Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Kami panjatkan atas terselesaikannya
makalah ini dengan judul ASUHAN NEONATUS & BAYI DENGAN MASALAH YANG
LAZIM TERJADI sebagai hasil penugasan mata ajaran Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
dan Balita. Yang dibimbing oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan.

Dengan terselesaikannya makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Amin. Makalah ini tidaklah luput dari kekurangan,
oleh karena itu kami memohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan kami harapkan juga
saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini. Demikian sedikit dari kami, atas perhatian
kritik dan saran kami ucapkan terima kasih.

Lubuk Linggau, 28 September 2018

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... ........ 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………….. ........ 1
1.3. Tujuan ......................................................................................................................... 1

BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
2.1. Bisulan ........................................................................................................................ 2
2.2 Milliariasis .................................................................................................................. 3
2.3. Diare . ........................................................................................................................... 4
2.4. Obstifasi ....................................................................................................................... 6
2.5. Infeksi ......................................................................................................................... 7
2.6. Bayi meninggal mendadak .......................................................................................... 10

BAB III
PENUTUP .......................................................................................................................... 12
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 12
3.2. Saran ........................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... ........ 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan
periode yang paling kritis. Maka dari itu diperlukan pemantauan pada bayi baru lahir.
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau
tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian
keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan.
Dengan pemantauan neonatal dan bayi, kita dapat segera mengetahui masalah-
masalah yang terjadi pada bayi sedini mungkin. Contoh masalah pada bayi yang sering
kita temui yaitu bisulan, milliariasis, diare, obstifasi, infeksi, bayi meninggal mendadak,
dll. Jika salah satu dari masalah tersebut tidak segera diatasi maka bisa menyebabkan
masalah atau komplikasi lainnya. Namun, tak semua masalah tersebut harus mendapat
penanganan khusus karena bisa membuat dampak negative pada pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Ada masalah yang seharusnya dibiarkan saja karena masalah
tersebut bisa menghilang dengan sendirinya. Oleh karena itu penulis membuat makalah
dengan judul “Neonatus dan Bayi dengan masalah serta Penatalaksanaannya (Bisulan,
Milliariasis, Diare, Obstifasi, Infeksi, dan Bayi Meninggal Mendadak).”

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud bisulan?
2. Apa yang dimaksud milliariasis?
3. Apa yang dimaksud diare?
4. Apa yang dimaksud obstifasi?
5. Apa yang dimaksud infeksi?
6. Apa yang dimaksud bayi meninggal mendadak?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang bisulan.
2. Untuk mengetahui tentang milliariasis.
3. Untuk mengetahui tentang diare.
4. Untuk mengetahui tentang obstifasi.
5. Untuk mengetahui tentang infeksi.
6. Untuk mengetahui tentang bayi meninggal mendadak.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Bisulan (FURUNKEL)


1. Definisi
Adalah benjolan besar, merah dan lunak yang terjadi akibat folikel rambut
yang terinfeksi stafilokokus. infeksi kulit yang disebabkan oleh staphylococcus
profunda yang berbentuk nodul-nodul lemak eritematosa dan letaknya didalam,
biasanya daerah muka, pantat, leher, ketiak dan lain-lain. Nodul ini mengandung
cairan yang dalam waktu beberapa hari akan mengeluarkan bahan nekrotik bernanah.
Bentuk-bentuknya yaitu furunkel (boil) dan karbunkel (furunkel multipel).
2. Etiologi
a. Kurangnya kebersihan
b. Kurang gizi
c. Udara panas
d. Tekanan dan gesekan pada kulit
e. Garukan akibat gatal
3. Patofisiologi
Daerah yang sering berkeringat (muka, punggung, lipatan paha, bokong, leher)
jika sering digaruk dan terjadi gesekan akan mudah terinfeksi. Apabila folikel rambut
terinfeksi kuman staphylococcus aureus akan menjadi benjolan berisi nanah.
Kemudian timbul ‘mata’ yang berwarna putih dan kuning. Benjolan akan pecah 2-3
hari atau sembuh tanpa pecah. Karena folikel rambut berdekatan, dapat muncul
beberapa buah bisul.
4. Komplikasi Furunkel
Nyeri, Infeksi lebih lanjut.
5. Penatalaksanaan Furunkel
a. Jaga kebersihan diri, lingkungan dan gizi anak
b. Jangan memencet, menggaruk benjolan
c. Cuci kulit dengan spiritus atau larutan 1 sdt garam dalam segelas air untuk
mencegah infeksi, kemudian tutup dengan kassa steril
d. Krim antiseptik, cairan antiseptik untuk mandi
e. Tablet antibiotik jika infeksi menyebar
6. Diagnosis Banding
Jerawat, impetigo

2
2.2. Milliariasis (Sudamina/Liken Tropikus/Biang Keringat)
1. Definisi
Miliariasis adalah kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan, disertai
dengan gelembung kecil berair yang timbul akibat keringat berlebihan disertai
sumbatan saluran kelenjar keringat yaitu di dahi, leher, bagian yang tertutup pakaian
(dada, punggung), tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan juga
kepala.

2. Faktor penyebab
 Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang
 Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
 Aktivitas yang berlebihan
 Setelah menderita demam atau panas
 Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang dan
edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh stratum
korneum

3. Bentuk miliariasis
a. Miliaria kristalina
 Kelainan kulit berupa gelembung kecil 1-2 mm berisi cairan jernih disertai kulit
kemerahan
 Vesikel bergerombol tanpa tanda radang pada bagian pakaian yang tertutup
pakaian
 Umumnya tidak menimbulkan keluhan dan sembuh dengan sisik halus
 Pada keadaan histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal
 Asuhan : pengobatan tidak diperlukan, menghindari udara panas yang
berlebihan, ventilasi yang baik serta menggunakan pakaian yang menyerap
keringat.
b. Miliaria rubra
 Sering dialami pada anak yang tidak biasa tinggal didaerah panas
 Kelainan berupa papula/gelembung merah kecil dan dapat menyebar atau
berkelompok dengan rasa sangat gatal dan pedih
 Staphylococcus juga diduga memiliki peranan
 Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum
sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis
 Asuhan : gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, menghindari
udara panas yang berlebihan, ventilasi yang baik, dapat diberikan bedak salicyl
2% dibubuhi menthol 0,25-2%

3
c. Miliaria profunda
 Timbul setelah miliaria rubra
 Papula putih, kecil, berukuran 1-3 mm
 Terdapat terutama di badan ataupun ekstremitas
 Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak
berupa papula daripada vesikel
 Tidak gatal, jarang ada keluhan, tidak ada dasar kemerahan, bentuk ini jarang
ditemui
 Pada keadaan histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada
dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang
 Asuhan : hindari panas dan lembab berlebihan, mengusahakan regulasi suhu
yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan
atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol
4. Penatalaksanaan
 Perawatan kulit yang benar
 Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering diberi bedak salycil atau
bedak kocok setelah mandi
 Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang terbentuk
memperparah sumbatan kelenjar
 Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan antibiotik
 Menjaga kebersihan kuku dan tangan (kuku pendek dan bersih, sehingga tidak
menggores kulit saat menggaruk)

2.3. Diare
1. Definisi
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi 3x atau lebih per hari, disertai
perubahan tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang terjadi pada
bayi dan anak yang sebelumnya tampak sehat (A.H. Markum, 1999)
2. Penyebab
 Bayi terkontaminasi feses ibu yang mengandung kuman patogen saat dilahirkan
 Infeksi silang oleh petugas kesehatan dari bayi lain yang mengalami diare,
hygiene dan sanitasi yang buruk
 Dot yang tidak disterilkan sebelum digunakan
 Makanan yang tercemar mikroorganisme (basi, beracun, alergi)
 Intoleransi lemak, disakarida dan protein hewani
 Infeksi kuman E. Coli, Salmonella, Echovirus, Rotavirus dan Adenovirus
 Sindroma malabsorbsi (karbohidrat, lemak, protein)
 Penyakit infeksi (campak, ISPA, OMA)
 Menurunnya daya tahan tubuh (malnutrisis, BBLR, immunosupresi, terapi
antibiotik)
4
3. Jenis diare
 Diare akut, feses sering dan cair, tanpa darah, berakhir <7 hari, muntah, demam
 Disentri, terdapat darah dalam feses, sedikit-sedikit/sering, sakit perut, sakit
pada saat BAB, anoreksia, kehilangan BB, kerusakan mukosa usus
 Diare persisten, berakhir selama 14 hari/lebih, dapat dimulai dari diare akut
ataupun disentri
4. Tanda dan gejala
 Gejala sering dimulai dengan anak yang tampak malas minum, kurang sehat
diikuti muntah dan diare
 Feses mula-mula berwarna kuning dan encer, kemudian berubah menjadi hijau,
berlendir dan berair serta frekuensinya bertambah sering
 Cengeng, gelisah, lemah, mual, muntah, anoreksia
 Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
 Pucat anus dan sekitarnya lecet
 Pengeluaran urin berkurang/tidak ada
 Pada malabsorbsi lemak biasanya feses berwarna pucat, banyak dan berbau
busuk dan terdapat butiran lemak
 Pada intoleransi disakarida feses berbau asam, eksplosif dan berbusa
 Pada alergi susu sapi feses lunak, encer, berlendir, dan kadang-kadang berdarah
5. Komplikasi
 Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan (dehidrasi, kejang dan
demam)
 Syok hipovolemik yang dapat memicu kematian
 Penurunan berat badan dan malnutrisi
 Hipokalemi (rendahnya kadar kalium dalam darah)
 Hipokalsemi (rendahnya kadar kalsium dalam darah)
 Hipotermia (keadaan suhu badan yang ekstrim rendah)
 Asidosis (keadaan patologik akibat penimbunan asam atau kehilangan alkali
dalam tubuh)
6. Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1997)
 Dehidrasi ringan, BB menurun 3-5% dengan volume cairan yang hilang < 50
ml/kgBB
 Dehidrasi sedang, BB menurun 6-9% dengan volume cairan yang hilang 50-
90% ml/kgBB
 Dehidrasi berat, BB menurun lebih dari 10% dengan volume cairan yang hilang
≥100 ml/kgBB

5
7. Penatalaksanaan
 Memberikan cairan dan mengatur keseimbangan elektrolit
 Terapi rehidrasi
 Kolaborasi untuk terapi pemberian antibiotik sesuai dengan kuman
penyebabnya
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi untuk mencegah
penularan
 Memantau biakan feses pada bayi yang mendapat terapi antibiotik
 Tidak dianjurkan untuk memberikan anti diare dan obat-obatan pengental feses

2.4 Obstipasi
1. Definisi
Sembelit atau konstipasi atau obstipasi merupakan masalah yang umum terjadi
pada bayi dan anak-anak dan bersifat normal. Tanda adanya kondisi yang lebih serius
apabila disertai muntah, demam dan berat badan sulit naik.
2. Penyebab
a. Faktor non organik
 Kurang makanan yang tinggi serat
 Kurang cairan
 Obat/zat kimiawi
 Kelainan hormonal/metabolik
 Kelainan psikososial
 Perubahan mikroflora usus
 Perubahan/kurang exercise
b. Faktor organik
 Kelainan organ (mikrocolon, prolaps rectum, struktur anus, tumor)
 Kelainan otot dasar panggul
 Kelainan persyarafan : M. Hirsprung
 Kelainan dalam rongga panggul
 Obstruksi mekanik : atresia ani, stenosis ani, obstruksi usus
3. Tanda dan gejala
a. Frekuensi BAB kurang dari normal
b. Gelisah, cengeng, rewel
c. Menyusu/makan/minum kurang
d. Fese keras
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium (feses rutin, khusus)
b. Radiologi (foto polos, kontras dengan enenma)
c. Manometri
d. USG
5. Penatalaksanaan
a. Banyak minum
b. Makan makanan yang tinggi serat (sayur dan buah)
c. Latihan
d. Cegah makanan dan obat yang menyebabkan konstipasi
e. ASI lebih baik dari susu formula
6
f. Enema perotal/peranal
g. Kolaborasi untuk intervensi bedah jika ada indikasi
h. Perawatan kulit peranal

2.5. Infeksi
1. Definisi
Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah yang gawat. Di
Jakarta terutama di RSCM, infeksi merupakan 10-15 % dari morbiditas perinatal. Hal
ini mungkin disebabkan RSCM Jakarta adalah rumah sakit rujukan untuk Jakarta dan
sekitar.
Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi
yang lahir di luar rumah sakit dengan cara septik. Bayi baru lahir mendapat imunitas
trans plasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar
pada kuman yang berasal bukan saja dari ibunya tetapi juga berasal dari ibu lain.
Terhadap kuman yang disebut terakhir ini, bayi tidak mempunyai imunitas.
2. Patogenesis
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961) membaginya
dalam 3 golongan, yaitu :
a. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini kuman itu
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui
sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin
melalui jalan ini ialah:
1) Virus, yaitu rubella, poliomyelitis, coxsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion,
2) Spirokaeta,yaitu treponema palidum (lues)
3) Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E.coli dan Listeria
monocytogenes.
Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada
plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis
melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
b. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam) mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih
utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina.
Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi
pneumonia kongenital. Selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi
intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari
vagina misalnya blenorea dan ‘oral trush’
c. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi baru lahir lengkap. Sebagian besar infeksi
yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada sat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
infeksi silang. Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal
7
ini penting sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali
bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua
antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
Diagnosis infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk
kepentingan bayi itu sendiri, tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan
ruangan perawatan bayinya. Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Tanda khas
seperti yang terdapat bayi lebih tua seringkali tidak ditemukan. Biasanya
diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yang teliti dan akhirnya dengan
pemeriksaan fisis dan laboratorium. Seringkali diagnosis didahului oleh
persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkaan itu diagnosis
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan selanjutnya.
Infeksi pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,
sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis
dini dapat ditegakkan kalau kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku
neonatus, yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus,
terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut
tidak menderita penyakit atau kelainan kongenital tertentu, namun tiba-tiba
tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa
kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi (Hutchinson, 1972).
Gejala infeksi pada neonatus biasanya tidak khas seperti yang terdapat pada bayi
yang lebih tua atau pada anak. Beberapa gejala yang dapat disebutkan diantaranya
ialah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargis, frekuensi pernafasan
meningkat, berat badan tiba-tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan diare.
Selain itu dapat terjadi edema, sklerema, purpura atau perdarahan, ikterus,
hepatosplenomegali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau dapat
pula kurang dari normal. Pada bayo BBL seringkali terdapat hipotermia dan
sklerema. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ‘not doing well’ kemungkinan
besar ia menderita infeksi.
3. Pembagian infeksi perinatal
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam 2 golongan
besar, yaitu infeksi berat dan infeksi ringan :
a. Infeksi berat (‘major infections’)
Diantaranya adalah : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik, pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonatorium.
b. Infeksi ringan (‘minor infections’)
Diantaranya adalah : infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infeksi
umbilikus (omfalitis), moniliasis.
4. Pencegahan
Cara umum :
a. Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai pada periode antenatal. Infeksi
ibu harus diobati dengan baik, misalnya infeksi umum, leurkorea dan lain-lain. Di
kamar bersalin harus ada permisahan yang sempurna antara bagian yang septik
dan bagian yang aseptik. Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga perawatan dan
alat kedokteran serta alat perawatan. Ibu yang akan melahirkan, sebelum masuk
kamar bersalin sebaiknya dimandikan dulu dan memakai baju khusus untuk kamar
bersalin. Pada kelahiran bayi, pertolongan harus dilakukan secara aseptik. Suasana
kamar bersalin harus sama dengan kamar operasi. Alat yang digunakan untuk
resusitasi harus steril.
8
b. Di bangsal bayi baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna untuk bayi yang
baru lahir dengan partus aseptik dan partus septik. Pemisahan ini harus mencakup
personalia, fasilitas perawatan dan alat yang digunakan. Selain itu harus terdapat
kamar isolasi untuk bayi yang menderita penyakit menular. Perawat harus
mendapat pendidikan khusus dan mutu perawatan harus baik, apalagi bila bangsal
perawatan bayi baru lahir merupakan suatu bangsal perawatan bayi baru lahir
yang bersifat khusus. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan.
Mencuci tangan sebaiknya memakai sabun, antiseptik atau sabun biasa asal saja
cukup lama (1 menit). Dalam ruangan harus memakai jubah steril, masker dan
memakai sandal khusus. Dalam ruangan bayi tidak boleh banyak bicara. Bila
menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas, tidak boleh masuk kamar bayi.
c. Dapur susu harus bersih dan cara mencampur susu harus aseptik. Pengunjung yang
mau melihat bayi harus memakai masker dan jubah atau sebaiknya melihat bayi
melalui jendela kaca. Air susu ibu yang dipompa sebelum diberikan pada bayi
harus dipasteurisasi. Setiap bayi harus mempunyai tempat pakaian sendiri, begitu
pula termometer, obat, kasa, dan lain-lain. Inkubator harus selalu dibersihkan dan
lantai ruangan setiap hari harus dibersihkan dan setiap minggu dicuci dengan
menggunakan antiseptikum.
Cara khusus :
a. Pemakaian antibiotika hanya untuk tujuan dan indikasi yang jelas.
b. Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah lama (lebih daripada 12 jam), air
ketuban keruh, infeksi sistemik pada ibu, partus yang lama dan banyak manipulasi
intravaginal, resusitasi yang berat, sering timbul keraguan apakah akan digunakan
antibiotika secara profilaksis. Pengguanan antibiotika yang banyak dan tidak
terarah dapat menyebabkan timbulnya ‘strain’ mikroorganisme yang tahan
terhadap antibiotika dan mengakibatkan timbulnya pertumbuhan jamur yang
berlebihan, misalnya Candida Albicans. Sebaliknya kalau terlambat memberikan
antibiotika pada penyakit infeksi neonatus, sering berakibat kematian.
Berdasarkan hal di atas dapat dipakai kebijaksanaan sebagai berikut :
a) Bila kemampuan pengawasan klinis dan laboratorium cukup baik, sebaiknya tidak
perlu memberikan antibiotika profilaksis. Antibiotika baru diberikan kalau sudah
terdapat tanda infeksi.
b) Bila kemampuan tersebut tidak ada, kiranya dapat dipertanggungjawabkan
pemberian antibiotika profilaksis berupa ampisilin 100 mg/kgbb/hari dan
gentamisin 3-5 mg/kgbb/hari selama 3-5 hari.
5. Pengobatan
a. Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu biarkan darah dan uji
resistensi. Antibiotika yang menjadi pilihan pertama ialah sefalosporin
(sefotaksim) dengan dosis 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 2 dosis,
dikombinasi dengan amikasin yang diberikan dengan dosis awal 10 mg/kgBB/hari
intravena, dilanjutkan dengan 15 mg/kgBB/hari intravena atau dengan gentamisin
6 mg/kgBB/hari masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Pilihan kedua ialah ampisilin
300-400 mg/kgBB/hari intravena, dibagi dalam 4 dosis. Pilihan selanjutnya ialah
kotrimoksazol 10 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari,
dilanjutkan dengan dosis 6 mg/KgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis (dihitung
berdasarkan berdasarkan dosis trimetoprim). Lama pengobatan untuk sepsis
neonatal ialah 14 hari. Pada pemberian antibiotika ini yang perlu mendapat
9
perhatian ialah pemberian kloramfenikol pada neonatus tidak melebihi 50
mg/kgBB /hari untuk mencegah terjadinya sindrom ‘Grey baby’ dan pemberian
sefalosporin serta kotrimoksazol tidak dilakukan pada bayi yang berumur kurang
dari 1 minggu.
b. Pemeriksaan laboratorium rutin
c. Biakan darah dan uji resisten
d. Pungsi lumbal dan biakan cairan serebrospinalis dan uji reistensi
e. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin

2.6. Bayi Meninggal Mendadak


1. Definisi
Bayi meninggal mendadak dapat disebut juga dengan Sindrom kematian bayi
mendadak (SIDS). Menempatkan bayi BBLR sehat, tidur dalam posisi telungkup
secara teoritis telah dihilangkan dari praktik neonatus sejak kampanye ‘tidur
terlentang’ pada bulan Desember tahun 1991 dan berbagai laporan pemerintahan
setelahnya ( DoH 1991,1993, 1995). Posisi miring dianggap lebih dapat diterima
untuk bayi sehat yang di rumah sakit, untuk bayi yang memerlukan pemantauan
fungsi pernafasan atau jantung atau keduanya, tetapi tidak untuk bayi yang di rumah
(Fleming et al 1996). Saat ini diyakini bahwa posisi terlentang sebaiknya merupakan
posisi tidur yang direkomendasikan bagi semua bayi dan harus dimulai di rumah sakit
sebelum pulang (Hunt 1999). Diwajibkan bagi bidan untuk membiasakan bayi dan
mengajari orang tua dalam mengadopsi pendekatan ini (Willinger et al 2000)
mengingatkan bahwa, selain informasi tertulis, terdapat kebutuhan untuk
mengingatkan orang tua secara terus menerus tentang faktor resiko dan prosedur
keamanan (misal posisi tidur kaki-ke-kaki, dan ruangan yang bebas asap rokok) yang
berhubungan dengan SDIS selain mengajari orang tua untuk menjaga bayi mereka
tetap hangat. Namun, selebaran ‘Kurangi resiko kematian di tempat tidur bayi’ (FSID
1996) dapat menyebabkan kebingungan. Bidan perlu menjelaskan bagaimana
penerapan isu tersebut di keluarga individu dan mempertimbangkan tahun, usia
gestasi dan usia pascanatal saat memindahkan perawatan ke bidan komunitas.
Pelatihan orang tua tentang ‘apa yang sebaiknya dilakukan jika bayi berhenti
bernafas’, menjadi bagian penting persiapan rutin untuk pemulangan. Tingkat
persiapan ini dapat memperdayakan sebagian orang tua.
2. Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan bayi mati mendadak
1. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur telah
diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan
telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda
pernafasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif.
Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau apnea obstruktif
yang lebih penting dalam terjadinya SIDS
2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan bahwa
bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.
3. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan
anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran
pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di
ketahui.
4. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah cairan ke dalam
laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimbulkan apnea,
10
maka di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek
gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada
beberapa bayi.
5. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada
jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saat ini untuk
menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana pada SIDS.
3. Diagnosis
Semakin banyak bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS mempunyai cacat
fisiologik sebelum lahir. Pada neonatus dapat di temukan nilai apgar yang rendah dan
abnormalitas control respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat pula
mengalami retardasi pertumbuhan pasca natal.
4. Pencegahan SIDS
1. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia sedang tidur, walaupun
saat tidur siang. Posisi ini adalah posisi yang paling aman bagi bayi yang sehat
untuk mengurangi risiko SIDS.
2. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika bayi tersebut belum
waktunya untuk bisa tengkurap sendiri secara alami.
3. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu empuk. Penelitian
menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan meningkat drastis apabila bayi diletakkan
di atas kasur yang terlalu empuk, sofa, bantalan sofa, kasur air, bulu domba atau
permukaan lembut lainnya.
4. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu dan lemas serta mainan
yang diisi dengan kapuk atau kain dari sekitar tempat tidur bayi Anda. Hal ini
untuk mencegah bayi Anda terselimuti atau tertindih benda-benda tersebut.
5. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda atau tempat penitipan
bayi untuk mengetahui semua hal di atas. Ingat setiap hitungan waktu tidur
mengandung risiko SIDS.
6. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh apapun selama dia tidur.
Jauhkan selimut dan kain penutup apapun dari hidung dan mulut bayi Anda.
7. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga tidak perlu lagi untuk
menggunakan selimut. Tetapi seandainya tetap diperlukan selimut sebaiknya Anda
perhatikan hal-hal berikut ini: Pastikan kaki bayi Anda berada di ujung ranjangnya,
Selimutnya tidak lebih tinggi dari dada si bayi, Ujung bawah selimut yang ke arah
kaki bayi, Anda selipkan di bawah kasur atau matras sehingga terhimpit.
8. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda khususnya Anda sendiri.
Hentikan kebiasaan merokok pada masa kehamilan maupun kelahiran bayi Anda
dan pastikan orang di sekitar si bayi tidak ada yang merokok.
9. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama dia tidur. Buat dia
tetap hangat tetapi jangan terlalu panas atau gerah. Kamar bayi sebaiknya berada
pada suhu yang nyaman bagi orang dewasa. Selimut yang terlalu tebal dan
berlapis-lapis bisa membuat bayi Anda terlalu kepanasan.
10.Temani bayi Anda saat ia tidur. Jangan pernah ditinggal-tinggal sendiri untuk
waktu yang cukup lama.

11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Beberapa penyakit atau masalah yang lazim diderita oleh neonatus, bayi dan balita
yaitu: bisulan, milliariasis, diare, obstifasi, infeksi, bayi meninggal mendadak, dll.
1. Bisulan (Furunkel) adalah benjolan besar, merah dan lunak yang terjadi akibat folikel
rambut yang terinfeksi stafilokokus akibat kurangnya kebersihan, kurang gizi, udara
panas, tekanan dan gesekan pada kulit, dan garukan akibat gatal. Penatalaksanaannya
yaitu menjaga kebersihan diri, lingkungan dan gizi anak, jangan memencet,
menggaruk benjolan, cuci kulit dengan spiritus atau larutan 1 sdt garam dalam segelas
air untuk mencegah infeksi, kemudian tutup dengan kassa steril, krim antiseptik,
cairan antiseptik untuk mandi, tablet antibiotik jika infeksi menyebar.
2. Millariasis (Biang keringat) banyak diderita bayi didaerah tropis karena produksi
keringat yang berlebihan, sementara saluran kelenjar keringatnya tersumbat. Produksi
yang berlebihan dapat disebabkan oleh udara panas, ventilasi kurang, pakaian yang
dikenakan terlalu tebal dan ketat.Gejala yang sering muncul yaitu bintik-bintik merah
(ruam) pada leher, dahi dan bagian tubuh yang tertutup pakaian (dada dan punggung).
Gejala utama ialah gatal-gatal seperti ditusuk-tusuk, dapat disertai dengan warna kulit
yang kemerahan dan gelembung berair berukuran kecil (1-2 mm).
3. Diare adalah suatu keadaan frekuensi BAB > 4x pada bayi atau >3x pada anak dengan
konsisitensi tinja cair dan atau tanpa lendir atau darah disebabkan oleh infeksi,
malabsorbsi, makanan : basi, beracun, alergi makanan, penyakit pada usus: colitis
ulseratif, enterocolitis, psikologis : takut, cemas.
4. Obtsipasi
Sembelit merupakan masalah yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak dan
bersifat normal. Tanda adanya kondisi yang lebih serius apabila disertai muntah, berat
badan sulit naik, demam dan berat badan sulit naik.
5. Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi
yang lahir di luar rumah sakit dengan cara septik. Bayi baru lahir mendapat imunitas
trans plasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar
pada kuman yang berasal bukan saja dari ibunya tetapi juga berasal dari ibu lain.
Terhadap kuman yang disebut terakhir ini, bayi tidak mempunyai imunitas.
6. Bayi meninggal mendadak dapat disebut juga dengan Sindrom kematian bayi
mendadak (SDIS). Menempatkan bayi BBLR sehat, tidur dalam posisi telungkup
secara teoritis telah dihilangkan dari praktik neonatus sejak kampanye ‘tidur
terlentang’ pada bula Desember tahun 1991 dan berbagai laporan pemerintahan
setelahnya. (DoH 1991, 1993, 1995).
3.2. Saran
1. Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan peran
Bidan yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan penuh
tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmu kebidanannya.
2. Dapat mengetahui dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung pada ibu
sehingga dapat digunakan sebagai berkas didalam melaksanakan tugas sebagai bidan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. IKA Jilid 2. Jakarta. Infomedika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. IKA Jilid 3. Jakarta. Infomedika
Verney, Helen. 1997. Varney’s Midwifery. 3rd ed. P 551-559. London : Johanes and Barlett
Publishers Internasional
Varney, Helen. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed.4, vol. 2. Jakarta : EGC
Nelson, Waldo E. 1996. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1 Edisi 15. Jakarta : EGC

13

Anda mungkin juga menyukai