Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang masalah
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.dampak dari aspiksia
neonatorum apabila tidak segera teratasi akan menyebabkan kegagalan multi organ dan
kematian.
Dinegara maju kematian neonates akibat aspiksia antara 8-35%, sedangkan di
negara berkembang antara 31- 56,5%. Asfiksia perinatal adalah penyebab kematian
neonatal urutan ketiga di seluruh dunia (23 %) setelah infeksi (36 %) dan kelahiran
prematur (28 %), Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain faktor
keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan.
Salah satu dampak atau komplikasi dari aspiksia adalah Hypoxic-ischemic
encephalopathy (HIE) merupakan salah satu penyebab utama disabilitas dan kematian
pada bayi baru lahir di seluruh dunia. HIE adalah sindrom klinis dengan gangguan fungsi
neurologis pada awal kehidupan neonatus yang lahir pada atau lebih dari 35 minggu
gestasi, dengan manifestasi penurunan kesadaran atau kejang, sering disertai gangguan
untuk memulai dan menjaga pernapasan, dan depresi tonus otot dan refleks. HIE juga
merupakan penyebab penting kerusakan otak pada bayi baru lahir dengan konsekuensi
jangka panjang yang buruk.
Asfiksia perinatal yang berakibat HIE terjadi setiap 3-6 per 1000 kelahiran.
Secara global 10-60% bayi akan meninggal pada periode postnatal dari yang selamat
paling tidak 25% akan mendapat sekuele neuropsikologis berat dan permanen, berupa
retardasi mental, gangguan visuomotor atau visuo-perseptif, hiperaktivitas, cerebral
palsy, dan epilepsi.
Cooling therapy merupakan suatu metode non farmakologi dengan menggunakan
suhu rendah dimana bayi yang lahir terindikasi mengalami aspiksia baik ringan, sedang
maupun berat dengan masa gestasi lebih dari 36 minggu dan berat badan lebih dari 1800
gram. Tujuan utama terapi hipotermi adalah menurunkan metabolisme otak, menyimpan
energi, dan mencegah kegagalan energi sekunder dan kematian sel, sehingga tidak terjadi
fase cedera sekunder.
Metode cooling terapi terdiri dari dua metode yang pertama metode selective
head cooling yaitu penurunan temperatur hingga suhu 34,5±0,5°C hanya dibagian kepala
dan yang kedua metode whole-body cooling dengan penurunan suhu 33,5±0,5°C
mendinnginkan seluruh badan dengan menggunakan blankit, matras atau incubator.
Berdasarkan uraian diatas maka kelompok tertarik untuk penelian epidence base
klinic practik dengan topic” efektifitas cooling terapi terhadap aspiksia bayi baru lahir”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah efektifitas cooling terapi terhadap aspiksia
bayi baru lahir diruang NICU RSUD Kota Bandung
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas cooling terapi terhadap aspiksia bayi baru lahir di ruang NICU
RSUD Kota Bandung
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat aspiksia pada bayi baru lahir sebelun dilakukan cooling
therapy diruang NICU RSUD Kota Bandung
b. Mengidentifikasi tingkat aspiksia pada bayi baru lahir setelah dilakukan cooling
therapy diruang NICU RSUD Kota Bandung
c. Mengidentifikasi efektifitas cooling therapy terhadap tingkat aspiksia pada bayi
baru lahir diruang NICU RSUD Kota Bandung
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktisi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran secara objektif tentang
bagaimana pengaruh cooling therapy terhadap asfiksia bayi baru lahir
2. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini menjadi bisa menjadi operasional posedur bagi
penatalaksanaan aspiksia pada bayi baru lahir, sebagai bahan informasi dan tambahan
bahan bacaan bagi rekan-rekan sejawat dan penulis berharap agar rekan-rekan dapat
melakukan penelitian lebih lanjut di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai