Anda di halaman 1dari 12

Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2017, p : 1-12 Vol. 10, No.

1
ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594 DOI: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2017.10.1.1

KUALITAS PERNIKAHAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA


MENENTUKAN KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN ANAK
PADA PASANGAN YANG MENIKAH USIA MUDA

Fatma Putri Sekaring Tyas1*), Tin Herawati1

1 Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680,
Indonesia

*)E-mail: putrityas27@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, kualitas pernikahan, dan
kesejahteraan keluarga terhadap kualitas lingkungan pengasuhan pada pasangan yang menikah di usia muda.
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive yaitu di dua desa di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Contoh berjumlah 70 keluarga yang dipilih secara purposif dengan pertimbangan suami dan
istri menikah di usia muda dan mempunyai anak usia 0-6 tahun. Data dikumpulkan melalui wawancara dan
observasi, serta dianalisis dengan statistik deskriptif dan uji regresi linear berganda. Hasil analisis menemukan
mayoritas kualitas pernikahan yang terdiri atas kebahagian dan kepuasan pernikahan termasuk dalam kategori
sedang. Kesejahteraan objektif keluarga termasuk kategori sejahtera dan kesejahteraan subjektif terkategori
sedang. Mayoritas keluarga mempunyai kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia 0-36 bulan termasuk
dalam kategori rendah dan kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia 37-72 bulan termasuk dalam kategori
sedang. Hasil analisis regresi menemukan kualitas lingkungan pengasuhan anak dipengaruhi secara signifikan
dan positif oleh lama menikah, usia menikah istri, kualitas pernikahan, dan kesejahteraan subjektif.
Kata kunci: kesejahteraan objektif, kesejahteraan subjektif, kualitas pernikahan, lingkungan pengasuhan,
pasangan menikah usia muda

Marriage Quality and Family Well-Being Determine Parental Environment of


Early Marriages

Abstract

This study aimed to analyze the influence of family characteristics, quality of marriage, and family well-being
toward the quality of parental environment among early marriage families. Research is done in two villages in
Ciampea District, Bogor Regency, West Java Province. Samples consist of 70 families selected purposively with
consideration of husband and wife married at a young age and have children aged 0-6 years old. Data were
collected through interviews and observations and analyzed with descriptive statistics and multiple linear
regressions. The analysis found that majority family had marriage quality in the medium category. Meanwhile, a
majority of the family were categorized as prosperous family based on objective well-being indicator and had
subjective family well-being in the medium category. This research also found that the majority of quality of
parental environmental for children aged 0-36 months was categorized as low environment and children aged 37-
72 months in the medium category. Marriage age, the marriageable age of wife, marriage quality, and subjective
well-being significant and positive influenced toward the quality of parenting environment.

Keywords: early marriage, marriage quality, objective well-being, parental environment, subjective well-being

PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara dengan persentase


pernikahan usia muda yang tinggi di dunia
Pernikahan merupakan gerbang pertama yang (rangking 37). Beberapa alasan yang
biasanya dilewati oleh periode dewasa muda menyebabkan terjadinya pernikahan di usia
untuk memulai kehidupan. Pernikahan di usia muda adalah status sosial dan ekonomi yang
muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh rendah, tingkat pendidikan yang rendah,
pasangan ataupun salah satu pasangannya adanya budaya nikah muda, pernikahan yang
masih dikategorikan remaja yang berusia dipaksa, dan seks bebas (BKKBN, 2012).
kurang dari 19 tahun (WHO, 2006) atau Menurut Paul, Joseph, dan Ijeoma (2013),
pernikahan yang dilakukan sebelum usia 20 kemiskinan merupakan penyebab utama
tahun (BKKBN, 2012). Menurut BKKBN (2012), pernikahan usia muda. Dengan menikahkan
2 TYAS & HERAWATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

anaknya maka beban ekonomi dan tanggungan oleh tingkat pendidikan individu. Sementara itu,
orang tua semakin berkurang. Padahal, Allendorf dan Ghimire (2012) menemukan
pasangan yang menikah di usia muda rentan bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang
dengan masalah, salah satunya adalah kuat dan konsisten dengan kualitas pernikahan.
permasalahan ekonomi.
Pernikahan di usia muda juga berdampak pada
Menurut Rahman dan Nasrin (2012), ketidaksiapan keluarga dalam mengemban
permasalahan utama dalam kehidupan tugas untuk mengasuh anak. Menurut Tsania
pernikahan di usia muda adalah pendidikan dan (2014), ibu yang menikah muda belum memiliki
pendapatan bulanan yang rendah. Selain itu, kesiapan dalam menjalankan fungsi
perempuan yang menikah muda harus pengasuhan. Keterbatasan informasi dan
menghadapi banyak permasalahan lingkungan pengetahuan, rendahnya sosialisasi serta
dan sosial sehingga mereka harus mampu kematangan usia diduga menjadi penyebab
beradaptasi untuk mengatasi stres dan tekanan ketidaksiapan ibu muda dalam mengasuh anak.
yang muncul dalam kehidupan keluarganya padahal fungsi pengasuhan pada akhirnya
(Ahmed et al., 2013; Shabbir dan Nisar, 2015). akan berdampak pada kualitas anak.
Menurut BKKBN (2012), dampak yang terjadi
akibat menikah di usia muda diantaranya Beberapa penelitian menemukan bahwa
adalah kasus drop out sekolah tinggi, terjadinya adanya hubungan antara kualitas pernikahan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dengan lingkungan pengasuhan anak. Rizkillah,
peluang kematian ibu tinggi, lama sekolah Sunarti, dan Herawati (2015) menunjukkan
rendah, dan hak kesehatan reproduksi rendah. bahwa kualitas lingkungan pengasuhan
dipengaruhi salah satunya adalah kualitas
Permasalahan ekonomi yang terjadi dalam pernikahan. Lai (2011) juga menemukan bahwa
kehidupan pernikahan di usia muda dapat kualitas pernikahan dari pasangan suami dan
memengaruhi kualitas pernikahan. Hasil istri dan kualitas lingkungan keluarga
penelitian Sunarti et al. (2005) menunjukkan merupakan faktor yang akan menentukan
bahwa tekanan ekonomi keluarga berkaitan perilaku anak. Selanjutnya Rizkillah (2014) juga
erat dengan kualitas pernikahan. Keluarga akan menemukan bahwa kualitas lingkungan
memperoleh kebahagiaan apabila mempunyai pengasuhan juga dipengaruhi oleh kualitas
uang yang cukup (Tati, 2004). Hal ini dapat pernikahan, pendidikan istri, dan besar
terjadi karena keluarga membutuhkan sumber keluarga. Bahkan Puspitawati dan Setioningsih
daya untuk memenuhi kebutuhannya. Conger, (2011) menemukan bahwa interaksi antara
Conger, dan Martin (2010) juga menambahkan ayah dan anak akan berpengaruh positif
bahwa kelas sosial atau status sosial ekonomi terhadap kualitas pernikahan. Kersh et al.
keluarga akan berkaitan dengan kepuasan dan (2006) juga menyatakan bahwa salah satu
stabilitas dalam pernikahan. Permasalahan faktor yang memengaruhi kualitas pernikahan
ekonomi dapat merenggangkan hubungan dari pasangan suami dan istri adalah
dalam keluarga. Hal ini dapat terjadi karena karakteristik anak dan dukungan sosial.
pendidikan dan pendapatan yang rendah
merupakan faktor yang menyebabkan stres dan Mengingat berbagai permasalahan yang
kerenggangan dalam suatu hubungan dihadapi keluarga dengan pernikahan usia
(Schramm, 2007). muda dan beberapa temuan dari penelitian
terdahulu maka penelitian ini bertujuan untuk
Selain faktor ekonomi, tingkat pendidikan yang menganalisis kualitas pernikahan,
rendah menjadi juga menjadi faktor yang kesejahteraan keluarga, dan kualitas
menyebabkan terjadinya pernikahan di usia lingkungan pengasuhan pada pasangan yang
muda. Pendidikan yang rendah berdampak menikah di usia muda. Selain itu, penelitian ini
pada kesulitan dalam mencari pekerjaan dan bertujuan untuk menganalisis pengaruh
pada akhirnya memengaruhi jumlah karakteristik keluarga, kualitas pernikahan, dan
pendapatan yang diterima. Pendapatan yang kesejahteraan keluarga terhadap kualitas
rendah berdampak pada kesejahteraan lingkungan pengasuhan pada pasangan yang
keluarga baik secara objektif maupun subjektif. menikah di usia muda.
Iskandar et al. (2007) menyatakan keluarga
yang mempunyai pendapatan tinggi memiliki METODE
peluang lebih besar untuk sejahtera
dibandingkan dengan keluarga dengan Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian
pendapatan rendah. Helliwell dan Putnam payung yang berjudul “Tekanan Ekonomi,
(2004) juga menyatakan bahwa kesejahteraan Kualitas Pernikahan, Ketahanan dan
subjektif secara tidak langsung dipengaruhi Kesejahteraan Keluarga, serta Lingkungan
Vol. 10, 2017 LINGKUNGAN PENGASUHAN PASANGAN MENIKAH USIA MUDA 3

Pengasuhan pada Keluarga Menikah Usia psikologis. Instrumen kesejahteraan subjektif


Muda”. Penelitian ini menggunakan desain terdiri atas 27 pertanyaan dengan pilihan
cross sectional. Lokasi penelitian dipilih secara jawaban “tidak puas”, “cukup puas”, dan “puas”.
purposive yaitu di dua desa di Kecamatan Instrumen kesejahteraan subjektif telah reliabel
Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,943.
Barat.
Kualitas lingkungan pengasuhan diukur dengan
Keluarga yang dilibatkan dalam penelitian ini skala Home Observation for Measurement of
dipilih secara purposive yaitu keluarga yang the Environment (HOME) Inventory (Caldwell &
menikah di usia muda menurut BKKBN, yaitu Bradley, 1984). Instrumen yang digunakan
usia suami dan istri saat menikah adalah di adalah Infant/ Toddler HOME (IT HOME) dan
bawah 25 tahun dan 20 tahun serta memiliki Early Childhood HOME (EC HOME). Skala IT
anak usia 0-6 tahun. Penelitian ini melibatkan HOME terdiri atas enam subskala yaitu sikap
70 keluarga, dengan respondennya adalah istri. tanggap (responsivity), penerimaan
(acceptance), pengorganisasian lingkungan
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian anak (organization), ketersediaan media
ini adalah karakteristik keluarga, kualitas pembelajaran (learning materials), keterlibatan
pernikahan, kesejahteraan keluarga, dan (involvement), dan variasi stimulasi (variety).
kualitas lingkungan pengasuhan. Data Skala IT HOME terdiri atas 45 indikator dengan
karakteristik keluarga, kualitas pernikahan, dan dua pilihan jawaban yaitu ya (skor 1) dan tidak
kesejahteraan keluarga dikumpulkan dengan (skor 0). Instrumen HOME telah reliabel dengan
cara wawancara sedangkan data kualitas nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,944.
lingkungan pengasuhan dikumpulkan dengan Selanjutnya, EC HOME terdiri atas
cara wawancara dan observasi. ketersediaan bahan ajar (learning materials);
stimulasi bahasa (language stimulation);
Karakteristik keluarga terdiri atas usia suami- lingkungan fisik (physical environment); sikap
istri, lama menikah, besar keluarga, lama tanggap (responsivity); stimulasi akademik
pendidikan suami-istri, pekerjaan suami-istri, (academic stimulation); modeling (modeling);
dan pendapatan keluarga per kapita per bulan. variasi stimulasi (variety); dan penerimaan
Kualitas pernikahan terdiri atas dua dimensi (acceptance). Skala EC HOME terdiri atas 55
yaitu dimensi kebahagiaan dan dimensi indikator dengan dua pilihan jawaban yaitu ya
kepuasaan. Instrumen yang digunakan untuk (skor 1) dan tidak (skor 0). Instrumen HOME
mengukur kualitas pernikahan adalah telah reliabel dengan nilai Cronbach’s alpha
instrumen yang dikembangkan oleh Sunarti et sebesar 0,989. Skor kualitas lingkungan
al. (2005) berdasarkan Conger et al. (1990). pengasuhan yang diperoleh dijumlahkan dan
Instrumen ini terdiri atas 40 pertanyaan dengan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu
pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Instrumen rendah, sedang, dan tinggi.
yang digunakan telah reliabel dengan nilai
Cronbach’s alpha sebesar 0,843. Data yang diperoleh diolah dianalisis dengan
menggunakan statistik deskriptif dan uji regresi
Kesejahteraan keluarga diukur secara objektif linear berganda. Statistik deskriptif digunakan
dan subjektif. Kesejahteraan objektif diukur untuk menghitung frekuensi distribusi, nilai
dengan menggunakan 14 indikator keluarga minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan
miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS). standar deviasi. Uji regresi linear berganda
Indikator tersebut terdiri atas luas bangunan, dilakukan untuk menganalisis pengaruh
jenis lantai, jenis dinding, fasilitas buang air karakteristik keluarga, kualitas pernikahan, dan
besar, sumber air minum, sumber penerangan, kesejahteraan keluarga terhadap kualitas
jenis bahan bakar untuk memasak, frekuensi lingkungan pengasuhan.
membeli daging, ayam dan susu dalam
seminggu, frekuensi makan dalam sehari, HASIL
jumlah pakaian baru yang dibeli dalam setahun,
akses ke puskesmas/poliklinik, akses ke Karakteristik Keluarga
lapangan pekerjaan, pendidikan terakhir kepala
rumah tangga, dan kepemilikan beberapa aset. Usia miminal menikah istri pada penelitian ini
Pilihan jawaban untuk setiap indikator adalah adalah 13 tahun dan usia menikah suami 16
“ya” dan “tidak”. Selanjutnya, kesejahteraan tahun. Rata-rata usia suami ketika menikah
subjektif menggunakan kuesioner yang disusun adalah 22,1 tahun dan rata-rata ketika istri
oleh Puspitawati (2012). Instrumen ini menikah adalah 17,3 tahun. Tingkat pendidikan
mengukur kesejahteraan keluarga yang dilihat yang telah dicapai lebih dari setengah (60,0%)
dari dimensi fisik-ekonomi, sosial, dan istri adalah tamat SD. Lama pendidikan yang
4 TYAS & HERAWATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

ditempuh istri berkisar antara 3 sampai 12 pasangan (67,5%), tidak merasa direndahkan
tahun. Persentase tingkat pendidikan yang oleh mertua dan ipar (70,0%), tidak kesulitan
telah dicapai hampir setengah (44,3%) suami menganggap keluarga pasangan seperti
adalah tamat SD. Lama pendidikan yang keluarga sendiri (67,5%), dan mudah
ditempuh suami berkisar 3 sampai 16 tahun. berkomunikasi dengan pasangan (70,0%).
Rata-rata pendidikan istri dan suami adalah
berjenjang SMP. Hasil penelitian menunjukkan Pada aspek pengasuhan anak, hasil penelitian
tingkat pendidikan masih tergolong rendah dan menunjukkan bahwa mayoritas istri kurang
belum menempuh pendidikan lebih dari bahagia dalam pengasuhan anak seperti sering
sembilan tahun. bertengkar dengan suami mengenai anak
(75,7%), sering konflik dengan suami dalam
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari mendidik anak (70,0%), sering konflik dengan
setengah (55,7%) suami mempunyai pekerjaan suami dalam mendisiplinkan anak (81,4%),
sebagai buruh dan jenis pekerjaan lainnya sering menemui hambatan dengan suami
adalah wiraswasta, swasta, guru, dan penjahit. dalam mengasuh anak (65,7%). Pada aspek
Sebanyak 81,4 persen istri menjadi ibu rumah kepribadian pasangan, proporsi terbesar istri
tangga dan lainnya bekerja sebagai kurang merasa bahagia dengan sikap
wiraswasta, buruh, dan penjahit. Besar pasangan yang tidak disukai (68,6%), sifat
keluarga contoh antara 3 sampai 9 orang pasangan yang tidak disukai (68,6%), dan
dengan rata-rata berjumlah anggota keluarga 4 perilaku pasangan yang tidak disukai (68,6%).
orang. Sementara itu, proporsi terbesar (75,7%) Selain itu, kurang dari tiga perempat suami
keluarga termasuk dalam keluarga kecil. selalu memuji kemampuan istrinya (74,3%).
Pendapatan keluarga per kapita per bulan
berkisar antara Rp75.000,00 hingga Pada aspek komitmen pernikahan, mayoritas
Rp2.500.000,00 dan rata-rata sebesar istri selalu menjaga komitmen pernikahan
Rp594.696,00. dengan suami (81,4%), tetapi mayoritas istri
juga merasa suami selingkuh (52,9%). Pada
Penelitian ini menemukan bahwa lebih dari aspek hubungan intim, lebih dari tiga perempat
setengah (52,9%) keluarga mempunyai anak istri merasa terpaksa melakukan hubungan
berusia 37 sampai 72 bulan dan sisanya seks jika ada masalah dengan suami (77,1%).
(47,1%) berusia 0 sampai 36 bulan. Lama Secara umum, kualitas pernikahan dalam
menikah pasangan suami istri berkisar 1 aspek kebahagiaan pernikahan pada keluarga
sampai 30 tahun dengan rata-rata lama yang menikah di usia muda yang dipersepsikan
menikah 11 tahun. Sebanyak 70,0 persen istri termasuk dalam kategori sedang (41,4%)
responden lama pernikahannya kurang dari 15 (Tabel 1).
tahun dan sisanya 30,0 persen menikah lebih
dari 15 tahun. Sementara itu, dimensi kepuasan pernikahan
juga dilihat dari aspek ekonomi, pengasuhan
Kualitas Pernikahan anak, serta cinta dan hubungan intim. Pada
aspek keterbukaan dan aktivitas ekonomi,
Kualitas pernikahan pada penelitian ini diukur proporsi terbesar istri merasa kurang puas
dari dua dimensi, yaitu kebahagiaan pernikahan dalam hal sering konflik karena hanya satu
dan kepuasan pernikahan. Kebahagiaan sumber penghasilan keluarga (52,9%), istri juga
pernikahan dilihat dari aspek ekonomi, sering tidak puas dengan yang dimiliki
komunikasi dengan keluarga pasangan, sekarang (61,4%), istri merasa kesal dengan
pengasuhan anak, kepribadian pasangan, kegagalan suami (52,9), istri juga sering
komitmen pernikahan, dan hubungan intim. berbeda pendapat mengenai uang dengan
Pada aspek ekonomi, hasil penelitian suami (70,0%), merasa terganggu dengan
menunjukkan mayoritas istri menyatakan campur tangan orang lain dalam mencukupi
kurang bahagia dan selalu berdebat dengan keuangan keluarga (55,7%).
suami dalam hal alokasi uang membeli makan
(72,9%), alokasi uang untuk membeli pakaian Tabel 1 Sebaran keluarga berdasarkan kategori
(71,4%), alokasi uang untuk pendidikan anak kualitas pernikahan (%)
(61,4%), alokasi uang untuk pengobatan Kebahagiaan Kepuasan Kualitas
Kategori
(57,1%), dan alokasi uang untuk merawat Pernikahan Pernikahan Pernikahan
rumah (55,7%). Rendah 37,1 4,3 18,6
Sedang 41,4 67,1 58,6
Pada aspek komunikasi dengan keluarga
Tinggi 21,4 28,6 22,8
pasangan, lebih dari setengah istri merasa
bahagia dalam hal dianggap keluarga Total 100,0 100,0 100,0
Vol. 10, 2017 LINGKUNGAN PENGASUHAN PASANGAN MENIKAH USIA MUDA 5

Hasil analisis juga menemukan mayoritas istri berada dalam kategori keluarga sejahtera
telah merasa puas dengan pekerjaan suami (Tabel 2). Menurut BPS (2000) semakin baik
(74,3%), prestasi kerja suami (64,3%), setuju kondisi dan kualitas rumah yang ditempati
dengan cara mengatur uang (58,6%) dan menunjukkan semakin baik keadaan aset
terbuka dengan cara mengatur uang (61,4%), ekonomi rumah tangga tersebut. Walaupun
istri juga tidak merasa terganggu dengan suami terkategori sejahtera tetapi istri masih
yang mengatur keuangan keluarga (61,4%), merasakan kurang dikarenakan keadaan
dan tidak merasa terganggu jika keluarga besar rumahnya masih sempit dan tidak memiliki aset
meminta bantuan (54,3%). yang dapat dijual.

Dalam hal pengasuhan, istri kurang puas Hasil pengukuran kesejahteraan keluarga
karena tidak ada pembagian tanggung jawab secara subjektif menunjukkan mayoritas istri
membesarkan anak (71,4%), namun dalam (77,1%) merasa kesejahteraan subjektif dalam
suami dan istri jarang bertengkar dalam kategori sedang (Tabel 2). Penyebab
menentukan pendidikan anak (54,3%). Pada kesejahteraan subjektif termasuk kategori
aspek cinta dan hubungan intim, mayoritas istri sedang adalah banyak istri yang kurang puas
merasa puas dengan suami yang mencintainya dengan keuangan keluarga, kebutuhan
(95,7%), suami memperlakukan seperti yang makanan keluarga, kepemilikan aset,
diinginkan (80,0%), mempunyai waktu bersama keterlibatan keluarga dalam kegiatan sosial,
dengan suami (82,9%), senang pendidikan anggota keluarga, penghasilan
mengungkapkan kepuasan seks (78,6%), suami, dan belum tercapai tujuan keluarga.
selalu musyawarah dalam menentukkan Selanjutnya terdapat kurang dari sepuluh
keputusan (82,9%), istri merasa hubungan persen (8,6%) keluarga dengan kesejahteran
seksualitasnya indah dan menyenangkan subjektif kategori tinggi. Sementara itu, terdapat
(54,3%). Namun, penelitian ini juga 14,3 persen kesejahteraan subjektif
menemukan bahwa mayoritas istri kurang puas keluarganya termasuk kategori rendah.
dengan tidak saling terbuka masalah seks
(55,7%). Secara umum, kepuasan pernikahan Lingkungan Pengasuhan
keluarga yang menikah di usia muda termasuk
dalam kategori sedang (67,1%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
lingkungan pengasuhan untuk anak usia 0-36
Hasil yang tersaji pada Tabel 1 menunjukkan bulan berada pada kategori rendah (81,6%).
bahwa hanya ditemukan 1 dari 5 keluarga yang Hal ini dikarenakan dari dimensi lingkungan
menikah usia muda terkatori tinggi, baik pada pengasuhan ibu belum dapat melakukan
dimensi kebahagiaan pernikahan, kepuasan pengasuhan yang optimal. Pada dimensi
pernikahan, maupun kualitas pernikahan tanggap rasa dan kata, penerimaan perilaku
secara total. Sementara itu, nilai maksimum anak, pengorganisasian lingkungan, dan
menunjukkan bahwa pada dimensi penyediaan mainan anak masih terkategori
kebahagiaan pernikahan, terdapat keluarga rendah. Selanjutnya, pada dimensi yang lain
yang menilai semua pernyataan dengan tidak seperti keterlibatan ibu dan kesempatan variasi
bahagia (nilai minimum dimensi kebahagiaan asuhan berada pada kategori sedang. Adapun
yang dicapai keluarga responden adalah 0). skor rata-rata kualitas lingkungan pengasuhan
Namun ada juga keluarga yang mengisi semua usia 0-36 bulan adalah 22,8, dengan skor
pernyataan pada dimensi kebahagiaan dengan minimal 11 dan skor maksimal 32.
bahagia semuanya dan semua pernyataan
pada dimensi kepuasan dengan puas Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan kategori
semuanya. Sementara itu berdasarkan nilai kesejahteraan objektif dan subjektif
rata-rata dan standar deviasi, hasil penelitian Kategori n %
menemukan bahwa dimensi kebahagiaan
Kesejahteraan Objektif
pernikahan (44,3±25,2) mempunyai capaian
terendah dibandingkan dimensi kepuasan Sejahtera 70 100,0
pernikahan (59,1±18,2) maupun kualitas Tidak sejahtera 0 0
pernikahan total (59,7±19,9) Total 70 100.0
Kesejahteraan Subjektif
Kesejahteraan Keluarga
Rendah 10 14,3
Pada penelitian ini, kesejahteraan diukur Sedang 54 77,1
secara objektif dan subjektif. Hasil pengukuran Tinggi 6 8,6
kesejahteraan keluarga secara objektif
Total 70 100,0
menunjukkan bahwa seluruh keluarga (100,0%)
6 TYAS & HERAWATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan kategori Tabel 4 Pengaruh karakteristik keluarga,


komponen lingkungan pengasuhan (%) kualitas pernikahan, dan kesejah-
Subskala HOME Rendah Sedang Tinggi teraan keluarga terhadap lingkungan
Usia 0-36 bulan pengasuhan
Sikap tanggap 63,6 27,3 9,1 Variabel B β Sig.
Penerimaan 78,8 18,2 0,0 Konstanta -31,238 0,033
Pengorganisasian 54,5 45,5 0,0 Lama
0,512 0,264 0,008**
lingkungan anak Menikah
Ketersediaan media 66,7 333 0,0 Usia menikah
2,660 0,309 0,001**
pembelajaran istri
Keterlibatan 15,2 66,7 8,2 Lama
Variasi stimulasi 39,4 48,5 12,1 pendidikan 0,256 0,031 0,741
istri
Total 81,6 18,2 0,0
Pendapatan
Usia 37-72 bulan 3,437x10-6 0,116 0,299
per kapita
Ketersediaan bahan 10,8 89,2 0,0
Kualitas 0,172 0,240 0,021*
ajar
pernikahan
Stimulasi Bahasa 35,1 35,1 29,7
Kesejahteraan
Lingkungan fisik 45,9 40,5 13,5 -0,030 -0,029 0,789
objektif
Sikap tanggap 40,5 35,1 24,3 Kesejahteraan
0,400 0,391 0,001**
Stimulasi akademik 40,5 16,2 43,2 subjektif
Modeling 5,4 62,2 32,4 Uji F 10,167
Variasi stimulasi 59,5 35,1 5,4 Sig 0,000**
Penerimaan 70,3 21,6 8,1 R Square 0,534
Total 48,6 51,4 0,0 Adjusted R 0,482
Square
Sementara itu, kualitas lingkungan pengasuhan Keterangan: * Signifikan pada p<0,05; ** Signifikan pada
p<0,01
pada anak kelompok usia 37-72 bulan,
menunjukkan bahwa mayoritas ibu (51,4%)
Temuan tersebut menunjukkan bahwa setiap
termasuk ke dalam kategori sedang dan
kenaikan satu satuan lama menikah pasangan
ditemukan 48,6 persen pengasuhannya dalam
suami istri maka akan menaikkan kualitas
kategori rendah. Pada dimensi lingkungan fisik,
lingkungan pengasuhan sebesar 0,512 poin
kehangatan dan penerimaan, stimulasi
dan setiap kenaikan satu satuan usia menikah
akademik, variasi pengalaman dan penerimaan
istri maka akan menaikkan kualitas lingkungan
masih tergolong rendah. Selanjutnya pada
pengasuhan sebesar 2,660 poin. Selanjutnya
dimensi stimulasi belajar dan modeling
setiap kenaikan satu satuan kualitas
terkategori sedang (Tabel 3). Rata-rata skor
pernikahan keluarga maka akan menaikkan
kualitas lingkungan pengasuhan untuk anak
kualitas lingkungan pengasuhan sebesar 0,172
usia 37-72 bulan adalah 35,4, dengan skor
poin serta setiap kenaikan satu satuan
minimal 26 dan skor maksimal 45.
kesejahteraan subjektif keluarga maka akan
menaikkan kualitas lingkungan pengasuhan
Pengaruh Karakteristik Keluarga, Kualitas
sebesar 0,400 poin. Hal ini berarti semakin
Pernikahan, dan Kesejahteraan Keluarga
rendah usia menikah istri, semakin rendah
terhadap Lingkungan Pengasuhan
kualitas pernikahan, dan semakin rendah
kesejahteraan subjektif maka semakin rendah
Hasil penelitian ini dengan analisis regresi linier
pula kualitas lingkungan pengasuhan yang
model variabel-variabel yang berpengaruh
diberikan pada anak (Tabel 5).
terhadap lingkungan pengasuhan menunjukkan
angka Adjusted R Square sebesar 0,482,
PEMBAHASAN
artinya model tersebut dapat menjelaskan 48,2
persen variabel-variabel yang memengaruhi
Individu yang menikah di usia muda belum
lingkungan pengasuhan dan sisanya 51,8
memiliki kesiapan untuk menikah sehingga
persen dipengaruhi variabel lain di luar
rentan dengan perceraian atau perpisahan
penelitian ini. Hasil penelitian juga
(Tsania, 2014). Sebagian besar suami dan istri
menunjukkan bahwa lama menikah (β=0,264;
memiliki pendidikan yang rendah yaitu jenjang
p=0,008), usia menikah istri (β=0,309;
SD. Menurut Fadlyana dan Larasaty (2009),
p=0,001), kualitas pernikahan (β=0,240;
pada keluarga yang mayoritas pendidikan
p=0,021), dan kesejahteraan subjektif (β=0,391;
pasangangannya adalah SD menunjukkan
p=0,001) berpengaruh positif signifikan
bahwa semakin rendah capaian pendidikan
terhadap kualitas lingkungan pengasuhan.
Vol. 10, 2017 LINGKUNGAN PENGASUHAN PASANGAN MENIKAH USIA MUDA 7

maka semakin muda usia menikah. Yadollahi et ekspresi cinta pada pasangan dengan
al. (2009) menyatakan bahwa tingkat menunjukkan kasih sayang dari waktu ke
pendidikan adalah salah satu determinan waktu. Menurut Allendorf dan Ghimire (2012)
penting yang akan menentukan status ekonomi pendidikan memiliki hubungan positif signifikan
dan pekerjaan seseorang. Menurut Herawati dengan kepuasaan pernikahan. Capaian
(2012), tingkat pendidikan akan berimplikasi terendah ditemukan pada aspek ekonomi, yang
pada jenis pekerjaan yang dimiliki. Hasil menunjukkan mayoritas istri tidak puas dengan
penelitian menunjukkan sebagian besar istri masalah ekonomi. Keadaan tersebut
memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. menjadikan sumber konflik karena hanya ada
Menurut Rizkillah (2014), istri yang tidak satu sumber penghasilan keluarga. Penelitian
bekerja atau tidak mempunyai pekerjaan tetap Higginbotham dan Felix (2009) serta Kerkmann
cenderung memiliki usia menikah lebih awal. et al. (2000) menyatakan suami yang menikah
di pedesaan merasa khawatir dengan keadaan
Kebahagiaan bersifat subjektif dan berkaitan keuangan dan istri merasa puas jika memiliki
dengan kenikmatan yang dialami seseorang uang yang cukup untuk membeli kebutuhan.
terhadap objek yang bisa dicapainya, seperti
aspek personal, ekonomi, dan sosial. Selanjutnya, pada aspek pengasuhan anak
Sementara itu, kepuasaan berfokus pada juga menunjukkan capaian terendah, yaitu
kebutuhan batiniah yang memotivasi perilaku setengah dari istri tidak puas dengan
dengan cara-cara tertentu (Nurani, 2004). Hasil pembagian tanggung jawab membesarkan
penelitian menemukan bahwa mayoritas istri anak. Hal ini dikarenakan keterlibatan suami
menyatakan kualitas pernikahannya dalam dalam mengasuh anak lebih sedikit
kategori sedang. Pada dimensi kebahagiaan, dibandingkan ibu karena sebagian suami
capaian tertinggi aspek komitmen pernikahan bekerja di luar kota. Hasil kajian Pathfinder
istri menunjukkan mayoritas istri selalu menjaga International (2006) menyatakan bahwa
komitmen pernikahan. Hal ini sesuai dengan seseorang yang menikah lebih muda akan
penelitian terdahulu bahwa kebahagiaan berdampak terhadap ketidakstabilan dalam
tercapai dengan adanya komunikasi dan pernikahan, kesehatan menurun, kurang dapat
keterbukaan antara pasangan dan keluarga menyelesaikan masalah dengan baik, angka
pasangan sehingga dapat menjaga komitmen partisipasi sekolah menurun, dan berakibat
pernikahan (Rizkillah, 2014; Nurani, 2004). pada penurunan kesejahteraan anak. Menurut
Menurut Allendorf dan Ghimire (2012) Allendorf dan Ghimire (2012) pasangan
pendidikan memiliki hubungan positif signifikan menikah muda masih tinggal bersama keluarga
dengan komunikasi dan kebersamaan dengan besar sehingga dalam mengasuh anak masih
pasangan. melibatkan keluarga besar pula.

Sementara itu, capaian terendah pada aspek Kualitas pernikahan merupakan suatu derajat
ekonomi terlihat dari mayoritas istri yang pernikahan yang dapat memberi kebahagiaan
menyatakan sering berdebat mengenai alokasi dan kesejahteraan bagi pasangan suami istri
uang untuk membeli pakaian dan makanan, sehingga dapat menjaga kelestarian
pendidikan anak, pengobatan keluarga, serta pernikahan (Puspitawati, 2012). Menurut Tati
merawat rumah. Menurut Rahman dan Nasrin (2004), kualitas pernikahan dipengaruhi faktor-
(2012) keadaan ekonomi merupakan salah satu faktor seperti jalinan cinta antara pasangan
yang menyebabkan terjadinya pernikahan suami dan istri, saling mendukung, memenuhi
muda. Hasil penelitian Higginbotham dan Felix kebutuhan fisik dan psikologis, mengelola
(2009) menyatakan permasalahan ekonomi ekonomi yang baik, dan menghindari terjadinya
meningkatkan risiko permusuhan dan beda pendapat. Pertengkaran suami istri dapat
berkurangnya kehangatan emosional dalam menyebabkan kualitas pernikahan menurun
pernikahan serta meningkatkan risiko konflik (Newton dan Kiecolt-Glaser, 1995). Kualitas
pernikahan dan tekanan pernikahan. pernikahan berhubungan kuat dengan evaluasi
kehidupan seseorang secara keseluruhan (Carr
Berdasarkan dimensi kepuasan pernikahan, et al., 2014). Lima skala yang merefleksikan
penelitian ini menemukan capaian tertinggi komponen kualitas pernikahan, yaitu
pada aspek cinta dan aspek hubungan intim ketidakstabilan pernikahan, interaksi
ditunjukkan oleh hampir seluruh istri merasa pernikahan, jumlah dan kehebatan
puas dengan pasangan yang mencintai sampai ketidaksetujuan, dan persepsi masalah dalam
saat ini. Menurut Lavner, Karney, dan Bradbury pernikahan. Penelitian terdahulu menemukan
(2014); Allendorf dan Ghimire (2012); serta bahwa semakin lemah komunikasi dan
Nurani (2004) menyatakan kepuasan emotional bonding suami istri maka semakin
pernikahan dilandasi oleh rasa cinta atau menurun kualitas perkawinan yang dirasakan
8 TYAS & HERAWATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

pasangan (Puspitawati & Setioningsih, 2011). dengan optimal pada aspek kesempatan variasi
Kebahagiaan dan kepuasan pernikahan asuhan. Kualitas lingkungan pengasuhan usia
didominasi oleh komunikasi yang baik dari 37-72 bulan berada dalam kategori sedang.
masing-masing pasangan, serta kesepakatan- Capaian terendah pada aspek stimulasi belajar,
kesepakatan yang telah dibicarakan bersama aspek lingkungan fisik, aspek variasi
(Wuryandari, Indrawati, & Siswati, 2010), pengalaman, dan aspek penerimaan.
komunikasi yang terbuka dengan pasangan Ditemukan juga sebagian ibu dapat melakukan
dan keluarga pasangan (Duvall dan Miller pengasuhan dengan optimal pada aspek
1985). stimulasi bahasa, aspek stimulasi akademik,
dan aspek modeling. Kondisi ini disebabkan
Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat oleh faktor pengetahuan ibu dan pendidikan ibu
kesejahteraan objektif pada ketegori sejahtera. juga yang kurang mengenai perkembangan
Hal ini terjadi karena keluarga memiliki rumah anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Latifah,
sendiri dan keadaan fisik rumah yang cukup Alfiasari, dan Hernawati (2009) kualitas
layak dengan menggunakan dinding tembok. pengasuhan di Kecamatan Ciampea berada
Selain itu hampir seluruh keluarga dalam kategori sedang dan perkembangan
menggunakan listrik sebagai alat penerangan. anak dipengaruhi pengetahuan pengasuhan ibu
Fatimah dan Cahyono (2013) menyebutkan yang masih rendah. Selain itu menurut
pasangan yang menikah usia muda keadaan Fadlyana dan Larasaty (2009) anak yang
ekonomi keluarganya belum aman sehingga dilahirkan dari pasangan menikah muda
kondisi rumah belum terawat dan rapi. Tingkat beresiko mengalami keterlambatan
kesejahteraan subjektif keluarga juga dalam perkembangan, kesulitan belajar, gangguan
kategori sedang, atau istri sudah merasa cukup perilaku, dan cenderung menjadi orang tua pula
puas dengan kesejahteraan subjektifnya. di usia muda.
Capaian tertinggi pada aspek dimensi sosial,
yaitu istri merasa puas berhubungan dan Karakteristik orang tua merupakan faktor yang
berkomunikasi dengan orang tua. Capaian dapat menentukan kualitas pengasuhan
terendah adalah istri merasa kurang puas kepada anak (Hastuti, 2014). Penelitian Latifah,
terhadap keuangan keluarga, kebutuhan Alfiasari, dan Hernawati (2009) menyatakan
makanan keluarga, kepemilikan aset, faktor resiko yang memengaruhi pengasuhan
keterlibatan keluarga dalam kegiatan sosial, dan perkembangan adalah pendidikan orang
pendidikan anggota keluarga, penghasilan tua yang rendah, pendapatan keluarga yang
suami, dan belum tercapai tujuan keluarga. rendah, pengetahuan tentang pengasuhan
yang rendah, serta fasilitas dan sarana prasana
Penelitian Turner dan Kaye (2006); Lever yang masih kurang. Menurut Hasanah (2014)
(2004) menyatakan kesejahteraan subjektif usia ibu yang belum cukup umur dan belum
dalam kategori sedang, hal ini dipengaruhi oleh siap secara mental dan emosional,
beberapa faktor diantaranya adalah hubungan pengetahuan pengasuhannya belum memadai
dengan pasangan dan keikutsertaan kegiatan serta kurangnya kesadaran memberikan
sosial, serta dampak dari interaksi dengan fasilitas belajar untuk menstimulasi anak juga
keluarga atau keluarga lain. Menurut Paul, merupakan factor resiko bagi orang tua dalam
Joseph, dan Ijeoma (2013) pasangan menikah pengasuhan anak. Pendidikan merupakan
muda belum memiliki kesiapan psikologis faktor yang memengaruhi perempuan dalam
sehingga tidak dapat mengembangkan interaksi melakukan pengasuhan, merawat, dan
dengan lingkungan sosial. Menurut Rahman menjaga anak (Signh, Rai, & Signh, 2012).
dan Nasrin (2012) menikah muda berimplikasi Hasil penelitian Fadlyana dan Larasaty (2009)
terhadap kesejahteraan keluarga dan beresiko usia menikah yang masih muda dalam
untuk wanita melahirkan serta kegiatan melaksanakan tugas sebagai orang tua disertai
pengasuhan kurang optimal. Selanjutnya hasil kurangnya keterampilan pengasuhan akan
penelitian Muflikhati (2010) faktor yang paling beresiko mengalami kesalahan pengasuhan.
berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga Maria (2013) yang menyatakan tingkat
adalah keadaan ekonomi keluarga pendapatan per kapita berhubungan positif
(pendapatan, pengeluaran, dan aset keluarga). signifikan dengan lingkungan pengasuhan.

Kualitas lingkungan pengasuhan usia 0-36 Penelitian ini menemukan bahwa lama
bulan berada dalam kategori rendah. Capaian menikah, usia menikah istri, kualitas
terendah pada aspek tanggap rasa dan kata, pernikahan, dan kesejahteraan subjektif
aspek penerimaan perilaku, dan aspek memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
penyediaan mainan. Namun ditemukan juga kualitas lingkungan pengasuhan. Penelitian ini
sebagian ibu dapat melakukan pengasuhan menunjukkan bahwa lama pernikahan yang
Vol. 10, 2017 LINGKUNGAN PENGASUHAN PASANGAN MENIKAH USIA MUDA 9

lebih muda, usia menikah istri yang lebih muda, Kesejahteraan subjektif merupakan persepsi
penurunan kualitas pernikahan istri, dan kepuasan dengan kondisi yang ada saat ini,
penurunan kesejahteraan subjektif maka akan apabila ibu tidak dapat menerima dan
menurunkan kualitas lingkungan pengasuhan beradaptasi dengan kondisi sekarang berarti
anak. Hasil penelitian ini sedikit berbeda ibu tidak puas. Jika ibu tidak puas dengan
dengan penelitian Rizkillah (2014) yang kondisi saat ini ibu akan merasa lebih tertekan
menemukan lama menikah berpengaruh positif dan stres sehingga dapat menyebabkan kurang
terhadap lingkungan pengasuhan. Pernikahan optimalnya pengasuhan yang diberikan ibu.
yang usianya lebih lama membuat ibu memiliki Selain itu, kondisi ini dapat memicu konflik
pengetahuan dan pengalaman yang banyak dengan pasangan.
sehingga kualitas lingkungan pengasuhan anak
yang diberikan dapat lebih baik. SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian Dewanggi (2014) juga menyebutkan Penelitian ini melibatkan pasangan yang
kualitas lingkungan pengasuhan anak menikah di usia muda dengan rata-rata usia
dipengaruhi oleh usia ibu saat menikah. Ibu menikah istri yaitu 17 tahun dan rata-rata usia
yang menikah dengan usia yang lebih matang menikah suami adalah 22 tahun. Pendidikan
akan memiliki pendidikan dan pengetahuan rata-rata dari pasangan suami dan istri adalah
pengasuhan yang lebih baik sehingga dapat tamat SMP. Mayoritas keluarga termasuk
memberikan stimulasi perkembangan anak. dalam kategori keluarga kecil dengan rata-rata
Penelitian Rizkillah (2014) dan Sunarti et al. pendapatan per kapita per bulan sebesar
(2005) menyatakan kualitas pernikahan Rp594.696.
berpengaruh positif terhadap lingkungan
pengasuhan. Menurut Nurani (2004), kualitas Kualitas pernikahan pada dimensi kebahagiaan
pernikahan diperoleh dari keharmonisan memiliki capaian yang tinggi pada aspek
komunikasi suami dan istri sehingga tercapai komitmen pernikahan dan terendah pada aspek
suasana nyaman untuk mengoptimalkan ekonomi. Dimensi kepuasan pernikahan
pengasuhan yang diberikan kepada anak. Hasil menunjukkan capaian tertinggi pada aspek
penelitian tersebut menunjukkan kesesuaian cinta dan hubungan intim serta aspek terendah
dengan hasil penelitian ini yang juga pada aspek ekonomi dan aspek pengasuhan
menemukan bahwa lama pernikahan yang anak. Kesejahteraan objektif keluarga pada
semakin lama menjadikan ibu mempunyai kategori sejahtera dikarenakan memiliki rumah
pengetahuan dan pengalaman sehingga sendiri dan kondisi fisik rumah baik.
kegiatan pengasuhan yang dilakukan lebih Kesejahteraan subjektif berdasarkan persepsi
optimal. Usia ibu yang belum matang dan istri pada kategori sedang dengan capaian
belum siap untuk menikah dapat memengaruhi paling tinggi aspek hubungan dengan
kualitas pemberian stimulasi perkembangan pasangan dan capaian terendah, yaitu istri
anak. Hal ini dikarenakan kurangnya merasa kurang puas terhadap keuangan
pendidikan, pengetahuan, pengalaman yang keluarga, kebutuhan makanan keluarga,
diperoleh oleh ibu. Selain itu, hubungan dengan kepemilikan aset, keterlibatan keluarga dalam
suami yang kurang harmonis akibat usia yang kegiatan sosial, pendidikan anggota keluarga,
masih muda akan menyebabkan ibu kurang penghasilan suami, dan belum tercapai tujuan
optimal dalam melakukan pengasuhan. keluarga.

Penelitian Aber, Bennet, dan Lii (1997) Kualitas lingkungan pengasuhan anak umur 0-
menunjukkan bahwa kualitas lingkungan 36 bulan pada kategori rendah. Kualitas
pengasuhan juga dipengaruhi oleh lingkungan pengasuhan anak umur 37-72 bulan
kesejahteraan subjektif. Menurut Ariati (2010) pada kategori sedang. Hasil penelitian
kesejahteraan subjektif adalah persepsi menunjukkan bahwa kualitas pernikahan,
seseorang terhadap pengalaman hidupnya dan kesejahteran objektif, dan kesejahteraan
kondisi yang dialami. Apabila tidak dapat subjektif berhubungan positif sangat signifikan
menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan dengan lingkungan pengasuhan. Faktor yang
maka seseorang dapat mengalami stres. berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas
Menurut Aber Bennet, dan Lii (1997) kondisi lingkungan pengasuhan adalah lama menikah,
stres dan tertekan dari orang tua terutama ibu, usia menikah istri, kualitas pernikahan, dan
akan cenderung melakukan pengasuhan yang kesejahteraan subjektif.
negatif kepada anak seperti: memukul anak,
berteriak, dan menampar anak. Kondisi ini juga Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
dapat meningkatkan konflik pernikahan. Hasil penelitian ini, diharapkan pelaksanaan
penelitian tersebut sesuai dengan penelitian ini. kebijakan pemerintah seharusnya lebih tegas
10 TYAS & HERAWATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

dan efektif terhadap program pendewasaan Dewanggi, M. (2014). Pengaruh kelekatan,


usia menikah perempuan untuk gaya pengasuhan, kualitas lingkungan
mengoptimalkan lingkungan pengasuhan anak. pengasuhan terhadap karakter anak
Sementara itu kolaborasi dari beragam perdesaan dan perkotaan (Tesis). Institut
pemangku kepentingan seperti LSM dan Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
perguruan tinggi sangat diperlukan dalam
Duvall, E. M., & Miller B. C. (1985). Marriage
memberikan penyuluhan secara rutin dan
and family development. New York:
menyeluruh tentang cara pengasuhan anak
Harper&Row Publisher.Inc.
khususnya pada keluarga dengan pasangan
menikah di usia muda. Selain itu, diharapkan Fadlyana, E., & Larasaty, S. (2009). Pernikahan
keluarga besar memberikan dukungan berupa usia dini dan permasalahannya. Sari
materi juga diperlukan untuk mengoptimalkan Pediatri, 11(2), 136-140.
tumbuh kembang anak.
Fatimah, D., & Cahyono, R. (2013).
Pemenuhan aspek-aspek kepuasan
DAFTAR PUSTAKA
perkawinan pada remaja perempuan
yang mengalami kehamilah pranikah.
Ahmed, S., Khan, S., Alia, M., & Noushad, S.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan
(2013). Psychological impact evaluation
Perkembangan, 2(1), 1-7.
of early marriages. International Journal
of Endorsing health Science Research, Hasanah, T. (2014). Pengaruh pemberdayaan
1(2), 84-86. keluarga terhadap peningkatan
pengetahuan perkembangan dan
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga
pengasuhan anak usia prasekolah
Berencana Nasional. (2012). Pernikahan
(Tesis). Institut Pertanian Bogor, Bogor,
dini pada beberapa provinsi di Indonesia:
Indonesia.
dampak overpopulation, akar masalah
dan peran kelembagaan di daerah. Hastuti, D. (2014). Pengasuhan: teori dan prisip
Jakarta (ID): BKKBN serta aplikasinya di Indonesia. Bogor, ID:
IPB Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik. (2000). Statistik
kesejahteraan rakyat. Jakarta, ID: BPS. Herawati, T. (2012). Manajemen sumberdaya
keluarga dan ketahanan keluarga peserta
Aber, L., Bennet, N. G., & Lii J. (1997). The
program pemberdayaan masyarakat di
effect of poverty on child health and
pedesaan (kasus di Kabupaten Bogor)
development. Rev Public Health, 18, 463-
(Disertasi). Institut Pertanian Bogor,
83.
Bogor, Indonesia.
Allendorf, K., & Ghimire, D. (2012).
Helliwell, J. F., & Putnam, R. D. (2004). The
Determinants of marital quality in an
social context of well being. The Phil.
arranged marriage society. Research
Trans. R. Soc. Lond. B, 359, 1435-1446
Reports. University of Michigan (USA).
Higginbotham, B. J., & Felix, D. (2009).
Ariati, J. (2010). Subjektif well- being
Economic predictors of marital quality
(kesejahteraan subjektif) dan kepuasan
among newly remarried rural and urban
kerja pada staf pengajar (dosen) di
couples. Family Science Review, 14(2),
lingkungan fakultas psikologi Universitas
18-30.
Diponegoro. Jurnal Psikologi Undip, 8(2),
117-123. Kerkmann, B. C., Lee, T.R., Lown, J. M., &
https://doi.org/10.14710/jpu.8.2.117-123. Allgood, S. M. (2000). Financial
management, financial problems and
Carr, D., Freedman, V. A., Cornman, J. C., &
marital satisfaction among recently
Schwarz, N. (2014). Happy marriage,
married university student. Financial
happy life? Marital quality and subjective
Counseling and Planning, 11(2), 55-65.
well-being in later life. Journal of Marriage
and Family, 76, 930-948. doi: Kersh, J., Hedvat, T. T., Hauser-Cram, P., &
10.1111/jomf.12133 Warfleld, M. E. (2006). The contribution of
marital quality to the well-being of parents
Conger, R. D., Conger, K. J., & Martin, M. J.
of children with developmental
(2010). Socioeconomic status, family
disabilities. Journal of Intellectual
processes, and indivisual development.
Disability Research, 50(12), 883-893.
Journal of Marriage and Family, 72, 685-
704, doi: 10.1111/j.1741- Lai, C. S. (2011). Parental marital quality and
3737.2010.00725.x family environment as predictor of
delinquency amongst selected secondary
Vol. 10, 2017 LINGKUNGAN PENGASUHAN PASANGAN MENIKAH USIA MUDA 11

school students in Malaysia. British Puspitawati H. (2012). Gender dan keluarga.


Journal of Arts and Social Sciences, 2(2), Bogor, ID: IPB Press.
102-121.
Puspitawati, H., & Setioningsih, S. S. (2011).
Latifah, M., Alfiasari, & Hernawati, N. (2009). Fungsi pengasuhan dan interaksi dalam
Kualitas tumbuh kembang, pengasuhan keluarga terhadap kualitas perkawinan
orang tua dan faktor resiko komunitas dan kondisi anak pada keluarga Tenaga
pada anak prasekolah wilayah pedesaan Keja Wanita (TKW). Jurnal Ilmu Keluaga
di Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan dan Konsumen, 4(1), 11-20.
Konsumen, 2(2), 143-153.
Rahman, M. M., & Nasrin, S. O. (2012). Factors
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2009.2.2.1
affecting early marriage and early
43.
conception of women: a case of slum
Lavner, J. A., Karney, B. R., & Bradbury, T. N. areas in Rajshahi City, Bangladesh.
(2014). Relationship problems over the Journal of Sociology and Antropology,
early years of marriage: stability or 4(2), 54-62.
change?. Journal of Family Psychology,
Rizkillah, R. (2014). Kualitas pernikahan dan
28(6), 979-985. doi: 10.1037/a0037752.
lingkungan pengasuhan pada keluarga
Lever, J. A. (2004). Poverty and subjective well- dengan suami istri bekerja (Tesis). Institut
being in Mexico. Journal of Social Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
Indicators Research, 68, 1-34.
Rizkillah R., Sunarti, E., Herawati T. (2015).
Maria, H. (2013). Kecerdasan spiritual ibu Kualitas perkawinan dan lingkungan
kualitas pengasuhan dan kreativitas anak pengasuhan pada keluarga dengan
sekolah dasar progresif dan non progresif suami istri bekerja. Jurnal Ilmu Keluaga
di Kota Bogor (Tesis). Institut Pertanian dan Konsumen, 8(1), 10-19.
Bogor, Bogor, Indonesia.
Schramm, D. G. (2007). Economic hardship,
Muflikhati, I. (2010). Analisis dan stressors, and marital quality among
pengembangan model peningkatan stepcouples: an examination of direct and
kualitas sumber daya menusia dan indirect effect (Disseratation). Auburn
kesejahteraan keluarga di wilayah pesisir University, Alabama, Amerika Serikat.
Provinsi Jawa Barat (Disertasi). Institut
Shabir, S. & Nisar, S. R. (2015). Depression,
Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
axienty, stress, and life satisfaction
Newton, T. L., & Kiecolt-Glaser, J. K. (1995). among early and late married females.
Hostility and erosion of marital quality European Journal of Business and Social
during early marriage. J. Behave Med., Sciences, 4(08), 128-131.
18(6), 601-619.
Singh, L., Rai, R. K., & Singh, P. K. (2012).
Nurani, A. S. (2004). Pengaruh kualitas Assessing the utilization of maternal and
perkawinan, pengasuhan anak dan child health care: among married
kecerdasan emosional terhadap prestasi adolescent women: evidence from India.
belajar anak (Tesis). Institut Pertanian Journal Biosoc. Sci, 44, 1-26.
Bogor, Bogor, Indonesia.
Iskandar, A., Hartoyo, Khomsan, A., &
[Pathfinder International]. (2006). Report on Sumarwan, U. (2007). Analisis praktek
Cause and consequences of early manajemen sumberdaya keluarga dan
marriage in Amhara Region. Ethiopia: dampaknya terhadap kesejahateraan
Pathfinder International. keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor
(Disertasi). Institut Pertanian Bogor,
Paul, N., Joseph, U. O., Ijeoma, O. C. (2013).
Bogor, Indonesia.
Education an antidote against early
marriage for the girl-child. Journal of Sunarti, E., Tati, Atat, S., Noorhaisma, R., &
Educational and Social Research, 3(5), Lembayung D. P. (2005). Pengaruh
73-78. tekanan ekonomi, dukungan sosial,
kualitas pernikahan, pengasuhan, dan
Puspitawati, H., & Setioningsih, S. S. (2011).
kecerdasaran emosi anak terhadap
Fungsi pengasuhan dan interaksi dalam
prestasi belajar anak. Media Gizi &
keluarga terhadap kualitas perkawinan
Keluarga, 29(1), 34-40.
dan kondisi anak pada keluarga tenaga
kerja wanita (TKW). Jurnal Ilmu Keluarga Tati. (2004). Pengaruh tekanan ekonomi
dan Konsumen, 4(1), 11-20. keluarga, dukungan sosial dan kualitas
pernikahan terhadap pengasuhan anak
12 TYAS & HERAWATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

(Tesis). Institut Pertanian Bogor, Bogor, [WHO]. (2006). Married Adolencents: No Place
Indonesia. of Safety. Geneva, Switzerland (CH):
WHO Press.
Tsania, N. (2014). Karakteristik keluarga,
kesiapan menikah istri dan Wuryandari, M., Indrawati, E. S., & Siswati.
perkembangan anak usia 3-5 tahun (2010). Perbedaan persepsi suami istri
(Tesis). Institut Pertanian Bogor, Bogor, terhadap kualitas pernikahan antara yang
Indonesia. menikah dengan pacaran dan ta’aruf.
Jurnal Psikologi, 4(2), 1-8.
Turner, M. A., & Kaye, D. R. (2006). How does
family well-being vary across different Yadollahi M., Paim L., Othman M., Suandi T.
types of neighborhoods?. Paper The (2009). Factors affecting family status.
Urban Institute, 6, 1-44. European Journal of Scientific Research,
37(1), 94-109.

Anda mungkin juga menyukai