PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bidang kehidupan, bukan hanya sains, teknologi dan ekonomi, tetapi juga
orientasi dan nilai budaya yang inovatif, karena konteks budaya dan sosial politik
tidak terpisahkan dari sains, teknologi dan ekonomi. Globalisasi dan informasi
adalah nilai hidup. Nilai hidup adalah wujud ideal pertama dari kebudayaan. Nilai
hidup bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, tempatnya di dalam kepala atau
banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat dan memberi jiwa pada
Nilai hidup yang dipegang kuat dalam masyarakat desa Mata Kapore ini
dalam bentuk hati yang tenang damai, atau tubuh yang sehat segar lagi kuat.
Keteraturan dalam masyarakat terwujud kalau sudah ada hubungan yang baik
antara manusia dengan ina-ama. Untuk memelihara hubungan baik ini manusia
1
menolong orang lain, menghormati ina-ama. Bila semua peraturan dan kewajiban
itu dilaksanakan dengan teliti, hidupnya kan menjadi sejahtera (Ujan, 2012: 20).
Nilai hidup adalah segala hal yang dianggap bernilai tinggi bagi kehidupan
bagi pikiran, perasaan, sikap dan tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Bisa
terjadi bahwa nilai hidup itu serupa bagi suatu kelompok masyarakat atau bagi
suatu masyarakat, karena mereka telah mengalami proses sosialisasi yang sama
dalam kebudayaan yang sama. Hal ini berarti ada nilai hidup perorangan, nilai
hidup suatu kelompok dan nilai hidup suatu masyarakat. Nilai hidup tersebut tidak
nampak, tetapi tercermin pada tingkah laku seseorang, suatu kelompok atau
masyarakat dan memberikan arah dan bentuk kepada seseorang, kelompok atau
adalah karena umumnya para petani hanya mempunyai perhatian untuk hari
terlampau miskin untuk dapat memikirkan hal itu. Pandangan hidup petani yang
produk pertanian yang tidak begitu memuaskan akan membuat petani merasa
putus asa dan menjualnya untuk dijadikan tempat industri. Para petani yang
biasanya mengolah tanah akan menjadi buruh pabrik, atau dengan kemungkinan
bersaing ini sejalan dengan pendapat Hidayat (2015) yaitu globalisasi secara
2
umum adalah suatu proses menuju tatanan masyarakat yang mendunia yang
hankam, dan lain lain sehingga antar negara seolah-olah tidak mengenal batas
atau cepat.
dilakukan untuk mengetahui nilai hidup para petani tersebut dalam perubahan jaman.
Judul penelitian yang diajukan adalah, “Nilai Hidup Masyarakat Petani Pada Era
B. Rumusan Masalah
yang diajukan dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana nilai hidup masyarakat
C. Tujuan penelitian
mendapatkan gambaran objektif tentang nilai hidup masyarakat petani pada era
3
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penulisan ini juga merupakan salah satu tugas atau syarat yang harus
bermasyarakat.
3. Bagi lembaga
E. Definisi Operasional
1. Nilai Hidup
Nilai hidup adalah segala hal yang dianggap bernilai tinggi bagi
pedoman tertinggi bagi pikiran, perasaan, sikap dan tingkah laku manusia
di dalam masyarakat. Bisa terjadi bahwa nilai hidup itu serupa bagi suatu
Hal ini berarti ada nilai hidup perorangan, nilai hidup suatu kelompok dan
nilai hidup suatu masyarakat. Nilai hidup tersebut tidak nampak, tetapi
4
tercermin pada tingkah laku seseorang, suatu kelompok atau masyarakat
2. Era Globalisasi
seperti ideologi, politik, sosial budaya, hankam, dan lain lain sehingga
(Hidayat, 2015).
3. Masyarakat
socius yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar
bergaul ini tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan
5
prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara
4. Desa Matakapore
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai Hidup
Nilai hidup adalah wujud ideal pertama dari kebudayaan. Nilai hidup bersifat
abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, tempatnya di dalam kepala atau di dalam
yang hidup bersama dalam suatu masyarakat dan memberi jiwa pada masyarakat
itu. Nilai hidup adalah segala hal yang dianggap bernilai tinggi bagi
pedoman tertinggi bagi pikiran, perasaan, sikap dan tingkah laku manusia di
dalam masyarakat. Bisa terjadi bahwa nilai hidup itu serupa bagi suatu
mengalami proses sosialisasi yang sama dalam kebudayaan yang sama. Hal
ini berarti ada nilai hidup peroranga, nilai hidup suatu kelompok dan nilai
hidup suatu masyarakat. Nilai hidup tersebut tidak nampak, tetapi tercermin
kanak-kanak diresapi nilai hidup. Isi dari nilai hidup telah berurat berakar di
dalam batin atau hati nurani sedemikian rupa, sehingga yang bersangkutan
memahami mana yang baik dan yang buruk, yang cocok dan yang tidak
7
sebagainya. Oleh karena telah berakar atau meresap sangat dalam, maka nilai
hidup sangat lambat atau sulit berubah. Isi nilai hidup tersebut, biasanya
3) Nilai pergaulan hidup, misalnya sopan santun (tata krama), budi pekerti,
Sebagai salah satu bagian dari isi nilai hidup tersebut, berikut ini diuraikan
8
Berdasarkan kerangka Kluckon pada tabel 2.1, dapat dirumuskan oleh para
hidup mereka sebagai suatu hal yang buruk, penuh dosa, dan
kesengsaraan. Tetapu hal itu tidak berarti bahwa mereka harus begitu saja
ikhtiar.
ada bencana alam berupa gunung meletus atau banjir besar, mereka
9
menerima sebagai suatu nasib yang kebetulan buruk saja. Apabila hama
10
B. Masyarakat
1. Pengertian
bahasa Inggris masyarakat di sebut society asal kata socius yang berarti “kawan”.
Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab “syaraka” yang berarti “ikut
serta, berpartisipasi”. Saling bergaul ini tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup,
unsur kekuatan kaida dalam lingkungan sosial yang merupakan suatu kesatuan.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau dengan istilah
warganya untuk berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang tinggi.
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa
satu sama lain di dalam suatu wilayah tertentu dan yang menghayati kebudayaan
11
yang sama. Elemen penting dari masyarakat adalah manusia. Manusia-manusia itu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu
1) Adanya sekelompok manusia yang hidup bersama. Dalam hal ini, tidak
2. Masyarakat Desa
penduduk pedesaan di Indonesia ini, apabila ditinjau daru segi kehidupan, sangat
12
terikat dan sangat tergantung dari tanah (earth-bound). Pada masyarakat
masung-masing dan juga atas dasar perbedaan kelamin (Soekanto, 2012: 137).
saja karena bila masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan
dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan
berada di daerah kabupaten. Lebih jauh lagi, pasal tersebut juga menjelaskan
tentang kawasan desa. Dalam konteks ini kawasan desa adalah kawasan yang
13
daya alam, pelayanan sosial, kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
dan kultur yang terdapat di tempat itu, dalam hubungan dan pengaruhnya secara
timbal balik dengan daerah lain. Landis (Ahmadi, 2003: 241) menyatakan desa
adalah wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri sebagai
berikut:
jiwa.
c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat
memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka
orang-orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat
3. Ciri-Ciri Masyarakat
14
3) Memiliki cara untuk berkomunikasi
masyarakat
C. Era Globalisasi
kehidupan seperti ideologi, politik, sosial budaya, hankam, dan lain lain sehingga
antar negara seolah-olah tidak mengenal batas wilayah lagi. Globalisasi terbentuk
15
Arus globalisasi dan informasi yang sifatnya temporal merupakan gejala
bidang kehidupan, bukan hanya sains, teknologi dan ekonomi, tetapi juga
orientasi dan nilai budaya yang inovatif, karena konteks budaya dan sosial politik
tidak terpisahkan dari sains, teknologi dan ekonomi. Globalisasi dan informasi
D. Kerangka Berpikir
sambilan saja karena bila masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan-
16
Sebagai orang desa, masyarakat desa Matakapore memiliki nilai hidup
yang dipegang teguh dari masa ke masa dan bekerja dalam sektor pertanian.
desa biasanya bekerja dalam sektor pertanian, dan mentalitas mereka adalah
suatu mentalitas yang khas, yang dapat disebut dengan mentalitas petani.
miskin untuk dapat memikirkan hal itu. Pandangan hidup petani yang
petani merasa putus asa dan menjualnya untuk dijadikan tempat industri. Para
petani yang biasanya mengolah tanah akan menjadi buruh pabrik, atau dengan
pencahariannya.
adalah nilai hidup. Nilai hidup adalah wujud ideal pertama dari kebudayaan.
Nilai hidup bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, tempatnya di dalam
kepala atau di dalam alam pikiran warga masyarakat. Ide-ide atau gagasan-
gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat dan
bukan hanya sains, teknologi dan ekonomi, tetapi juga orientasi dan nilai
budaya yang inovatif, karena konteks budaya dan sosial politik tidak
17
terpisahkan dari sains, teknologi dan ekonomi. Globalisasi dan informasi
Rumusan Masalah
Bagaimana nilai hidup masyarakat petani pada era
globalisasi di masyarakat desa Matakapore Kecamatan
Kodi Bangedo Kabupaten Sumba Barat Daya?
Metode Penelitian
1) penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif
2) Instrumen utama adalah peneliti, instrumen
bantu penelitian ini adalah lembar wawancara
3) Analisis data dilaksanakan menggunakan
analisis data Miles dan Hubberman
Kesimpulan
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
yang disusun sedemikian rupa, sehingga kita bisa memperoleh jawaban atas
akan dilaksanakan ini adalah menganalisa nilai hidup masyarakat petani pada
Kabupaten Sumba Barat Daya. Sehingga pendekatan yang paling tepat adalah
data yang didapatkan dijabarkan secara rinci dan menggambarkan data yang
B. Sumber Data
Menurut Loftland dan Loftland (dalam Moloeng, 2016: 157) sumber data
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu
pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber
19
a) Informan kunci, yaitu orang-orang yang sangat memahami permasalahan
penelitian ini adalah Kepala Desa Mata Kapore yaitu Daud Horo.
2) Dokumen
Menurut Moloeng (2012: 159) dilihat dari segi sumber data, bahan
tambahan yang berasal dari dokumen dapat dibagi atas sumber buku dan
majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi dan
foto. Sumber tertulis dalam penelitian ini berkaitan dengan nilai hidup
Menurut Moloeng (2012: 160) foto sudah lebih banyak dipakai sebagai
alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai
keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering
sedcata induktif. Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam
penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan
oleh peneliti sendiri. Foto dalam penelitian ini adalah foto yang berkaitan
dengan penelitian yaitu nilai hidup masyarakat petani pada era globalisasi di
20
3) Lingkungan Sosial
Sumber data lingkungan sosial pada penelitian kualitatif diawali dari lapangan
atau lingkungn sosial subyek penelitian yaitu fakta empiris. Peneliti terjun
C. Pengumpulan Data
1. Observasi (pengamatan)
(Moelong, 2012:174).
2. Wawancara
dengan kepalad desa dan ketua kelompk tani tentang nilai hidup
21
masyarakat petani pada era globalisasi di masyarakat desa Matakapore
3. Dokumentasi
D. Analisis Data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
Berikut adalah tahap analisis data dalam penelitian ini menurut Miles dan
Huberman (2014:20):
22
Bagai 3.1 Tahap Analisa Data penelitian
1. Pengumpulan Data
2. Penyajian Data
Alur penting yang kedua dan kegiatan analisis adalah penyajian data.
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari mulai dati alat pengukur bensin, surat
dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih
23
3. Peneliti melaksanakan reduksi data
sebelum data benar-benar terkimpul, antisipasi ákan adanya reduksi data sudah
tersusun
4. Kesimpulan
koritigurasi yang mungkin, alur sebab- akibat, dan proposisi. Miles dan
catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul
24
kesimpulan berdasarkan data yang telah dimaknai tentang nilai hidup
1. Perpanjangan Kehadiran
data. Perpanjangan kehadiran peneliti tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu
yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari
arti perpanjangan kehadiran peneliti itu guna berorientasi dengan situasi, juga
guna memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati (Miles dan
Hubberman, 2014:176).
lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan
2. Triangulasi
sesuatu yang lain( Miles dan Huberman, 2014: 330). Teknik triangulasi lebih
dilakukan dengan menguji apakah proses wawancara dan hasil tes yang
25
digunakan sudah berjalan dengan baik. Tes dan wawancara saling dipadukan
didapatkan dari hasil tes siswa belum bisa memenuhi keakuratan data, maka
akan digali lebih dalam pada saat wawancara. Sehingga akan tecapai suatu
perpaduan hasil tes dan wawancara yang selanjutnya akan dipakai untuk
menarik kesimpulan.
yang diperoleh dari beberapa sumber sehingga data yang diperoleh merupakan
3. Pendapat Ahli
diperoleh dari beberapa sumber sehingga data yang diperoleh merupakan data
yang absah.
26
BAB IV
A. Hasil Penelitian
adalah pada tahun 1989, setelah mekar dari desa Waikadada. Luas desa
atas 128 penduduk laki-laki dan 1070 penduduk perempuan. Untuk tingkat
pendidikan formal, 89 orang tamat SD, 78 orang tamat SMP, 45 orang tamat
SMA dan 15 orang tamat perguruan tinggi. Batas-batas desa Matakapore adalah
sebagai berikut.
Wewewa selatan.
Balaghar.
27
2. Nilai hidup masyarakat petani pada era globalisasi di masyarakat desa
Masalah nilai kepercayaan, kami orang Sumba ini percaya pada Marapu
sekalipun banyak dari kami yang sudah memeluk agama pemerintah. Jaman
memang sudah canggih dan kita juga masuk di dalam era globalisasi, tapi
penghargaan kami terhadap ajaran nenek moyang masih terjaga. Marapu
berasal dari dua kata yaitu ma berarti ‘Yang’ dan rapu artinya ‘dihormati’,
‘disembah’, dan ‘didewakan’. Ada juga mengatakan Marapu terdiri dari kata
mera artinya ‘serupa’ dan appu artinya ‘nenek moyang’. Sehingga banyak
yang mengartikan Marapu adalah roh-roh leluhur atau nenek moyang.
Kehadiran Marapu diwujudkan dalam berbagai bentuk benda, seperti
tombak, emas, gading, gong, manik-manik dan lain sebagainya. Di samping
para leluhur dijadikan objek penyembahan, ada kampung-kampung tertentu
yang menyembah binatang-binatang tertentu, dan yang pada dasarnya
mewujudkan Marapu. Binatang-binatang tersebut seperti ular, buaya,
anjing, dan lain sebagainya.
terhadap Marapu tidak dapat bergitu saja punah. Kepercayaan khas daerah
28
rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-
ukiran dan tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain
hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata. Masyarakat Sumba
terkenal akan budayanya yang masih sangat kental meskipun saat ini telah
berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Rofinus Umbu Walla sebagai berikut.
Orang Sumba itu pada dasarnya tunduk pada leluhurnya. Sekarang sudah ada
hape, tivi, juga internet yang membuat anak muda sedikit lupa daratan. Tetapi,
kepercayaan Marapu yang masih melekat itu tidak begitu saja pudar. Sebab,
Marapu dipandang sebagai perantara antara Sang Pencipta dan manusia. Sang
Marapu inilah yang menyampaikan permohonan kepada Sang Pencipta dan Sang
Pencipta menjawabnya melalui Marapu (dalam konsep modern disebut
animisme). Bagi masyarakat Sumba, Marapu menjadi falsafah hidup bagi
berbagai ungkapan budaya Sumba. Mulai dari upacara-upacara adat, rumah-
rumah ibadat (umaratu), rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunannya,
sampai kepada seluruh aspek kehidupan dan kegiatan orang Sumba. Salah satu
bentuk kepercayaan Marapu tersebut dalam masyarakat kita adalah pesta Pasola
yang diadakan tiap tahun sekali itu. Pesta pasola itu pesta menyambut panen dan
menghargai leluhurkita.
Marapu. Meskipun jaman sudah semakin canggih dan dunia telah terbuka lebar
akibat pengaruh internet, kepercayaan terhadap Marapu tidak serta merta hilang
Pencipta dan Sang Pencipta menjawabnya melalui Marapu (dalam konsep modern
disebut animisme). Bagi masyarakat Sumba, Marapu menjadi falsafah hidup bagi
29
berbagai ungkapan budaya Sumba. Mulai dari upacara-upacara adat, rumah-
rumah ibadat (umaratu), rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunannya,
masih melandaskan pada Marapu ini sangat sulit untuk dihilangkan meskipun
rata-rata masyarakat desa Matakapore telah memeluk agama kristen atau katholik.
Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan Daniel Ndara
sebagai berikut.
Kalau masalah kepercayaan, kami masih mengakui Marapu. Ya, memang sudah
ada yang memeluk agama kristen atau katolik. Pergi ke sekolah minggu bahkan
ada yang kaul kekal melayani Yesus. Namun, mereka tidak akan lupa dengan
akar budaya disini, yaitu Marapu. Nanti anak lihat kalau ada acara macam Pasola
yang tiap tahun itu, akan ada pemberkatan oleh orang gereja juga itu. Padahal
acara itu kalau menurut ajaran agama acara untuk dewa-dewa pagan. Tapi mau
bagaimana, kalau gereja mau hidup ya harus menghormati kepercayaan asli
masyarakat. Kami disini percaya, kalau pasola sampai tidak diadakan, panen akan
gagal. Kami akan ditimpa musim lapar, kena penyakit dan ternak mati. Kita pu
bapak sudah membuktikan itu, adat lebih jatuh daripada agama.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Daniel Ndara tentang nilai
kepercayaan sebagai nilai hidup yang di anut oleh masyarakat petani desa
adat lebih jatuh daripada agama yang berarti masyarakat lebih takut tidak
Masyarakat percaya pada Marapu yang ada dalam setiap elemen kehidupan, dan
30
Kita orang tua ini mau masuk gereja juga karena Yesus itu punya Bapa, Marapu
juga itu. Banyak ritual gereja itu yang tidak menghilangkan ciri-ciri Marapu.
Yesus kan anak Tuhan dan Dia tunduk pada kehendak Bapa. Jadi, kami orang tua
ini menganggap Yesus itu Marapu juga. Menyembah pada Bapa, yang dituakan.
Mungkin kalau istilah sekarang itu orang Sumba tidak tau menyebut Yesus.
Tuhan hanya nama-nya beda, di Sumba disebut Marapu, diluar sana disebut
Yesus. Kalau Yesus lahir di Sumba, mungkin namanya Yenggo atau Yawe.
Kepercayaan masyarakat petani di desa Matakapore tidak lepas dari
berikut;
canggih.
Pasola meskipun itu memakan biaya yang besar karena perta panen Pasola
alam, dan sesama manusia. Nilai pandangan hidup masyarakat petani dalam
31
ekonomis dan sosial. Secara ekologis kaliwu dapat mencegah erosi
dan meningkatkan cadangan air tanah. Masyarakat memanfaatkan
ruang tumbuh vertikal dan horisontal secara optimal dengan
melakukan kombinasi tanaman yang beragam yaitu tanaman
pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Secara ekonomi, hasil yang
diperoleh dari tanaman perkebunan dan pangan di kaliwu dapat
memenuhi kebutuhan hidup maupun dijual ke pasar.
telah mengikuti cara bercocok tanam secara modern mengikuti era globalisasi
Model pengelolaan kaliwu ini mirip dengan konsep tumpang sari dimana
pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Lebih jauh lagi, nilai pandangan hidup
32
Sistem Kaliwu di Matakapore memiliki karakteristik spesifik dalam pemilihan
lokasi lahan. Hamparan lahan dibentuk dengan susunan pola tata ruang, dimana
pangan seperti jagung, ubi, dan keladi. Lahan terbuka tersebut kemudian
disambung lagi oleh Kaliwu milik warga lainnya. Hal itu dilakukan untuk
efisiensi kerja sebab Kaliwu dan lahan tanaman pangan letaknya berdekatan.
Tujuan lainnya adalah untuk menghindari erosi pada tanah di sekitar kebun
Jenis tanaman pangan yang menjadi sumber pangan utama adalah padi
dan jagung. Tanaman yang dijadikan cadangan pangan kebanyakan dari jenis ubi
dan keladi. Pola konsumsi pangan dan cadangan pangan tersebut sudah
berlangsung sejak lama, dimana padi dan jagung menjadi pangan utama
sedangkan ubi dan keladi menjadi pendukung pangan utama sebagai sumber
pisang, mangga, dan jeruk serta jenis tanaman perkebunan lainnya seperti kopi.
33
Gambar 4.1 Masyarakat mengolah hasil panen dari sawahnya sendiri
Mawailo Omma. Kata Mawailo Omma dalam bahasa Marapu Sumba berarti
“petani harus sudah pergi ke kebun sebelum ayam berkokok”. Nama ini
etos kerja yang tinggi. Etos tersebut masih dipelihara dengan baik oleh warga
Matakapore. Sebagian warga masih banyak yang pergi bekerja ke Kaliwu lebih
dari dua kali dalam sehari. Etos kerja yang tinggi tentunya merupakan modal
utama bagi pengembangan pertanian ke arah yang lebih produktif. Lebih dari itu,
serta bekerja sama dengan pihak luar dalam rangka optimalisasi pengelolaan
Kaliwu.
Matakapore ini mengenal juga istilah pamali yang berarti ‘yang dilarang’ untuk
34
keselarasan alam ini dapat diketahui berdasarkan hasil wawancaa dengan bapak
Pamali yang masih dipegang teguh generasi tua penganut Marapu pada
kenyataannya tidak berani ditentang generasi pemeluk agama pemerintah. Pamali
itu berupa larangan menebang dan atau membakar pohon besar, terutama yang
terdapat di dalam lokasi Kaliwu. Sebagian besar masyarakat Matakapore masih
percaya bahwa melakukan hal tersebut berarti membunuh leluhur mereka sendiri.
Di sisi lain, larangan itu sejatinya bertujuan untuk menjaga ekosistem Kaliwu
sebagai areal pencegah erosi akibat hempasan hujan serta kekeringan yang dapat
merusak lahan sumber pangan mereka
dinamakan pamali. Pamali itu berupa larangan menebang dan atau membakar
pohon besar, terutama yang terdapat di dalam lokasi Kaliwu. Sebagian besar
membunuh leluhur mereka sendiri. Di sisi lain, larangan itu sejatinya bertujuan
untuk menjaga ekosistem Kaliwu sebagai areal pencegah erosi akibat hempasan
berikut.
hidup yang dinamakan pamali. Pamali itu berupa larangan menebang dan
Kaliwu.
35
(3) Masyarakat masih memelihara pengetahuan tentang bercocok tanam di
Nilai pergaulan hidup misalnya sopan santun (tata krama), budi pekerti,
melibatkan anggota keluarga. Peran kepala keluarga atau laki-laki usia produktif
utama bertani mulai dari persiapan lahan hingga pengelolaan pasca panen. Pada
kondisi ini, kultur patriarki terlihat sangat dominan di masyarakat Sumba. Kultur
ini menempatkan kepala keluarga (laki-laki usia produktif) sebagai orang yang
dalam pengelolaan Kaliwu. Para istri justru memainkan peran penting. Mereka
36
Hanya sebagian kecil saja istri-istri itu yang menyatakan terlibat hanya pada
waktu-waktu tertentu saja dalam bercocok tanam. Lebih jauh lagi, anak-anak
berusia kurang dari 14 tahun diketahui juga turut membantu bertani meski
dapat terlihat dari pengakuan narasumber tersebut. Ini sama halnya dengan para
lansia yang cenderung dibebaskan dari kegiatan pengelolaan lahan. Pada titik ini,
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak kepala desa Daud Horo peran
tidak terlepas dari terjadinya konflik. Konflik merupakan persoalan yang tidak
bisa dihindari dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk hutan, kebun, dan
lahan pertanian. Konflik terjadi karena adanya perbedaan cara pandang terhadap
37
sebuah realitas. Hal itu disebabkan karena adanya kepentingan dan nilai yang
realitas yang sama. Sebuah versi pemaknaan terhadap realitas biasanya sudah
dan nilai pergaulan hidup dalam masyarakat petani di desa Matakapore dapat
38
Berdasarkan hasil wawancara dengan Daud Horo di atas, maka dapat
cara bercocok tanam tradisional yang disebut dengan Kaliwu yang membuat
berkelahi.
lahan.
(2) Dikenal cara bercocok tanam yaitu Kaliwu yang membuat masyaraakt
39
B. Pembahasan
Nilai hidup adalah nilai- nilai yang dianggap penting dalam keberlangsungan
hidup pada masyarakat petani di desa Matakapore. Nilai hidup tersebut berupa
nilai kepercayaan, nilai pandangan hidup, dan nilai pergaulan hidup. Meskipun di
terhadap Marapu tidak dapat bergitu saja punah. Kepercayaan khas daerah
rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-
ukiran dan tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain
hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata. Masyarakat Sumba
terkenal akan budayanya yang masih sangat kental meskipun saat ini telah
Masyarakat petani di desa Matakapore yang mempunyai nilai hidup ini sejalan
dengan pendapat Sudarta (2016:38) yang menyatakan, Nilai hidup adalah wujud
ideal pertama dari kebudayaan. Nilai hidup bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau
difoto, tempatnya di dalam kepala atau di dalam alam pikiran warga masyarakat. Ide-
ide atau gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu
masyarakat dan memberi jiwa pada masyarakat itu. Nilai hidup adalah segala hal
sikap dan tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Bisa terjadi bahwa nilai
hidup itu serupa bagi suatu kelompok masyarakat atau bagi suatu masyarakat,
40
karena mereka telah mengalami proses sosialisasi yang sama dalam kebudayaan
yang sama. Hal ini berarti ada nilai hidup peroranga, nilai hidup suatu kelompok
dan nilai hidup suatu masyarakat. Nilai hidup tersebut tidak nampak, tetapi
tercermin pada tingkah laku seseorang, suatu kelompok atau masyarakat dan
memberikan arah dan bentuk kepada seseorang, kelompok atau masyarakat yang
bersangkutan.
Nilai hidup sangat lambat atau sulit berubah. Isi nilai hidup tersebut, biasanya
hidup, dan nilai pergaulan hidup. Pada masyarakat petani di desa Matakapore
canggih.
Pasola meskipun itu memakan biaya yang besar karena perta panen Pasola
mengenal adanya suatu bentuk pertanian tradisional yang disebut dengan Kaliwu.
Keberadaan Kaliwu dibentuk oleh proses sosial yang menyejarah yang terjadi
pada masyarakat Matakapore. Proses sosial itu berjalan akibat adanya interaksi
sosial yang intensif baik antar sesama warga masyarakat maupun antara
41
masyarakat dengan ekosistem Kaliwu. Interaksi yang demikian ini (manusia
sebuah konstruksi pola pikir terkait pengelolaan Kaliwu yang terwariskan secara
turun temurun dan kemudian menjadi sebuah pengetahuan lokal yang sistemik
dan orisinil.
hidup yang dinamakan pamali. Pamali itu berupa larangan menebang dan
Kaliwu.
merupakan seperangkat norma (tertulis maupun tidak tertulis) yang dibentuk dan
realitas sosial merupakan sebuah entitas yang tersusun atas kaidah-kaidah sosial
tersebut. Terdapat tiga poin penting terkait kaidah-kaidah sosial yang terdapat
42
Kaliwu. Hal tersebut muncul sebagai bentuk ekspektasi masyarakat terhadap
orang tua terutama leluhurnya yang telah mewariskan lahannya untuk dikelola
yang dilakukan oleh tetua tersebut. b) Kaidah sistem pembagian kerja Kultur
Kaliwu. Akan tetapi, uniknya hal tersebut tidak menampik keberadaan perempuan
dewasa atau kaum ibu yang juga merasa bertanggung jawab dalam menunjang
pekerjaan tidak sepenuhnya dibebankan pada kaum ibu, akan tetapi keberadaan
ibu muncul bukan karena paksaan, melainkan bentuk dari tanggung jawab gender.
Sebab pada kenyataanya, kaum ibu yang membantu bertani di Kaliwu tetap
anak-anak yang hanya membantu di Kaliwu pada saat panen dan dalam porsi
pekerjaan yang ringan serta dilakukan di luar jam sekolah, merupakan realitas
tersendiri yang patut pula diperhatikan. Secara tidak langsung, sistem pembagian
43
memerhatikan keberadaan anak sebagai manusia yang patut dilindungi hak-
lahan.
(2) Dikenal cara bercocok tanam yaitu Kaliwu yang membuat masyaraakt
nilai hidup yang dipercayai oleh masyarakat pettani di desa Matakapore adalah
tanam tradisional yang disebut dengan Kaliwu yang membuat masyarakat bekerja
sama dalam pengelolaannya. Jika dalam masyarakat terjadi konflik, maka dapat
lainnya adalah karena tingginya etos kerja masyarakat yang tidak gemar
petani menilai tinggi hidup sama rasa dengan sesama manusia. Ini artinya,
44
masyarakat petani lebih mementingkan hubungan horisontal dari pada hubungan
hubungan baik dengan sesama manusia baik kerabat maupun bukan kerabatnya
masyarakat tidak ke atasm tetapi terungkung dalam dunia kecil, yakni sebatas
Nilai hidup masyarakat petani di desa Matakapore tidak luntur begitu saja
kepercayaan asli Sumba. Arus globalisasi dan informasi yang sifatnya temporal
menerpa semua bidang kehidupan, bukan hanya sains, teknologi dan ekonomi,
tetapi juga orientasi dan nilai budaya yang inovatif, karena konteks budaya dan
sosial politik tidak terpisahkan dari sains, teknologi dan ekonomi. Globalisasi dan
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
memakan biaya yang besar karena perta panen Pasola tersebut merupakan
ajaran Marapu.
46
3. Nilai pergaulan dalam masyarakat Matakapore adalah sebagai berikut:, (a)
(b) Dikenal cara bercocok tanam yaitu Kaliwu yang membuat masyarakat
saling berinteraksi secara harmonis. Dan (c) Ketika ditemui konflik dalam
keluarga.
B. Saran
ditanggulangi.
3. Peneliti selanjutnya
47
DAFTAR PUSTAKA
Miles, Matthew dan Huberman Michael. 2014. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Universitas Indonesia Press
Raho, Bernard SVD. 2016. Sosiologi. Maumere: Seminari Tinggi Santi Paulus
Ledalero
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu
Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Setiadi, Elly M. 2012. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada
Media
Ujan, Bernadus Boli. 2012. Mati dan Bangkit Lagi Dosa dan ritus-ritus
Pemulihan Menurut Orang Lembata. Maumere: Penerbit Ledalero
Referensi Online:
Hidayat, Rahmad. 2015. Pengertian Gobalisasi secara umum dan menurut para
ahli. Diakses online pada 11 Desember 2017 di
http://www.kitapunya.net/2015/12/pengertian-globalisasi-secara-umum-
dan-para-ahli.html
48