1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ 1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 3
A. Latar Belakang............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 4
C. Tujuan.......................................................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................... 5
A. Kesimpulan.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 12
2
BAB I
PENDAHULIAN
A. Latar Belakang
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
“ Civil Law may be defined as that legal tradition which has its origin in Roman
Law, as codified in the Corpus Juris Civilis of Justinian, and subsequently
developed in Continental Europe and around the world. Civil Law eventually
divided into two streams: The codified Roman Law ( French Civil Code 1804 and
its progeny and imitators-continental Europe, Quebec and Louisiana ) and
uncodified Roman Law ( Scotland and South Africa ). Civil Law is highly
systematized and structured and relies on declarations of board, general principles,
often ignoring details.”
a. Hukum romawi yang terkodifikasi ( Kode sipil Prancis 1804 ) dan daerah
lainnya di benua Eropa yang mengadopsinya, Quebec dan Lousiana; dan
5
Hukum Sipil (civil law) atau yang biasa dikenal dengan Romano-
Germanic Legal System adalah sistem hukum yang berkembang di dataran Eropa.
Titik tekan pada sistem hukum ini adalah, penggunaan aturan-aturan hukum yang
sifatnya tertulis. Sistem hukum ini berkembang di daratan Eropa sehingga dikenal
juga dengan sistem Eropa Kontinental. Kemudian disebarkan negara-negara Eropa
Daratan kepada daerah-daerah jajahannya.
Sistem hukum eropa kontinental biasa disebut dengan istilah “Civil Law”
atau yang disebut juga sebagai “Hukum Romawi”. Sistem hukum ini disebut
sebagai hukum romawi karena sistem hukum eropa kontinental memang
bersumber dari kodifikasi hukum yang digunakan pada masa kekaisaran romawi
tepatnya pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus yang memerintah romawi
pada sekitar abad ke-5 antara 527 sampai dengan 565 M.
6
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah
“hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-
peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam
kodifikasi atau kompilasi tertentu”. Prinsip ini dianut mengingat bahwa nilai
utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum
dapat diwujudkan jika tindakan-tindakan hukum manusia di dalam pergaulan
hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan
hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat
leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat hukum.
Hakim hanya berfungsi ‘menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam
batas-batas wewenangnya’. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya
mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata). Dalam sistem
hukum eropa kontinental dikenal adagium[1] yang berbunyi bahwa tidak ada
hukum selain undang-undang atau dengan kata lain bahwa hukum merupakan
undang-undang itu sendiri.
7
B. Perbedaan Sistem Hukum Eropa Kontinental dengan Sistem Anglo Saxon
8
7. Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakim tentang hukum
adalah lebih tidak tekhnis, tidak terisolasi dengan kasus tertentu sedang
pada sistem hukum anglo saxon pandangan hakimlebih teknis dan tertuju
pada kasus tertentu.
a. adanya kodifikasi
9
b. hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber
hukum yang terutama
Karakteristik kedua pada sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari
ajaran pemisahan kekusaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Perancis.
Menurut Paul Scolten, bahwa maksud sesungguhnya pengorganisasian organ-
organ negara Belanda adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembuatan
undang-undang, kekuasaan peradilan, dan sistem kasasi adalah tidak
dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan lainnya.
Penganut sistem Civil Law memberi keleluasaan yang besar bagi hakim untuk
memutus perkara tanpa perlu meneladani putusan-putusan hakim terdahulu. Yang
menjadi pegangan hakim adalah aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-
undang.
Karakteristik ketiga pada sistem hukum Civil Law adalah apa yang oleh
Lawrence Friedman disebut sebagai digunakannya sistem Inkuisitorial dalam
peradilan. Di dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan yang besar dalam
mengarahkan dan memutuskan perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta dan
cermat dalam menilai alat bukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam
sistem hukum Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari
peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Sistem ini mengandalkan profesionalisme
dan kejujuran
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum sipil dapat didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang berasal
dari Hukum Roma yang terkodifikasi dala, Corpus Juris Civilis Justinian dan
tersebar keseluruh benua Eropa dan seluruh Dunia. Kode sipil terbagi ke dalam
dua cabang, yaitu Hukum romawi yang terkodifikasi dan Hukum Romawi yang
tidak dikodifikasi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T. Pengantar Tata Hukum Dan Ilmu Hukum Di Indonesia, Jakarta
:Balai Pustaka, 1986,
Riduan Syahrani, Rangkuman Inti Sari Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya
Bakti, 1999,
12