TINJAUAN PUSTAKA
menyusun ke dalam menjadi bentuk padat. Baru pada abad ke-16 istilah
atau keterlambatan defekasi atau buang air besar yang telah dialami selama
2.2 Epidemiologi
Adanya riwayat keluarga ditemukan pada 28% hingga 50% anak konstipasi
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada usia di bawah lima tahun,
dan lebih sering terjadi pada remaja perempuan usia di atas 13 tahun.
yang normal dari rektum, otot puborektal dan sfingter ani. Konstipasi
sfingter, dan faktor baik yang disadari atau tidak oleh sang anak. Ada dua
kelompok konstipasi fungsional yang diketahui, yaitu tipe slow-transit dan tipe
anus. Bila relaksasi sfingter ani interna tidak cukup kuat, maka sfingter ani
menghilang.15
ani. Orangtua sering memberitahu adanya riwayat darah dalam tinja, popok,
(retensi) tinja yang berulang akan meregangkan rektum dan kemudian kolon
sigmoid yang menampung bolus tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon
akan terus mengalami reabsorpsi air dan elektrolit dan membentuk skibala.
Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan
besar menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa
sakit dan kemudian retensi tinja selanjutnya. Lingkaran setan ini terus
makanan. Tinja yang besar akan dievakuasi lebih sering. Waktu singgah
Waktu singgah pada bayi berusia satu sampai tiga bulan adalah 8.5 jam, dan
misalnya pada keadaan sakit, pasca bedah, kecelakaan, atau gaya hidup
tingkah laku, dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang mendasari terjadinya
bahwa pasien konstipasi tipe slow transit lebih sering berhubungan dengan
terhadap konstipasi telah diteliti pada beberapa studi. Dalam sebuah studi
syndrome (IBS), diketahui bahwa salah satu gejala IBS adalah konstipasi.
Dari studi ini diperoleh hasil IBS lebih sering terjadi pada kembar monozigot
(P=0.030).10
juga sering muncul sebagai gejala yang menyertai penyakit sindroma tertentu
polimorfisme pada gen SERT juga terjadi polimorfisme pada gen alpha (α2A
dengan gejala konstipasi dan skor keluhan somatik yang tinggi pada pasien
kepada 677 orang keluarga tingkat pertama (first degree relatives) diperoleh
hasil bahwa konstipasi juga timbul pada 16.4% keluarga penderita, ini lebih
risiko konstipasi, dengan nilai Odds Ratio (OR) 2.02 jika satu orang anggota
keluarga yang terkena, dan OR 3.99 jika setidaknya dua orang anggota
dari konstipasi fungsional pada umumnya, ini terlihat pada sebuah studi yang
cenderung memiliki usia awitan penyakit lebih muda, lebih banyak komplikasi
seperti hemoroid, fisura anal, dan prolapsus rektal, juga lebih sering
Hasil studi ini cukup menarik namun belum dapat dijelaskan kemungkinan
mekanisme penyebabnya dan masih harus dilakukan studi lebih lanjut yang
fungsional. Faktor etiologi dari konstipasi pada anak dan orang dewasa
mungkin berbeda, namun belum ada studi kasus-kontrol yang besar yang
pada anggota keluarga tingkat pertama dari anak penderita konstipasi. Jika
sebuah studi seperti ini dapat dilakukan dan dibandingkan dengan studi lain
pada konstipasi dewasa, mungkin dapat diambil kesimpulan yang lebih tegas
2.5. Diagnosis
Kriteria yang hingga saat ini masih digunakan untuk mendiagnosis konstipasi
adalah kriteria ROME III yang umumnya berdasarkan gejala klinis (Tabel 2).17
badan harus diukur dan diplot ke dalam kurva pertumbuhan. Pada palpasi
abdomen dapat ditemukan massa fekal yang bisa teraba di seluruh kolon,
tetapi lebih sering dijumpai pada suprapubik dan midline, atau pada kuadran
kiri atau kanan bawah. Inspeksi daerah perineum sering dijumpai material
feses. Lokasi dan ukuran anus harus dinilai. Pemeriksaan rektal dengan jari
anus istirahat atau penyakit yang melibatkan sfingter ani interna dan
konsistensinya keras seperti batu atau bisa juga lembek. Bisa dijumpai fisura
anal, stenosis anal, atau atresia ani dengan fistel perianal, atau ampula rekti
dijumpai tumor yang menyumbat rektum namun hal ini sangat jarang.17
jika dicurigai penyakit lain yang mendasari. Pemeriksaan darah yaitu kadar
untuk menentukan ada atau tidaknya retensi feses, sampai sejauh mana,
dan RT, pada anak yang menolak pemeriksaan RT, anak dengan obesitas,
menilai tingkat keparahan konstipasi pada anak, namun tidak perlu dilakukan
pada sebagian besar anak dengan konstipasi fungsional dengan atau tanpa
Hirschsprung. Juga berguna untuk menilai penyakit lain seperti defek spinalis
kontraktilitas rektal. Kelainan yang juga ditemukan yaitu kontraksi sfingter ani
2.6. Penatalaksanaan
Massa tinja (fecal impaction) adalah skibala yang teraba pada palpasi region
abdomen bawah, rektum yang dilatasi dan penuh dengan tinja yang
ditemukan pada pemeriksaan colok dubur atau tinja yang berlebihan dalam
kolon yang terlihat pada foto abdomen. Evakuasi skibala ini perlu dilakukan
sebelum terapi rumatan. Dapat dilakukan dengan obat per oral atau rektal.
terjadi evakuasi tinja secara sempurna.16 Obat per oral yang dapat digunakan
maksimum 240ml per hari kecuali pada bayi. Larutan polietilen glikol (PEG)
selama 4 jam per hari. Evakuasi dengan obat per rektal dapat dilakukan
sempurna.15
melunakkan tinja. Serat dan sorbitol banyak terkandung dalam buah prune,
pear, dan apel dapat dikonsumsi dalam bentuk jus sehingga dapat
dan latihan berhajat atau toilet training. Segera setelah makan pagi dan
malam, anak dianjurkan untuk buang air besar. Tidak perlu terlalu terburu-
buru, yang akan membuat anak semakin tertekan, berilah waktu 10 sampai
15 menit bagi anak untuk buang air besar. Toilet training yang dilakukan
Selain toilet training, latihan dan aktifitas fisik secara teratur membantu
melatih otot-otot yang mengatur defekasi. Aktifitas fisik juga berguna untuk
anus. Monitor terhadap pola defekasi dan penggunaan obat serta efek
samping dapat diperoleh dari catatan harian yang dibuat oleh orangtua.
Salah satu cara untuk menjaga kepatuhan terapi adalah menstimulasi anak
Konstipasi Fungsional
Karakteristik klinis:
1. Frekuensi BAB
2. Nyeri perut
3. Konsistensi tinja
4. Usia awitan