Vivi Meliana Sitinjak1, Maria Fudji Hastuti2, Arina Nurfianti3 1Mahasiswa Program Studi
Keperawatan Universitas Tanjungpura Pontianak 2Perawat Rumah Sakit Universitas Tanjungpura,
3Dosen Pengajar Universitas Tanjungpura Email : vsitinjak86@gmail.com
Abstrak
Proses degeneratif tubuh yang terjadi seiring dengan pertambahan usia akan meningkatkan risiko terjadinya nyeri sendi
akibat osteoarthritis lutut, terutama pada lansia. Nyeri sendi yang dialami akan menurunkan aktivitas fisik lansia dan
berdampak pada penurunan lingkup gerak sendi. Salah satu tindakan nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk
mengurangi skala nyeri sendi adalah senam rematik. Gerakan aktif dan ringan tanpa menggunakan beban dalam senam
rematik menjadi pemicu pengeluaran beta-endorfin, neuromudulator alami tubuh yang dapat menghambat pelepasan
impuls nyeri sehingga skala nyeri sendi lansia berkurang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh senam
rematik terhadap perubahan skala nyeri pada lansia dengan osteoarthritis lutut. Desain penelitian quasi experimental
dengan pendekatan pretest-posttest with control group design. Responden dipilih menggunakan teknik purposive
sampling di Panti Werdha Sinar Abadi Kota Singkawang kemudian dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Instrumen penelitian adalah Pain Assessment in Advanced Dementia Scale dengan analisis data menggunakan
Paired T Test dan Independent T Test.Uji hipotesis dengan Paired T Test pada kelompok perlakuan p-value= 0,000 dan
pada kelompok kontrol p-value= 0,017. P-value kedua kelompok < 0,05 yang berarti terdapat penurunan skala nyeri
setelah pemberian senam rematik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Uji beda mean posttest antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menggunakan Independent T Test menunjukkan p-value= 0,000 (p<0,05)
yang berarti penurunan skala nyeri dengan senam rematik lebih bermakna daripada penurunan skala nyeri yang tidak
diberikan senam rematik. Terdapat pengaruh senam rematik terhadap perubahan skala nyeri pada lansia dengan
osteoarthritis lutut berupa penurunan skala nyeri pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, tetapi hasil uji beda
mean kedua kelompok menunjukkan adanya perbedaan perubahan skala nyeri, skala nyeri kelompok perlakuan lebih
rendah daripada kelompok kontrol. Penurunan skala nyeri lebih efektif pada kelompok menggunakan senam rematik
daripada kelompok yang tidak diberikan senam rematik.
Kata kunci: Lansia, nyeri sendi, osteoarthritis lutut, senam rematik, skala nyeri.
terjadinya OA adalah pada sendi lutut yang kondisi kekuatan otot-otot sendi.
mencapai 89,91% (Riskesdas, 2013). Penelitian yang dilakukan tahun 2007
Dengan keberadaan nyeri akibat OA lutut tentang tindakan non farmakologis berupa
ini, lansia yang menderita kemudian membatasi latihan fisik yang diberikan pada penderita
pergerakan pada bagian yang nyeri sehingga arthritis terbukti berpengaruh dalam penurunan
luas gerak sendi ke semua arah berkurang. Bila nyeri sendi dan memberikan efek positif dalam
gerakan pasif lebih dominan dari pada gerakan meningkatkan kekuatan sendi (Nauberger et al,
aktif dapat menyebabkan kekakuan dan 2007). Hasil tersebut sejalan dengan review
gangguan pada otot sendi (Isbagio, 2005). penelitian yang mengatakan pasien OA lutut
Nyeri dan kaku sendi yang bertahan lama dapat yang melaksanakan latihan fisik berupa aerobik
menghentikan secara permanen fungsional ataupun latihan kekuatan otot di rumah dapat
sendi. Penghentian fungsional sendi ini dapat mengurangi nyeri dan disabilitas diri (Roddy,
membatasi aktivitas fisik lansia, selanjutnya 2011). Penelitian Benefits of Physical Activity
lansia mengalami penurunan dari quality of life for Knee Osteoarthritis menyatakan dengan
(Hopman-Rock et al., 2007). Kurang aktifitas menjadi lebih aktif, orang dewasa tua dengan
fisik merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut dapat menurunkan rasa sakit mereka
berbagai penyakit pada populasi lansia, dan risiko gangguan fungsional atau cacat
sementara itu jika terdapat peningkatan aktifitas (Mentes, 2010).
fisik pada lansia dapat meningkatkan Latihan yang diberikan kepada penderita OA
kesehatan, meningkatkan quality of life, serta lutut dapat berupa olahraga fisik. Olahraga fisik
menurunkan morbiditas dan mortalitas bertujuan untuk mempertahankan pergerakan
(Klieman et al.,2011). sendi dan memiliki pengaruh besar dalam
Menurut penelitian Nelson et al.,(2010), penurunan skala nyeri sendi (Stevenson et al,
mempertahankan aktivitas pergerakan sendi 2012). Nyeri sendi pada penderita OA termasuk
sangat dianjurkan untuk meminimalkan dalam kategori nyeri somatik dalam dimana
kontraktur dan mengatasi penurunan fungsional reseptor nyeri ini terletak pada otot dan tulang
sendi akibat nyeri sendi yang muncul. Tindakan serta penyokong tubuh lainnya. Tubuh
pertahanan yang dapat dilakukan untuk memiliki neuromodulator yang dapat
mengurangi nyeri agar sendi mampu menghambat transmisi impuls nyeri, salah
difungsikan berdasarkan Muchid dkk., (2006) satunya adalah beta-endorfin (Tamsuri, 2007).
adalah secara farmakologis atau tindakan Endorfin berperan untuk mengurangi sensasi
pemberian obat-obatan, tindakan non nyeri dengan memblokir proses pelepasan
farmakologis seperti edukasi pasien, terapi substansi p dari neuron sensorik sehingga
fisik, okupasional, aplikasi dingin atau panas, proses transmisi impuls nyeri di medula
latihan fisik, istirahat dan merawat persendian, spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri
penurunan berat badan, akupunktur, dan terapi menjadi berkurang (Price & Wilson, 2005).
bedah sebagai pilihan terakhir. Jurnal publikasi Tingginya beta-endorfin juga memiliki dampak
American College Of Rheumatologi psikologis langsung yakni membantu memberi
mengatakan terapi yang lebih perasaan santai, mengurangi ketegangan,
direkomendasikan untuk OA lutut adalah terapi meningkatkan perasaan senang, membuat
non farmakologis yang bersifat terapi modalitas seseorang menjadi lebih nyaman, dan
seperti aerobik, latihan ketahanan, dan melancarkan pengiriman oksigen ke otot
intervensi psikososial (Hochberg et al., 2012). (Nursalam, 2007). Menurut Arthritis Care and
Terapi non farmakologis lainnya dapat Research olahraga dapat menstimulasi
digunakan untuk menurunkan nyeri sendi tetapi meningkatnya pelepasan hormon endorfin. Para
tidak memberikan peningkatan pada kekuatan peneliti menemukan bahwa olahraga tiga kali
otot sendi karena peningkatan kekuatan otot seminggu secara signifikan memperbaiki
sendi dapat dicapai dengan adanya pergerakan kesehatan pasien-pasien arthritis termasuk OA
melalui aktivitas fisik. Terapi seperti penurunan (Stevenson et al., 2012). Oleh karena
berat badan, akupunktur, okupasional, dan pemberian terapi farmakologis memiliki risiko
aplikasi dingin atau panas membantu tinggi menghasilkan efek yang kurang baik
meringankan nyeri sendi tanpa memberi bagi kesehatan lansia dengan berbagai
perubahan terhadap penurunan fungsi tubuh maka terapi non
142
Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016
Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri
dilakukan oleh peneliti. melalui surat keterangan lolos kaji etik atau
Tempat penelitian dilaksanakan di Panti ethical–clearance nomor 1611/UN22.9/
Werdha Sinar Abadi Kota Singkawang. Waktu DT/2016 dan surat rekomendasi lolos kaji
penelitian selama 2 minggu pada periode etik nomor 1613/UN22.9/DT/2016. Etika
Januari sampai Februari 2016. Variabel yang penelitian yang dilakukan berdasarkan
memengaruhi atau variabel independen dalam Nursalam (2008) adalah dengan pemberian
penelitian ini adalah senam rematik sedangkan intervensi yang tidak mengakibatkan cedera
variabel terpengaruh atau variabel dependen kepada subjek. Jika intervensi penelitian
dalam penelitian ini adalah skala nyeri sendi berpotensi mengakibatkan cedera atau stres
pada lansia di Panti Werdha Sinar Abadi tambahan maka akan dihentikan. Partisipasi
Singkawang. Alat yang digunakan adalah hand subjek dalam penelitian dihindarkan dari
bandle dan kursi, untuk alat ukur untuk keadaan yang tidak menguntungkan dan tidak
mengobservasi tingkat nyeri sendi yang dipergunakan dalam hal-hal yang merugikan
digunakan dalam penelitian adalah lembar subjek dalam bentuk apapun. Dalam
observasi skala nyeri sendi Pain Assessment in penelitian ini, peneliti juga tidak memaksa
Advanced Dementia Scale (PAINAD) karena untuk menjadi subjek penelitian. Subjek yang
berdasarkan uji validitas instrumen yang setuju menjadi responden secara sukarela
dilakukan oleh DeWaters et al. (2008), menandatangani informed consent kemudian
mengatakan bahwa instrumen ini dapat peneliti memberikan penjelasan secara rinci
digunakan untuk mengidentifikasi nyeri yang tentang penelitian yang dilakukan dan
telah terjadi dalam jangka waktu yang lama bertanggung jawab jika sesuatu terjadi
seperti pada pasien dengan keluhan nyeri yang kepada subjek. Penelitian dilakukan secara
kronis pada lansia dengan gangguan kognitif jujur, hati-hati, dan berperikemanusiaan.
ataupun lansia dengan kondisi kognitif yang Lingkungan penelitian dikondisikan agar
utuh. Lembar observasi diisi oleh peneliti memenuhi prinsip keterbukaan yaitu
karena komponen lembar observasi hanya kejelasan prosedur penelitian.
dapat dilihat dan disesuaikan oleh peneliti
berdasarkan tanda dan gejala serta pemeriksaan
fisik yang dilakukan terhadap lansia sehingga Hasil Penelitian
tidak diperlukan penerjemahan untuk lembar
observasi tersebut, selain itu PAINAD juga Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan
belum memiliki hasil terjemahan bahasa Januari sampai Februari 2016 di Panti
Indonesia sehingga diragukan keakuratan data Werdha Sinar Abadi Kota Singkawang.
yang diperoleh jika diterjemahkan. Karakteristik usia responden terbanyak pada
Peneliti mengambil sampel sesuai kriteria kelompok perlakuan adalah kelompok umur
inklusi kepada 24 lansia, kemudian meminta 60-74 tahun yang memiliki persentase
informed concent. Selanjutnya pretest sebesar 58,3%. Pada kelompok kontrol
dilakukan pada kelompok perlakuan dan kelompok umur 60-74 tahun juga menjadi
kelompok kontrol untuk menilai skala nyeri usia mayoritas dengan persentase sebesar
sendi sebelum perlakuan. Pada kelompok 66,7%. Karakteristik jenis kelamin dalam
perlakuan dilakukan enam tahapan senam penelitian ini merata antara kelompok
rematik selama 30 menit sebanyak 3 kali dalam perlakuan dan kelompok kontrol yaitu 41,7%
seminggu selama dua minggu penelitian laki-laki dan 58,3% perempuan. Jumlah total
sedangkan pada kelompok kontrol hanya jenis kelamin perempuan dalam penelitian ini
dilakukan pengkajian skala nyeri sendi. lebih mendominasi dengan jumlah 14 orang
Pengaruh senam rematik terhadap perubahan
(58,35). Latar belakang pendidikan terakhir
dengan jumlah terbanyak pada kelompok
skala nyeri sendi dianalisis dengan paired t test perlakuan adalah SD yaitu 7 orang (58,3%)
dan perbedaan antara kelompok perlakuan dan sedangkan tingkat pendidikan terakhir
kelompok kontrol dianalisis dengan terbanyak pada kelompok kontrol adalah
independent t test. Penelitian ini telah tidak sekolah yaitu sebanyak 6 orang (50%).
mendapatkan izin penelitian dari komisi etik
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Skala nyeri pretest kelompok kontrol
Tabel 1 Karakteristik Responden Penelitian berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat
Pendidikan
Karakteristik Perlakuan Kontrol Total
Responden (n=12) (n=12) (n=24)
F % F % F %
Kelompok Umur
60–74 tahun 8 66,7 9 75,0 17 70,8
75–90 tahun 4 33,3 3 25,0 7 29,2
Jenis Kelamin
Laki-laki 5 41,7 5 41,7 10 41,7
Perempuan 7 58,3 7 58,3 14 58,3
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 4 33,3 6 50,0 10 41,7
Tidak Tamat SD 1 8,3 0 0 1 4,2
SD 7 58,3 6 50,0 13 54,2
Tabel 2 Karakteristik Skala Nyeri Sendi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Senam Rematik pada Kelompok Kontrol
Pretest Kontrol Posttest Kontrol
Skala Nyeri (n=12) (n=12)
F % F %
Nyeri Ringan (1–3) 0 0 0 0
Nyeri Sedang (4–6) 3 25 5 41,7
Nyeri Berat Terkontrol 9 75 7 58,3
(7–9)
Total 12 100 12 100
memiliki persentase sebesar 75% pada nyeri kelompok kontrol (0,417). Hasil uji hipotesis
berat terkontrol (rentang skala nyeri 7–9) dan diperoleh p value kelompok perlakuan sebesar
sebesar 25% pada nyeri sedang (rentang skala 0,000 dan p value kelompok kontrol sebesar
nyeri 4-6). Skala nyeri posttest pada kelompok 0,017,yang berarti terdapat perubahan skala
kontrol yang mengalami nyeri berat terkontrol nyeri sendi sebelum dan sesudah intervensi
sebanyak 7 orang (58,3%) dan mengalami senam rematik pada kedua kelompok. Pada
nyeri sedang sebanyak 5 orang (41,7%). kelompok perlakuan p value sebesar 0,000
Skala nyeri pretest kelompok perlakuan menunjukkan bahwa korelasi antara mean skala
sebesar 75% pada nyeri berat terkontrol nyeri sendi sebelum dan sesudah intervensi
(rentang skala nyeri 7-9) dan sebesar 25% dengan senam rematik adalah kuat dan
pada nyeri sedang (rentang skala nyeri 4–6). signifikan. Dengan demikian hipotesis yang
Pada skala nyeri sesudah senam rematik menyatakan ada pengaruh pemberian senam
(Skala nyeri posttest), kelompok perlakuan rematik terhadap perubahan skala nyeri sendi
mengalami nyeri sedang sebanyak 11 orang pada lansia dengan OA lutut terbukti dengan
(91,7%) dan mengalami nyeri ringan 1 orang adanya perubahan skala nyeri yang signifikan
(8,3%). sesudah pemberian senam rematik. Perubahan
Berdasarkan tabel 4 diperoleh nilai mean yang terjadi pada skala nyeri sendi lansia yaitu
perubahan skala nyeri sendi pada kelompok penurunan skala nyeri sendi.
perlakuan (2,167) lebih besar dari pada Berdasarkan tabel 5 diperoleh nilai
Tabel 3 Karakteristik Skala Nyeri Sendi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Senam Rematik pada Kelompok
Perlakuan
Pretest Kontrol Posttest Kontrol
Skala Nyeri (n=12) (n=12)
F % F %
Nyeri Ringan (1–3) 0 0 1 8,3
Nyeri Sedang (4–6) 3 25 11 91,7
Nyeri Berat Terkontrol 9 75 0 0
(7–9)
Total 12 100 12 100
Tabel 5 Uji Beda Mean Skala Nyeri Sendi pada 2 Kelompok Berbeda
Independent T Test Perlakuan Kontrol p-value
(n=12) (n=12)
Mean SD Mean SD
Skala Nyeri Pretest 7,08 0,900 7,00 0,953 0,828
Skala Nyeri Posttest 4,92 0,996 6,58 0,793 0,000
signifikansi posttest antara kedua kelompok skala nyeri sendi berupa penurunan skala nyeri
sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat sendi lebih efektif ditunjukkan oleh kelompok
perbedaan skala nyeri posttest antara kelompok perlakuan dengan senam rematik daripada
perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil uji data kelompok kontrol tanpa senam rematik.
menunjukkan bahwa mean skala nyeri posttest
kelompok dengan perlakuan lebih rendah yaitu
4,92 daripada mean skala nyeri posttest Pembahasan
kelompok kontrol yaitu 6,58. Kelompok
dengan intervensi senam rematik memberikan Berdasarkan sebaran karakteristik responden
penurunan skala nyeri sendi yang lebih penelitian, beberapa faktor terbukti
signifikan daripada kelompok tanpa intervensi memengaruhi munculnya nyeri sendi akibat
senam rematik dengan p value sebesar 0,000 OA lutut. Beberapa faktor tersebut meliputi
(p<0,05) menunjukkan bahwa ada perbedaan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
yang signifikan antara kelompok perlakuan Distribusi usia responden yang berada pada
yang diberikan intervensi senam rematik rentang 60–74 tahun atau lanjut usia dalam
dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan penelitian ini dapat membuktikan kebenaran
senam rematik. Perubahan teori yang menyatakan bahwa OA lutut
yang menyebabkan terjadinya nyeri sendi bekerja dengan vitamin D, kalsium, dan
disebabkan oleh proses degeneratif (Muslihah, hormon lainnya untuk secara efektif memecah
2014). Hasil ini didukung oleh penelitian dan membangun kembali tulang sesuai proses
Maharani (2010) yang mengatakan bahwa usia salami tubuh. Status pendidikan memengaruhi
>50 tahun akan memiliki persentase lebih besar kesempatan memperoleh informasi mengenai
terhadap kejadian osteoarthritis. Penelitian penatalaksanaan penyakit (Potter & Perry,
Khairani (2012) juga mendukung hasil 2005). Tingkat pengetahuan lansia yang rendah
penelitian bahwa usia penderita osteoarthritis dapat meningkatkan kejadian nyeri sendi
paling sering pada usia diatas 60 tahun dan karena tingkat pendidikan yang rendah
tidak pernah terjadi pada anak-anak menimbulkanketerbatasan dalam memperoleh
dikarenakan kondisi tulang rawan yang pengetahuan untuk mencegah, ptoteksi dini,
memiliki keterbatasan dalam proses regenerasi. dan penatalaksanaan nyeri sendi yang tepat
Menurut Litwic et al., (2013), osteoarthritis guna meningkatkan derajat kesehatan lansia.
merupakan penyakit yang ireversibel dan Seluruh responden penelitian yang
kemungkinan terjadi serta prevalensinya berjumlah 24 orang mengalami nyeri sendi
meningkat secara tidak terhingga seiring dengan skala nyeri yang bervariasi dari skala
dengan peningkatan usia. Proses degeneratif sedang hingga berat terkontrol. Hal ini juga
dan keterbatasan kemampuan tubuh untuk terus sesuai dengan manifestasi klinis OA yang
mempertahankan regenerasi sel menjadi faktor dikemukakan Subcommittee American College
penyebab nyeri sendi OA lutut dipengaruhi of Rheumatology (ACR), jika memenuhi tiga
oleh usia, selain itu, di penghujung usia akan dari enam hal berikut yaitu: usia > 50 tahun,
terjadi penurunan kapasitas anabolisme yang kaku sendi < 30 menit, krepitus, nyeri tulang,
berakibat pada menurunnya kapasitas pembengkakan tulang (bone enlargement)
regenerasi dari kondrosit yang merupakan satu- (Altman et al., 2011). Pendapat ini diperkuat
satunya sel penyusun matriks kartilago, hal oleh Bales (2008), yang mengatakan bahwa
inilah yang menjadi faktor penyebab nyeri keluhan utama yang selalu muncul pada
sendi OA lutut dipengaruhi oleh usia. penderita dengan OA adalah nyeri sendi. Nyeri
Jenis kelamin perempuan merupakan faktor sendi muncul dengan adanya hambatan pada
resiko terjadinya osteoarthritis (OA), terutama sendi saat dilakukan gerakan. Selain nyeri
OA lutut. Menurut penelitian Roman-Blas et sendi, lansia juga mengatakan mengalami kaku
al., (2013), jenis kelamin perempuan pada sendi yang bertambah pada malam hari
meningkatkan risiko kejadian OA lutut sebesar dan ketika peneliti melakukan pemeriksaan
1,84 kali. Prevalensi OA lutut meningkat fisik, pada tulang lutut responden penelitian
signifikan pada wanita usia> 55 tahun saat juga menimbulkan suara krepitus serta nyeri
dimana onset menopause dimulai pada pada tulang. Beberapa tanda gejala tersebut
kebanyakan perempuan. Pada masa usia 50–80 membuktikan bahwa manifestasi klinis OA
tahun wanita mengalami pengurangan hormon berdasarkan ACR melalui tindakan
estrogen yang signifikan. Pengurangan hormon pemeriksaan fisik nyata terjadi pada penderita
estrogen menyebabkan penurunan produksi OA.
cairan sinovial pada sendi (Price & Wilson, Dengan keberadaan nyeri akibat OA lutut
2005). Hasil perhitungan dalam penelitian ini ini, maka lansia yang menderita membatasi
diperkuat oleh penelitian Fransen et al., (2011) pergerakan pada bagian yang nyeri (Sharma
yang menunjukkan bahwa angka kejadian OA & Berenbaum, 2013).Pembatasan gerak pada
lebih besar terjadi pada perempuan dan sendi dapat menyebabkan kekakuan atau
prevalensi OA bersifat dependen terhadap usia. atropi otot sendi yang lama kelamaan dapat
Menurut penulis, faktor mendasar yang menghentikan secara permanen fungsional
menyebabkan OA lutut banyak terjadi pada sendi tersebut. Penghentian keaktifan sendi
perempuan adalah kejadian menopause yang ini membatasi aktivitas fisik lansia, lansia
menyebabkan penurunan kadar hormon mengalami penurunan dari quality of life
estrogen secara drastis, sementara pada laki- (Hopman-Rock et al., 2007). Hal inilah yang
laki kadar hormon estrogen menurun secara dilakukan oleh responden kelompok kontrol
perlahan. Hormon estrogen berperan dalam yaitu dengan beristirahat selama nyeri sendi
pembentukan tulang, muncul. Padahal aktivitas fisik
146
Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016
Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri
berupa senam dapat mengurangi sensasi nyeri diberikan senam rematik (mean = 6,58).
pada persendian lebih baik daripada hanya Salah satu tanda dan gejala dari OA
dengan beristirahat (Mentes et al., 2010). lutut adalah nyeri sendi lutut. Nyeri yang
Penelitian sebelumnya oleh Bennel et al., terus menerus terjadi akan melemahkan sendi
(2012) menjelaskan aktivitas fisik dapat (Price & Wilson, 2005). Menurut the gate
meningkatkan fungsional fisik lansia dan control theory (teori kontrol pintu), upaya
kualitas hidup lansia. Jika lansia enggan menutup pertahanan untuk mencegah
mengikuti kegiatan senam, justru dapat pelepasan substansi C dan substansi P yang
menyebabkan kekakuan tulang dan sendi yang merupakan pentransmisi nyeri adalah dengan
menjadi penyebab timbulnya nyeri persendian menghasilkan masukan dominan serabut
pada lansia (Michael & Kelley, 2010). beta-A yang akan menghambat nyeri, upaya
Hasil uji Paired T Testdidapatkan p value ini dapat dilakukan salah satunya dengan
kelompok perlakuan sebesar 0,000 dan p value latihan fisik (Muttaqin, 2008). Menurut
kelompok kontrol sebesar 0,017. Hasil p value Hunter & Felix (2010), latihan fisik dapat
kedua kelompok < 0,005 yang berarti ada meningkatkan sirkulasi darah dan
perubahan skala nyeri sendi pada kedua merangsang peningkatan enzim-enzim tubuh
kelompok berupa penurunan skala nyeri sendi, yang berperan dalam proses oksigenasi
meskipun tidak diberikan senam rematik tetapi jaringan. Dalam American College of Sports
mean skala nyeri sendi kelompok kontrol juga Medicine dan American Heart Association
menurun dengan nilai penurunan yang lebih juga dikatakan bahwa aktivitas fisik sangat
rendah dibandingkan kelompok kontrol. direkomendasikan bagi lansia karena secara
Kelompok kontrol yang tidak diberikan senam langsung dapat memperbaiki kesehatan lansia
rematik tidak mengalami penurunan skala nyeri yaitu dengan meningkatkan mobilitas sendi,
sendi yang signifikan dengan rata-rata memperkuat otot yang menyokong dan
penurunan hanya sebesar 0,417 karena melindungi sendi, mengurangi nyeri, dan
responden diminta untuk beraktivitas seperti mengurangi kaku sendi (Nelson et al., 2007).
biasa dan beristirahat tanpa menggunakan obat- Nyeri sendi pada penderita OA termasuk
obatan. Menurut penelitian Bender et al., dalam kategori nyeri somatik dalam dimana
(2010), terapi fisik dapat meningkatkan level reseptor nyeri ini terletak pada otot dan tulang
beta endorfin dalam tubuh.Istirahat mungkin serta penyokong tubuh lainnya. Tubuh
meredakan nyeri tetapi hanya menurunkan memiliki neuromodulator alami yang dapat
skala nyeri dengan rentang penurunan yang menghambat transmisi impuls nyeri salah
kecil karena istirahat seperti tidur atau duduk satunya adalah beta-endorfin. Menurut
diam tanpa pergerakan tidak merangsang American Geriatric Society olahraga seperti
pelepasan endorfin. Pergerakan seperti senam senam sebanyak tiga kali seminggu secara
rematik dan olahraga memiliki dampak yang signifikan memperbaiki kesehatan pasien-
lebih baik bagi penderita nyeri sendi pasien arthritis termasuk OA. Olahraga senam
dibandingkan dengan beristirahat. Penurunan dapat menstimulasi peningkatan pelepasan
skala nyeri sendi pada kelompok kontrol hormon endorfin. Endorfin memberikan efek
diduga sebagai efek istirahat yang dilakukan analgesia dengan memblokir proses pelepasan
dan keterbatasan peneliti yang tidak mampu substansi p dari neuron sensorik sehingga
mengontrol secara ketat penggunaan koyo yang proses transmisi impuls nyeri di medula
dilakukan oleh lansia kelompok kontrol. Hasil spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri
uji Independent T Test pada posttest antara menjadi berkurang.
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Nyeri ketika melakukan aktivitas sehari-
didapatkan p-value sebesar 0,000. Hasil p < hari, pembengkakan pada sendi, kaku sendi,
0,005 berarti terdapat perbedaan mean skala kelelahan, bahkan kelainan bentuk tubuh
nyeri sendi yang bermakna antara kelompok sering dialami orang yang menderita rematik,
perlakuan yang diberikan intervensi senam fokus penanganan penderita rematik adalah
rematik dan kelompok kontrol yang tidak mengontrol rasa nyeri, mengurangi kerusakan
diberikan senam rematik, dimana skala nyeri sendi, serta mempertahankan fungsi kualitas
sendi posttest dengan senam rematik (mean = gerak. Pada orang yang normal gerakan
4,92) lebih rendah daripada tidak menjadi terjaga karena dapat bergerak aktif
sementara pada penderita rematik, terjadi darah dan saraf parasimpatis menurunkan
kesulitan untuk menggerakkan tubuh karena denyut jantung dan denyut nadi sehingga
nyeri. Bila tidak digerakkan dalam jangka menyebabkan nyeri yang memunculkan
waktu yang lama sendi menjadi lengket dan kekakuan sendi berkurang.
sama sekali tidak bisa digerakkan. Masalah
ini yang harus dicegah dengan melakukan Simpulan
olah fisik seperti senam rematik karena latihan
sendi yang teratur merupakan salah satu upaya Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam
menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh
lansia.Jika lansia enggan mengikuti kegiatan penelitian ini adalah ada pengaruh senam
senam, justru dapat menyebabkan kekakuan rematik terhadap perubahan skala nyeri sendi
tulang dan sendi yang menjadi penyebab lanjut usia dengan OA lutut di Panti Werdha
timbulnya nyeri persendian pada lansia.Senam Sinar Abadi Kota Singkawang Tahun 2016.
rematik merupakan suatu aktivitas olahraga Hasil ini sesuai dengan paired t test pada
bagi lansia yang membantu tubuh tetap lentur kelompok perlakuan yang menunjukkan nilai
dan juga memperkuat otot dan ligamen yang p-value sebesar 0,000 dan kelompok kontrol
menstabilkan sendi. Kapasitas konsentrasi p-value sebesar 0,017 (p < 0,05). Hasil
senam rematik terletak pada gerakan sendi Independen t test untuk posttest kelompok
yang meregangkan dan menguatkan otot, perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan
karena otot-otot itulah yang membantu p-value sebesar 0,000 (p < 0,05) yang berarti
sendi untuk menopang tubuh. Senam yang terdapat perbedaan mean skala nyeri sendi
diberikan kepada lansia tidak perlu terlalu yang bermakna antara kelompok perlakuan
berat, cukup dengan gerakan pelan dan dapat yang diberikan intervensi senam rematik dan
diikuti oleh lansia serta mengandung unsur kelompok kontrol yang tidak diberikan senam
pemanasan dan pendinginan. Di dalam senam rematik, dimana skala nyeri sendi dengan
rematik untuk lansia sudah mengandung senam rematik lebih rendah daripada skala
unsur yang melibatkan kontraksi otot yang nyeri yang tidak diberikan senam rematik.
dinamis dan melibatkan banyak otot yang
dapat meningkatkan volume curah jantung. Daftar Pustaka
Senam rematik memiliki 6 tahapan yaitu
latihan pernapasan, latihan kekuatan, latihan Altman, R., et al. (2011). The american college
pemanasan, latihan persendian, latihan kardio,
dan peregangan. of rheumatology criteria for the classification
Kelebihan senam rematik tidak hanya pada and reporting of osteoarthritis of the hip.
gerakan yang aktif, berulang, dan mudah Arthritis & Rheumatism, p.505–514.
dilakukan. Sesudah melakukan gerakan American Geriatric Society. (2005). Exercise
senam rematik lansia terlihat rileks, nyaman,
dan menunjukkan ekspresi wajah tersenyum. prescription for older adults with osteoarthritis
Menurut penelitian Bender et al., (2007), pain: consensus practice recommendation.
latihan atau senam dalam hal ini termasuk Journal Of American Geriatric Society. p.819.
senam rematik memiliki dampak psikologis Arden, N., & Nevitt, M.C. (2006).
langsung yakni membantu memberi
perasaan santai, mengurangi ketegangan, Osteoarthritis: Epidemiology. Best Practice
dan meningkatkan perasaan senang karena & Research Clinical Rheumatology, 20(1),
saat senam kelenjar pituitari menambah p.3–25.
produksi atau meningkatkan level beta- Arissa, M.I. (2013). Pola distribusi kasus
endorfin. Hal ini didukung oleh Nursalam
dan Kurniawati (2014), selain produksi osteoarthritis di RSU Dokter Soedarso
beta-endorfin, senam juga meningkatkan Pontianak periode 1 Januari 2008 - 31
aktivitas penyaluran saraf didalam otak yaitu Desember 2009. Jurnal Mahasiswa PSPD FK
peningkatan neurotransmitter parasimpatis Universitas Tanjungpura, 1(1), h.1–16.
(norepinephrine, dopamine, dan serotonin). Badan Pusat Statistik Indonesia. (2015).
Peningkatan konsentrasi beta-endorfindi dalam Available At : https://www.bps.go.id/
148 Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016
Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri
(Diperoleh pada tanggal 01 Oktober 2015) Hochberg, M., et al. (2012). American college
of rheumatology 2012 recommendations for the
Bales, P. (2008). Osteoarthritis: Preventing use of nonpharmacologic and pharmacologic
and healing without drugs. Prometheus Books. therapies in osteoarthritis of the hand, hip, and
knee. Arthritis Care & Research, 64(4), p.465–
Bender, T., Nagy, G., Barna, I., Tefner, I., 474.
Kádas, É., & Géher, P. (2010). The effect of
physical therapy on beta-endorphin levels. Hopman-Rock, Kraaimaat, M.F.W., &
European Journal Of Applied Physiology, Bijlsma, J.W.J. (2013). Quality of life in
100(4), p.371–382. elderly subjects with pain in the hip or knee.
Quality of Life Research, 6(1), p.67–76.
Capezuti, E., et al. (2008). Evidence-based
geriatric nursing protocols for best practice. Hunter, D.J., & Feliz, E. (2010). Exercise and
Pain management horgas & yoon (3rd Ed.). osteoarthritis. Journal Of Anatomy, 214(2),
USA: Springer publishing company. p.197–207.
DeWaters, T., Faut-Callahan, M., McCann, Isbagio, H. (2005). Pendekatan diagnostik
J.J., Paice, J.A., Fogg, L., Hollinger-Smith, penyakit rematik. Subbagian Reumatologi.
L., ..., & Stanaitis, H. (2008). Comparison of Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
self reported pain and the PAINAD scale in Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah
hospitalized cognitively impaired and intact Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta:
older adults after hip fracture surgery. Cermin Dunia Kedokteran, h.12.26.
Orthopaedic Nursing, 27(1), p.21–28.
Khairani, Y., Husni, E., & Aryanty, N. (2012).
Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Hubungan umur, jenis kelamin, IMT, dan
Keperawatan kesehatan komunitas: Teori aktivitas fisik dengan kejadian osteoarthritis
dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: lutut (Skripsi), h.1–8.
Salemba Medika. h.241–246.
Klieman, L., et al. (2011). Exercise and older
Eliopoulos, C. (2013). Gerontological adults. Current Cardiovascular Risk Reports,
Nursing (8th Ed.). Lippincott Williams & p.335–339.
Wilkins, p.3-5.
Litwic, A., Edwards, M.H., Dennison, E.M.,
Felson, T., & Schaible, H-G. (2010). Pain in & Cooper, C. (2013). Epidemiology and
osteoarthritis. Wiley-Blackwell A John Wiley burden of osteoarthritis. British Medical
& Sons; p.240–243. Bulletin, lds038.
Fransen, M., Bridgett, L., March, L., Hoy, D., Maharani, E.P., (2010). Faktor-faktor risiko
Penserga, E., & Brooks, P. (2011). The oklsteoartritis lutut (Studi kasus di Rumah
epidemiology of osteoarthritis in Asia. Sakit Dokter Kariadi Semarang. Universitas
International journal of rheumatic diseases, Diponegoro, Semarang (Tesis), h.1-8.
14(2), p.113–121.
Mentes, J.C., & Egan, B.A. (2010). Benefits
Hardywinoto, S. (2005). Panduan of physical activity for knee osteoarthritis: A
gerontologi: Tinjauan dari berbagai aspek. brief review. Journal Of Gerontological
Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Nursing, 36(9), p.9–14.
Heri, K. (2014). Pengaruh senam rematik Michael, L.T., & Kelley, T. (2010).
terhadap nyeri sendi pada lansia di Panti Nonsurgical management of osteoarthritis of
Sosial Tresna Werdha Budimulia 04 the knee. Journal of the American Academy
Margaguna Jakarta Selatan. Jurnal of Physician Assistants, 19(1), p.26–32.
Mahasiswa Program Keperawatan
Universitas Esa Unggul, 1(1), h.1–10. Mirza, Y. (2012). Pemberian latihan contract
relax dan mobilisasi sendi untuk peningkatan For Osteoarthritis Of The Knee? A
lingkup gerak sendi flexi shoulder pada Systematic Review. Annals Of The
lansia. Jurnal Universitas Muhammadiyah Rheumatic Diseases. 64(4), p.544–548.
Surakarta (Skripsi), h.1–15.
Roman-Blas, J.A., Castañeda, S., Largo, R., &
Muchid, dkk. (2006). Pharmaceutical care Herrero-Beaumont, G. (2013). Osteoarthritis
untuk pasien dengan penyait arthritis associated with estrogen deficiency. Arthritis
rematik. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Research & Therapy, 11(5), p.1–14.
dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Dinas Kesehatan. Santoso, H., & Ismail, H. Memahami Krisis
Lanjut Usia. BPK: Gunung Mulia. 2009,
Muslihah, Y.M, (2014). Gambaran osteoartritis h.36-44.
genu pada pasien di RSUP Fatmawati Jakarta
Tahun 2012–2013 (Skripsi), h.1–15. Sharma, L., & Berenbaum, F. (2013).
Osteoarthritis: A companion to rheumatology.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan keperawatan Elsevier Health Sciences, p.15–20.
klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika, h.504–508. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2005). Buku
ajar keperawatan medikal bedah Brunner
Nelson, M.E., et al. (2010). Physical activity dan Suddarth, Volume 1 dan Volume 3, Edisi
and public health in older adults: 8. Jakarta: EGC, p.382–383.
Recommendation from the American College
of Sports Medicine and the American Heart Stanley, M. (2007). Buku ajar keperawatan
Association. Circulation, 28(6), 339–340. gerontik (Gerontological nursing: A health
promotion or protection approach). Jakarta:
Nurhidayah, K. (2012). Pengaruh senam EGC.
rematik terhadap aktifitas fungsional lansia di
komunitas senam lansia Wilayah Kelurahan Stevenson, J.D., & Richard Roach. (2012).
Nusukan Banjarsari Surakarta, The benefits and barriers to physical activity
Muhammadiyah Surakarta, Solo (Skripsi), and lifestyle interventions for osteoarthritis
h.1–12. affecting the adult knee. Journal of
Orthopaedic Surgery And Research. p.1–7.
Nursalam & Kurniawati, N. (2007). Asuhan
keperawatan pada pasien terinfeksi hiv aids, Tamsuri, A. (2007). Konsep dan
edisi1. Jakarta : Salemba medika, h. 61-65. penatalaksanaan nyeri. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar
fundamental keperawatan: Konsep, proses, Widyastuti, Y. (2008). Pengaruh pendidikan
dan praktik. Jakarta: EGC, p.1376. kesehatan tentang penyakit osteoarthtritis
terhadap tingkat pengetahuan dan sikap pasien
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). osteoarthtritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses Gondangrejo Karanganyar, (Skripsi), h.1–8.
penyakit (Edisi 4). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, h.1218–1222. World Health Organization (WHO). (2011).
Available At : http://www.who.int/en/
Riskesdas. (2013). Available At : http:// (Diperoleh pada tanggal 10 oktober 2015).
labdata.litbang.depkes.go.id/riset- badan-
litbangkes/menu-riskesnas/menu-riskesdas Yatim F. (2006). Penyakit tulang dan
(Diperoleh pada tanggal 12 Desember 2015). persendian (artritis atau artralgia), Edisi. 1.
Jakarta: Pustaka Populer Obor. h. 26–32,
Roddy, E., Zhang, W., & Doherty, M. (2011). 111– 115.
Aerobic Walking Or Strengthening Exercise
150
Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016