Anda di halaman 1dari 69

APLIKASI TERAPI MEWARNAI GAMBAR TERHADAP

KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN)


DENGAN DENGUE HAEMORAGIK FEVER (DHF)
DI RUANG SAMOLO 3 RSUD SAYANG
KABUPATEN CIANJUR

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

SITI LUTFIAH

NIM : 34403516124

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR
2019
APLIKASI TERAPI MEWARNAI GAMBAR TERHADAP
KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN)
DENGAN DENGUE HAEMORAGIK FEVER (DHF)
DI RUANG SAMOLO 3 RSUD SAYANG
KABUPATEN CIANJUR

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelasaikan
Program Ahli Madya Keperawatan

Oleh:

SITI LUTFIAH

NIM : 34403516124

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal karya tulis ilmiah yang berjudul “Aplikasi Terapi Bermain Mewarnai
Gambar Terhadap Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Dengan
Dengue Haemoragik Fever (DHF) Di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten
Cianjur”. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpah kepada nabi akhir
zaman yakni Nabi Muhammad SAW.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga masih terdapat
kekurangan baik dari penyusunan materi ataupun sistematikanya, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan yang akan datang.
Dalam proses penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini penulis
menyadari bahwa tersusunnya proposal karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya
kepada:
1. Bapak Asep Suryadin, S.Kep., M.Pd selaku Direktur Akper Pemkab Cianjur.
2. Bapak Ricko Dwi Haryanto, S.Kep., Ners. dan Ibu Ernawati Hamidah, M.Kep
selaku Pembimbung Akademik.
3. Ibu Hj. Sri Hartati, Ns., M. Kep, Lutiyah, Ns., M.Kep., Eva Martini, Ns.,
M.Kep selaku tim pembimbing Departemen Keperawatan Anak.
4. Segenap dosen dan staf karyawan Akper Pemkab Cianjur yang telah
membekali penulis dengan ilmu dan saran yang bermanfaat.
5. Bapa Ade Wardiman dan Mamah Nining Nursadiah selaku orang tua yang
selalu mendoakan penulis dalam langkah dan senyumnya, yang tak pernah
bosan memberikan semangat dan motivasi serta bantuan moril dan materil
yang tak terhingga selama ini.

i
6. Mia Tasrikiyyah Amd.Keb dan Eva Siti Patimah selaku keluarga yang tak
pernah henti selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
7. Sahabat Till Jannah yang terdiri dari Sisma Juliana S.F.N, Siti Sifaturahmah,
Siti Nuraini, Sopiah Nuraeni, Tasya Lelita Langga, Triana Maulani
Pamungkas, Yuni Nurbaeni selaku sahabat seperjuangan yang tak pernah lelah
menyemangati satu sama lain untuk menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah
ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan Akper Pemkab Cianjur angkatan 20 atas
kebersamaannya dan bantuan selama kuliah hingga saat ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, semoga dukungan yang
diberikan mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT dan semoga hasil
penelitian ini dapat berguna bagi kita semua.Aamiin.

Cianjur, Januari 2019


Penulis

Siti Lutfiah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
1. Tujuan Umuum ........................................................................................... 4
2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 4
D. Manfaat ............................................................................................................ 5
1. Teoritis ........................................................................................................ 5
2. Praktis ........................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dengue Haemoragik Fever (DHF)
1. Definisi .................................................................................................... 6
2. Etiologi .............................................................................................6
3. Patofisiologi .....................................................................................7
4. Klasifikasi ........................................................................................8
5. Manifestasi Kliniks ..........................................................................8
6. Pemeriksaan Laboratorium ..............................................................9
7. Komplikasi .......................................................................................9
8. Penatalaksanaan .............................................................................10
9. Pathways ........................................................................................13
B. Konsep Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragik Fever (DHF)
1. Pengkajian ......................................................................................14
2. Diagnosa Keperawatan...................................................................17
3. Intervensi Keperawatan ..................................................................18
4. Implementasi Keperawatan ............................................................23
5. Evaluasi Keperawatan ....................................................................23
C. Konsep Intervensi
1. Konsep Bermain .............................................................................24
2. Konsep Kecemasan ........................................................................29
D. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pengertian Pertumbuhan ................................................................37
2. Pengertian Perkembangan ..............................................................37
3. Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan.......................................37
4. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan ...........................................38
5. Ciri- ciri Pertumbuhan dan Perkembangan ....................................40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ..................................................................................... 42
B. Subjek Penelitian ..............................................................................42

iii
C. Tempat dan waktu penelitian ............................................................43
D. Setting Penelitian ..............................................................................43
E. Metode Pengumpulan Data ...............................................................43
F. Metode Keabsahan Data ..................................................................44
G. Metode Analisa Data ........................................................................46
H. Etik Penelitian ...................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR BAGAN

Hal

Bagan 2.1 Pathway Dengue Haemoragik Fever (DHF) 16

v
DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Standar Operasional Prosedur 33

Tabel 2.2 Alat Ukur Kecemasan 37

Tabel 2.3 Perkembangan Kognitif 48

Tabel 2.4 Perkembangan Motorik Kasar 51

Tabel 2.5 Perkembangan Motorik Halus 53

Tabel 2.6 Perkembangan Bahasa 54

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi
(0-1 Tahun) usia bermain atau toddler (1-2,5 Tahun), prasekolah (3-6
Tahun), usia sekolah (5-11 Tahun), remaja (11-18 Tahun). Rentang ini
berbeda antara anak satu dengan yang lainnya mengingat latar belakang
anak berbeda ( Aziz Alimul Hidayat, 2005).
Anak pada masa usia pra sekolah disebut masa keemasan (Golden
period), jendela kesempatan (window of opportunity), dan masa kritis
(critical period) Dimasa pra sekolah terdapat berbagai tugas
perkembangan yang harus dikuasai anak sebelum dia mencapai tahap
perkembangan selanjutnya, adanya hambatan dalam mencapai tugas
perkembangan tersebut akan menghambat perkembangan selanjutnya.
Anak usia prasekolah disebut juga periode intelektualitas atau keserasian
bersekolah (Setiadi, 2012 dan Depkes RI, 2008 ).
Pada saat ini masalah kesehatan yang ada dimasyarakat khususnya
pada anak anak sangat banyak dan beragam macamnya seperti Diare, BP,
kejang demam, pneumonia, Dengue Haemoragik Fever (DHF),
Tuberculosis paru (TB Paru), Infeksi Saluran Kemih (ISK), dan demam
typoid. Dengue Haemoragik Fever (DHF) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui
gigitan nyamuk Aedes (Ae). Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir
di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang memiliki ketinggian
lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit Dengue
Haemoragik Fever (DHF) banyak dijumpai terutama di daerah tropis dan
sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya DHF antara lain rendahnya status kekebalan

1
kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena
banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim
penghujan (Kemenkes, 2015).
Penyakit demam berdarah dengue pertama kali dilaporkan di Asia
Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar
keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami
wabah DHF, namun sekarang DHF menjadi penyakit endemik pada lebih
dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus
DHF. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah
melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010.
Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika,
dimana 37.687 kasus merupakan DHF berat. Perkembangan kasus DHF di
tingkat global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun
1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009
(WHO, 2014).
Dengue Haemoragik Fever (DHF) adalah salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di indonesia, seiring dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah. Di Indonesia DHF
pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia dengan presentasi
angka kematian sebesar 4,3%. Sejak saat itu penyakit ini menyebar luas je
seluruh Indonesia ( Kemenkes, 2010). Di Indonesia DHF telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir, Sejak tahun 1968
telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota
yang endemis DHF, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382
(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002
sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DHF. Selain itu terjadi juga

2
peningkatan jumlah kasus DHF, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi
158.912 kasus pada tahun 2009 (Depkes, 2009).
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DHF di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan
641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak
871 penderita (Kemenkes, 2015). Pada tahun 2015 tercatat terdapat
sebanyak 129.675 penderita DHF di 34 provinsi di indonesaia, dan 1.229
orang diantaranya meninggal dunia, jumlah tersebut tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan iklim dan
rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan (Kemenkes,
2015).
Jumlah penderita penyakit DHF di Provinsi Jawa Barat tahun 2016
mencapai 37.418 kasus lebih tinggi dibanding tahun 2015 (22.111 kasus).
demikian juga dengan risiko kejadian DHF di Provinsi Jawa Barat
mengalami peningkatan tajam dari 47.34/100.000 penduduk menjadi
78.98/100.000 penduduk. Jumlah Kematian DHF tahun 2016 mencapai
277 orang, ini menunjukan penurunan dibanding tahun 2015 .Dalam
perkembangannya angka kematian DHF dari tahun 2000 sampai tahun
2015 menunjukan penurunan, hal ini disebabkan karena adanya fasilitas
kesehatan yang membaik dari kualitas maupun kuantitasnya tetapi angka
kesakitan menunjukan peningkatan sampai tahun 2009 dan setelah itu
cenderung menurun. Namun tahun 2015 sedikit meningkat dari
39,66/100.000 menjadi 47,34/100.000, dan pada tahun 2016 meningkat
sangat tajam hingga mencapai 78,98% hal ini disebabkan terjadinya KLB
DHF dibeberapa Kabupaten/Kota. Angka ini jauh melampaui ambang
batas walaupun demikian masih terdapat 9 Kab/Kota yang masih menjadi
kabupaten dengan penduduk tertinggi yang mengalami Kasus DHF yaitu :
Kab Garut, Kab Tasikmalaya, Kab Majalengka, Kab Sukabumi, Kab

3
Cianjur, Kab Pangandaran, Kab Subang, Kab Karawang, dan Kab Bekasi
(Dinkes Jabar, 2016).
Pada tahun 2015 jumlah penderita DHF yang dilaporkan sebanyak
523 kasus dengan jumlah kematian 2 orang. Angka Insiden tertinggi
terjadi di wilayah Puskesmas Cianjur, Puskesmas Nagrak dan Puskesmas
Karang Tengah. Jika dilihat per kecamatan, maka DHF terjadi paling
banyak di wilayah perkotaan yaitu pertama Kecamatan Cianjur
menyumbang 14,1% dari total kasus, kemudian kedua kecamatan Nagrak
yang menyumbang 11,84% dari total kasus dan ketiga yaitu kecamatan
Karang Tengah yang menyumbang 9,77% dari total kasus (Dinkes
Cianjur, 2015). Menurut badan pemerintah statistika kabupaten cianjur
tahun 2016 di Ruang samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur anak
banyak dirawat dengan DHF yaitu 108 dan 6,58%.
Data terbesar pada anak dengan Dengue Haemoragik Fever (DHF)
terjadi pada anak usia prasekolah. Anak usia prasekolah adalah anak yang
rentan akan penyakit karena system imun yang belum kuat (kyle, Terri.
2014). Jika pada anak dirumah sakit harus membutuhkan perkembangan
psikososial karena dengan melakukan aktivitas bermain dapat mengurangi
rasa kecemasan selama dirawat di rumah sakit (Hospitalisasi).
Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu
tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesua, kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang
melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada
bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu
akan meningkat sampai ego dikalahkan (Syifa, 2011).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan kritis yang membuat anak untuk
tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pulang ke
rumah. Anak usia prasekolah yang sakit dan harus di rawat di rumah sakit
dapat mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan memunculkan
berbagai respons terhadap pengalaman hospitalisasi (Halimatus,
Rondhianto, 2014).

4
Terapi bermain adalah suatu terapi menyenangkan bagi anak anak
dan dapat meminimalkan atau menurunkan stress pada anak selama di
rawat di rumah sakit, oleh karena itu mengurangi kecemasan akibat
hospitalisasi sangat diperlukan, karena selain membuat anak menjadi lebih
kooperatif juga menunjang proses penyembuhan. Dengan melalui terapi
bermain dapat meminimalkan atau menurunkan kecemasan pada anak
selama perawatan dan anak mempunyai koping positif sehingga akan
membantu penyembuhan (Andriana, 2013). Usia prasekolah permainan
yang cocok dilakukan salah satunya bermain mewarnai (Wong, 2009).
Mewarnai gambar merupakan salah satu permainan yang
memberikan kebebasan/ kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi
dan sangat teraupetik (sebagai permainan penyembuhan). Anak dapat
mengekspresikan perasaannya dengan cara menggambar, ini berarti
menggambar bagi anak merupakan suatu cara untuk berkomunikasi tanpa
dengan kata kata. Dengan mewarnai gambar juga dapat memberikan rasa
senang karena pada dasarnya anak usia prasekolah sudah sangat aktif dan
imajinatif, selain itu anak masih tetap dapat melanjutkan perkembangan
kemampuan motoric halus (Paat, 2010).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Putri, dan Yulia, 2018)
dalam jurnal yang berjudul pengaruh terapi mewarnai gambar terhadap
kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi terhadap 15 orang
pasien anak prasekolah selama 2 hari dengan intensitas perlakuan
sebanyak 1 kali dalam sehari terjadi perubahan dan ada perbedaan rata
rata nilai kecemasan anak usia prasekolah antara sebelum dilakukan dan
sesudah dilakukan terapi mewarnai gambar. Dalam penelitian ini
mewarnai gambar efektif bisa menurunkan kecemasan anak usia
prasekolah akibat hospitalisasi.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Wowling, Ismanto, dan
Babakal, 2014) dalam jurnal yang berjudul pengaruh terapi bermain
mewarnai gambar terhadap tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
akibat hospitalisasi di ruangan Irina Eblu RSUP.PROF.DR.R.D.Kandou

5
Manado terhadap anak yang baru menjalani perawatan dirumah sakit
selama 1-7 hari dengan intensitas waktu 30 menit hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan yang dialami anak usia prasekolah
mengalami penurunan tingkat kecemasan sesudah dilakukan terapi
bermain mewarnai gambar.
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Bagaimana Aplikasi Terapi Bermain
Mewarnai Gambar Terhadap Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6
Tahun) Dengan Dengue Haemoragik Fever (DHF) Di Ruang Samolo 3
RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah
“Bagaimana Aplikasi Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap
Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Dengan Dengue
Haemoragik Fever (DHF) Di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten
Cianjur?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Menerapkan Aplikasi Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap
Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Dengan Dengue
Haemoragik Fever (DHF) Di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan Pengkajian pada anak usia prasekolah
(3-6 Tahun) yang mengalami Dengue Haemoragik Fever (DHF).
b. Penulis mampu menetapkan Diagnosa Keperawatan pada anak usia
prasekolah (3-6 Tahun) yang mengalami Dengue Haemoragik
Fever (DHF).

6
c. Penulis mampu menyusun Perencanaan Keperawatan pada anak
usia prasekolah (3-6 Tahun) yang mengalami Dengue Haemoragik
Fever (DHF).
d. Penuis mampu melakukan Implementasi Keperawatan pada anak
usia prasekolah (3-6 Tahun) yang mengalami Dengue Haemoragik
Fever (DHF).
e. Penulis mampu mengevaluasi keperawatan pada anak usia
prasekolah (3-6 Tahun) yang mengalami Dengue Haemoragik
Fever (DHF).
f. Penulis mampu menganalisi Aplikasi Terapi Bermain Mewarnai
Gambar Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Terhadap
Kecemasan Dengue Haemoragik Fever (DHF) di Ruang Samolo 3
RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.

D. Manfaat
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana dan dapat
dijadikan referensi untuk mengembangkan ilmu di bidang keperawatan
anak khusunya mengenai Aplikasi Terapi Bermain Mewarnai Gambar
Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Terhadap Kecemasan Dengan
Dengue Haemoragik Fever (DHF) Di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur.
2. Secara Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
memberikan alternative terapi bermain untuk menurunkan
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak dan memberikan
pengetahuan bahwa terapi bermain dengan teknik mewarnai
gambar perlu dilaksanakan untuk mendukung proses penyembuhan
serta menyediakan ruangan khusus bermain bagi anak yang dirawat
di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.

7
b. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini bisa dijadikan referensi dan bahan
perbandingan oleh pihak pihak yang akan melakukan penelitian
selanjutnya.
c. Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini menambah dan pengalaman dalam penerapan
Asuahan Keperawatan Anak.
d. Bagi penulis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan keterampilan ataupun kualitas dalam praktik bagi
peneliti mengenai hal hal yang berkaitan dengan Aplikasi Terapi
Bermain Mewarnai Gambar Pada Anak Usia Prasekolah (3-6
tahun) Terhadap Kecemasan Dengan Dengue Haemoragik Fever
(DHF) di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.
e. Bagi Keluarga
Peneliti ini bisa dijadikan sumber informasi untuk dapat
Menerapkan Aplikasi Terapi Bermain Mewarnai Gambar Pada
Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) Terhadap Kecemasan Dengan
Dengue Haemoragik Fever (DHF) di Ruang Samolo 3 RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dengue Haemoragik Fever (DHF)


1. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegpty. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian, terutama pada anak. Penyakit ini juga seirng
menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah (Nursalam, 2008).
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
menyerang anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan
manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi.
Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang
akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes
Albopictus (Titik Lestari, 2016). Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegpty ( Susilaningrum,
2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Dengue Haemoragik Fever (DHF)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang
menyerang anak dan dewasa yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegpty dengan manifestasi beruapa demam akut, pendarahan,
nyeri otot dan sendi.

2. Etiologi
Penyebab penyakit Dengue Haemoragik Fever (DHF) adalah virus
dengue. Di indonesia virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi
menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B dari
arthopedi borne viruses (arboviruses) yaitu DEN-1. DEN-2,DEN-3,

9
dan DEN-4, ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang
menjadi penyebab terbanyak.
Infeksi oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe lain. Virus dengan ini terutama ditularkan melalui
vektor nyamuk aedes aegpty. Nyamuk aedes alboctipictus,aedes
polynesiensis, dan beberapa spesies lain kurang berperan. Jenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh indonesia kecuali di ketinggian
lebih dari 1000 m diatas permukaan laut (Nursalam, 2008).

3. Patofisologi
Mekanisme sebenarnya patofisiologi, hemodinamika, biokimia
DHF hingga kini belum diketahui secara pasti. Sebagian besar
menyatakan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue
untuk pertama kalinya mendapat infeksi berulang dengan tipe virus
yang berbeda (Nursalam, 2008).
Fenomena patofisiologi utama yang menentukkan berat penyakit
yang membedakan DHF dan dengue klasik adalah meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
serta terjadinya hipotensi, trombositopeni dan diastesis hemoragik.
Pada kasus berat, renjatan terjadi secara akut dan nilai hemotokrit
meningkat bersamaan dengan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Ada dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai
akibat dari kebocoran plasma ke darah ekstravaskuler melalui kapiler
yang rusak, sehingga mengakibatkan menurunnya voume plasma dan
meningkatnya nilai hemotokrit. Bukti dugaan ini adalah ditemukannya
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu rongga peritonium,
pleura, perikard yang ternyata melebihi pemberian cairan infus, serta
terjadinya bendungan pembuluh darah paru. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya pada
masa renjatan (Nursalam, 2008).

10
Trombositopeni yang hebat, gangguan fungsi trombosit, dan
kelainan fungsi koagulasi merupakan penyebab utama terjadinya
pendarahan, pendarahan kulit umumnya disebabkan oleh faktor kapiler
dan trombositopeni, sedangkan pendarahan masif diakibatkan oleh
kelainan yang lebih kompleks yaitu trombositopeni, gangguan faktor
pembekuan, dan faktor DIC (Nursalam, 2008).
Patogenesis DHF berkaitan dengan sistem komplemen, yaitu
sistem dalam sirkulasi darah yang terdiri dari 11 komponen protein
dengan bentuk tidak aktif dan labil terhadap panas. Sebagai reaksi
terhadap infeksi, terjadi aktivasi komplemen sehingga dilepaskanlah
anafilaktokisn C3a danC5a yang mampu membebaskan histamin
sebagai mediator kuat dalam peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan berperan dalam terjadinya renjatan. Seperti pada
infeksi virus yang lain, infeksi virus dengue juga merupakan self
limiting infection disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari
(Nursalam, 2008).

4. Klasifikasi
Klasifikasi derajat DBD menurut Nurarif Huda, 2015 :
a. Derajat 1
Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi
pendarahan adalah uji torniquet postif
b. Derajat 2
Derajat 1 disertai pendarahan spontan dikulit dan / pendarahan lain
c. Derajat 3
Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan
lambat, TD menurun, disertai kulit dingin, lembap, dan pasien
menjadi gelisah
d. Derajat 4
Syok berat, nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur

11
5. Manifestasi Kliniks
Masa tunas 3-15 hari tetapi rata rata 5-8 hari, gejala klinis timbul
secara mendadak berupa suhu tubuh tinggi, nyeri pada otot, nyeri di
kepala hebat, suara serak, batuk, epitaksis, dan disuria. Penyakit
biasanya akan sembuh sendiri dalam 5 hari dengan penurunan suhu
secara lisis, maka penyakit ini juga disebut vyfdaagse koorts (demam 5
hari).
Demam berdarah dengue ditandai oleh demam mendadak tanpa
sebab yang jelas disertai dengan gejala lain seperti lemah, nafsu makan
menurun/berkurang, muntah, nyeri anggota tubuh, punggung, sendi,
kepala dan perut. Gejala gejala tersebut menyerupai influenza biasa,
pada hari ke 2 atau ke 3 demam muncul berupa pendarahan dibawah
kulit (petekia/ekimosis), pendarahan gusi, epostaksis, sampai
pendarahan yang hebat berupa muntah darah akibat pendarahan
lambung, melena, dan juga hematuria masif.
Selain pendarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada
saat demam telah menurun antara hari ke 3 dan ke 7 dengan tanda
tanda anak menjadi makin lemah, ujung ujung jari, telinga dan hidung
teraba dingin dan lembap, denyut nadi terasa cepat, kecil, dan tekanan
darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang
(Ngastiyah, 2005).

6. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Nursalam, 2008 pada pemeriksaan darah pasien DHF akan
ditemukan :
a. Hb dan PCV meningkat (>20%)
b. Trambositopenia (>100.000/ml)
c. Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
d. Ig.D. dengue positif
e. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia,dan hiponatremia

12
f. Urium dan PH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik :PCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

7. Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan
koagulopati, trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, peteke, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna,
hematemesis dan melena (Smeltzer dan Bare, 2002).
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke
2–7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga
terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi
yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous
return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi ataukegagalan sirkulasi dan penurunan
sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis
mengakibatkan perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam
12-24 jam (Smeltzer dan Bare, 2002).
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang
berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada
lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan

13
limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau kompleks virusantibody (Smeltzer dan Bare, 2002).
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel, hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas (Smeltzer dan
Bare, 2002).

8. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah, 2005 penatalaksanaan dari Dengue Haemoragik
Fever adalah:
a. Keperawatan
1) Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam,
periksa Ht, Hb dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum
1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan kompres hangat.
2) Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah
sering dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan
walaupun klem dibuka tetesan infus tetap tidak lancar maka
jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1
infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan
biasa.
3) Derajat III dan IV
a) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan
elektrolit (RL) dengan cara diguyur kecepatan 20
ml/kgBB/jam.
b) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
c) Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.

14
d) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara
periodik.
e) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk
tindakan secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang
diperlukan.
f) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami
perdarahan gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT bisa
dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran
telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair
(Ngastiyah, 2005).
b. Medis
1) Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu
1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi
dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan
antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur <
12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang
lebih dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi
dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF
tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak
dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat .
2) Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang
diberikan biasanya RL, jika pemberian cairan tersebut tidak ada
respon diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20–
30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian
infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah
jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan
infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah, 2005).

15
9. Pathways

Bagan 2.1 Pathways Dengue Haemoragik Fever (DHF)

Arbovirus
Arbovirus (melalui
(melalui beredar
Beredardalam
dalam infeksi virus
Infeksi virus
nyamuk aedes aegpty)
nyamuk aedes aegpty) aliran darah
aliran darah dengue
dengue (viremia)
(viremia)

PGE2 Hipothalamus Membentuk & melepaskan Mengaktifkan system


zat C3a, zat
C5aC3a, c5a komplemen

Hipertermia peningkatanreabsorpsi
Peningkatan reabsorpsi
NaNa
dan H2O Permeabilitas membrane
dan H2O meningkat
meningkat
Kesalahan
Kesalahan interpr
Interprestasi Hospitalisasi

Kurang Pengetahuan Ansietas

Agregasi trombosit Kerusakan endotel pembuluh darah Resiko syokHipovolemik

Merangsang & mengaktivasi


Merangsang & mengaktivasifactor
faktor
Trombositopeni pembekuan Renjatan
Renjatanhipovolemik
hipovolemikdan hipotensi
pembekuan

DIC Kebocoran plasma


Kebocoran Plasma
Pendarahan
Pendarahan
Resiko pendarahan
Resiko perfusi
adektifjaringan tidak efektif
Asidosis metabolic
Asidosis metabolik
Hipoksia
jaringan
Resiko syok hipovolemik
Kekurangan volum cairan Ke ekstravaskuler

aru paru par


Paru paru Hepar Abdomen

Efusi
EfusiPleura
pleura Hepatomegali
Hepatomegali s
Ascites

Ketidakefektifan
Ketidakefektifan Mual muntah
Pola Nafas men Penekanan intaabdomen
Pola Nafas

Nyeri Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebuthan tubuh

Sumber ( Nurarif, Kusuma. 2015)

16
B. Konsep Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragik Fever (DHF)
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak anak
dengan usia anak kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama oarng tua, pendidikan orang tua dan pekerjaan
orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran compos mentis, turunnya
panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan anak akan semakin
lemah. Kadang kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri
telan, mual , muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati dan pergerakkan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit,
gusi (derajat III,IV) melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada pasien DHF anak
bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang
lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi yang dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi, semua
anak dengan status gizi baik maupum buruk dapat beresiko apabila
terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual,muntah dan nafsu makan menurun.

17
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan
gantungan baju di kamar).
h. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang dan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar) kadang kadang anak mengalami
diare, konstipasi, sementara DHF pada grade III-IV bisa terjadi
melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat, anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri sendi dan otot sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahat kurang.
5) Kebersihan, upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegpty.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik
1) Pada grade I, kesadaran compos mentis,keadaan umum lemah,
tanda tanda vital dan nadi lemah.
2) Pada grade II, kesadaran compos mentis, keadaan umum
lemah, ada pendarahan spontan petekia, pendarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.

18
3) Pada grade III, kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Pada grade IV, kesadaran koma, tanda tanda vital berupa nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
j. Sistem integument
1) Adanya petekia pada kulit, turgor kulit tidak elastis, dan
muncul keringat dingin, dan lembap.
2) Kuku sianosis/tidak.
3) Kepala leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami
pendarahan (epitaksis) pada grade II,III,IV.pada mulut
didapatkan mukosa mulut kering, terjadi pendarahan gusi, nyeri
telan. Sementara tenggorokkan mengalamio hyperemia pharing
dan terjadi pendarahan telinga pada grade II,III,IV.
4) Dada
Bentuk simetris dan kadang kadang terasa sesak. Pada foto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kana (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.
5) Abdomen, mengalami nyeri tekan pembesaran hati
(hepatomegali) dan asites.
6) Ekstremitas, akral dingin serta terjadi nyaeri otot, sendi, serta
tulang.

19
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif, Kusuma, 2015 diagnosa keperawatan dari penyakit
Dengue Haemoragik Fever (DHF) adalah:
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas
terganggu akibat spasme otot otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
c. Kekurangan voume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutris yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan menurun
e. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi
f. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan pendarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
g. Resiko pendarahan berhubungan dengan penurunan faktor faktor
pembekuan darah (trombositopeni)

20
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas
terganggu akiba spasme otot otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
Tujuan : pola nafas kembali efektif
Kriteria Hasil:
1) Mempertahankan pola nafas normal/ efektif.
2) Bebas dari sianosis dan tanda/gejala lain dari hipoksia.
Rencana tindakan
1) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya
pernfasan.
Rasional : Respons pasien bervariasi, kecepatan dan upaya
mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan
volume sirkulasi, akumulasi secret atau distensi gaster.
2) Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi napas sering menurun pada dasar selama
periode waktu tertentu.
3) Lihat kulit dan membrane mukosa untuk adanya sputum
Rasional : Sianosis menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan
dengan gagal jantung atau komplikasi paru
4) Letakkan pasien pada posisi semifowler
Rasional : Merangsang fungsi pernafasan/ ekspansi paru, efektif
pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
5) Dorong pasien berpartisipasi selama latihan nafass dalam.
Rasional : Membantu reekspansi/ mempertahankan patensi
jalan nafas.
6) Berikan tambahan oksigen dengan kanula dan masker sesuai
indikasi
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk
kebutuhan sirkulasi, khususnya pada adanya penurunan/
gangguan ventilasi.

21
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan : Anak menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal.
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh 36-37 ˚C
2) Pasien bebas dari demam
Rencana tindakan:
1) Kaji saat timbulnya demam.
Rasional: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2) Obeservasi tanda tanda vital setiap 3 jam sekali atau lebih.
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3) Berikan penjelasan mengenai penyebab demam atau
peningkatan suhu tubuh.
Rasional: Agar menambah pengetahuan tentang penyakit.
4) Berikan kompres hangat pada daerah aksila, lipatan paha.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan


intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Anak menunjukkan tanda tanda terpenuhinya kebutuhan
cairan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan perubahan keseimbangan cairan.
2) TTV dalam batas normal
3) Turgor kulit kembali dalam 2 detik
4) Ubun-ubun datar
Rencana tindakan:
1) Monitor TTV, keadaan umum.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan cairan intervensi dan pertahankan tetesan sesuai
dengan ketentuan.
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan cairan

22
3) Anjurkan anak untuk banyak minum
Rasional : Dapat mengganti kebutuhan kebuthan cairan yang
hilang.
4) Kaji perubahan produksi urine
Rasional : Mengetahui fungsi ginjal.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan menurun.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
1) Adanya minat/selera makan
2) Porsi makan sesuai kebutuhan
3) BB dipertahankan sesuai usia
4) BB meningkat sesuai usia
Rencana tindakan :
1) Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami
oleh pasien
Rasional : Untuk menetapkan cara yang tepat untuk
mengatasinya.
2) Berikan makanan yang mudah dicerna yaitu bubur, tim serta
dihidangkan selagi hangat
Rasional : Memudahkan proses menelan dan meringankan kerja
lambung untuk mencerna makanan.
3) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
Rasional : Untuk menghindari mual muntah.
4) Catatlah jumlah/ porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien
setiap hari
Rasional : Untuk mengatahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.

23
e. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi
Tujuan : Kecemasan berkurang
Kriteria Hasil :
1) Klien tampak lebih tenang
2) Klien mau berkomunikasi dengan perawat dan dokter
Rencana tindakan :
1) Kaji rasa cemas yang dialami oleh pasien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien
2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapan rasa
cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien
3) Gunakan komunikasi teraupetik
Rasional : Agar terbina saling percaya antar perawat pasien
sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan
4) Jaga hubungan saling percaya dari pasien dan keluarga
Rasional : Agar tindakan dapat kooperatif
5) Jawab pertanyaan dari pasien dan keluarga dengan jujur dan
benar
Rasional : Agar terbina saling percaya dan tidak ada
kesalahpahaman.
6) Terapkan terapi bermain mewarnai gambar
Rasional : Agar mengurangi kecemasan dan anak bisa
kooperatif terhadap tindakan keperawatan.

f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan yang


berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria Hasil : Tanda vital dalam batas normal
Rencana Tindakan :
1) Monitor keadaan umum pasien

24
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terjadi pendarahan, perawat segera mengetahui
tanda tanda persyok/ syok.
2) Observasi vital sign setiap 3 jam
Rasional : Perawat perlu terus mengobservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi persyok syok
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda pendarahan dan segera
laporkan jika terjadi pendarahan
Rasional : Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda
tanda pendarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang
cepat dan tepat dapat segera diberikan
4) Kolaborasi : pemberian intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi
kehilangan cairan tubuh secara hebat
5) Kolaborasi : Pemeriksaan HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh
darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan
tindakan lebih lanjut.

g. Resiko pendarahan berhubungan dengan penurunan factor factor


pembekuan darah (trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi pendarahan
Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batas normal
2) Tidak ada tanda pendarahan lebih lanjut, trombosit meningkat
Rencana Tindakan :
1) Monitor tanda tanda penurunan trombosit yang disertai tanda
klinis
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran plasma darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda tanda kilnis seperti epitaksis

25
2) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat (bedrest)
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan
3) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk
melaporkan jika ada tanda pendarahan seperti: hematemesis,
melena, epitaksis
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu
untuk penanganan dini bila terjadi pendarahan.
4) Antisipasi adanya pendarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah
Rasional : Mencegah terjadinya pendarahan lebih lanjut
5) Kolaborasi monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
pendarahan yang dialami pasien.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan merupakan tindakan yang sesuai
dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dalam
kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan
berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk
tenaga kesehatan lain, sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan
dokter atau petugas kesehatan lain (Mitayani, 2013).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, serta untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan (Evania, 2013).

26
C. Konsep Intervensi
1. Konsep Bermain
Menurut Jurnal Wowiling, Ismanto, Babakal (2017) dengan Judul
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah Akibat Hospitalisasi Di
Ruangan Irina E Blu Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan
hasil bahwa tingkat kecemasan yang dialami anak usia pra sekolah
mengalami penurunan sesudah terapi bermain Hal ini berarti bahwa
terapi bermain mewarnai gambar merupakan salah satu teknik yang
dapat mengalihkan perhatian anak akan suatu objek yang
mencemaskannya, sedangkan menurut jurnal Putri, Yulia (2017)
dengan judul Pengaruh Terapi Mewarnai Gambar Terhadap
Kecemasan Anak Prasekolah Akibat Hospitalissasi didapatkan hasil
yaitu pengaruh terapi mewarnai gambar efektif bisa menurunkan
kecemasan anak prasekolah akibat hospitalisasi.
a. Pengertian Bermain
Bermain adalah merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan
bagi anak meskipun hal tersebut tidak menghasilkan komoditas
tertentu misalnya keuntungan finansial (uang). Anak bebas
mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira, atau perasaan
lainnya sehingga dengan memberikan kebebebasan bermain orang
tua mengetahui suasana hati anak ( Nursalam, 2008 ).
Bermain adalah sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai
instrinsik pada anak, bermain tidak memiliki tujuan ekstrinsik dan
motivasinya kebih bersifat instrinsik, dan bersifat spontan dan
sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak
serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak. Bermain memiliki
hubungan sistemati yang khusus dengan sesuatu yang bukan
bermain seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa,
perkembangan sosial dan sebagainya (Mulyadi, 2004).

27
b. Fungsi bermain pada anak
1) Perkembangan sensori motorik
Aktivitas sensori motorik merupakan bagian yang
berkembang paling dominan pada masa bayi. Perkembangan
sensori motorik ini didukung oleh stimulasi visual, stimulasi
pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulus kinetik.
Stimulus sensorik yang diberikan oleh lingkungan anak akan di
respons dengan memperlihatkan aktivitas motorik nya.
Stimulasi visual merupakan stimulasi awal yang penting
pada tahap permulaan perkembangan anak. Anak akan
meningkatkan perhatiannya pada lingkungan sekitar melalui
penglihatannya. Oleh karena itu orang tua disarankan untuk
memberikan mainan berwarna warni pada usia 3 bulan
pertama. Stimulasi pendengaran (stimulasi auditif) sangat
penting untuk perkembangan bahasanya (verbal) terutama pada
tahun pertama kehidupannya, memberikan sentuhan (stimulus
taktil) yang mencukupi pada anak berarti memberikan
perhatian dan kasih sayang yang diperlukan oleh anak,
stimulus semacam ini akan menimbulkan rasa aman dan
percaya diri pada anak sehingga anak akan lebih responsif dan
berkembang. Stimulasi kinetik akan membantu anak untuk
mengenal lingkungan yang berbeda
2) Perkembangan kognitif (intelektual)
Anak belajar warna, bentuk/ukuran,tekstur dari berbagai
macam objek, angka, dan benda. Anak belajar untuk
merangkai kata, berpikir abstrak, dan memahami hubungan
ruang seperti naik, turun, dibawah, dan terbuka. Aktivitas
bermain juga dapat membantu perkembangan keterampilan
dan mengenal dunia nyata dan fantasi.

28
3) Sosialisasi
Sejak awal anak anak, bayi telah menunjukkan ketertarikan
dan kesenangan terhadap orang lain terutama ibunya, dengan
bermain anak akan mengembangkan dan memperluas
sosialisasi, belajar untuk mengatasi persoalan yang timbul,
mengenal nilai nilai moral dan etika, belajar mengenai apa
yang salah dan benar, serta bertanggung jawab terhadap
sesuatu yang diperbuatnya.
Pada tahun pertama, anak hanya mengamati objek
disekitarnya. Pada usia 2-4 tahun biasanya anak suka bermain
peran seperti peran sebagai ayah, ibu dan lain lain.
Pada usia prasekolah anak lebih banyak bergabun dengan
kelompok sebayanya (peer group) dan mempunyai teman
favorit.
4) Kreativitas
Tidak ada situasi yang lebih menguntungkan/
menyenangkan untuk berkreasi daripada bermain, anak anak
dapat bereksperimen dan mencoba ide idenya sekali anak
merasa ouas untuk mencoba sesuatu yang baru dan berbeda, ia
akan memindahkan kreasinya ke situasi lain.
Namun demikian, orang tua yang bercerai, orang tua yang
sibuk bekerja, atau orang tua tunggal (single parent) dapat
mempengaruhi kemampuan anak untuk bermain secara
spontan dan perkembangan imaginasinya. Oleh karena itu
untuk mengembangkan kreasi anak diperlukan lingkungan
yang mendukung.
5) Kesadaran diri
Dengan aktivitas bermain anak akan menyadari bahwa
dirinya berbeda dengan yang lain dan memahami dirinya
sendiri. Anak belajar untuk memahami kelemahan dan

29
kemampuannya dibandingkan dengan anak yang lain, anak
juga mulai melepaskan diri dari orang tua nya.
6) Nilai nilai moral
Anak belajar mengenai perilaku yang benar dan salah dari
lingkungan rumah maupun sekolah, interaksi dengan
kelompoknya memberikan makna pada latihan moral mereka.
Jika masuk ke dalam suatu kelompok, anak harus mentaati
aturan misalnya kejujuran.
7) Nilai teraupetik
Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari
lingkungan, dengan bermain anak dapat mengekspresikan
emosi dan ketidakpuasan atas situasi sosial serta rasa takutnya
yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata (Nursalam,
2008).
c. Prinsip prinsip dalam aktivitas bermain
Pada dasarnya aktivitas bermain pada ank tidak hanya dengan
menggunakan alat permainan saja, perhatian dan kasih sayang
yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya, seperti sentuhan,
bercanda, belaian, dan lainnya. Soetjiningsih (1995) mengatakan
bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar aktivitas
bermain bisa menjadi stimulus yang efektif sebagaimana berikut
ini:
1) Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak
memerlukan nutrisi yang memadai, asupan (intake) yang
kurang dapat menurunkan gairah anak, anak yang sehat
memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi baik bermain
aktif maupun pasif untuk menghindari rasa bosan atau jenuh.
2) Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain
sehingga stimulus yang diberikaan dapat optimal. Selain itu,

30
anak akan mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal
alat alat permainanya.
3) Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan
usia dan tahap perkembangan anak, orang tua hendaknya
memperhatikan hal ini sehingga alat permainan yang diberikan
dapat berfungsi dengan benar, yang perlu diperhatikan adalah
bahwa alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai
unsur edukatif bagi anak.
4) Ruang untuk bermain
Aktivitaas bermain dapat dilakukan dimana saja, diruang
tamu, dihalaman, bahkan di ruang tidur. Diperlukan suatu
ruangan atau tempat khusus untuk bermain bila memungkinkan
dimana ruangan tersebut sekaligus dapat menjadi tempat untuk
menyimpan mainannya
5) Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba coba sendiri, meniru
teman temannya atau diberitahu oleh orang tuanya. Cara yang
terakhir adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan lebih
berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alat
permainan tersebut.
Orang tua yang tidak pernah mengetahui cara bermain dari
alat permainan yang diberikan umumnya membuat
hubungannya dengan anak cenderung menjadi kurang hangat
6) Teman bermain
Dalam bermain akan memerlukan teman bisa teman sebaya,
saudara, atau orang tuanya. Ada saat saat tertentu dimana anak
sendiri agar dapat menemukan kebutuhannya sendiri, bermain
yang dilakukan bersama dengan orang tuanya akan
mengakrabkan hubungan dan sekaligus memberikan
kesempatan kepada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan

31
yang dialami oleh anaknya, teman diperlukan untuk
mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak dalam
memahami perbedaan (Nursalam 2008).
d. Tujuan bermain di rumah sakit
Tujuan bermain dirumah sakit pada prinsipnya adalah agar
dapat melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal,
menggembangkan kreativitas anak, dan anak dapat beradaptasi
secara lebih efektif terhadap stress. Sering kali terjadi bahwa
setelah anak dirawat di rumah sakit, aspek tumbuh kembangnya
diabaikan. Petugas hanya memfokuskan pada bagaiman agar
penyakitnya sembuh.
Setelah pulang, orang tua mengeluh bahwa anaknya menjadi
regresi (kekanak kanakan) padahal sebelum sakit anak lebih
mandiri dan tumbuh normal seperti teman sebayanya (Nursalam,
2008).
e. Terapi mewarnai gambar
Salah satu permainan yang cocok dilakukan untuk anak usia
pra sekolah yaitu mewarnai gambar, dimana anak mulai menyukai
dan mengenal warna serta mengenal bentuk-bentuk benda di
sekelilingnya (Suryanti, 2011 dalam jurnal Wowiling, Ismanto,
Babakal 2017).
Mewarnai merupakan salah satu permainan yang memberikan
kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan sangat
terapeutik (Paat, 2010).

32
f. Standar Operasional Prosedur Terapi Mewarnai Gambar

Tabel 2.1
Standar Operasional Prosedur (SOP) Terapi Mewarnai
Gambar

TERAPI BERMAIN

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
1. Anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira,
atau perasaan lainnya sehingga dengan memberikan
kebebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak (
Nursalam, 2008 ).
2. Bermain adalah sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai
PENGERTIAN instrinsik pada anak, bermain tidak memiliki tujuan ekstrinsik
dan motivasinya lebih bersifat instrinsik, dan bersifat spontan
dan sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh
anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak ((Mulyadi,
2004).

1. Meminimalisir tindakan perawatan yang traumatis


2. Mengurangi kecemasan
3. Membantu mempercepat penyembuhan
TUJUAN 4. Sebagai fasilitas komunikasi
5. Persiapan untuk hospitalisasi atau surgery
6. Sarana untuk mengekspresikan perasaan

KEBIJAKAN Dilakukan di Ruang rawat inap.


PETUGAS Perawat
1. Pasien dan keluarga diberitahu tujuan bermain
2. Melakukan kontrak waktu
PERSIAPAN 3. Tidak ngantuk
4. Tidak rewel
PASIEN
5. Keadaan umum mulai membaik
6. Pasien bias dengan tiduran atau duduk, sesuai kondisi klien

1. Pensil Warna
2. Kertas bergambar
PERALATAN
3. Meja Belajar

33
A. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan kontrak waktu
2. Mengecek kesiapan anak (tidak ngantuk, tidak rewel,
keadaan umum membaik/kondisi yang memungkinkan)
3. Menyaiapkan alat
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam kepada pasien dan menyapa nama
pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Memberi petunjuk pada anak cara bermain
2. Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan sendiri
atau dibantu
3. Memotivasi keterlibatan klien dan keluarga
PROSEDUR
4. Memberi pujian pada anak bila dapat melakukan
PELAKSANAAN 5. Mengobservasi emosi, hubungan inter-personal, psikomotor
anak saat bermain
6. Meminta anak menceritakan apa yang dilakukan/dibuatnya
7. Menanyakan perasaan anak setelah bermain
8. Menanyakan perasaan dan pendapat keluarga tentang
permainan
D. Tahap Terminasi
Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan:
1. Berpamitan dengan pasien
2. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
3. Mencuci tangan
4. Mencatat jenis permainan dan respon pasien serta keluarga
kegiatan dalam lembar catatan keperawatan dan kesimpulan
hasil bermain meliputi emosional, hubungan inter-personal,
psikomotor dan anjuran untuk anak dan keluarga.

34
2. Konsep Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak
nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi (Murwani, 2008).
Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan
individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga
dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesua, kecemasan berfungsi
sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan
memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak
dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat
sampai ego dikalahkan (Syifa, 2011).
b. Tingkat kecemasan
1) Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari,
individu masih waspada serta lapang presepsinya meluas,
menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar
dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan
menghasilkan pertumbuhan
2) Kecemasan Sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini
mempersempit lapang presepsi individu. Dengan demikian,
individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat
berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
3) Kecemasan Berat
Lapangan presepsi individu sangat sempit. Individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta

35
tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak
arahan untuk berfokus pada area lain.
4) Panik
Berhubungan dengan ketakutan, dan terror. Hal yang rinci
terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan
kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan
aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan
dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang
lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Stuart, 2006).
c. Faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan
1) Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
kecemasan:
a) Teori Psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud,
kecemasan timbul karena konflik antara elemen
kepribadian yaitu id (insting) dan super ego (nurani). Id
mewakili dorongan insting dan imlus primitive seseorang
dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi kecemasan adalah meningkatkan ego bahwa ada
bahaya.
b) Teori interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan
takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan

36
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan
spesifik.
c) Teori behavior
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
d) Teori perspektif keluarga
Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang
tidak adaptif dalam keluarga.
e) Teori perspektif biologi
Fungsi biologis menunjukan bahwa otak mengandung
reseptor khusus Benzodiapine. Reseptor ini mungkin
membantu mengatur kecemasan.
2) Faktor prespitasi
Faktor prespitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi
pencetus kecemasan:
a) Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
membahayakan identitas harga diri dan fungsi sosial yang
terintegrasi dari seseorang.

37
d. Alat ukur tingkat kecemasan
Table 2.2
Alat Ukur Kecemasan

PENILAIAN
RESPON TERHADAP
NO
KECEMASAN
0 1

Dampak perpisahan
1. Anak menangis/merengek
saat ditinggal oleh orangtua
atau orang yang biasa
menunggu di rumah sakit
anak rewel
2. Anak rewel minta pulang
3. Menolak perhatian dari
petugas atau dari orang
yang tidak dikenal
Kehilangan kontrol dan
tingkat kooperatif
4. Saat dilakukan pemeriksaan
dokter dan tindakan
keperawatan reaksi anak
menolak
5. Menepiskan tangan
6. Memalingkan muka atau
membelakangi
7. Menghindar dengan
menarik tangan/kaki
8. Memalingkan
muka/membelakangi

38
pemeriksa
9. Melawan dengan kata kata
misal tidak mau suster,
dokter nakal, pergi sana!
10. Melawan dengan
tindakan fisik:menggigil
atau mendorong.
Pembahasan Aktivitas
11. Anak tampak takut
menggerakkan tangan dan
kaki yang terpasang infuse
12. Tampak bosan dan selalu
ingin keluar
13. Selalu memerlukan
bantuan orang tua dalam
melakukan aktivitas
ringan di tempat tidur
14. Ketakutan terhadap
perlakuan nyeri
15. Anak menolak setiap kali
dilakukan tindakan invasi
(pengambilan sampel
darah, pemasangan jarum
infuse, ganti balut)
16. Anak berusaha mencabut
selang infuse/ selang
oksigen yang teroasang
ditubuhnya.
Respons fisiologis terhadap
kecemasan
17. Keluar keringat dingin

39
18. Berdebar debar, frekuensi
nafas meningkat.
19. Kaki dan tangan
bergemetar
20. Mimik/ ekspresi muka,
alis terangkat
21. Mulut terkatup rapat
Perubahan pola makan,
tidur dan eleminasi
22. Tidak menunjukkan minat
terhadap aktivitas,
menolak makan/tidak
menghabiskan makan
23. Sering bergerak dan
berubah posisi saat tidur
24. Mengompol
Respons psikologis terhadap
kecemasan
25. Tidak menunjukkan minat
terhadap aktivitas (banyak
diam dan tidur di siang
hari)
26. Tampak melamun dan
pandangan mata nanar,
sering menangis dan
rewel, merengek, tanpa
sebab yang jelas
27. Tidak mau menjawab atau
memperhatikan kontak
mata saat diajak bicara
perawat

40
Kemampuan kognitif,
motorik, verbal
28. Mampu menghitung
jumlah jari 1-10. Mampu
melakukan aktivitas
sebelumnya sudah
dikuasai dengan baik
misal : duduk, makan,
minum
29. Mampu menyebutkan
nama anggota keluarga
30. Mampu mengungkapkan
keinginan secara spesifik :
haus, lapar
Keterangan :
Ceklis observasi respons- respons kecemasan dari 30 item jawaban ya
bernilai 1, jawaban tidak bernilai 0. Skor total pada semua item
pertanyaan jawaban 0-30. Kategori kecemasan:
0-10 : Ringan
11-20 : Sedang
21-30 : Berat.
(A.Aziz Alimul Hidayat, 2015).

41
D. Konsep Tumbuh Kembang
1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubub dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel. Adanya multiplikasi dan pertambahan ukuran
sel berarti ada pertambahan secara kuantitatif dan hal tersebut terjadi
sejak terjadinya konsepsi, yaitu bertemunya sel telur dan sperma
hingga dewasa (IDAI, 2002).

2. Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dapat
diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil proses diferensi sel jaringan
tubuh, organ organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002).
Perkembangan merupakan hasil interaksi anatara kematangan
susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhimya, sehingga
perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia.
Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang
berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara
simultan (bersamaan) pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan
pertambahan kemampuan (perkembangan) anak.

3. Prinsip Tumbuh Kembang


Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa
prisnip dalam prosesnya, primsip tersebut dapat menentukan ciri atau
pola dari pertumbuhan dan perkembangan setiap anak. Prinsip prinsip
tersebut antara lain:
a. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada
aspek kematangan susunan saraf pada manusia, dimana semakin

42
sempurna pula proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
mulai dari proses konsepsi sampai dengan dewasa.
b. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu adalah
sama, yaitu mencapai proses kematangan meskipun dakam proses
pencapaian tersebut tidak memiliki kecepatan yang sama antara
individu yang satu dengan yang lain.
c. Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang
dapat terjadi mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian tubuh atau
juga mulai dari kemampuan yang sederhana hingga mencapai
kemampuan yang lebih kompleks sampai mencapai kesempurnaan
dari tahap pertumbuhan dan perkembangan
(Narendra, 2002 dalam A.Aziz Alimul Hidayat).

4. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan


Pola pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang
terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang
dapat mengalami percepatan maupun pertambahan yang saling
berhubungan antara satu organ dengan organ yang lain, dalam
peristiwa tersebut akan mengalami perubahan pola pertumbuhan dan
perkembangan, diantaranya
a. Pola pertumbuhan fisik yang terarah
Pola ini memiliki dua prinsip atau hukum perkembangan, yaitu
prinsip cephalocaudal dan prinsip proximodistal
1) Cephalocaudal atau head to tail directoin (dari arah kepala
kemudian kaki) pola pertumbuhan dan perkembangan ini
dimulai dari kepala yang ditandai dengan perubahan ukuran
kepala yang lebih besar, kemudian berkembang kemampuan
untuk menggerakkan lebih cepat dengan menggelengkan
kepala dan dilanjutkan ke bagian ektremitas bawah lengan,
tangan, dan kaki. Hal tersebut merupakan pola searah dalam
pertumbuhan dan perkembangan

43
2) Proximodistal atau near for direction, pola ini dimulai dengan
menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat/
sumbu tengah kemudian menggerakkann anggota gerak yang
lebih jauh atau ke arah bagian tepi, seperti menggerakkan bahu
terlebih dahulu lalu jari jari. Hal tersebut dapat dilihat pada
perkembangan berbagai organ yang ada ditengah, seperti
jantung, paru, pencernaan, dan yang lain akan lebih dahulu
mencapai kematangan.
b. Pola perkembangan dari umum ke khusus
Pola ini dikenal dengan nama pola masss to specific atau to
complex, pola pertumbuhan dan perkembangan ini dapat dimulai
dengan menggerakkan daerah yang lebih umum (sederhana)
dahulu baru kemudian daerah yang lebih kompleks (khusus),
seperti melambaikan tangan kemudian baru memainkan jarinya
atau menggerakkan lengan atas, bawah telapak tangan sebelum
menggerakkan jari tangan atau menggerakkan badan atau tubuhnya
sebelum mempergunakan kedua tungkainya untuk menyangga,
melangkah, dan/mampu berjalan.
c. Pola pertumbuhan berlangsung dalam tahapan perkembangan
Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan
perkembangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi
perkembangan selanjutnya, seperti seorang anak pada usia 4 tahun
mengalami kesulitan dalam berbicara atau mengemukakan sesuatu,
atau terbatas dalam perbendaharaan kata, maka dapat diramalkan
akan mengalami keterlambatan pada seluruh aspek perkembangan,
pada pola ini tahapan perkembangan dibagi menjadi 5 bagian yang
memiliki prinsip atau ciri khusus:
1) Masa pralahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat
dan jaringan tubuh

44
2) Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan
di luar rahum dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik
dalam perubahan
3) Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan
yang mempengaruhinya serta memiliki kemampuan untuk
melindungi dan menghindar dari hal yang mengancam dirinya.
4) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat,
sikap, minat, dan cara penyesuain dengan lingkungan dalam hal
ini keluarga dan teman sebaya.
5) Masa remaja, terjadi perubahan ke arah dewasa sehingga
kematangan ditandai dengan tanda tanda pubertas.
d. Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan
(belajar)
Proses kematangan dan belajar selalu mempengaruhi
perubahan dalam perkembangan anak, terdapat saat yang siap
untuk menerima sesuatu dari luar untuk mencapai proses
kematangan. Kematangan yang dicapainya dapat disempurnakan
melalui ransangan yang tepat, masa itulah dikatakan sebagai masa
kritis yang harus dirangsang agar mengalami pencapaian
perkembangan selanjutnya melalui proses belajar (A.Aziz Alimul
Hidayat).

5. Ciri ciri Pertumbuhan dan Perkembangan


Dalam peristiwa pertumbuhan dan perkembangan anak memiliki
berbagai ciri khas yang membedakan komponen satu dengan yang lain,
pertumbuhan memiliki ciri ciri:
a. Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal
bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan lain.

45
b. Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat
terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai
dari masa konsepsi hingga dewasa.
c. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri ciri
lama yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya
kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks tertentu.
d. Dalam pertumbuhan terdapat ciri ciri baru yang secara perlahan
mengikuti proses kematanagn seperti adanya rambut pada daerah
pubis, axila, atau dada.
Perkembangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti
dari perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi
akan diikuti perubahan pada fungsi alat kelamin.
b. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap,
yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuj ke arah
kaudal atau dari bagian proksimal ke bagian distal
c. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari
kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan
melakukan hal yang sempurna
d. Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian
perkembangan yang berbeda.
e. Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap tahap
selanjutnya, dimana tahapan perkemabangan harus di lewati tahap
demi tahap (Narendra, 2002 dalam A.Aziz Alimul Hidayat).

6. Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif yang banyak dianut pada saat ini
adalah teori perkembangan kognitif (cognition theory) dari piaget. Jean
piaget menyatakan bahwa anak anak berpikir dengan cara yang
berbeda dibanding orang dewasa dan menetapkan suatu teori
pentahapan.Tahap perkembanagn dibagi menjadi empat tahap

46
perkembangan yaitu, (1) masa bayi (2) prasekolah (3) anak anak dan
(4) remaja. Masing masing tahap ini ditandai oleh struktur kognitif
umum yang mempengaruhi semua pemikiran si anak (suatu pandangan
yang dipengaruhi oleh filosuf Immanuel kant)
a. Tahap sensorimotor (0-24 bulan)
Pada tahap ini, anak memahami dunianya memulai gerak
dan inderanya, serta mempelajari permanensi objek. Bayi tidak
dapat mempertimbangkan kebutuhan, keinginan, atau kepentingan
orang lain, karena itu ia dianggap “egosentris”
b. Tahap praoperasiona (2-7 tahun)
Selama tahap ini anak mulai memiliki kecakapan motoric
proses berpikir anak anak juga berkembang, meskipun mereka
masih dianggap “jauh” dari logis. Proses berpikir mejadi
internalisasi, tidak simetris dan mengandalkan intuisi, kemampuan
simbolisasi meningkat.
“animisme” juga merupakan ciri khas dari tahap
praoperasional, pengertiannya adalah suatu keyakinan bahwa
segala seuatu yang ada akan memiliki beberapa jenis kesadaran.
Contoh anak anak sering kali percaya bahwa mobil tidak akan
berjalan karena lelah atau sakit. Karakteristik untuk tahap ini
adalah bahwa anak praoperasional sering mengasumsikan bahwa
setiap orang dan segala sesuatunya seperti mereka.
Anak anak pada tahap praoperasional biasanya “egosentris”
yang berarti bahwa mereka hanya mampu mempertimbangkan
sesautu dari sudut pandang mereka sendiri. Dia tidak mengerti
menngapa orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dan dia
tidak bisa menempatkan dirinya sebagai orang lain. Anak belum
mengerti suatu konstansi, missal ketika segelas air ditaruh digelas
yang kecil tinggi kemudian dipindah ke gelas yang pendek lebar,
dia tidak tahu bahwa volumenya sama.

47
c. Tahap operasional (7-11 tahun)
Anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian kejadian
konkrit, proses berpikir menjadi lebih rasional, matang dan “seperti
dewasa” atau lebih “operasional”. Anak dapat memusatkan
berbagai aspek dari situasi secara stimultan.
d. Tahap operasional formal (mulai umur 11 tahun)
Pada tahap ini telah berkembang kemampuan penalaran
abstrak dan imajinasi pada anak, pengertian terhadap ilmu
pengetahuan dan teori lebih mendalam. Hal ini memungkinkan
remaja untuk melewati dunia realita yang konkrit ke dunia
kemungkinan dan untuk beroperasi secara logis pada symbol dan
informasi yang tidak selalu mengacu pada objek dan peristiwa di
dunia nyata. Anak belajar menciptakan ide baru dan menggunakan
ide tersebut. Anak dapat focus pada pernyataan verbal dan
mengevaluasi validitas logis mereka tanpa membuat petunjuk ke
keadaan dunia nyata. Anak dapat berpikir seperti orang dewasa dan
memikirkan masa depannya (Soetjiningsih, 2013).
Tabel 2.3
Perkembangan kognitif anak usia prasekolah (3-6 Tahun)
Usia Perkembangan kognitif
24-36 bulan  Dapat menunjuk satu atau lebih
bagian tubuhnya ketika diminta
 Melihat gambar dan dapat menyebut
dengan benar nama dua benda atau
lebih
 Dapat bercerta menggunakan
paragraph sederhana
 Menggabungkan 2-3 kata menjadi
kalimat
 Menggunakan nama sendiri untuk

48
menyebutkan dirinya.
36-48 bulan  Mengenal 2-4 warna
 Menyebut nama, umur, tempat tinggal
 Mengerti kata diatas, dibawah,
didepan
 Mencuci dan mengeringkan tangan
sendiri
 Bermainn bersama teman, mengikuti
aturan permainan
 Mengenakan sepatu sendiri
 Mengenakan celana panjang, kemeja,
baju
 Menghubungkan aktivitas saat ini dan
pengalaman masa lalu
 Dapat menggambar orang dengan
kepala ditambahi bagian tubuh
lainnya.
 Dapat memilih milah objek ke dalam
kaategori sederhana
48-60 bulan  Menggambar garis lurus
 Mengenal 2-4 warna
 Menyebut nama, umur, tempat tinggal
 Mengerti kata diatas, dibawah,
didepan
 Mencuci dan mengeringkan tangan
sendiri
 Bermainn bersama teman, mengikuti
aturan permainan
 Mengenakan sepatu sendiri
 Mengenakan celana panjang, kemeja,

49
baju
 Bertanya arti kata
 Menggambar rumah yang dapat
dikenal
60-72 bulan  Menggambar 6 bagian tubuh,
meggambar orang lengkap
 Menggambar segi empat
 Mengerti arti lawan kata
 Menjawab pertanyaan tentang benda
terbuat dari apa dan kegunaannya
 Mengenal angka, bisa menghitung
angka 5-10
 Mengenal warna warni
 Mengungkapkan simpati
 Mengikuti aturan permainan
 Berpakaian sendiri tanpa dibantu
 Mampu menulis nama
 Memahami angka angka
 Mengembangkan keterampilan
membaca dengan baik.

7. Perkembangan Motorik
Perkembangan motoric merupakan perkembangan control
pergerakan badan melalui koordinasi aktivitas saraf pusat, saraf tepi,
dan otot. Kontrol pergerakkan ini muncul dari perkembangan refleks
refleks yang dimulai sejak lahir, anak menjadi tidak berdaya sampai
perkembangan ini muncul.
Perkembangan motoric dibagi menjadi 2, yaitu perkembangan motoric
kasar dan motoric halus. Perkembangan motoric kasar melibatkan otot
otot besar, meliputi perkembangan gaerakan kepala, badan, anggota

50
badan, keseimbangan, dan pergerakkan. Perkembangan motoric halus
adalah koordinasi halus yang melibatkan otot-otot kecil yang
dipengaruhi oleh matanya fungsi motoric , fungsi visual yang akurat,
dan kemampuan intelek nonverbal (Soetjiningsih, 2013).
a. Perkembangan motoric kasar (gross motor)
Perkembangan motoric kasar merupakan aspek perkembangan
lokomosi (gerakan) dan postur (posisi tubuh).
Tabel 2.4
Perkembangan motoric kasar pada anak usia prasekolah (3-6
Tahun)
Usia Perkembangan motoric kasar
24-36 bulan  Jalan menaiki tangga sendiri
 Dapat bermain dan menendang
bola
Umur 3 tahun anak mampu meloncat
dengan kedua kaki dan lengan mengayun
kedepan. Anak juga telah mampu berdiri
sesaat pada satu kaki, pada ujung jari
kedua kaki (menjinjit) dan berjalan pada
garis
Umur 3,5 tahun, kebanyakan anak bisa
lompat lompat dengan satu kaki untuk 3-6
lompatan, jumlah langkah dan kecepatan
lompatan meningkat sesuai umur, anak
mampu memutar tubuhnya dengan
menggerak gerakkan anggota gerak.
36-48 bulan  Berdiri pada satu kaki selama 2
detik
 Melompat dengan kedua kaki
diangkat

51
 Mengayuh sepeda roda 3
Umur 4 tahun anak bisa berjalan
mengikut lingkaran dan bisa menjaga
keseimbangan dengan satu kaki berada di
depan kaki yang lain untuk waktu 8-10
detik, pada umur 4 tahun gerakan
menangkap diantisipasi dengan lengan
terbuka dengan sedikit fleksi pada sikut
dan kaki bersama sama.
48-60 bulan  Berdiri tanpa satu kaki selama 6
detik
 Melompat lompat dengan satu kaki
 Menari
Umur 5-6 tahun, anak anak mampu
memainkan lompat tali yabg merupakan
variasi yang kompleks dari melompat
lompat
60-72 bulan  Berjalan lurus
 Berdiri dengan satu kaki selama 11
detik
Umur 6 tahun anak bisa menjaga
keseimbangan pada satu tungkaidan satu
kaki pada ujung jari, pada umur inin,
ketika menangkap bola anak melakukan
gerakan ke depan ke arah bola denga satu
kaki di depan kaki yang lainnya, lengan
membengkok untuk menangkap bola
dengan kedua tangan.

52
b. Perkembangan motoric halus
Kemajuan perkembangan motoric halus, khususnya
ektremitas atas berlangsung kea rah proksimodistal dimulai dari
bahu menuju ke arah distal sampai jari, kemampuan motoric halus
dipengaruhi oleh matangnya fungsi motoric dan koordinasi
neuromuscular yang baik, fungsi visual yang akurat, dan
kemampuan intelek nonverbal.
Keterampilan motoric halus merupakan koordinasi halus
pada otot oto kecil yang memainkan suatu peran utama, suatu
keterampilan menulis huruf “a” merupakan serangkaian beratus
ratus koordinasi saraf otot. Pergerakkan terampil adalah proses
yang sangat kompleks. Variasi perkembangan motoric halus
mencerminkan kemauan dan kesempatan individu untukk belajar,
anak yang jarang menggunakan krayon aka mengalami
keterlambatan pada perkembangan memegang pensil
(Soetjiningsih, 2013).
Tabel 2.5
Perkembangan motoric halus pada anak usia prasekolah (3-6
Tahun)
Usia Perkembangan motoric halus
36-48 bulan  Menggambar garis lurus
 Menumpuk 8 buah kubus
48-60 bulan  Menggambar tanda silang
 Menggambar lingkaran
 Mengggambar orang dengan 3 bagian
tubuh (kepala, badan, lengan).
60-72 bulan  Menangkap bola kecil
 Menggambar segi empat

53
8. Perkembangan Bahasa
Kemampuan berbahasa merupakan indicator seluruh
perkembangan anak, karena kemampuan berbahasa sensitifitas
terhadap keterlambatana atau kelainan pada system lainnya, seperti
kemampuan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi, dan lingkungan
disekitar anak (Soetjiningsih, 2013).
Tabel 2.6
Perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah (3-6 Tahun).
Usia Perkembangan Bahasa
24-36 bulan Pengertiannya bagus terhadap percakapan yang
sudah familiar pada keluarga
30-36 bulan Percakapan melalui tanya jawab
30-42 bulan Mampu bercerita pendek, atau mampu
bertanya “mengapa”
36-48 bulan Pengertiannya bagus terhadap kata kata yang
belum familiar
36-48 bulan Mampu membuat kalimat yang sempurna
5 tahun Mampu memproduksi konsonan dasar dengan
benar

54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain Penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan
dalam melakukan prosedur penelitian. Desain penelitian yang umumnya
digunakan dibidang keperawatan adalah rancangan penelitian deskriptif
(korelasi, cross, sectional) rancangan observasi (case, conntrol, kohort)
dan rancangan intervensi atau eksperimen (preexperimental, true
experimental, dan quasy experimental) (A.Aziz Alimul Hidayat, 2007).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan. Secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata kata dan bahasa pada suatu koneksi
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong, 2005 dalam Herdiansyah, 2014).
Studi kasus adalah suatu model penelitian kualitatif yang terperinci
tentang individu atau suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu
tertentu. Secara lebih dalam, studi kasus merupakan suatu model yang
bersifat komprehensif, intens, terperinci dan mendalam serta lebih
diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah masalah atau fenomena
yag bersifat komprehensif (berbatas waktu) (Herdiansyah, 2014).
Jadi yang akan digunakan adalah jenis data pendekatan kualitatif
dan dengan desain studi kasus yang bermaksud untuk melakukan tindakan
pengaruh terapi bermain mewarnai gambar terhadap kecemasan anak usia
prasekolah (3-6 Tahun) dengan Dengue Haemoragik Fever (DHF) di
Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.

B. Subjek Penelitian
Merupakan pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam
sebuah penelitian. Informasi mengenai subjek penelitian yang terlibat

55
sedetail mungkin dengan tetap mengedepankan prinsip confidentiality-
identitas subjek tetap disembunyikan atau di samarkan (Herdiansyah,
2014). Subjek yang akan digunakan yaitu anak usia prasekolah (3-6
Tahun) dengan Dengue Haemoragik Fever (DHF).

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2019.

D. Setting Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur.

E. Metode Pengumpulan Data


1. Observasi (pengamatan)
Observasi merupakn cara pengumpulan data dengan mengadakan
melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian
untuk mencari perubahan atau hal hal yang akan diteliti. Dalam
metode observasi ini, instrumen yang dapat digunakan adalah lembar
observasi, panduan pengamatan (observasi), atau lembar ceklist
(Hidayat, 2009). Dalam metode ini peneliti melakukan pemeriksaan
fisik dengan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultrasi pada
sistem tubuh klien.

2. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode ini
memberikan hasil secara langsung. Metode dapat dilakukan apabila

56
peneliti ingin mengetahui hal hal dari responden secara mendalam
serta jumlah responden sedikit, dalam metode wawancara ini dapat
digunakan instrumen berupa pendoman wawancara kemudian daftar
periksa atau cheklist. Dalam metode ini peneliti melakukan anamnesis
dengan klien pertanyaan:
a. Pengkajian identias klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga, dll.
(Hidayat, 2009).

3. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti dalam rangka mencar landasan teoritis dari permasalahan
penelitian (Hidayat, 2009).
Sebagian besar kegiatan tealaah pustaka adalah membaca dan
menyarikan informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti
berdasarkan berbagai bahan publikasi dan non publikasi yang tersedia
mengenai topik penelitian (Hidayat, 2009).

4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengambil data yang berasal dari dokumen asli, dokumen asli tersebut
dapat berupa gambar, tabel, daftar periksa, dan film dokumenter.
Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan metode dokumen
karena dokumen memberi informasi tentang situasi yang tidak dapat
diperoleh langsung melalui observasi langsung atau wawancara.
Sejumlah besar data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi, dokumentasi penelitian ini peneliti menuliskan asuhan
keperawatan dan catatan perkembangan (Aziz Alimul Hidayat, 2009).

57
F. Metode Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/
informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data
dengan validatas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti
menjadi instrumen utama) maka uji keabsahan data dapat menggunakan
triagulasi sumber /metode, yaitu menggunakan klien, keluarga, dan
lingkungan klien sebagai sumber informas, dan sumber dokumentasi. Jika
informasi yang didapatkan dari sumber klien, maka informasi tersebut
valid.
Keabsahan hasil penelitian merupakan kreadibilitas hasil riset dan
kekuatan ilmiah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan
dibahas dengan strategi yang disusun untuk meningkatkan validitas dan
reabilitas, untuk itu digunakan:
1. Memperpanjang waktu dan pengamatan atau tindakan
2. Sumber informasi menggunakan triagulasi sumber utama yaitu pasien,
perawat, dan keluarga partisipan yang berhubungan dengan masalah
DHF pada pasien ynag mengalami masalah kecemasan.
Triangulasi sebagai gabungan/ kombinasi berbagai metode yang dipakai
untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandangn dan
persektif yang berbeda.
1. Triangulasi metode
Dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan
cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan
metode wawancara, observasi, dan survei. Triangulasi tahap ini
dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau
informan penelitian diragukan kebenarannya (pasien, perawat,
keluarga)
2. Triangulasi sumber data
Menggali kebenaran informal tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Misalnya selain wawancara dan observasi,

58
peneliti bisa menggunakan observasi terlibat, catatan resmi, catatan
atau tulisan pribadi.
3. Triangulasi Antar Peneliti
Dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam
pengumpulan dan analisa data.
4. Triangulasi Teori
Hasil penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi. Informasi
tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang
relevan untuk menghindari bisa individual peneliti atas kesimpulan
yang dihasilkan (Maleong, 2009).

G. Metode Analisis Data


Metode analisis, dalam penelitian kualitatif penulisan deskriptif mengikuti
prosedur sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif dengan mengembangkan kategori kategori yang
relevan dengan tujuan
2. Penafsiran atas hasil analisis deskriptif dengan berpedoman dengan
teori yang sesuai
Mengacu pada pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini data yang
terkumpul diolah dan diinterprestasikan secara kualitatif dengan maksud
menjawab masalah penelitian. Data tersebut ditafsirkan menjadi kategori
kategori yang berarti menjadi bagian dari teori atau mendukung teori yang
diformulasikan secara deskriptif. (Maleong, 2009)
Analisis PICOT
P: Pasien Problem (seperti apa karakteristik pasien kita/ poin poin
pentingnya saja, hal hal yang berhubungan dengan relevan)
Problem : Kecemasan Anak Usia Prasekolah Akibat Hospitalisasi
I: Intervensi (berisikan hal yang berhubungan dengan intervensi yang
diberikan kepada pasien
Intervensi :Terapi Bermain Mewarnai Gambar

59
C: Comparison (perbandingan hal yang dapat menjadi alternatif intervensi
yang digunakan / perbandingan tindakan yang lain / korelasi
hubungan dari intervensi
Comprasion : Penelitian ini akan dilakukan dalam waktu 2 hari
dengan intensitas perlakuan sebanyak 1 kali dalam 1 hari.
O: Outcome (hasil / harapan yang kita inginkan dari intervensi yang
diberikan)
Outcome : Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar akan
Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)
dengan Dengue Haemoragik Fever (DHF).
T : Time (waktu)
Time :Penelitian dilakukan selama 2 hari, menurut jurnal Putri, Yulia
(2017) dengan judul Aplikasi Terapi Bermain Mewarnai Gambar
Terhadap Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) dengan
Dengue Haemoragik Fever (DHF).

H. Etik Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, dalam penelitian mengingat penelitian
keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika
penelitian harus diperhatikan ( A. Aziz Alimul Hidayat, 2009).
1. Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed Conset tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden,
tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan
tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedua maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden
tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa
informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:

60
patisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitme, prosedur pelaksana, potensial masalah yang
akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,
dan lain lain (Aziz Alimul Hidayat, 2009).
Penulis dalam hal ini, akan memberikan jaminan dalam
menggunakan subjek penelitian dengan cara meminta ijin berupa
lembar persetujuan untuk ketersediaan pasien dan keluarga pasien
menjadi responden dan diberikan tindakan keperawatan. Jika pasien
dan keluarganya menolak maka penulis akan menghargai keputusan
tersebut.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan (Aziz Alimul Hidayat, 2009).
Penulis akan melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
dengan etika anonymity yaitu dengan hanya menulis insial pada pasien
yang akan dijadikan penelitian.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset (Aziz Alimul Hidayat, 2009).
Penulis akan merahasiakan semua hasil asuhan keperawatan dan
penelitian yang dilakukan kepada pasien dan tidak akan memberitahu
siapapun kecuali penulis, pasien dan keluarga pasien.

61

Anda mungkin juga menyukai