Anda di halaman 1dari 95

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Perspektif Administrasi Publik

Administrasi dapat diartikan sebagai arahan, pemerintahan, kegiatan

implementasi, kegiatan pengarahan, penciptaan prinsip-prinsip implementasi

kebijakan publik, kegiatan melakukan analisis, menyeimbangkan dan

mempresentasikan keputusan, pertimbangan-pertimbangan kebijakan, seba-gai

pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik dan

sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritik. (Dunsire, 1991 : 9). Sedangkan

menurut Pfifner dan Presthus (1960 : 4), bahwa administrasi publik adalah meliputi,

(i) implementasi kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan

perwakilan politik, (ii) koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk

mengimplemen-tasikan kebijakan pemerintah, (iii) suatu proses yang bersangkutan

dengan implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan dan

teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud

terhadap usaha sejumlah orang.

Nigro (1988:21) bahwa administrasi publik adalah (i) kerjasama kelompok

dalam lingkungan pemerintahan, (ii) meliputi tiga cabang pemerintahan, legislatif,

eksekutif dan hubungan diantara mereka, (iii) mempunyai peranan penting dalam

perumusan kebijakan pemerintah dan karenanya merupakan sebagian dari proses

politik, (vi) sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan

15
16

perorangan dalam menyajikan pelayanan pada masyarakat dan (v) dalam beberapa

hal berbeda pada penempatan pengertian administrasi perseorangan. Administrasi

publik adalah manajemen dan organisasi dari manusia-manusia dan peralatannya

guna mencapai tujuan pemerintah. Administrasi publik juga merupakan pemanfaatan

teori-teori dan proses manajemen, politik dan hukum untuk memenuhi keinginan

pemerintah dibidang legislatif, eksekutif dalam rangka fungsi-fungsi pengaturan dan

pelayanan terhadap masyarakat secara keseluruhan atau sebagian. (Rosenbloom and

Kravchuk, 2005 : 8).

Teori administrasi publik menempatkan implementasi kebijakan sebagai

bagian yang sangat penting dalam memahami administrasi publik. Administrasi

publik adalah proses dimana sumberdaya dan personil publik diorganisir dan

dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplemen-tasikan dan mengelola

keputusan-keputusan dalam kebijakan publik. (Chandler dan Plano, 1988 : 29).

Kebijakan publik adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan

seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. (Anderson,

1984 : 113). Ini beratri bahwa kebijakan publik adalah seperangkat aksi yang

mengadung tujuan, artinya sebuah kebijakan publik adalah usaha untuk

mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan

tindakan. (Parsons, 2008 : 15).

Memahami teori administrasi berarti menempatkan ilmu administrasi sebagai

ilmu yang membutuhkan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

administrasi yaitu kebijakan publik dan implementasi untuk mewujudkan apa yang
17

tertera pada kebijakan publik. Administrasi publik adalah the administration of

governmental affairs yang berarti bahwa administrasi publik diartikan sebagai

penyusunan dan implementasi kebijakan yang dilakukan oleh birokrasi dalam skala

besar dan untuk kepentingan publik. (Fesler. 1980 : 9).

Jiwa dari pada administrasi publik adalah melakukan sesuatu yang berharga

bagi masyarakat, yaitu melayani warga negara untuk memajukan kebaikan bersama.

(Denhardt and R.B Denhardt, 2003 : 3). Kegiatan administrasi publik bertujuan

memenuhi kepentingan publik (public interest). (Keban, 2008 : 18). Kepentingan

publik sebagai shared values atau nilai-nilai yang disepakati bersama oleh

masyarakat adalah menggambarkan apa yang dianggap bernilai oleh masyarakat atau

komunitas dan dinyatakan langsung oleh masyarakat itu sendiri. (Denhardt and R.B

Denhardt, 2003).

Denhardt and R.B Denhardt (2003 : 42), bahwa administrasi publik harus, (i)

melayani warga masyarakat bukan pelanggan (serve citizen, not customers), (ii)

mengutamakan kepentingan publik (seek the public interest), (iii) lebih menghargai

kewarganegaraan dari pada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship),

(iv) Berpikir strategis dan bertindak demokratis (think strategically, act

democratically), (v) menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang

mudah (recognize that accountability is not simple), (vi) melayani dari pada

mengendalikan (serve rather thanb steer) dan (vii) menghargai orang, bukannya

produktivitas semata (value people, not just productivity). Dengan demikian

kebijakan publik dan implementasi program-program pemerintah akan sesuai dengan


18

kebutuhan publik melalui usaha-usaha kolektif dan proses kolaboratif. Dalam New

Publik Service, fokus utama dari implementasi adalah keterlibatan penduduk dan

bangunan komunitas.

Dalam administrasi publik, kebijakan publik menjadi peran penting memberi

kontribusi membangun implementasi kebijakan dalam hal solve social problems.

(Hill and Hupe, 2002 : 41). Kebijakan publik paling tidak mengandung tiga

komponen dasar, yaitu (i) tujuan yang hendak dicapai, (ii) sasaran yang spesifik

dan (iii) cara mencapai sasaran tersebut. Cara mencapai sasaran inilah yang sering

disebut dengan implementasi dan merupakan langkah yang sangat penting dalam

proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan publik hanyalah sekedar

sebuah dokumen yang tak bermakna dalam kehidupan masyarakat. (Abidin, 2002 :

185).

Dalam administrasi publik, implementasi kebijakan merupakan tahapan yang

sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan. Implementasi merupakan tahap

kebijakan antara pembentukan program dan konsekuensi kebijakan bagi masyarakat

yang dipengaruhinya. Implementasi kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan

mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan

hanya akan sekedar berupa impian atau rencana yang bagus yang tersimpan rapih

dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. (C.J.O Udoji : 1981).

Pasolong (2007:8), bahwa administrasi publik adalah kerjasama yang

dilakukan oleh sekelompok orang atau lembaga dalam mengimplemen-tasikan tugas-

tugas pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan publik secara efisien dan efektif.
19

Administrasi publik adalah seluruh upaya penyelenggaraan pemerintah yang meliputi

kegiatan manajemen pemerintah (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pengawasan pembangunan) dengan mekanisme kerja dan dukungan sumber daya

manusia serta dukungan tata usaha. (Ibrahim, 2007:17).

Stilman II (1992:3), bahwa administrasi publik mencakup beberapa hal, (i)

bagian eksekutif dari suatu pemerintahan, (ii) merupakan formulasi dan implementasi

dari kebijakan publik, (iii) meliputi atau berhubungan dengan berbagai (bertentangan)

prilaku, permasalahan dan kerjasama demi kemaslahatan manusia (masyarakat), (iv)

berbeda dengan swasta dan (v) produknya berupa pelayanan barang dan jasa.

Administrasi publik adalah upaya administrasi yang diimplementasikan dalam

kegiatan pembangunan yang bersandar pada nilai-nilai untuk kepentingan

kesejahteraan rakyat dan bersifat non-profit.

Administrasi publik ialah bagian dari keseluruhan lembaga-lembaga dan

badan-badan dalam pemerintahan negara sebagai bagian dari pemerintah eksekutif

baik di pusat maupun di daerah yang tugas dan kegiatannya terutama

mengimplementasikan kebijaksanaan pemerintah. (Thoha, 2008:44). Ini berarti

administrasi publik menitik beratkan perhatiannya pada kepentingan masyarakat

melalui kebijakan publik dan implemen-tasi kebijakan.

Salah satu kajian dari administrasi publik adalah kebijakan publik yang

merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud dan tujun tertentu yang

diikuti dan di implementasikan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang

berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. (Tachjan,
20

2006:19). Sebagai salah satu kajian dari administrasi publik, kebijakan publik juga

berdasarkan usaha-usaha pencapaian tujuan nasional suatu bangsa, dapat dipahami

sebagai aktivitas-aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional dan

keterukuran-nya dapat disederhanakan dengan mengetahui sejauh mana kemajuan

pencapaian cita-cita telah ditempuh. (Nugroho, 2007:52).

King and Stiver (1998), mendesak administrator melibatkan warga

masyarakat. Mererka harus melihat rakyat sebagai warga negara (bukan sebagai

pelanggan), sehingga dapat saling membagi otoritas dan melong-garkan kendali, serta

percaya terhadap keefektifan kolaborasi. Mereka harus membangun trust bersikap

responsive terhadap kepentingan atau kebutuhan masyarakat, dan bukan semata

mencari efisien yang lebih tinggi. Definisi ini memberikan pengertian bahwa

masyarakat dilibatkan dalam perumusan kebijakan dan ikut serta dalam

pengimplementasi kebijakan publik yang merupakan puncak dari suatu peraturan

ataupun kebijakan tersebut dibuat.

Islamy (2001:1), bahwa administrasi publik dalam mencapai tujuan dengan

membuat program dan mengimplementasikan berbagai kegiatan untuk mencapai

tujuan dalam bentuk kebijakan. Kebijakan yang dimaksud disini adalah sarana untuk

mencapai tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan,

nilai dan praktik. (Lasswell dan Kaplan : 1970 : 46).

Untuk mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan

publik perlu untuk diimplementasikan, tanpa diimplementasikan maka kebijakan

tersebut hanya akan menjadi catatan-catatan elit. Implemen-tasi kebijakan adalah


21

sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan

kebijakan. Kebijakan publik hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus

yang tersimpan rapih dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

B. Konsep Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah

dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan

dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Kebijakan publik juga

merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan

tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu maupun untuk melakukan tindakan

tertentu.

Kebijakan publik adalah merupakan keluaran dari suatu proses yang

bersumber dari masukan tertentu. Kebijakan publik dalam artian yang konkrit adalah

merupakan keputusan yang dituangkan dalam bentuk hierarkis perundangan tertentu

yang dikeluarkan oleh seorang (atau lebih) pimpinan dari suatu atau beberapa

lembaga negara yang diserahi kewenangan dalam bidang bersangkutan. Dengan

demikian, kebijakan publik adalah merupakan produk dari suatu proses kelembagaan

yang melibatkan sekian banyak pelaku maupun kelompok sasaran (stakeholders) dan

berlangsung mengikuti mekanisme tertentu secara konseptual.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam satu territorial wilayah

negara, permasalahan selalu ada dan memerlukan pemecahan masalah melalui

kebijakan publik. Negara yang didalamnya terdapat pemerintah, bertanggung jawab


22

penuh pada kehidupan masyarakat dan harus mampu menyelesaikan permasalahan-

permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara,

diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan tersebut.

Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi

perma-salahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh

instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah.

Kode Hammurabi adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Raja Babilonia

yang bernama Hammurabi pada abad 18 SM. Kode Hammurabi ini memuat

peraturan tentang hak dan tanggung jawab, juga mencakup prosedur kriminal, hak

milik, perdagangan, hubungan keluarga dan perkawinan, dana dan kesehatan dan apa

yang dikenal sekarang akun-tabilitas publik. Sesungguhnya kode Hammurabi pada

saat itu sudah muncul apa yang kita kenal sekarang dengan kebijakan publik. (Dunn,

1998:53).

Konsep kebijakan publik tidak terlepas dari perkembangan administrasi dan

ilmu politik. Dalam perkembangannya menurut W. Wilson, kebijakan publik

dianggap sebagai domain politik dan implementasinya merupakan domain

administrasi (Nugroho, 2007:151). Kemudian kebijakan publik semakin berkembang

melalui tulisan H.D Laswell. Kemudian mendifinisikan kebijakan publik sebagai

suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan praktek-

praktek tertentu. (H. Laswell dan Kaplan, 1970 : 46).

Masalah yang harus diatasi oleh pemerintah adalah masalah publik yaitu nilai,

kebutuhan atau peluang yang tak terwujudkan. Meskipun masalah tersebut dapat
23

diidentifikasi tapi hanya mungkin dicapai lewat tindakan publik yaitu melalui

kebijakan publik. ( Nugroho, 2007:58). Karakteristik masalah publik yang harus

diatasi selain bersifat interdefendensi juga bersifat dinamis, sehingga pemecahan

masalahnya memerlukan pendekatan holistik. Untuk itu, diperlukan kebijakan publik

sebagai instrument pencapaian tujuan pemerintah.

W. Jenkins (1978:15), bahwa kebijakan publik adalah serangkaian keputusan

yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang politik atau sekelompok aktor politik

berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya

dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada

dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari aktor tersebut. C.O Udoji (1981)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu tindakan bersanksi yang mengarah

pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok

masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagan besar warga

masyarakat.

Dye (1981:1), bahwa public policy is whatever governments choose to do or

not to do. Definisi sederhana ini penekanannya pada pemerintah untuk memilih dan

melakukan atau tidak melakukan tindakan. Definisi lebih spesifik, bahwa public

policy are those policies developed by government bodies and official. (Anderson,

1984:3).

Negel (1984:1), mendefinisikan kebijakan publik sebagai govern-mental

decisions designed to foreign policy, environmental protection, crime, unemployment

and numerous other social problems. Ini berarti bahwa kebijakan publik merupakan
24

keputusan pemerintah yang dirancang untuk mengatasi berbagai permasalahan. Paris,

David dan James (1883:14), merumuskan kebijakan publik adalah a government

principle, plan, or course of action as of goal oriented activities.

A. Santoso (1992:4), bahwa kebijakan publik, (i) tindakan-tindakan

pemerintah dan (ii) pelaksanaan kebijakan. F. Ismail ( 2005:18), bahwa kebijakan

publik adalah bentuk menyatu dari ruh negara dan kebijakan publik adalah bentuk

konret dari proses persentuhan negara dengan rakyatnya. Kebijakan yang tranparan

dan partisipatif akan menghasilkan pemerintahan yang baik . Kebijakan publik yang

kaku dan tidak responsif akan menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak

responsif. Demikian pula sebaliknya, kebijakan publik yang luwes dan responsif akan

menghasilkan wajah negara yang luwes dan responsive pula.

Kemudian L. Agustino (2008:7) bahwa kebijakan publik adalah serangkaian

tindakan/ kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu

lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan

kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam

rangka mencapai tujuan tertentu. Sebagai serangkaian tindakan berarti kebijakan

publik adalah pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi aktor dan lembaga yang

bersangkutan dan secara formal mengikat. (Ndraha, 2003:492).

Chandler dan Plano (1988:107), bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan

yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan

masalah-masalah publik atau pemerintah. Disini kebijakan publik dapat dilihat

sebagai pemanfaatan strategis dari sumberdaya tetapi juga memiliki dimensi moral
25

yang sangat mendalam bahkan sangat menentukan. (Donahue,2003). Kebijakan

publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh

pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat

agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi.

Jones, C.O (1984:26), polici is a standing decision characterized by

behavioral consistency and repetiveness on the part of both those who make it and

those who abide by it. Kemudian menurut G. Starling (1988:1), A policy is general

statement of aims or goals. Menurutnya, kebijakan publik itu adalah suatu keputusan

tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengu-langan tingkah laku dari mereka yang

membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Kebijakan publik, juga

merupakan pernyataan umum tentang apa yang tujuan atau yang ingin dicapai.

Selanjutnya Keban (2008:61), bahwa kebijakan publik secara umum dilihat

sebagai aksi pemerintah dalam menghadapi masalah, dengan mengarahkan perhatian

terhadap siapa mendapat apa, kapan dan bagai-mana. Definisi ini merupakan respon

terhadap suatu issu politik dan ini berarti bahwa kebijakan publik adalah Whatever a

government decides to do or not to do. (Shafritz dan Russel, 1997:47).

Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksud untuk tujuan

mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan

oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

(Mustopadidjaja, 2002). Kemudian menurut Hakim (2002) bahwa kebijakan publik

adalah keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi perhatian

publik, beberapa permasalahan yang dihadapi pemerintah sebagian disebabkan oleh


26

kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan

publik. Kebijakan publik adalah menentukan arah umum yang harus ditempuh untuk

mengelola isu-isu yang ada ditengah masyarakat, menentukan ruang lingkup masalah

yang dihadapi pemerintah dan mengetahui betapa luas dan besar-nya organisasi

birokrasi publik. Kebijakan publik haruslah menempatkan masalah publik secara

proporsional dengan memperhatikan semua stake-holders yang terlibat.

Nugroho (2007:31), bahwa kebijakan publik dapat dikelompokkan menjadi,

(i) kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, (ii) kebijakan publik tingkatan

menengah, yaitu mengenai penjelas pelaksanaan dan (iii) kebijakan publik yang

bersifat mikro atau kebijakan yang mengatur pelaksanaan. Selanjutnya kebijakan

dalam praktik ketatanegaraan dan kepemerintahan, pada dasarnya terbagi dalam tiga

prinsip, yaitu (i) dalam konteks bagaimana merumuskan kebijakan publik, (ii)

bagaimana kebijakan publik tersebut di implementasikan dan (iii) bagaimana

kebijakan publik tersebut di evaluasi. (Nugroho, 2006:100). Sedangkan Wahab

(2004:31), membedakan kebijakan publik dalam tiga tingkatan, (i) kebijakan umum,

yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atrau petunjuk pelaksanaan, (ii) kebijakan

pelaksanaan, yaitu kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum dan (iii) kebijakan

teknis, yaitu kebijakan operasional. Sedangkan Younis (1990:3), membagi kebijakan

publik atas tiga tahap, (i) formulasi dan desain kebijakan, (ii) implementasi kebijakan

dan (iii) evaluasi kebijakan.

Pada tataran praktek, kebijakan publik mengembangkan mekanisme jaringan

aktor. Melalui mekanisme jaringan aktor, telah tercipta jalur-jalur yang bersifat
27

informal yang ternyata cukup bermakna dalam mengatasi persoalan-persoalan yang

sukar untuk dipecahkan. (M. Considine, 1994 : 103). Keterhubungan secara tidak

resmi jaringan antara individu-individu dan kelompok-kelompok di dalam suatu

kebijakan publik, merupakan kesatuan penting yang perlu dipahami.

Bagi pemerintah, kebijakan publik merupakan instrument pokok yang dapat

dipakai untuk mempengaruhi prilaku masyarakat dalam upaya memecahkan berbagai

persoalan publik. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijakan

domestik yang bersifat, distributive policy, protective regulatory policy, competitive

regulatory policy and redistri utive policy. (Ripley, 1995:60). Kedudukan pemerintah

sebagai publik aktor sangat strategis maka diperlukan pemahaman bahwa untuk

mengaktualisasi peran sebagai publik aktor, kebijakan publik haruslah berorientasi

kepentingan rakyat. Publik aktor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan

tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebijakan publik untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dan negara.

Tumer dan Hulme (1996), melihat kebijakan publik sebagai proses yang

meliputi proses pembuatan kebijakan dan implementasi kebijakan. Dengan kata lain

yang populer bahwa kebijakan merupakan suatu keputu-san dan sifatnya hierarkis

mulai dari tingkat yang paling tinggi sampai pada paling bawah dan ini berhubungan

dengan pemecahan masalah. (Shafritz dan Russel,1997). Ini berarti bahwa melihat

kebijakan publik sebagai a purposive cource of action followed by an actor or set of

actors in dealing with a problem. Dalam hal ini, suatu kebijakan dibuat sebagai reaksi

terhadap masalah yang muncul. (M.C Lemay, 2002:11).


28

Pada prinsipnya, sebuah kebijakan publik terkait dengan tindakan yang

mengarah pada suatu tujuan dan dapat dipahami melalui beberapa komponen di

dalamnya. Komponen tersebut, yaitu; (i) policy demands, yakni adanya berbagai

permintaan atau tuntutan dari masyarakat dan pemangku kepentingan untuk

melakukan ataupun tidak melakukan tindakan terhadap suatu masalah tertentu, (ii)

policy decision, yaitu keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah dengan

maksud untuk memberikan keabsahan, wewenang atau memberikan arah terhadap

pelaksanaan kebijakan publik, (iii) policy statement, adalah pernyataan resmi atau

penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu, (iv) policy output, yaitu wujud atau

bentuk kebija-kan publik yang paling dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai

realisasi pelaksanaan sebuah kebijakan dan (v) policy outcomes, yaitu adanya hasil

akhir dari suatu kebijakan yang telah diimplementasikan dan memberikan dampak

dan perubahan bagi kehidupan masyarakat. (Hogwood and Gunn dalam Rahmat,

2009:131).

J. Lester dan R. Steward (2000:18) bahwa public policy is a process or a

series or pattern of governmental activities or decisions that are design to remedy

sonic public problem, either real or imaged. Sebagai suatu proses, kebijakan publik

merupakan aktivitas pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang ada. Kemudian

B.G Peters (1993:4), bahwa public policy is the sum of government acitvities, wheter

acting directly or through agent, as it has an influence on the lives of citizen.

Menurutnya, kebijakan publik yang dibuat pemerintah adalah suatu tindakan dan

memberi pengaruh dalam kehidupan warga negara.


29

Anderson (1984:113), bahwa kebijakan publik adalah suatu tindakan yang

mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk

memecahkan suatu masalah. Kemudian mengklasifikasi kebijakan menjadi dua, (i)

substantive, yaitu apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah dan (ii) procedural,

yaitu siapa dan bagaimana kebijakan tersebut diselenggarakan. Ini berarti kebijakan

public adalak kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat

pemerintah. Selanjutnya, kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang dibuat

oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dan juga petunjuk-petunjuk yang

diperlukan untuk mencapai tujuan terutama dalam bentuk peraturan-peraturan atau

dekrit-dekrit pemerintah.(Santoso, 1988:5).

Sugianto (2003), bahwa kebijakan publik adalah seperangkap keputusan

untuk menghadapi situasi tertentu dengan kelengkapan ketentuan tentang tujuan, cara

dan sarana serta kegiatan untuk mencapainya. Penekanan pada pengertian kebijakan

publik disini mempunyai konotasi sebagai pemerintah, masyarakat atau umum,

sehingga implikasi pengertian kebijakan publik adalah, (i) bahwa kebijakan adalah

kebijakan pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, (ii) kebijakan publik

bertujuan mengatasi situasi tertentu, (iii) kebijakan memandu tindakan atau pola

tindakan pejabat pemerintah dan (iv) kebijakan publik didasarkan pada peraturan

perundang-undangan dan bersifat otoratif. Adapun kebijakan publik dapat dituangkan

melalui, (i) hukum perundang-undangan yang disahkan oleh badan legislatif, (ii)

berbagai peraturan dan regulasi yang dilaksanakan dan diputuskan oleh badan
30

administrasi pemerintah, (iii) perintah para eksekutif (para pemimpin pemerintah)

baik pusat maupun daerah dan (iv) sebagai keputusan pengadilan.

Dari berbagai definisi yang ada diatas, maka dapatlah dibuat definisi kerja

(working defeniton) sebagai berikut, kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat

oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berkewenangan, yang dimaksud untuk

mengatasi permasalahan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang bertalian

dengan kepentingan pemerintah atau kepentingan masyarakat luas dan dapat

dilaksanakan baik oleh instansi pemerintah ataupun oleh organisasi-organisasi

masyarakat dan lazimnya dituangkan dalam bentuk aturan perundang-undangan

tertentu.

C. Konsep Implementasi

Implementasi atau pelaksanaan berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement

yang berarti melaksanakan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk

melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.

Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa

undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang

dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam

kamus besar Webster, to implement (menginmplementasikan) berarti to provide the

means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to

give practicall effect to (untuk menimbulkan dampak/ akibat terhadap sesuatu.


31

(Webster dalam Wahab, 2004:64). Secara garis besar fungsi implementasi itu ialah

untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun

sasaran-sasaran kebijakan public diwujudkan sebagai outcome hasil akhir kegiatan

yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula

penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan public disebut “policy delivery system“

(sistem penyampaian/ penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-

cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang atau didesain secara khusus serta

diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki.

Implementasi kebijakan merupakan salah satu tahap yang penting dalam

proses kebijakan publik. Suatu kebijakan harus dilaksanakan agar mempunyai

dampak dan tujuan yang diinginkan. Proses implementasi kebijakan tidak hanya

menyangkut prilaku badan administratif yang bertang-gungjawab untuk

melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi

juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang

langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi prilaku semua pihak yang terlibat

dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak negatif maupun positif. Dengan

demikian dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan, diperlukan kesamaan

pandangan tujuan yang hendak dicapai dan komitment semua pihak untuk

memberikan dukungan.

Dalam suatu perencanaan, untuk mencapai keterwujudannya, maka rencana

itu tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh implementasi dan pengendalian.

Dalam proses implementasi, banyak hal-hal yang tidak terduga yang kemungkinan
32

akan muncul yang mempengaruhi implementasi yang memungkinkan berpengaruh

dengan tidak tercapainya perencanaan.

Dalam sejarah administrasi publik , H. Laswell (1970:14) melontarkan konsep

ilmu kebijakan dan pemakaiannya pada proses kebijakan. H. Laswell memasukkan

istilah tersebut menjadi kosa kata kebijakan publik walaupun bukan orang pertama

yang menekankan pentingnya Implementasi dan sejak saat itu implementasi menjadi

satu bidang kajian kesarjanaan. Sebagai suatu bidang kajian yang baru, maka dalam

beberapa hal, implementasi terlihat seolah-olah dua kelompok dan bahkan sering

saling bersebrangan satu sama lain misalnya yang satu mengoreksi yang lain padahal

mereka melakukan hal yang sama. Kegiatan implementasi ini biasanya terkandung di

dalamnya, siapa pelaksananya, sumber dan besarnya anggaran, siapa kelompok

sasarannya, bagaimana manajemen program atau proyeknya dan bagaimana

keberhasilan atau kinerja program diukur.

Presman dan Widavsky (1984) bahwa implementasi maksudnya membawa,

menyelesaikan, mengisi, menghasilkan dan melengkapi. Ini berarti bahwa

implementasi merupakan proses kegiatan administrative yang dilakukan setelah

kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan

dan evealuasi kebijakan. Implementasi mengandung logika yang top - down,

maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau

makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro (Tachjan, 2006:25).

Presman dan Widavsky dalam Tachjan (2006:29), bahwa implementasi

adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Implmentasi melibatkan usaha


33

dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level

bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran

(target group). Implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu

swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya (B. Winarno

2004).

Van Horn dan Van Meter (1975) bahwa implmentasi adalah tindakan-

tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-

kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapai-nya tujuan-tujuan

yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Dalam proses implmentasi, maka

ada beberapa variabel yang berpengaruh, (i) standard dan sasaran kebijakan, (ii)

sumber daya, (iii) komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, (iv)

karakteristik agen pelaksana, (v) kondisi sosial, ekonomi dan politik dan (vi) disposisi

implementer. (Van Horn dan Van Meter dalam Subarsono, 2005).

Proses implementasi tidak hanya menyangkut perilaku badan administrative

yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan

pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan

politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi

perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak

negative maupun positif. (Wahab:1997). Dengan demikian dalam mencapai


34

keberhasilan implementasi, diperlukan kesamaan pandangan tujuan yang hendak

dicapai dan komitmen semua pihak.

M.S. Grindel (1980), memandang implementasi sebagai proses politik dan

administrasi, pengukuran keberhasilan implmentasi dapat dilihat dari prosesnya

dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu melihat pada aksi program dari individual proyek dan apakah tujuan

program tersebut tercapai. Keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh isi kebijakan

dan lingkungan implementasi. Dalam prakteknya, implementasi merupakan suatu

proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya

intervensi berbagai kepentingan. E. Bardach (1997), melukiskan kerumitan dalam

proses implementasi bahwa adalah cukup untuk membuat sebuah program kebijakan

umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam

kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para

pemimpin dan para pemilih yang mende-ngarkannya dan lebih sulit lagi untuk

melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka

anggap klien.

Edwar III (1980), bahwa implementasi kebijakan adalah suatu tahapan

kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi

kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Implementasi kebijakan sebagai

suatu yang krusial terutama untuk publik. Makna kebijakan disini adalah sebagai cara

agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan

kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, (1) langsung
35

mengimplementasikan dalam bentuk program dan (2) melalui formulasi kebijakan

derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. (D. Nugroho, 2003).

Warwick dalam Abdullah (1988:11), menyatakan bahwa dalam tahap

implementasi program, terdapat dua kategori faktor yang bekerja mempengaruhi

keberhasilan pelaksanaan proyek yaitu : (1) faktor pendorong (facilitating conditions)

yang meliputi (i) komitment pimpinan politik, (ii) kemampuan organisasi, terdiri dari

kemampuan teknis, kemampuan menjalin hubungan dengan organisasi lain, adanya

standard operation procedure (SOP), (iii) komitmen para pelaksana, (iv) dukungan

dari kelompok kepen-tingan (interest group support) dan (2) faktor penghambat

(impeding conditions), yang meliputi (i) banyaknya pemain (actors) yang terlibat, (ii)

terdapatnya komitmen atau loyalitas ganda, (iii) kerumitan yang melekat pada proyek

itu sendiri (intrinsic complexity), (iv) jenjang pengambilan keputusan yang terlalu

banyak dan (v) faktor lain, yaitu waktu dan perubahan kepemimpinan.

D. Korten (1980), bahwa suatu program akan berhasil di implementasikan jika

terdapat kesesuaian di antara tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian

antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh

program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua,

kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas

yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga,

kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian

antara syarat yang diputuskan organisasi untuk memperoleh output program dengan

apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran. Berdasarkan hal tersebut, D.
36

Korten membuat suatu model kesesuaian implementasi kebijakan atau program

dengan memakai pendekatan proses pembelajaran.

Linebery dalam Wahab (2008), bahwa bentuk intervensi dalam implementasi,

setidaknya melalui empat elemen, yaitu (1) pembentukan unit organisasi baru dan

staf, (2) penjabaran tujuan ke dalam aturan pelaksanaan (standard operating

procedures), (3) koordinasi pembagian tugas-tugas di dalam diantara dinas-

dinas/badan pelaksana dan (4) pengalokasian sumber-sumber daya untuk pencapaian

tujuan. Empat elemen ini saling berkaitan untuk mencapai tujuan-tujuan dan saling

ketergantungan. Dengan demikian proses implementasi berjalan dalam kontrol

pembuat kebijakan.

Pengimplementasian suatu kebijakan merupakan puncak dari suatu peraturan

ataupun kebijakan tersebut dibuat. Tahap pengimplementasian secara umum

merupakan suatu kebijakan yang dikeluarkan yang menjadi suatu jawaban dari

masalah yang dialami masyarakat, diterapkan agar maksimal dan dapat menjawab

permasalahan. Dengan menjawab permasa-lahan-permasalahan yang terdapat di

dalam masyarakat, maka ini merupa-kan suatu rangkaian dari pada kebijakan publik

yang kemudian berproses kembali dalam wujud formulasi kebijakan.

Mazmanian and P. A. Sabatier (1983), bahwa implmentasi adalah

melaksanakan keputusan kebijakan dasar, biasanya tergabung di dalam sebuah

undang-undang tetapi bisa juga diambil dari perintah eksekutif atau mahkamah

keputusannya. Makna implementasi dengan mengatakan bahwa memahami apa

senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan


37

merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian dan kegiatan-

kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan publik yang

mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk

menimbulkan akibat-akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Bahwa implmentasi adalah tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu,

pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

(Wahab,1997).

Implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi

setelah suatu program dirumuskan, serta apa yang timbul dari program kebijakan itu.

Disamping itu, implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan

administratif, melainkan juga menjadi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

terhadap proses implementasi kebijakan. Faktor-faktor lingkungan ini termasuk yang

menentukan keberhasilan dari pada implementasi dan harus diantisipasi oleh

pembuata kebijakan.

M.L. Gogging et.al., (1990), bahwa agar penelitian implementasi makin

diakui kadar kualitas keilmiahannya, maka peneliti perlu (1) memperjelas konsep-

konsep yang digunakan, (2) memperbanyak kasus yang distudi, (3) membangun

model dan indikator yang digunakan dan (4) berani melakukan perbaikan. Persolan

implementasi suatu kebijakan ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Implementasi merupakan suatu kegiatan yang sangat kompleks bukan karena

implmentasi kebijakan harus melibatkan banyak aktor dengan kepentingan masing-


38

masing, namun tingkat komplek-sitas akan semakin bertambah manakala

implementasi kebijakan tidak dirumuskan secara jelas sebagai akibat adanya

kepentingan politik tertentu yang melahirkan perumusan kebijakan tertentu.

M. Gogin, et. Al. (1990), dengan menggunakan pendekatan komunikasi

melihat implementasi sebagai suatu proses, serangkaian keputusan dan tindakan

negara yang diarahkan untuk menjalankan suatu mandat yang telah ditetapkan. Disini

implementasi dilihat disejajarkan dengan ketaatan (compliance) negara atau suatu

pemenuhan tuntutan prosedur hukum sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Model Implementasi Kebijakan

1. Model Top - Down Parson

Parson (1995), memperkenalkan model rasional yang berisi gagasan bahwa

implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan

mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Implementasi kebijakan merupakan

tindakan yang dilakukan oleh organisasi pemerintah dan swasta baik secara individu

maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.

Pendekatan top-down memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan

implementasi seperti yang tercakup dalam Emile karya Rousseau bahwa “Segala

sesuatu adalah jika diserahkan ke tangan sang pencipta, segala sesuatu yang buruk di

tangan manusia. Implementasi top-down adalah proses pelaksanaan keputusan

kebijakan mendasar. Merupakan dasar utama untuk melihat bagaimanan hubungan


39

antara masyarakat dengan pembuata kebijakan dalamsuatu kerangka keputusan politk

yang harus dilaksanakan.

2. Model Van Meter dan Van Horn

Van Meter dan Van Horn (1975) bahwa implementasi kebijakan yang

dirumuskan Van Meter dan Van Horn disebut dengan A Model The Policy

Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau

performansi atau pengejantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja

dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung

dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandai-kan bahwa implementasi

kebijakan berjalan secara liner dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan

publik. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa

variable yang saling berkaitan, variabel-variabel tersebut, yaitu :

1. Standard dan sasaran Kebijakan/ Ukuran dan tujuan Kebijakan.

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran

dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio kultur yang ada dilevel

pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis),

maka akan sulit direalisasikan. Untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan

tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para

pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas

tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut. Pemahaman tentang maksud

umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi

kebijakan yang berhasil, biasa jadi gagal (frustrated) ketika para pelaksana
40

(officials) tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan.

Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para

pelaksana (implementors). Arah disposisi para pelaksana terhadap standar tujuan

kebijakan juga merupakan hal yang krusial. Pelaksana mungkin bisa jadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti

apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang

terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implemen-tasi kebijakan. Setiap

tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas

sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan

secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu

menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber

daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi.

Sumber daya kebijakan ini terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memper-

lancar pelaksanaan suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau

insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar

terhadap gagalnya implementasi kebijakan. (Van Meter dan Van Horn dalam

Winarno, 1974).

3. Karaktersitik Organisasi Pelaksana.


41

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi

informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting

karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang

tepat serta cocok dengan para agen pelaksana. Hal ini berkaitan dengan konteks

kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana

kebijakan yang ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana

yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi

pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

4. Komunikasi Antar Organisasi terkait kegiatan-kegiatan pelaksana.

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, apa yang menjadi standar

tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors), yang bertanggung

jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan. Karena itu standar dan

tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam

kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa

menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and

uniformity) dari berbagai sumber informasi. Prospek implementasi kebijakan

yang efektif, sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan

secara akurat dan konsistensi. Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme

yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi

diantara pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan

akan semakin kecil, demikian sebaliknya.


42

5. Disposisi atau Sikap Para pelaksana.

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal

sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil

formulasi warga setempat yang mengenal betul perma-salahan dan persoalan yang

mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top-down yang sangat

mungkin para pengambil kepu-tusan tidak mengetahui bahkan tak mampu

menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.

Implementasi kebijakan diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui

persepsi dari pelaksana (implementasi) dalam batas mana kebijakan itu dilaksana-

kan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan

kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari (1)

pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendala-man (comprehension and

understanding) terhadap kebijakan, (2) arah respon mereka apakah menerima,

netral atau menolak (acceptance, neutrality and rejection) dan (3) intensitas

terhadap kebijakan. Arah disposisi para pelaksana terhadap standar dan tujuan

kebijakan juga merupakan hal yang krusial. Pelaksana mungkin bisa jadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi

tujuan suatu kebijakan. Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam

terhadap standar dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab

untuk melaksanakan kebijakan tersebut adalah meru-pakan suatu potensi yang

besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan. Pada akhirnya, intensitas


43

disposisi para pelaksana dapat mempengaruhi pelaksana kebijakan. Kurangnya

atau terbatasnya inten-sitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya

implementasi kebijakan.

5. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan

adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan publik.

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi

sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya

implementasi kebijakan mensyarat-kan kondisi lingkungan erksternal yang

kondusif.

Selanjutnya dapat dilihat model implementasi publik Van meter dan Van

Horn pada gambar 2.1

Komunikasi antar
Organisasi dan
pengukuhan aktivitas
Standar dan
Sasaran Kebijakan
Karakteristik
Organisasi
Sumber Komunikasi antar Sikap Kinerja
Daya Organisasi pelaksana Kebijakan

Kondisi sosial
ekonomi dan politik

Gambar 2.1. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

3. Model G. Edward III


44

Mengkaji lebih lanjut mengenai implementasi kebijakan publik, maka perlu diketahui

variabel-variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Karena variabel-variabel

dan faktor-faktor ini sangat berperan dalam keberhasilan atau kegagalan dari pada

implementasi (Edward III: 1980).

Selanjutnya, diperlukan suatu model kebijakan guna menyederhanakan

pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Impementasi kebijakan sebagai

suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi

dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan

guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi.

Oleh karena itu, terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan, (1) apakah yang

menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan dan (2) apakah yang menjadi faktor

utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

Guna menjawab pertanyaan tersebut, maka ada empat faktor yang berperan

penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebi-jakan yaitu faktor

communication, resources, disposition dan bureaucratic structure. (Edward III dalam

Winarno, 2011). Empat faktor ini merupakan variabel independen untuk melihat

implementasi kebijakan yang kemudian dapat dihubungkan dengan variabel

dependen.

1. Komunikasi (Communication)

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada

komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupa-kan proses


45

penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada

pelaksana kebijakan (policy implementation). Informasi perlu disampaikan

kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang

menjadi tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku

kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan

implementasi kebijakan sehingga berjalan dengan efektif serta sesuai dengan

tujuan kebijakan itu sendiri. Komunikasi dalam implementasi kebijakan

mencakup beberapa dimensi penting yaitu transformasi informasi (trans-misi),

kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consis-tency). Dimensi

informasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada

pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait.

Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami,

selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan,

kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan.

Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan

harus konsistensi sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan,

kelompok sasaran maupun pihak terkait.

2. Sumber Daya (Resourcers)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan.

Bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan

serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-

aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertang-gungjawab untuk


46

melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk

mengimplementasi kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan itu

tidak akan efektif. Sumber daya disini berkaitan dengan segala yang dapat

dipergunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber

daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan

kewenangan .

3. Disposisi (Disposition)

Kecendrungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan

penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan

atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan

adalah kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan pelaksana

untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan. Sedangkan

komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakan akan membuat mereka selalu

antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi dan tanggung jawab

sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Sikap dari pelaksanan kebijakan

akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila sikap pelaksana

kebijakan memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan

dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Sebaliknya

apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana

dengan baik.

4. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)


47

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap

implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini meliputi dua hal, yaitu (1)

mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standar

operasional prosedur. Standar operasionan prosedur ini menjadi pedoman bagi

setiap pelaksana kebijakan dalam bertindak agar dalam pelaksanaan tidak

melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan, (2) struktur birokrat yang terlalu

panjang dan terfragmentasi akan cendrung melemahkan pengawasan dan

menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan

menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

Berdasarkan penjelasan dari keempat model implmentasi Edward III, maka

dapat lihat pada gambar 2.2


Communication

Resource
Implementasion

Disposition

Bureaucratic
Stucture

Gambar 2.2 Model Implementasi Edward III (Winarno, 2011)

4. Model Kesesuaian

Model kesesuaian berintikan antara tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan

suatu program, yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program dan kelompok sasaran

program. Model kesesuaian ini memperkaya model implementasi kebijakan.


48

D. Korten (1980), mengatakan bahwa dapat dipahami bahwa jika tidak

terdapat kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan, kinerja program tidak

akan berhasil sesuai dengan apan yang diharapkan. Jika output program tidak sesuai

dengan kebutuhan kelompok sasaran jelas outputnya tidak dapat dimanfaatkan.

Dengan demikian implementasi kebijakan tidak terlaksana dengan sesuai harapan di

dalam kebijakan. Pendapat tersebut, dapat dilihat pada gambar 2.3.

PROGRAM

Output Tugas

Kebutuhan kompetensi
MANFAAT FAAT ORGANISASI
Gambar 2.3 Model Kesesuaian (Korten dalam Tarigan, 2007).

5. Model Merilee Grindle

Grindle (1980), bahwa model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan

konteks implementasinya, dimana implementasi kebijakan dilakukan setelah

ditransformasikan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari

kebijakan tersebut. Model ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan,

khususnya yang menyangkut dengan pelaksana, sasaran dan arena konflik yang

mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta kondisi-kondisi sumber daya

implementasi yang diperlukan.


49

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai pada tercapai-nya hasil,

tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup.

Selain itu pula, juga dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi

kebijakan yang dimaksud meliputi : (1) Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan

(interest affected), (2) Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit), (3) Derajat

perubahan yang dinginkan (extent of change envisioned), (4) Kedudukan pembuat

kebijakan (site of decision making), (5) Para pelaksana program (program

implementation) dan (6) Sumber daya yang dikerahkan (resources commited).

Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud : (1) Kekuasaan (power), (2)

Kepen-tingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved), (3)

Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics) dan (4)

Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (complance and respon-siveness). (Grindle

dalam Nugroho, 2009). Selanjutnya dapat dilihat model implementasi Grindle pada

gambar 2.4.
50

Gambar 2.4 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle . (Wibawa, 1994).

6. Model Mazmanian dan Sabatier

Model ini dinamakan model kerangka analisis implementasi (A Framework

for Implementation Analysis). Dalam model ini, implementasi sebagai upaya

melaksanakan keputusan kebijakan dan terdapat tiga kelompok variabel yang

mempengaruhi kesuksesan implmentasi. (Mazmanian dan Sabatier : 1983).


51

1. Karakteristik masalah, terdiri atas (i) tingkat kesulitan teknis dari masalah yang

ada, (ii) tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran dan (iii) persentase

kelompok sasaran terhadap total populasi.

2. Karakteristik kebijakan, yang terdiri atas (i) kejelasan isi kebijakan, (ii) seberapa

jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis, (iii) besarnya alokasi sumber daya

financial terhadap kebijakan tersebut, (iv) seberapa besar adanya keterpautan dan

dukungan antar berbagai institusi pelaksana, (v) kejelasan dan konsistensi aturan

yang ada pada badan pelaksana (vi) tingkat komitmen aparat terhadap tujuan

kebijakan dan (vii) seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk

berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

3. Lingkungan kebijakan, yang terdiri atas (i) kondisi sosial ekonomi masya-rakat

dan tingkat kemajuan teknologi, (ii) dukungan publik terhadap kebijakan, (iii)

sikap dari kelompok pemilih (constituency groups) dan (iv) tingkat komitmen dan

keterampilan dari aparat pelaksana.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dilihat model implementasi

Mazmanian dan Sabatier pada gambar 2.5.


52

Gambar 2.5 Model Implementasi Kebijakan Menurut Sabtier dan Mazmanian


(Mazmanian dan Sabatier dalam Wibawa, 1994).

7. Model Goggin L

Goggin et., (1990), bahwa model ini merupakan model generasi III dan

menurutnya bahwa agar suatu penelitian implementasi makin diakui kualitas kadar

keilmiahannya maka perlu peneliti; (i) memperjelas konsep- konsep yang

digunakan, terutama konsep implemntasi itu sendiri, (ii) memperbanyak kasus yang

dipelajari sehingga memberi ruang yang lebih baik untuk menjelaskan hubungan

kausalitas guna menjelaskan fenomena implementasi (iii) membangun model dan

indikator yang akan dipakai untuk menguji hipotesis serta (iv) berani melakukan
53

perbaikan terhadap persoalan penggunaan konsep dan pengukuran yang dihadapi

oleh para peneliti generasi sebelumnya.

Model Goggin ini disebut dengan communication model. Dengan

mengedepankan pendekatan metode ilmian dengan adanya variabel independen,

intervening dan dependen serta meletakkan komuni-kasi sebagai penggerak dalam

implementasi kebijakan. Selanjutnya dapat dilihat model Goggin L., et al. pada

gambar 2.6.

Gambar 2.6 Model Implementasi Menurut Goggin L., et al (Hill and Hupe : 2002).

D. Pengendalian Penanaman Modal

Pengendalian atau control pertama kali muncul dalam kamus referensi

Inggris sekitar tahun 1600. Definisi pengendalian saat itu adalah “copy of aroll for (of
54

account), a parallel of the sama quality and content with the original”. Oleh S.

Johnson, definisi diatas disimpulkan sebagai “a register or account kept by another

officer, that each may be examined by the other”. Pengertian pengendalian disini

masih dalam pengertian sempit yang sering disebut sebagai pengecekan internal

(internal check). Maksudnya adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang

diawasi oleh orang lain, sehingga tercipta suatu pengendalian.(Sawyer, L.B:2003:5).

Mengapa pengendalian itu sangat penting ? Perencanaan dapat dilakukan,

struktur organisasi dapat dibuat untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang efisien

dan karyawan dapat dimotivasi melalui kepemimpinan yang efektif. Tetapi tidak ada

jaminan bahwa kegiatan yang berjalan telah sesuai dengan rencana dan tujuan yang

ingin diraih oleh karyawan dan manajer telah benar-benar tercapai. Pengendalian itu

penting karena pengendalian membantu manajer mengetahui apakah tujuan

perusahaan telah tercapai atau jika belum, apa alasannya. Nilai dari fungsi

pengendalian dapat dilihat dalam tiga bagian specifik: perencanaan, pemberdayaan

karyawan dan perlindungan lingkungan kerja. (Robbins dan Coulter, 2010:183).

Dapat dilihat gambar berikut ini tentang tautan perencanaan pengendalian.

(BPKP, 2009 : 9), bahwa pengertian pengendalian terus berkembang secara

dinamis. Tahun 1949 AICPA (American Institue of Certified Public Accountant)

memperkenalkan istilah pengendalian. Kemudian pada tahun 1960, Government

Audit Office (GAO), yakni lembaga yang bertindak sebagai auditor pemerintah

Amerika Serikat memperkenalkan unsur-unsur pengendalian. Dari ungkapan tersebut,

dapat dilihat pada gambar 2.7.


55

Perencanaan
Sasaran
Tujuan
Strategi
Rencana
Pengendalian Pengorganisasian
Standar Struktur
Pengukuran Manajemen SDM
Perbandingan
Tindakan Memimpin
Motivasi
Kepemimpinan
Komunikasi
Perilaku Individu dan
Kelompok

Gambar 2.7 Tautan Perencanaan-Pengendalian

Pengendalian adalah bagian terakhir dari fungsi manajemen. Fungsi ini sangat

penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses manajemen, karena itu harus

dilaksanakan sebaik-baiknya. Fungsi manajemen yang dikendalikan adalah

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian itu sendiri. Kasus-

kasus yang banyak terjadi dalam organisasi adalah akibat masih lemahnya

pengendalian sehingga terjadilah berbagai penyimpangan antara yang direncanakan

dengan yang dilaksanakan.

Pengendalian adalah proses pemantauan, penilaian dan pelaporan rencana

atas pencapian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna

penyempurnaan lebih lanjut. Pengendalian memiliki wewenang turun tangan yang

tidak dimiliki oleh pengawasan. Pengawas hanya sebatas memberi saran, sedangkan

tindak lanjut dilakukan oleh pengendalian.


56

Soejamto (2004:2), memberikan pengertian yang berbeda mengenai

pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai

pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak.

2. Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan

mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan atau hasil yang dikehendaki serta sesuai

dengan segala ketentuan dan kebijaksanaan yang berlaku.

3. Pemeriksaan ialah suatu cara atau bentuk atau teknik pengawasan dengan jalan

mengamati, mencatat/merekam, menyelidiki dan menelaah secara cermat dan

sistematis, serta menilai dan menguji segala informan yang berkaitan dengan

obyek pemeriksaan dan menuangkan hasilnya dalam suatu berita acara.

Selanjutnya, Mulyadi (2007:108) mengemukakan bahwa pengendalian adalah

suatu sistem dimana pelaksanaan pengendalian dan tindakan diban-dingkan dan

hasilnya berfungsi sebagai dasar untuk menetapkan reaksi yang memadai terhadap

hasil-hasil pelaksanaan tersebut. Dengan kata lain pengendalian adalah suatu sistem

yang bertujuan untuk mengetahui kondisi dari kegiatan atau pekerjaan yang

dilakukan apakah pekerjaan tersebut dilakukan dengan rencana atau tidak dan jika

tidak harus segera dilakukan perbaikan. Definisi ini memberikan pengertian bahwa

pengendalian itu adalah suatu sistem.Dengan mengetahui bahwa pengendalian adalah

suatu sistem, maka dapat dilihat beberapa pengertian tentang pengendalian.


57

R.J. Mokler (1972:2) bahwa pengendalian manajemen adalah suatu usaha

sistematik untuk menetapkan standar kinerja dengan sasaran peren-canaan,

mendesian sistem umpan balik informasi, membandingkan kinerja aktual dengan

standar yang telah ditetapkan, menentukan apakan terdapat penyimpangan dan

mengukur signifikansi penyimpangan tersebut dan mengambil tindakan perbaikan

yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan yang sedang

digunakan sedapat mungkin secara lebih efisien dan efektif guna mencapai sasaran

perusahaan.

Berdasarkan definisi di atas, terdapat empat langkah dalam pengendalian,

yaitu sebagai berikut :

1. Menetapkan standard dan metode untuk pengukuran kinerja (Establish Standard

and Methods For Measuring Performance)

Penetapan standard dan metode untuk pengukuran kinerja bisa mencakup standar

dan ukuran untuk segala hal, mulai dari target penjualan dan produksi sampai

pada catatan kehadiran dan keamanan pekerja. Untuk menjamin efektifitas

langkah ini, standar tersebut harus dispesifikasikan dalam bentuk yang berarti dan

diterima oleh para individu yang bersangkutan.

2. Mengukur Kinerja (Measure The Performance)

Langkah mengukur kinerja merupakan proses yang berlanjut dan repetitif dengan

frekuensi aktual serta pada jenis aktivitas yang sedang diukur.

3. Membandingkan kinerja sesuai dengan standar (Compare The Performance

Match With The Standar)


58

Membandingkan kinerja adalah membandingkan hasil yang telah diukur dengan

target atau standar yang telah ditetapkan. Apabila kinerja ini sesuai dengan

standar, manajer berasumsi bahwa segala sesuatunya telah berjalan secara

terkendali. Oleh karena itu, manajer tidak perlu campur tangan secara aktif dalam

organisasi.

4. Mengambil tindakan perbaikan (Take Corrective Action)

Tindakan ini dilakukan manakala kinerja rendah di bawah standar dan analisis

menunjukkan perlunya diambil tindakan. Tindakan perbaikan dapat berupa

mengadakan perubahan terhadap satu atau beberapa aktivitas dalam operasi

organisasi atau terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Controling is the process of measuring performance and taking action to

ensure desired results. Definisi ini menekankan fungsi pengendalian pada penetapan

standar kinerja dan tindakan yang harus dilakukan dalam rangka pencapian kinerja/

tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, manajer di perusahaan perlu

menetapkan kinerja untuk setiap pekerjaan yang akan dilakukan, apakah berkenan

dengan sumberdaya manusia, produksi, pema-saran ataupun bagian lainnya dalam

perusahaan. (Schermerhorn,2002:317)

Harold Koontz and Cyrill O’donell (1972), bahwa pengendalian adalah

berhubungan dengan pembanding kejadian-kejadian dengan rencana-rencana dan

melakukan tindakan-tindakan koreksi yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang

menyimpang. Berdasarkan definisi ini maka azas-azas pengendalian, yaitu :


59

1. Azas tercapainya tujuan (Principle of Assurance of Objective), artinya

pengendalian harus ditujukan kearah tercapainya tujuan yaitu dengan

mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyim-pangan dari

rencana.

2. Azas efisiensi (Principle of Efficiency of Control), artinya pengendalian itu

efisensi, jika dapat menghindari penyimpangan dari rencana, sehingga tidak

menimbulkan hal-hal lain yang diluar dugaan.

3. Azas tanggung jawab pengendalian (Principle of Control Responsibility), artinya

pengendalian hanya dapat dilaksanakan jika manajer bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan rencana

4. Azas pengendalian terhadap masa depan (Principle Future of Control), artinya

pengendalian yang efektif harus ditujukan kearah pencegahan penyimpangan-

penyimpangan yang akan terjadi, baik pada waktu seka-rang maupun pada masa

yang akan datang.

5. Azas pengendalian langsung (Principle of Direct Control), artinya teknik control

yang paling efektif ialah mengusahakan adanya manajer bawahan yang

berkualitas baik. Pengendalian itu dilakukan oleh manajer, atas dasar bahwa

manusia itu sering berbuat salah. Cara yang paling tepat untuk menjamin adanya

pelaksanaan yang sesuai dengan rencana adalah mengusahakan sedapat mungkin

para petugas memiliki kualitas yang baik.

6. Azas refleksi rencana (Principle of Reflection Plans), artinya pengen-dalian harus

disusun dengan baik, sehingga dapat mencerminkan karakter dan susunan rencana
60

7. Azas penyesuaian dengan organisasi (Principle of Organization Suita-bility),

artinya pengendalian harus dilakukan dengan sesuai struktur organisasi. Manajer

dengan bawahannya merupakan sarana utnuk melaksanakan rencana. Dengan

demikian pengendalian yang efektif harus disesuaikan dengan besarnya

wewenang manajer, sehingga mencerminkan struktur organisasi.

8. Azas pengendalian individual (Principle of Individual of Control), artinya

pengendalian dan teknik pengendalian harus sesuai dengan kebutuhan manajer.

Teknik pengendalian harus ditujukan terhadap kebutuhan-kebutuhan akan

informasi setiap manajer. Ruang lingkup informasi yang dibutuhkan itu berbeda

satu sama lain, tergantung pada tingkat dan tugas manajer.

9. Azas standar (Principle of Standard), artinya pengendalian yang efektif dan

efisien memerlukan standar yang tepat yang akan dipergunakan sebagai tolok

ukur pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai.

10. Azas pengendalian terhadap strategis (Principle of Strategic Point Control),

artinya pengendalian yang efektif dan efisien memerlukan adanya perhatian yang

ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam perusahaan.

11. Azas kekecualian (The Exception Principle), artinya efisiensi dalam

pengendalian membutuhkan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor

kekecualian. Kekecualian ini dapat terjadi dalam keadaan tertentu ketika situasi

berubah atau tidak sama.

12. Azas pengendalian fleksibel (Principle of Flexibility of Control), artinya

pengendalian harus luwes untuk menghindari kegagalan pelaksanaan rencana.


61

13. Azas peninjauan kembali (Principle of Review), artinya sistem pengenda-lian

harus ditinjau berkali-kali, agar sistem yang digunakan berguna untuk mencapai

tujuan.

14. Azas tindakan (Principle of Action), artinya pengendalian dapat dilakukan apabila

ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpa-ngan rencana,

organisasi, staffing dan directing.

Glen A.W, Hilton dan Gordon (2000:3), bahwa pengendalian adalah suatu

proses untuk menjamin terciptanya kinerja yang efisien yang memungkinkan

tercapainya tujuan perusahaan. Menurutnya bahwa untuk melakukan pengendalian

kegiatan periodik dalam suatu usaha dari tiap pusat pertanggungjawaban, maka

tahapannya adalah :

1. Compare actual performance for the period with planned goals and standards

2. Prepare a performance report that show an actual result, planned result, and

any difference between the two (i.e., variations above or below planned results)

3. Analyze the variations and the related operations to determine the underlying

causes of the variations

4. Develop alternative causes of action to correct any deficiencies and learn from

the success

5. Make a choice (corrective action) from the set of alternatives and implement it

6. Follow up the appraise the effectiveness of corrective, follow with feed forward

for replanning
62

Usury dan Hammer (1994:5), bahwa pengendalian adalah sebuah usaha

sistematik dari manajemen untuk mencapai tujuan dengan memban-dingkan kinerja

dengan rencana awal kemudian melakukan langkah perbaikan terhadap perbedaan-

perbedaan penting dari keduanya. Ini berarti bahwa pengendalian yang baik itu

haruslah dapat meningkatkan akunta-bilitas, merangsang kepatuhan pada kebijakan,

rencana, prosedur, peraturan dan ketentuan yang berlaku, melindungi asset organisasi

dan pencapian kegiatan yang ekonomis dan efisien.

Robbins dan Culter (2010:182) bahwa pengendalian sebagai suatu proses

memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut

diselesaikan sebagaimana telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap

penyimpangan yang berarti. Ini berarti bahwa peman-tauan itu bertujuan untuk

melihat dari dekat apa-apa saja yang telah dilaksanakan dan akan dilaksanakan.

Stoner, Freeman dan Gilbert dalam Husaini (2012:534), bahwa pengendalian

sebagai suatu proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan

aktivitas yang direncanakan. Pengendalian dapat membantu manajer memonitor

keefektifan aktivitas perencanaan, pengorganisasian dan kepemimpinan. Sedangkan

bagian terpenting dari proses pengendalian adalah mengambil tindakan korektif yang

diperlukan.

Selanjutnya menurut R. L. Daft (2002 : 227), bahwa pengendalian adalah

suatu proses pengaturan aktivitas-aktivitas organisasi secara sistematis, agar

konsisten dengan ekspektasi yang terdapat dalam rencana, target dan standar kinerja.
63

D.S. Sherwin (1996:613) bahwa inti dari pada pengendalian adalah tindakan

yang menyesuaikan operasi dengan standar yang telah ditetapkan dan dasarnya

adalah informasi yang dimiliki manajer. Jadi pengendalian yang efektif memerlukan

informasi mengenai standar kinerja dan kinerja aktual, serta tindakan yang diambil

untuk mengoreksi setiap penyimpangan dari standar.

Mamduh, M. H. (1997:446), bahwa manajemen memerlukan pengendalian

yang efektif. Pengendalian untuk memastikan bahwa kegiatan berjalan sesuai dengan

yang direncanakan. Pengendalian yang baik memerlukan perencanaan, perencanaan

yang baik memerlukan pengendalian. Jadi pengendalian adalah usaha sistematik

untuk menetapkan standar prestasi tertentu dengan merencanakan mendesain sistem

umpan balik informasi, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan standar

prestasi, menentukan apakah terjadi penyimpangan dan mengukur apakah penyim-

pangan itu berarti (signifikan) dan melakukan perbaikan yang diperlukan untuk

memastikan bahwa semua sumberdaya perusahaan digunakan dengan cara yang

paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Definisi ini cukup luas

dan mencakup beberapa hal :

1. Adanya standar prestasi

2. Adanya usaha perbandingan hasil yang diperoleh dengan rencana

3. Menentukan apakah terjadi penyimpangan atau tidak

4. Melakukan perbaikan

Peraturan pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian

dan Evaluasi Rencana Pembangunan, bahwa pengendalian adalah serangkaian


64

kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk men-jamin agar suatu program atau

kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Pengertian ini

menguatkan pemerintah sebagai regulator dan tentunya memiliki landasan

kewenangan terhadap pengen-dalian. Adapun landasan kewenangan yang dimiliki

pemerintah dalam pengendalian adalah :

1. Bundles of rights (hak atas lahan). Kewenangan untuk mengatur hak atas lahan,

hubungan hukum antara orang/ badan dengan lahan dan perbuatan hukum

mengenai lahan.

2. Police power (pengaturan kewenangan). Kewenangan menerapkan pera-turan

hukum (pengaturan, pengawasan dan pengendalian pembangunan diatas lahan

maupun kegiatan manusia yang menghuninya) untuk menja-min kesehatan

umum, keselamatan, moral dan kesejahteraan. Seringkali dianggap sebagai

“limitation of private property/ individual rights”.

3. Emitent domain (pencabutan hak atas lahan). Kewenangnan tindakan mengambil

alih atau mencabut hak atas lahan di dalam batas kewena-ngannya dengan

kompensasi seperlunya dengan alasan untuk kepen-tingan umum.

4. Taxation. Kewenangan mengenakan beban atau pungutan yang dilandasi

kewajiban hukum terhadap perorangan/kelompok atau pemilik lahan untuk tujuan

kepentingan umum.

5. Spending power (government expenditure). Kewenangan membelan-jakan dana

publik untuk kepentingan umum.


65

Peraturan Kepala Badan BKPM Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2013

tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, bahwa

pengendalian pelaksanaan penanaman modal (PMA dan PMDN) adalah

melaksanakan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

penanaman modal (PMA dan PMDN) sesuai dengan hak, kewajiban dan

tanggungjawab penanaman modal serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengertian pengendalian ini meliputi :

1. Pemantauan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memantau perkembangan

pelaksanaan kegiatan penanaman modal yang telah mendapat Pendaftaran

Penanaman Modal dan/atau Izin Prinsip Penana-man Modal dan/ atau Surat

Persetujuan Penanaman Modal dan/ atau Izin Usaha dan melakukan evaluasi atas

pelaksanaannya.

2. Pembinaan, yaitu kegiatan bimbingan kepada penanam modal untuk

merealisasikan penanaman modalnya dan fasilitasi penyelesaian

masalah/hambatan atas pelaksanaan kegiatan penanaman modal.

3. Pengawasan adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan guna mencegah dan

mengurangi terjadinya penyimpangan atas pelaksanaan penanaman modal serta

pengenaan sanksi terhadap pelanggaran/ penyimpangan atas ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Adapun tujuan dari pada pengendalian penanaman modal adalah memperoleh

data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi masalah dan hambatan

yang dihadapi oleh perusahaan, melakukan bimbingan dan fasilitas penyelesaian


66

masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan serta melakukan pengawasan

pelaksanaan penanaman modal, penggunaan fasilitas fiskal dan melakukan tindak

lanjut atas hasil pemeriksanan lapangan terhadap perusahaan.Kemudian sasaran dari

pada pengendalian penanaman modal adalah tercapainya realisasi penanaman modal

sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Jenis-Jenis Dan Model Pengendalian

Hasibuan (2011:244), bahwa didalan sistem pengendalian maka ada beberapa

jenis pengendalian, yaitu :

1. Pengendalian karyawan (personnel control), yaitu pengendalian yang ditujukan

kepada hal-hal yang ada hubungannya dengan kegiatan karyawan. Misalnya

apakah karyawan berkerja sesuai dengan rencana, perintah, tata kerja, disiplin,

absensi dan sebagainya.

2. Pengendalian keuangan (financial control), yaitu pengendalian yang ditujukan

kapada hal-hal yang menyangkut keuangan, tentang pemasu-kan dan pengeluaran,

biaya-biaya perusahaan termasuk pengendalian anggarannya.

3. Pengendalian produksi (production control), yaitu pengendalian yang ditujukan

untuk mengetahui kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan, apakah sesuai

dengan standar atau rencananya.

4. Pengendalian waktu (time control), yaitu pengendalian yang ditujuakan kepada

penggunaan waktu, artinya apakah waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan

sesuai atau tidak dengan rencana.


67

5. Pengendalian teknis (technical control), yaitu pengendalian yang dituju-kan

kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang berhubungan dengan tindakan dan teknis

pelaksanaan.

6. Pengendalian kebijaksanaan (policy control), yaitu pengendalian yang ditujukan

untuk mengetahui dan menilai, apakah kebijaksanaan-kebijak-sanaan organisasi

telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah digariskan.

7. Pengendalian penjualan (sales control), yaitu pengendalian yang ditujukan untuk

mengetahui, apakah produksi atau jasa yang dihasilkan terjual sesuai dengan

target yang ditetapkan.

8. Pengendalian inventaris (inventory control), yaitu pengendalian yang ditujukan

untuk mengetahui, apakah inventaris perushaan masih ada semuanya atau ada

yang hilang.

9. Pengendalian pemeliharaan (maintenance control), yaitu pengendalian yang

ditujukan untuk mengetahui, apakah semua inventaris perusahaan dan kantor

dipelihara dengan baik atau tidak dan jika ada yang rusak apa kerusakannya, apa

masih dapat diperbaiki atau tidak.

Soeharto (1995:286), bahwa jenis pengendalian di dalam perusahaan terdiri

dari:

1. Pengendalian biaya. Pengendalian biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya per-

area, seperti biaya kantor pusat dan lapangan atau biaya jenis pekerjaan, seperti

biaya engineering, pembelian dan konstruksi.


68

2. Pengendalian penggunaan jam-orang. Sama halnya dengan anggaran biaya,

pengendalian penggunaan jam-orang dapat dikelompokkan menjadi pengendalian

penggunaan per-area atau per jenis pekerjaan

3. Pengendalian waktu. Dalam hal ini obyek pengendalian amat ekstensif.

Hendaknya dipilih jadwal pekerjaan yang bersifat kritis. Pertama-tama

perencanaan penyusunan jadwal induk, selanjutnya diperinci menjadi komponen-

komponennya yang bersifat kritis yaitu, milestone. Jumlah milestone tergantung

dari jenis proyek dan pertimbangan pengelola proyek. Masing masing kegiatan

seperti engineering, pengadaan material dan konstruksi mempunyai kegiatan yang

bersifat kritis dan dapat dijadikan milestone.

4. Pengendalian kinerja dan produktivitas. Memantau dan mengendalikan biaya atau

jadwal secara terpisah tidak dapat memberikan penjelasan perihal kinerja suatu

pekerjaan pada saat pelaporan. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-

hal demikian, maka dalam kegiatan pengen-dalian proyek diperlukan pula

pemantauan dan analisis kinerja pekerjaan pada saat pelaporan.

5. Pengendalian prosedur. Pengendalian ini bermaksud mengkaji apakah kegiatan

telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang ada. Jadi yang

dilihat bukan saja pencapaian sasaran proyek tetapi juga diteliti apakah cara-cara

mencapainya telah mengikuti prosedur dan pera-turan yang berlaku secara efisien.

Kegiatan ini dikenal sebagai audit.

Mulyadi (2007: 95), bahwa terdapat jenis-jenis pengendalian dalam

manajemen, yaitu:
69

1. Pengendalian pencegahan (preventive controls). Pengendalian pencegahan

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya suatu kesalahan. Pengendalian ini

dirancang untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan sebelum kejadian itu

terjadi. Pengendalian pencegahan berjalan efektif apabila fungsi atau personil

melaksanakan perannya. Pengendalian pencegahan jauh lebih murah biayanya

dari pada pengendalian pendeteksian

2. Pengendalian deteksi (Detective Controls). Sesuai dengan namanya pengendalian

deteksi dimaksudkan untuk mendeteksi suatu kesalahan yang telah terjadi.

Pengendalian deteksi biasanya lebih mahal dari pada pengendalian pencegahan,

namun tetap dibutuhkan dengan alasan bahwa pengendalian deteksi dapat

mengukur efektivitas pengendalian pencegahan. Kemudian, beberapa kesalahan

tidak dapat secara efektif dikendalikan melalui sistem pengendalian pencegahan

sehingga harus ditangani dengan pengendalian deteksi. Pengendalian deteksi

meliputi review dan pembandingan seperti catatan kinerja dengan pengecekan

independen atas kinerja.

3. Pengendalian Koreksi (Corrective Controls). Pengendalian koreksi melakukan

koreksi masalah-masalah yang teridentifikasi oleh pengendalian deteksi.

Tujuannya adalah agar supaya kesalahan yang telah terjadi tidak terulang

kembali.

4. Pengendalian pengarahan (Directive Controls). Pengendalian pengara-han adalah

pengendalian yang dilakukan saat kegiatan sedang berlang-sung dengan tujuan

agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan atau ketentuan yang berlaku.
70

5. Pengendalian pengganti (Compensating Controls). Pengendalian peng-ganti

dimaksudkan untuk memperkuat pengendalian karena terabaikan-nya suatu

aktivitas pengendalian.

Wilkinson dalam Mulyadi (2007:190), bahwa ada enam jenis pengendalian

intern, yaitu :

1. Pengendalian organisasi. Pengendalian ini dapat tercapai apabila ada pemisahan

tanggung jawab yang tegas. Pemisahan ini dapat berupa pemisahan tugas dan

tanggung jawab diantara departemen dan didalam departemen pemrosesan data,

yaitu pemisahan diantara fungsi-fungsi bagian pengontrol data dan bagian

pemrograman dan pengembangan sistem. Pemisahan tugas dan tanggung jawab

tersebut berupa : (a) Pemisahan tugas dan devisi, (b) pemisahan tugas dan

tanggung jawab didalan fungsi sistem informasi.

2. Pengendalian dokumentasi. Dokumentasi dianggap sebagai materi tertulis atau

sesuatu yang menyediakan informasi tentang suatu subjek. Semua elemen sistem

informasi bersama-sama dengan organisasi dan kebijakan perusahaan yang

terkait dengannya harus didokumentasikan. Dokumen yang lengkap dan dapat

dimengerti dapat membantu dalam pelaksanaan pengendalian.

3. Pengendalian perangkat keras. Pengendalian ini merupakan yang sudah dipasang

didalam computer oleh pabrik pembuatnya. Pengendalian perangkat keras yang

biasanya digunakan adalah pengecekan baca sesudah tulis untuk memeriksa

kecermatan data yang ditulis para penyimpan pita magnetic atau disk magnetic.
71

4. Pengendalian pengamanan. Bila pengendalian ini tidak dilakukan maka akan

mengakibatkan turunnya operasi kegiatan, membahayakan sistem, menurunnya

pelayanan kepada pelanggan dan hilangnya harta kekayaan perusahaan. Teknik

pengendalian diterapkan pada kekayaan fisik, fasilitas perangkat keras dan data

penegendalian tersebut.

5. Pengendalian praktek manajemen. Pengendalian prosedur manajemen

memudahkan dalam pencapaian suatu sasaran. Pengendalian prosedur ini terdiri

dari prosedur untuk perubahan, pengembangan sistem baru.

6. Pengendalian transaksi. Pengendalian transaksi terbagi tiga, yaitu : (a)

Pengendalian masukan, tugasnya untuk meyakinkan bahwa data tran-saksi yang

valid telah lengkap, terkumpul semuanya serta bebas dari kesalahan dilakukan

proses pengolahan, (b) Pengendalian pemrosesan. Tujuan dari pengendalian

pengolahan ini adalah untuk mencegah kesalahan-kesalahan yang terjadi selama

proses pengolahan data yang dilakukan setelah data dimasukkan ke komputer dan

(c) Pengendalian keluaran. Keluaran yang dihasilkan oleh sistem informasi harus

lengkap, terpercaya dan disampaikan kepada pemakai yang berkepentingan.

Robbins dan Coulter (2010:190) bahwa model-model dari pada pengendalian

adalah :

1. Pengendalian feedforward. Model ini mencegah masalah karena pengen-dalian

dilakukan sebelum aktivitas sebenarnya. Kunci dari pengendalian feedforward

adalah mengambil tindakan manajerial sebelum terjadi masalah. Dengan begitu,


72

masalah dapat dicegah dan bukan memper-baiki setelah timbul kerusakan. Pada

pengendalian ini, sangat dibutuhkan informasi yang akurat.

2. Pengendalian Concurrent. Pengendalian ini dilakukan selama aktivitas pekerjaan

berlangsung. Disini semua manajer dapat mengambil manfaat dari pengendalian

concurrent karena model pengendalian ini membantu memperbaiki kesalahan

sebelum menjadi lebih memakan biaya.

3. Pengendalian feedback. Ini merupakan model pengendalian paling popular.

Pengendalian feedback dilakukan setelah aktivitas dilakukan. Keunggulan

pengendalian ini (i) memberikan informasi yang berarti bagi manajer mengenai

keefektifan usaha perencanaan yang mereka lakukan, (ii) dapat meningkatkan

motivasi.

R. L. Daft (2002: 226), bahwa fokus pengendalian organisasi adalah

merupakan tipe/model pengendalian, yang secara formal dinamakan :

1. Pengendalian antisipatif. Pengendalian yang berupaya mengidentifikasi dan

mencegah penyimpangan sebelum penyimpangan terjadi. Pengendalian antisipatif

berfokus pada manusia, bahan baku dan sumber daya keuangan yang mengalir ke

dalam organisasi. Tujuannya adalah memastikan agar kualitas input cukup tinggi

untuk mencegah timbulnya masalah ketika organisasi mengerjakan tugas-

tugasnya.

2. Pengendalian bersama. Pengendalian yang memantau aktivitas berjalan karyawan

untuk memastikan aktivitas tersebut konsisten dengan standar kualitas.

Pengendalian bersama menilai aktivitas-aktivitas kerja berjalan, berbasis standar


73

kinerja dan melibatkan aturan-aturan dan regulasi sebagai pedoman untuk tugas

dan prilaku karyawan. Pengendalian bersama bertujuan untuk memastikan bahwa

aktivitas kerja memberikan hasil yang tepat. Pengendalian bersama meliputi self-

control, dimana karyawan menerapkan pengendalian bersama atas prilaku mereka

sendiri.

3. Pengendalian umpan balik. Pengendalian ini disebut juga pengendalian setelah

kejadian. Pengendalian umpan balik berfokus pada output organisasi, khususnya

kualitas dari produk atau jasa akhir. Sekaligus untuk melihat hasil akhir dari yang

dihasilkan.

Tipe-Tipe Pengendalian

1. Pengendalian proyek

Pengendalian proyek sangat diperlukan agar kejadian-kejadian yang menghambat

tercapainya tujuan proyek dapat segera diselesaikan dengan baik. Soeharto

(1995:122), bahwa pengendalain proyek yang efektif, ditandai oleh hal-hal

berikut : (i) tepat waktu dan peka terhadap penyimpangan, (ii) bentuk tindakan

yang diadakan tepat dan benar, (iii) terpusat pada masalah atau titik yang sifatnya

strategis, dilihat dari segi penyelenggaraan proyek, (iv) mampu mengetengahkan

dan mengkomu-nikasikan masalah dan penemuan dan (v) kegiatan pengendalian

tidak lebih dari yang diperlukan.

2. Pengendalian mutu

Untuk mencapai tujuan persyaratan mutu secara efektif dan ekonomis, tidak

hanya diperlukan pemeriksaan di tahap akhir sebelum diserah-terimakan kepada


74

pemilik proyek, tetapi juga diperlukan serangkaian tindakan sepanjang siklus

proyek mulai dari penyusunan program, perencanaan, pengawasan, pemeriksaan

dan pengendalian mutu. Husaini (2013:543) bahwa mutu ialah produk dan jasa

yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dan memuaskan

pelanggan.

3. Pengendalian keuangan

Robbins dan Coulter (2010:193), bahwa setiap bisnis ingin mendapat laba. Untuk

mencpai tujuan ini, manajer memerlukan pengendalian keuangan. Manajer yang

mengukur pengendalian keuangan memasuk-kan analisis rasio dan analisis

anggaran. Anggaran merupakan perangkat perencanaan dan pengendalian.

4. Pengendalian informasi

Selanjutnya Robbins dan Coulter (2010:195), bahwa pengendalian informasi

dilakukan manajer karena manajer membutuhkan informasi yang benar saat yang

tepat dan dalam jumlah yang tepat untuk mengawasi dan mengukur aktivitas dan

kinerja organisasi.

Tujuan dan Manfaat Pengendalian

Husaini (2013:535), bahwa tujuan dari pada pengendalian adalah sebagai

berikut :

1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewe-ngan,

pemborosan, hambatan dan ketidakadilan

2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewe-ngan,

pemborosan, hambatan dan ketidakadilan


75

3. Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik

4. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akunta-bilitas

organisasi

5. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi

6. Meningkatkan kinerja organisasi

7. Memberikan opini atas kinerja organisasi

8. Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah

pencapaian kinerja yang ada

9. Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih

Adapun manfaat pengendalian adalah untuk meningkatkan akunta-bilitas dan

keterbukaan. Pengendalian pada dasarnya menekankan langkah-langkah pembenahan

atau koreksi yang objektif jika terjadi perbedaan atau penyimpangan antara

pelaksanaan dengan perencanaannya. (Husaini, 2013:535).

Proses dan Cara Pengendalian

Hasibuan (2011:245), bahwa dalam proses pengendalian, terdapat langkah-

langkah yang dilakukan secara bertahap, yaitu :

1. Menentukan standar-standar yang akan digunakan dasar pengendalian

2. Mengukur pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan penyimpangan

jika ada.

3. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan

penyimpangan jika ada


76

4. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan

tujuan sesuai dengan rencana

Selanjutnya Hasibuan (2011:245), bahwa cara-cara pengendalian ini

dilakukan sebagai berikut :

1. Pengendalian langsung, adalah pengendalian yang dilakukan sendiri secara

langsung oleh manajer. Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan

untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasil-hasilnya sesuai

dengan yang dikehendaki.

2. Pengendalian tidak langsung, adalah pengendalian jarak jauh. Artinya dengan

melalui laporan yang diberikan oleh bawahan. Laporan ini dapat berupa lisan atau

tulisan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang telah dicapai.

3. Pengendalian berdasarkan kekecualian, adalah pengendalian yang dikhususkan

untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang

diharapkan. Pengendalian semacam ini dilakukan dengan cara kombinasi

langsung dan tidak langsung oleh manajer.

Robbins dan Coulter (2010:184), bahwa proses pengendalian adalah proses

tiga tahap, yaitu :

1. Tahap 1: Pengukuran

Untuk menentukan apakah kinerja aktual itu, pertama-tama seorang manajer

harus mendapat informasi tentang hal tersebut. Dengan demikian, tahap pertama

dalam pengendalian adalah pengukuran melalui pendekatan observasi pribadi,


77

laporan statistik, laporan lisan dan laporan tertulis. Kebanyakan manajer

menggunakan kombinasi dari pendekatan-pendekatan ini.

2. Tahap 2: Perbandingan

Langkah perbandingan menentukan variasi antara kinerja aktual dan standar.

Meski variasi kinerja sudah dapat diduga dalam semua aktivitas, perlu ditentukan

batasan variasi yang dapat diterima.

3. Tahap 3: Mengambil tindakan manajerial

Manajer dapat memilih dari tiga kemungkinan tindakan: tidak melakukan apa-

apa, memperbaiki kinerja aktual atau merevisi standar.

Agar supaya didalam proses pengendalian menjadi efektif maka pengendalian

memerlukan elemen-elemen. Siswanto (2011:142), bahwa dalam setiap pengendalian

maka terdapat empat element pokok yang satu sama lain berlangsung dalam urutan

yang kronologis dan kontyinu serta diantara keempat elemen pokok tersebut

berhubungan. Keempat elemen pokok pengendalian yang dimaksud adalah :

1. Kondisi atau karakteristik yang dikendalikan

2. Instrumen atau metode sensor untuk mengukur kondisi atau karakteristik yang

dikendalikan

3. Kelompok, unit atau instrument kendali yang akan membandingkan data yang

diukur dengan pekerjaan yang direncanakan dan mengarahkan mekanisme

perbaikan untuk memenuhi kebutuhan

4. Kelompok atau mekanisme yang bergerak dan mampu mengadakan inovasi dalam

sistem operasi.
78

Ilustrasi siklus hubungan diantara keempat elemen pokok pengendalian dapat

dilihat pada gambar 2.8.

(1)
Sistem
Kondisi atau (2)
Operasi karakteristik
yang Sensor
Dikendalikan

(4) (3)
Kelompok Unit
Penggerak Pengendalian

Gambar 2.8 Hubungan Siklus Keempat Elemen Pokok Pengendalian

Hasibuan (2011:248), bahwa adapun alat-alat pengendalian yang dapat

dipergunakan suatu perusahaan atau organisasi adalah:

1. Budget. Budget adalah suatu ikhtisar hasil yang akan diharapkan dari pengeluaran

yang disediakan untuk mencapai hasil tersebut.

2. Pengendalian budget dapat diketahui, apakah hasil yang diharapkan dari

penerimaan atau pengeluaran itu sesuai dengfan yang diinginkan atau tidak. Hal

ini dapat diketahui dengan cara membandingkannya dengan budget, karena

dalam budget telah ditekankan jumlah penerimaan, jumlah pengeluaran dan hasil

yang akan diperoleh untuk masa yang akan datang. Tipe-tipe budget adalah

sales budget, production budget,


79

cost production budget, step budget, purchasing budget, labor budget dan cash

and financial budget serta master budget.

3. Non-Budget. Alat pengendalian non-budget yaitu (i) personal observation, (ii)

report, (iii) financial statement, (iv) statistic, (v) break even point dan (vi)

internal audit.

Penanaman Modal

Ensiklopedia Indonesia dalam Salim dan Sutrisno (2008), bahwa investasi

diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam proses produksi (dengan

pembelian gedung-gedung, permesinan, bahan cadangan, penyelenggaraan uang kas

serta perkembangannya). Penanaman modal yang dilaksanakan dapat bersifat jangka

panjang dan jangka pendek dengan berbagai bentuk penanaman modal yang

dilakukan. Dengan demikian, cadangan modal barang diperbesar sejauh tidak ada

modal barang yang harus diganti.

Investasi disebut juga penananaman modal (selanjutnya ditulis penanaman

modal) adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan

keuangan dan ekonomi. Istilah ini berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva

dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan.

Penanaman modal adalah untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki, biasanya

berjangka panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan

datang sebagai konpensasi secara professional atas penundaan konsumsi, dampak

inflasi dan resiko yang ditanggung. Keputusan melaksanakan penanaman modal


80

dapat dilakukan oleh individu dan penanaman modal tersebut dapat berupa gains/

loos dan yield.

Penanaman modal dapat dilakukan dalam bentuk penanaman modal pada

aspek fisik (real asset) dan penanaman modal pada asset finansial (financial asset).

Aset fisik adalah asset yang mempunyai wujud secara fisik, sedangkan asset finansial

adalah surat-surat berharga yang pada umumnya adalah klaim atau aktiva riel dari

suatu entitas.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

masyarakat adalah dengan cara melakukan penanaman modal, seperti membangun

proyek prasarana atau sarana produksi. Hal ini disebabkan penanaman modal yang

sehat ditopang oleh prinsip-prinsip ekonomi univer-sal akan mendorong kegiatan di

segala bidang, seperti tersedianya lapangan kerja, menambah produk di pasaran,

menaikkan tingkat penghasilan dan lain-lain. Penanaman modal dapat dilakukan oleh

swasta maupun negara dengan motif keuntungan finansial ataupun non-finansial.

Penanaman modal adalah suatu bentuk pengeluaran penanam modal untuk

membeli barang-barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk

menambah kemampuan produksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam

perekonomian. Jadi sebuah pengeluaran dapat dikatakan sebagai penanaman modal

jika ditujukan untuk meningkatkan kemapuan produksi.

Penanaman modal merupakan hal penting dalam perekonomian. Ini berarti

bahwa penanaman modal mempunyai peranan yang sangat penting dalam

pembangunan ekonomi, walaupun penanaman modal bukan satu-satunya komponen


81

pertumbuhan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi, penanaman modal

mempunyai peranan penting, yaitu untuk peran jangka pendek berpengaruh terhadap

permintaan agregat yang akan mendorong meningkatnya output dan kesempatan kerja

dan efeknya terhadap pembentukan capital. Dalam jangka panjang, penanaman modal

akan meningkatkan potensi output dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara

berkelanjutan.

Pertimbangan sehingga penanam modal melakukan penanaman modal adalah

keuntungan. Penanam modal bisa memperkirakan keuntungan dengan berbagai

pendekatan present value, net present value, internal return to rate. Dengan

demikian, penanam modal akan mengkalkulasi expected risk dan expected profitnya.

Penanaman modal adalah merupakan tindakan pengeluaran atau pembelanjaan

untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk

menambah kemampuan memproduksi barang-barang modal yang lama yang telah aus

dan perlu didepresikan. Penambahan jumlah barang ini, memungkinkan

perekonomian tersebut menghasil-kan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang

akan datang.

Dalam prakteknya, dalam usaha mencatat penanaman modal yang dilakukan

dalam satu tahun tertentu yang digolongkan sebagai penanaman modal meliputi

pembelian dan pembelanjaan serta pertambahan. Pembelian berbagai jenis barang

modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai

jenis industri dan perusahaan. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat

tinggal, bangunan, kantor, bangunan pabrik dan bangunan lainnya. Pertambahan nilai
82

stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam

proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.

Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, bahwa

penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh

penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha

di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal diselenggarakan

berdasarkan kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang sama dan

tidak membedakan asal negara, kebersamaan efesiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan

ekonomi nasional. Adapun tujuan penanaman modal adalah meningkatkan

pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan ekonomi

berkelanjutan, meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional,

meningkatkan kapasitas kemampuan teknologi nasional, mendorong pengembangan

ekonomi kerakyatan, mengelola ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi rill

dengan menggunakan dana berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri

dan meningkatkan kesejah-teraan rakyat.

Peraturan Kepala BKPM republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 tentang

pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman modal, bahwa setiap

penanaman modal berhak mendapatkan (i) kepastian hak, hukum dan perlindungan,

(ii) informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya, (iii) hak

pelayanan dan (iv) berbagai bentuk fasilitas fiskal kemudahan sesuai dengan

ketentuan peraturan yang berlaku.


83

Pada peraturan ini juga mencantumkan kewajibak penanam modal (i)

meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelaihan

kerja sesuai dengan ketentuan paraturan perundang – undangan, (ii) menyelenggrakan

pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia

sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi perusahaan yang

memperkerjakan tenaga kerja asing, (iii) menerapkan prinsip tata kelola perusahaan

yang baik, (iv) melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, (v) menyampaikan

LKPM, (vi) menyampaikan laporan realisasi importasi mesin dan/ atau barang dan

bahan, dan (vii) menyampaikan laporan realisasi importasi berdasarkan API serta

(viii) menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha

penanaman modal.

Adapun tanggung jawab dari pada penanam modal adalah menjamin

tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang – undangan, menanggung dan menyelesaikan segala

kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau menelantarkan

kegiatan usahanya, menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah

praktek monopoli dan hal lain yang merugikan negara. Selanjutnya menjaga

kelestarian lingkungan hidup dan menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan

dan kesejahteraan pekerja serta mematuhi semua ketentuan peraturan perundang –

undangan.

Alfred W. S dan D. C. Haque (1984), bahwa penanaman modal adalah

keputusan penting dalam rangka usaha menciptakan lapangan kerja, baik langsung
84

maupun tidak langsung, melalui efek multiplier. Apa yang diinginkan dalam

penanaman modal adalah pembelian pabrik-pabrik, industri-industri, mesin-mesin

baru dan lain-lain sebagainya.

Simarmata (1984), bahwa penanaman modal adalah menggunakan uang bagi

peningkatan kapasitas sistem produksi dalam bentuk mesin-mesin dan peralatan,

pabrik/gedung atau tanah untuk kebutuhan tersebut. Ini berarti bahwa dalam

penanaman modal harus konsisten dengan perhitungan berupa barang modal,

bangunan/konstruksi, maupun persediaan barang jadi yang masih baru.

Winardi (1988), bahwa penanaman modal berarti pembelian barang-barang

penanaman modal (misalnya bangunan-bangunan dan sebagainya) yang dihasilkan

selama tahun berjalan. Jadi dalam penanaman modal, tidak termasuk; (i) transfer

finansial, misalnya pembelian saham-saham dan obligasi-obligasi, (ii) transfer aktiva

nyata (real asset) yang dihasilkan tahun-tahun yang lampau melalui pembelian atau

penjualan.

N. G. Mankiw (2004), bahwa penanaman modal mengacu pada pembelian

barang modal baru, seperti peralatan atau gedung. Pembelian barang modal baru

dapat dilakukan dengan mendapat pinjaman dari bank atau menjual saham dan

menggunakannya untuk membuat pabrik baru. Ini menunjukkan bahwa tabungan dan

investasi adalah sama untuk pereko-nomian secara keseluruhan.

Murdifin dan Salim (2003), bahwa penanaman modal aktivitas yang

berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk

mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan
85

dihasilkan aliran produk baru dimasa yang akan datang. Dalam definisi ini,

penanaman modal dikonstruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk; (i) penarikan

sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal dan (ii) barang modal

itu akan dihasilkan produk baru.

K. Achmad (1996), bahwa penanaman modal adalah menempatkan uang atau

dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas

uang atau dana tersebut. Penanaman modal difokuskan pada penempatan uang atau

dana dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Ini erat kaitannya dengan

penanaman modal dibidang pasar modal.

Suherman, R. ( 2011:84) bahwa penanaman modal bukanlah semata-mata

berarti suatu pembelian saham dan sebagainya. Penanaman modal dihasilkan dari

sutau proses produksi dan bukannya dari hanya sesuatu proses jual beli. Terdapat tiga

macam pengeluaran untuk penanaman modal, yaitu untuk keperluan (i) konstruksi,

(ii) rehabilitasi atau perbaikan dan (iii) ekspansi atau perluasan. Selanjutnya menurut

jenisnya, penanaman modal terdiri dari tiga kategori, yakni ; (i) stok barang modal

bisnis, (ii) pembangu-nan rumah tempat tinggal dan (iii) perubahan persediaan.

Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, bahwa

penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha diwilayah

negara Republik Indonesia.


86

E. Kebijakan Penanaman Modal

1. Penanaman Modal Asing (PMA)

PMA di Indonesia merupakan pelengkap modal dalam pelaksanaan

pembangunan, dengan demikian PMA memberi manfaat dalam membantu

penyuksesan pelaksanaan pembangunan. Penggunaan modal asing telah umum

didunia bagi setiap negara yang melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu, PMA

mempunyai peran penting sebagai sumber penggerak pembangunan ekonomi dalam

suatu negara asal didukung oleh stabilitas politik dan sosial, kepastian hukum dan

kebijakan ekonomi yang kondusif terhadap kegiatan bisnis didalam negeri.

Dengan disepakatinya General Agreement on Tarif and Trade (GAAT) di

Urugay Arround tahun 1994 dan kemudian menjadi World Trade Organization

(WTO), dapat dikatakan merupakan cikal awal terjadinya arus penanaman modal

secara besar-besaran antar negara berkembang yang kemudian terkenal dengan

sebutan era-globalisasi. Salah satu hal yang berkaitan dengan kesepakatan GATT -

WTO yang dimaksud yaitu mengenai perdagangan penanaman modal yang disebut

dengan Trade Investment Measure (TRIMs). Dalam TRIMs tersebut ditentukan

bahwa setiap negara penandatangan persetujuan TRIMs tidak boleh membedakan

antara modal dalam negeri dengan modal asing. Hal ini berarti bahwa undang-undang

penanaman modal setiap negara peserta tidak boleh lagi membedakan adanya modal

asing dan modal dalam negeri.


87

G. Kartasapoetra dan kawan-kawan (1985:84), bahwa peran PMA terhadap

pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci, sebagai berikut :

1. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang

berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan

ekonomi.

2. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur

produksi dan perdagangan.

3. Modal asing dapat berperan penting dalam mobilisasi dana maupun trasformasi

structural.

4. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah peruba-han

structural benar-benar terjadi meskipun modal asing dimasa selanjut-nya lebih

produktif.

5. Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun

industry-industry berat dan industry strategis, adanya modal asing akan sangat

membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabrik baja, alat-alat mesin dan lain-

lain.

Undang-undang Nomor 11 tahun 1970 tentang perubahan dan tambahan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA, bahwa pengertian penanaman

modal asing di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi modal asing secara

langsung yang dilakukan menurut atau ber-dasarkan ketentuan-ketentuan undang-

undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam

arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal
88

tersebut. Pengertian modal asing dalam undang-undang ini ialah alat pembayaran luar

negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan

persetujuannya pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusa-haan Indonesia.

Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009, bahwa PMA adalah kegiatan

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang

dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 mangatakan bahwa PMA adalah

kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal

asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Kemudian berdasarkan Peraturan kepala BKPM republik Indonesia Nomor 5 Tahun

2013 tentang pedoman dan tata cara perizinan dan nonperizinan penanaman modal,

bahwa total nilai penanaman modal lebih besar dari sepuluh millyar rupiah atau nilai

setara dalam satuan US Dollar, diluar tanah dan bangunan. Nilai modal ditempatkan

sama dengan modal disetor sekurang – kurangnya sebesar dua milyar lima ratus juta

rupiah atau nilai setaranya dalam satuan US Dollar. Penyertaan dalam modal

perseroan, untuk masing – masing pemegang saham sekurang – kurangnya sepuluh

milyar rupiah atau nilai setaranya dalam satua US Dollar dan persentase kepemilikan

saham dihitung berdasarkan nilai nominal saham.

Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 yang mengatur

mengenai PMA di kawasan Indonesia bagian timur mengenai pemberian pembebasan


89

dan penundaan pajak bumi dan bangunan. Perkem-bangan lain dibidang PMA adalah

dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahu 1994 yang

memberikan kemungkinan bagi penanam modal asing untuk memiliki seratus persen

saham dari perusahaan asing serta berpeluang untuk berusaha pada bidang-bidang

yang sebelum-nya tertutup dalam Daftar Negaif Investasi (DNI). Pada tahun 1998,

DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun 1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun

1998. Kemudian kedua keppres tersebut diubah dengan Keppres Nomor 96 Tahun

2000 dan selanjutnya mengalami perubahan lagi dengan dikeluarkan-nya Keppres

Nomor 118 Tahun 2000 dan selanjutnya mengalami perubahan lagi dengan

dikeluarkannya Keppres Nomor 36 tahun 2010.

Usaha pemerintah Indonesia untuk menarik penanam modal asing untuk

menanamkan modalnya di Indonesia di mulai dengan memberikan kelonggaran dan

kemudahan bagi PMA, termasuk didalamnya azas kepastian hukum. Penyesuaian

dengan perkembangan ere globalisasi dan tidak adanya perlakuan diskriminasi serta

berlakunya pasar bebas di Asia Tenggara.

Mengenai penggunaan tanah, maka Undang-undang Nomor 25 tahun 2007

mengatakan bahwa PMA diberikan hak pakai selama 70 tahun dengan cara dapat

diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 tahun dan dapat diperbaharui

selama 25 tahun. Untuk hak guna usaha, dapat diberikan selama 95 tahun dengan cara

dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 tahun dan dapat

diperbaharui selama 35 tahun. Selanjutnya untuk hak guna bangunan, dapat diberikan
90

selama 80 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang 50 tahun dan dapat

diper-baharui selama 30 tahun.

Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 mengatakan bahwa perusa-haan PMA

mendapatkan fasilitas, kelonggaran maupun keringanan, yaitu :

1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu

terhadap jumlah penanam modal yang dilakukan dalam waktu tertentu.

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas import barang modal, mesin, atau

peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat di produksi di dalam

negeri.

3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk

keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas import barang modal

atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi

di dalam negeri selama jangka waktu tertentu.

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat.

6. Keringanan pajak bumi dan bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu,

pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

7. Keringanan dan pemberian fasilitas terhadap pelayanan ke imigrasian

8. Keringanan dan pemberian fasilitas terhadap perizinan atas import


91

2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Proses pembangunan ekonomi nasional harus disandarkan kepada

kemampuan dan kesanggupan rakyat Indonesia sendiri. Pada tingkat perkembangan

ekonomi dan potensial nasional dewasa ini, perlu dimanfaatkan juga modal dalam

negeri yang dimiliki oleh orang asing (domestic), sepan-jang tidak merugikan

perkembangan ekonomi dan pertumbuhan golongan pengusaha nasional.

Undang-undang Nomor 12 tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang PMDN, bahwa PMDN yang

dimaksud dalam undang-undang ini dengan modal dalam negeri ialah bagian dari

pada akekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang

dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di

Indonesia, yang disisihkan/ disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang

modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal dua Undang-undang

Nomor 1 tahun 1967 tentang PMA. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri,

dapat terdiri atas perorangan dan/atau badan hukum yang didirikan berda-sarkan

hukum yang berlaku di Indonesia.

Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 mengatakan bahwa PMDN adalah

kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha diwilayah Negara Republi

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan

modal dalam negeri. Ini sesuai pula dengan peraturan Kepala BKPM Nomor 11

Tahun 2009 mengatakan bahwa PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia, yang dilakukan oleh


92

penanam modal modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

Pengertian modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik

Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk

badan hukum atau tidak berbadan hukum. PMDN, total nilai penanaman modalnya

adalah mulai dari lima ratus juta rupiah.

Kemudian bahwa ketentuan PMDN diatur dalam Undang-undang Nomor 25

Tahun 2007 tentang penanaman modal yang mengatakan bahwa PMDN dapat

dilakukan oleh perseorangan warga negara negeri, badan usaha negeri, dan/atau

pemerintah negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik

Indonesia. Undang-undang ini juga mengatakan bahwa fasilitas, keringanan dan

kelonggaran yang diberikan kepada PMA sama dengan yang diberikan kepada

PMDN.

Jenis-Jenis Penanaman Modal

Suherman. R (2011) bahwa bebarapa cara pembagian penanaman modal

menurut jenisnya, menurutnya penanaman modal dibagi menjadi delapan jenis yang

terkelompokkan menjadi empat kelompok sehingga masing-masing kelompok berisi

dua. Untuk dapat memahami hal-hal terse-but lebih lanjut, dibawah ini diuraikan

pembagian jenis-jenis penanaman modal.

a. Autonomous investment dan Induced Investment

Autonomus investment (penanaman modal otonom) adalah pena-naman

modal yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, tetapi

dapat bergeser ke atas atau ke bawah karena adanya perubahan-perubahan faktor-


93

faktor di luar pendapatan. Faktor-faktor selain pendapatan yang memengaruhi

tingkat penanaman modal seperti itu adalah, misalnya, tingkat teknologi,

kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya R.J. Miller

and E.D. Shade;1990).

Induced Investment (penanaman modal terimbas) adalah penana-man

modal yang sangat dipengatruhi oleh tingkat pendapatan nasional. Disini, fungsi

penanaman modal antara tingkat penanaman modal dengan tingkat pendapatan

terdapat hubungan positif, sebagaimana hubungan yang ada antara konsumsi dan

tabungan di satu pihak, dengan GNP di lain pihak (R.H. Scot and N.Nigro;1982).

b. Public Investment dan Private Investment

Public investment adalah penanaman modal yang dilakukan oleh

pemerintah. maksud perkataan pemerintah disini adalah baik pemerintah pusat

maupun pemerintah di daera. Singkatnya, publik investment tidak dilaksanakan

oleh pihak-pihak yang bersifat personal. Penanaman modal ini bersifat

impersonal, dalam arti kata resmi. Sementara itu, private investment adalah

penanaman modal yang dilaksanakan oleh swasta. Dalam private investment,

unsur-unsur seperti keuntungan yang akan diperoleh, masa depan penjualan dan

sebagainya memainkan peranan yang sangat penting dalam penentuan volume

penanaman modal, sementara dalam menentukan volume, public investment

pertimbangan itu lebih diarahkan kepada melayani atau menciptakan

kesejahteraan bagi rakyat banyak (R.J. Miller and E.D. Shade;1990).

c. Domestic Investment dan Foreign Investment


94

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri di dalam

negeri untuk mengelola sumber-sumber yang ada di dalam negeri. Sedangkan

foreign investment adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memiliki

banyak sekali faktor produksi alam (natural resources), dan faktor produksi

tenaga manusia (human resources), namun tidak memiliki faktor produksi modal

(capital) yang cukup untuk mengolah sumber-sumber yang dimilikinya itu akan

mengundang modal asing agar sumber-sumber yang ada di dalam negeri, tetapi

belum termanfaatkan sepenuhnya itu bisa digali sehingga tidak mubazir.

d. Gross Investmen dan Net Investment

Gross investment adalah total seluruh penanaman modal yang diadakan

atau dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan demikian, penanaman modal bruto

ini dapat bernilai positif ataupun nol (yakni ada atau tidak ada penanaman modal

sama sekali), tetapi tidak akan bernilai negatif. Maksud penanaman modal bruto

di sini adalah semua jenis penanaman modal yang dilaksanakan di suatu negara,

dengan tidak peduli jenis penanaman modal apa saja yang dilaksanakan. Net

investment adalah selisih antara penanaman bruto dengan penyusutan

Bodie, Kane dan Marcus (2005), bahwa penanaman modal yang merupakan

suatu tindakan yang menyangkut tentang masalah ekonomi mempunyai jenis

penanaman modal yang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Penanaman modal dalam bentuk asset riil (real asset), yaitu sebuah penanaman

modal dalam bentuk aktiva berwujud fisik, seperti emas, batu mulia dan

sebagainya. Ketika asset riil digunakan oleh suatu perusahaan untuk


95

menghasilkan laba, laba tersebut dialokasikan kepada penanam modal

berdasarkan jumlah kepemilikan asset keuangan atau sekuritas yang diterbitkan

oleh perusahaan.

2. Penanaman modal dalam bentuk surat berharga/sekuritas (marketable securitas

financial assets), yaitu penanaman modal dalam bentuk surat-surat berharga yang

pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang diawasi oleh suatu

lembaga/perorangan tertentu. Penanaman modal dalam bentuk surat

berharga/sekuritas memiliki kontribusi secara tidak langsung terhadap kapasitas

produktif suatu perekonomian, karena asset ini memisahkan kepemilikan dan

manajemen dalam suatu perusahaan dan memfasilitasi pemindahan dana untuk

perusahaan dengan peluang penanaman modal yang menarik.

Kriteria Penanaman Modal

Kriteria penanaman modal sangat bermanfaat dalam melakukan pengukuran

manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh jika melakukan penanaman modal

terhadap suatu usaha. Ada banyak kriteria penanaman modal yang dapat digunakan

untuk mengukur tingkat penanaman modal, dimana kriteria tersebut dapat membantu

untuk melihat apakah penanaman modal tersebut dapat memungkinkan dan

menguntungkan atau tidak.

Terdapat berbagai macam kriteria penanaman modal berupa indeks

keuntungan proyek yang mendasari keputusan-keputusan tersebut. Tiga kriteria yang

penggunaannya lebih umum dan dapat dipertanggungjawabkan adalah; (i) Net


96

Present Value (NPV) yang merupakan selisih present value dari arus benefit dan

biaya dihitung berdasarkan discount rate sosial, (ii) Internal Rate of Return (IRR)

yang merupakan tingkat discount rate yang menjadikan NPV suatu proyek sama

dengan nol dan (iii) Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C) yang merupakan angka

perbandingan present value dari arus benefit netto yang positif terhadap present value

dari arus benefit netto yang negatif (sama dengan biaya netto). (Khusnul,K.

dkk.2002).

Soeharto (1995), bahwa kriteria lain yang perlu diperhatikan dalam

penanaman modal adalah :

1. Aspek pasar adalah berfungsi menghubungkan manajemen suatu organisasi

dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi. Selanjutnya informasi ini

digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan dan permasalahan yang berkaitan

dengan pasar dan pemasaran. Pada aspek pasar ini, penekanannya adalah pada

perkiraan penawaran dan permintaan produk, pangsa pasar dan strategi

pemasaran.

2. Aspek teknik adalah dimaksudkan untuk memberikan batasan garis besar

parameter-parameter teknis yang berkaitan dengan perwujudan fisik proyek.

Kriteria aspek teknik amat erat hubungannya dengan aspek-aspek lain, terutama

aspek ekonomi, finansial dan pasar dan juga menyangkut biaya dan jadwal.

3. Letak geografis lokasi, karena sifatnya strategis maka pemilihan lokasi harus

didasarkan atas pengkajian seksama yang berkaitan dengan unit ekonomi dari

instalasi spsesifik yang hendak dibangun, baik dari segi teknis konstruksi
97

(keadaan tanah, iklim, gempa bumi) maupun kelangsungan operasi dan produksi

di masa depan.

4. Teknologi proses produksi, proses produksi dapat dikatakan sebagai teknik atau

metode yang dipakai untuk meningkatkan kegunaan barang atau jasa.

5. Denah instalasi, adalah pengaturan secara tepat tata letak instalasi beserta

peralatannya atau juga disebut plant lay-out merupakan syarat penting karena erat

hubungannya dengan efisien dan keselamatan (safety) pada waktu operasi. Hal ini

berarti pertama-tama bentuk dan tata ruang bangunan instalasi harus sesuai

dengan maksud keguanaannya atau fungsinya.

6. Kapasitas produksi, adalah memebrikan arti atas atau plafon produksi yang dapat

dicapai oleh suatu instalasi, atau batas atas beban yang dapat ditampung oleh

suatu fasilitas hasil proyek. Besar kapasitas produksi merupakan parameter

penting untuk dipakai sebagai masukan perhitungan aspek ekonomi-finansial

pada studi kelayakan dan dasar membuat design engineering di tahap-tahap

berikutnya.

7. Bangunan instalasi, adalah gedung atau bangunan civil pabrik (plant building)

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari faslitas instalasi industri

dengan fungsi pokoknya sebagai tempat kerja dan tempat peralatan, produk dan

kadang-kadang juga bahan mentah agar terlindung dari pengaruh cuaca yang

dapat merusak.

8. Manajemen dan organisasi adalah meliputi manajemen proyek yaitu pengelolaan

kegiatan yang berkaitan dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil


98

proyek berbentuk fisik dan manajemen operasi yang menangani kegiatan operasi

atau produksi fasilitas hasil proyek.

Freddy. R (2012), bahwa metode penilaian penanaman modal dilakukan

karena berkaitan dengan nilai waktu uang yang menunjukkan adanya perbedaan nilai

uang antar waktu. Metode penilaian penanaman modal, yaitu :

1. Metode Net Present Value (NPV), keputusan penggantian aktiva yang didasarkan

pada pertimbangan penghematan biaya, informasi akuntansi manajemen yang

dipertimbangkan adalah biaya diferensial tunai yang merupakan penghematan

biaya operasi tunai di masa yang akan datang sebagai akibat dari penggantian

aktiva tetap. Jadi NPV adalah salah satu alat ukur untuk mengetahui profitabilitas

penanaman modal yang kita tanamkan.

2. Metode Internal Rate of Return (IRR), ini merupakan kriteria yang menunjukkan

bahwa suatu usaha layak dijalankan apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat

suku bunga yang berlaku pada saat penanaman modal tersebut di

implementasikan.

3. Metode Payback Period (PP), adalah waktu atau periode yang dibutuhkan untuk

menutup kembali pengeluaran penanaman modal. PP merupakan jumlah tahun

yang dibutuhkan agar return yang diterima menyamai jumlah yang di ditanamkan

dalam penanaman modal.

4. Metode Break Even Point (BEP), adalah jumlah unit yang harus dijual atau nilai

minimal yang harus diperoleh dari sebuah gagasan bisnis agar dapat

mengembalikan semua penanaman modal yang dikeluarkan.


99

5. Metode Average Return on Investment (RoI), kriteria pemilihan penanaman

modal dengan melihat bahwa penanaman modal akan diterima jika tariff

kembalian penanaman modalnya dapat memenuhi batasan yang telah ditetapkan

oleh manajemen.

6. Metode Profitability Index (PI), adalah nilai tunai semua kas masuk yang diterima

sesudah penanaman modal awal dibagi dengan penanaman modal awal.

Sumber Pembiayaan Penanaman Modal

Keputusan dalam melaksanakan penanaman modal dengan keputusan sumber

pembiayaan adalah suatu kenyataan yang justru dialami dalam dunia usaha.

Penanaman modal yang memerlukan sejumlah besar dana, persoalan pendanaannya

umumnya amat kompleks.

Upaya untuk mendapatkan sumber pembiayaan, melibatkan banyak kegiatan

mulai dari liku-liku mencari dan memilih sumber, pola, menghitung arus

pengembalian, menyusun struktur pendanaan yang optimal serta negosiasi dengan

calon penyangdang dana. Pemilihan pola pendanaan mencerminkan tujuan serta

kepentingan spesifik pemilik setelah mempertim-bangkan berbagai faktor yang

sedang dihadapi. Dalam pada itu, bagi penyandang dana apapun macam pola yang

hendak digunakan satu hal sudah jelas bahwa dia ingin yakin dana yang dipinjamkan

dapat kembali sesuai perjanjian.

Soeharto (1995), bahwa modal sendiri atau equity capital dapat berasal dari;

(1) menerbitkan saham dan (2) laba yang ditahan (retained earning). Dalam hal ini
100

perusahaan dapat memperoleh modal dengan jalan menerbitkan saham baru atau

menahan laba pada kurun waktu tertentu. Kemudian sumber pendanaan yang dapat

dilakukan adalah melalui sumber dari luar atau hutang. Bentuk ini yang paling

banyak dalam bentuk hutang jangka pendek atau hutang jangka panjang.

Menerbitkan Saham

Hasil penjualan dari saham yang baru diterbitkan akan merupakan dana yang

dapat dipakai untuk membiayai penanaman modal. Harga suatu saham ditentukan

oleh kinerja ekonomi perusahaan yang bersangkutan. Dalam pada itu pembeli

menjadi pemegang saham atau disebut share holder atau stock holder. Ini berarti

pemegang sertifikat ikut memiliki ekuitas perusahaan, tidak tergantung betapapun

kecilnya.

Saham preferen, sesuai dengan namanya maka pemegang saham jenis ini

memperoleh beberapa perlakuan khusus seperti (1) mereka mene-rima dividen

terlebih dahulu sebelum pemegang saham biasa, (2) besar deviden tetap, tidak

tergantung maju mundurnya usaha, (3) seandainya perusahaan bangkrut dan terpaksa

menjual asset, mereka memiliki prioritas untuk mengklaim terlebih dahulu dan (4)

tidak memiliki hak suara untuk ikut menentukan kebijakan perusahaan.

Saham biasa, dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas equitas atau

cukup disingkat ekuitas, menunjukan bagian kepemilikan disebuah perusahaan.

Masing-masing lembar saham biasa mewakili satu suara tentang segala hal dalam
101

pengurusan perusahaan dan menggunakan suara tersebut dalam rapat tahunan

perusahaan dan pembagian keuangan. (Bodie, Kane dan Marcus;2006).

Pemegang saham biasa mempunyai sifat kepemilikan penuh dari perusahaan

yang bersangkutan, dalam arti ikut memperoleh keuntungan dan menanggung beban

atau akibat langsung dari maju mundurnya usaha sesuai dengan besar saham. Bila

perusahaan maju, mereka akan menikmati naiknya dividen dan tingginya harga

saham.

Laba Ditahan

Dana dapat pula dihimpun dari laba ditahan atau retained earning dari

perusahaan. Jadi dapat dikatakan menggali dari dalam organisasi. Seringkali ini

merupakan sumber yang penting untuk pendanaan proyek.

Hutang

Sumber pendanaan penanaman modal yang lain adalah pinjaman (hutang). Ini

terjadi bila sejumlah uang (pinjaman pokok) dipinjam dalam jangka waktu tertentu.

Dalam pada itu, pemberi hutang atau kreditor membebankan bunga dengan persentasi

tetap dan pembayaran kembali hutang pokok sesuai syarat perjanjian dan waktunya

berkisar antara lima sampai sepuluh tahun. Adapun jenis-jenis hutang adalah sebagai

berikut :

1. Obligasi, macam dan sumber pendanaan yang mirip dengan hutang. Obligasi

adalah dokumen yang diterbitkan oleh suatu badan sebagai ganti uang yang
102

dipinjamnya. Disini dicantumkan berapa besar bunga dan kapan jatuh tempo

pengembalian pinjaman.

2. Kredit deferred, ini adalah jenis kredit pengadaan peralatan penanaman modal.

Dalam hal ini pembayaran harga peralatan dan bunga yang diperhitungkan dapat

dilakukan pada periode yang akan datang yang disetujui bersama. Pendanaan

seperti ini seringkali memerlukan surat garansi bank.

3. Kredit ekspor, beberapa negara pengekspor peralatan dan tenaga ahli proyek

memiliki badan yang mengurus kredit ekspor. Badan ini sering menawarkan

pendanaan proyek dengan bunga dan syarat-syarat yang lain yang menarik. Hal

ini memungkinkan pemilik atau sponsor proyek mendapatkan peralatan ataupun

konsultan engineering dan manajemen dengan harga yang kompetitif dan dalam

jumlah yang cukup.

4. Kredit pembeli, penanaman modal yang akan menghasilkan produk spesifik

seringkali dapat menawarkan kepada pembeli suatu ikatan pembelian dengan

imbalan kredit yang dapat dipakai untuk pendanaan penanaman modal. Hal ini

menguntungkan kedua belah pihak, dalam arti bagi pembeli penyediaan produk

terjamin dan bagi penjual ia memperoleh dana pembangunan serta pasar yang

pasti dalam jangka panjang.

5. Pembelanjaan non-recourse, ini disebut juga non-recourse project financing

(NRPF) yaitu tanggungan didasarkan atas kesinambungan usaha (viability) unit

ekonomi hasil penanaman modal itu sendiri dan asset unit tersebut sebagai

jaminan (collateral) pembayaran kembali hutang.


103

6. Subsidi, yaitu bantuan pemerintah berupa uang atau tanah lokasi atau prasarana

yang lain dengan cicilan yang rendah.

Bakrie (1990), bahwa pada dasarnya terdapat dua jenis sumber pembiayaan,

yaitu :

1. Sumber dana intern (equity financing), penanaman modal yang dilaksanakan

dengan sumber dananya berasal dari perusahaan itu sendiri. Ini dpat meliputi

tambahan modal dan yang dicadangkan (appropriated funds), dana dari hasil

operasi yaitu laba yang ditahan atau depresiasi.

2. Sumber dana ekstern, yaitu dana untuk pembiayaan penanaman modal yang

diperoleh dari pihak ketiga diluar pemilik, dimana dana tersebut harus

dikembalikan dalam jangka waktu tertentu pula dan biasanya dengan suatu balas

jasa tertentu pula. Jenis pembiayaan ini lazimnya disebut juga dengan pinjaman.

Terdapat cukup banyak bentuk dan sumber pembiayaan penanaman modal yang

bersal dari dana luar, seperti ; (i) pinjaman bank, (ii) pinjaman dari lembaga

keuangan non-bank, (iii) lease financing, (iv) pinjaman indikasi, (v) pinjaman

obligasi, (vi) pinjaman hipotik/mortage, (vii) pinjaman dari lembaga keuangan

multi-lateral, (viii) vantura capital dan (ix) pinjaman dari lembaga lainnya.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan dan perbandingan dalam

penelitian ini yaitu suatu hasil penelitian yang telah diteliti oleh beberapa peneliti

sebelumnya yang berhasil menemukan sebuah penelitian antara lain :


104

1. Widya Natalia Rares (2013) dengan judul Tanggung Jawab Investor Dalam

Penanaman Modal di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mengajukan

permasalahan tentang bagaimana pelaksanaan tanggung jawab investor dalam

penanaman modal di Indonesia dan faktor-faktor apa yang menjadi kendala dari

pelaksnaan tanggung jawab investor dalam penanaman modal di Indonesia.

Penelitian ini dapat disimpulkan tanggung jawab penanam modal diatur secara

khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam

modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan

penghormatan atas tradisi budaya masyarakat dan melaksanakan tanggungjawab

sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanaman modal diperlukan

untuk mendorong iklim perasingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung

jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga akerja, serta upaya

mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundangan.

2. Hur Young Soon (2012) dengan judul Perlindungan Investor Asing dalam Hukum

Penanaman Modal di Indonesia (Studi banding hukum penanaman modal asing

Indonesia dan Korea Selatan). Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah

bagaimana perlindungan investor asing dalam Hukum Penanaman Modal di

Indonesia dan bagaimana perbandingan Hukum Penanaman Modal Asing di

Indonesia dan bagaimana perban-dingan Hukum Penanaman Modal Asing di

Indonesia dan Korea Selatan. Hasil penelitian menemukan bahwa undang-undang

penanaman modal nomor 25 tahun 2007 dan undang-undang promosi penanaman

modal asing Korea Selatan mempunyai persamaan sebagai peraturan per-undang-


105

undangan yang dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum

terhadap investor asing serta untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya

terhadap kemakmuran rakyat.

3. Nicky Alfita Vianti (2010) dengan judul Pengaruh Kualitas Pemerintahan

Terhadap Tingkat Penanaman Modal Asing di Negara-negara Asean Periode

2002-2008. Adapun rumusan masalah adalah bagaimanakah pengaruh voice and

accountability terhadap PMA di negara Asean pasca realisasi Afta, bagaimanakah

pengaruh political stability and absence ofviolence terhadap tingkat PMA di

negara Asean pasca realisasi AFTA dan bagaimanakah pengaruh government

effectiveness terhadap tingkat PMA di negara Asean pasca realisasi AFTA. Hasil

penelitian menunjuk-kan bahwa voice and accountability serta political stability

and absence of violence berpengaruh negative signifikan terhadap PMA yang

masuk, sedangkan Rule of Law berpengaruh positif signifikan terhadap PMA

yang masuk.

4. Nuryana (2008) dengan judul Pengaruh Investasi PMDN dan PMA Terhadap

Penyerapan tenaga Kerja Pada Sektor Industri di Kabupaten Bengkalis. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar investasi PMDN dan PMA

berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kabupaten

Bengkalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial investasi PMDN

memberikan pengaruh poritif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sector

industry. Secara uji simultan, besarnya pengaruh investasi (PMDN dan PMA)

dipengaruhi oleh faktor lain.


106

5. Rudolf Lumbantobing (2008) dengan judul Studi Mengenai Perbedaan Struktur

Modal Perusahaan Penanaman Modal Asing dengan Perusahaan Penanaman

Modal Dalam Negeri yang Go Public Di Pasar Modal Indonesia. Penelitian

bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi perbedaan struktur modal

perusahaan PMA dengan PMDN diIndonesia berdasarkan perspektif teori

keagenan, teori kontingensi, teori trade-of dan teori pecking order melalui

bangunan model teoritis struktural dan dinamis bauran struktural terintegrasi yang

diajukan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pajak belum

memberikan manfaat yang signifikan atas penggunaan hutang (leveraging up).

Temuan strategis adalah terwujud pada kebijakan deviden yang memperkuat

pengaruh investasi dan utilisasi aktiva pada rasio hutang korporasi dan pangsa

pasar sebagai cerminan konsentrasi industry memodernisasi hubungan kausalitas

investasi dengan struktur modal.

G. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran dari penelitian ini merupakan sebuah gambaran obyektif

tentang penelitian yang dilaksanakan dengan mengacu kepada konsep implementasi

kebijakan yang dikemukakan oleh Warwick dalam Abdullah (1988:11) bahwa

kebijakan publik dalam tahap implementasi kebijakan program, terdapat dua kategori

yang bekerja mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan, yaitu faktor pendorong dan

faktor penghambat. Konsep ini mengacu pada kebijakan publik yang merupakan

seperangkap aksi yang mengandung tujuan, artinya sebuah kebijakan publik adalah
107

usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak

melakukan. (Parson,2006:15).

Keterkaitan implementasi kebijakan dengan pengendalian penanaman modal

(PMA dan PMDN) berarti administrasi publik adalah proses dimana sumberdaya dan

personil publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk menformulasikan,

mengimplementasikan dan mengolah keputusan-keputusan dalam kebijakan publik.

(Chandler dan Plano,1988:28).

Beranjak dari implementasi kebijakan pengendalian penanaman modal (PMA

dan PMDN), maka fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana

pengendalian implementasi penanaman modal (PMA dan PMDN) di Provinsi

Sulawesi Selatan. Selanjutnya apa faktor determinan yang menghambat dalam

implementasi penanaman modal (PMA dan PMDN)di Provinsi Sulawesi Selatan dan

bagaimana model pengendalian penanaman modal (PMA dan PMDN) di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Dalam penelitian ini, implementasi kebijakan pengendalian penanaman modal

(PMA dan PMDN) dilakukan terhadap PMA dan PMDN yang telah mendapat izin

prinsip dan berdasarkan izin prinsip ini kemudian penanam modal membuat laporan

kemajuan penanaman modal (LKPM) yang dilaporkan ke BKPMD provinsi Sulawesi

Selatan. Apabila penanam modal melaksanakan sesuai apa yang tertera di di izin

prinsip maka penanam modal akan diberikan izin usaha tetap (IUT) dari BKPM

Republik Indonesia untuk PMA dan IUT untuk PMDN dari BKPMD Provinsi

Sulawesi Selatan. Jika penanam modal tidak melaksanakan sesuai dengan izin prinsip
108

maka penanam modal akan mendapatkan sanksi berupa pencabutan izin prinsip. Ini

berdasarkan Peraturan Kepala BKPM Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013

tentang tata pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman modal.

Pengendalian implementasi penanaman modal dilakukan secara langsung dan tidak

langsung melalui fungsi pemantauan, pembinaan dan pengawasan. Dalam

pengendalian implementasi penanaman modal (PMA dan PMDN ) di Provinsi

Sulawesi Selatan ternyata ada faktor determinan yang menghambat dalam

implementasi kebijakan pengendalian penanaman modal (PMA dan PMDN). Oleh

karena itu diperlukan suatu model pengendalian penanaman modal (PMA dan

PMDN) untuk melaksanakan apa yang terdapat di izin prinsip, sehingga dengan

demikian tujuan yang tercantum di izin prinsip dapat dilaksanakan oleh penanam

modal. Lebih jelasnya penelitian ini, dapat dilihat kerangka berpikir pada gambar 2.9.

BKPMRI

BKPMD PROV. SUL-SEL

PMA PMDN

Pengendalian Pengendalian
langsung IZIN PRINSIP Tidak Langsung

Faktor Penghambat Faktor Penghambat

IUT

Model
Pengendalian
109

Gambar 2.9 Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai