Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini,akan dijelaskan tentang tinjauan teori yang digunakan sebagai acuan dalam
mengembangkan pemahaman dalam kasus Penyakit yang disebabkan Oleh Sampah. Bab ini
Kami akan menjelaskan tentang penyakit yang diakibatkan Oeh Sampah yaitu
“MALARIA”. Pengertian Penyakit Malaria, bahaya Penyakit Malaria, serta Diagnosa
Penyakit Malaria.

2.1. Konsep tentang Malaria


2.1.1. Pengeretian Penyakit Malaria
Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang
disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan ditularkan oleh
nyamuk anopheles betina (Akhsin, 2010 dalam Harahap, 2012).
2.1.2. Epidemologi
1. Faktor Host
Secara alami, penduduk disuatu daerah endemis malaria yang mudah dan
ada yang sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan.
Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih
menimbulkan masalah. Sejak dahulu telah diketahui bahwa wabah penyakit
ini sering terjadi didaerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan
transmigrasi. Hal ini terjadi karena para pekerja yang datang dari daerah lain
belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi (Prabowo, 2008
dalam Natalia, 2010).
Kerentanan manusia terhadap penyakit malaria berbeda-beda. Ada
manusia yang rentan, yang dapat tertular oleh penyakit malaria, tetapi ada
pula yang lebih kebal dan tidak mudah tertular oleh penyakit malaria.
2. Faktor Agent (Penyebab)
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
anopheles betina. Spesies anopheles diseluruh dunia terdapat sekitar 2.000
spesies dan 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Spesies
anopheles di Indonesia ada sekitar 80 jenis dan 24 spesies diantaranya telah
terbukti penular penyakit malaria.
Nyamuk anopheles hidup di daerah beriklim tropis dan subtropis, tetapi
juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang
ditemukan pada daerah ketinggian lebih dari 2.000-2.500 m. Tempat
perindukannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi
tiga kawasan yaitu pantai, pedalaman, dan kaki gunung.Nyamuk anopheles
betina biasanya menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga
subuh. Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya
(Prabowo, 2008 dalam Natalia, 2010).
Nyamuk anopheles biasa meletakkan telurnya diatas permukaan air satu
persatu.Telur dapat bertahan hidup dalam waktu cukup lama dalam bentuk
dorman. Bila air cukup tersedia, telur-telur tersebut biasanya menetas 2-3
hari setelah diletakkan. Nyamuk anopheles sering disebut nyamuk malaria
karena banyak jenis nyamuk ini yang menularkan penyakit malaria (Sembel,
2009 dalam Natalia, 2010).
3. Faktor Enviroment (lingkungan)
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di
suatu daerah. Keberadaan air payau,genangan air hutan, persawahan, tambak
ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-
tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo,
2008 dalam Natalia, 2010). Hal ini diperburuk dengan adanya perpindahan
penduduk dari daerah endemis ke daerah bebas malaria dan sebaliknya
(Mursito, 2002 dalam Natalia, 2010).
Tidak semua daerah yang dimasuki penderita malaria akan terjangkit
malaria. Jika di daerah tersebut tidak terdapat nyamuk malaria, penularan
penyakit tersebut tidak akan terjadi. Demikian pula sebaliknya, sekalipun di
suatu daerah terdapat nyamuk malaria tetapi jika di daerah tersebut tidak ada
penderita malaria, penularan malaria tidak akan terjadi. Suatu daerah akan
terjangkit penyakit malaria apabila di daerah itu ada nyamuk malaria yang
pernah menggigit penderita malaria (Mursito, 2002 dalam Natalia 2010).
2.1.3. Etiologi
Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk
anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa
jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar (Widoyono,
2005).
Malaria pada manusia disebabkan oleh empat jenis plasmodium, yaitu
plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, plasmodium
ovale. Jenis malaria yang ditimbulkan oleh empat jenis plasmodium tersebut
menimbulkan malaria yang berbeda pola demam maupun gejala-gejala klinik
yang ditimbulkannya. Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax, disebut
juga malaria tertian benigna (jinak), sedangkan plasmodium falciparum
menimbulkan malaria falciparum atau malaria tartiana maligna (ganas).Dan
plasmodium malariae menimbulkan malaria malariae, serta plasmodium ovale
menimbulkan malaria ovale (Soedarto, 2008 dalam Harahap, 2012).
2.1.4. Siklus Malaria
Plasmodium akan mengalami dua siklus. Siklus aseksual (skizogoni)
terjadi pada tubuh manusia, sedangkan siklus seksual (sporogoni) terjadi pada
nyamuk. Siklus seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan betina
untuk membentuk ookinet dalam perut nyamuk. Ookinet akan menembus
dinding lambung untuk membentuk kista di selaput luar lambung nyamuk.
Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari, tergantung dari
situasi lingkungan dan jenis parasit. Pada tempat inilah kista akan membentuk
ribuan sporozoit yang terlepas dan kemudian tersebar ke seluruh organ nyamuk
termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar inilah sporozoit menjadi matang
dan siap ditularkan bila nyamuk menggigit manusia (Widoyono, 2005).
Menurut Garcia dkk (1996), apabila nyamuk yang terinfeksi plasmodium
dari penderita menggigit manusia yang sehat maka sporozoit yang terdapat
dalam kelenjar 12 ludah nyamuk dimasukkan melalui luka tusuk. Dalam satu jam
bentuk efektif ini terbawa oleh darah menuju hati kemudian masuk ke sel
parenkim hati dan mulai perkembangan siklus preeritrosit atau ekso-eritrositik
primer. Sporozoit akan menjadi bulat atau lonjong dan mulai membelah dengan
cepat. Hasil skizogoni tersebut adalah merozoit eksoeritrosit dalam jumlah besar.
Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami gejala sesuai
dengan jumlah sporozoit, kualitas plasmodium, dan daya tahan tubuhnya.
Sporozoit akan memulai stadium eksoeritrositer dengan masuk ke sel hati. Di
hati sporozoit matang menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan merozoit
jaringan. Merozoit akan memasuki darah dan menginfeksi eritrosit untuk
memulai siklus eritrositer. Merozoit dalam eritrosit akan mengalami perubahan
morfologi yaitu : merozoit menjadi bentuk cincin selanjutnya trofozoit dan
terakhir menjadi merozoit. Proses perubahan ini memerlukan waktu 2-3 hari. Di
antara merozoit-merozoit tersebut akan ada yang berkembang membentuk
gametosit untuk kembali memulai siklus seksual menjadi mikrogamet (jantan)
dan makrogamet (betina). Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah yang
bermanifestasi pada gejala klinis (Widoyono, 2005).
Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium ini menyebabkan
timbulnya gejala demam disertai mengigil dan menyebabkan anemia (Depkes,
2001 dalam Moonti, 2012). Jika ada nyamuk yang menggigit manusia yang
terinfeksi ini, maka gametosit yang ada pada darah manusia akan terhisap oleh
nyamuk. Dengan demikian, siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian
seterusnya penularan malaria (Widoyono, 2005).
2.1.5. Gejala Klinis
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam lebih dari dua hari,
menggigil, dan berkeringat (sering disebut dengan trias malaria). Demam pada
keempat jenis malaria berbeda sesuai dengan proses skizogoninya. Demam
karena P. falciparum dapat terjadi setiap hari, pada P.vivax atau ovale
demamnya berselang satu hari, sedangkan demam pada P. malariae
menyerang berselang dua hari (Widoyono, 2005).
Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa
bulan yang kemudian baru muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh
penderita seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang
sampai muntah, tampak pucat/anemis, hati serta limpa membesar, air kencing
tampak keruh atau pekat karena mengganggu hemoglobin, terasa geli pada
kulit dan mengalami kejang (Natadisastra,2005 dalam jurnal Hasibuan, 2010).
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada
berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis
plasmodium, infeksi tunggal atau campuran (Sarumpaet, 2006 dalam Munazir,
2012).
2. Pemeriksaan fisik
Pasien mengalami demam 37,5ᵒ - 40ᵒC, serta anemia yang dibuktikan
dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Penderita sering disertai dengan
adanya pembesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran hati
(hepatomegali). Bila terjadi serangan berat, gejala disertai dengan syok yang
ditandai dengan menurunnya tekanan darah, nadi berjalan cepat dan lemah,
serta frekuensi napas meningkat (Widoyono, 2005).
2.1.6. Diagnosis
Menurut Widoyono 2008 (dalam Hasibuan ,2010), dengan adanya tanda
dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh tim kesehatan, maka akan segera
dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk
memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita.
Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti parasitologi, darah tepi lengkap, uji
fungsi hati, uji fungsi ginjal. Dilakukan punksi lumbal, foto toraks untuk
menyingkirkan/mendukung diagnosis atau komplikasi lain.
2.1.7. Pencegahan Malaria
Usaha pencegahan penyakit malaria di Indonesia belum mencapai hasil
yang optimal karena beberapa hambatan diantaranya yaitu : tempat perindukan
nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta
keterbatasan SDM, infrastruktur dan biaya. Prinsip pencegahan malaria ada dua
macam yaitu mencegah infeksi melalui pencegahan kontak dengan nyamuk dan
pencegahan sakit apabila sudah terlanjur infeksi. Mencegah infeksi dilakukan
dengan pemberantasan vektor misalnya dengan penyemprotan rumah juga
dengan perlindungan perseorangan, misalnya pemakaian kelambu pada saat tidur
malam hari. Pemakaian kasa rumah atau obat nyamuk bakar atau lotion
(Sarianto, 2005).
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit
malaria, diantaranya :

1. Berbasis masyarakat
a) Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu
ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi
kelompok maupun melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat
sarang nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk, PSN). Kegiatan ini
meliputi menghilangkan genangan air kotor, diantaranya dengan
mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang atau wadah
yang memungkinkan sebagai tempat air tergenang (Widoyono, 2005).
Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria,
risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan gejala dan tanda
malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan
tempat perindukan (Tapan, 2004).
b) Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin akan sangat
membantu mencegah penularan (Widoyono, 2005). Usaha pengobatan
pencegahan secara berkala, terutama di daerah-daerah endemis malaria
dengan obat dari puskesmas, dari toko-toko obat seperti kina, chlorokuin
dan sebagainya. Dengan obat-obat tradisionil seperti air dari daun johar,
daun kates dan meniran atau obat pahit yang lain (Werner, dkk, 2010).
c) Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomik
anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit , jarak terbang, dan
resistensi terhadap insektisida (Widoyono, 2005).
2. Berbasis pribadi
a) Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain (1) tidak keluar rumah antara
senja dan malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya menggunakan
kemeja dan celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih
menyukai warna gelap (Widoyono, 2005). Tindakan menghindari gigitan
nyamuk sangat penting, terutama di daerah dimana angka penderita
malaria sangat tinggi. Penduduk yang tinggal di daerah pedesaan atau
pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, tambak ikan (tempat ideal
untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai baju
lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah, terutama pada
malam hari. Nyamuk malaria biasanya mengigit pada malam hari
(Prabowo, 2008 dalam Natalia, 2010). (2) menggunakan repelan yang
mengandung dimetiltalat atau zat antinyamuk lainnya, (3) membuat
kontruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang kasa antinyamuk
pada ventilasi pintu dan jendela (Widoyono, 2005). Mereka yang tinggal
di daerah endemis, sebaiknya memasang kawat
kasa di jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan kelambu saat tidur
(Prabowo, 2008 dalam Natalia, 2010). (4) menggunakan kelambu yang
mengandung insektisida (insecticide-treated mosquito net, ITN)
(Widoyono, 2005). Upaya penggunaan kelambu juga merupakan salah
satu cara untuk menghindari gigitan nyamuk. Kelambu merupakan alat
yang telah digunakan sejak dahulu (Yatim, 2007 dalam Natalia 2010). (5)
menyemprot kamar dengan obat nyamuk atau menggunakan obat anti
nyamuk bakar (Widoyono, 2005). Penyemprotan dengan menggunakan
semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah dan serta
mengoleskan obat anti nyamuk dikulit (Zulkoni, 2010 dalam
Harahap,2012), serta penyemprotan dengan insektisida sebaiknya
dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan di
daerah endemis malaria (Soedarto, 2008 dalam Harahap 2012).
b) Pengobatan profilaksis bila akan memasuki daerah endemik meliputi :
1) Pada daerah dimana plasmodiumnya masih sensitif terhadap klorokuin,
diberikan klorokuin 300 mg basa atau 500 mg klorokuin fosfat untuk
daerah sampai 4 minggu setelah meninggalkan tempat tersebut.
2) Pada daerah dengan resistensi klorokuin, pasien memerlukan
pengobatan supresif, yaitu dengan meflokuin 5 mg/kgBB/minggu atau
doksisiklin 100 mg/hari atau sulfadoksin 500 mg/pirimetamin 25 mg, 3
tablet sekali minum.
BAB III
ANALISIS

3.1. Bagaimana Solusi Pemerintah Kab. Sikka dalam menyikapi Kasus ini
3.1.1. Sosialisasi Bahaya Sampah terhadap Kesehatan Masyarakat
PROVINSI Nusa Tenggara Timur mengambil langkah-langkah percepatan untuk
mengeliminasi malaria pada 2023 atau lebih cepat dari target eliminasi malaria secara
nasional yang ditetapkan 2030. Sejumlah langkah yang sudah ditempuh yakni
penerbitan Peraturan Gubernur NTT Nomor 11 Tahun 2017 tentang Eliminasi
Malaria di Nusa Tenggara Timur, dan pembentukan Tim Advokasi Malaria NTT
yang bertugas antara lain memfasilitasi kemitraan pemerintah, swasta, akademisi dan
komponen masyarakat lainnya untuk berperan aktif dalam mencapai eliminasi
malaria melalui gerakan masyarakat hidup sehat berbasis keluarga.

"Tim ini melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan kemajuan


eliminasi malaria," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
Dinas Kesehatan NTT dokter Theresia Sarlyn Ralo, Jumat (13/10). Tim elakukan
road map eliminasi malaria di 10 kabupaten endemis tinggi, delapan kabupaten
endemis sedang, dan empat kabupaten endemis sedang selama kurun waktu 2017-
2019. Tim ini melakukan kajian situasi malaria untuk mengindentifikasi potensi dan
prioritas intervensi, serta menjalin jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan
untuk bersama-sama melakukan pemberantasan malaria. Kerja tim ini juga
mendukung kerja tenaga kesehatan di desa-desa melakukan pengobatan malaria.

Mereka menggunakan pendekatan keluarga yakni menemukan orang demam,


melakukan tes darah malaria, dan mengobati sampai sembuh. Selain itu dilakukan
pembagian kelambu, manajemen lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Menurutnya seluruh kabupaten di Pulau Sumba merupakan zona merah malaria yakni
Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya. Dari empat
kabupaten tersebut, baru Kabupaten Sumba Barat Daya yang sudah bersedia
mengalokasikan anggaran Rp2 miliar dari APBD untuk mendanai pemberantasan
malaria di daerah itu. Saat ini NTT masih menyumbang 15% problem malaria di
Tanah Air, sedangkan kasus malaria di daerah itu turun sebesar 76,1% selama kurun
waktu 2006-2016. Sampai 2017 belum ada percepatan penurunan kasus malaria yang
signifikan. Penurunan kasus malaria tertinggi terjadi di Kabupaten Sikka mencapai
91,3%, Sabu Raijua 91,1%, Flores Timur 76,6%, dan Ende 75,7%. Penurunan kasus
terendah di Lembata, Sumba Barat, Timor Tengah Selatan, Kupang, Nagekeo, Belu,
Rote Ndao, Kota Kupang, Alor, dan Manggarai.(OL-5.

3.1.2. Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Sampah


Dalam Peraturan Pemerintah Kota Kupang nomor 3 tahun 2013
mempertimbangkan kondisi lingkungan hidup yang sehat, serasi, dan seimbang
merupakan kebutuhan yang mendesak seiring dengan pertambahan penduduk,
pertumbuhan ekonomi, dan perubahan pola konsumsi masyarakat yang menimbulkan
bertambahnya volume, jenis, dan beragamnya karakteristik sampah.
Penyelenggaraan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga di Kota Kupang belum sesuai dengan metode dan teknik
penyelenggaraan penanganan sampah yang berwawasan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Penyelenggaraan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga diperlukan kepastian hukum, kejelasan kewenangan dan tanggung
jawab pemerintah, serta peran serta masyarakat dan pelaku usaha, sehingga
penyelenggaraan penanganan sampah dapat membawa manfaat secara ekonomi, sehat
bagi masyarakat, serta dapat merubah perilaku masyarakat;

Dalam rangka efisiensi dan efektivitas penanganan sampah, maka Pemerintah Daerah
dapat:
a) mengembangkan teknologi penanganan sampah yang ramah lingkungan
hidup;
b) mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan secara swadaya
teknologi penanganan sampah oleh masyarakat dan pelaku usaha yang ramah
lingkungan hidup;
c) bekerjasama dengan daerah lain, perguruan tinggi, atau lembaga penelitian
dalam pengembangan teknologi penanganan sampah yang ramah lingkungan
hidup;
d) bekerjasama dengan daerah lain dan/atau bermitra dengan pihak ketiga dalam
penyelenggaraan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
3.2. Pihak-pihak mana yang bertanggung dalam menangani kasus ini
3.2.1. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pengelolaan sampah di Provinsi Nusa Tenggara Timur berada dibawah tanggung


jawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dinas ini
memiliki kewajiban untuk menetapkan kebijakan yang harus dilakukan dalam
pengelolaan sampah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain menetapkan
kebijakan, Dinas ini juga wajib membangun kerja sama dengan berbagai pihak
seperti masyarakat dan pelaku usaha sebagai pihak yang memiliki peran dalam
proses implementasi kebijakan penanganan sampah tersebut.
Mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,
maka upaya yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Provinsi Nusa
Tenggara Timur untuk menangani permasalahan sampah di Provinsi Nusa Tenggara
Timur yaitu meminimalisir volume sampah di lokasi TPA.
Guna memperlancar pemilahan sampah hingga proses pengolahan tahap akhir,
sangat diperlukan dukungan dan peran aktif masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah Kota Kupang mengalami kesulitan ketika harus mengelola sampah
sendirian. Oleh karena itu, pemilahan jenis sampah harus dimulai dari tingkat rumah
tangga sebagai tempat penghasil sampah. Hal ini agar penganan sampah pada tahap
pengelolaan sampah tidak mengalami kesulitan.
1. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampahmerupakan usaha untuk mengumpulkan sampah
yang dihasilkan pada tempat sampah. Hal ini untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan juga agar proses penanganan sampah pada tahap selanjudnya
dapat dilakukan. Pada tahap pengumpulan sampah, upaya yang dilakukan oleh
Dinas Kebersihan Kebersihan Kota Kupang adalah dengan cara menyediakan
fasilitas pengumpul sampah. Dua fasilitas yang penting disiapkan adalah Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) dan tong sampah. Guna mempermudah dan
memperlancar usaha pengumpulan sampah. Dinas kebersihan juga menyiapkan
gerobak dan motor pengangkut sampah untuk mengangkut sampah dari rumah
warga ke TPS.
2. Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah merupakan upaya untuk mengangkut sampah yang
sudah di kumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) ke tempat
pembuangan terakhir (TPA). Dari hasil pengamatan dan data yang didapatkan
dari Dinas Kebersihan Kota Kupang, sistem pengangkutan sampah di Kota
Kupang selama ini dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu pengangkutan dengan
sistem container tetap dan pengangkutan dengan HCS (Hauled Container
System).

a) Sistem Pemindahan Kontainer tetap (SCS) manual


Truk pengangkut dari pool menuju transfer depo atau TPS sesuai rute
yang telah ditentukan. Sampah dipindahkan dari tempat pengumpulan ke
truk pengangkut sampai truk sampah penuh, dan truk menuju ke TPA untuk
membuang sampah. Sampah di TPA akan dibongkar dan truk kembali ke
transfer depo atau TPS selanjutnya sesuai rute.
b) Sistem Kontainer HCS (Hauled Container System)
Alrm rooltruk berangkat dari pool membawa container kosong menuju
lokasi container terisi pertama, menurunkan kontainer kosong dan
membawa container isi yang diangkut ke TPA. Dari TPA kendaraan dengan
kontainer yang suda kosong menuju lokasi kontainer isi berikutnya untuk
menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi kedua unutk
diangkut ke TPA. Demikian seterusnya sampai rit terakhir. Terakhir
kendaraan menujupool dengan membawa container kosong.
Namun demikian pengangkutan sampah di Nusa Tenggara Timur selama ini
tidak dapat berjalan dengan lancar karena sarana pengangkutan sampah
yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan juga sangat terbatas. Hal ini
tentumempengaruhi tingkat pelayanan persampahan. Sarana pengangkutan
sampah di Nusa Tenggara Timur.

3.3. Bagaimana cara mengelola Kasus ini untuk Menyelamatkan Lingkungan Kita

3.1.1. Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani
sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Pengelolaan sampah di
Kota Kupang belum berjalan dengan maksimal, belum maksimal dalam artian sistem
pengelolaan sampah yang dilakukan Dinas Kebersihan hanya menggunakan sistem
angkut buang tanpa adanya pemilahan sebelumnya. Tempat pembuangan sampah
yang tersedia juga menjadi kendala dimana sampah yang dibuang tidak bisa dipisah
karena TPS yang tersedia hanya satu tanpa adanya pemisahan sampah organik dan
non organik, apalagi sampah yang dibuang ke TPA alak tidak diolah atau dikelola
lebih lanjud.
Hal ini terjadi karena fasilitas dan anggaran yang dimiliki Dinas kebersihan masih
terbatas, dalam penyediaan Tempat Pembuangan Sementara yang terpisah, serta
penyediaan alat berat dan mesin pengelola sampah juga kurangnya sumberdaya
manusia Dinas kebersihan. Faktor penghambat lain yang menyebabkan mandeknya
pengelolaan sampah di Kota Kupang adalah minimnya peran serta masyarakat dan
pihak swasta dalam pengelolaan sampah seperti yang diungkapkan kabid pengelolaan
sampah berikut:
“Untuk Kota Kupang Pengelolaan sampah belum bisa kita lakukan. Kita tidak
punya dana unutk membeli alat berat pengelola sampah dan juga tidak punya tenaga
ahli dalam pengelolaan sampah. Peran serta masyarakat dan swasta dalam
pengelolaan sampah sejauh ini belum terlihat..”(Julianus David Benu, S.Sos, M.Si.
Kabid Pengelolaan Sampah,10 April 2018)
Minimnya pengetahuan masyarakat akan pengelolaan sampah juga menjadi salah
satu kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Kota Kupang. Dinas
Kebersihan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah di
Kota Kupang harusnya bisa melakukan sosialisasi tentang pengelolaan sampah
sehingga sampah kemudian dipandang sebagai sesuatu yang bergunabahkan bernilai
ekonomis. Tidak adanya sosialisasi tentang pengelolaan sampah guna memberikan
pendidikan pengelolaan sampah kepada masyarakat dibenarkan oleh sala satu
masyarakat kelurahan oesapa berikut;
“yang saya tau selama ini ma tida perna ada sosialisasi tentang pengelolaan sampah,
yang kami tau sa sampah hanya di angkut dan di buang sa..‟‟ (ibu meri Taniu, warga
kelurahan Oesapa 10 April 2018)
Hal ini menunjukan minimnya pengetahuan serta peran serta masyarakat dalam
proses pengelolaan sampah di Kota Kupang membuat pengelolaan sampah tidak
dapat berjalan secara baik. Dinas Kebersihan Kota Kupangsebagai pihak yang
bertanggung jawab atas semua proses pengelolaan sampah di Kota Kupang harusnya
bisa melakukan sosialisasi tentang pengelolaan sampah guna memberi pendidikan
atau pengetahuan tentang pengelolaan sampah kepada kepada masyarakat Kota
kupang agar pengelolaan sampah di Kota Kupang dapat terlaksana sesuai dengan apa
yang diatur dalam perda.

3.1.2. Pemrosesan akhir (TPA)


Pemrosesan akhir sampah merupakan tahapan paling akhir dari semua rangkaian
penanganan sampah. Tempat pemrosesan akhir di Kota Kupang terletak di
Kecamatan Alak, dengan luas 9,14 Ha. Jarak tempuh ke TPA Alak dari pusat kota ±
16 Km dengan topografi yang tidak datar. Metode pembuangan sampah
menggunakan metode open dumping dengan perataan menggunakan Bulldozer.

Kondisi lahan relatif kurang subur untuk dijadikanlahan produktif karena


merupakan daerah tambang sehingga pemilihan lokasi peruntukan tempat
pembuangan akhir sampah merupakan pilihan lokasi yang cocok dengan kondisi dan
penggunaan lahanya. Untuk metode pemrosesan akhir sampah di TPA Alak juga
masih menggunakan metode open dumping dimana sampah hanya dibiarkan begitu
saja tanpa penanganan lebih lanjut Hal ini lagi-lagi dikarenakan minimnya anggaran
yang dimiliki dinas Kebersihan Kota kupang seperti yang diungkapkan kabid sarana
dan prasarana berikut:
“ untuk pemrosesan akhir sampah kita tidak bisa berbuat banyak karna kita tida
punya anggaran unutk membeli alat berat seperti mesin penghancur sampah.
Sebenarnya kita suda punya alat itu tapi sudah lama rusak. Biaya perbaikinya sangat
mahal dan kita tidak punya dana untuk itu..‟‟( Ernest S. Ludji, kabid sarana dan
prasarana,)

Berdasarkan data yang diambil dari Dinas Kebersihan Kota Kupang, fasilitas
yang ada di TPA Alak antara lain: 1. Zona dumping yang suda dilengkapi membrane
dan bak pengolah leachet dan saluran drainase mengelilingi zona dumping

1. Unit IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) atau tempat pembuangan tinja.
2. Bangunan Kantor untuk petugas di TPA.
3. Bangunan Kompos dengan mesin pencacah (rusak)
4. Alat berat (Exavator, Loader, Buldozer) masing-masing 1 unit.

Pernyataan dan data diatas menunjukan bahwa upaya Dinas Kebersihan untuk
meningkatkan usaha pemrosesan akhir sampah mengalami banyak kendala. Kendala
yang paling inti adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki Dinas Kebersihan Kota
Kupang. Selain itu fasilitas penunjang pemrosesan akhir sampah juga masih sangat
terbatas. Hal ini tentu berimplikasi pada usaha dinas kebersihan pada tahap
pemrosesan akhir sampah tidak berjalan maksimal.

Anda mungkin juga menyukai