 𝑑𝑨𝑦 𝑑𝑨𝑧


=( , , ̂
)=𝒙 + 𝑦̂ + 𝑧̂
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Sebagai contoh, jika v (t) adalah kecepatan vektor dari sebuah partikel, yang
percepatan a vektor adalah,
A = dv/dt
Persamaan-persamaan dibawah ini merupakan diferensiasi vektor dapat
dibuktikan secara langsung berdasarkan perhitungan aljabar, atau dapat dengan
menganalogikan dapat dibuktikan untuk diferensi fungsi skalar:
𝑑 𝑑𝑨 𝑑𝑩
(𝑨 + 𝑩) = +
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑 𝑑𝑓 𝑑𝑨
(𝑓𝑨) = 𝑨+𝑓
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑 𝑑𝑨 𝑑𝑩
(𝑨 ∙ 𝑩) = ∙𝑩+𝑨∙
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑 𝑑𝑨 𝑑𝑩
(𝑨 × 𝑩) = ×𝑩+𝑨×
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Hasil ini menyiratkan bahwa diferensiasi jumlah vektor dan produk
mematuhi aturan aljabar sama dengan diferensiasi jumlah dan produk dalam
kalkulus biasa, kecuali, bagaimanapun, bahwa urutan faktor dalam produk silang
tidak boleh diubah Untuk membuktikan tersebut misalnya, dari definisi (1.53),
kita hanya acara dengan perhitungan langsung yang sesuai komponen di kedua
sisi persamaan adalah sama, memanfaatkan definisi dan sifat vektor
operasi diperkenalkan dalam bagian sebelumnya. Untuk x-komponen, bukti
berjalan:

11
𝑑 𝑑
[ (𝑓𝑨)] = (𝑓𝑨)𝑥
𝑑𝑡 𝑥 𝑑𝑡
𝑑
= 𝑑𝑡 (𝑓𝑨𝒙 )

𝑑𝑓 𝑑𝐴𝑥
= (𝑨𝒙 ) + 𝑓 ) aturan
𝑑𝑡 𝑑𝑡
standar
kalkulus
ordinary
𝑑𝑓 𝑑𝑨
= (𝑨𝒙 ) + 𝑓 ( ))
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑥
𝑑𝑓 𝑑𝑨
= ( 𝑑𝑡 𝑨) + (𝑓 𝒅𝒕 )
𝑥 𝑥
𝑑𝑓 𝑑𝑨
=( 𝑨+𝑓 )
𝑑𝑡 𝒅𝒕 𝑥

Sebagai contoh lain, untuk membuktikan Persamaan. (1.56) dari definisi (1.52),
kita lanjutkan seperti dalam bukti teorema yang sesuai untuk produk dari fungsi
skalar biasa. Kami akan menggunakan simbol L1 untuk berdiri untuk peningkatan
dalam nilai-nilai fungsi apapun
antara t dan t + L1t; yang L1A kenaikan dari vektor A didefinisikan pada Gambar.
1.15. menggunakan definisi ini terhadap ∆, dan aturan aljabar vektor memberikan
bagian sebelumnya, sehingga

Gambar 3.14 Vektor increment ∆𝑨 = 𝑨(𝒕 + ∆𝒕) − 𝑨(𝒕)


∆(𝑨 ∙ 𝑩) (𝑨 + ∆𝑨) ∙ (𝑩 + ∆𝑩) − 𝑨 ∙ 𝑩
=
∆𝑡 ∆𝑡
(∆𝑨)∙𝑩+𝑨∙(∆𝑩)+(∆𝑨)∙(∆𝑩)
= ∆𝑡
(∆𝑨)∙𝑩 (∆𝑩)∙𝑨 (∆𝑨)∙(∆𝑩)
= + +
∆𝑡 ∆𝑡 ∆𝑡
∆𝑨 ∆𝑩 (∆𝑨)∙(∆𝑩)
= ∙𝑩+𝑨∙ +
∆𝑡 ∆𝑡 ∆𝑡

Ketika ∆𝑡 → 0, sisi kiri persamaan. (1.58) mendekati sisi kiri Persamaan. (1.56),
dan pertama dua istilah di sisi ofeq kanan. (1.58) mendekati dua istilah di sebelah

12
kanan Persamaan. (1.56), sedangkan musim lalu di sebelah kanan persamaan.
(1.58) lenyap. yang ketat pembenaran dari proses batas ini adalah persis sama
dengan pembenaran diperlukan untuk
proses yang sesuai dalam kalkulus biasa. Dalam mengobati gerakan dalam ruang
tiga-dimensi, kita sering bertemu skalar dan jumlah vektor yang memiliki nilai
yang pasti di setiap titik dalam ruang. jumlah tersebut adalah fungsi dari koordinat
ruang, umumnya x, y, dan z. Mereka juga mungkin dianggap sebagai fungsi dari r
vektor posisi dari titik asal ke titik x, y, z (Gambar. 1.15). Dengan demikian kita
membedakan fungsi titik skala
u(r) = u(x, y, z)
dan fungsi vektor titik,
A(r) = A(x, y, z) = [Ax(x, y, z), Ay(x, y, z), Az(x, y, z)]

Gambar 1.15 Posisi vektor r terhadap titik (x, y, z)


Contoh dari fungsi titik skalar adalah energi potensial V (x, y, z) dari sebuah
partikel bergerak dalam tiga dimensi. Contoh dari fungsi titik vektor adalah listrik
bidang intensitas E (x, y, z). Skalar dan vektor titik fungsi sering fungsi waktu t
serta titik x, y, z dalam ruang.
Jika kita diberi kurva C di ruang angkasa, dan fungsi vektor A didefinisikan pada
titik-titik
sepanjang kurva ini, kita dapat mempertimbangkan integral garis A bersama C:

∫ 𝑨 ∙ 𝑑𝒓
𝐶

Untuk menentukan garis integral, bayangkan kurva C dibagi menjadi segmen


kecil, dan biarkan setiap segmen diwakili oleh dr vektor dalam arah segmen dan
panjang yang sama dengan panjang segmen. Kemudian kurva terdiri dari berturut-
turut vektor dr meletakkan ujung ke ujung. Sekarang untuk setiap segmen,

13
membentuk produk A ∙ dr, di mana A adalah nilai fungsi vektor pada posisi
segmen tersebut. Garis terpisahkan atas didefinisikan sebagai batas jumlah dari
produk A ∙ dr sebagai jumlah segmen meningkatkan tanpa batas, sedangkan
panjang |dr| setiap segmen mendekati nol. Sebagai contoh, pekerjaan yang
dilakukan oleh gaya F, yang mungkin berbeda dari titik ke titik, pada partikel
yang bergerak sepanjang kurva C adalah

𝑾 = ∫𝐶 𝑭 ∙ 𝑑𝒓
yang merupakan generalisasi, untuk kasus kekuatan yang bervariasi dan kurva
sewenang-wenang C, formulanya,
W=F∙𝒔
ntuk gaya konstan bekerja pada sebuah benda yang bergerak sepanjang ruas garis
s lurus. Itu
Alasan untuk menggunakan dr simbol untuk mewakili segmen kurva adalah
bahwa jika r adalah vektor posisi dari titik asal ke titik pada kurva, maka dr
adalah kenaikan dalam r (lihat Gambar. 1.14) dari satu ujung ke ujung dari
segmen yang sesuai. Jika kita menulis r dalam bentuk
̂𝑥 + 𝒚
r=𝒙 ̂𝑦 + 𝒛̂𝑧
kemudian
̂𝑑𝑥 + 𝒚
dr = 𝒙 ̂𝑑𝑦 + 𝒛̂𝑑𝑧
dimana dx, dy dan dz adalah pembeda pada koordinat antara dua buah segmen
jika s merupakan besaran jarak sepanjang kurva dari beberapa titik, maka dapat
ditentukan integral garis sebagai ordinary integral yang melewati koordinat s:

∫ 𝑨 ∙ 𝑑𝒓 = ∫ 𝐴 cos 𝜃 𝑑𝑠
𝐶

Dimana 𝜃 merupakan sudut antara A dan tangensial terhadap kurva untuk setiap
titik (lihat Gambar 1.16). persamaan ini mungkin dapat digunakan untuk
megevaluasi integral yang diketahuai sebagai A dan cos 𝜃 sebagai fungsi s.
Sehingga dapat dituliskan integralnya,

∫𝐶 𝑨 ∙ 𝑑𝒓 = ∫𝐶 (𝐴𝑥 𝑑𝑥 + 𝐴𝑦 𝑑𝑦 + 𝐴𝑧 𝑑𝑧).

14
Gambar 1.16 Elemen yang termasuk integral garis

Salah satu cara yang paling sesuai untuk mewakili kurva dalam ruang adalah
untuk memberikan tiga koordinat (x, y, z) atau, sama, vektor posisi r, sebagai
fungsi dari parameter s yang memiliki nilai yang pasti ditugaskan untuk setiap
titik dari kurva. Parameter s sering, meskipun tidak selalu, jarak diukur sepanjang
kurva dari beberapa titik referensi, seperti pada Gambar. 1.16 dan dalam
Persamaan di atas. Parameter s mungkin juga menjadi waktu di mana partikel
bergerak tiba pada suatu titik tertentu pada kurva. Jika kita tahu A(r) dan r(s),
maka integral garis dapat dievaluasi dari rumus,
𝒅𝒓
∫ 𝑨 ∙ 𝑑𝒓 = ∫ (𝑨 ∙ ) 𝑑𝑠
𝐶 𝑑𝑠
𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
= ∫ (𝐴𝑥 + 𝐴𝑦 + 𝐴𝑧 ) 𝑑𝑠
𝑑𝑠 𝑑𝑠 𝑑𝑠
Anggota kanan dari persamaan ini adalah integral biasa selama s variabel. Sebagai
contoh perhitungan garis integral, mari kita hitung pekerjaan dilakukan pada
partikel yang bergerak dalam setengah lingkaran dengan jari-jari tentang asal di
xy, oleh kekuatan menarik partikel menuju titik (x = a, y = 0) dan sebanding
dengan jarak dari partikel dari titik (a, 0). Menggunakan notasi ditunjukkan pada
Gambar. 1.18, kita dapat menuliskan hubungan berikut:
1 𝜋 1
𝛽 = 2 (𝜋−∝), 𝜃 = 2−𝛽 =2∝

𝐷2 = 2𝑎2 (1 − 𝑐𝑜𝑠 ∝), 𝐷 = 2𝑎 sin 2

𝑭 = −𝒌𝑫, 𝐹 = 𝑘𝐷 = 2𝑘𝑎 sin
2
𝑠 = 𝑎(𝜋−∝)

15
Gambar 1.18
Menggunakan hubungan ini, kita dapat mengevaluasi pekerjaan yang dilakukan,
dengan menggunakan Persamaan. (1.61):

𝑾 = ∫ 𝑭 ∙ 𝒅𝒓
𝑪
𝜋𝑎
= ∫𝑠=0 𝐹𝑐𝑜𝑠 𝜃 𝑑𝑠
0 ∝ ∝
= − ∫∝=𝜋 2𝑘𝑎2 𝑠𝑖𝑛 𝑐𝑜𝑠 𝑑 ∝
2 2
2
= 2𝑘𝑎
Dalam rangka untuk menghitung integral yang sama dari Persamaan. (1.63), kita
mengungkapkan r dan F bersama kurva sebagai fungsi dari parameter ∝:
𝑥 = 𝑎 𝑐𝑜𝑠 ∝ 𝑦 = 𝑎 𝑠𝑖𝑛 ∝

𝐹𝑥 = 𝑘𝐷 𝑐𝑜𝑠𝛽 = 2𝑘𝑎𝑠𝑖𝑛2 = 𝑘𝑎(1 − 𝑐𝑜𝑠 ∝)
2
∝ ∝
𝐹𝑦 = −𝑘𝐷 𝑠𝑖𝑛𝛽 = −2𝑘𝑎 𝑠𝑖𝑛 𝑐𝑜𝑠 = −𝑘𝑎 𝑠𝑖𝑛 ∝
2 2
Sehingga usaha adalah,

𝑾 = ∫ 𝑭 ∙ 𝒅𝒓
𝑪

0
𝑑𝑥 𝑑𝑦
=∫ (𝐹𝑥 + 𝐹𝑦 )𝑑 ∝
∝=𝜋 𝑑∝ 𝑑∝
0
= ∫ [−𝑘𝑎2 (1 − 𝑐𝑜𝑠 ∝)𝑠𝑖𝑛 ∝ −𝑘𝑎2 𝑠𝑖𝑛 ∝ 𝑐𝑜𝑠 ∝]𝑑 ∝
𝜋
𝜋
= 𝑘𝑎2 ∫ 𝑠𝑖𝑛 ∝ 𝑑 ∝
0

= 2𝑘𝑎2

16
1.3 Kinematika pada Bidang
Kinematika adalah ilmu yang menggambarkan gerakan kemungkinan
mekanik sistem tanpa memperhatikan hukum dinamis yang menentukan gerakan
benar-benar terjadi. Dalam mempelajari kinematika dari sebuah partikel dalam
pesawat, kita akan berkaitan dengan metode untuk menggambarkan posisi sebuah
partikel, dan jalan diikuti oleh partikel, dan dengan metode untuk menemukan
berbagai komponen kecepatan dan percepatan.

Gambar 1.18 Posisi vektor dan koordinat persegi panjang terhadap titik P pada
bidang.

Metode paling sederhana dari lokasi partikel di pesawat adalah untuk


mendirikan dua per-sumbu pendicular dan untuk menentukan posisi apapun
dengan koordinat x persegi panjang, y sehubungan dengan sumbu tersebut (Gbr.
1.19). Ekuivalen, kita dapat menentukan posisi vektor r = (x, y) dari asal ke posisi
partikel. Jika kita menemukan sebuah posisi dengan menentukan (dengan cara
yang mudah) vektor r, maka kita perlu tentukan selain hanya asal 0 dari mana
vektor ditarik. Jika kita tentukan _ Koordinat x, y, maka kita harus juga
menentukan sumbu koordinat yang x, yare diukur.Setelah mendirikan sebuah
sistem koordinat, kita selanjutnya ingin menggambarkan jalur dari partikel di
dalam pesawat. Kurva di-bidang xy dapat ditentukan dengan memberikan y
sebagai fungsi x sepanjang kurva, atau sebaliknya:
y = y(x)
atau
x = x(y)
Bentuk (1.64) dan (1.65), namun, tidak nyaman dalam banyak kasus, misalnya
ketika kurva ganda kembali pada dirinya sendiri. Kami juga dapat menentukan
kurva dengan memberikan

17
hubungan antara x dan y, Bentuk (1.64) dan (1.65), namun, tidak nyaman dalam
banyak kasus, misalnya ketika kurva ganda kembali pada dirinya sendiri. Kami
juga dapat menentukan kurva dengan memberikan hubungan antara x dan y,
f(x,y) = 0
sehingga kurva terdiri dari titik-titik yang koordinat memenuhi hubungan ini.
Contohnya adalah persamaan lingkaran:
x2+y2- a2 = 0

salah satu yang paling sesuai untuk merepresentasikan kurva dengan istilah
parameter s
x = x(s), y = y(s)
atau
r = r(s)
Parameter memiliki nilai yang unik pada setiap titik dari kurva. Sebagai s
bervariasi, titik [X (s), y (s)] jejak keluar kurva. Parameter s mungkin, misalnya,
menjadi jarak diukur sepanjang th kurva dari beberapa titik tetap. Persamaan
lingkaran dapat dinyatakan dalam parameter FJ dalam bentuk
𝑥 = 𝑎 cos 𝜃
𝑦 = 𝑎 𝑠𝑖𝑛 𝜃
Dimana 𝜃 adalah sudut antara sumbu x dan jari-jari untuk titik (x, y) pada
lingkaran. Dalam hal jarak s diukur di sekitar lingkaran,
𝑠
𝑥 = 𝑎 cos
𝑎
𝑠
𝑦 = 𝑎 𝑠𝑖𝑛
𝑎
Dalam masalah mekanika, parameter biasanya waktu, dalam hal ini Pers.
(1.67) menentukan tidak hanya jalur partikel, tetapi juga tingkat di mana partikel
melintasi jalan. Jika sebuah partikel bergerak dengan kecepatan konstan v sekitar
lingkaran, posisinya setiap saat t dapat diberikan oleh
𝑣𝑡
𝑥 = 𝑎 cos
𝑎
𝑣𝑡
𝑦 = 𝑎 sin
𝑎

18
Jika partikel bergerak sepanjang jalan yang diberikan oleh Persamaan. (1.67), kita
dapat menentukan gerakannya dengan me mberikan s(t), atau dengan menentukan
secara langsung
𝒙 = 𝒙(𝒕), 𝒚 = 𝒚(𝒕)
Atau
𝒓 = 𝒓(𝒕)
Kecepatan dan percepatan dan komponen-komponennya, diberikan sebagai
𝑑𝑟 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑣= = 𝑥̂ + 𝑦̂ 𝑑𝑡
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑣𝑥 = , 𝑣𝑦 =
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑣 𝑑2 𝑟 𝑑2 𝑥 2
𝑎= = = 𝑥̂ 𝑑𝑡 2 + 𝑦̂𝑑𝑑𝑡2𝑦,
𝑑𝑡 𝑑𝑡 2
2
𝑑 𝑥 𝑑2𝑦
𝑎𝑥 = 2 , 𝑎𝑦 = 2
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Gambar 1.19 Bidang polar koordinat Gambar 1.20 kenaikan vektor 𝑟̂ dan 𝜃̂

koordinat polar, ditunjukkan pada Gambar. 1.20, yang nyaman dalam banyak
masalah.
Koordinat r, 𝜃terkait dengan x, y dengan persamaan berikut:
𝑥 = 𝑟 cos 𝜃, 𝑦 = 𝑟 sin 𝜃
Dan
𝑟 = (𝑥 2 + 𝑦 2 )1/2
𝑦 𝑦 𝑥
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 = 𝑠𝑖𝑛−1 2 = 𝑐𝑜𝑠 −1
𝑥 (𝑥 + 𝑦 2 )1/2 (𝑥 2 + 𝑦 2 )1/2

19
̂ dalam arah peningkatan rand FJ, masing-
Kami mendefinisikan vektor satuan r, 𝜽
̂ adalah fungsi dari sudut 𝜃, dan yang
masing, sebagai ditampilkan. Vektor r, 𝜽
berhubungan dengan 𝑥̂, 𝑦̂oleh persamaan
𝒓̂ = 𝒙
̂ 𝑐𝑜𝑠𝜃 + 𝑦̂ sin 𝜃,

   xˆ sin   ŷ cos
Persamaan tersebut mengikuti aturan dari Gambar 1.19. diferensiasi, kita peroleh
persamaan yang sangat penting,
drˆ dˆ
 ˆ,  rˆ
d d
Persamaan tersebut dapat diperoleh dengan mempelajari Gambar 1.20. posisi
vektor r sangat sederhana dengan istilah koordinat polar:
r  rrˆ ( )
Kita dapat menjelaskan gerak suatu partikel pada koordinat polar dengan
spesifikasi r(t),  (t ) kemudian menentukan posisi vektor r(t). Vektor
kecepatannya adalah,
dr dr drˆ d dˆ d
v  rˆ  rˆ  rˆˆˆ  rˆˆ  rˆ
dt dt d dt d dt
  
 (r  r )rˆ  (r  2r )
2 ˆ

Komponen-komponen percepatannya adalah


a  r  r2 , a  r  2r

Bentuk r  v 0 / r disebut jugga dengan percepatan sentripetal berasal dari gerak
2

terhadap arah  .

1.4 Kinematika pada Tiga Dimensi


Pengembangan di bagian sebelumnya untuk kinematika dalam dua
dimensi memanfaatkan koordinat persegi panjang segera untuk tiga orang kasus
dimensi. Sebuah titik ditentukan oleh koordinat x, y, z, sehubungan dengan dipilih
kapak persegi di ruang angkasa, atau dengan yang vektor posisi r = (x, y, z)
dengan hormat ke asal dipilih. Sebuah jalan di ruang angkasa dapat diwakili
dalam bentuk dua persamaan di x, y, dan z:
f ( x, y, z )  0, g(x, y, z)  0

20
Setiap persamaan mewakili permukaan. Lintasan adalah persimpangan dua
permukaan.
Sebuah lintasan juga diwakili secara parameter:
x  x( s), y  y(s), z  z(s)
Kecepatan dan percepatan ditentutukan dengan
dr
v  xˆvx  yˆ v y  zˆvz ,
dt

dx dy dz
vx  , vy  , vz 
dt dt dt
Dan
dv
a  xˆax  yˆv y  zˆvz ,
dt
d 2x d2y d 2z
ax  2 , vy  2 , vz 
dt dt dt 2
Banyak sistem koordinat selain Cartesian yang berguna untuk masalah-masalah
khusus. Mungkin yang paling banyak digunakan adalah koordinat polar bola dan
silinder koordinat polar. koordinat polar silinder (  ,  , z) didefinisikan seperti
pada Gambar. 1.21, atau dengan persamaan
x   cos , y   sin  , zz

Dan, berkebalikan,

  ( x 2  y 2 )1 / 2 ,
y y x
  tan 1  sin 1 2  cos 1 2
x (x  y )
2 1/ 2
( x  y 2 )1 / 2
zz

Sebuah sistem vektor satuan ˆ , ˆ, ẑ pada arah naiknya  ,  , z, secara serentak.

Gambar 1.21 Koordinat silinder polar

21
Ditunjukkan seperti pada Gambar 1.21. ẑ konstan, tetapi  dan ˆ merupakan
fungsi  , hanya pada bidang koordinat polar:
ˆ  xˆ cos  ŷ sin  , ˆ  -xsin   ŷ cos
Dan, sama seperti,
dˆ dˆ
 ,   ˆ
d d
Posisi vektor r dapat ditentukan dengan koordinat silinder dengan bentuk
r  ˆ  zzˆ
Diferensiasi, akan diperoleh untuk kecepatan dan percepatan menggunakan
persamaan sebelumnya:
dr
v  ˆ  ˆ  z ẑ,
dt
dv
a  (    2 ) 2  (   2  )ˆ  zzˆ
dt
Ketika ˆ , ˆ, ẑ berbentuk beberapa vektor unit yang saling tegak lurus, beberapa
vektor A dapat ditentukan dengan istilah terhadap komponen-komponennya
sepanjang ˆ , ˆ, ẑ :
A  A ˆ  A ˆ  A zˆ
  z

Harus mendapat perhatian ketika ˆ dan ˆ merupakan fungsi  beberapa


komponen ( A , A , Az ) sama untuk titik yang spesifik pada ruang dimana setiap
vektor A berada, atau paling tidak terhadap nilai dari koordinat  . Jika A
merupakan fungsi sebuah parameter, misal t, kemudian kita akan menghitung
turunannya dengan deferensiasi, tetapi kita harus hati-hati untuk memasukkan
variasi dari ˆ dan ˆ jika berada dengan vektor akan selalu berubah terhadap t:
dA dA d dA d ˆ dAz
(  A ) ˆ  (   A )  zˆ
dt dt dt dt dt dt

Gambar 1.22 Koordinat Polar Bola

22
Sebuah persamaan dA/dt akan sangat berguna untuk kasus seperti
koordinat polar pada dua dimensi.
Koordinat polar Spherical (r ,  ,  ) didefinisikan seperti pada Gambar 1.22 atau
dengan persamaan:
x  r sin  cos , y  r sin  sin  , z  r cos
Tampilan untuk x dan y diikuti jika   sin  , maka diperoleh,

r  ( x 2  y 2  z 2 )1 / 2 ,
( x 2  y 2 )1 / 2
  tan 1

z
y
  tan 1
x
Vektor satuan (rˆ, ˆ, ˆ) sesuai dengan koordinat spherical maka mengindikasikan
seperti Gambar 3.22, dimana  adalahvektor yang sama dengan koordinat
silinder. Vektor satuan ̂ selalu berguna untuk memperoleh r̂ , ̂ . Sehingg akan
diperoleh:
rˆ  zˆ cos   ˆ sin   zˆ cos   xˆ sin  cos   yˆ sin  cos yˆ sin  sin 

ˆ   zˆ sin   ˆ cos    zˆ sin   xˆ cos  cos   yˆ cos  sin 


ˆ   xˆ sin   yˆ cos 
Dengan mendeferensiasikan persamaan tersebut, atau yang lebih ,udah dengan
inspeksi diagramnya, tidak ada variasi terhdap  , dengan r̂ , ̂ yamg sudah

terpenuhi, bergantung pada rotasi bidang ẑ , r̂, ˆ , ˆ , sedangkan variasi dari 


dengan r̂ ,  , kita temukan,
rˆ ˆ r̂
,   sin 
 
ˆ ˆ
 rˆ,   cos 
 
ˆ ˆ
 0,   ˆ  rˆ sin  - ˆ cos
 
Pada koordinat spherical posisi vektor sangat sederhana
r  rrˆ( ,  )
Diferensiasi dan menggunakan persamaaan sebelumnya, maka diperoleh
kecepatan dan percepatan:

23
dr
v  rrˆ  rˆ  (r sin  )ˆ,
dt
dv
a  (r  r 2  r 2 sin 2 )rˆ  (r  2r  r 2 sin  cos  )ˆ  (r sin   2r sin   2r cos  )
dt
lagi, (rˆ, ˆ, ˆ) bentuk beberapa vektor unit yang tegak lurus, dan beberapa vektor
A yang direpresentasikan dalam istilah komponen spherical:

A  Ar rˆ  A ˆ  Aˆ
Berikut ini adalah komponen-komponennya bergantung tidak hanya dari A saja
tetapi juga letaknya. Jika A dan letaknya dinyatakan dalam fungsi terhdap t, maka

dA  dAr d d    dA d d  ˆ 
  A  A sin  rˆ     Ar  A cos    
dt  dt dt dt    dt dt dt  
 dA d d  ˆ
  Ar sin   A cos  
 dt dt dt 

1.5 UNSUR ANALISIS VEKTOR


Sebuah fungsi skalar u (x, y, z) memiliki tiga turunan, yang dapat dianggap
sebagai komponen fungsi titik vektor disebut gradien u:
𝜗𝑢 𝜗𝑢 𝜗𝑢 𝜗𝑢 𝜗𝑢 𝜗𝑢
𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑢 = ( , , ) = 𝑥̂ + 𝑦̂ + 𝑧̂
𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑧 𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑧
Kami juga dapat mendefinisikan grad u geometris sebagai vektor yang
arahnya adalah arah di mana u meningkatkan paling cepat dan yang besarnya
adalah turunan directional dari u, yaitu, tingkat kenaikan dari u per unit jarak arah
itu. Bahwa ini definisi geometris setara dengan aljabar definisi 3,105) dapat
dilihat dengan mengambil diferensial dari u:
𝜗𝑢 𝜗𝑢 𝜗𝑢
𝑑𝑢 = 𝑑𝑥 + 𝑑𝑦 + 𝑑𝑧
𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑧
Persamaan (3,106) memiliki bentuk produk skalar dari lulusan u dengan dr vektor
yang komponen dx, dy, dz:
𝑑𝑢 = 𝑑𝑟. 𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑢
Secara geometris, du adalah perubahan u ketika kita bergerak dari titik r == (x, y,
z) untuk
titik terdekat r + dr = (x + dx, y + dy, z + dz). Oleh Persamaan. (1.15):
𝑑𝑢 = |𝑑𝑟|. |𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑢| 𝑐𝑜𝑠𝜃

24
Dimana ϴ adalah sudut antara dr dan grad u. Jadi pada jarak kecil tetap |𝑑𝑟| dari
titik r, perubahan u maksimum ketika dr 'adalah dalam arah yang sama sebagai u
grad, dan kemudian:
𝑑𝑢
|𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑢| =
|𝑑𝑟|
Ini menegaskan deskripsi geometris grad u diberikan di atas. Sebuah alternatif
definisi geometris u lulusan adalah bahwa hal itu adalah vektor sehingga
perubahan u, untuk
perubahan kecil yang sewenang-wenang dari posisi dr, diberikan oleh Persamaan.
(3,107).
Dengan cara murni simbolik, anggota kanan persamaan. (3,105) dapat dianggap
sebagai "produk" dari "vektor":
𝜗 𝜗 𝜗 𝜗𝑢 𝜗𝑢 𝜗𝑢
∇= ( , , ) = 𝑥̂ + 𝑦̂ + 𝑧̂
𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑧 𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑧
dengan skalar fungsi u:
𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑢 = ∇𝑢
Simbol V diucapkan "del." V sendiri bukanlah vektor dalam arti geometris,
tapi operasi pada u fungsi yang memberikan VUE vektor Namun, aljabar,
V memiliki sifat yang hampir identik dengan orang-orang dari vektor. Alasannya
𝜗 𝜗 𝜗
adalah bahwa simbol diferensiasi , , memiliki sifat aljabar seperti yang
𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑧

nomor biasa kecuali ketika mereka bertindak atas produk dari fungsi:
𝜗 𝜗𝑢 𝜗𝑣 𝜗 𝜗 𝜗 𝜗
(𝑢 + 𝑣) = + , 𝑢= 𝑢
𝜗𝑥 𝜗𝑥 𝜗𝑥 𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑦 𝜗𝑥
Dan
𝜗 𝜗𝑢
(𝑎𝑢) = 𝑎
𝜗𝑥 𝜗𝑥
disediakan adalah konstan. Namun,
𝜗 𝜗𝑢 𝜗𝑣
(𝑎𝑣) = 𝑣+𝑢
𝜗𝑥 𝜗𝑥 𝜗𝑥

25
Dalam satu hal ini operator diferensiasi berbeda aljabar dari biasa angka. Jika 8 /
8x sejumlah, 8,18x (uv) akan sama baik u (8 / 8x) v atau v (8 / 8x) u. Dengan
demikian kita dapat mengatakan bahwa 8 / 8x berperilaku aljabar sebagai angka
kecuali bahwa ketika beroperasi pada suatu produk, hasilnya dalah jumlah dari
istilah di mana masing-masing faktor adalah diferensiasi tiated secara terpisah,
seperti dalam Persamaan. (3,113). Sebuah pernyataan yang sama berlaku untuk
simbol V. Ini berperilaku aljabar sebagai vektor, kecuali bahwa ketika beroperasi
pada produk itun harus diperlakukan juga sebagai operasi diferensiasi. Aturan ini
memungkinkan kita untuk menulis
bawah sejumlah besar identitas melibatkan simbol V, berdasarkan identitas
vektor.
Kami akan membutuhkan sangat sedikit ini dalam teks ini, dan tidak akan daftar
di sini. *
Kita dapat membentuk produk skalar dari V dengan fungsi Titik vektor (x, y, z).
Hal ini disebut divergensi A:
𝜗𝐴𝑥 𝜗𝐴𝑦 𝜗𝐴𝑧
𝑑𝑖𝑣 𝐴 = ∇. 𝐴 = + +
𝜗𝑥 𝜗𝑦 𝜗𝑧
Arti geometris div A diberikan oleh teorema berikut, yang disebut
teorema divergensi, atau teorema Gauss ':

∫ ∫ ∫ ∇. 𝐴 𝑑𝑉 = ∫ ∫ 𝑛̂. 𝐴 𝑑𝑆
𝑆

di mana V adalah volume tertentu, S adalah permukaan berlari volume V, dan Ii


adalah unit
vektor tegak lurus permukaan S menunjukkan dari volume pada setiap titik
S (Gambar. 3.24). Jadi Ii. A adalah komponen A normal S, dan Persamaan.
(3,115) mengatakan bahwa "jumlah total V · A dalam V" adalah sama dengan
"tota] fluks A luar

26
melalui permukaan S. "Jika v merupakan kecepatan dari fluida bergerak pada
setiap titik
di ruang angkasa, maka

∫ ∫n̂ . 𝑣 𝑑𝑆
𝑆

∫ ∫ n̂ . 𝑣 𝑑𝑉
𝑉

𝜗𝐴𝑧 𝜗𝐴𝑦 𝜗𝐴𝑥 𝜗𝐴𝑧 𝜗𝐴𝑦 𝜗𝐴𝑥


𝑐𝑢𝑟𝑙 𝐴 = ∇𝑥𝐴 = 𝑥̂ ( − ) + 𝑦̂ ( − )+ ( − )
𝜗𝑦 𝜗𝑧 𝜗𝑧 𝜗𝑥 𝜗𝑥 𝜗𝑦
Secara geometrikal arti dari curl diytakan dengan teorema Stokes:

∫ ∫ 𝑛̂. (∇𝑥𝐴)𝑑𝑆 = ∫𝐴. 𝑑𝑟


𝑆 𝐶

Dimana S adalah beberapa pada ruang, n adalah vektor satuan normal


terhadap S dan C adalah kurva dibatasi S, dr akan memiliki arah untuk setiap
benda yang berada disekitar C jika berada disebelah kiri bagian dalam dan keluar
denngan arah n. (Lihat Gambar 3.24). berdasarkan persamaan sebelumnya, curl A
untuk setiap titik adalah sebuah ukuran untuk memberikan untuk setiap fungsi
vektor A yang mengelilingi disekitar titik. Sebagai contoh yang baik adalah
sebuah medan magnetik disekitar kawat berarus, dimana curl dari medan
magnetik dengan intensitas yang sebanding dengan banyaknya raus. Kita dapat
menghilangkannya pada teorema Stokes.
Pembaca tidak perlu khawatir terhdap sulitnya dalam penyelesaian ide ini.
Pemahaman terhadap konsep matematika yang baru seperti hal tersebut untuk
orang-orang yang pelan-pelan, untuk mereka gunakan. Definisi tersebut akan
diingat untuk kegunaan di masa yang akan datang. Hal yang tidak dapat diprediksi
untuk sesuatu yang populer terhdap mereka sampai mereka memiliki pemahaman
bagaimana mereka menggunakan dalam permasalahan fisika. simbol vektor 
dapatditunjukkan pada koordinat silender.

27
Gambar 1.24 Permukaan S yang dibatasi oleh kurva C
Istilah komponennya sepanjang r̂ , ˆ, ˆ . Kita beri tanda jika u  u,
u u u
du  d  d  dz,
  z
Dan, dari persamaan sebelumnya,
dr  ˆd  ˆd  zˆdz
Sebuah hasil yang secara signifikan geometri dari Gambar 3.21. dengan demikian,
jika kita tulis

 ˆ  
  ˆ   zˆ
   z

Maka diperoleh apabila r̂ , ˆ, ˆ digunakan sebagai bagian yang tegak luru dari
vekto satuan
du  dr  u
as required by the geometrical definition of u  gradu . A formula for 
could have been worked out also for the case of polar coordinates in two
dimensions and would have been exactly analogous to Eq. (3.120) except that the
term in z would be missing. In applying the symbol  to expressions involving
vectors expressed in cylindrical coordinates, it must be remembered that the unit

vectors ̂ and ˆ are functions of  and subject to differentiation when they

occur after  .

Kita dapat definisikan sebuah vektor  dengan koordinat spherical
dengan catatn bahwa

28
u u u
du  dr  d  d ,
dr  
dan
dr  rˆdr  ˆrd  ˆr sin  d
dengan demikian,
 ˆ  ˆ 
  r̂   ,
r r  r sin  

Sebagai contoh, divergensi sebuah fungsi vektor A diekspresikan pada


koordinat spherical adalah

A ˆ A ˆ A
  A  rˆ    
r r  r sin  
A r 1  A   1  A 
    Ar     Ar sin   A sin  
r r    r sin    
1  2 1  1 A
 2 (r Ar )  (sin A ) 
r r r sin   r sin  

1.6 Teorema Momentum dan Energi

Hukum kedua newton membimbing kepada dua atau tiga dimensi terhdap
persamaan vektor
d 2r
m F
dt 2
Pada dua dimensi persamaan ini sama dengan dua komponen persamaan, dalam
tiga dimensi ketiganya, dapat berada koordinat kartesian
d 2x d2y d 2z
m 2  Fx , m 2  Fy , m 2  Fz
dt dt dt
Momentum linear vektor p suatu partikel dapat didefinisikan sebagai
berikut:
p  mv
Persamaan hukum 2 Newton dapat dituliskan
d dp
(mv)  F
dt dt
Atau dalambentuk komponennya,

29
dp x dp y dp z
 Fx ,  Fy ,  Fz
dt dt dt
Jika kita kalikan dengan dt, dan integral dari t1 ke t2, akan diperoleh momentum
antar keduanya:
t2
p 2  p1  mv2  mv1   F dt
t1

Integral disebelah kanan merupakan impuls, dengan gaya, dan merupakan sebuah
vektor yang komponennya berkaitan secara integral dengan komponen F. dengan
bentuk komponen:
t2
p x2  p x1   Fx dt
t1

t2
p y2  p y1   Fy dt
t1

t2
p z2  p z1   Fz dt
t1

Untuk memperoleh persamaan untuk rata-rata perubahan energi kinetik, maka


akan diperoleh
d 1 d 1 d 1
( mv x2 )  Fx v x , ( mv y2 )  Fy v y , ( mv z2 )  Fz v z
dt 2 dt 2 dt 2
Jumlahkan persamaan tersebut, maka diperoleh
d 1 
 m(v x2  v y2  v z2   Fx v x  Fy v y  Fz v z
dt  2 
d 1 dT
( mv 2 `)   F v
dt 2 dt
Persamaan ini dapat dideduksi dari persamaan vektor, dengan menggunakan
perkalian dot dengan v untuk setiap bagiannya, dan tidak lain
d 2 d dv dv dv
(v )  (v  v )  vv  2v 
dt dt dt dt dt
Kalikan persamaan F  v dengan dt, kemudian integralkan, maka diperoleh
integrasi dari bentuk teorema energi:
t1
1 1
T2  T1  mv22  mv12   F  vdt
2 2 t2

Sehingga v dt= dr, jika F diberikan dengan fungsi r, maka dapat dituliskan bagian
yang sebelah kanan sebagai garis integral:

30
r2
T2  T1   F  dr
r1

Dimana integralnya berada pada lintasan mengikuti partikel pada rentang r1 dan
r2 .

Gambar1.25 Komponen kecepatan pada sebuah bidang

1.7 Bidang dan Teorema Vektor Momentum Angular


Jika partikel bergerak di pesawat, kita mendefinisikan momentum sudutnya
Lo tentang titik O sebagai momen vektor momentum tentang titik O, yaitu, sebagai
produk dari jarak O kali komponen dari momentum tegak lurus garis bergabung
dengan partikel o. Subskrip O biasanya akan dihilangkan, 'kecuali ketika saat-saat
sekitar lebih dari satu asal masuk ke dalam diskusi, tetapi harus diingat bahwa
momentum sudut, seperti torsi, mengacu pada asal khusus tentang yang saat
diambil. Momentum Angular L diambil sebagai positif ketika partikel bergerak
dalam arti berlawanan arah jarum jam terhadap O. Hal ini dinyatakan paling
hanya dalam hal koordinat polar dengan O sebagai asal. Biarkan partikel memiliki
massa m. Maka momentum adalah mv, dan komponen dari momentum tegak lurus
terhadap vektor radius dari O adalah m
L  rmv  mr 2`

Jika kita tuliskan gaya dengan istilah komponen polar,

F  rˆFr  ˆF
Kemudian koordinat bidang polar untuk persamaan gerak, menjadi
mar  mr  mr 2  Fr ,
ma  mr  2mr  F
 

Sekarang kita dapatkan

31
dL
 2mrr  mr 2
dt
kemudian kali dengan r , maka diperoleh
dL d
 (mr 2)  rF  N
dt dt
Besaran rF merupakan torsi yang dikerjakan oleh gaya F terhadap titik O.
integrasikan persamaan di atas, diperoleh bentuk integrasi teorema momentum
angular untuk gerak pada bidang:
r2
L2  L1  mr222  mr121   rF dt
r1

Kita bisa menggeneralisasi definisi momentum sudut berlaku untuk tiga


gerak dimensi dengan mendefinisikan momentum sudut dari partikel terhadap
suatu sumbu dalam ruang sebagai momen vektor momentum tentang sumbu ini,
seperti dalam Bagian 3.2 kita mendefinisikan momen dari kekuatan terhadap
suatu sumbu. Pembangunan ini paling mudah dilakukan di koordinat silinder
dengan sumbu z sebagai sumbu sekitar yang saat harus diambil. Generalisasi
teorema (3.140) dan (3,141) dengan kasus ini kemudian dengan mudah dibuktikan
dalam analogi dengan bukti yang diberikan di atas.
Perkembangan ini yang tersisa sebagai latihan. Sebagai generalisasi akhir
dari konsep momentum sudut, kita mendefinisikan vektor momentum sudut Lo
tentang titik O sebagai momen vektor dari vektor momentum tentang O:
LO  r  p  m(r  v),
dimana vektor r ditarik dari titik O sebagai titik awal posisi partikel dengan massa
m. komponen vektor L untuk berbagai arah adalah momen dari vektor momentum
p terhadap sumbu dengan arah melalui O.
dengan menggunakan perkalian silang terhadap r dengan kedua bagian
persamaan vektor mengenai gerak, diperoleh
 dv 
r  m   r  F
 dt 
Dengan aturan kalkulus tentang aljabar vektor dan kalkulus vektor,

32
 r  (mv)
dL d
dt dt
d dr
 r  (mv)   (mv)
dt dt
d
 r  (mv)  v  (mv)
dt
 dv 
 r  m 
 dt 

Kita substitusikan hasilnya ke persamaan sebelumnya:


dL
rF N
dt
Laju perubahan waktu vektor momentum sudut sebuah partikel adalah sama
dengan vektor torsi yang bekerja pada benda tersebut. Bentuk integral dari
momentum angular adalah:
t2

L2  L1   N dt
t1

1.8 Osilator Harmonik pada Dua dan Tiga Dimensi


Kita pertama mempertimbangkan secara singkat solusi dari masalah
osilator harmonik tiga dimensi tanpa redaman, yang persamaan gerak,
mx  k x x,
my  k y y,
mz   k z z ,
Model perkiraan dapat dibangun dengan menangguhkan massa antara tiga set
tegak lurus dari mata air (Gambar. 3.27). Solusi dari persamaan ini, kita tahu dari
Bagian 2.8:
x  Ax cos( x t   x ),  x2  k x / m,
y  Ay cos( y t   y ),  y2  k y / m,
z  Az cos( z t   z ),  z2  k z / m
Keenam konstanta ( Ax , A y , Az ,  x ,  y ,  z ) bergantung pada nilai awal

x0 , y 0 , z 0 , x 0 , y 0 , z 0 . Setiap koordinat berosilasi secara independen dengan gerak


harmonik sederhana pada frekuensi tergantung pada koefisien gaya pemulih yang
sesuai, dan massa. gerak yang dihasilkan dari partikel berlangsung dalam kotak

33
persegi panjang dari dimensi 2Ax x 2Ay x 2Az tentang asal. Jika frekuensi angular
 x ,  y ,  z yang sepadan, yaitu, jika untuk beberapa himpunan bilangan bulat (nx,

ny, nz),

Gambar 1.6 Model Tiga dimensi osilator harmonik

x y z
 
nx ny nz

Kemudian lintasan massa m dalam ruang adalah tertutup, dan bergerak secara
periodik. Jika (nx, ny, nz) dipilih sehingga tidak memiliki faktor integral, maka
periode gerak menjadi
2n x 2n y 2n z
  
x y z
Selama satu periode, koordinat x membuat nx osilasi, koordinat y membuat ny
osilasi, dan koordinat z membuat osilasi nz, sehingga partikel kembali pada akhir
periode untuk posisi dan kecepatan awal. Dalam kasus dua dimensi, jika jalur
partikel berosilasi diplot untuk berbagai kombinasi frekuensi  x dan  y , dan

berbagai tahapan  x dan  y , banyak pola yang menarik dan indah diperoleh. Pola

seperti ini disebut angka Lissajous (Gbr. 1.27), dan dapat diproduksi secara
mekanis dengan mekanisme yang dirancang untuk memindahkan pensil atau
perangkat menulis lainnya sesuai dengan Pers. (3,151). pola serupa dapat
diperoleh elektrik pada osiloskop sinar katoda dengan menyapu horizontal dan

34
vertikal dengan tegangan berosilasi sesuai. Jika frekuensi  x ,  y ,  z dapat

dibandingkan, sehingga Persamaan. (3,152) tidak berlaku untuk setiap himpunan


bilangan bulat, gerak tidak periodik, dan jalan mengisi seluruh kotak 2Ax x 2Ay x
2Az, dalam arti bahwa partikel akhirnya datang sewenang-wenang dekat dengan
setiap titik di dalam kotak. Diskusi mudah dapat diperluas untuk kasus osilasi
teredam dan terpaksa dalam dua dan tiga dimensi.
Jika tiga konstanta kx, ky, kz semua sama, osilator dikatakan isotropik,
yaitu, sama di semua arah. Dalam hal ini, tiga frekuensi  x ,  y ,  z semua sama

dan gerak yang periodik, dengan masing-masing koordinat melaksanakan satu


siklus osilasi dalam suatu periode. path dapat ditunjukkan untuk menjadi elips,
garis lurus, atau lingkaran, tergantung pada amplitudo dan fase
( Ax , A y , Az ,  x ,  y ,  z ) .

Gambar 1.27 Gambar Lissajous

35
1.9 PROYEKTIL
Sebuah masalah penting dalam sejarah ilmu pengetahuan mekanika adalah
menentukan gerak proyektil. Proyektil bergerak di bawah gerak gravitasi dekat
pergerakan permukaan bumi, jika hambatan udara diabaikan, menurut persamaan
nya:
𝑑2 𝑟
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑚𝑔𝑧̂ (3.154)

Dimana sumbu z diambil dalam arah vertikal. Dalam bentuk komponen:


𝑑2 𝑦
𝑚 𝑑𝑡 2 = 0 (3.155)
𝑑2 𝑦
𝑚 𝑑𝑡 2 = 0 (3.156)
𝑑2 𝑧
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑚𝑔 (3.157)

solusi dari persamaan ini adalah

𝑥 = 𝑥0 + 𝑣𝑥0 𝑡 (3.158)
𝑦 = 𝑦0 + 𝑣𝑦0 𝑡 (3.159)
1
𝑧 = 𝑧0 + 𝑣𝑧0 𝑡 − 2 𝑔𝑡 2 (3.160)

atau dalam bentuk vektor


1
𝑟 = 𝑟0 + 𝑣0 𝑡 − 2 𝑔𝑡 2 𝑧̂ (3.161)

Kita asumsikan proyektil dimulai dari asal (0,0,0), dengan kecepatan


awal dalam xz, sehingga vyo = 0. Ini tidak ada batasan pada gerak proyektil, tetapi
hanya sesuai dengan pilihan yang sesuai dari sistem koordinat. Persamaan
(3,158), (3,159), (3.160) maka menjadi
𝑥 = 𝑣𝑥0 𝑡 (3.162)
𝑦=0 (3.163)
1
𝑧 = 𝑣𝑧0 𝑡 − 2 𝑔𝑡 2 (3.164)

36
Persamaan ini memberikan gambaran lengkap dari gerak proyektil. Pemecahan
persamaan pertama untuk t dan mensubstitusi pada yang ketiga, kita dapatkan
persamaan untuk jalan di xz:
𝑣𝑧 1 𝑔
𝑧 = 𝑣 0 𝑥 − 2 𝑣2 𝑥 2 (3.165)
𝑥0 𝑥0

Ini dapat ditulis dalam bentuk


𝑣𝑧0 𝑣𝑥0 2 𝑣𝑥20 𝑣𝑥20
(𝑥 − ) = −2 (𝑧 − ) (3.166)
𝑔 𝑔 2𝑔

Ini adalah sebuah parabola, cekung ke bawah, yang ketinggian maksimum terjadi
pada
𝑣𝑧20
𝑧𝑚 = (3.167)
2𝑔

Dan yang melintasi horisontal z = 0 di titik asal dan pada titik


𝑣𝑧0 𝑣𝑥0
𝑥𝑚 = 2 (3.168)
𝑔

Jika permukaan bumi adalah horixontal, xm adalah rentang proyektil.


Sekarang mari kita hitung hambatan udara dengan mengasumsikan gaya
gesek sebanding dengan kecepatan:
𝑑2 𝑟 𝑑𝑟
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑚𝑔𝑧̂ − 𝑏 𝑑𝑡 (3.169)

Dalam komponen notasi, jika kita menganggap bahwa gerakan berlangsung di xz


𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑏 𝑑𝑡
𝑑2 𝑧 𝑑𝑧
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑚𝑔 − 𝑏 𝑑𝑡 (3.170)

Hal itu harus menunjukkan bahwa sebenarnya hambatan dari udara berlawanan
terhadap pergerakan proyektil yang merupakan fungsi rumit dari kecepatan,
sehingga solusi yang kita memperoleh akan hanya dapat diperkirakan, meskipun
mereka menunjukkan sifat umum dari gerakan. Jika proyektil dimulai dari asal di
t = 0, solusi dari persamaan (3.170) yaitu
𝑏𝑡
𝑣𝑥 = 𝑣𝑥0 𝑒 − 𝑚 (3.171)
𝑚𝑣𝑥0 𝑏𝑡
𝑥= (1 − 𝑒 − 𝑚 ) (3.172)
𝑏
𝑏𝑡
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝑣𝑧 = ( + 𝑣𝑧0 ) 𝑒 − 𝑚 − (3.173)
𝑏 𝑏

37
𝑏𝑡
𝑚2 𝑔 𝑚𝑣𝑧0 𝑚𝑔
𝑧 = (𝑏𝑣 + ) (1 − 𝑒 − 𝑚 ) − 𝑡 (3.174)
𝑥0 𝑏 𝑏

Pemecahan Pers. (3,172) untuk t dan mensubstitusi pada Pers (3,174) kita peroleh
sebuah persamaan untuk lintasan:
𝑚𝑔 𝑣𝑧 𝑚2 𝑔 𝑚𝑣𝑥0
𝑧 = (𝑏𝑣 + 𝑣 0 ) 𝑥 ln ( ) (3.175)
𝑥0 𝑥0 𝑏2 𝑚𝑣𝑥0 −𝑏𝑥

Untuk hambatan rendah udara, atau jarak pendek, ketika(𝑏𝑥)/(𝑚𝑣𝑥0 ) ≪ 1, kita


dapat memperluas dalam daya dari (𝑏𝑥)/(𝑚𝑣𝑥0 ) ≪ 1 untuk mendapatkan
𝑣𝑧0 1 𝑔 1 bg
𝑧=𝑣 𝑥 2 𝑣2 x 2 − 3 𝑚𝑣3 𝑥 3 − ⋯ (3.176)
𝑥0 𝑥0 𝑥0

Sehingga lintasan mulai keluar sebagai parabola, tetapi untuk nilai yang
lebih besar dari x (ambil 𝑣𝑧0 jadi positif), z jatuh lebih cepat daripada parabola.
Faktanya bahwa dua istilah-istilah yang pertama sesuai dengan Pers. (3.165) dan
istilah yang ketiga jelas memiliki tanda yang tepat yang merupakan pemeriksaan
yang cukup bagus pada aljabar yang mengarah ke Pers. (3,176); pengembangan
dalam serangkaian di parameter kecil adalah cara yang sederhana dan berguna
untuk memeriksa hasilnya, dan di samping itu sering memberikan rumus
perkiraan sederhana yang mudah untuk ditafsirkan.
Menurut Pers. (3,175), dimana x mendekati nilai (𝑚𝑣𝑥0 )/𝑏, z mendekati minus
tak terhingga, yaitu, lintasan berakhir sebagai vertikal penurunan pada x =
(𝑚𝑣𝑥0 )/𝑏. Dari pers. (3,173), kita melihat bahwa vertical jatuh pada akhir
lintasan berlangsung di kecepatan terminal -mg / b.
Jika kita menetapkan z = 0 di Pers. (3,176), memiliki, selain solusi yang
jelas x = 0, solusi untuk jarak xm , yang dapat kita temukan dengan
perkiraan/pendekatan. Pertama kita tulis ulang persamaan dengan cara berikut:
2𝑣𝑥0 𝑣𝑧0 2 𝑏 2
𝑥𝑚 = − 3 𝑣 𝑥𝑚 −⋯ (3.177)
𝑔 𝑥0

Jika kita mengabaikan syarat kedua, kita dapatkan sebagai pendekatan pertama
2𝑣𝑥0 𝑣𝑧0
𝑥𝑚 = ,
𝑔

yang sesuai dengan Pers. (3,168). Mari kita ganti solusi ini dalam pendekatan
kedua pada Pers. (3,177), untuk mendapatkan pendekatan kedua
2𝑣𝑥0 𝑣𝑧0 8 𝑏𝑣𝑧20 𝑣𝑥0
𝑥𝑚 = −3 (3.178)
𝑔 𝑚𝑔2

38
Kedua istilah ini memberikan koreksi orde pertama untuk jarak dikarenakan
hambatan udara, dan dua istilah pertama akan memberikan pendekatan yang baik
ketika efek hambatan udara kecil. istilah tingkat tinggi dapat dihitung dengan
mengulangi kembali solusi proses substitusi perkiraan pada Pers. (3,177). Dengan
demikian kita mendapatkan hal berturut untuk xm sebagai serangkaian di b. Kasus
ekstrim sebaliknya, ketika hambatan udara yang dominan dalam menentukan
jarak (Fig.3.29), terjadi ketika penurunan vertikal di x = (mvxo) / b dimulai dari
garis horizontal z = 0. Jarak kemudian, diperkirakan,
𝑚𝑣𝑥0 𝑏𝑣𝑧
𝑥𝑚 = , ( 𝑚𝑔0 ≫ 1) (3.179)
𝑏

Kita dapat mengatasi (kurang-lebih) masalah pengaruh angin pada proyektil


dengan mengasumsikan gaya hambatan udara menjadi sebanding dengan
kecepatan relatif dari proyektil sehubungan dengan udara:
𝑑2 𝑟 𝑑𝑟
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑚𝑔𝑧̂ − 𝑏 (𝑑𝑡 − 𝑣𝑤 ), (3.180)

Dimana 𝑣𝑤 adalah kecepatan angin. Jika vw konstan, istilah 𝑏𝑣𝑤 dalam


pers. (3,180) berlaku sebagai gaya konstan ditambahkan ke −𝑚𝑔𝑧̂ , dan masalah
ini mudah diselesaikan dengan metode di atas, satu-satunya perbedaan adalah
bahwa mungkin ada gaya konstan selain gaya gesek di ketiga arah x, y, z.
Hambatan udara ke proyektil menurun dengan ketinggian, sehingga
bentuk yang lebih baik untuk persamaan gerak proyektil yang naik ke ketinggian
yang cukup akan menjadi
𝑧
𝑑2 𝑟 𝑑𝑟
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑚𝑔𝑧̂ − 𝑏𝑒 −ℎ 𝑑𝑡 (3.181)

Di mana h adalah tinggi (katakanlah sekitar lima mil) di mana hambatan udara
jatuh ke 1/e dari nilai di permukaan bumi. dalam bentuk komponen
𝑚𝑥̈ = −𝑏𝑥̇ 𝑒 −𝑧/ℎ , 𝑚𝑦̈ = −𝑏𝑦̇ 𝑒 −𝑧/ℎ , 𝑚𝑧̈ = −𝑚𝑔 − 𝑏𝑧̇ 𝑒 −𝑧/ℎ
(3.182)
Persamaan ini jauh lebih sulit untuk dipecahkan. sejak z muncul di persamaan x
dan y, pertama kita harus memecahkan persamaan z untuk z(t) dan mengganti

39
dalam dua persamaan lainnya. Persamaan z bukan salah satu jenis sederhana yang
dibahas dalam bab 2. Pentingnya masalah ini dibawa keluar selama Perang Dunia
Pertama, ketika ditemukan secara tidak sengaja agar sebuah meriam ditujukan
pada ketinggian yang jauh lebih tinggi daripada yang sebelumnya yang telah
dipercaya untuk memberikan jangkauan maksimum yang mengakibatkan
peningkatan besar dalam jangkauan kerangkanya. Alasanya adalah bahwa
pengurangan hambatan udara, di ketinggian beberapa mil, lebih dari untuk
membuat hilangnya komponen kecepatan horizontal di mulut senjata yang
dihasilkan dari pistol yang ditujukan lebih tinggi.
1.10 ENERGI POTENSIAL
Jika F gaya yang bekerja pada sebuah partikel merupakan fungsi dari yang
posisi r = (x, y, z), maka Usaha yang dilakukan oleh gaya ketika partikel bergerak
dari r1 ke r2 diberikan oleh integral garis
𝑟
2
∫𝑟 𝐹. 𝑑𝑟.
1

Hal ini disarankan bahwa kita mencoba untuk menentukan energi potensial V (r)
= V (x, y, z) padaanalogi dengan pers. (2.41) untuk gerak satu dimensi, sebagai
usaha yang dilakukan oleh gaya pada partikel ketika bergerak dari r beberapa
pilihan titik standart rs :
𝑟
𝑉(𝑟) = − ∫𝑟 𝐹(𝑟). 𝑑𝑟. (3.183)
𝑥

Definisi yang demikian menyiratkan, bagaimanapun, bahwa fungsi V (r) akan


menjadi fungsi hanya dari koordinat (x, y, z) dari titik r (dan titik standart rs yang
kita anggap sebagai ketetapan), sedangkan pada umumnya integral di sebelah
kanan tergantung pada lintasanr integrasi dari rs ke r. Hanya jika integral di
sebelah kanan ukurannya bergantung pada lintasan integrasi yang akan sah
didefiniskan.
Mari kita asumsikan bahwa kita memiliki fungsi gaya F (x, y, z) sehingga
garis integral dalam pers. (3,183) adalah tergantung dari jalur integrasi dari rs ke
setiap titik r. Nilai integral kemudian hanya bergantung pada r (dan rs) dan pers.
(3,183) mendefinisikan fungsi energi potensial V(r). Perubahan pada V ketika
partikel bergerak dari r ke r+dr adalah negatif dari usaha yang dilakukan oleh
gaya F:
𝑑𝑉 = −𝐹. 𝑑𝑟. (3.184)

40
Bandingkan pers. (3.184) dengan definisi geometris [pers (3,107)] dari gradien,
kita lihat bahwa
−𝐹 = 𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑉
𝐹 = −∇𝑉. (3.185)
Persamaan (3.185) dapat dianggap sebagai solusi dari pers. (3,183) untuk F dalam
istilah V. Dalam bentuk komponen,
𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝐹𝑥 = − 𝜕𝑥 , 𝐹𝑦 = − 𝜕𝑦 , 𝐹𝑧 = − 𝜕𝑧 , (3.186)

Dalam mencari suatu kondisi yang harus dipenuhi oleh fungsi F(r) agar di tegral
di Pers. (3,183) menjadi tergantung dari jalur, kami mencatat bahwa, sejak Pers
(3.28) dapat dibuktikan dari definisi aljabar produk silang, harus berpegang juga
untuk simbol vektor ∇:
∇𝑥∇= 0 (3.187)
Menerapkan (∇𝑥∇) dengan fungsi V, kita memiliki
∇𝑥∇V = 𝑐𝑢𝑟𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑉) = 0 (3.188)
Persamaan (3,188) dapat dengan mudah diverifikasi dengan perhitungan
langsung. Dari Pers. (3,188) dan (3,185), kita memiliki
∇𝑥𝐹 = 𝑐𝑢𝑟𝑙 𝐹 = 0 (3.189)
Sejak pers. (3,189) telah dikhususkan pada asumsi bahwa fungsi potensial ada, itu
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh fungsi gaya F (x, y, z)
sebelum fungsi potensial dapat didefinisikan. Kita dapat menunjukkan bahwa
pers. (3,189) juga merupakan kondisi yang cukup untuk keberadaan dari potensial
dengan memanfaatkan teorema Stokes [Pers. (3,117)]. Dengan teorema Stokes,
jika kita mempertimbangkan lintasan C tertutup di ruang angkasa, usaha yang
dilakukan oleh gaya F(r) ketika partikel bergerak di sekitar lintasan ini
∫𝑐 𝐹. 𝑑𝑟 = ∫𝑆 ∫ 𝑛̂. (∇𝑥𝐹)𝑑𝑆, (3.190)

41
di mana S adalah permukaan dalam ruang yang dibatasi oleh kurva tertutup C.
Jika sekarang Pers (3,189) diasumsikan untuk memegang, integral di sebelah
kanan adalah nol, dan kita memiliki, untuk setiap lintasan tertutup C
∫𝑐𝐹. 𝑑𝑟 = 0 (3.191)
Tetapi jika usaha yang dilakukan oleh gaya F disekitar lintasan yang ditutup
adalah nol, maka usaha yang dilakukan di beranjak dari r1 ke r2 akan bergantung
dari lintasan yang diikuti. Pertimbangkan dua lintasan antara r1 dan r2, dan biarkan
lintasan C tertutup dibentuk dari r1 menuju r2 oleh satu lintasan dan kembali ke r1
oleh lainnya (Gambar 3.30). Karena usaha yang dilakukan sekitar C adalah nol,
usaha yang terjadi dari r1 menuju r2 harus sama dan berlawanan untuk arah
kembalinya, maka usaha yang terjadi dari r1 menuju r2 adalah sama. Penerapan
argumen ini dengan integral di sebelah kanan dalam Pers (3,183), kita lihat bahwa
hasilnya adalah bergantung dari lintasan integrasi dari r1 menuju r, dan karena
integral merupakan fungsi V(r) dari batas atas saja, ketika batas bawah rs itu tetap.
Jadi Pers. (3,189) adalah penting dan cukup untuk eksistensi dari fungsi potensial
V (r) ketika gaya diberikan sebagai fungsi dari posisi F (r)
Ketika lengkungn F adalah nol, dapat kita nyatakan usaha yang dilakukan
oleh gaya ketika partikel bergerak dari r1 menuju r2 sebagai perbedaan antara nilai
dari energi potensial di titik-titik ini:
𝑟
2 2 𝑟 2 𝑟
∫𝑟 𝐹. 𝑑𝑟 = ∫𝑟 𝐹. 𝑑𝑟 + ∫𝑟 𝐹. 𝑑𝑟
1 1 1

= 𝑉(𝑟1 ) − 𝑉(𝑟2 ) (3.192)


Penggabungan Pers (3,192) dengan teorema (3,135), kita miliki untuk setiap dua
kali t1 dan t2:
𝑇1+ 𝑉(𝑟1 ) = 𝑇2 + 𝑉(𝑟2 ) (3.193)
Maka total energi (T + V) adalah konstan, dan kita memiliki energi yang tidak
terpisahkan untuk gerak dalam tiga dimensi:
1
𝑇 + 𝑉 = 2 𝑚 (𝑥̇ 2 ̇ + 𝑦̇ 2 + 𝑧̇ 2 ) + 𝑉 (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝐸 (3.194)

Sebuah gaya yang merupakan fungsi dari posisi saja, dan yang melengkung
dihilangkan, dikatakan konservatif, karena itu mengarah ke teorema konservatif
energi kinetik ditambah energi potensial [Pers. (3,194)

42
Dalam beberapa kasus, gaya mungkin fungsi dari kedua posisi dan waktu F (r, t).
Jika sewaktu-waktu t lengkungan dari F(r, t) dihilangkan, maka fungsi energi
potensial V(r, t) dapat didefinisikan sebagai
𝑟 𝐹(𝑟, 𝑡)
𝑉(𝑟, 𝑡) = − ∫𝑟 (3.195)
𝑠 . 𝑑𝑟
dan kita akan akan dapatkan, untuk waktu t sehingga ∇𝑥𝐹 (𝑟, 𝑡) = 0
𝐹(𝑟, 𝑡) = −∇𝑉 (𝑟, 𝑡) (3.196)
Namun, hukum kekekalan energi tidak bisa lagi dibuktikan, untuk Pers
(3,192) tidak lagi memegang. Hal ini tidak lagi benar bahwa perubahan energi
potensial sama dengan negatif dari usaha yang bekerja pada partikel, untuk
integral yang mendefinisikan energi potensial pada waktu t dihitung dari fungsi
yang berlaku pada saat itu, sedangkan integral yang mendefinisikan usaha
dihitung dengan menggunakan setiap titik fungsi usaha yang berlaku pada saat
partikel melewati titik itu. Akibatnya, energi T + V tidak konstan ketika F dan V
adalah fungsi dari waktu, dan tenaga seperti itu tidak disebut kekuatan
konservatif.
Ketika gaya yang bekerja pada partikel yang konservatif, Pers.(3,194)
memungkinkan kita untuk menghitung kecepatan sebagai fungsi dari posisinya.
Energi E ditetapkan oleh kondisi awal gerak. Persamaan (3,194), seperti
Persamaan. (2.44), tidak memberikan informasi mengenai arah gerakan.
Kurangnya pengetahuan tentang arah jauh lebih serius dalam dua dan tiga
dimensi, di mana ada yang tak terbatas kemungkinan arah, daripada di satu
dimensi, di mana hanya ada dua arah yang berlawanan di mana partikel dapat
bergerak. Dalam satu dimensi, hanya ada satu lintasan sepanjang partikel yang
dapat bergerak. Dalam dua atau tiga dimensi, ada banyak lintasan, dan kecuali kita
tahu lintasan partikel, Pers. (3,194) saja memungkinkan kita untuk mengatakan
sedikit tentang gerak kecuali bahwa itu dapat terjadi hanya di daerah di mana V
(x, y, z) < E. Sebagai contoh, energi potensial elektron dalam medan listrik yang
menarik dari dua proton (terionisasi hidrogen molekul 𝐻2+ ) adalah
𝑒2 𝑒2
𝑉 = − 𝑟 − 𝑟 , (𝑒𝑠𝑢) (3.197)
1 2

Dimana r1, r2 adalah jarak elektron dari dua proton. Fungsi V (x, y)
(untuk gerak di bidang xy saja) digambarkan pada Gambar. 3.31 sebagai peta

43
kontur, di mana dua proton 2 A terpisah pada titik-titik y = 0, x ± 1 A, dan tokoh-
tokoh pada kontur energi potensial konstan yang sesuai energi potensial dalam
satuan 10- 12 erg. Selama E < -46 X 10- 12 erg, elektron terbatas pada daerah
sekitar satu proton atau yang lain, dan kita berharap bahwa gerak akan berosilasi
melalui pusat yang menarik atau orbit di sekitarnya, tergantung pada kondisi awal.
(komentar ini gerak yang diharapkan membutuhkan beberapa wawasan fisika atau
pengalaman selain apa yang bisa kita katakan dari energi terpisahkan saja) Untuk
0> E> - 46x 10-12 erg, elektron terbatas pada wilayah yang meliputi kedua proton,
dan berbagai gerakan yang mungkin. Untuk E>0, elektron tidak terbatas pada
setiap wilayah yang terbatas di dalam

Untuk E «-46 x 10- 12 erg, elektron terbatas pada daerah di mana


equipotensial merupakan lingkaran yang mendekati sekitaran satu proton, dan
geraknya menjadi hampir
sama seperti jika proton lain tidak ada di sana. Untuk E <0, tapi |𝐸| ≪
46 𝑥 10−12 erg, Elektron dapat melingkar dalam orbit yang jauh dari pusat-pusat
tarikan, dan yang
bergerak maka menjadi perhitungan bahwa elektron terikat untuk suatu menarik

44
pusat biaya 2e, sebagai garis equipotensial yang jauh dari pusat ketertarikan yang
sangat mendekati lingkaran.

Mengingat fungsi energi potensial V (x, y, z), Persamaan. (3,186)


memungkinkan kita untuk menghitung komponen yang sesuai gaya pada setiap
titik. Sebaliknya, diberikan gaya F (x, y, z), kita dapat menghitung lengkungan
untuk menentukan apakah fungsi energi potensial ada untuk itu. Jika semua
komponen lengkungan F adalah nol dalam setiap wilayah ruang, maka
dalam wilayah itu F dapat diwakili dalam hal fungsi energi potensial sebagai -∇V.
Energi potensial yang akan dihitung dari Persamaan. (3,183). Selanjutnya, sejak
lengkungan F = 0, hasilnya adalah tergantung dari lintasan integrasi, dan kita
mungkin menghitung integral bersama setiap lintasan yang mudah. Sebagai
contoh, perhatikan berikut dua fungsi gaya:
a) 𝐹𝑥 = 𝑎𝑥𝑦, 𝐹𝑦 = −𝑎𝑧 2 , 𝐹𝑧 = −𝑎𝑥 2
b) 𝐹𝑥 = 𝑎𝑦(𝑦 2 − 3𝑧 2 ), 𝐹𝑦 = 3𝑎𝑥(𝑦 2 − 𝑧 2 ) 𝐹𝑧 = −6𝑎𝑥𝑦𝑧,

di mana a adalah konstanta. Kami menghitung curl dalam setiap kasus:


𝜕𝐹 𝜕𝐹𝑧 𝜕𝐹 𝜕𝐹𝑧 𝜕𝐹𝑦 𝜕𝐹𝑥
a) ∇𝑥𝐹 = 𝑥̂ ( 𝜕𝑦𝑧 − ) + 𝑦̂ ( 𝜕𝑧𝑥 − ) + 𝑧̂ ( 𝜕𝑥 − )
𝜕𝑧 𝜕𝑥 𝜕𝑦

= (2𝑎𝑧)𝑥̂ + (2𝑎𝑥)𝑦̂ − (𝑎𝑥)𝑧̂


b) ∇𝑥𝐹 = 0
Dalam kasus (a) tidak terdapat energi potensial. Dalam kasus (b) ada fungsi energi
potensial,
dan kita lanjutkan untuk menemukannya. Mari kita ambil rs = 0, yaitu, ambil
potensali sebagai nol diasal. Karena komponen gaya yang diberikan sebagai
fungsi dari x, y, z, lintasan integrasi yang sederhana dari (0, 0, 0) ke (xo, Yo, zo)

45
untuk menghitung integral dalam Pers. (3,183) adalah salah satu yang mengikuti
garis sejajar dengan sumbu koordinat, misalnya seperti yang ditunjukkan di
Gambar.1.32

(𝑥0 ,𝑦0, 𝑧0 )
𝑉(𝑥0 , 𝑦0, 𝑧0 ) = − ∫ 𝐹. 𝑑𝑟 = − ∫ 𝐹. 𝑑𝑟 − ∫ 𝐹. 𝑑𝑟 − ∫ 𝐹. 𝑑𝑟.
(0,0,0) 𝐶1 𝐶2 𝐶3

Sekarang bersama C1, kita dapatkan

𝑦 = 𝑧 = 0, 𝐹𝑥 = 𝐹𝑦 = 𝐹𝑧 = 0 , 𝑑𝑟 = 𝑥̂𝑑𝑟

Demikian
𝑥0
∫ 𝐹. 𝑑𝑟 = ∫ 𝐹𝑥 𝑑𝑥 = 0
𝐶1 0

Seiring C2,
𝑥 = 𝑥0 , 𝑧=0
𝐹𝑥 = 𝑎𝑦 3 , 𝐹𝑦 = 3𝑎𝑥0 𝑦 2 , 𝐹𝑧 = 0
dr=𝑦̂ 𝑑𝑦
Demikian
𝑦0
∫ 𝐹. 𝑑𝑟 = ∫ 𝐹𝑦 𝑑𝑦 = 𝑎𝑥0 𝑦0 2
𝐶2 0

Seiring C 3,
𝑥 = 𝑥0 , 𝑦 = 𝑦0
𝐹𝑥 = 𝑎𝑦0 ( 𝑦02 − 3𝑧 2 , 𝐹𝑦 = 3𝑎𝑥0 (𝑦02 − 𝑧 2 , 𝐹𝑧 = −6𝑎𝑥0 𝑦0 𝑧
Demikian
𝑧0
∫ 𝐹. 𝑑𝑟 = ∫ 𝐹𝑧 𝑑𝑧 = −3𝑎𝑥0 𝑦0 𝑧02
𝐶3 0

Jadi energi potensial, jika tulisan dibawah garis nol dijatuhkan, adalah
𝑉(𝑥, 𝑦, 𝑧) = −𝑎𝑥𝑦 3 + 3𝑎𝑞𝑥𝑦𝑧 2
Hal ini mudah diverifikasi bahwa gradien dari fungsi ini adalah gaya yang
diberikan oleh (b) di atas. Bahkan, salah satu cara untuk menemukan energi
potensial, yang sering lebih cepat dari prosedur di atas, hanya untuk mencoba
menebak fungsi yang gradien akan memberikan gaya yang dibutuhkan.

46
Kasus penting dari gaya konservatif adalah gaya pusat, gaya diarahkan
selalu menuju atau menjauh dari pusat tetap 0, dan yang besarnya merupakan
fungsi hanya dari jarak dari 0. Dalam koordinat bola, dengan 0 sebagai asal,
𝐹 = 𝑟̂ 𝐹 (𝑟) (3.198)
Komponen Cartesian dari kekuatan sentral (karena 𝑟̂ = 𝑟/𝑟 )
𝑥
𝐶 = 𝐹(𝑟),
𝑟
1
𝑦
𝐹𝑦 = 𝑟 𝐹(𝑟), [𝑟 = 𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 )2 ] (3.199)
𝑧
𝐹𝑧 = 𝐹(𝑟),
𝑟

Lengkungan dari gaya ini dapat ditunjukkan dengan perhitungan langsung


menjadi nol, tidak peduli
apa fungsi F (r) mungkin. Sebagai contoh, kita menemukan
𝜕𝐹𝑦 𝑑 𝐹(𝑟) 𝜕𝑟 𝑥𝑦 𝑑 𝐹(𝑟)
=𝑥 ( ) = ( ) ,
𝜕𝑦 𝑑𝑟 𝑟 𝜕𝑦 𝑟 𝑑𝑟 𝑟
𝜕𝐹𝑦 𝑑 𝐹(𝑟) 𝜕𝑟 𝑥𝑦 𝑑 𝐹(𝑟)
=𝑦 ( ) = ( )
𝜕𝑥 𝑑𝑟 𝑟 𝜕𝑥 𝑟 𝑑𝑟 𝑟

Oleh karena itu z-komponen lengkungan F dihilangkan, dan sebagainya, demikian


pula, apakah dua komponen lainnya. Untuk menghitung energi potensial, kami
memilih titik standar rs ,
dan mengintegrasikan dari rs ke Y0 sepanjang lintasan (Gbr. 3.33) berikut radius
(C1) dari
Ys, yang koordinatnya adalah (𝑟𝑠 , 𝜃𝑠 , 𝜑𝑠 ) 'ke titik (𝑟0 , 𝜃𝑠 , 𝜑𝑠 ) , kemudian sepanjang

47
lingkaran (C2)
dari radius r0 tentang asal ke titik (𝑟0 , 𝜃0 , 𝜑0 ) . Seiring C1,

𝑑𝑟 = 𝑟̂ 𝑑𝑟
𝑟0
∫ 𝐹. 𝑑𝑟 = ∫ 𝐹(𝑟)𝑑𝑟
𝐶1 𝑟𝑠

Seiring C2,
̂ 𝑑𝜃 + 𝜑𝑟
𝑑𝑟 = 𝜃𝑟 ̂ sin 𝜃𝜑,

∫ 𝐹. 𝑑𝑟 = 0
𝐶2

Demikian
𝑟0
𝑉(𝑟0 ) = − ∫ 𝐹𝑑𝑟 = − ∫ 𝐹. 𝑑𝑟 − ∫ 𝐹. 𝑑𝑟
𝑟𝑠 𝐶1 𝐶2
𝑟0
= − ∫ 𝐹(𝑟)𝑑𝑟
𝑟𝑠

Energi potensial adalah fungsi dari r sendiri:


𝑟
𝑉(𝑟) = 𝑣(𝑟) = − ∫𝑟 𝐹(𝑟)𝑑𝑟 (3.200)
𝑠

1.11GERAK DIBAWAH PUSAT GAYA


Sebuah gaya sentral adalah gaya dari bentuk yang diberikan oleh
Persamaan. (3,198). Secara fisika, gaya seperti itu merupakan daya tarik [jika F (r)
< 0 ] atau tolakan [jika F (r)> 0] dari titik tetap terletak pada asal r=0. Dalam
kebanyakan kasus di mana dua partikel berinteraksi satu sama lain , gaya di antara
mereka adalah (setidaknya terutama) gaya sentral; yaitu, jika salah satu partikel
berada di titik asal, gaya pada yang lain diberikan oleh Persamaan. (3,198).
Contoh gaya pusat yang menarik adalah gaya gravitasi yang bekerja pada sebuah
planet karena matahari atau tarikan listrik yang bekerja pada elektron karena inti
atom. Gaya antara proton atau partikel alfa dan inti lain adalah gaya pusat
repulsiv. Dalam kasus yang paling penting, gaya F(r) adalah berbanding terbalik
dengan r2. Kasus ini akan dirawat di bagian berikutnya. Bentuk lain dari Fungsi F
(r) kadang-kadang terjadi; misalnya, dalam beberapa masalah yang melibatkan

48
struktur dan interaksi inti, atom kompleks, dan molekul. Di bagian ini, kami
menyajikan sebuah metode umum terhadap masalah partikel yang bergerak di
bawah aksi dari gaya pusat.
Karena dalam semua contoh ini tak satu pun dari dua partikel yang
berinteraksi sebenarnya diikat ke posisi tetap, masalah kita pecahkan, seperti
kebanyakan masalah dalam fisika, merupakan idealisasi masalah yang
sebenarnya, berlaku ketika salah satu partikel dapat dianggap sebagai praktis saat
berhentit pada titik asal. Ini akan terjadi jika salah satu partikel yang jauh lebih
berat dari yang lain. Karena gaya yang bekerja pada dua partikel memiliki
besarnya sama dengan hukum ketiga Newton, percepatan yang berat akan jauh
lebih kecil dari yang ringan, dan gerakan partikel berat dapat diabaikan
dibandingkan dengan gerakan ringan satu. Kita akan menemukan kemudian,
dalam Bagian 4.7, yang, dengan sedikit modifikasi, solusi dapat kita dibuat untuk
menghasilkan solusi yang tepat untuk masalah gerakan dua partikel berinteraksi,
bahkan ketika massa mereka adalah sama. Kita dapat mencatat bahwa vektor
momentum sudut dari partikel di bawah aksi dari gaya pusat adalah konstan,
karena torsi adalah
𝑁 = 𝑟𝑥𝐹 = (𝑟𝑥𝑟̂ )𝐹(𝑟) = 0 (3.201)

Oleh karena itu, oleh Persamaan. (3,144),


𝑑𝐿
=0 (3.202)
𝑑𝑡

Akibatnya, momentum sudut mengenai sumbu yang melalui pusat gaya konstan.
Hal ini karena banyak gaya fisika adalah gaya sentral yang konsep momentum
sudut nya sangat penting.
Dalam pemecahan untuk gerakan partikel bertindak dengan gaya sentral,
pertama kita tunjukkan bahwa lintasan dari partikel terletak pada satu bidang yang
berisi pusat gaya. Untuk menunjukkan hal ini, biarkan posisi Y0 dan kecepatan V0
diberikan tiap saat awal t0 , dan memilih sumbu x terhadap posisi awal Y0 dari
partikel, dan sumbu z tegak lurus terhadap kecepatan awal V0. Kemudian
mulanya kita harus:

49
𝑥0 = |𝑟𝑜 |, 𝑦0 = 𝑧0 = 0 (3.203)
𝑣𝑥0 = 𝑣0 . 𝑥̂, 𝑣𝑦0 = 𝑣0 . 𝑦,
̂ 𝑣𝑧0 = 0 (3.204)

Persamaan gerak di koordinat persegi panjang, oleh pers. (3,199),


𝑥 𝑦 𝑧
𝑚𝑥̈ = 𝑟 𝐹 (𝑟), 𝑚𝑦̈ = 𝑟 𝐹 (𝑟), 𝑚𝑧̈ = 𝑟 𝐹 (𝑟), (3.205)

Sebuah solusi dari persamaan- z yang memenuhi kondisi awal pada 𝑧0 dan 𝑣𝑧𝑛
adalah
𝑧(𝑡) = 0 (3.206)

Oleh karena itu gerakan berlangsung sepenuhnya di bidang xy. Kita bisa melihat
secara fisik bahwa jika gaya pada sebuah partikel selalu menuju asal, partikel
tidak pernah dapat memperoleh komponen kecepatan keluar dari bidang di mana
ia awalnya bergerak. Kita dapat juga menganggap hasil ini sebagai konsekuensi
dari konservasi momentum sudut. Oleh Persamaan. (3,202), vektor L = m (r x v)
adalah konstan; Oleh karena itu keduanya r dan v harusan selalu berbohong dalam
bidang yang tetap tegak lurus terhadap L.
Kita sekarang telah mengurangi masalah untuk salah satu dari gerak
dalam bidang dengan dua persamaan diferensial dan empat kondisi awal yang
tersisa untuk menjadi puas. Jika kita memilih koordinat polar r, ϴ pada bidang
gerak, persamaan gerak dalam r dan ϴ berlangsung, oleh pers. (3.80) dan (3,198),
𝑚𝑟̈ − 𝑚𝑟𝜃 2 = 𝐹(𝑟) (3.207)
𝑚𝑟𝜃̈ + 2𝑚𝑟̇ 𝜃̇ = 0 (3.208)

Mengalikan Persamaan. (3,208) dengan r, seperti pada derivasi dari


(bidang) teorema momentum sudut, kita memiliki
𝑑 𝑑𝐿
(𝑚𝑟 2 𝜃̇) = 𝑑𝑡 = 0 (3.209)
𝑑𝑡

Persamaan ini mengungkapkan konservasi momentum sudut tentang asal dan


merupakan konsekuensi juga dari Persamaan. (3,202) di atas. Ini mungkin
diintegrasikan untuk memberikan momentum sudut integral dari persamaan gerak:

50
(𝑚𝑟 2 𝜃̇) = 𝐿 = 𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (3.210)
Konstanta L adalah untuk dievaluasi dari kondisi awal. integral dari Pers.
(3,207) dan (3,208), karena gaya konservatif, adalah
1 1
𝑇 + 𝑉 = 2 𝑚𝑟 2 + 2 𝑚𝑟 2 𝜃 2̇ + 𝑉(𝑟) = 𝐸 (3.211)

dimana V (r) diberikan oleh Persamaan. (3.200) dan E adalah energi yang
konstan, yang akan dievaluasi dari kondisi awal. Jika kita menggantikan 𝜃̇ dari
Persamaan. (3.210), energi menjadi

1 𝐿2
𝑚𝑟̇ 2 + 2𝑚𝑟 2 + 𝑉(𝑟) = 𝐸 (3.212)
2

Kita dapat memecahkan r:


1
2 𝐿2
𝑟̇ = √𝑚 ( 𝐸 − 𝑉(𝑟) − 2𝑚𝑟 2 ) 2 (3.213)

Karena itu
𝑟 𝑑𝑟 2
∫𝑟 2 = √𝑚 𝑡 (3.214)
0 (𝐸−𝑉(𝑟)− 𝐿 )1/2
2𝑚𝑟2

integral menjadi dievaluasi dan persamaan yang dihasilkan diselesaikan untuk r


(t). Kemudian kita mendapatkan ϴ(t) dari Persamaan. (3.210):
𝑡 𝐿
𝜃 = 𝜃0 + ∫0 𝑚𝑟 2 𝑑𝑡 (3.215)

Dengan demikian kita mendapatkan solusi dari pers. (3,207) dan (3,208)
dalam hal empat konstanta 𝐿, 𝐸, 𝑟0 , 𝜃0 , yang dapat dievaluasi saat posisi awal dan
kecepatan dalam bidang diberikan.
Ini akan dicatat bahwa perlakuan kami berdasarkan Persamaan. (3,212)
adalah analog dengan perlakuan kami dari masalah satu dimensi berdasarkan
energi integral/terpisahkan [Eq. (2.44)]. Koordinat r sini memainkan peran x, dan
istilah 𝜃̇ dalam energi kinetik, ketika 𝜃̇ dieliminasi oleh Persamaan. (3.210),
memainkan peran tambahan menjadi energi potensial. Kami dapat membawa

51
keluar analogi ini lebih lanjut dengan menggantikan dari Persamaan. (3.210)
dalam Persamaan. (3,207):
𝐿2
𝑚𝑟̈ − 𝑚𝑟 3 = 𝐹(𝑟) (3.216)

Jika kita merefleksikan istilah −𝐿2 / 𝑚𝑟 3 ke sisi kanan, kita memperoleh


𝐿2
𝑚𝑟̈ = 𝐹(𝑟) + 𝑚𝑟 3 (3.217)

Persamaan ini persis memiliki bentuk persamaan gerak dalam satu


dimensi untuk subjek partikel dengan gaya aktual F(r) ditambah "gaya
𝐿2
sentrifugal" . Itu gaya sentrifugal tidak benar-benar berlaku pada semua tapi
𝑚𝑟 3

sebagian besar kali massa percepatan, dialihkan ke sisi kanan persamaan untuk
mengurangi persamaan untuk r menjadi persamaan dari bentuk yang sama seperti
untuk gerak satu dimensi. Kita mungkin menyebutnya "Gaya fiktif." Jika kita
memperlakukan Persamaan. (3,217) sebagai masalah dalam gerak satu dimensi,
"energi potensial" yang efektif sesuai dengan "gaya" di sebelah kanan adalah
𝐿2
′𝑉 ′ (𝑟) = − ∫ 𝐹(𝑟)𝑑𝑟 − ∫ 𝑑𝑟
𝑚𝑟 3
𝐿2
= 𝑉(𝑟) + 2𝑚𝑟 2 (3.218)

Istilah kedua di 'V' adalah "energi potensial" terkait dengan "gaya


sentrifugal." Integral energi yang dihasilkan hanya Pers. (3,212). Alasan mengapa
kami telah mampu untuk mendapatkan solusi lengkap untuk masalah kita
berdasarkan hanya dua integral, atau konstanta dari gerak (L dan E), adalah bahwa
persamaan gerak tidak mengandung koordinat 𝛳, sehingga ketetapan L cukup
untuk memungkinkan kita untuk menghilangkan 𝛳 diseluruhnya dari Persamaan.
(3,207) dan untuk mengurangi masalah ke permasalahan yang setara dalam
gerakan satu dimensi.
Integral dalam Pers. (3,214) kadang-kadang ternyata agak sulit untuk
mengevaluasi di prakteknya, dan persamaan yang dihasilkan sulit dipecahkan
untuk r(t). Kadang-kadang lebih mudah untuk menemukan lintasan partikel dalam
ruang daripada menemukan gerak sebagai fungsi waktu .; Kita bisa menjelaskan
lintasan partikel dengan memberikan r(𝛳). Persamaan yang dihasilkan agak
sederhana jika kita membuat substitusi

52
1 1
𝑢 = 𝑟, 𝑟=𝑢 (3.219)

Kemudian kita memiliki, menggunakan Pers. (3.210),

1 𝑑𝑢 𝑑𝑢
𝑟̇ = − 𝑢2 𝑑𝜃 𝜃̇ = −𝑟 2 𝜃̇ 𝑑𝜃
𝐿 𝑑𝑢
= − 𝑚 𝑑𝜃2 (3.220)
𝐿 𝑑 2
𝐿 𝑢 2 2 𝑑2 𝑢
𝑟̈ = − 𝑚 𝑑𝜃2 𝜃̇ = - 𝑚2 (3.221)
𝑑𝜃 2

𝑚
Gantikan r dan 𝑟̈ di pers. (3,217), dan mengalikannya dengan – 𝐿2 𝑢2 kita memiliki

persamaan diferensial untuk lintasan atau orbit dari segi 𝑢 (𝜃)


𝑑2 𝑢 𝑚 1
= −𝑢 − 𝐿2 𝑢2 𝐹 (𝑢) (3.222)
𝑑𝜃2

Dalam kasus L = 0, persamaan. (3.222) dilebihkan, tapi kita lihat dari


Persamaan. (3.210) yang dalam hal ini ϴ adalah konstan, dan lintasan adalah garis
lurus melalui titik asal. Bahkan dalam kasus-kasus di mana solusi eksplisit dari
Pers. (3,214) dan (3,215), atau Pers. (3,222), sulit untuk dilaksanakan, kita dapat
memperoleh informasi kualitatif tentang r gerak dari efektif potensial 'V' yang
diberikan oleh Pers. (3,218), seperti dalam satu- Kasus dimensi dibahas dalam
Bagian 2.5. Dengan menggambarkan 'V'(r), kita bisa memutuskan untuk energi
total E apakah gerak dalam r adalah periodik atau aperiodik, kita dapat
menemukan titik balik, dan kami dapat menjelaskan kira-kira berapa kecepatan r
bervariasi selama gerakan. Jika 'V'(r) memiliki minimum pada titik r0, maka untuk
energi E sedikit lebih besar dari 'V'(ro), r mungkin mengeksekusi yang kecil.
Disekitaran osilasi harmonik tentang r0 dengan frekuensi sudut diberikan oleh
1 𝑑2 𝑉 ′
𝜔2 = 𝑚 ( 𝑑𝑟 2 ) 𝑟0 (3.223)

53
Kita harus ingat, arahnya, bahwa pada saat yang sama partikel yang
berputar di sekitar pusat gaya dengan kecepatan sudut
̇ 𝐿
𝜃 = 𝑚𝑟 2 (3.224)

Tingkat revolusi menurun sebagai r meningkat. Dalam kasus di mana gerakan r


tidak periodik, maka 𝜃̇ → 0 sebagai 𝑟 → ∞ , dan partikel mungkin tidak
melakukan satu atau revolusi yang lebih lengkap ketika bergerak menuju 𝑟 →
∞ tergantung pada seberapa cepat r meningkat. Ketika gerakan r adalah periodik,
bukan periode gerak r, umumnya, sama dengan periode revolusi, sehingga orbit
mungkin tidak ditutup, meskipun terbatas pada wilayah ruang terbatas. (Lihat
Gambar. 3.34.) Jika rasio periode gerak r dengan periode revolusi adalah bilangan
rasional, orbit akan ditutup. Jika rasio ini adalah bilangan bulat, orbit adalah kurva
tertutup sederhana yang periode terkait dengan bidang orbit. Hal ini dapat dilihat
sebagai berikut. Daerah disapu oleh jari-jari dari titik asal ke partikel ketika
partikel bergerak melalui sudut kecil dϴ adalah sekitar
1
𝑑𝑆 = 2 𝑟 2 𝑑𝜃 (3.225)

Oleh karena itu angka dimana daerah yang tersapu oleh jari-jari adalah, oleh
Persamaan. (3.210),
𝑑𝑆 1 𝐿
= 2 𝑟 2 𝜃̇ = 2𝑚 (3.226)
𝑑𝑡

54
Hasil ini berlaku untuk setiap partikel bergerak di bawah aksi dari gaya pusat. Jika
gerak merupakan periodik, maka, mengintegrasikan selama periode lengkap τ dari
gerak, kita miliki untuk wilayah orbit
𝐿𝜏
𝑆 = 2𝑚 (3.227)

Jika orbit diketahui, periode revolusi dapat dihitung dari rumus ini.
1.12 Pusat Gaya Yang Berbanding Terbalik Dengan Jarak
Masalah yang paling penting dalam gerakan tiga dimensi adalah bahwa
massa bergerak di bawah aksi dari pusat gaya berbanding terbalik dengan kuadrat
jarak dari pusat:
𝐾
𝐹 = 𝑟 2 𝑟̂ (3.228)

Dimana energi potensial adalah


𝐾
𝑉(𝑟) = (3.229)
𝑟

dimana rs radius standar diambil menjadi tak terbatas untuk menghindari


tambahannIstilah konstan dalam V (r). Sebagai contoh, gaya gravitasi (Bagian
1.5) antara dua massa m1 dan m2 terpisah jarak r diberikan oleh Persamaan.
(3,228) dengan

𝐾 = −𝐺𝑚1 𝑚2 , 𝐺 = 6,67𝑥10−8 𝑑𝑦𝑛𝑒 − 𝑔−2 −𝑐𝑚2 (3.230)

55
di mana K adalah negatif, karena gaya tarik gravitasi. Contoh lain adalah gaya
elektrostatik antara dua muatan listrik q1 dan q2 terpisah jarak r, diberikan oleh
Persamaan. (3,228) dengan

𝐾 = 𝑞1 𝑞2 , (3.231)
di mana muatan itu dalam satuan elektrostatik, dan gaya adalah dalam dyne. gaya
elektro statis akan tolak menolak ketika 𝑞1 𝑑𝑎𝑛 𝑞2 memiliki tanda yang sama,
taril-menarik jika berbeda. Secara historis, masalah pertama mekanika Newton
yang diterapkan adalah masalah yang melibatkan pergerakan planet di bawah tarik
gravitasi matahari, dan gerak satelit di sekitar planet. Keberhasilan teori dalam
perhitungan untuk gerakan seperti bertanggung jawab untuk diterima diawal.
Kami pertama kali menentukan sifat orbit yang diberikan oleh hukum kuadrat
terbalik dari gaya. Pada Gambar. 3.36 digambarkan keefektifan potensial

𝐾 𝐿2
′𝑉 ′ (𝑟) = + 2𝑚𝑟 2 (3.232)
𝑟

Untuk gaya tolak (K> 0), tidak ada gerakan periodik di r; hanya energi
positif total E yang mungkin, dan partikel datang dari 𝑟 = ∞ ke titik balik dan
menempuh hingga tak terhingga. Untuk energi yang diberikan dan momentum

56
sudut, titik balik terjadi pada nilai yang lebih besar dari r daripada K =0 (tidak ada
kekuatan), yang mengorbit akan menjadi garis lurus. Untuk gaya yang menarik (K
<0) dengan 𝐿 ≠ 0 , gerakan ini juga terbatas jika E> 0, tetapi dalam kasus ini titik
balik terjadi pada nilai yang lebih kecil dari r daripada K =0. Oleh karena orbit
yang seperti ditunjukkan pada Gambar. 3.37. Garis cahaya pada Gambar. 3.37
mewakili radius titik balik atau perihelion jarak diukur dari titik terdekat dari
1 𝐾2 𝑚
partikel menuju pusat tarik-menarik atau tolak-menolak. Untuk K <0, − 2 <
𝐿2
1 𝐾2 𝑚
𝐸 < 0 koordinat r berosilasi antara dua titik balik. Untuk 𝐸 = − 2 <, partikel
𝐿2
𝐿2
bergerak dalam radius lingkaran 𝑟0 = 𝐾𝑚. Perhitungan menunjukkan (lihat Soal 44

pada akhir bab ini ) bahwa periode osilasi kecil di r adalah sama dengan periode
1 𝐾2 𝑚
revolusi, sehingga untuk E dekat − 2 , orbit adalah kurva tertutup dengan asal
𝐿2

sedikit dari pusat (setidaknya di perkiraan osilasi kecil). Kami akan menunjukkan
kemudian bahwa orbit ini, pada kenyataannya, elips untuk semua nilai negatif dari
E jika 𝐿 ≠ 0. Jika 𝐿 = 0, masalah dapat dikurangi untuk gerak satu dimensi dari
benda yang jatuh, dibahas dalam Bagian 2.6

Untuk mengevaluasi integral dalam pers. (3,214) dan (3,215) untuk hukum
gaya kuadrat terbalik agak sulit. Kita akan menemukan bahwa kita dapat
memperoleh semua informasi penting tentang gerak lebih sederhana dengan
memulai dari Pers. (3.222) untuk orbit. Persamaan (3.222) untuk orbit menjadi,
dalam hal ini,
𝑑2 𝑢 𝑚𝐾
+𝑢 = − (3.233)
𝑑𝜃2 𝐿2

57
Persamaan ini memiliki bentuk yang sama seperti yang dari osilator harmonik
(frekuensi Unit) subjek pada gaya konstan, di mana ϴ disini memainkan peran t.
Persamaan homogen dan solusi umumnya
𝑑2 𝑢
+𝑢 =0 (3.234)
𝑑𝜃2

𝑢 = 𝐴 cos(𝜃 − 𝜃𝑜 ) (3.235)
di mana A, ϴ0 adalah konstanta sembarang. Sebuah solusi tertentu yang jelas dari
persamaan di-homogen (3,233) adalah solusi konstan
𝑚𝐾
𝑢=− (3.236)
𝐿2

Oleh karena itu solusi umum dari persamaan. (3,233) adalah


1 𝑚𝑘
𝑢=𝑟=− + 𝐴 cos(𝜃 − 𝜃𝑜 ) (3.237)
𝐿2

Ini adalah persamaan irisan kerucut (elips, parabola, atau hiperbola) dengan fokus
pada r = 0, seperti yang akan kita saat ini menunjukkan. Konstan 𝜃0 menentukan
orientasi orbit dalam bidang. Konstanta A, yang dapat diambil sebagai positif
(karena 𝜃0 adalah sembarang), menentukan titik balik dari gerakan r, yang
diberikan oleh
1 𝑚𝑘 1 𝑚𝑘
=− + 𝐴, =− − 𝐴 (3.238)
𝑟1 𝐿2 𝑟2 𝐿2

Jika 𝐴 < 𝑚𝑘⁄𝐿2 (tentu karena untuk K> 0), maka hanya ada satu titik balik, r1,
karena r tidak boleh negatif. Kita tidak bisa memiliki 𝐴 < 𝑚𝑘⁄𝐿2 , karena r bisa
kemudian tidak menjadi positif untuk setiap nilai ϴ. Untuk E diberikan, titik balik
solusi dari persamaan
𝐾 𝐿2
′𝑉 ′ (𝑟) = + 2𝑚𝑟 2 = 𝐸 (3.239)
𝑟

58
Solusi nya adalah
1 𝑚𝑘 𝑚𝑘 2𝑚𝐸 1
=− + [( 𝐿2 )2 + ]2
𝑟1 𝐿2 𝐿2

1 𝑚𝑘 𝑚𝑘 2𝑚𝐸 1
=− + [( 𝐿2 )2 + ]2 (3.240)
𝑟2 𝐿2 𝐿2

Bandingkan Persamaan. (3,238) dengan Persamaan. (3,240), kita melihat bahwa


nilai A dalam hal energi dan momentum sudut diberikan oleh

𝑚2 𝐾 2 2𝑚𝐸
𝐴2 = + (3.241)
𝐿2 𝐿2

Sekarang orbit ditentukan dalam hal kondisi awal.


Elips didefinisikan sebagai kurva yang ditelusuri oleh partikel bergerak
sehingga jumlah tersebut jarak dari dua titik tetap F, F 'adalah konstan. * Poin F,F'
disebut yang fokus elips. Menggunakan notasi yang ditunjukkan pada Gambar.
3.38, kita memiliki
𝑟 ′ + 𝑟 = 2𝑎 (3.242)

di mana 𝑎 adalah setengah diameter terbesar (sumbu utama) elips. Dalam hal
polar
berkoordinasi dengan pusat pada fokus F dan dengan negatif sumbu x melalui
fokus F ', hukum cosinus memberikan
𝑟′2 = 𝑟 2 + 4𝑎2 𝜀 2 + 4𝑟𝑎𝜀 𝑐𝑜𝑠𝜃 (3.243)

di mana 𝑎𝜀 adalah jarak dari pusat elips untuk fokus; 𝜀 disebut eksentrisitas elips.
Jika 𝜀 =0, yang fokus bertepatan dan elips adalah lingkaran. Sebagai 𝜀 → 1 , elips

59
menurun menjadi parabola atau segmen garis lurus, tergantung apakah fokus F
'surut hingga tak terbatas atau tetap jarak yang terbatas dari F.Menggantikan r
'dari Persamaan. (3,242) pada persamaan. (3,243), kita menemukan
𝑎(1−𝜀 2 )
𝑟 = 1+𝜀 cos 𝜃 (3.244)

Ini adalah persamaan elips di koordinat polar dengan titik asal pada satu fokus.
Jika b adalah setengah diameter terkecil (sumbu minor), kita memiliki, dari
Gambar. 3.38,

𝑏 = 𝑎(1 − 𝜀 2 )1/2 (3.245)


Daerah elips dapat diperoleh dengan cara langsung oleh integrasi:
𝑆 = 𝜋𝑎𝑏 (3.246)

Sebuah hiperbola didefinisikan sebagai kurva ditelusuri oleh partikel bergerak


sehingga perbedaan jarak yang dari dua fokus F tetap, F 'adalah konstan (Gambar.
3.39). Sebuah hiperbola memiliki dua cabang yang didefinisikan oleh
𝑟 ′ + 𝑟 = 2𝑎 (+𝑏𝑟𝑎𝑛𝑐ℎ)
𝑟 ′ − 𝑟 = −2𝑎 (−𝑏𝑟𝑎𝑛𝑐ℎ) (3.247)
Kami akan menyebut cabang yang mengelilingi F cabang + (kiri cabang di
gambar)., dan cabang yang menghindari F - cabang (cabang kanan pada
gambar).Persamaan (3,243) berlaku juga bagi hiperbola, tapi eksentrisitas 𝜀
sekarang lebih besar dari satu. Persamaan hiperbola menjadi dalam koordinat
polar:

60
𝑎(𝜀 2 −1)
𝑟 = ±1+𝜀 cos 𝜃 (3.248)

(Tanda + mengacu pada cabang +, yang - tanda menuju cabang - ) garis lurus
yang mendekati suatu kurva dari hiperbola (garis putus-putus pada Gambar 3.39)
membuat sudut α dengan sumbu melalui fokus, di mana α adalah nilai ϴ yang t
tak terbatas:
1
cos 𝛼 = ± 𝜀 (3.249)

Sebuah parabola adalah kurva yang ditelusuri oleh partikel bergerak sehingga
jarak dari
garis D tetap (directrix) sama dengan jarak dari fokus tetap F. Dari Gambar.3.40,
kita memiliki
a
r = 1+cos 𝜃 (3.250)

di mana 𝛼 adalah jarak dari fokus F ke directrix D. Kita dapat menulis persamaan
untuk semua tiga bagian berbentuk kerucut dalam bentuk standar
1
= B + A cos 𝜃 (3.251)
r

di mana A adalah positif, dan B dan A diberikan sebagai berikut:

B > A, bulat
𝐵 = 1/𝑎(1 − 𝜀 2 ) , 𝐴 = 𝜀/𝑎(1 − 𝜀 2 ) (3.252)

B = A Parabola
1 1
𝐵 = 𝑎, 𝐴 = 𝑎; (3.253)

0 < B <A, hyperbola , cabang +

1 𝜀
𝐵 = 𝑎(𝜀2 −1) , 𝐴 = 𝑎(𝜀2 −1) (3.254)

-A < B < 0, hyperbola , cabang -


1 𝜀
𝐵 = − 𝑎(𝜀2 −1) , 𝐴 = 𝑎(𝜀2 −1) (3.255)

61
Kasus B < - A bisa tidak terjadi, karena r tidak akan menjadi positif untuk nilai
apapun dari ϴ. Jika kita membiarkan orientasi sembarang dari kurva terhadap
sumbu x, kemudian Persamaan. (3,251) menjadi

1
= 𝐵 + 𝐴𝑐𝑜𝑠(𝜃 − 𝜃𝑜 ) (3.256)
𝑟

mana 𝜃𝑜 adalah sudut antara sumbu x dan garis dari titik asal ke perihelion (Titik
terdekat dari kurva ke asal). Ini akan dicatat bahwa dalam semua kasus
𝐴
𝜀 = |𝐵| (3.257)

F atau elips atau hiperbola,


𝐵
𝑎 = |𝐴2 −𝐵2| (3.258)

Persamaan (3,237) untuk orbit partikel di bawah hukum gaya yang berbanding
terbalik dengan kuadrat memiliki bentuk persamaan. (3,256) untuk irisan kerucut,
dengan jika kita menggunakan Persamaan. (3,241)
𝑚𝐾
𝐵 = | 𝐿2 |
2𝑚𝐸
𝐴 = (𝐵 2 ) 1/2
(3.259)
𝐿2

Eksentrisitas orbit, oleh Persamaan. (3,257), adalah

1
𝐿2
𝜀 = (1 + 2E𝑚𝐾2 ) 2 (3.260)

Sebuah gaya tarik-menarik (K <0), orbit adalah elips, parabola, atau hiperbola,
tergantung pada apakah E <0, E = 0, atau E> 0; jika hiperbola, itu adalah cabang
+.Untuk gaya tolak-menolak (K> 0), kita harus memiliki E> 0, dan orbit hanya
dapat menjadi Cabang - hiperbola. Hasil ini didukung dengan diskusi kualitatif
awal kami. Untuk orbit elips dan hiperbolik, sumbu 𝑎 semimajor diberikan oleh
𝐾
𝑎 = |2𝐸 | (3.261)

Keanehan bahwa hubungan ini tidak melibatkan eksentrisitas atau sudut


momentum; energi E hanya bergantung pada sumbu 𝑎 semimajor, dan sebaliknya.

62
Persamaan (3.260) dan (3,261) dapat diperoleh langsung dari Persamaan. (3,239)
untuk titik balik dari gerakan r. Jika kita memecahkan persamaan ini untuk r, kita
memperoleh titik balik yang
𝐾 𝑘 2 𝐿2 1/2
𝑟1,2 = 2𝐸 ± [(2𝐸) + 2𝑚𝐸 ] (3.262)

Maksimum dan jari-jari minimum untuk elips


𝑟1,2 = 𝑎 (1 ± 𝜀) (3.263)

dan jari-jari minimum untuk hiperbola adalah


𝑟1 = 𝑎 (𝜀 ∓ 1) (3.264)
di mana tanda atas adalah untuk cabang + dan tanda yang lebih bawah untuk -
cabang. Bandingkan pers. (3,263) dan (3,264) dengan Persamaan. (3,262), kita
bisa membacakan nilai-nilai 𝑎 dan 𝜀. Jadi jika kita tahu bahwa lintasan adalah
elips atau hiperbola, kita dapat menemukan ukuran dan bentuk dari Persamaan.
(3,239), yang ikut dari metode energi perlakuan sederhana, tanpa melalui solusi
yang tepat dari persamaan untuk orbit. Ini adalah titik yang berguna untuk diingat.
1.13ORBIT BERBENTUK BULAT PANJANG PERMASALAHAN
KEPLER

Pada awal abad ketujuh belas, sebelum penemuan Newton tentang hukum
gerak, Kepler mengumumkan tiga hukum yang menggambarkan pergerakan
planet, disimpulkan dari pengamatan yang luas dan akurat dari gerakan planet
oleh Tycho Brahe:

1. Planet-planet bergerak di elips dengan matahari pada satu fokus.


2. Area menyapu oleh vektor radius dari matahari ke planet di kali sama
adalah sama.
3. Kuadrat dari masa revolusi sebanding dengan pangkat tiga dari sumbu
semimayor
Hukum kedua dinyatakan oleh Pers kami. (3,226) dan merupakan
konsekuensi dari konservasi momentum sudut; itu menunjukkan bahwa gaya yang
bekerja pada planet ini diarahkan ke arah matahari. Hukum pertama berikut,
karena kami telah menunjukkan, dari fakta bahwa gaya berbanding terbalik

63
dengan kuadrat jarak. Hukum ketiga mengikuti dari kenyataan bahwa gaya
gravitasi sebanding dengan massa planet, seperti yang kita tunjukkan sekarang
Dalam kasus orbit elips, kita dapat menemukan periode gerak dari Pers.
(3,227) dan (3,246):
2𝑚 2𝑚 𝜋 2 𝐾2 𝑚 1/2
𝜏= 𝜋𝑎𝑏 = 𝜋𝑎2 (1 − 𝜀 2 )1/2 = ( ) (3.265)
𝐿 𝐿 2|𝐸|3

atau, menggunakan Pers. (3,261),

𝑚
𝜏 2 = 4𝜋 2 𝑎3 | 𝐾 | (3.266)

Dalam kasus benda kecil bermassa m bergerak di bawah tarikan gravitasi [Pers.
(3,230) benda besar massa M, ini menjadi
4𝜋 2
𝜏2 = 𝑎3 (3.267)
𝑀𝐺

Koefisien dari 𝑎3 sekarang menjadi konstan untuk semua planet, dalam


perjanjian dengan hukum ketiga Kepler. Persamaan (3,267) memungkinkan kita
untuk "berat" matahari, jika kita tahu nilai G, dengan mengukur periode dan
sumbu utama dari setiap orbit planet. Ini sudah memiliki dibuktikan di Bab 1,
Soal 11, untuk orbit melingkar. Persamaan (3,267) sekarang menunjukkan bahwa
hasil berlaku juga untuk orbit elips jika sumbu semi-mayor diganti untuk jari-jari.
Kami telah menunjukkan bahwa hukum Kepler mengikuti dari hukum
Newton tentang gerak dan hukum gravitasi. Masalah berkomunikasi, untuk
menyimpulkan hukum gaya dari hukum Kepler dan hukum gerak, merupakan
masalah lebih mudah, dan sangat penting secara historis, untuk itu dengan cara ini
bahwa Newton menyimpulkan hukum gravitasi. Kami berharap bahwa gerakan
planet harus menunjukkan penyimpangan sedikit dari hukum Kepler, mengingat
fakta bahwa masalah gaya sentral yang diselesaikan di bagian terakhir merupakan
idealisasi masalah fisik yang sebenarnya.
Di tempat pertama, seperti yang ditunjukkan dalam Bagian 3.13, kita
telah mengasumsikan bahwa matahari adalah stasioner, sedangkan sebenarnya itu
harus bergetar sedikit karena daya tarik planet terjadi di sekitar itu. Efek ini sangat
kecil, bahkan dalam kasus yang planet terbesar, dan dapat diperbaiki oleh
metodeyang dijelaskan nanti dalam Bagian 4.7. Di tempat kedua, sebuah planet

64
yang diberikan, mengatakan bumi, yang bertindak oleh gravitasi tarik dari planet
lain, serta oleh matahari. Karena massa bahkan planet terberat hanya beberapa
persen dari massa matahari, ini akan sedikit menghasilkan tapi penyimpangan
terukur dari hukum Kepler. Penyimpangan tersebut diharapkan dapat dihitung,
dan mereka setuju dengan pengamatan astronomi sangat tepat. Bahkan, planet
Neptunus dan Pluto ditemukan sebagai akibat dari efek pada orbit dari planet lain.
Pengamatan dari planet Uranus selama sekitar enam puluh tahun setelah
penemuannya pada tahun 1781 menunjukkan penyimpangan dijelaskan dari orbit
diprediksi, bahkan setelah koreksi dibuat untuk efek gravitasi dari planet lain yang
diketahui .
Dengan analisis matematika yang cermat dan data yang rumit, Adams
dan Leverrier mampu menunjukkan bahwa penyimpangan bisa
dipertanggungjawabkan dengan mengasumsikan sebuah planet yang tidak
diketahui di luar Uranus, dan mereka menghitung posisi planet yang tidak
diketahui. Planet Neptunus segera ditemukan di tempat yang diprediksi.
Orbit komet, yang kadang-kadang terpantau bergerak pada sekitar
matahari dan keluar lagi, yang, setidaknya dalam beberapa kasus, elips sangat
memanjang. Bukan hanya itu saat ini diketahui apakah salah satu komet berasal
dari luar tata surya, dalam hal ini mereka akan, paling tidak pada awalnya,
memiliki orbit parabola atau hiperbola. Bahkan komet yang orbitnya diketahui
elips memiliki periode yang lebih teratur karena tarikan gravitasi perturbing dari
planet-planet yang lebih besar dekat yang mereka kadang-kadang lulus. Antara
pertemuan dekat dengan planet-planet yang lebih besar, komet akan mengikuti
cukup erat lintasan yang diberikan oleh Persamaan. (3,256), tetapi selama setiap
pertemuan tersebut, gerakannya akan terganggu, sehingga setelah konstanta A, B,
dan ϴ0 akan memiliki nilai yang berbeda dari orang-orang sebelum pertemuan itu.
Seperti tercantum dalam Bagian 3.13, kami berharap secara umum bahwa
orbit dibatasi oleh timbulnya darigaya sentral yang menarik F(r) tidak akan
ditutup (Gbr. 3.34). orbit tertutup (kecuali untuk orbit lingkaran) muncul hanya di
mana periode osilasi radial sama dengan, atau merupakan kelipatan rasional yang
tepat dari, masa revolusi. Hanya untuk bentuk-bentuk tertentu khusus dari fungsi
F(r), dimana hukum kuadrat terbalik adalah salah satu, akan orbit ditutup. Setiap

65
perubahan dalam hukum kuadrat terbalik, baik perubahan dalam eksponen r atau
tambahan F(r) dari istilah tidak berbanding terbalik dengan r2, yang akan
diharapkan untuk menyebabkan orbit yang tidak ditutup. Namun, jika perubahan
itu sangat kecil, maka orbit seharusnya disekitar elips. Maka periode revolusi
akan hanya sedikit lebih besar atau sedikit kurang dari periode radial \ osilasi, dan
orbit akan sekitar elips yang sumbu utama berputar perlahan tentang pusat gaya.
Sebagai soal fakta, sebuah presesi lambat dari sumbu utama dari orbit planet
Merkurius telah diamati, dengan kecepatan sudut dari 41 detik busur per abad,
atas dan di atas gangguan dicatat dengan efek gravitasi yang lain planet. Hal ini
terpikir bahwa ini bisa dipertanggungjawabkan oleh efek gravitasi dari debu di
tata surya, tetapi dapat menunjukkan bahwa jumlah debu terlalu kecil untuk
memperhitungkan efek. Sekarang cukup yakin bahwa efek ini disebabkan sedikit
koreksi teorii Newton tentang gerak planet yang diperlukan oleh teori relativitas. *
Masalah gerak elektron di sekitar inti atom akan sama seperti yang dari
gerak planet mengelilingi matahari, jika mekanika Newton yang berlaku.
Sebenarnya, gerakan elektron harus dihitung dari hukum mekanika kuantum.
Sebelum penemuan mekanika kuantum, Bohr mampu memberikan perhitungan
dari perilaku atom dengan mengasumsikan bahwa elektron berputar di orbit
tertentu khusus yang dipilih dari antara mereka yang diberikan oleh mekanika
Newton. Teori Bohr masih berguna sebagai gambaran kasar tentang struktur atom.
1.14 Orbit Hiperbolik Permasalahan Rutherford. Bagian Hamburan
Orbit hiperbolik yang menarik yang berhubungan dengan gerakan
partikel di sekitar matahari yang mungkin berasal dari atau lari ke luar angkasa,
dan juga dihubungkan dengan tabrakan dua partikel bermuatan. Jika partikel
cahaya dari muatan q2 bertemu dengan partikel dari muatan q2 saat berhenti,
partikel cahaya akan mengikuti lintasan perbolic partikel berat, sesuai dengan
hasil yang diperoleh dalam Bagian 3.14. Dalam kasus tabrakan partikel atom,
daerah di mana lintasan tikungan dari satu garis lurus yang mendekati suatu
kurva/asymptote ke yang lain sangat kecil (beberapa angstrom unit atau kurang),
dan apa yang diamati adalah sudut defleksi 𝜃 = 𝜋 − 2𝛼(Gambar 3.41) antara
lintasan dari terjadinya partikel sebelum dan setelah tumbukan. Angka

66
3.41 ditarik untuk kasus pusat memukul mundur kekuatan di F. Dengan Pers.
(3,249) dan (3.260),
1/2
𝜃 𝑚𝐾 2
tan = cot 𝛼 = (𝜀 2 − 1)−1/2 = ( )
2 2𝐸𝐿2
Biarkan partikel memiliki kecepatan v0 awal, dan biarkan melakukan
perjalanan ke arah tersebut bahwa jika dibelokkan, itu akan melewati jarak s dari
pusat (F). Itu jarak s disebut parameter dampak bagi tabrakan. Kita bisa dengan
mudah menghitung energi dan momentum sudut dalam hal kecepatan dan dampak
parameter:
1
𝐸 = 𝑚𝑣02
2
𝐿 = 𝑚𝑣0 𝑠

Mengganti dalam Pers. (3,268), kita memiliki untuk sudut hamburan ϴ :


𝜃 𝐾
tan 2 = 𝑚𝑠𝑣2 (3.271)
0

Jika sebuah partikel cahaya positif muatan q1 bertabrakan dengan partikel padat
yang positif muatan q2 , ini, oleh Persamaan. (3,231),
𝜃 𝑞 𝑞
1 2
tan 2 = 𝑚𝑠𝑣 2 (3.272)
0

Dalam sebuah percobaan hamburan khas, aliran partikel bermuatan


mungkin ditembak dalam arah yang pasti melalui foil tipis. Banyak dari partikel

67
muncul dari foil dalam arah yang berbeda, setelah dibelokkan atau tersebar
melalui sudut ϴ oleh tabrakan dengan partikel dalam foil. Untuk menempatkan
Pers. (3,272) dalam bentuk di mana dapat dibandingkan dengan sebuah
eksperimen, kita harus menghilangkan dampak parameter s, yang tidak dapat
ditentukan secara eksperimental. Dalam percobaan, insiden fraksi partikel tersebar
melalui berbagai sudut ϴ yang diamati. Ini adalah kebiasaan untuk
mengekspresikan hasil dalam hal penampang didefinisikan sebagai berikut. Jika
insiden partikel N menyerang foil tipis yang mengandung pusat n hamburan per
satuan luas, rata-rata Jumlah dN partikel tersebar melalui sudut antara ϴ dan ϴ +
dϴ adalah diberikan dalam hal penampang d𝜎 dengan rumus
𝑑𝑁
= 𝑛𝑑𝜎 (3.273)
𝑁

𝑑𝜎 disebut penampang untuk hamburan melalui sudut antara ϴ dan ϴ +


dϴ, dan dapat dianggap sebagai daerah yang efektif mengelilingi pusat hamburan
dimana insiden partikel harus mengenai agar dapat tersebar melalui sudut antara ϴ
dan ϴ + dϴ. Karena jika ada "target daerah" 𝑑𝜎 di sekitar masing-masing pusat
hamburan, maka area target total area unit 𝑛 𝑑𝜎. Jika n partikel menembus satu
satuan luas, jumlah rata-rata menyolok daerah sasaran adalah 𝑁𝑛 𝑑𝜎, dan ini,
menurut Pers. (3,273), hanya dN, jumlah partikel tersebar melalui sudut antara ϴ
dan ϴ + dϴ.
Sekarang perhatikan partikel insiden mendekati pusat hamburan F . Jika
parameter dampak adalah antara s dan s + ds, partikel akan tersebar melalui sudut

68
antara ϴ dan ϴ + dϴ, di mana ϴ diberikan oleh Pers. (3,272), dan dϴ diberikan
oleh diferensial dari Pers. (3,272):
1 𝑞 𝑞
𝜃 𝑑𝜃 = − 𝑚𝑠12 𝑣22 𝑑𝑠 (3.274)
2𝑐𝑜𝑠2 ( ) 0
2

Wilayah cincin di sekitar F dari jari-jari s, jari-jari luar s + ds, di mana


terjadinya partikel harus ditujukan agar dapat tersebar melalui sudut antara ϴ dan
ϴ + dϴ, adalah
𝑑𝜎 = 2𝜋𝑑𝑠 `(3.275)
Ganti s dari Persamaan. (3,272), dan untuk ds dari Persamaan. (3,274)
(hilangkan tanda negatif).
Rumus ini dapat dibandingkan dengan ditentukan secara eksperimental
seperti yang diberikan oleh Pers. (3,273). Rumus (3,276) telah disimpulkan oleh
Rutherford dan digunakan dalam menafsirkan percobaan pada hamburan partikel
alpha oleh foil logam tipis. Dia mampu menunjukkan bahwa rumus sesuai dengan
eksperimennya dengan q1= 2e (muatan pada partikel alfa), dan q2 = Ze (muatan
pada inti atom), asalkan perihelion jarak lebih besar dari sekitar 10-12 cm, yang
menunjukkan bahwa muatan positif pada atom harus terkonsentrasi di suatu
daerah dari radius kurang dari 10-12 cm. Ini adalah asal-usul teori nuklir dari atom.
Jarak perihelion dapat dihitung dari rumus (3,262) atau dengan menggunakan
undang-undang konservasi untuk energi dan momentum sudut.
Oleh karena itu jika ada penyimpangan dari gaya hukum Coulomb ketika
partikel alpha merumput atau menembus inti, seharusnya muncul pertama sebagai
penyimpangan dari hukum Rutherford Eq. (3,276)] pada sudut besar defleksi ϴ,
dan harus muncul ketika energi E cukup besar. Pengukuran awal jari-jari nuklir
dibuat dengan cara ini oleh Rutherford, dan berubah menjadi urutan 10-12 cm.
Perhitungan penampang dari di atas adalah sepenuhnya benar hanya
ketika partikel alpha jatuh/menimpa pada inti jauh lebih berat dari dirinya sendiri,
karena pusat hamburan diasumsikan tetap. Pembatasan ini bisa dihilangkan
dengan metode yang akan dibahas dalam Bagian 4.8. partikel alpha juga
bertabrakan dengan elektron, tetapi elektron sangat ringan sehingga tidak dapat
membelokkan partikel alpha. Tabrakan partikel alfa dengan inti harus benar-benar
diperlakukan dengan metode mekanika kuantum. Konsep lintasan yang pasti

69
dengan dampak yang pasti Parameter s berlaku dalam mekanika kuantum tidak
lagi. Konsep penampang masih berlaku dalam mekanika kuantum, namun,
sebagaimana mestinya, karena itu didefinisikan dalam hal jumlah eksperimen
ditentukan. Hasil akhir untuk bagian hamburan lintas ternyata sama dengan rumus
kita (3,276). Ini adalah kejadian beruntung dalam sejarah fisika yang mekanika
klasik memberikan jawaban yang benar untuk masalah ini.

1.15 GERAK PARTIKEL DALAM BIDANG ELEKTROMAGNETIK


Hukum menentukan medan listrik dan magnet karena berbagai
pengaturan muatan listrik dan arus adalah subyek dari teori elektromagnetik.
Ketentuan dari gerak partikel bermuatan di bawah gaya listrik dan magnetik yang
diberikan adalah masalah dalam mekanika.
Jika muatan listrik bergerak dekat kutub utara magnet, magnet akan
mengerahkan gaya pada muatan yang diberikan oleh Persamaan. (3,281); dan oleh
hukum ketiga Newton muatan harus mengerahkan kekuatan yang sama dan
berlawanan pada magnet. kasus ini memang ditemukan, setidaknya ketika
kecepatan partikel adalah kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya, jika
medan magnet karena muatan bergerak dihitung dan gaya pada magnet dihitung.
Namun, karena induksi magnetik B diarahkan radial jauh dari tiang, dan gaya F
tegak lurus terhadap B, gaya pada muatan dan pada tiang tidak diarahkan
sepanjang garis bergabung dengan mereka, seperti dalam kasus gaya pusat .
Hukum ketiga Newton kadang-kadang dinyatakan dalam bentuk "kuat" di mana
aksi dan reaksi tidak hanya sama dan berlawanan, tetapi diarahkan sepanjang garis
yang menghubungkan interaksi partikel. Untuk kekuatan magnet, hukum hanya
berlaku dalam bentuk "lemah" di mana tidak ada yang dikatakan tentang arah dari
dua gaya kecuali bahwa mereka berlawanan. Hal ini berlaku tidak hanya dari gaya
antara magnet dan muatan yang bergerak, tetapi juga dari gaya magnet yang
diberikan oleh muatan yang bergerak pada satu sama lain.
Berbagai macam masalah kepentingan praktis dan teoritis timbul
melibatkan gerakan partikel bermuatan di bidang listrik dan magnet. Secara
umum, metode khusus gangguang harus dirancang untuk setiap jenis masalah.

70
Kita akan membahas dua masalah khusus yang menarik baik untuk hasil yang
diperoleh dan untuk metode untuk mendapatkan hasil tersebut. .
Hasil ini memiliki banyak aplikasi praktis. Jika ruang gelembung
ditempatkan dalam medan magnet seragam, seseorang dapat mengukur
momentum dari partikel bermuatan oleh ukuran jari-jari kelengkungan dari
lintasan. Prinsip yang sama digunakan dalam spektrometer sinar beta untuk
mengukur momentum dari elektron cepat dengan curva- yang mendatang dari
lintasanya dalam medan magnet.
Dalam siklotron(mesin pemecah atom), partikel bermuatan melewati lingkaran
dalam medan magnet seragam,dan menerima kenaikan energi dua kali per
revolusi dengan melewati medan listrik bolak balik. Jari-jari r dari lingkaran
karena itu meningkatkan, menurut Persamaan. (3,295), sampai radius maksimum
tercapai. Jadi jika B adalah konstan, v bergatung dari r, dan ini adalah prinsip
dasar di mana operasi siklotron didasarkan.
Dalam betatron, elektron berjalan dalam lingkaran, dan medan magnet
dalam lingkaran dibuat untuk meningkatkan. Sejak B berubah dengan waktu, V x
E tidak lagi nol; fluks magnet yang berubah menginduksi tegangan di sekitar
lingkaran sehingga jaring jumlah usaha yang dilakukan pada elektron oleh medan
listrik saat mereka melakukan perjalanan sekitar lingkaran. Betatron ini dirancang
untuk peningkatan B di orbit elektron sebanding dengan peningkatan mv,
sehingga r tetap konstan.
Akhirnya, kami mempertimbangkan partikel bermassa m, muatan q,
bergerak dalam konstan medan listrik intensitas E beraturan dan konstan magnet
induksi B beraturan.

71
1.16 Fungsi Energi Potensial
Dalam menentukan gerakan partikel dalam satu dimensi, kita
mendefenisikan fungsi energi potensial sebagai :
xs x
V(x)   F ( x)dx    F ( x)dx (2.63)
x xs

Dan gaya yang sesuai F9x) adalah


dV ( x)
F ( x)   (2.64)
dx
Kita sekarang dapat memperpanjang ide – ide untuk gerakan partikel
dalam tiga dimensi. Mari kita mempertimbangkan partikel di r(x,y,z) yang di
bawah aksi gaya F bergerak dari r1 ke r2. Kerja yang dilakukan diberikan oleh
r2
W   F (r )dr (2.65)
r1

Dan untuk mengevaluasi bagian integral ini kita harus menentukan sebuah
lintasan. Seperti dalam kasus satu dimensi, kita dapat memperkenalkan fungsi
energi potensial v(r) = V(x,y,z) sebagai kerja yang dilakukan oleh gaya ketika
gaya menggerakkan partikel dari titik r ke beberapa acuan rs, artinya :
rs r
V (r )   F (r )dr    F (r )dr (2.66)
r rs

Mengetahui bahwa V (r) harus menjadi fungsi dari posisi saja, defenisi ini
hanya mungkin jika integral sebelumnya tidak tergantung pada jalan integrasi.
Dimana untuk menemukan kondisi yang diperlukan F(r) untuk menjadi

72
konservatif, maka keberadaan fungsi potensial V(r). Maka usaha yang dilakukan
untuk bergerak dari titik P ke Q tidak bergantung pada lintasan. Ini berarti bahwa
usaha yang dilakukan dalam lintasan tertutup (lihat gambar 2.12) untuk bergerak
dari P ke Q dan kembali ke P adalah nol. Artinya, kita menemukan
WPQP   F  dr  0 (2.67)

WPQP   F  dr   n̂  (  F )dS  0 (2.68)

Hal ini dapat berlaku hanya jika integran   F adalah nol, yaitu
  F  curl F  0 (2.69)
Ini adalah kondisi yang diperlukan untuk gaya kenservatif, maka fungsi energi
potensial yang sebuah gaya F yang curl F adalah nol disebut gaya konservatif.

Gambar 1.44. Kerja yang dilakukan dalam medan gaya konservatif untuk lintasan
tertutup untuk bergerak dari P ke Q dan kembali ke P adalah nol.
Kita sekarang dapat menunjukkan bahwa keberadaan fungsi potensial
mengarah ke konservasi energi total jika medan gaya bersifat konservatif. Usaha
yang dilakukan oleh F dalam bertindak melalui r1 ke r2 dapat ditulis sebagai
r2 rs r2
W12   F (r )dr   F (r )dr   F (r )dr  V1 (r )  V2 (r ) (2.70)
r1 r1 rs

Tapi usaha yang dilakukan juga sama dengan perubahan energi kinetik
r2
W12   F (r )dr  K 2  K1 (2.71)
r1

Menggabungkan persamaan
K1  V1 (r )  K 2  V2 (r ) (2.72)

73
Artinya, jika E adalah energi total, kita memperoleh
1
K V  m( x 2  y 2  z 2 )  V ( x, y , z )  E (2.73)
2
Yang merupakan bagian integral energi untuk gerakan dalam tiga dimensi. Mari
kita mempertimbangkan F= F (r,t) dan mengatakan pada setiap waktu t yang
  F (r , t )  0 (2.74)
Dan kita dapat mendefenisikan fungsi potensial
rs
V (r , t )   F (r , t )dr (2.75)
r

Sehingga
F (r , t )  V (r , t ) (2.76)
Namun dalam kasus seperti ini jumlah dari energi kinetik dan potensial tidak
konstan, maka F (r,t) bukan merupakan gaya konservatif.
Jika F diberikan dan kitaingin mengevaluasi V (r), kita dapat melanjutkan secara
langsung dengan mengevaluasi integral garis,
r
V (r )    F (r )dr (2.77)
rs

Atau kita dapat mengevaluasi tiga integral biasa dengan memulai dengan
V V V
Fx   , Fy   , Fz   (2.78)
x y z
Untuk mendaapatkan :
V    F x dx  C1 ( y, z ) (2.79)

V  - Fy dy  C 2 ( x, y )
V    Fz dz  C 3 ( x, y )

1.17 Contoh Soal

Contoh 1.
Tunjukkan bahwa berikut ini merupakan gaya konservatif dan cari
potensial yang sesuai.
a) F  axiˆ  byˆj  czkˆ

74
b) Fx  3ayz 3  20bx 3 y 2 , Fy  3axz3  10bx 4 y, Fz  9axz2 y

Solusi
a) Untuk membuktikan bahwa gaya merupakan medan gaya konservatif, kita
harus membuktikan bahwa garis lengkung dari vektor gaya adalah nol.
misalnya i, j, dan k menjadi vektor satuan. A, B dan C merupakan operator
diferensial seperti yang ditunjukkan. Misalnya Sa = garis lengkung F, yang
ditampilakan dalam bentuk matriks. Setelah menghitung nilai absolut dari
Sa dan kemudian mengganti operator diferensial untuk A, B dan C, kita
menyederhanakan dan menemukan bahwa Sa=0. Dengan demikin F dalam
hal ini adalah medan gaya konservatif.
i 1 j 1 k 1
d d d
A B C
dx dy dz

i j k

Sa   A B C  (i)
ax by cz 

Sa  i  B  cz  i  C  by  A  j  cz  A  k  by  ax  j  C  ax  k  B

Sa  i
d
cz   i d j  cz  d k  by  d ax  j  d ax  k
dy dz dx dz dy
Sa  0
Menggunakan persamaan kita dapat menghitung potensi Va sesuai dengan
gaya konservatif ini seperti yang ditunjukkan.

Va    ax dx    bydy    czdz


1 1 1
Va   ax 2  by 2  cz 2
2 2 2
 1 1 1 
Va    ax 2  by 2  cz 2   tetap (ii)
 2 2 2 
Tetap adalah sama dengan jumlah dari tiga konstanta C a  C x  C y  C z

Tiga konstanta C x , C y , dan C z sesuai dengan tiga komponen gaya, dihitung

dari kondisi awal.

75
b) Kita ikuti prosedur yang sama seperti pada sebelumnya dan membuktikan
bahwa gaya adalah konservatif.

 i j k 

Sa   A B C  (iii)
3ayz  bx 3 y 2
3
3axz 3  10bx 4 y 9axz 2 y 

Sa  i  B  9axz 2  i  C  3ayz 3  i  C  bx 4 y  A  j  9axz 2  A  k  3ayz 3


 A  k  10bx 4 y  3ayz 3  j  C  3ayz 3  k  B  bx 3 y 2  k  B
Sa  0

Vx    3ayz 3  20bx 3 y 2 dx 
Vx  3ayz 3 x  5bx 4 y 2  Cx

Vy    3axz 3  10bx 4 y dy 
Vy  3ayz 3 x  5bx 4 y 2  Cy
Vz  3ayz 3 x  Cz
Untuk medan gaya konservatif, jika kita asumsian Cx  Cy  0, Vz adalah
singkatan dari istilah dari Cz harus seperti yang ditunjukkan.
  
Vb  3ayz 3 x  5bx 4 y 2  Cx   3ayz 3  5bx 4 y 2  Cy   3ayz 3 x  Cz 
Vb  5bx 4 y 2  3axyz3
atau
Vb  9ayz 3 x  10bx 4 y 2  Cx  Cy  Cz

Contoh 2.
Sebuah partikel bermassa dari titik A ke B sekitar jalur setengah lingkaran
dengan jari-jari R, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Hal ini, dimana titik
awal A dengan gaya sebanding dengan jarak dari A. Ketika mencapai B, gaya
terhadap A adalah F0. Hitung usaha yang dilakukan terhadap gaya ini ketika
partikel bergerak dari A ke B dalam jalur setengah lingkaran ini seperti yang
ditunjukkan.
Solusi:
Usaha yang dilakukan diberikan oleh
B
W   F  ds (i)
A

76
dan F  kr (ii)
dimana k adalah konstanta. Tapi ketika r = 2R di B (lihat Gambar 2).
FO
FB  FO  k (2R) atau k (iii)
2R
FO
oleh karena itu, F  r (iv)
2R
Untuk menyatakan r dalam hal R dan O, kita menggunakan hukum cosinus:
r 2  R 2  R 2  2 R 2 cos   2 R 2 1  cos  
F
F  kr  O R 21  cos  
2R

Gambar 2

Dari gambar 2, kita mendapatkan hubungan


F  ds  F  ds  cos ds  R  d
 
cos   cos180     cos   cos 
2
Kerja yang dilakukan W bergerak dari A ke B adalah
B
W   F  ds
A

Perhatikan bahwa
  F
F  ds  F  r  cos   d  F  r  cos  dan F  O R 21  cos 
2 2R
Menggantikan F, ds, dan cos  , kerja yang dilakukan WF dapat dihitung seperti
yang ditunjukkan.

FO  
WF   R  21  cos    R  cos 
0
2R 2
WF  FO R

77
Contoh 3
Sebuah partikel bergerak dalam bidang XY seperti ditunjukkan pada Gambar 3
k
akan tertarik ke arah ke asal oleh gaya F  . Hitung kerja yang dilakukan ketika
y
bergerak partikel.
a) Dari A ke B dan kemudian ke C dan
b) Dari A ke C panjang jalur elips yang diberikan oleh persamaan
x  2a sin  dan y  a cos  .
Solusi
k
Dari A ke B dan ke C, gaya adalah F  , dan kerja yang dilakukan diberikan
y
oleh
C B C B C
W   F  ds   F  ds   F  ds   F  dr cos 1   F  dr cos  2 (i)
A A B A B

untuk jalan dari A(0,a) ke B(2a,a).


x
y  a, dr  dx, cos 1   (ii)
x2  a2
untuk jalan dari B(2a, a) ke C(2a,0)
x
x  2a, dr  dx, cos  2   (iii)
2a 2  y 2
untuk kedua jalur
k
F (iv)
y
a) Tanda minus juga dapat dibenarkan oleh fakta bahwa gaya adalah
melawan arah perpindahan.

Gambar 3.

78
Mensubsitusikan Persamaan (ii), (iii) dan (iv) dalam (i) kerja Wa
dilakukan dari A ke B dan kemudian ke C adalah seperti yang ditunjukkan.
k
2a 0
x
Wa    k dx   dy
0 a x a 2 2
a 2a  2
y 2

Wa  k  
5  1  ln( 2)  ln( 5  1) 
b) Kita sekarang menghitung kerja yang dilakukan disepanjang jalur elips.
Persamaan elips adalah
x2 y2
 2 1
2a 2 a

dan r 2  x 2  y 2
Dalam hal lingkaran yang tertulis dan dibatasi dan sudut pusat 0
x  2a sin  dan y  a cos  (vii)
Usaha yang dilakukan dimulai dari A ke C di sepanjang jalur elips ini.
W   F  dr   Fx dx   Fy dy (viii)

dimana dari Persamaan (vii)


dx  2a cos d , dy  -a sin  d (ix)
x k x k 2a sin 
Fx  F cos   F   (x)
r yr a cos  2a sin   2
 a cos  
2

y k y k
Fy  F sin   F   (xi)
r yr 2a sin   2
 a cos 
2

Mensubsitusikan dalam Pers. (viii), pekerjaan dilakukan Wb dari A ke C


dengan lintasan melingkar seperti yang ditunjukkan

 k a sin  
2 2
2a sin   2a cos
Wb    k d   a 2a   a cos   d
a 2a sin    a
2 2 2 2
0 0

Sama seperti bagian (a)


Wb  k  
5  1  ln( 2)  ln  5 1 

79
Latihan Soal

1. Turunkan persamaan untuk percepatan dalam koordinat silinder.

Penyelesaian :

Persamaan
a  ( p  p 2 ) pˆ  ( p  2 p  )
ˆ  zzˆ
Maka untuk percepatan dalam koordinat silinder adalah, Pertama diambil dari
persamaan :
pˆ  iˆ cos   ˆj sin 

ˆ  iˆ sin   ˆj cos 


Dan sebelumnya :
dpˆ ˆ

d
dˆ
 pˆ
d
Vektor posisi r menggambarkan lokasi titip P dalam koordinat silinder yaitu :
r  ppˆ  zzˆ
Dimana p memberikan jarak P dari Z-axis dan  , memberikan rotasi sudutnya
dari sumbu X,
Sementara z memberikan elevasi di atas bidang XY. Dengan demikian kita dapat
menulis vektor kecepatan, menjaga di ingat bahwa pˆ  pˆ  menjadi :
dr d dp dpˆ d dz dzˆ
v  ( ppˆ  zzˆ)  pˆ  p  zˆ  z  p pˆ  p (ˆ )  zzˆ  z (0)
dt dt dt d dt dt dt
dzˆ
Dimana  0 karena
dt
v = p pˆ  p ˆ  zzˆ
sehingga percepatan pada koordinat silindernya adalah
dv d
a  ( p pˆ  p ˆ  zzˆ )
dt dt
2. Turunkan hubungan yang diberikan pada persamaan polar bola dari
pertimbangan geometris.

80
Penyelesaian :
Dari persamaan dapat diturunkan dengan menghasilkan kecepatan percepatan
seperti di bawah ini di jelaskan:
r̂ ˆ r̂
  ˆ sin 
 

ˆ ˆ
 rˆ  ˆ cos 
 
ˆ ˆ
0   pˆ  rˆ sin   ˆ cos 
 
Sehingga diturunkan menjadi “
dr d dr drˆ drˆ
v  r   [rrˆ(, )]  rˆ  r  rrˆ  r
dt dt dt dt dt
Dengan menggunakan persamaan maka kecepatannya dapat dihasilkan :
drˆ drˆ d drˆ d ˆ 
(, )       sin 
dt d dt d dt

Sehingga menghasilkan kecepatan : v  rr̂  r ˆ  (r sin )ˆ percepatan :


dv d
a  r   [rrˆ  r ˆ  (r sin )]
dt dt
Dengan menggunakan persamaan maka percepatan dapat dihasilkan menjadi :

a  (r - r 2  r sin 2  2 )rˆ  (r  2r  r sin  cos  2 )ˆ  (r sin   2  sin 
 2r  cos )
3. A particle moves around a semicircle of radius R, from one end A of a
diameter to the other B. It is attracted toward its starting point A by a force
proportional to its distance from A. When the particle is at B, the force toward
A is Fo. Calculate the work done against this force when the particle moves
around the semicircle from A to B.A particle moves around a semicircle of
radius R, from one end A of a diameter to the other B. It is attracted toward its
starting point A by a force proportional to its distance from A. When the
particle is at B, the force toward A is Fo. Calculate the work done against this
force when the particle moves around the semicircle from A to B.

Answer:

81
F  kD 
  
D  R  R  2 R cos 
2 2 2 2 2
2    
 2R 2 (1  cos  )
 
D  2 R (1  cos  )1 / 2   
2 2
 
 2 R sin   
2 2
A  D  2R F  F 
ds  rdr
ˆ
ds  R d
1
sin 2   (1  cos 2 )
2
1
sin   (1  cos 2 )1 / 2
2

2 sin  (1  cos  )1 / 2
2
F  k 2 R
F
k 
2R

 F  
F D   F  sin cos(  ) R
2R 0
2 2
 F  
 2 R sin   F R sin  cos  dx
2R 2  
2 2

0

F   F sin  

2  F R sin 2 
 2 0
 W  F R
W   F  dr
C

  F cos ds
C

 
 sin 2
cos
2
d  2  u du


u  sin
2
1 
du  cos d
2 2

2du  cos d
2

82
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU

Buku Mekanika Symon edisi ke tiga menawarkan cara yang "lebih


lengkap" untuk memahami konsep fisika. Sehingga pembacanya akan memahami
bahwa fisika bukan sekadar upaya menghafal sekumpulan rumus lalu menghitung
berdasarkan rumus - rumus itu. Melalui buku ini penulisnya seolah hendak
menunjukkan bahwa mempelajari fisika berarti upaya untuk memahami cara kerja
alam semesta. Kelebihan pertama pada buku symon adalah pemaparan tentang
konsep fisika yang lebih jelas menggunakan kosa kata yang umum digunakan
dalam matematika serta hubungan konsep fisika dengan aspek matematisnya
meskipun kurang lengkap tahapan penurunan rumusnya. Buku symon
memberikan teori pengntar tentang kosep vektor dan skalar sebelum memasuki
pembahasan tentang gerak dalam dua dan tida dimensi ruang. Karena dalam
penyelesaian matematis banyak dijumpai penggunaan operasi besaran vektor.
Kekurangan buku Symon adalah tidak ada contoh soal di sajikan dalam
pembahasan , setelah semua materi di sajikan pembaca ditunutut untuk latihan
menyelesaikan sola-soal yang tersedia menggunakann konsep dan persamaan –
persamaan matematis yang sudah di jelaskan sebelumnya dalam satu sub-bab.
Buku Mekanika klasik dari Arya untuk sub-bab gerak partikel dalam dua
dan tiga dimensi dimulai dengan pembahasan tentang koordinat kartesian,
koordinat polar, koordinat silinder, koordinat polar berbentuk bola dan dilanjutkan
dengan pembahasan yang sangat sederhana mengenai fungsi energi potensial.
Sehingga buku ini tidak bisa cukup untuk menjelaskan tentang konsep, fenomena
fisika serta menunjukkan aspek matematis dari konsep fisika. Karena buku ini
tidak dilengkapi dengan pengantar mengenai besaran vektor dan skalar pembaca
diharsukan sudah memiliki pemahaman yang jelas tentang itu sebelumnya.
Karena aspek matematis yang lebih dijelaskan , maka untuk semua turunan rumus
secara matematis cukup jelas di jabarkan. Untuk implementasi terhadap
permasalahan fisika lebih kepada bahasan energi potensial, gaya konservatif,
usaha dan percepatan.
Buku ini juga memiliki kelebihan diantaranya penurunan fungsi untuk
menemukan asal mula persamaan matematis dalam fisika. Dan juga dilengkapi
dengan pembahasan contoh-contoh soal yang cukup banyak serta soal-soal latihan
untuk menguji pemahaman pembaca.

83
DAFTAR PUSTAKA

Atam, P. Arya. 1990. Introduction to Classical Mechanics. New jersey : Prentice


Hall

Bukit, Nurdin dan Eva Marlina Ginting. 2015. Mekanika. Universitas Negeri
Medan: Unimed Press

Symon, Keith R. 1980. Mechanics Third Edition. Amsterdam : Addison Wesley


Publishing Company reading Massachusetts Amsterdam

84

Anda mungkin juga menyukai