TRAUMA ABDOMEN
Disusun untuk memenuhi tugas di blok Emergency Nursing Tahun Ajaran 2016/2017
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5 K3LN
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan
dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma
abdomen.
1.4 Manfaat
2.1 Definisi
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara
toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal
wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja
sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang
didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi
organ tubuh yang terkena. Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau
kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal
berbagai organ (MH Assiddqi, 2014).
2.2 Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Trauma penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014).
Trauma penetrans merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke
trauma center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma
penetrasi pada populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit
hitam pada umur 15-24 tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab
wound, impalements, gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena
kebanyakan trauma penetrans pada abdomen biasanya memerlukan tindakan
pembedahan maka persiapan di ruang operasi harus simultan dengan
assessment pasien (Pratama, 2014).
2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul: diklasifikasikan ke dalam 3
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan
akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa
hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi.
Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat
belt injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat
menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera.
Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada
organ berongga dan menyebabkan rupture (MH Assiddqi, 2014).
Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada populasi anak. Lebih dari
80% trauma pada anak adalah berupa trauma tumpul dan kebanyakan
berhubungan dengan kecelakan kendaraan bermotor. Cedera abdominal
dapat disebabkan juga oleh karena terjatuh dan langsung mengenai dinding
abdomen misalnya pada handlebar injuri (Pratama, 2014).
2.3 Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma, iritasi, infeksi, obstruksi dan
operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma
tembus, biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan
mobil, pukulan langsung atau jatuh. Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan
cedera eksterna yang mengancam nyawa (MH Assiddqi, 2014).
2.4 Patofisiologi
Terlampir
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen
1. Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila
pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri.
Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk
mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di
pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada trauma
tumpul, bila terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan laparotomi,
sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami
kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah
penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga, penanganan
kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi sebagian.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi dengan hasil temuan sebagai berikut:
Inspeksi: Pada saat pemeriksaan dapat ditemukan adanya kondisi
lecet (abrasi) atau ekimosis. Tanda memar akibat sabuk pengaman,
yakni luka memar atau abrasi di perut bagian bawah sangat
berhubungan dengan kondisi patologis intraperitoneal. Inspeksi visual
sangat penting dilakukan untuk mendapatkan adanya distensi
abdomen yang mungkin dapat terjadi karena pneumoperitonium,
dilatasi lambung, atau ileus yang diproduksi oleh iritasi peritoneal.
Fraktur iga bagian bawah dapat berhubungan dengan cedera pada
limpa atau cedera hati.
Auskultasi: Ditemukannya bunyi usus pada bagian toraks
menunjukkan adanya cedera pada otot diafragma.
Palpasi: Palpasi dapat menemukan adanya keluhan tenderness (nyeri
tekan) baik secara lokal atau seluruh abdomen, kekakuan abdominal,
atau rebound tenderness yang menunjukkan cedera peritoneal.
Perkusi: untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang
mengalami cedera.
Pemeriksaan rektal: Dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi
akibat patah tulang panggul dan pada feses dievaluasi adanya darah
kotor.
Pemeriksaan fungsi perkemihan: Dilakukan terutama adanya tanda
dan riwayat trauma panggul yang dapat menyebabkan cedera pada
uretra dan kandung kemih. Palpasi kekencangan kandung kemih dan
kemampuan dalam melakukan miksi dilakukan untuk mengkaji
adanya ruptur uretra.
c. Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial, pasien dan keluarga biasanya
mengalami kecemasan dan pasien memerlukan pemenuhan
informasi tentang sesuatu yang berhubungan dengan kondisi klinis
dan rencana pembedahan darurat.
Apabila pasien trauma abdomen memiliki indikasi untuk
dilakukan prosedur pembedahan maka pada kondisi pascabedah
pasien akan mendapatkan perawatan di ruang intensif. Pada kondisi
ini perlakuan pengkajian disesuaikan dengan konteks keperawatan
kritis. Pengkajian lanjutan pada konteks keperawatan medikal-bedah
di ruang rawat inap bedah dilakukan secara anamnesis, pemeriksaan
fisik, pengkajian diagnostik, dan pengkajian penatalaksanaan medik.
Pada pasien pascabedah setelah dari ruang intensif di ruang bedah
hasil pengkajian yang dapat ditemukan:
1. Keluhan utama: Nyeri, keluhan yang berhubungan denga
penurunan motilitas usus.
2. Pengkajian riwayat penyakit: Merupakan pengkajian lanjutan
riwayat intervensi yang sudah didapat pasien selama di unit gawat
darurat, kamar bedah, dan ruang intensif, seperti jenis
pembedahan, penggunaan cairan dan transfusi darah, fungsi
gastrointestinal, serta pengetahuan dalam mobilisasi pasca
bedah.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan disik yang didapatkan dapat sesuai dengan
manifestasi klinik. Pada survei umum, pasien terlihat lemah, TTV
bisa didapatkan adanya perubahan. Pada pemeriksaan fisik fokus
akan didapatkan hal-hal berikut:
Inspeksi: Kondisi yang paling sering adalah terdapat luka
pascabedah pada bagian abdomen dan terpasang Foley
kateter. Pada kondisi ini penting dikaji kondisi luka
pascabedah dan berbagai risiko yang meningkatkan masalah
pada pasien, seperti adanya infeksi luka operasi (ILO), risiko
dehisens dan eviserasi terutama pada pasien obesitas.
Auskultasi: Pada kondisi klinik sering didapatkan bising usus
tidak ada, terutama dengan pasien yang memiliki keterbatasan
mobilitas.
Palpasi: pemeriksaan ini sering tidak dilakukan karena akan
menjadi stimulus nyeri pada pasien.
Perkusi: Sering didapatkan adanya bunyi timpani akibat
abdomen mengalami kembung.
4. Pengkajian diagnostik lanjutan: Dilakukan di ruang rawat inap
bedah, meliputi: pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, leukosit,
hematokrit, trombosit, dan LED), pemeriksaan serum elektrolit,
serta pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal.
5. Penatalaksanaan medis yang perlu dikaji: Adanya pemberian
antimikroba yang akan diberikan selama 5-7 hari pascabedah
terutama pada pasien trauma abdomen dengan kontaminasi
rongga peritoneal.
Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Penurunan perfusi
perifer
Defisiensi pengetahuan
Nyeri akut
Penurunan hematokrit
Perdarahan
Penurunan turgor kulit
Bibir kering ↓
Risiko
ketidakseimbangan
volume cairan
Port de entree
mikroorganisme
Risiko infeksi
Ansietas
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat diangkat antara lain:
1. Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, skunder dari cedera
vaskular intraabdominal
2. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi dan kurang sumber
pengetahuan ditandai dengan kurangnya pengetahuan terkait dengan
penyakit, penatalaksanaan, dan perawatan
3. Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat rumah tangga yang rusak, bahaya
listrik (mis. salah stop kontak, kabel terkelupas, kotak sikring kelebihan
daya), bermain dengan objek berbahaya, jalan tidak aman, jarak yang
berdekatan dengan jalur kendaraan (mis. jalan raya, rel kereta api), kontak
dengan mesin berbahaya, lingkungan tempat tinggal kriminal, tidak
menggunakan sabuk pengaman, kurang pengetahuan tentang kewaspadaan
keselamatan, dan gangguan keseimbangan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai dengan
diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan
tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri, laporan tentang
perilaku nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah,
merengek, menangis, waspada), perilaku distraksi, perubahan pada
parameter fisiologis (mis. TD, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan,
saturasi oksigen, dan end tidal karbondioksida), perubahan posisi untuk
menghindari nyeri, perubahan selera makan, putus asa, dan sikap
melindungi area nyeri.
5. Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d ansietas, berkeringat, trauma,
obstruksi intestinal, sepsis, dan program pengobatan.
6. Risiko infeksi b.d kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan,
prosedur invasif, gangguan integritas kulit, statis cairan tubuh, penurunan
hemoglobin dan malnutrisi.
7. Ansietas b.d ancaman pada status terkini, krisis situasi, dan stresor ditandai
dengan gelisah, kontak mata yang buruk, ekspresi kekhawatiran karena
perubahan dalam peristiwa, penurunan produktivitas, distres, gugup, takut,
sangat khawatir, peningkatan ketegangan, peningkatan keringat, wajah
tegang, anoreksia, dilatasi pupil, gangguan pernapasan, jantung berdebar,
mulut kering, peningkatan denyut nadi, peningkatan RR, peningkatan TD,
mual, nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.
Rencana Keperawatan
1. Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Didapatkan skor pada indikator NOC “Shock
severity: Hypovolemic “
Indikator 1 2 3 4 5
Penurunan TD sistolik √
Penurunan TD diastolik √
Peningkatan RR √
Pengisian capillary reffil yang
tertunda
Aritmia
Peningkatan nadi tetapi lemah
Penurunan oksigen
Peningkatan karcon dioksida
Kulit dingin
Dehidrasi
Penurunan output urin
Letargi
Asidosis metabolic
Hyperkalemia
Intervensi: NIC “Bleeding Reduction: Gastrointestinal”
1. Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2. Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3. Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan persistent
4. Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5. Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement
darah
Abrasi kulit
Memar
Laserasi
Gangguan mobilitas
Penurunan kesadaran
Ruptur limpa
Perdarahan
Trauma abdomen
Intervensi: NIC “Pressure Management“
1. Memakaikan pakaian yang longgar kepada pasien
2. Memberikan tempat kepada pasien di tempat tidur yang
sesuai/memberikan efek terapeutik
3. Mencegah dari penerapan tekanan kepada bagian tubuh yang
berkaitan dengan cedera atau trauma
4. Tidak melakukan mobilisasi kepada pasien tiap 2 jam, berdasarkan
jadwal yang dibuat
5. Memantau adanya kemerahan atau luka disekitar kulit
6. Memantau mobilisasi dan aktifitas pasien
Pelaporan nyeri
RR
Ekspresi wajah nyeri
Tekanan darah
Lama episode nyeri
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul
Tekanan darah
Nadi
Tekanan arteri
Tekanan vena sentral
Keseimbangan intake dan output
cairan dalam waktu 24 jam
Turgor kulit
Kelembapan mukus membran
Serum elektrolit
Perdarahan
Edema
Dehidrasi
Intervensi: NIC “Fluid Management“
1. Memberikan catatan input dan output cairan yang akurat
2. Memantau status hidrasi seperti mukus membran, nadi yang adekuat
dan tekanan darah
3. Memantau TTV
4. Memeriksa lokasi edema
5. Memantau status nutrisi
6. Memberikan terapi IV
7. Memberikan intake cairan selama 24 jam
8. Memberikan terapi elektrolit
9. Memantau respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan
10. Menyiapkan tranfusi darah
11. Memberikan produk tranfusi darah jika diperlukan
Kemerahan
Perubahan bau tidak sedap
Drainase purulen
Demam
Nyeri
Letargi
Kehilangan nafsu makan
Jumlah sel darah putih
Intervensi: NIC “Infection Control“
1. Membersihkan lingkungan di sekitar pasien untuk meminimalisir
perkembangbiakan mikroorganisme penyebab infeksi
2. Membatasi kunjungan
3. Mengajarkan teknik membersihkan tangan dengan benar
4. Penggunaan masker, sarung tangan dan gown steril saat mengkaji
kondisi pasien
5. Memberikan terapi antibiotik dengan tepat
6. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus segera lapor ke tenaga kesehatan
7. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga untuk mencegas infeksi
Sikap gelisah
Distress
Wajah tegang
Sulit berkonsentrasi
Serangan panik
Laporan ansietas
Peningkatan TD
Peningkatan nadi
Peningkatan RR
Dilatasi pupil
Berkeringat
Intervensi: NIC “Anxiety Reduction“
1. Melakukan teknik relaksasi
2. Menjelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang akan dirasakan
ketika prosedur sedang berlangsung
3. Memberikan informasi faktual tentang diagnosis, pengobatan dan
prognosis
4. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan pasien
5. Mengenali pengungkapan perasaan ketakutan, persepsi dan ketakutan
pasien
6. Mengidentifikasi perubahan tingkat ansietas
7. Membantu pasien mengidentifikasi keadaan yang dapat menyebabkan
ansietas
8. Mendukung penggunaan strategi coping pasien
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut:
1. Tidak terjadi syok hipovolemik.
2. Informasi kesehatan terpenuhi.
3. Tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah laparotomi.
4. Nyeri berkurang dan teradaptasi.
5. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Infeksi luka operasi tidak terjadi.
7. Kecemasan berkurang.
8. Informasi prabedah terpenuhi.
BAB III
KASUS
4.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn. P
Umur : 65 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : -
Alamat : Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Tangga&Jam Pengkajian : 09 Juni 2016 & 12.31 WIB
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. W
Umur : 41 tahun
Alamat : Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Hubungan dengan klien : Anak
C. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang
mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor
klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien terjatuh dengan posisi
dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien masih
bisa pulang sendiri dengan mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah
beberapa saat di rumah, klien merasa perut sebelah kanan ampeg
sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di antar ke IGD
Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.
Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa.
D. Primary Survay
Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menitR :
26x/menit, pernafasan reguler
Circulasi
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/menit Capillary reffil : 3 detik
Disability
GCS : E4M5V6 Kesadaran : Compos Mentis
Exposure
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
E. Secondary Survay
AMPLE
- Alergi:
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik
makanan ataupun obat-obatan.
- Medicasi:
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi
obat apapun.
- Pastillnes:
Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Saiful Anwar Malang
dengan penyakit paru-paru.
- Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas
teh.
- Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.
G. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009
- Hemoglobin : 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)
- Eritrosit : 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
- Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
- Hematokrit : 43,8% (n : 40-52%)
- Trombosit : 204
- Gol darah :O - HBSAG :-
4.2 Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Kecelakaan Pola nafas tidak
Klien mengatakan tidak nyaman motor efektif
ketika bernapas ↓
Klien mengatakan perut sebelah
Cedera intra
kanan terasa kembung abdomen
Klien dan keluarga mengatakan cemas
↓
akan kondisinya saat ini
DO : Perdarahan
RR : 26x/menit tertutup
Ritme pernafasan irreguler
↓
Dalam waktu
lama
menyebabkan
kdar Hb turun
Proses
pengikatan
oksigen di paru
tidak maksimal
↓
Respon paru-
paru bernafas
lebih cepat
Pola nafas
irregular
Ketidakefektifan
pola nafas
kanan nyeri ↓
DO :
Menyebabkan
P :-
cedera
Q : skor 7
abdomen
R : perut sebelah kanan
S : nyeri tumpul ↓
T : terus-menerus
Cedera organ
Terdapat jejas pada abdomen sebelah intraabdomen
kanan
↓
Menyebabkan
nyeri
Nyeri terus-
menerus
Nyeri akut
3. DS : - Kecelakaan Resiko syok
DO : motor
Akral dingin ↓
Mukosa bibir kering
Menyebabkan
Wajah tampak pucat
cedera
Terdapat luka lecet pada perut kanan
abdomen
Terdapat jejas dan hematoma pada
abdomen sebelah kanan ↓
Ht :36%
Perdarahan
3
Leukosit : 12,1 10 /ul tertutup
CRT : 3 detik
↓
Penurunan
volume darah
Penurunan
perfusi perifer
Risiko syok
1 RR 26x/m 12-
20x/m
Diagnosa 2
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai denganekspresi wajah
nyeri, mengekspresikan perilaku
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri
klien berkurang
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor pada indikator NOC
Intervensi (NIC):
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan factor resipitasi
2. Monitor TTV
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
8. Evaluasi keefektifan control nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Administrasi analgetik:
Diagnosa 3
Resiko Syok
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan
bebas?
Jika ada obstruksi maka lakukan:
Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan:
Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
Pernafasan buatan Berikan oksigen jika ada
Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil
Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:
Hentikan perdarahan eksternal
Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
Berikan infus cairan
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma
Scale
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
4.6 Implementasi
Nama pasien: Tn.P
No Tanggal/jam No dx Implementasi
Nyeri Akut
Breathing :
- Ventilasi adekuat,
menggunakan cara
lihat-dengar- Breathing :
rasakan tidak lebih - Napas klien
dari 10 detik atau cepat sehingga
untuk memastikan dlakukan
ada napas atau diberikan
tidak (periksa status ventilasi yang
respirasi korban adekuat
(kecepatan,ritme
dan napas yang
tidak adekuat).
Circulation :
- Control perdarahan
hebat, jika
pernapasan
tersengal-sengal,
gunakan alat bantu
napas. Jika tidak Circulation :
ada tanda sirkulasi - Tekanan darah
lakukan RJP (30 : turun, napas
2) cepat,
menggunakan
alat bantu napas
O2 21%.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien yang mengalami trauma
abdomen yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan tindakan
kegawatdaruratan yang cepat dan tepat, terutama pada kasus trauma abdomen
akibat cidera atau kecelakaan.
Untuk memudahkan pemberian tindakan darurat secara sepat dan tepat perlu
dilakukan prosedur tetap/protocol yang dapat digunakan setiap hari. Bila
memungkinkan, sangat tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi
dengan buku-buku yang diperlukan baik untuk perawat maupun pasien.
Daftar Pustaka