Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mola hidatidosa adalah penyakit wanita dalam masa reproduksi, tetapi
kalau terjadi kehamilan pada wanita yang berumur lebih dari 45 tahun,
kehamilan mola 10 kali lebih besar dibandingkan dengan gravidae antara 20-
40 tahun.
Kejadian di rumah sakit besar di Indonesia kira-kira 1 diantara 80
persalinan di negara lain misalnya :
U.S.A 1 : 2.000 kehamilan
Hongkong 1 : 530 kehamilan
Taiwan 1 : 125 kehamilan
Telah diterangkan bahwa kejadian dipengaruhi oleh umur dan ada
kemungkinan juga oleh status sosial ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Mola Hidatidosa ?
2. Apakah etiologi dari Mola Hidatidosa ?
3. Bagaimana patofisiologi dari Mola Hidatidosa ?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari Mola Hidatidosa ?
5. Bagaimana gambaran diagnostik dari Mola Hidatidosa ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan Mola Hidatidosa?
7. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada pasien Mola Hidatidosa?

1.3 Tujuan
Agar pembaca dapat :
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari Mola Hidatidosa
2. Mengetahui dan memahami etiologi dari Mola Hidatidosa
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Mola Hidatidosa
4. Mengetahui tanda dan gejala dari Mola Hidatidosa
5. Mengetahui gambaran diagnostik dari Mola Hidatidosa
6. Mengetahui penatalaksanaan dari Mola Hidatidosa
7. Mengetahui komplikasi dari Mola Hidatidosa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestasional
yang disebabkan oleh kelainan pada villi khorionik yang disebabkan oleh
poliferasi trofoblastik dan edema. (Kemenkes RI, Hal 92)
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang,
berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai
1 atau 2 cm (Sarwono Prawihardjo,2010)
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang
tumbuh bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio
mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan
sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary,
1995 : 104).

2.2 Etiologi
Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-
faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi
oleh sebuah sel sperma.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh
kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili
mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam
vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan
diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi kejaringan ibu.
3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi
kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi
pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi
kehamilan mola.
4. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi
zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan
molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi
secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan
stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun
juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.
6. Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah
dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan
pada janin tidak sempurna.
7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu
menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah
mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.
8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus.
Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup
hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan
tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa
disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.

2.3 Patofisiologi
2.4 Tanda dan Gelaja
Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan mola hidatidosa
adalah sebagai berikut :
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada
keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
5. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
6. Hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
7. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih
sesudah periode menstruasi terakhir.

Gejala Klinik :
1. Perdarahan vaginal
Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat
bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Biasanya
terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang paling
banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat pasien
mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga
pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari perdarahan
tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh. Kadang-kadang
terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus.
Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat
daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien
mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan
besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.
2. Hiperemesis gravidarum
Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari
proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus
menerus ß HCG yang menyebabkan peningkatan ß HCG hiperemesis
gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal
ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola
dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan
di rumah sakit.
3. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan,
volume vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat
regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien
ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih
kecil dari yang diharapkan.
4. Aktifitas janin
Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas
tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang
paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
5. Preeklampsia
Tanda tanda preeklampsia selama trisemester pertama atau awal
trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27
% pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang
dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema
generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.
6. Hipertiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya
uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi
tirotoksikosis.
Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak
ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera
karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih
buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya
keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti
yang dijumpai pada kehamilan normal.
Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin –
like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara
kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang
melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola
hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi,
tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin
7. Kista teka lutein
Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran
ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi
diidentifikasi dengan USG pasien dapat memberikan tekanan dan nyeri
pada pelvic karena peningkatan ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi
ovarium. Kista ini terjadi akibat respon ß HCG yang sangat meningkat
dan secara spontan mengalami penurunan (regresi) setelah mola
dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik
gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang
berproliferasi.
Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau
kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini
menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus
dimana kista lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola
dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah
jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi
setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar
βHCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan
atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.
8. Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus
ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada
migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi
gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini
sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang
dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan
gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun
kefatalan jarang terjadi.

2.5 Gambaran Diagnostik


2.6 Penatalaksanaan
2.7 Komplikasi
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Contoh Kasus
3.2 Analisa Kasus
3.3 Pembahasan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai