Anda di halaman 1dari 5

Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara

Cepat
1. TINDAK PIDANA RINGAN:
1. Pengadilan menentukan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
2. Hari tersebut diberitahukan Pengadilan kepada Penyidik supaya dapat
mengetahui dan mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana
ringan.
3. Pelimpahan perkara tindak pidana ringan, dilakukan Penyidik tanpa melalui
aparat Penuntut Umum.
4. Penyidik mengambil alih wewenang aparat Penuntut Umum.
5. Dalam tempo 3 (tiga) hari Penyidik menghadapkan segala sesuatu yang
diperlukan ke sidang, terhitung sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat
Penyidik.
6. Jika terdakwa tidak hadir, Hakim dapat menyerahkan putusan tanpa hadirnya
terdakwa;
7. Setelah Pengadilan menerima perkara dengan Acara Pemeriksaan Tindak
Pidana Ringan, Hakim yang bertugas memerintahkan Panitera untuk mencatat
dalam buku register.
8. Pemeriksaan perkara dengan Hakim tunggal.
9. Pemeriksaan perkara tidak dibuat BAP, karena Berita Acara Pemeriksaan yang
dibuat oleh penyidik sekaligus dianggap dan dijadikan BAP Pengadilan.
10. BAP Pengadilan dibuat, jika ternyata hasil pemeriksaan sidang Pengadilan
terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang
dibuat Penyidik.
11. Putusan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan tidak dibuat secara
khusus dan tidak dicatat/ disatukan dalam BAP. Putusannya cutup berupa
bentuk catatan yang berisi amar-putusan yang disiapkan/dikirim oleh
Penyidik.
12. Catatan tersebut ditanda tangani oleh Hakim.
13. Catatan tersebut juga dicatat dalam buku register.
14. Pencatatan dalam buku register ditandatangani oleh Hakim dan Panitera
sidang.
2. PERKARA PELANGGARAN LALULINTAS JALAN
1. Catatan pemeriksaan yang dibuat Penyidik, memuat dakwaan dan
pemberitahuan diserahkan kepada Pengadilan selambat-lambatnya pada
kesempatan hari sidang pertama.
2. Panitera dalam pemeriksaan sidang tidak perlu membuat berita acara. Putusan
adalah berupa catatan Hakim dalam formulir tilang dan Panitera Pengganti
melapor pada petugas register untuk mencatat dalam buku register.
3. Pada hari dan tanggal yang ditentukan dalam pembe¬ritahuan pemeriksaan
terdakwa atau wakilnya tidak datang di sidang Pengadilan pemeriksaan
perkara tidak ditunda tetapi dilanjutkan.
4. Dalam hal putusan diucapkan diluar hadirnya terdakwa, Panitera segera
menyampaikan surat amar putusan kepada terdakwa melalui Penyidik.
5. Penyidik mengembalikan surat amar putusan yang telah diberitahukan itu
kepada Panitera.
6. Panitera meneliti apakah dalam surat amar putusan terdapat tanggal serta tanda
tangan terpidana.
7. Tenggang waktu mengajukan perlawanan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
pemberitahuan putusan kepada terpidana.
8. Panitera memberitahukan kepada Penyidik tentang adanya pengajuan
perlawanan dari terpidana.
9. Pemberitahuan disusul dengan Penetapan Hakim tentang hari sidang untuk
memeriksa kembali perkara yang bersangkutan.
10. Pengembalian barang sitaan/ bukti segera setelah putusan dijatuhkan dan
setelah yang bersangkutan memenuhi amar putusan.

Sumber: “Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan
Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 140-142. Keputusan
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.

Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau
pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan acara pemeriksaan tindak pidana ringan
dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah
dan sifatnya sederhana.

Patokan yang harus diambil oleh penuntut umum dalam menentukan perkara dengan
acara pemeriksaan singkat adalah dari segi ancaman hukuman, yakni perkara yang
ancaman hukumannya di atas 3 (tiga) bulan penjara atau kurungan serta dendanya
lebih dari Rp7.500,-, namun menurut praktik dan kebiasaan, ancaman hukumannya itu
tidak melampaui 3 (tiga) tahun penjara (paling tinggi 3 tahun penjara).

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Untuk menyederhanakan jawaban, di sini kami berasumsi bahwa pemeriksaan acara


singkat yang Anda maksud adalah pemeriksaan dalam hukum acara pidana.
Dasar Hukum Acara Pemeriksaan Singkat

Acara pemeriksaan singkat diatur dalam Pasal 203 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:

(1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara


kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205
dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan
hukumnya mudah dan sifatnya sederhana;
(2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum
menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti
yang diperlukan;
(3) Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan
Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan
ketentuan di bawah ini:
a.
1. penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang
menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari
catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang
didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat
dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan;
2. pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan
merupakan pengganti surat dakwaan;
b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya
diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat
belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum
juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim
memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan cara
biasa;
c. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan
atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling
lama tujuh hari;
d. putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara
sidang;
e. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut;
f. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti
putusan pengadilan dalam acara biasa

Pasal 205 ayat (1) KUHAP:


Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara
yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan
atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan
ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini;

Sifat Acara Pemeriksaan Singkat

Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan


KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal.
395), pelimpahan perkara singkat dilakukan tanpa surat dakwaan. Inilah yang
membedakannya dengan perkara biasa yang diperiksa di sidang pengadilan dengan
prosedur acara biasa.

Lebih lanjut Yahya menjelaskan bahwa ciri dari acara pemeriksaan singkat adalah:

1. Pembuktian dan Penerapan Hukumnya Mudah dan Sifatnya Sederhana1[1]


Jika penuntut umum menilai dan berpendapat suatu perkara sifatnya:
a. Sederhana
Pemeriksaan perkara tidak memerlukan persidangan yang memakan waktu
lama dan kemungkinan besar dapat diputus pada hari itu juga atau mungkin
dapat diputus dengan satu atau dua kali persidangan saja, hal yang seperti
inilah yang diartikan dengan “sifat perkara sederhana”.

b. Pembuktian serta Penerapan Hukumnya Mudah


Yang dimaksud dengan sifat pembuktian dan penerapan hukumnya mudah,
terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah “mengakui”
sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Di samping pengakuan
itu, didukung dengan alat bukti lain yang cukup membuktikan kesalahan
terdakwa secara sah menurut undang-undang. Demikian juga sifat tindak
pidana yang didakwakan sederhana dan mudah untuk diperiksa.

2. Ancaman Maupun Hukuman yang Akan Dijatuhkan Tidak Berat


Menjawab pertanyaan Anda soal jenis perkara yang termasuk acara pemeriksaan
singkat, Yahya menjelaskan bahwa biasanya dalam praktek peradilan, hukuman
pidana yang dijatuhkan pada terdakwa dalam pemeriksaan singkat tidak melampaui
3 tahun penjara. Kalau penuntut umum menilai dan berpendapat, pidana yang akan
dijatuhkan pengadilan tidak melampaui penjara, dapat menggolongkan perkara itu
pada jenis perkara singkat.

Cuma dalam hal ini penuntut umum jangan sampai menggolongkan suatu perkara ke
kelompok perkara singkat yang nyatanya termasuk jenis perkara ringan yang diatur
pada Pasal 205. Oleh karena itu, penuntut umum harus meneliti dengan seksama
tentang ancaman hukuman yang ditentukan dalam tindak pidana yang
bersangkutan.

Kalau ancaman hukumannya maksimum 3 bulan penjara atau kurungan, perkara


yang seperti itu tidak dapat dikelompokkan pada jenis perkara singkat. Perkara yang
ancaman hukumannya tidak lebih dari 3 bulan penjara atau kurungan atau denda
maksimum Rp7.500,-2[2] termasuk jenis perkara ringan, tidak boleh dikelompokkan
pada jenis perkara dengan acara pemeriksaan singkat.

Patokan yang harus diambil penuntut umum dalam menentukan perkara singkat dari
segi ancaman hukuman, bukan jenis tindak pidana yang ancaman hukumannya
3 bulan penjara atau kurungan atau denda paling tinggi Rp7.500,-, tetapi perkara
yang ancaman hukumannya di atas 3 bulan penjara atau kurungan serta
dendanya lebih dari Rp7.500,-. Inilah patokan minimum, sedangkan patokan
ancaman hukuman maksimum tidak ditentukan undang-undang. Namun dari
pengalaman dan kebiasaan, patokan yang selalu dipakai, pidana yang akan
dijatuhkan berkisar paling tinggi 3 tahun.

Jadi, untuk menentukan perkara seperti apa yang diperiksa dengan acara pemeriksaan
singkat, maka hal tersebut penuntut umumlah yang menilainya. Namun, penuntut
umum harus memperhatikan ancaman hukuman tindak pidananya yaitu: perkara yang
ancaman hukumannya di atas 3 bulan penjara atau kurungan serta dendanya lebih dari
Rp7.500,-, namun menurut praktik dan kebiasaan, ancaman hukumannya itu tidak
melampaui 3 tahun penjara.

Contoh Kasus yang Diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Singkat

Sebagai contoh kasus yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat dapat kita lihat
dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 17/Pid.S/2009/PN.Sby dimana
terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan perbuatan
pidana penadahan. Kasus tersebut diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat dan
majelis hakim telah menjatuhkan putusan yaitu menghukum terdakwa dengan pidana
penjara selama 5 (lima) bulan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

Referensi:

Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan


Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai