Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Kami panjatkan atas terselesaikannya
makalah ini dengan judul “Persalinan dengan Penyulit Kala III dan Kala IV” sebagai hasil
penugasan mata ajaran Kegawatdaruratan. Yang dibimbing oleh dosen mata kuliah yang
bersangkutan.

Dengan terselesaikannya makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Amin. Makalah ini tidaklah luput dari kekurangan,
oleh karena itu kami memohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan kami harapkan juga
saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini. Demikian sedikit dari kami, atas perhatian
kritik dan saran kami ucapkan terima kasih.

Lubuk Linggau, 9 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii

BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. ........ 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………….. .... 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 1

BAB II
PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2
A. Penyulit Persalinan Kala III . .................................................................................. 2
1. Atonia Uteri ....................................................................................................... 2
2. Retensio Placenta . .............................................................................................. 2
3. Inversio Uteri . .................................................................................................... 3
B. Perdarahan Kala IV ................................................................................................ 5
C. Syok Obstetrik . ....................................................................................................... 6

BAB III
PENUTUP .................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 10
B. Saran ....................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ ........ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia saat ini menjadi permasalahan yang sangat
serius dan masih tertinggi di Asia. AKI Indonesia tahun 2007 adalah 307/100.000
kelahiran hidup ( SDKI, 2007 ). Dengan perhitungan ini, diperkirakan setiap jam dua
orang perempuan mengalami kematian karena hamil atau melahirkan akibat komplikasi
pada masa hamil atau persalinan. AKI pada proses persalinan dan kehamilan cukup tinggi.
Bahkan target dari Millenium Development Goals ( MDGs ) adalah menurunkan AKI di
Indonesia sebanyak 75% pada tahun 2015. Dengan demikian ditargetkan penurunan
hingga 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015.
Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan,
eklampsia, aborsi tidak aman ( Unsafe abortion ), partus lama, dan infeksi. Faktor lain
yang meningkatkan AKI adalah buruknya gizi perempuan, yang dikenal dengan
kekurangan energi kronis ( KEK ) dan anemia. Salah satu penyebab penyulit pada kala III
adalah atonia uteri dan retensio plasenta.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50% ),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi
uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post partum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah
yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-
serabut miometrium tdak berkontraksi.
Sedangkan retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan,infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoman ( Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, hal 300 ).
Atonia uteri dan retensio plasenta masih sebagai satu penyebab terbesar terjadinya
perdarahan post partum dan kematian maternal ,maka dari itu perlu penanganan yang
tepat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah tentang Penyulit
kala III dan IV persalinan ( Atonia Uteri, Retensio Plasenta, Emboli air ketuban, Robekan
jalan lahir, Inversio uteri, perdarahan kala IV dan syok obstetrik)

C. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Penyulit kala III dan IV persalinan ( Atonia
Uteri, Retensio Plasenta, Emboli air ketuban, Robekan jalan lahir, Inversio uteri,
perdarahan kala IV dan syok obstetrik)
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyulit Persalinan Kala III


1. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak
berkontraksi.
Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
1) Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, Paritas tinggi
2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3) Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4) Partus lama / partus terlantar
5) Malnutrisi.
6) Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta Belum
terlepas dari dinding uterus.
Penatalaksanaan
1) Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam
mulut uterus atau di dalam uterus
2) Segera mulai melakukan kompresi bimanual interna
3) Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika
uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat.
4) Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan
bimanual interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai
memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat).
5) Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna
setelah anda memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV
6) Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk
melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat
rujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju
infus 125 cc/jam.

2. Retensio Placenta
Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
2
perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadiplasenta inkarserata dapat
terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasiganas korio karsinoma
Etiologi
1) Plasenta belum lepas dari didinding uterus.
2) Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha
untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
3) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus
desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).

3. Inversio Uteri
Pengertian Inversio Uteri
Adalah pembalikan bagian dalam luar pada rahim dalam tahap persalinan ketiga.
Ini amat jarang terjadi hanya pada sekitar satu dari 20.000 kehamilan. Segera setelah
tahap kedua,rahim agal bersifat atonik,serviks terbuka,dan plasenta melekat. Penanganan
tak semestinya pada tahap ketiga dapat menyebabakan inversio uteri
iatrogenik (hacker/moore 2001)
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam
kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan
pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum
berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan
keadaan syok adapun menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus
uteri terbalik sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio inversio uteri
completa.
Kalau hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut
inversio uteri incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva, disebut
inversio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan
shock yang berat. ( obstetri patologi,1984)
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio inversio uteri
completa. Kalau hanya fundus menekukke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut
inversio uteri incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva, disebut
inversio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan
shock yang berat. ( obstetri patologi,1984)
Pada inversio uteri, uterus terputar baik sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebabkan inversio uteri
komplek. Jika hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar astium uteri, disebut
inversio uteri inkomplet. Jika uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva, disebut
insersio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi, dapat menimbulkan syok
yang hebat.

3
Penyebab Inversio Uteri
1) Tonus otot rahim yang lemah
2) Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan,
dan tarikan pada tali pusat)
3) Kanalis servikalis yang longgar. Oleh karena itu, inversio uteri dapat terjadi saat
batuk, bersin atau mengejan, juga karena perasat crede.
Gejala-gejala
1) Syok
2) Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
3) Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva ialah fundus uteri
yang terbaik atau teraba tumor dalam vagina.
4) Perdarahan.
Pragnosis
Makin lambat keadaan ini diketahui dan diobati makin buruk pragnosisnya. Tetapi jika
pasien dapat mengatasi 48 jam dengan inversio uteri, pragnosis akan baik.
Terapi
1) Atasi syok dengan pemberian infus ringer taktat dan bila perlu transfusi darah
2) Reposisi manual dalam anestesi umur sesudah syok teratasi (secara Johnson). Jika
plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uteri di
reposisi berhasil, diberi drip oksitosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual.
Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi insersio.
3) Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif. Uterus dikatakan
inverse jika uterus terbalik selama pelahiran plasenta. Reposisi uterus harus
dilakukan segera. Semakin lama cincin konstriksi di sekitar uterus yang inversi
semakin kaku dan uterus lebih membengkak karena terisi darah.
- Jika ibu mengalami nyeri hebat, berikan petidin 1mg/kg berat badan (tetapi tidak
lebih dari 100mg) melalui IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1
mg/kg berat badan melalui IM.
- Jika perdarahan berlanjut, kaji status pembekuan darah dengan menggunakan
uji pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan darah untuk membeku
setelah tujuh menit atau terbentuk bekuan darah lunak yang mudah pecah
menunjukan koagulopati.
- Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksi setelah memperbaiki inversi uterus.
- Ampisilin 2g melalui IV DITAMBAH metronidazol 500mg melalui IV
- Atau sefazolin 1g melalui IV DITAMBAH metrinidazol 500mg melalui IV. Jika
terdapat tanda tanda infeksi (demam,rabas vagina berbau busuk), berikan
antibiotik sebagaimana untuk mengobati metritis. Jika dicurigai terjadi nekrosis,
lakukan histerektomi per vagina. Histerektomi per vagina dapat memerlukan
rujukan ke pusat perawatan tersier. (buku saku manajemen komplikasi kehamilan
dan persalinan, 2006)

4
B. Perdarahan Kala IV
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan
plasenta lahir.
Pembagian perdarahan post partum :
1) Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi selama
24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah
24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan
penyebabnya :
1) Atoni uteri (50-60%).
2) Retensio plasenta (16-17%).
3) Sisa plasenta (23-24%).
4) Laserasi jalan lahir (4-5%).
5) Kelainan darah (0,5-0,8%).
Etiologi perdarahan post partum :
1) Atoni uteri.
2) Sisa plasenta dan selaput ketuban.
3) Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.
4) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang
sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri :
- Umur
- Paritas
- Partus lama dan partus terlantar.
- Obstetri operatif dan narkosa.
- Uterus terlalu regang dan besar misalnyaa pada gemelli, hidramnion atau janin
besar.
- Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta.
- Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
5
Cara membuat diagnosis perdarahan post partum :
1) Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
2) Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.
3) Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
- Sisa plasenta dan ketuban.
- Robekan rahim.
- Plasenta suksenturiata.
4) Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
5) Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT),
dan lain-lain.
Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun
perdarahan perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan
perdarahan yang banyak dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada
setiap ibu bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan
tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta
disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim
maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta).
Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post partum,
mengobati perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan
umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah.
Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan
penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva,
infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi
dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.

C. SYOK OBSTETRIK
Meskipun angka mortalitas maternal telah mengalami penurunan yang dramatis
dengan adanya perawatan rumah sakit untuk ibu dan tersedianya darah bagi keperluan
transfusi, kematian akibat perdarahan masih merupakan peristiwa yang menonjol
diantara mayoritas laporan tentang mortalitas maternal. Perdarahan obstetnk sangat
cenderung untuk menjadi peristiwa yang fatal bagi ibu bila tidak tersedia darah lengkap
atau komponen darah untuk transfusi dengan segera.
Syok dan saluran reproduksi maternal, termasuk kasus-kasus perdarahan yang
penyebabnya tidak jelas, juga berbahaya bagi keselamatan jiwa janin. Untuk kehamilan
yang dipersulit dengan perdarahan selama trimester ke-2 dan ke-3, angka persalinan
premature dan mortalitas perinatal paling tidak empat kali lipat lebih besar. Perdarahan
yang terjadi selama masa kehamilan sampai berakhirnya proses persalinan seningkali
menyebabkan syok hipovolemik bagi ibu, yaitu suatu keadaan kekurangan volume darah
yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antar kehamilan muda dan
6
kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar
uterus. Perdarahan post partum juga merupakan suatu perdarahan obstetrik yang sering
membahayakan nyawa itu dan seringkali menyebabkan syok bagi ibu
1) Perdarahan Pada Kehamilan Muda
- Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir
sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram
atau perkiraan lama kehamilan kurang dan 20 minggu dihitung dan hari pertama
haid terakhir normal yang dipakai.
- Kehamilan Ektopik terganggu, yaitu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus, serta mengalami
gangguan berupa nyeri perut bagian bawah dan tenesmus, dapat disertai perdarahan
pervaginam. Yang menonjol penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada
perneriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut.
- Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dan konon yang ditandai dengan :
degenerasi kistik dan villi, disertai pembengkakan hidropik, avaskularitas atau tidak
adanya pembuluh darah janin; proliferasi jaringan trofoblastik. Perdarahan uterus
abnormal yang bervariasi dan spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala
yang paling khas dan kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu
keenam dan kedelapan setelah amenorhe.
2) Perdarahan Pada Kehamilan Tua (Perdarahan Antepartum)
Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan-lahir setelah
kehamilan 22 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak
berbahaya daripada kehamilan dibawah 22 rninggu oleh karena itu, memerlukan
penanganan yang berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber
pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap
perdarahan antepartum pertama - tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber
pada kelainan plasenta.
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara
klinis biasanya tidak terlampau sulit dalam menentukannya ialah plasenta previa, dan
solusio plasenta. Oleh karena itu, kiasifikasi perdarahan antepartum dibagi sebagai
berikut:
1. Placenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Etiologi: Tidak diketahui, namun plasenta previa lebih sering dijumpai pada
multipara dan kalau plasentanya lebar serta tipis. Diperkirakan kalau terdapat
defisiensi endomitrium dan decidua pada segmen atas uterus, maka plasenta akan
terus meluas dalam upayanya untuk rnendapatkan suplai darah yang lebih memadai.
2. Solutio Placenta
Keadaan ini yang juga dikenal sebagai pelepasan placenta sebelum waktunya
atau premature separation of placenta meliputi pelepasan placenta dan dinding
rahim.
Etiologi: penyebab solutio tidak diketahui. Setiap perdarahan pada kehamilan
7
lebih dan 22 minggu yang lebih banyak dan perdarahan yang biasanya terjadi pada
permulaan persalinan biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apa
pun penyebabnya, penderita harus dibawa ke rumah sakit yang merniliki fasilitas
untuk transfusi darah dan operasi. Jangan sekali - sekali melakukan pemeniksaan
dalam di rurnah penderita atau di tempat yang tidak mernungkinkan tindakan
operatif segera karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan.
Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan
perdarahan, malahan akan menambah perdarahan karena sentuhan pada serviks pada
waktu pemasangannya.
Selagi penderita belum jatuh ke dalam syok, invus cairan intravena harus
segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang
jarum infuse ke dalam pembuluh darah sebelum terjadi syok akan jauh lebih
memudahkan transfusi darah, apabila sewaktu-waktu diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera
dilakukan, walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh
darah penderita untuk pemeriksaan golongan darahnya, dan pemeriksaan kecocokan
dengan darah donornya harus segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan
seperti itu mungkin terpaksa ditunda, tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa
langsung mentransfusikan darah yang golongannya sama dengan golongan darah
penderita, atau mentransfusikan darah golongan 0 reshus positif, dengan penuh
kesadaran akan segala bahayanya.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya
kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum
mulainya persalinan, dan diagnosis yang ditegakkan”
3. Perdarahan Post Partum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III
selesai ( setelah plasenta lahir ). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan
secara tepat.
Perdarahan postpartum dibagi dalam:
a) Perdarahan postpartum dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama.
b) Perdarahan postpartum lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama.
Diagnosis
a) Untuk membuat diagnosis perdarahan. postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan
yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung
terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum tidak hanya
terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tapi pada setiap persalinan
kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
b) Perdarahan yang terjadi di sini dapat deras atau merembes saja. Perdarahan yang
deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani, sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak seringkali tidak mendapat
perhatian yang seharusnya. Perdarahan yang bersifat merembes ini bila berlangsung
lama akan menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
8
perdarahan, maka darah yang keluar setelah janin lahir harus ditampung dan dicatat.
c) Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dan vagina, tapi menumpuk di
vagina dan didalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan
dan tingginya fundus uteri setelah janin keluar.
d) Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeniksaan
yang lengkap yang meliputi pemeriksaan darah umum, pemeniksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
e) Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen
uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus
berkontraksi dengan baik, sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan
pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo.
Dengan cara mi dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, dan adanya
sisa-sisa plasenta
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum adalah
memimpin kala 11 dan kala III persalinan secara lege artis. Apabila persalinan diawasi
oleh seorang dokter spesialis obstetrik - ginekologi ada yang menganjurkan untuk
memberikan suntikan + ergometrin secara intravena setelah anak lahir, dengan tujuan
untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Tindakan pada perdarahan postpartum mempunyai dua tujuan, yaitu:
a) Mengganti darah yang hilang.
b) Menghentikan perdarahan. Pada umumnya kedua tindakan dilakukan secara bersama
sama, tetapi apabila keadaan tidak mengijinkan maka penggantian darah yang hilang
yang diutamakan

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40% -
60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan biasa
di akibatkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta. Hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas
sama sekali, tidak terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi
perdarahan yang merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50% ),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

B. Saran
Diharapkan dengan mempelajari kasus ini kita dapat lebih memperhatikan dan
waspada terhadap perdarahan yang terjadi pada kala III. Agar kita terutama tenaga
kesehatan dalam hal ini bidan dapat lebih tanggap dan ikut berpartisipasi dalam menekan
angka kematian ibu di Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Winkjosastro,Hanifa. 2005. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sastrawinata. R. Sulaeman. 1984. OBSTETRI PATOLOGI. Bandung : Elstar offset.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan,Yayasan Bian Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta. 2002
Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Fisiologis dan Patologis, Jilid 1 edisi II, Jakarta : EGC
19998.
Sastrawinata, Sulaeman. Obstetri Fisiologis. Fakultas Kedokteran UNPAD : Jakarta.1987

11

Anda mungkin juga menyukai