Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan Nasional yang dilaksanakan adalah dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat

Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan

lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan, pabrik, gedung, perkantoran, pengairan

dan transportasi atau kepuasan batiniah seperti pembangunan saranan dan prasarana

ibadah, pendidikan, rekreasi, hiburan, kesehatan, bebas mengeluarkan pendapat yang

bertanggung jawab dan rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian dan

keseimbangan antara keduanya bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air.

Pembangunan bukan hanya untuk satu golongan atau sebagian dari

masyarakat tetapi harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan

taraf hidup, yang berkeadilan sosial yang menjaditujuan dan cita-cita kemerdekaan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan diarahkan untuk

meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia agar makin maju, mandiri

dan sejahtera. Pembangunan juga diarahkan untuk pembangunan ekonomi dengan

lebih memberi peran kepada masyarakat untuk berperan serta dan aktif dalam

pembangunan.

Dana untuk pembiayaan pembangunan, dapat digali dari sumber kemampuan

sendiri dan sumber dana dari luar negeri. Oleh karena itu, peranan masyarakat dalam

1
2

pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan mendorong terciptanya

pengusaha-pengusaha kelas menengah keatas.

Untuk mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi dan

pembangunan nasional pada umumnya, diperlukan langkah-langkah untuk lebih

mengembangkan iklim usaha yang semakin mantap dan lebih menjamin

kelangsungan penanaman modal. Salah satu langkah yang diperlukan dalam hal ini

ialah adanya kebijakan pemerintah yang menjamin kegiatan penanaman modal bagi

para penanam modal dalam hal ini Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) yang merupakan obyek penelitian dan fokus

penelitiannya adalah pengendalian implementasi penanaman modal (PMA dan

PMDN).

Penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional adalah bertujuan untuk

meningkatkan kemakmuran rakyat. Modal merupakan faktor yang sangat penting dan

menentukan dalam pembangunan ekonomi. Sehubungan dengan itu, perlu

diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal, baik PMA maupun PMDN.

Penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah

penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia berdasarkan Daftar

Negatif Investasi (DNI) dan mendapat fasilitas dari pemerintah. Adapun yang

dimaksud dengan DNI adalah bidang-bidang yang tertutup dan terbuka bagi penanam

modal jika melakukan penanaman modal di Indonesia. DNI ini berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 39 tahun 2014.

Penanaman modal didorong untuk memacu pertumbuhan dan pemerataan

ekonomi, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi serta


3

memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Kemudahan dan iklim penanaman

modal lebih menarik terus dikembangkan antara lain dengan penyederhanaan

prosedur pelayanan penanaman modal serta kebijaksanaan ekonomi makro yang

tepat.

Sehubungan dengan itu, implementasi kebijakan penanaman modal dapat

terlaksana dengan dukungan melalui penyederhanaan prosedur, peningkatan kapasitas

berusaha, kelancaran pelayanan di tingkat pusat maupun daerah serta penyediaan

prasarana dan sarana yang memadai. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengendalian

implementasi penanaman modal di Provinsi Sulawesi Selatan.

Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA dan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN yang kemudian mengalami

perubahan dan tambahan dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970

untuk PMA dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang PMDN, maka sejak

saat itupenanaman modal mulai dilaksanakan di Indonesia. Kemudian mengalami

penyempurnaan dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007

tentang Penanaman Modal dan dalam undang-undang ini tidak ada perbedaan antara

PMA dan PMDN dalam pemberian perlakuan dan fasilitas.

Adapun pertimbangan-pertimbangan filosopiyang terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 1970 untuk PMA dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1970 tentang PMDN adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan ekonomi potensial yang terdapat banyak diseluruh tanah air, belum

diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil atau yang telah diolah tetapi belum
4

sepenuhnya, yang antara lain dikarenakan tidak tersedianya modal, pengalaman

dan teknologi.

2. Masyarakat Indonesia menurut sejarah pertumbuhan dan kehidupan selalu

mengutamakan kegotongroyongan dalam mengejar cita-cita dan tujuannya,

sehingga merupakan potensi pelaksana yang sangat besar dan berdasarkan

Pancasila yang dianutnya akan selalu menghargai orang-orang lain asal tidak

merugikan kepentingan Negara dan Bangsa.

3. Situasi kondisi dalam dan luar negeri yang memungkinkan, dalam negeri dimana

roda pemerintahan dan roda kehidupan masyarakat yang stabil, ketertiban dalam

segala bidang, sangat diutamakan, luar negeri dimana hubungan-hubungan

berlangsung baik atas dasar bebas aktif yang murni sehingga pemamfaatan modal

dan teknis tidak akan mengalami gangguan-gangguan, keadaan demikian

merupakan jaminan keberhasilan pemanfaatan tersebut.

4.Masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mengejar tingkat kehidupan yang

mewah berlebih-lebihan, melainkan rakyat yang menginginkan hidup dalam

serba kelayakan, sehingga pemamfaatan modal asing dan modal dalam negeri

hanya akan diutamakan pada proyek-proyek yang layak yang dapat memberi

manfaat bagi sebagian terbesar rakyat Indonesia sehingga pembiayaan selalu

dapat dihemat secara mantap.

Perkembangan penanaman modal di Indonesia mulai menampakkan hasil

setelah mengalamai stagnasi dan kelesuan sejak terjadinya krisis ekonomi. Salah satu

indikator bahwa membaiknya ekonomi nasional adalah dengan banyaknya penanam


5

modal baik PMA dan PMDN yang mempunyai keinginan untuk melaksanakan

penanaman modal.

Laju pertumbuhan rata-rata dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) tahap kedua tahun ketiga, diharapkan lima persen per-tahun. Untuk mencapai

sasaran pertumbuhan tersebut, maka diperlukan penanaman modal baik yang berasal

dari pemerintah maupun dunia usaha sejumlah Rp. 239,1 Trilyun. Dari jumlah

penanaman modal tersebut, maka sebesar Rp. 107,6 Trilyun atau 45 persen

direncanakan akan dilaksanakan oleh pemerintah sedang sisanya Rp. 131,5 Trilyun

atau 55 persen diharapkan berasal dari dunia swasta.

Untuk mencapai apa yang telah ditetapkan didalam RPJM tahap kedua tahun

ketiga, maka diperlukan pengendalian implementasi penanaman modal untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada izin prinsip. Agar supaya implementasi

kebijakan penanaman modal berjalan sesuai dengan izin prinsip yang diberikan

kepada penanaman modal maka diperlukan pengendalian implementasi penanaman

modal. Sehingga dengan demikian, penanam modal yang melakukan penanaman

modal di Indonesia, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan dapat menjalankannya

sesuai dengan rencan yang telah ditetapkan.

Pengendalian implementasi penanaman modal adalah satu fungsi penting

dalam administrasi publik dan kebijakan publik yang bertugas untuk mendorong dan

mengembangkan agar suatu kegiatan pemerintah atau program dapat dilaksanakan

dengan lancar, dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sehingga mampu

menghasilkan dampak positif maksimal seperti dikehendaki dan dengan mencegah


6

timbulnya dampak negatif yang merugikan/membahayakan ataupun

memperkecil/meminimalkan penyimpangan dari tujuan yang telah ditetapkan.

Pengendalian implementasi penanaman modal adalah suatu

keseluruhan rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu

program atau kegiatan yang telah ditetapkan, dilaksanakan sesuai dengan rencana.

Dalam penanaman modal, pengendalian implementasi penanaman modal

dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kepala BKPM Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman

Modal. Ini dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran penanaman

modal yang tertuang dalam izin prinsip yang telah disetujui dan ditetapkan oleh

BKPM Republik Indonesia. Izin prinsip ini diberikan kepada penanam modal untuk

dilaksanakan dan diberi waktu selama tiga tahun, sesuai dengan Peraturan Kepala

BKPM Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan

Kepala BKPM Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata

Cara Perizinan dan Non-Perizinan Penanaman Modal. Kemudian selama tiga tahun

inilah dilakukan pengendalian implementasi penanaman modal oleh BKPM Republik

Indonesia dan pelaksanaannya pada tingkat Provinsi oleh Badan Koordinasi

penanaman Modal Daerah (BKPMD).

PMA mendapatkan izin prinsip dari BKPM Republik Indonesia setelah

mengajukan permohon langsung ke BKPM Republik Indonesia melalui Pusat

Perizinan Terpadu (P2T) BKPM Republik Indonesia. Sedangkan PMDN

mendapatkan izin prinsip yang dikeluarkan oleh BKPMD Provinsi Sulawesi Selatan

setelah penanam modal mengajukan permohonan ke P2T BKPMD Provinsi Sulawesi


7

Selatan. Ini sesuai dengan Peraturan Kepala BKPM Republik Indonesia Nomor 12

tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non-Perizinan

Penanaman Modal. Permohonan yang dilakukan penanam modal adalah merupakan

permohonan penanaman modal untuk mendapatkan persetujuan awal pemerintah atas

rencana penanaman modal. Persetujuan awal ini dalam bentuk izin prinsip sebagai

dasar memulai rencana penanaman modal.

Setelah mendapat persetujuan awal dari Pemerintah berupa izin prinsip

penanamam modal maka mulailah kegiatan penanaman modal. Izin prinsip

penanaman modal adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang

usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan fasilitas non–fiskal serta dalam

pelaksanaan penanaman modal memerlukan fasilitas fiskal dan fasilitas non-fiskal.

Dalam izin prinsip ini, tertulis berapa jumlah modal yang akan dikeluarkan

didalam penanaman modal, lokasinya dimana, luas tanah yang akan dipergunakan,

jumlah tenaga kerja yang akan diterima, jenis-jenis mesin yang akan dipergunakan

dan didatangkan dari negara mana dan beberapa keterangan-keterangan lainnya.

Berdasarkan izin prinsip inilah, penanam modal harus di implementasikan karena izin

prinsip merupakan kebijakan Pemerintah melalui BKPM Republik Indonesia dan

harus dikendalikan berdasarkan Peraturan Kepala BKPM Republik Indonesia Nomor

3 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman

Modal.

Pengendalian implementasi penanaman modal berkaitan erat dengan apa yang

tertuang dalam izin prinsip yang merupakan kebijakan pemerintah dan harus
8

dilaksanakan oleh penanam modal. Kemudian penanam modal menyampaikan

mengenai pelaksanaan izin prinsip kepada BKPMD Provinsi Sulawesi Selatan berupa

Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dan ditindaklanjuti dengan

pengendalian langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan didalam

pengendalian implementasi penanaman modal adalah kegiatan pemantauan,

pembinaan dan pengawasan agar tujuan yang sudah ditetapkan dapat tercapai secara

tepat sesuai peraturan Kepala BKPM Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013

tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

Kemudian apabila penanam modal mengimplementasikan sesuai dengan izin

perinsip maka selanjutnya penanam modal akan mendapatkan Izin Usaha Tetap (IUT)

dari BKPM Republik Indonesia. Ini sesuai dengan peraturan Kepala Badan

Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non - Perizinan Penanaman Modal. Setelah

mendapat IUT, selanjutnya penanam modal melakukan kegiatan produksi dan lainnya

sesuai dengan izin yang telah diberikan. Apabila penanam modal tidak melaksanakan

sesuai dengan izin prinsip maka penanam modal akan mendapatkan sanksi dari

BKPM Republik Indonesia berupa sanksi pencabutan izin prinsip.

Di Provinsi Sulawesi Selatan, pengendalian implementasi penanaman modal

dilaksanakan oleh BKPMD Provinsi Sulawesi Selatan. Ini berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 90 Tahun 2007 Tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal dan

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dimana urusan pemerintah termasuk penanaman modal dan


9

menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Artinya bahwa BKPMD wajib ada disetiap

daerah provinsi untuk menangani penanaman modal (Pasal 6 dan pasal 7). Juga

berdasarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian

Pelaksanaan Penanaman Modal. Kemudian Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor

13 Tahun 2009 tentang Penanaman Modal Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekosentrasi dan Tugas

Pembantuan, bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

dilimpahkan oleh pemerintah, gubernur sebagai wakil pemerintah melakukan

koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan dan pelaporan (Bagian ke Tiga,

Pasal 17, ayat 1). Ini berarti bahwa BKPMD Provinsi Sulawesi Selatan melaksanakan

koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan dan pelaporan penanaman modal

atau LKPM

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka BKPMD Provinsi Sulawesi Selatan

melakukan kegiatan makro yaitu mendorong kelancaran kegiatan penanaman modal

sehingga menghasilkan peningkatan ekonomi secara nyata. Langkah selanjutnya

adalah membantu penanam modal agar pelaksanaan pembangunan proyek berjalan

lancar dan cepat, aman dan efisien, sehingga pembangunan proyek dapat segera

beroperasi tanpa menimbulkan kerugian.

Penanaman modal di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun

mengalami perkembangan yang cukup besar. Ini dapat terlihat bahwa sejak tahun

2010 ternyata mengalami kenaikan yang begitu tinggi yaitu 76,154 persen (tahun

2010 sebesar Rp. 128,490.5 Milyar dan Tahun 2013 sebesar Rp. 538,832.6 Milyar).
10

Banyaknya pemodal yang masuk ke Provinsi Sulawesi Selatan dikarenakan

provinsi ini memiliki sumberdaya alam yang cukup potensial untuk dikembangkan

oleh para penanam modal. Potensi tersebut sampai saat ini belum dikelola secara

maksimal oleh para penanam modal yang ada dan oleh karenanya terbuka peluang

penanam modal untuk mengembangkannya lebih lanjut. Ada beberapa indikator di

Provinsi Sulawesi Selatan yang menggambarkan besarnya potensi dan peluang bagi

penanam modal. Misalnya terdapat 5 persen lahan yang dapat ditanami, 24 persen

lahan untuk tambak, 22,7 persen kolam air payau yang cocok untuk budi daya

komoditi dan tingginya laju sektor perdagangan, menjadikan Provinsi Sulawesi

Selatan sebagai daerah produksi yang penting di Indonesia.

Kemudian Provinsi Sulawesi Selatan juga terletak pada lintasan yang

strategis ditengah-tengah Indonesia, dengan kata lain terletak antara Indonesia Bagian

Barat dan Indonesia Bagian Timur. Letak yang strategis inilah yang mempermudah

jalur perdagangan dari timur ke barat dan menuju ke negara- negara tetangga.Selain

itu, tersedianya berbagai infrastruktur yang memadai serta iklim penanaman modal

yang kondusif. Dengan demikian Provinsi Sulawesi Selatan sebagai alternatif bagi

penanam modal untuk melakukan penanaman modal.

Provinsi Sulawesi Selatan juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki

Kawasan Timur Indonesia yang didukung oleh kelengkapan infrastruktur, sehingga

memposisikan dirinya sebagai pusat pelayanan di Wilayah Indonesia Timur. Selain

itu juga, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki penduduk dengan sumberdaya manusia

yang besar dan pertumbuhan ekonomi pada lima tahun terakhir mencerminkan

dinamisnya perekonomian regional.


11

Walaupun penanaman modal di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami

kenaikan yang begitu tinggi, akan tetapi jumlah yang terealisasi ternyata tidak sesuai

dengan jumlah yang direncanakan oleh penanam modal. Berdasarkan hasil

pengendalian implementasi penanaman modalyang dilakukan oleh BKPMD Provinsi

Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa:

1. Terjadi fluktuasi realisasi PMA, mulai tahun 2008 sampai dengan tahun 2013.

Tahun 2008 jumlah realisasi 4,50 persen, tahun 2009 adalah 70,51 persen, tahun

2010 adalah 30,28 persen, tahun 2011 adalah 77 persen dan tahun 2012 adalah

24,16 persen serta tahun 2013 adalah nol persen. Dalam kurung waktu lima tahun,

maka rata-rata PMA yang terealisasi 34,41 persen. Kecenderungan tren adalah

menunjukkan realisasi menurun. Selanjutnya PMA yang tidak terealisasi tahun

2008 adalah 95,50 persen, tahun 2009 adalah 29,49 persen, tahun 2010 adalah

69,72 persen, tahun 2011 adalah 23 persen dan tahun 2012 adalah 75,84 persen,

serta 2013 adalah 100 persen. Dalam kurung waktu limatahun, maka rata – rata

PMA yang tidak terealisir adalah 65,59 persen. Kecendrungan tren menunjukan

yang tidak terealisasi naik.

2. Realisasi PMDN tahun 2008 adalah 51,90 persen, tahun 2009 adalah 25,74 persen,

tahun 2010 adalah 3,13 persen, tahun 2011 adalah 41,90 persen dan tahun 2012

adalah 69,95 persen serta tahun 2013 adalah 0,99 persen. Dalam kurung waktu

lima tahun terakhir, maka rata-rata PMDN yang terealisasi adalah 38,52 persen.

Tren menunjukkan realisasi menurun. Selanjutnya PMDN yang tidak terealisasi

pada tahun 2008 adalah 48,10 persen, tahun 2009 adalah 74,26 persen, tahun

2010 adalah 96,87 persen, tahun 2011adalah 58,10 persen dan 2012 adalah 30,05
12

persen serta tahun 2013 adalah 99,01 persen. Dalam kurung waktu lima tahun

terakhir, rata-rata PMDN yang tidak terealisasi adalah 61,48 persen. Tren

menunjukkan bahwa yang tidak terealisasi naik.

Keadaan jumlah penanaman modal yang tidak terealisir begitu besar dari

jumlah penanaman modal yang ditetapkan. Ini berarti bahwa secara keseluruhan

kegiatan penanaman modal hanya dilaksanakan setengah dari penanaman modal yang

ditetapkan, sehingga bukan saja memperlambat pencapaian target yang ditetapkan

dalam RPJM tahap kedua tetapi juga membawa pengaruh yang tidak menguntungkan

bagi perkembangan pembangunan secara keseluruhan.

Dengan demikian maka masalah yang dihadapi dalam hal penanaman modal

di Provinsi Sulawesi Selatan ialah tidak terealisasinya sebagian besar penanaman

modal yang telah ditetapkan karena adanya faktor penghambat.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang

dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengendalian implementasi penanaman modal di Provinsi

Sulawesi Selatan?

2. Apa faktor determinan yang menghambat implementasi penanaman modal yang

telah ditetapkan?

3. Bagaimana model pengendalian implementasi penanaman modal di Provinsi

Sulawesi Selatan?
13

C.Tujuan penelitian

Penelitian ini diharapkan bertujuan untuk :

1. Mengkaji, menganalisis dan mendeskrpsikan Pengendalian implementasi

penanaman modal di Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Mengkaji, menganalisis dan mendeskripsikan Faktor determinan yang

menghambat implementasi penanaman modal di Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Mengkaji, menganalisis dan merumuskan Model pengendalian implementasi

penanaman modal di Provinsi Sulawesi Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini, dapat

diuraikan sebagai berikut:,

1. Manfaat Ilmiah

a. Menjadi sumbangan pemikiran ilmiah untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut

pada tempat yang berbeda

b. Menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan yang lebih tinggi,

sehingga dapat diterapkan penggunaannya pada skala yang lebih besar.

c. Untuk penyempurnaan kebijakan penanaman modal baik untuk tingkat

Nasional dan khususnya untuk Provinsi Sulawesi Selatan.

d. Bahan rujukan dan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam

bidang ilmu administrasi publik.

2. Manfaat Metodologis
14

a. Bahan evaluasi bagi aparatur didalam implementasi kebijakan pengendalian

penanaman modal.

b. Bahan pertimbangan bagi aparatur didalam implementasi kebijakan

pengendalian penanaman modal yang berhubungan dengan pengambilan

kebijakan.

3. Manfaat praktis

a. Menjadi temuan yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan, dalam rangka melakukan kebijakan publik dibidang

penanaman modal.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dipertimbangkan sebagai

landasan dan masukan serta informasi bagi pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan bersama jajarannya dalam menyusun grand desain penanaman modal.

Anda mungkin juga menyukai