Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu: Ns. Herlina, M.Kep, Sp.Kep.An

Disusun oleh:
Parida Pebruanti 1710711042
Riska Hidayattullah 1710711044
Christin Natalia 1710711126
Lilis Dwi Septiani 1710711127
Peren Dita Sanli 1710711131
Sonya Lapitacara S 1710711129
Tri Andhika Dessy W 1710711138
Indah Fitri Amelia 1710711140
Refany Salsabila 1710711146

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
A. Konsep Dasar Kejang Demam
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut
pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009).
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% -
90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya
merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat.
Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah
kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang

2. Prevalensi

Hauser (1994) menyatakan bahwa insiden kejang demam di Amerika dan


Eropa terjadi pada 2-5% anak dan biasanya pada anak yang berumur antara 3 bulan
dan 5 tahun, dengan puncak kejadian pada 18 bulan. Di Asia angka insidensi kejang
demam lebih tinggi yakni 8,3% di Jepang (Tsuboi,1984), 5-10% di India (Pal, 1999),
dan 14% di Guam (Stanhope, 1972). Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan yaitu
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Dalam sebuah penelitian di
Iran, dari 302 anak yang menderita kejang demam didapatkan 221 kasus (73.2%).
Kejang demam sederhana, 81 kasus (26.8%) kejang demam kompleks (Karimzadeh,
2008). Selain itu, dari penelitian lain di Iran juga didapatkan rasio laki-laki dan
perempuan penderita kejang demam yakni 1,2:1 (Aliabad, et al., 2013). Rasio jenis
kelamin yang tidak jauh berbeda didapatkan pula pada penelitian di Indonesia yang
dilakukan oleh Lumbantobing pada tahun 1975 yaitu 1,25:1 (Lumbantobing, 2007).
Genetik memiliki pengaruh yang kuat dalam terjadinya kejang demam. Insiden
kejang demam pada orang tua penderita kejang demam berkisar antara 8-22% dan
pada saudara kandung antara 9-17% (Fishman, 2006). Kejang demam merupakan
salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak
(Lumbantobing, 2007). Ketika anak mengalami kejang, kebanyakan orang tua
merasa khawatir dan adapula yang mengira anak mereka akan mati, padahal
sebagaian besar dari kejang demam bersifat jinak, jarang menimbulkan kerusakan
otak, dan kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan (Jones & Jacobsen,
2007). Dari sebuah penelitian di Iran dengan menggunakan kuesioner yang
melibatkan 126 ibu pasien kejang demam didapatkan bahwa sebanyak 49 ibu (39%)
mengira anaknya akan meninggal karena kejang demam. Hal yang menjadi perhatian
ibu pada saat anak kejang demam pertama adalah kesehatan anak di masa depan,
berulangnya kejang demam berulang, terjadinya retardasi mental, paralisis,
kecacatan fisik, dan ganguan belajar.

3. Patofisiologi

Infeksi terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik keseluruh tubuh akan direspon
oleh hipotalamus dengan menaikan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda
tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus
akan merangsang kenaikan suhu tubuh dibagian yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada
neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion
kalium dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang diduga
dapat menaikan fase deplorasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. (Sujono
& Sukarmin, 2009).

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak
3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
a. Pathway

Tosik, Infeksi mikroorganisme, bakteri, dan virus

Reaksi Inflamasi

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu

Hipertermi

Pelepasan mediator kimia oleh neuron Proses penyakit, perawatan


seperti prostaglandin, epinefrin

Merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron Kurang


pengetahuan

Perpindahan ion K+ dan ion N+ secara cepat


ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG Penurunan
kesadaran

< 15 menit (KDS) > 15 menit (KDS)


Kontraksi otot ↑ Penurunan suplai
darah ke otak

Metabolisme ↑
Resiko kerusakan
sel neuron otak
Kebutuhan O2 ↑

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan
Pernafasan ↑ atau takipnea

Ketidakefektifan
pola nafas

4. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

a. Elektro encephalograft (EEG)

Elektro encephalograft (EEG) Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai


nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi.

b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Pemeriksaan cairan cerebrospinal Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus
dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
c. Darah

 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)


 BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
 Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

5. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Farmakologi

Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling tepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah Diazepam yang diberikan secara intravena. Dosisnya 0,3
– 0,5 Mg/Kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1 – 2Mg/Menit atau dalam waktu 3 – 5
Menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20Mg. Obat yang dapat diberikan oleh orang
tua atau dirumah adalah Diazepam Rektal dosisnya sebanyak 0,5 – 0,75 Mg/Kg atau
5Mg untuk anak-anak dengan berat bandan kurang dari 10 Kg dan 10 Mg untuk anak
yang mempunyai berat badan lebih dari 10 Kg. Selain itu, Diazepam Rektol dengan
dosis 5 Mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 Tahun atau dosis 7,5 Mg
untuk anak diatas usia 3 Tahun apabila kejangnya belum berhenti, pemberian diazepam
rektal dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
Menit. Anak seharusnya dibawa kerumah sakit jika masih kejang, setelah pemberian
Diazepam Rektal. Dirumah sakit dapat diberikan Diazepam Intravena dengan dosis 0,3
– 0,5 Mg/Kg jika kejang belum berhenti dapat diberikan venitoin secara intrafena
dengan dosis awal 10 -20 Mg/Kg dengan kecepatan 1 Mg/Kg/Menit atau kurang dari
50 Mg/Menit, Sekiranya kejang sudah berhenti dosis selanjutnya adalah sampai 4,8
Mg/Kg/Hari, dimulai 12 jams setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan
pemberian Venitoin maka pasien harus dirawat diruang intensif, setelah kejang telah
berhenti pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

Seterusnya Terapi anti peretik tidak mencegah kejang. Kedua parasetamol dan
NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi kejadian kejang dan demam,
meskipun mereka tidak mengurangi kejang demam anti peretik sering digunakan untuk
mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Obat Metamizole
(Dipirone) dosisnya 10 sampai 25 Mg/Kg sampai 4 dosis harian (100 Mg/Kg/Hari),
Parasetamol 10 – 15 Mg/Kg/Dosis juga sampai 4 Dosis Harian (sampai 2,6 gram
perhari) dan pada anak2 usia 6 bulan diberikan ibu profen sebanyak 5 – 10 Mg/Dosis
dalam 3 atau 4 dosis terbagi (sampai 40Mg/Kg/Hari) pada anak2 dengan berat kurang
dari 30 Kg dan 1200 Mg. (Siqueira, 2010)

Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam
menunjukan ciri2 berikut :

 Kejang berlangusng lebih dari 15 Menit


 Kelainan Neurologi yang nyata sebelum atau selama kejadian kejang, misalnya
Emiparesis
 Paresis TODD
 Palsi cerebral
 Retardasi Mental dan Hidrosephalus
 Kejadian kejang vokal

Pengobatan rumah dipertimbangkan jika kejang berlangsung 2x atau lebih


dalam 24Jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam
berlangusng lebih dari 4 per tahun.

Obat untuk pengobatan jangka panjang yaitu :

1) Fenobabital
a. Dosisnya 3 – 4 Mg/Kg bb per hari dibagi 2 – 3 Dosis
b. Resiko berkurangnya kejang dengan Fenobarbital dapat diturunkan dan
pengobatan ini diberikan selama satu tahun dan bertahap selama 1 – 2 bulan
c. (Saharso, 2009)
2) Untuk mencega Edema Otak, berikan kortikosteroid dengan dosis 20 – 30 Mg/Kg
bb perhari dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya, glukortikoid misalnya
dexametazon 0,5 – 1 Amp sampai 6 Jam.

b. Terapi Non Farmakologi

Tindakan pada saat kejang dirumah (Ngastiah, 2005, Mahmood, 2011,


Capofila, 2009)

1) Baringkan pasien ditempat yang rata


2) Singkirkan benda2 yang ada disekitar pasien
3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernafasan harus dibuka (Contoh Ikat
Pinggang)
4) Tidak memasukan sesuatu benda kedalam mulut anak
5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral
6) Jangan memaksakan pembukaan mulut anak
7) Monitor suhu tubuh
8) Pemberian kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh yang
tinggi
9) Posisi kepala seharusnya miring, untuk mencegah aspirasi lambung
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian antikomvulsan (yaitu
diazepam secara rektal)

c. Pengobatan Kejang Berkepanjangan di Rumah Sakit

(Capovilla, 2009)

1) Hilangkan Obstruksi jalan nafas


2) Sipakan akses vena
3) Monitor parameter vital, Denyut Jantung, Frekuensi nafas, Tekanan darah dan
Saturasi Oksigen
4) Berikan Oksigen jika perlu (Jika saturasi kurang dari 90%)
5) Mempersiapkan bolus intrafena dengan dosis 0,25 Mg/Kg dengan kecaptan infus
maksimal 5 Mg/Menit, dan menangguhkan ketika kejang berhanti. Dosisi ini dapat
diulang jika perlu setelah 10 Menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah, jika kejang tidak berhenti
kolaborasi dengan anestesi dan ahli saraf untuk pengobatan.
7) Berikan kompres hangat
a. Mengompres dilakukan dengan handuk atau wasllap yang dibasahi dengan
air hangat 300 Celcius. Penuruan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari
permukaan kulit, Anak jangan dibungkus dengan lap atau handuk basah
atau didiamkan dalam air, karena penguapan akan terhambat, tambah
kehangatan airnya bila demam semakin meninggi.
i. Sebenarnya mengkopres kurang efektif, maka sebaiknya diberikan
obat penurun demam
8) Menaikan asupan cairan anak
a. Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya tidak
memaksa untuk makan. Akan tetapi cairan seperti susu (Asi atau sufor) dan
air tetap harus diberikan bahkan lebih sering, Anak yang lebih tua dapat
diberikan juga sup atau buah2an yang banyak mengandung air.
9) Istirahatkan anak saat demam
a. Demam menyebabkan anak lemah dan tidak nyaman, orang tua sebaiknya
mendorong anaknya untuk istirahat. Sebaiknya tidak memaksa anak untuk
tidur atau istirahat bila anak sudah merasa baikan dan anak dapat kembali
kesekolah atau beraktifitas ketika suhu normal dalam 24 Jam (Nita, 2004)
10) Berikan Oksigen untuk mencukupi perfusi jaringan
11) Jangan memasang sudip lidah atau tounge spatel karena resiko lidah tergigit kecil,
tounge spatel dapat membatasi jalan nafas.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam Sederhana
1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan keperawatan
yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan yaitu :
 Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien

Interpersonal : hubungan dengan orang lain.


f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya
gangguan nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan
dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip
(inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB
karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
c. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ekstermitas
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3. Perencanaan
Rencana Tindakan keperawatan
Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Peningkatan Setelah dilakukan asuhan  Monitor suhu tubuh sesering
suhu tubuh keperawatan selama mungkin
berhubungan 2x24 jam diharapkan  Monitor warna kulit
dengan tidak terjadi hipertermi  Monitor tekanan darah, nadi dan
proses atau peningkatan suhu RR
patologis tubuh dengan kriteria  Monitor penurunan tingkat
hasil: kesadaran
a. Suhu tubuh dalam  Tingkatkan sirkulasi udara
rentan normal (36,5- dengan membatasi pengunjung
o
37 C)  Berikan cairan dan elektrolit
b. Nadi dalam rentan sesuai kebutuhan
normal 80-  Menganjurkan menggunakan
120x/menit pakaian yang tipis dan menyerap
c. RR dalam rentan
keringat
normal 18-24x/menit
 Berikan edukasi pada keluarga
d. Tidak ada perubahan
tentang kompres hangat
warna kulit dan tidak
dilanjutkan dengan kompres
ada pusing.
dingin saat anak demam
 Fasilitasi istirahat
 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat penurun panas

2 Ketidakefekt Setelah diberikan asuhan  Monitor frekuensi nafas


ifan bersihan keperawatan selama  Lakukan fisioterapi dada
jalan nafas 2x24 jam diharapkan  Auskultasi suara nafas
b.d pola nafas kembali  Atur posisi pasien untuk
peningkatan mengoptimalkan ventilasi
sekresi efektif dengan kriteria  Monitor warna kulit
mucus hasil:  Monitor tekanan darah dan nadi
 Berikan Edukasi keluarga
• RR dalam batas
tentang hal yang dapat memicu
normal 18-
serangan kejang
24x/menit
 Kolaborasi dengan dokter dalam
• Menunjukkan pemasangan bronkodilator atau
jalan nafas yang pemberian oksigen.
paten

• Tidak ada
sianosis

• Tanda-tanda vital
dalam rentan
normal

3 Resiko tinggi Setelah dilakukan  Sediakan lingkungan yang


cedra tindakan keperawatan aman untuk pasien
berhubungan selama 2x24 jam  Identifikasi kebutuhan dan
dengan diharapkan masalah tidak keamanan pasien
spasme otot menjadi aktual dengan  Menghindarkan lingkungan
ekstermitas kriteria hasil: yang berbahaya
 Memasang side rail tempat
1. Tidak terjadi kejang
tidur
2. Tidak terjadi cedra  Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan
yang cukup
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Edukasi tentang penyakit
kepada keluarga

Kurang
4 Setelah dilakukan  Kaji tingkat pendidikan keluarga
pengetahuan
4 tindakan keperawatan klien
berhubungan
4 selama 2x24 jam  Kaji tingkat pengetahuan
dengan
3 diharapkan masalah tidak keluarga klien
kurang
4 menjadi aktual dengan  jelaskan pada keluarga klien tent
informasi
4 kriteria hasil: ang penyakit kejang demam
4 melalui penkes
 pasien dan
 beri kesempatan pada keluarga
keluarga
untuk menanyakan hal yang
menyatakan pem
belum dimengerti
ahaman tentang
 libatkan keluarga dalam setiap
penyakit, kondisi
tindakan pada klien
dan program
pengobatan
 pasien dan
keluarga
mapumelaksanak
an prosedur yang
dijelaskan secara
benar
 pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehaann
lainnya

Anda mungkin juga menyukai