Anda di halaman 1dari 14

KEGIATAN 3: MENGHITUNG SEL DARAH MERAH (SDM)

A. TUJUAN
Tujuan Kegiatan:
1. Mengetahui cara menghitung sel darah merah.
2. Mengetahui jumlah sel darah merah dari probandus.
Kompetensi Khusus:
1. Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan jumlah sel darah merah.
2. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah
merah.

B. DASAR TEORI
Darah merupakan cairan tubuh yang terdapat dalam jantung dan pembuluh darah.
Darah terdiri dari dua bagian, yaitu sel-sel darah (butir-butir darah) dancairan darah
(plasma darah). Sel-sel darah merupakan bagian yang mempunyai bentuk. Ada 3 macam
sel darah yaitu, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah
(Wulangi, 1993).
Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel
diseluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat
sisametabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Darah manusia berwarna merah, antara
merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna
merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein),
yang terdapat dalam eritrosit dan mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan
tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa
metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal
untuk dibuang sebagai air seni. Untuk dapat melihat perbedaan dari sel darah dengan
plasma dapat dilakukan dengan carasentrifugasi tabung hematokrit berisi darah yang telah
diberi bahan anti pembekuan. Eritrosit, Leukosit, dan Plasma Dapat dilihat untuk bagian
yang berwarna merah merupakan eritrosit, selapis tipis warna putih merupakan kumpulan
sel-sel darah putih ( leukosit) can cairan kuning merupakan plasma.
Pada umumnya sel darah merah yang tidak berinti mempunyai ukuran lebih kecil
dibandingkan dengan sel darah merah yang berinti. Sel darah merahyang ukurannya paling
besar terdapat pada hewan amfibia (Guyton & Hall, 1997).
Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%, oleh
karena itu setiap pada sediaan darah yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut.
Dalam keadaan normal,eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7-8
mikrometer, tebal ± 2,6 mikrometer dan tebal tengah ± 0,8 mikrometer dan tanpa memiliki
inti (Pearce, 1995).
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari
air (60%)dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi eritrosit
merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak.
Eritrosit mengandung proteinyang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang
dikonjugasikan dengan pigmen hemmembentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen yang
akan diedarkan keseluruh bagian tubuh.Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun
dibatasi oleh membran plasma yang bersifatsemipermeable dan berfungsi untuk mencegah
agar koloid yang dikandungnya tetap didalam. Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang
harus diperhatikan untuk mengungkapkan berbagaikondisi kesehatan tubuh. Misalnya
tentang bentuk, ukuran, warna dan tingkat kedewasaan eritrosit dapat berbeda dari normal.
Jika dalam sediaan apus darah terdapat berbagai bentuk yangabnormal dinamakan
poikilosit, sedangkan sel-selnya cukup banyak maka keadaan tersebut dinamakan
poikilositosis. Eritrosit yang berukuran kurang dari normalnya dinamakan mikrositdan
yang berukuran lebih dari normalnya dinamakan makrosit. Warna eritrosit tidak merata
seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang lebih pucat, karena bagian tengah lebih
tipis daripada bagian pinggirnya.
Pada keadaan normal bagian tengah tidak melebihi ⅓ dari diameternya sehingga
selnya dinamakan eritrosit normokhromatik.Apabila bagian tengah yang pucat melebar
disertai bagian pinggir yang kurang terwarna maka eritrosittersebut dinamakan eritrosit
hipokromatik. Sebaliknya apabila bagian tengah yang memucat menyempit selnya
dimanakan eritrosit hiperkhromatik.
Darah pada semua hewan vertebrata tersusun atas plasma, sel darah merah (SDM),
sel darah putih (SDP), keping-keping darah (trombosit). Plasma berfungsi sebagai medium
cair yang di dalamnya terlarur protein (albumin, fibrinogen, dan globulin) sehingga
disebut protein plasma. Selain itu, juga terlarut nutrien lainnya (glukosa, asam lemak, dan
kolesterol), vitamin, mineral, garam anorganik terutama sodium klorida (NaCl), limbah
metabolisme dan gas (Soedjono, 1988).
Erotrosit pada manusia berbentuk diskus bikonkav, diameternya 6-9 μm, bagian
tengah memiliki ketebalan 1 μm, bagian tepi mamiliki ketebalan 2 - 2.5 μm dan tidak
memiliki inti. Membran eritrosit tersusun atas fosfolipid (lipid bilayer) layaknya membran
sel lainnya. Sitoplasma tersusun atas hemoglobin (Hb) sekitar 34%, tidak terdapat
mitokondria, lisosom, ribosom, retikulum endoplasma, dan badan Golgi. Sehingga
metabolisme sangat terbatas dengan menggunakan enzim-enzim metabolisme yang telah
ada. Kation yang terdapat dalam sitoplasma eritrosit antara lain yaitu K+, Na+, Ca2+,
Mg2+ dan anion dalam bentuk Cl-, HCO3-, Hb, fosfat anorganik dan 2,3-DPG. Eritrosit
secara umum terdiri dari hemoglobin, sebuah metaloprotein kompleks yang mengandung
gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung secara
temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan kemudian molekul
oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh (Soedjono, 1988).
Oksigen dapat secara mudah berdifusi lewat membrane sel darah merah.
Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan seperti CO2 dari
jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir keseluruhan molekul CO2 tersebut dibawa
dalam bentuk bikarbonat dalam plasma darah. Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait
dengan hemoglobin, berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot. Keutuhan bentuk
eritrosit sangat tergantung pada tekanan osmosis medium sekitarnya. Pada kondisi
hipotonik akan mengalami pembengkakan kemudian ruptur (hemolisis). Hemolisis pada
kondisi isotonik terjadi karena agen-agen yang merusak permukaan, seperti sabun,
deterjen atau klorofom.
Sitoskeleton berfungsi untuk mengatur bentuk membran eritrosit sehingga
bentuknya fleksibel. Krenasi jika berada pada lingkungan (larutan) yang hipertonis.
Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa berkisar antara 4.500.000 – 6.000.000 sel per
mm3 (pada laki-laki) dan 4.000.000 – 5.500.000 sel per mm3 (pada perempuan).
Polisitemia (polycythemia) adalah suatu kondisi jumlah eritrosit meningkat sangat nyata di
dalam sirkulasi. Anemia adalah kondisi kemampuan tubuh mengangkut oksigen berkurang
karena berkurangnya jumlah SDM atau Hb. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
jumlah eritrosit yaitu :
1. Fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasi pada tempat
tinggi (pegunungan), maka jumlah SDM dapat mencapai 8 juta sel per mm3, hal ini
disebut physiological polycythemia.
2. Patologis karena adanya tumor pada sumsum tulang, maka jumlah SDM dapat
mencapai 10-11 juta sel per mm3, hal ini disebut polycythemia vera.
Umur (lifespan) eritrosit dalam sirkulasi berkisar antara 120 hari pada laki-laki dan
100 hari pada perempuan. Setelah melampaui batas tersebut, eritrosit akan kehilangan
kemampuan metabolisme yang kemudia akan dihancurkan oleh limfa, hati, sumsum tulang
dan sel retikuloendothelial. Sebagian besar komponennya akan dimanfaatkan kembali
seperi Fe dari heme dan asam amino dari globin.

C. METODE PRAKTIKUM
1. Jenis Kegiatan : Observasi
2. Obyek Pengamatan : Sel darah merah manusia
3. Alat dan Bahan :
a. Bilik hitung (counting chamber)
b. Gelas penutup (cover glass) khusus
c. Pipet khusus bertanda ‘101’ dan terdapat kristal merah
d. Reagen Hayem
e. Darah perifer (probandus)
f. EDTA (Etylen Diamine Tetra Acetic Acid)
g. Mikroskop
h. Handtally counter
4. Prosedur Kerja :
Mengambil darah perifer dari ujung jari manis sesuai SOP (standar
operasional prosedur)

Menggunakan darah segar atau darah dengan antikoagulansia misalnya


EDTA (Etylen Diamine Tetra Acetic Acid), Heparin yang bekerja
sebagai anti trombin dan anti tromboplastin, Dicoumarol yang bekerja
sebagai penghambat pembentukan protrombin, serta oksalat dan sitrat
yang bekerja dengan mengikat ion ++ sehingga koagulasi terhambat.

Mempersiapkan pengeceran darah dengan menggunakan reagen berupa


larutan garam NaCl fisiologis steril atau larutan hayem.

Membersihkan ujung pipet sebelum mengambil darah dari probandus.

Menghisap darah sampai tanda '05'

Menghisap reagen hayem dari probandus dengan ujung pipet sampai


tanda '101' (pengenceran 200 kali)

Meletakkan pipet secara horisontal, memegang kedua ujung dengan ibu


jari dan telunjuk lalu menggerakkan ke atas dan ke bawah sehingga
darah bercampur dengan reagen.

Membersihkan bagian bergaris dari hemositometer dan kaca penutup


sebelum digunakan.

Menempatkan kaca penutup di atas bilik hitung (counting chamber)

Meneteskan larutan dalam pipet sebanyak 1 tetes di kanan dan kiri


pinggir bilik hitung, membiarkan selama beberapa menit supaya
mengelilingi parit.

Memeriksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah dan mencari


ruang tengah dari 9 ruangan hemositometer.

Menghitung eritrosit dalam 5 kotak dari 25 ruangan kecil menggunakan


perbesaran kuat.

D. DATA HASIL PRAKTIKUM


1. Data Kelompok
No. Nama Jumlah Sel Darah Merah
(sel/mm3)
1. Tyas 8.370.000
No. Nama Jumlah Sel Darah Merah
(sel/mm3)
2. Yuli 4.999.000

2. Data Kelas
No. Kode Nama Jumlah Sel Darah Merah
(sel/mm3)
1. TY 5.060.000
2. JF 4.020.000
3. RAT 8.370.000
4. YA 4.999.000
5. WMN 5.830.000
6. RA 4.610.000
7. AFRAI 13.120.000
Jumlah ( ) 46.009.000
Rerata 6.572.714
Standar Deviasi (SD) 3.208.901

E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk engetahui cara menghitung sel darah merah,
mengetahui jumlah sel darah merah dari probandus, melakukan cara penentuan jumlah sel
darah merah, dan menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah merah.
Objek pengamatan dari praktikum ini adalah probandus sel darah merah manusia.
Alat dan bahan yang digunakan adalah bilik hitung (counting chamber), gelas
penutup (cover glass) khusus, pipet khusus bertanda ‘101’ dan terdapat kristal merah,
reagen hayem, darah perifer (probandus), EDTA (Etylen Diamine Tetra Acetic Acid),
mikroskop, dan handtally counter.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil darah perifer dari ujung jari
manis sesuai SOP (standar operasional prosedur) lalu enggunakan darah segar atau darah
dengan antikoagulansia misalnya EDTA (Etylen Diamine Tetra Acetic Acid), Heparin
yang bekerja sebagai anti trombin dan anti tromboplastin, Dicoumarol yang bekerja
sebagai penghambat pembentukan protrombin, serta oksalat dan sitrat yang bekerja
dengan mengikat ion ++ sehingga koagulasi terhambat. Setelah itu, mempersiapkan
pengeceran darah dengan menggunakan reagen berupa larutan garam NaCl fisiologis steril
atau larutan hayem. Membersihkan ujung pipet sebelum mengambil darah dari probandus.
Menghisap darah sampai tanda '05' Menghisap reagen hayem dari probandus dengan
ujung pipet sampai tanda '101' (pengenceran 200 kali). Kemudian, meletakkan pipet secara
horisontal, memegang kedua ujung dengan ibu jari dan telunjuk lalu menggerakkan ke atas
dan ke bawah sehingga darah bercampur dengan reagen. Selanjutnya, membersihkan
bagian bergaris dari hemositometer dan kaca penutup sebelum digunakan. Lalu,
menempatkan kaca penutup di atas bilik hitung (counting chamber) dan meneteskan
larutan dalam pipet sebanyak 1 tetes di kanan dan kiri pinggir bilik hitung, membiarkan
selama beberapa menit supaya mengelilingi parit. Kemudian, memeriksa dibawah
mikroskop dengan perbesaran lemah dan mencari ruang tengah dari 9 ruangan
hemositometer. Kemudian, menghitung eritrosit dalam 5 kotak dari 25 ruangan kecil
menggunakan perbesaran kuat.
Di dalam bulatan pipet khusus, terdapat kaca yang berwarna merah untuk eritrosit
dan putih untuk leukosit. Pengambilan darah dengan pipet khusus cukup dengan
menyentuhkan pipet pada daerah atau jari yang telah berdarah, maka darah tersebut akan
masuk dan naik ke dalam pipet karena pipet bersifat kapiler. Senyawa pengencer yang
digunakan adalah larutan hayem yang memiliki fungsi pada percobaan ini, adalah untuk
mengencerkan darah, sehingga bentuk eritrosit akan terlihat jelas, sedangkan bayangan
leukosit dan trombosit tidak akan terlihat. Larutan hayem memiliki komposisi Natrium
sulfat kristal (5,0 gram), natrium klorida (1,0 gram), merkuri klorida (0,5 gram) dan air
suling (200 ml) (Situmorang, 2010).
Cairan pengencer yang dapat digunakan pada darah memiliki syarat utama yaitu
isotonis dengan darah, tidak harus merusak eritrosit. Cairan darah yang sering dipakai
untuk menghitung sel darah merah adalah larutan hayem. Setelah diencerkan dengan
larutan hayem maka pipet dikocok secara horisontal agar tercampur sempurnaselama
kurang lebih dua menit dan dimasukkan ke dalam bilik hitung. Tetes pertama dan kedua
dibuang atau di teteskan pada tissu hal ini dilakukan agar dalam hemaecitometer benar
benar mengandung sel darah merah bukan larutan hayem saja. Campuran darah dan hayem
dimasukkan sedikit kedalam hemasitometer dan dihindari adanya gelembung udara.
Karena bila ada gelembung udara maka akan sulit diamati.
Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi
sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang
kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan
bahkan dapat mengakibatkan kematian. Darah pada tubuh manusia mengandung 55%
plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada
pada tubuh kita yaitu sekitar sepertigabelas berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5
liter. Darah terdiri dari sel darah merah dan sel darah putih. Mereka memiliki fungsi yang
berbeda – beda. Selain itu, jumlah sel darah merah dan sel darah putih pada setiap jenis
makhluk hidup berbeda-beda.
Darah adalah cairan tubuh yang mengalir dalam pembuluh dan beredar ke seluruh
tubuh. Darah merupakan sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk)
tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air
dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45).
Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung pada
kadar oksigen yang dibawa sel darah merah (Sloane, 2004).
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan)
tingkat tinggi salah satu fungsi darah di dalam tubuh adalah sebagai alat transportasi. Di
dalam tubuh darah berperan dalam transport oksigen, karbon dioksida, zat makanan ,
metabolit- metabolit yang tidak diperlukan, mengatur suhu tubuh normal,
mempertahankan keseimbangan asam basa, mengatur keseimbangan air, mengatasi
infeksi, transport hormone untuk metabolisme dan transport metabolit- metabolit antar
jaringan. Fungsi utama dari sel-sel darah merah (eritrosit) adalah mengangkut Hb yang
seterusnya akan membawa oksigen yang berasal dari paru- paru ke jaringan. Sel darah
merah normal berbentuk pelat, cekung ganda dan berdiameter 8 mikron. Konsentrasi pada
pria lebih besar daripada wanita.

Gambar 1. Arah Menghitung


Gambar 2. Kamar Hitung Improved Neubaur (R: Kotak Menghitung Eritrosit)
Penghitungan sel darah merah dan sel darah putih dipermudah dengan bantuan
haemositometer. Hemositometer adalah alat yang dipakai untuk menghitung jumlah sel
darah dan terdiri dari kamar hitung, kaca penutupnya dan dua macam pipet. Mutu kamar
hitung serta pipet-pipet harus memenuhi syarat-syarat ketelitian tertentu. Sedangkan
prinsip kerja hemasitometer yaitu dengan menghitung langsung jumlah sel di bawah
perbesaran mikroskop. Bentuknya terdiri dari 2 counting chamber dan tiap chamber-nya
memiliki garis-garis mikroskopis pada permukaan kaca. Ada 5 buah kotak yang menjadi
sampel kita dan kemudian dari kelimanya dirata-rata sehingga didapat kerapatan sel dalam
volume tertentu. Hasil yang diperoleh dikonversi ke dalam satuan jumlah sel per mililiter
suspensi. Metode ini relatif cepat dan dapat digunakan untuk menghitung suspensi sel
dengan konsentrasi rendah. Namun hemasitometer ini mempunyai beberapa kekurangan
antara lain tidak digunakan untuk mengamatai sel yang berukuran sangat kecil, tingkat
validitas rendah, dan sulit untuk membedakan antara sel hidup dengan sel yang mati
(Madigan & Michael, 2003).
Eritrosit dihitung dalam 5 bidang sedang yang terletak di bidang dasar paling
tengah. 5 bidang tersebut terdiri dari 4 bidang di pinggir dan 1 bidang di tengah (bertanda
R) tiap-tiap bidang ini di bagi lagi menjadi 16 petak-petak kecil yang masing-masingl
uasnya adalah 1/400 mm2. Dengan demikian eritrosit dihitung dalam 80 petak-petak kecil,
luas keseluruhan ialah 80 x 1/400 mm2 = 1/5 mm2. Mulai menghitung dari sudut kiri atas,
terus ke kanan; kemudian turun ke bawah dan dari kanan ke kiri; lalu turun lagi ke bawah
dan mulai lagi dari kiri ke kanan. Cara seperti ini dilakukan pada 4 bidang sedang tersebut.
Semua sel yang menyentuh garis batas sebelah atas dan kiri, dianggap masuk ke dalam
ruangan dan dihitung. Sedangkan sel yang menyentuh garis batas sebalah kanan dan
bawah dianggap tidak masuk dan tidak dihitung. Leukosit di dalam bujur sangkar berisi ¼
mm pada bilik hitung W dengan kedalaman bilik hitung 1/10 mm. Sehingga volume kotak
W adalah ¼ mm x 1/4mm x 1/10mm yakni 1/160mm3.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Penghitungan Sel Darah Merah

No. Kode Nama Jumlah Sel Darah Merah


(sel/mm3)
1. TY 5.060.000
2. JF 4.020.000
3. RAT 8.370.000
4. YA 4.999.000
5. WMN 5.830.000
6. RA 4.610.000
7. AFRAI 13.120.000
Jumlah ( ) 46.009.000
Rerata 6.572.714
Standar Deviasi (SD) 3.208.901

Berdasarkan teori, jumlah eritrosit normal pada orang dewasa berkisar antara
4.500.000 – 6.000.000 sel per mm3 (pada laki-laki) dan 4.000.000 – 5.500.000 sel per mm3
(pada perempuan). Volume ini bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik
dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai perubahan
cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
eritrosit adalah seperti jenis kelamin, dimana laki-laki akan memiliki jumlah eritrosit yang
lebih banyak dibanding perempuan, kemudian usia, dimana orang dewasa memiliki
jumlah eritrosit lebih banyak dibanding anak-anak, tempat atau ketinggian, dimana orang
yang hidup di dataran tinggi cenderung memiliki jumlah eritrosit lebih banyak, dan
kondisi tubuh seseorang dimana sakit dan luka yang mengeluarkan banyak darah dapat
mengurangi jumlah eritrosit dalam darah.
Dalam kegiatan praktikum yang dilakukan, faktor yang dapat mempengaruhi
jumlah eritrosit adalah:
1. Nutrisi, bila seseorang mendapatkan nutrisi banyak maka orang tersebut akan memiliki
sel darah yang banyak dibandingkan dengan orang yang kekurangan nutrisi.
2. Usia / umur, dimana orang yang lebih tua akan memiliki jumlah eritrosit lebih banyak.
3. Faktor lingkungan, di daerah dataran tinggi orang akan lebih banyak memiliki sel
darah. Hal ini dikarenakan di dataran tinggi seseorang membutuhkan oksigen lebih
banyak sehingga tubuh akan meningkatkan produksi eritrosit lebih banyak agar
hemoglobin dapat lebih banyak mengikat oksigen. Hemoglobin merupakan protein
yang mengandung senyawa hemin yang mengandung besi yang memilki daya ikat
terhadap oksigen dan karbondioksida (Kimball, 2005).
4. Aktivitas, orang yang memiliki banyak aktivitas akan membutuhkan nutrisi yang
banyak sehingga jumlah sel darahnya juga akan banyak.
5. Jenis kelamin, perempuan memiliki jumlah sel darah (eritrosit) lebih sedikit daripada
laki-laki. Hal ini disebabkan berkurangnya eritrosit pada perempuan ketika menstruasi.
6. Kesalahan perhitungan dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu teknis, sampling, peralatan.
Kesalahan teknis yaitu adanya gelembung saat mengambil darah atau larutan pengencer
sehingga bisa mempengaruhi volume pengenceran, penyedotan yang terlalu kuat
sehingga volume darah yang diambil tidak sesuati dengan skala yang ditentukan,
pengocokan yang kurang homogen menyebabkan sel darah akan sulit diamati karena
bertumpuk atau tidak ada karena yang masuk pada hemocytometer adalah larutan
pengencernya. Kesalahan peralatan bisa dikarenakan mikroskop yang memiliki fokus
kurang tepat sehingga sel darah sulit diamati, pipet toma yang digunakan tidak
berfungsi dengan baik sehingga sulit digunakan dalam penyedotan darah dan larutan
pengencernya. Kesalahan sampling antara lain pada jari terdapat alkohol yang belum
kering sehingga membuat darah yang keluar cepat beku, terdapat air pada pipet toma
yang baru dibersihkan.
Eritrosit merupakan salah satu komponen terpenting yang menyusun darah dalam
tubuh kita, sering disebut sebagai sel darah merah, diciptakan berpusat dari sumsum tulang
belakang dengan bantuan berbagai nutrisi dan vitamin yang diasup ke dalam tubuh,
memiliki kandungan hemoglobin yang sarat akan zat besi demi mengikat oksigen serta
beragam sari nutrisi untuk diedarkan ke seluruh anggota tubuh yang memerlukan.
Kekurangan eritrosit secara garis besar mampu memicu keberadaan anemia dengan
beragam penyebab seperti gejala khas anemia yakni pucatnya warna tubuh disertai mata
yang cekung, gampang lelah serta mudah sakit, sistem imun semakin melemah dan terjadi
kerontokan rambut akibat kurang nutrisi, berkurangnya pasokan oksigen dapat menjadi
penyebab pusing serta susah bernafas pada beberapa kondisi tertentu.
Berikut ini adalah bahaya kekurangan eritrosit:
1. Anemia Defisiensi Vitamin. Anemia jenis ini terjadi diakibatkan karena rendahnya
serapan asupan vitamin pokok pembentuk darah merah layaknya zat besi, vitamin B12
serta folat. Akibat dari rendahnya jumlah nutrisi tersebut dalam tubuh kita maka
sumsum tulang sebagai pabrik darah tak akan mampu menyuplai sel darah merah sesuai
dengan yang tubuh kita butuhkan sehingga gejala tanda anemia akan mulai muncul.
2. Beberapa penyakit kronis seperti gagal ginjal sbisa disebabkan karena menurunnya
produksi sel darah merah secara langsung. Organ ginjal membutuhkan pasokan darah
merah yang cukup sehingga jika tubuh kekurangan eritrosit bisa dipastikan kinerja
organ tersebut akan terganggu dan bisa kehilangan fungsinya samasekali. Beberapa
penyakit berat seperti HIV AIDS dan kanker berperan penting jumlah sel darah merah
yang menurun.
3. Anemia Aplastik. Belum diketahui penyebab pasti dari terjadinya anemia yang satu ini,
tapi secara garis besarnya yakni kemampuan sumsum tulang dalam memproduksi
keseluruhan sel darah termasuk eritrosit terus mengalami penurunan sehingga tak
mampu lagi memenuhi kebutuhan suplai eritrosit bagi tubuh.
4. Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan akibat kekurangan darah merah dan
kelebihan darah putih dimana sumsum tulang memproduksi darah putih secara
berlebihan dan menurunkan jumlah sel darah merah tubuh secara drastis. Hal tersebut
akan menyebabkan penyakit anemia dan penyakit di sumsum tulang belakang.
5. Anemia Hemolitik. Beberapa keadaan tertentu layaknya pada penyakit autoimun maka
akan ditemukan zat antibodi yang diproduksi tubuh dan justru bukan untuk mengatasi
sel sakit akan tetapi untuk melawan dan menghancurkan sel darah merah dalam tubuh
individu itu sendiri. Hal ini akan menjadi anemia yang parah jika dibarengi juga dengan
tidak maksimalnya kinerja sumsum tulang sebagai pabrik darah untuk menciptakan sel
eritrosit baru demi menutupi kehancuran masal dari sel darah merah tersebut.
6. Anemia Sel Sabit. Kelainan utama yang terjadi yakni tidak sempurnanya susunan
hemoglobin sebagai komponen penting pembentuk eritrosit, secara otomatis bentuk
eritrosit akan menuju situasi tidak normal yakni menyerupai sel sabit sebagai tanda
awal dan yang selanjutnya maka jenis eritrosit abnormal ini akan mati masal secara dini
sebelum waktu seharusnya sehingga jika sumsum tulang tidak tanggap dan kuat
menanggulanginya dengan produksi sel baru secara memadai maka ancaman anemia
pun akan segera dirasakan oleh penderita.
Secara garis besar kebutuhan tubuh akan sel darah merah untu memenuhi
kebutuhan tubuh akan suplai oksigen serta nutrisi merata pada keseluruhan anggota tubuh
tanpa terkecuali. Dengan demikian tubuh akan menyesuaikan kebutuhan eritrositnya
sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan misalnya pada penderita perokok dengan kondisi
paru yang tidak fit ataupun pada penduduk pegunungan dengan jumlah oksigen ketinggian
yang rendah maka jumlah eritrositnya akan senantiasa meningkat di dalam edaran tubuh.
Pada kondisi kelainan genetika yang sering disebut sebagai polisitemia vera maka
jumlah eritrosit yang banyak akan melampaui ambang batas normal secara drastis
sehingga sangat membahayakan jiwa, beberapa langkah harus ditempuh pasien untuk
dapat bertahan dengan sehat diantaranya dengan senantiasa membuang darah layaknya
seperti teknik dalam donor ataupun mengkonsumsi obat pengencer darah demi
mengurangi produksinya yang berlebihan juga, dan berikut ini merupakan hal akibat
jumlah eritrosit jauh melebihi ambang batas normal:
1. Penggumpalan Darah. Beragam bahaya mengintai jiwa yang dapat ditimbulkan dari
penggumpalan darah, jika darah merah senantiasa diproduksi dalam jumlah jauh di atas
ambang batas normal, maka aliran darah akan semakin berdesakan dan penuh dengan
sel eritrosit yang mana hal ini akan sangat berpotensi pada pengentalan sampai juga
penggumpalan darah, dan bisa kita pastikan bahwa hal ini sangatlah tidak baik untuk
kondisi jantung dan otak karena setiap waktu pembuluh darah pada bagian vital ini
mendapat ancaman dari keberadaan eritrosit dengan populasi yang menggila tersebut.
2. Kelebihan eritrosit akan merusak limpa yang berfungsi sangat penting dalam tubuh
manusia. Kinerja limpa dalam memfilter keberadaan eritrosit yang jumlahnya banyak
akan membuatya membengkak dalam waktu yang relatif singkat, jika terus berlanjut
Okerusakan limpa tidak bisa dihindarkan. Organ lain semisal ginjal pun tidak bisa
mentolerir eritrosit yang melebihi batas ini dan bisa juga membahayakan kinerjanya.
Mata pun juga bisa rusak akibat sel darah merah yang berlebihan.

F. KESIMPULAN
1. Cara menghitung sel darah merah adalah dengan menggunakan Hemocytometer yaitu
perangkat yang dirancang untuk peng-hitungan sel darah. Hemocytometer diciptakan
oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari tebal kaca mikroskop slide dengan
lekukan persegi panjang yang menciptakan ruang. Ruangan ini diukir dengan
menggunakan laser-tergores grid dari garis tegak lurus. Perangkat ini disusun dengan
hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis yang diketahui, dan kedalaman ruang
juga dikenal. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel-sel atau partikel
dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi dalam
cairan sel-sel secara keseluruhan
2. Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa berkisar antara 4.500.000 – 6.000.000 sel
per mm3 (pada laki-laki) dan 4.000.000 – 5.500.000 sel per mm3 (pada perempuan).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah seperti jenis kelamin, dimana
laki-laki akan memiliki jumlah eritrosit yang lebih banyak dibanding perempuan,
kemudian usia, dimana orang dewasa memiliki jumlah eritrosit lebih banyak dibanding
anak-anak, tempat atau ketinggian, dimana orang yang hidup di dataran tinggi
cenderung memiliki jumlah eritrosit lebih banyak, dan kondisi tubuh seseorang dimana
sakit dan luka yang mengeluarkan banyak darah dapat mengurangi jumlah eritrosit
dalam darah.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (9th Editio). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kimball, J. W. (2005). Biologi Jilid 2 (5th Editio). Jakarta: Erlangga.
Madigan, & Michael, T. (2003). Biology of Microorganism (10th Editi). New York: Southern
Illinois University Carbondale.
Pearce, E. C. (1995). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Situmorang, M. (2010). Bahan Kuliah Pengelolaan Laboratorium. Medan: PPS Unimed.
Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Soedjono, B. (1988). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: Depdiknas.
Wulangi, K. S. (1993). Prinsip Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai