Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II

UPAYA PROMOSI KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD ALIF NIBROOS 101811133180

TASYA AUREL FAZRIN 101811133182

RAYSANDI ANGGIT S. 101811133196

INAYA RANIA ALIHAQ 101811133197

SALSABILA ANJANI 101811133198

ZAHRO SALSABILA 101811133204

ALIFIA FIARNANDA PUTRI 101811133215

RANDY GHIFARI 101811133222

REGINA MUNAA MADANI 101811133232

ALYAH CHANDRA 101811133236


IKM C 2018

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memperkanankan kami


menyelesaikan makalah ini. Serta semoga shalawat serta salam Allah tetap
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan orang yang tetap
teguh berada dalam sunnahnya.
Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada umat
manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik aspek duniawi maupun aspek
ukhrawi. Telah kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang mengurusi segala
bidang, tidak sebatas ibadah yang sifatnya ruhiyah saja. Makna ibadah disini
sangat luas, seperti firman Allah:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku.”
Mencari ilmu juga merupakan ibadah. Islam merupakan agama ilmu dan
akal, karena Islam selalu mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan
menggali ilmu pengetahuan, agar manusia dapat membedakan antara yang salah
dan benar. Kesehatan adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan yang merupakan
ilmu Allah. Terdapat koridor dan aturan yang sudah diberlakukan sejak turunnya
al-Qur’an mengenai dasar kesehatan bahkan kepada para nabi sebelumnya
termasuk nabi Adam.
Oleh karenanya, mengetahui perspektif Islam terhadap upaya promosi
kesehatan adalah hal menarik yang patut untuk di ulas dan didiskusikan. Makalah
ini mencoba memilah dan mencoba mencari keterkaitan keduanya serta mencoba
mengungkap sekaligus membuktikan bahwasanya Islam telah mengatur segala
aspek kehidupan termasuk bidang kesehatan.

1
Bagaimanapun makalah ini dirancang dan diseleseikan, tentu masih terdapat
banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, penulis sangat
menerima saran dan kritik guna perbaikan penulisan makalah selanjutnya.
Semoga dengan disusunnya makalah yang berjudul “Upaya Promosi
Kesehatan Dalam Perspektif Islam” ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh
pembaca.
Sekian dan terima kasih.

Surabaya, 1 Februari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar ..................................................................................................1


Daftar isi.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................6
1.3 Tujuan ..........................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................7
2.1 Definisi Promosi Kesehatan .........................................................................7
2.2 Definisi Sehat menurut WHO dan Islam .....................................................9
2.3 Kesehatan dalam Al-Qur’an dan Hadist ......................................................10
2.4 Promosi Kesehatan dalam Perspektif Islam .................................................13
BAB III PENUTUP ...........................................................................................21
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................21
3.2 Saran ............................................................................................................21
Daftar Pustaka ...................................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inti dari upaya promosi kesehatan adalah perubahan perilaku, yaitu
prilaku sehat. Sehat sendiri didefinisikan sebagai suatu keseimbangan
berbaga lini dari hati, mental, psikis, sosial maupun fisik. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan apa yang diajarkan Islam 14 abad silam, yaitu bagaimana

3
umatnya berakhlaq mulia. Seperti yang disampaikan oleh Muhammad bin
Abdullah bahwasanya dia tidak di utus selain untuk memperbaiki akhlaq.
“Tidaklah aku diutus selain untuk menyempurnakan akhlaq, “ (Muhammad:
571 M). Sehingga ini adalah tanda bahwanya kita sebagai public helath yang
memperjuangkan tegaknya nilai kesehatan rupanya perlu bagi kita yang
muslim untuk mengetahui perspektif islam atas upaya yang kita laksanakan.
Karena secara tidak langsung nilai kesehatan adalah bagian dari nilai
islam. Islam adalah agama yang mengurusi segala bidang tidak sebatas ibadah
yang sifatnya ruhiyah saja. Makna ibadah disini sangat luas sepert firman
Allah:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku.”
“Segala apa yang ada di bumi dan di langit adalah milik Allah.”
Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada umat
manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik aspek duniawi maupun
aspek aspek ukhrawi. Islam merupakan agama ilmu dan akal, karena islam
selalu mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan menggali ilmu
pengetahuan, agar manusia mengetahui mana yang baik dan benar dan mana
yang salah. Termasuk kesehatan, kesehatan adalah salah satu bidang ilmu
pengetahuan yang merupakan ilmu Allah. Hukumnya fardlu kifayah bagi
umat islam. Hal ini sudah menunjukkan bahwasanya ada koridor dan aturan-
aturan yang sudah diberlakukan sejak turunnya al-Qur’an mengenai dasar-
dasar kesehatan bahkan kepada nabi-nabi sebelumnya termasuk nabi Adam.
Contoh saja bagaimana islam telah mengajarkan nilai-nilai kesehatan
sebagai proyeksi dari nilai-nilai islam semenjak 14 abad yang silam oleh
seorang pemimpin yang agung, paling sempurna sepanjang perjalanan
manusia dari Adam hingga manusia terakhir nanti yaitu Muhammad bin
Abdullah. Beliau pernah mengatakan “Jauhilah tempat-tempat yang
menyebabkan laknat ketika buang hendak membuang air, yaitu di tempat-
tempat air, di jalan raya, di tempat berteduh.”. Sekarang coba perhatikan
bagaimana ilmu kesehatan kini mengiyakan apa yang disampaikan
Muhammad ini 14 abad silam yaitu anjuran dan upaya kesehatan untuk

4
mengarahkan masyarakat untuk tidak membang air besar di tempat-tempat air
misalnya di sungai, rawa ataupun di jalan raya maupun di bawah pohon untuk
membuangnya ke tempat yang semestinya yaitu jamban. Upaya ini mulai
digencarkan baru pada abad ke-19 melalui sosialisasi, promosi, program
kesehatan, seminar, dan sebagainya. Ini hanya berkaitan dengan buang air
besar, dan masih banyak lagi aturan Islam yang berkaitan dengan kesehatan.
Oleh sebab itu kita perlu menganalisis bagaimana upaya promosi kesehatan
dalam perspektif islam.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa definisi dari promosi kesehatan?
b. Apa definisi sehat menurut WHO dan Islam?
c. Bagaimana kesehatan dalam Al-qur’an dan Hadist?
d. Bagaimana penerapan promosi kesehatan dalam perspektif Islam?
1.3 Tujuan
a. Memberikan pengetahuan dan pengertian tentang promosi kesehatan
b. Memahami definisi promkes menurut pandangan WHO dan Islam
c. Memahami upaya promkes dalam perspektif islam yaitu Quran dan
Hadits
d. Memahami penerapan promkes dalam perspektif islam

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Promosi Kesehatan


Istilah Promosi Kesehatan mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canada pada
tahun 1986 (dikenal dengan “Ottawa Charter”), oleh WHO promosi
kesehatan didefinisikan sebagai: “the process of enabling people to control
over and improve their health”. Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi: “Proses pemberdayaan masyarakat untuk
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya”. Definisi ini tetap
dipergunakan, sampai kemudian mengalami revisi pada konferensi dunia di
Bangkok pada bulan Agustus 2005, menjadi: “Health promotion is the
process of enabling people to increase control over their health and its
determinants, and thereby improve their health” (dimuat dalam The Bangkok
Charter).
Promosi Kesehatan (Health Promotion), yang diberi definisi: Proses
pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya (the process of enabling people to control over and improve
their health), lebih luas dari pendidikan atau penyuluhan Kesehatan. Promosi
Kesehatan meliputi Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan, dan di pihak lain
Penyuluh/Pendidikan Kesehatan merupakan bagian penting (core) dari
Promosi Kesehatan.
Promosi Kesehatan adalah upaya perubahan atau perbaikan perilaku di
bidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan atau hal-
hal yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas
kesehatan.
Promosi Kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif
(peningkatan) sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif
(pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan
yang komprehensif. Promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya
pendekatan edukatif yang selanjutnya disebut gerakan pemberdayaan

6
masyarakat, juga perlu di dengan upaya advokasi dan bina suasana (social
support).

2.2. Definisi Sehat menurut WHO dan Islam


Kata sehat memiliki beragam definisi. Dalam UU nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan dinyatakan definisi kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. WHO menyatakan sehat
adalah sesuatu keadaan jasmaniah, mental dan sosial yang baik, tidak hanya
tidak berpenyakit atau cacat (Health is state of complete physical, mental and
social well being, not merely the absence of disease of infirmity).
Dapat diartikan secara bebas bahwa seorang itu dikatakan sehat bila ia
memiliki tubuh jasmaniah yang tidak berpenyakit, gizi yang baik, mental,
rohaniah yang tenang, tidak gelisah atau resah, mempunyai kedudukan sosial
yang baik, mempunyai sumber hidup dan rumah tempat berlindung serta
dihargai sebagai manusia.
Pada tahun 1983 Majelis Ulama Indonesia dalam Musyawarah Nasional
telah merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmani, ruhaniah dan sosial
yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan
mengamalkan (tuntunannya) dan memelihara dan mengembangkannya.
Ketiga pengertian sehat di atas menunjukkan bahwa kesehatan seseorang
mengandung komponen yang menyeluruh (holistik), yakni spiritual, biologi,
mental dan sosial. Sesuai dengan konsep kesehatan yang menyeluruh seperti
yang tersebut di atas, di dalam Islam pun pokok-pokok tuntunan kesehatan
yang terdapat dalam Al Qur’an dan hadits sejak semula telah menekankan hal
tersebut.
Dalam literatur islam, paling tidak ada dua istilah yang digunakan untuk
menunjuk tentang pentingnya kesehatan dalam pandangan Islam. Pertama,
kata kesehatan, terambil dari kata sihat. Kedua, kata ‘afiat. Kedua kata ini
sering diucapkan dengan sehat – afiat dan umat Islam mengucapkannya
dengan “sehat wal ‘afiat”. Dalam kamus bahasa arab, kata ‘afiat diartikan
sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana

7
dan musibah-Nya. Dalam pengertian ini, kata ‘afiat menegaskan adanya
makna berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan
penciptaannya.
Misalnya, mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat dan membaca
tanpa menggunakan kaca mata. Sedangkan mata yang ‘afiat adalah mata yang
dapat melihat dan membaca objek yang bermanfaat serta mengalihkan
pandangan dari objek yang dilarang. Hal lain mislanya, perut yang sehat
adalah perut yang dapat mencerna makanan secara sempurna sehingga
kebutuhan gizi badan dapat optimal. Sedangkan perut yang ‘afiat adalah perut
yang dapat menahan nafsunya sehingga hanya akan diberi makan dengan
makanan halalan thoyiban. Hal-hal tersebut itu pada dasarnya merupakan
fungsi yang diharapkan sang pencipta.
Dalam Islam, tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa,
akal, jasmani, harta dan keturunan. Dimana dengan adanya badaniah dan
rohaniah yang sehat maka semua dapat terjaga dengan baik dan tidak
menimbulkan madharat. Sejak awal memang telah diajarkan adanya sikap
yang harus dan sangat mementingkan hidup sehat melalui upaya promotif,
preventif, dan protektif. Terdapat beberapa bukti yang dapat digunankan
sebagai landasan untuk setiap muslim dapat hidup dengan sehat.
Misalnya saja sikap menjaga kebersihan, Islam menekankan melalui dalil
“Annadhofathu minnal iman “ yang artinya kebersihan adalah sebagian dari
iman. Namun bukan berarti orang yang tidak bersih itu tidak beriman. Ada
pengertian yang lebih mendalam untuk penggalan kalimat tersebut, dimana
yang dimaksudkan adalah dengan kita bersih maka kita akan semakin dapat
terhindar dari najis yang menghalangi kita untuk medekat kepada Allah.

2.3. Kesehatan dalam Al-Qur’an dan Hadist


Dalam Islam, kesehatan termasuk hal utama. Hal ini didukung dengan
kenyataan bahwa banyak ayat Al-Qur’an dan hadist yang berkaitan dengan
kesehatan. Salah satu contohnya adalah wahyu kedua yang dibawakan Jibril,
yaitu Ayat 1-5 Surat Al Mudatstsir. Wahyu tersebut belum mengenai shalat,

8
puasa dan zakat, tetapi perintah untuk berdakwah dan mengenai kesucian
(kebersihan) dan menjauhi kekotoran.

Pada ayat di atas tampak bahwa kebersihan yang menjadi pangkal


kesehatanlah yang disinggung dalam wahyu kedua yang diturunkan kepada
Nabi. Ilmu kesehatan modern tetap berpendirian bahwa kebersihan
merupakan pangkal kesehatan. Kebersihan yang menjadi pangkal kesehatan,
hal kedua yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an. Tidaklah
heran kalau kebersihan umumnya merupakan salah satu kewajiban yang
selalu diperintahkan Nabi Muhammad SAW kepada para pengikutnya dan
dijadikan sendi dasar dalam kehidupan sehari-hari.

Selain ayat terdahulu di atas, masalah kesehatan, khususnya tentang


kebersihan juga disebutkan dalam QS AL-Baqarah ayat 222.

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah

kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”.

9
Aturan mengenai kebersihan cukup lengkap terdapat dalam Al-Qur’an,
misalnya setiap berwudlu saat akan melakukan shalat. Al-Qur’an mewajibkan
ummat Islam mandi pada waktu tertentu, misal pada keadaan junub. Al-
Qur’an juga mengharamkan minuman dan makanan yang kotor dan
berbahaya (QS Al-A’raaf: 157 dan Al A’laa:14).
Al-Qur’an menyebut beberapa penyakit wabah, misalnya musnahnya
kaum tsamud yang ingkar kepada Nabi Allah. Juga wabah yang menimpa
tentara Thalut yang melanggar perintah panglimanya. Wabah yang menimpa
tentara gajah Kristen saat hendak menghancurkan Ka’bah.
Sementara dalam hadits lebih banyak lagi dijumpai peraturan-peraturan
kesehatan. Salah satu sabda Nabi SAW yang terkenal adalah “Annadha fatu
minal iiman” yang berarti bahwa “Kebersihan itu adalah sebagian dari pada
iman. Hadist lain menyatkana bahwa “orang mukmin yang kuat lebih disukai
oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah.” Ajaran kesehatan Nabi
SAW yang lain adalah khitan sangan sesuai dengan kebersihan dan
kesehatan. Mengurus mayat menurut hukum Islam juga sesuai dengan
kebersihan. Juga tentang pemberantasan penyakit menular telah diatur
lengkap dalam hadist.

2.4. Promosi Kesehatan dalam Perspektif Islam


De Leeuw dan Hussein memberi perhatian pada 5 area strategi pada Ottawa
Charter dan menunjukkan hubungannya terhadap konsep-konsep dalam Islam
seperti Dakwah, Syariah, Shuura, Hisba, dan Waqaf8. Gagasan ini, yang mana
memperlihatkan bagaimana Islam mencoba membangun sebuah mekanisme
kepedulian terhadap sesama di dalam sebuah masyarakat, merupakan bagian dari
tiga konsep utama dalam Islam, yakni Rukun Islam, Rukun Iman dan Hukum
Islam. Ke tiga konsep ini dapat dikatakan sebagai dasar dari sebuah Teori
Kesehatan Islam. Pada gambar 1 memperlihatkan bagaimana konsep Islam yang
dibangun berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dapat mempengaruhi perilaku
melalui berbagai macam faktor penentu dan sejatinya mengarah kepada sebuah
gaya hidup sehat yang berkontribusi terhadap kesehatan sebagaimana telah
dibuktikan oleh berbagai macam penelitian empiris. Ketaatan terhadap konsep

10
Islam ini adalah dengan asumsi bahwa seseorang harus menjalankan konsep-
konsep tersebut untuk sebuah intervensi promosi kesehatan.

A. Konsep Pertama: Rukun Islam


Rukun pertama adalah “Mengucapkan dua kalimat Syahadat” (Quran
3:18) sebagai suatu kesaksian umat Islam terhadap keesaan Allah SWT dan
mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-NYA. Lebih lanjut dalam
Al-Qur‟an menegaskan tidak ada tuhan lain selain Allah SWT dan Dia lah
yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya (Quran 25:2). Kaitannya
dengan kesehatan, fakta bahwa seorang muslim meyakini dan mengakui serta
bersaksi terhadap satu Tuhan adalah sebuah permulaan dalam langkah
pertama dari “Rangkaian Kesehatan Islami” melalui mekanisme salutogenik
(hubungan ini bukan merupakan indikasi yang akurat dari kesehatan fisik, namun
biar bagaimanapun berbagai penelitian lain telah menunjukkan dengan baik efek
positif agama terhadap kesehatan yang diukur secara objektif. Sejumlah kajian
tentang hubungan antara agama dan morbiditas telah dilakukan, dan efeknya
telah banyak ditemukan pada sebagian besar penyakit, termasuk diantaranya
PJK, stroke, beberapa jenis kanker, colitis dan enteritis dan menunjukkan
kemungkinan hubungan yang pasti antara agama dan kesehatan) dengan
membuat sebuah komitmen religius kepada dirinya sendiri dahulu dan
kemudian kepada komunitas dimana ia berada.

Rukun Islam ke dua “Melaksanakan shalat lima waktu”, (Quran 2:238;


7:170; 20:14) Rukun ini menawarkan beberapa kaitan terhadap konsep

11
Rangkain Kesehatan Islami. Dari tahap tidak langsung, unsur psikodinamis
dari ritual, dalam pelaksanaan sholat menawarkan “meditasi” rutin, yang
mana menghasilkan rasa tenang, penuh harapan, kepuasan hati dan emosi
positif yang kesemuanya dianggap sebagai pembentuk “sense of coherence”
(kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan mereka dan
menjadi sehat ditengah maraknya faktor penekan yang bervariasi).
Melaksanakan kewajiban berderma “Zakat” bagi mereka yang mampu
merupakan rukun Islam yang ketiga dari konsep Rukun Islam. Dalam
meletakkan rukun Islam ke tiga ini dalam rangkaian kesehatan akan lebih
cocok sebagai pusat, sebagaimana dampaknya terhadap kesehatan lebih
dirasakan pada level komunitas jika kita melihat dari sisi pemberian zakat itu
sendiri.
Rukun Islam ke empat, “Berpuasa selama bulan Ramadhan” menegaskan
para Muslim tentang pentingnya membatasi makan makanan, sebagai sebuah
upaya diet untuk keseimbangan.
Rukun Islam yang ke lima, berhaji diwajibkan hanya untuk mereka yang
mampu, baik secara finasial maupun fisik, untuk melakukannya sekali
seumur hidup. (Qur’an 3:97; 22:27). Kaitannya dengan kesehatan, pada titik
secara tidak langsung dari rangkaian konsep kesehatan Islami, hal ini dapat
dikatakan sebagai unsur psikodinamis dari ibadah, keyakinan dan shalat, yang
mana memainkan peranan yang besar dalam membangun sebuah rasa
keterhubungan (sense of coherence) dari individu tidak hanya melalui
mekanisme salutogenesis tapi juga melalui faktor penguat (reinforcing) dalam
proses berbagi pengetahuan, keyakinan dan nilai15. Di waktu yang
bersamaan merupakan usaha menguatkan tingkah laku positif sembari
memupuk rasa keyakinan diri terhadap pengetahuan, keyakinan dan nilai itu
sendiri. Hal-hal tersebut dicapai melalui serangkaian ibadah yang dituntut
saat pelaksanaan ibadah Haji.

12
B. Konsep ke Dua: Rukun Iman
Konsep ini dapat dianggap sebagai pembentuk sikap dan norma
subjektif dari seorang Muslim terhadap niat berperilaku dan perilaku
dalam ketaatan terhadap prinsip-prinsip Islam dan pada akhirnya menuju
sebuah gaya hidup sehat. Oleh karenanya keterkaitan Rukun Iman dengan
kesehatan dapat dilihat dari dua cara; pertama Rukun Iman memperkuat
penyembahan secara religius dan shalat melalui unsur psikodinamis
ibadahnya dan dapat mengarahkan seseorang kepada kondisi rasa
ketenangan, harapan, muatan emosi positif, dimana pada berikutnya dapat
membantu perkembangan rasa keterhubungan (sense of coherence).
Kedua, Rukun Iman menegaskan pentingnya keterlibatan secara religius
dan persaudaraan dengan Muslim lainnya sehingga menciptakan
lingkungan yang mendukung (enabling environment) untuk dukungan
sosial dengan mendorong keterlibatan organisasi sosial.

C. Konsep ke Tiga: Hukum Islam


Ada 5 klasifikasi hukum dalam Hukum Islam, yakni Wajib,
Sunnah, Mubah, Makruh dan Haram. Pembeda diantaranya terletak pada
apakah dilaksanakannya atau tidak dilaksanakannya mendapat pahala atau
tidak, mendapat dosa atau tidak. Untuk mencapai atau memperoleh
kesepakatan dalam pengambilan keputusan, para Ulama mengandalkan
kepada apa yang dikenal dengan Ijtihad, sebuah prinsip yang
memperhatikan fakta bahwa:
1. Hukum berubah seiring perubahan waktu dan tempat
2. Memilih yang paling ringan derajat kerugiannya diantara dua pilihan
yang sama-sama menimbulkan kerugian
3. Melindungi kepentingan umum (umat)
Dalam situasi dimana sebuah permasalah dalam masyarakat belum
sepenuhnya jelas, semisal permasalahan kontrasepsi atau aborsi, sebelum
para ulama mengeluarkan sebuah fatwa, sangatlah penting bagi ulama dan
umat yang dituju untuk mengevaluasi kesimpulan yang akan diambil
dalam wacana memberikan penerangan untuk kepentingan umatnya18.

13
Keterkaitan konsep Hukum Islam dengan Rangkaian Kesehatan Islami
terletak pada fakta yang menunjukkan bahwa Hukum Islam mengatur
masyarakat (umat) dengan menyediakan sebuah lingkungan yang
menguntungkan untuk faktor predisposisi, pemungkin dan penguat yang
mempengaruhi perilaku dan gaya hidup melalui panduan-panduan secara
eksplisit.

D. Meletakkan Konsep Islam ke dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan


Sejauh ini pembahasan telah menunjukkan kaitan antara agama dan
kesehatan, menggambarkan berbagai konsep Islam berasal dari tiga konsep
utama Islam yang menuju kesehatan. Namun, apa yang masih hilang adalah
sebuah penguraian rinci terhadap bagaiman aplikasi nyata konsep Islam dapat
berguna dan digunakan dalam implementasi teori model promosi kesehatan.
Sebagai illustrasi bagaimana konsep dan gagasan Islam dapat berintegrasi
kedalam konsep dan gagasan promosi kesehatan saat ini, model Lima Tahap
dari Bracht dkk digunakan sebagai kajian analisis.

1. Analisis Masyarakat (Community Analysis)


Pemahaman terhadap berbagai macam konsep Islam seperti tiga
konsep utama Islam (Rukun Islam, Rukun Iman dan Hukum Islam)
dapat memfasilitasi sebuah analisis masyarakat yang mendalam
terhadap sebuah masyarakat Islami. Ke tiga konsep utama Islam
tersebut telah memunculkan terhadap konsep-konsep lain yang
bervariasi, yang mana diterapkan dengan bentuk yang berbeda-beda

14
didalam masyarakat Islami diseluruh penjuru dunia. Konsep ini
meliputi Da’wah, Syariah, Shuura, Hisba dan Waqaf dan diantara
konsep-konsep lainnya.
Da’wah contohnya, yang hakikatnya merupakan ajakan. Islam
mendorong setiap umatnya untuk mengajak satu sama lainnya untuk
memahami dan mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Ini
secara jelas diungkapkan didalam Al-Qur‟an Surat At-Taubah ayat 71
yang berbunyi: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf
(kebaikan), mencegah dari yang munkar (keburukan), mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Akan tetapi hal ini bukan berarti
paksaan, seperti yang tercantum pada Surat An-Nahl ayat 125:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
(perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara
yang hak dengan yang bathil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam memahami konsep Islam yang sederhana tapi sangat penting ini,
seorang promotor kesehatan dapat memulai dialog dengan Muslim secara
langsung pada level individu atau secara tidak langsung melalui level
pimpinan. Dialog ini pada akhirnya akan menawarkan sebuah pemahaman
dan analisis yang komprehensif dari sebuah masyarakat Islami untuk
menyimpulkan tahap pertama dari model Lima tahap Bracht.
2. Disain – Inisiasi
Tahap kedua dari model Lima Tahap Bracht ini adalah tahap desain
dan inisiasi, dimana tahap ini mengarahkan kepada pembentukan sebuah
kelompok perencana inti dan menseleksi koordinator setempat.
Bersamaan dengan itu, tahap ini juga meliputi pemilihan sebuah struktur
organisasi dan contoh dari hal ini diberikan dalam bentuk dewan

15
penasehat, aparatur desa, koalisi, perwakilan terkemuka, jaringan
informal, dan gerakan advokasi masyarakat. Dalam Islam konsep Shuraa
adalah sebuah contoh dari struktur organisasi dalam masyarakat Islami.
Konsep ini dapat dibandingkan dengan deskripsi dari koalisi atau aliansi
beberapa kelompok masyarakat dan atau organisasi kesehatan 26. Konsep
dari Shuura ini tidak hanya sekedar sebuah dewan penasihat atau sebuah
koalisi, tetapi dalam komunitas Muslim Shuura diharuskan untuk
bekerjasama dalam perundingan yang saling menguntungkan dan
keputusan yang diambil bersifat mengikat27. Oleh karenanya konsep ini
menyediakan sebuah kemungkinan pintu masuk menuju tahap ke dua dari
model Lima Tahap Bracht.

3. Implementasi
Implementasi program promosi kesehatan merupakan tahap ke tiga
dalam Model Lima Tahap Bracht. Dalam tahap ini, teori dan ide dirubah
menjadi tindakan pemanfaatan para profesional dan sumber daya manusia
lainnya didalam masyarakat sesuai perencanaan intervensi. Selama
proses, sumber daya yang tersedia di masyarakat dimaksimalkan dan
diadapatasi dalam batasan lokal. Konsep Islam Syariah, dimana termasuk
dalam konsep hukum Islami, menawarkan panduan yang jelas dalam
menghadapi berbagai macam permasalahan di dalam Islam. Bagi seorang
promotor kesehatan, memahami ini akan sangat krusial dalam
memastikan kesuksesan program mereka. Dengan mengetahui skala dari
area intervensi didalam hukum Syariah (wajib, sunah, makruh, mubah
dan haram) seorang promotor kesehatan dapat melengkapi dirinya sendiri
dalam merancang intervensi mereka sesuai dengan sudut pandang
masyarakat Islami yang dituju dan juga memastikan kesempatan yang
lebih baik untuk sukses. Prinsip Ijtihad dalam konsep Hukum Islam yang
mengacu pada fakta bahwa (1) hukum berubah seiring perubahan waktu
dan tempat, (2)memilih yang paling ringan derajat kerugiannya diantara
dua pilihan yang sama-sama menimbulkan kerugian, (3)melindungi
kepentingan umum/umat, juga menawarkan saluran komunikasi bagi
promotor kesehatan untuk membawa masuk ide-ide baru ke dalam
masyarakat Islami.

16
4. Pemeliharaan - Konsolidasi
Tema dari tahap ke empat Model Bracht adalah pemeliharaan
program (maintenance) dan konsolidasi. Zakat, Waqaf dan Shodaqoh
adalah konsep-konsep yang dapat ditemukan pada semua konsep utama
Islam (Rukun Islam, Rukun Iman dan Hukum Islam) menyediakan
pijakan yang dengannya seorang promotor kesehatan dapat menjelaskan
secara rinci kepada umat untuk memastikan keberlangsungan intervensi
kesehatan masyarakat. Dalam ke tiga konsep Islam ini baik struktur
finansial dan struktur lainnya di masyarakat yang mendukung
kepentingan umat ditangani dan dapat dieksploitasi untuk manfaat
intervensi kesehatan. Contohnya adalah konsep Waqaf, sebuah konsep
Islam dimana kaum Muslim yang mampu memeberikan sumbangan
materi untuk kemaslahatan (kebaikan) masyarakat, dapat menjadi sebuah
arti penting untuk memastikan dan memberikan pemasukan bagi
intervensi vital dalam promosi kesehatan.

5. Penyebaran – Penilaian ulang


Untuk melaksanakan aktivitas pada tahap ini, para promotor kesehatan
kembali dapat menggunakan konsep Shuura, dimana telah dijelaskan pada
tahap ke dua. Sebagai tambahan, beberapa saluran komunikasi lainnya
dapat diidentifikasikan didalam masyarakat Islam, diantaranya meliputi
masjid dan madrasah. Masjid merupakan area yang sangat penting di
dalam umat Islam, dan menyediakan sarana ideal bagi langkah
penyebaran promosi kesehatan. Contohnya para kaum pria Muslim
berkewajiban melaksanakan sholat Jum’at di masjid. Sholat ini
dilaksanakan dalam sebuah kumpulan jama’ah dan terdapat dua khutbah
selama ibadah sholat Jum’at. Khutbah yang pertama ditujukan kepada
permasalahan agama, sementara di khutbah ke dua membicarakan
permasalahan saat ini yang menimpa kaum Muslim. Dengan mengambil
keuntungan dari saluran komunikasi ini, promotor kesehatan mampu
menyelesaikan intervensi promosi kesehatannya secara sukses,
berdasarkan sudut pandang dari masyarakat itu sendiri terhadap
kehidupan, kesehatan dan perilaku kesehatan.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Promosi kesehatan dalam Islam merupakan salah satu media aplikatif


sebagai seorang muslim. Promosi kesehatan dimuat dalam ayat-ayat Al-
Qur’an baik dalam bentuk cara, perintah, ataupun larangan yang menyeru
pada kebaikan untuk kesehatan manusia. Seperti yang kita ketahui iman itu
tidak sekedar di dalam hati dan dilisankan tetapi diaplikasikan. Dalam islam
menyeru kepada kebajikan adalah orang yang mulia, menyeru masyarakat
kepada hal yang sehat sesuai apa yang dimuat dalam Al-Qur’an dan ketika
dilaksanakan, maka seorang muslim telah menerapkan promosi kesehatan
baik bagi dirinya maupun orang lain. Jadi sangatlah jelas bahwa secara tidak
langsung promosi kesehatan merupakan media Muslim untuk menegakkan
agama.
.
3.2 Saran
a. Sebagai seorang muslim yang berada di bidang kesehatan sudah
sepatutnya tidak membeda-bedakan antara ilmu kesehatan dengan agama,
karena islam itu menyeluruh, memenuhi seluruh aspek kehidupan.
b. Mentelaah ilmu kesehatan dengan berdasar Quran Hadits merupakan
suatu kewajiban bagi kita umat muslim karena hakikat dari menuntut ilmu
adalah mencari kebenaran dimana muara dari kebenaran itu adalah
membenarkan kekuasaan Allah Yang Maha Esa.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dirwan Suryo Soularto. 2010. Petunjuk Kesehatan Dalam Alqur’an Dan As-
Sunnah. Disampaikan dalam “Kuliah Kedokteran Islam dalam Blok-5.
Regulasi dan Metabolisme semester II”, FK UMY.
Kemenag RI. 2015. Makanan dan Minuman Dalam Perspektif Alquran dan Sains.
Widya Cahaya. Jakarta.
Purwati, Susi. 2010. Prinsip Metode Promosi Kesehatan, (online),
(http://susipurwati.blogspot.com/2010/10/prinsip-metode-promosi-
kesehatan.html diakses 2 Februari 2020).
E De Leeuw, and A Hussein. “Islamic Health Promotion and Interculturalization.”
Health Promotion International 14, no. 4 (1999): 347–53.
Maulana, A.O. “Islam and Health Dimension in 20th Century.” University of
Maastricht, 2002.
TSSM Propinsi Jawa Timur. “Dakwah Sanitasi, Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat.” TSSM Propinsi Jawa Timur, 2009.

19

Anda mungkin juga menyukai