Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemuda adalah kaum yang berperan penting dalam kemajuan suatu

bazngsa dan negara. Namun, dalam kenyataannya beberapa permasalahan muncul

akibat peraan pemuda yang tidak berlaku sesuai dengan norma pada masyarakat.

Salah satu contoh adalah tawuran antar pemuda yang terjadi pada 02 Oktober

2017 di Jalan Danau Paniai Utara, Madyopuro. Tawuran terjadi sebab para

pemuda tersebut berada di bawah pengaruh minuman keras sehingga secara tidak

sadar telah menimbulkan keributan. Pemuda yang terlibat tawuran adalah

mahasiswa yang seharusnya menuntut ilmudazn mengerti akan peran dazn

tanggung jawab mereka terhadap lingkungan sosial (Malang Pos, 2017).

Tantangan terbesar bagi gereja dalam mengembangkan kehidupan pribadi

anggota jemaat terkhususnya pribadi kaum muda adalah menciptakan kesadaran

diri dan melakukan pendampingan secara tepat sesuai dengan kebutuhan. Dimana

kaum muda yang tidak memiliki kepribadian yang matang pastilah tidak akan

memberikan sumbangan yang cukup bagi kemajuan gereja. Karena tanpa adanya

kesadaran akan potensi dalam dirinya serta kurangnya kesadaran akan

pertumbuhan gereja, kaum muda kristiani tidak berbeda dari pemuda biasa, yang

hanya mementingkan dirinya sendiri. Sasaran yang akan dicapai melalui

pembinaan kaum muda ialah meliputi terciptanya kepribadian yang kuat, beriman

teguh dan tangguh, memiliki kepekaan dan kepedulian sosial, terhadap sesama

dalam mengarahkan kaum muda lainnya terhadap perubahan pola pikir yang

dilatarbelakangi akibat pengaruh Globalisasi. (Tamba, 2016: 1).

1
Gereja Katolik sebenarnya sudah memiliki ajaran sosial gereja yang

menjadikan dasar dan pegangan bagi umat untuk berkontribusi di kehidupan

sosial dan kemasyarkatan, tetapi ajaran tersebut tidak begitu dikenal oleh umat.

Ajaran Sosial Gereja berisi tentang sikap politik gereja Katolik, gereja Katolik

sebagai institusi tidak boleh terlibat dalam satu partai akan tetapi boleh

menyatakan pandangan, serta menyampaikan ajaran politiknya sebagai

perjuangan bagi kehidupan sosial dan bermasyarakat (Ristianang, 2012:1).

OMK (Orang Muda Katolik) yang menganggap Politik adalah sesuatu yang

“jahat” dan tak boleh untuk di urusi menjadi penyebab tabunya dokumen-

dokumen konsili vatikan yang menjelaska tentang ajaran sosialnya, sehingga

gerak OMK hanya sebatas liturgi-liturgi yang eksklusif dan hanya sedikit yang

mau berkarya keluar gereja. Sebagai contoh kasus rencana perusakan Gua Maria

di Paroki Wedi Jogjakarta, satu jam setelah mendengar kabar rencana perusakan

sekelompok orang muda sudah berjaga-jaga di depan pintu masuk gua. Kelompok

orang muda tersebut ternyata adalah anggota Banser dari NU bukan pemuda

katolik itu sendiri.Sikap tidak peduli OMK menjadi sorotan dalam kongres OMK

KAS 2012 lalu, individualisme kaum muda yang semakin menjadi parasit ditubuh

OMK sendiri menjadi penyebab dari berbagai masalah-masalah sosial. Moral,

kesenjangan sosial, ketidakadilan, nasionalisme, dan kepekaan terhadap

lingkungan adalah anak dari sikap tidak peduli dan acuh OMK (Ristianang,

2012:1).

Peran orang muda katolik dalam keterlaksanaan visi-misi Gereja dalam

menjalankan tugasnya di masyarakat sangat penting. Sebab, orang muda katolik

secara umum memiliki tanggung jawab dalam menjalankan agenda Gereja yan

2
telah menjadi tugas mereka. Orang Muda Katolik secara umum, dituntut secara

aktif untuk menghidupi kegiatan kepemudaan maupun umat. Namun, peran

pemuda dalam organisasi kelompok sering terbentur dengan loyalitas dan totalitas

oran muda dalam keiatan kepemudaan Gereja. Alasan utama permasalahan

tersebut adalah pada pengelolaan waktu dan pencapaian peran sosial dalam

kehidupan bermasyarakatnya. Sehingga, tugas dan perkembanan orang muda

katolik tidak berjalan dengan lancar(Ristianang, 2012: 3).

Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan.

Naluri ini yang mendorongnya untuk selalu menyatkan hidupnya dengan orang

lain dalam kelompok. Naluri berkelompok ini juga yang mendorong manusia

untuk menyatukan dirinya dengan kelompok yang lebih besar dalam kehidupan

manusia lain di sekelilingnya bahkan memdorong manusia menyatu dengan alam

fisiknya (Bungin, 2013:43).

Pemuda memang menjadi suatu ujung tombak bagi negara, begitupun

Organisasi Muda Katolik (OMK) juga menjadi ujung tombak bagi Gereja dan

negara. Perjuangan kaum muda katolik dari awal yang membangun suatu

organisasi pergerakan untuk membela Tanah Air sampai menuju pada

Kemerdekaan dan ikut membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia serta

Gereja Katolik Indonesia. Dengan sejarah Pemuda Katolik kita menjadi mengerti

bahwa kaum muda Katolik saat itu bersusah payah dan jatuh bangun memberikan

kontribusi dan pengabdiannya kepada bangsa Indonesia dan Gereja (Anymous,

2017).

Pergaulan dalam kelompok tersebut mempengaruhi dan menghasilkan

kebiasaan-kebiasaan yang melembaga bagi setiap anggota kelompok, kebiasaan

3
itu menciptakan pola perilaku yang dilakukan terus-menerus. Perilaku yang sdah

terpola-pola itu akan membentuk sikap setiap anggota kelompok. Kebiasaan yang

melembaga, perilaku dan sikap tersebut berjalan secara simultan diantara individu

dan kelompok (Bungin, 2013:48).

Sebagai wadah untuk organisasi pemuda, OMK adalah lembaga yang dinamis

dan mengusung nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat. OMK harus

dapat memfasilitasi rasa ingin tahu anggotanya pada bidang keilmuan, rasa empati

kepada sesama dan kematangan spirital. Sebab, pemuda gereja adalah pemuda

yang sungguh-sungguh menyadari dan meyakini ketergantungannya kepada

Tuhan.

Semangat yang melandasi pergerakan dan perjuangan Pemuda Katolik adalah

Pro Ecclesia Et Patria, yakni membela Gereja dan tanah air. Nilai-nilai yang

mendasari Pemuda Katolik dalam pergerakaannya senantiasa dijiwai oleh nilai-

nilai kekristenan dan disemangati oleh nilai-nilai kebangsaan, sehingga Pemuda

Katolik harus independen dan berorientasi pada pelbagai persoalan sosial

kemasyarakatan serta terikat dalam satu persekutuan dengan Gereja sebagai umat

Allah dalam aktualisasi iman, cinta kasih dan persaudaraan antar seluruh umat

manusia.

Pemuda gereja mempunyai peranan penting dalam pembangunan bangsa,

yaitu dengan membangun manusia seutuhnya. Salah satu peran tersebut adalah

membangun kepedulian pemuda gereja di paroki Ijen Kota Malang. Peran yang

membangun kepedulian tersebut sesuai dengan firman Tuhan dalam Kolose 3:14,

“Kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan

menyempurnakan.”

4
Penelitian tentang OMK telah beberapa kali dilaksanakan, salah satunya

adalah penelitian oleh Yanuas Prihastomo (2010) dengan judul penelitian,

Pemaknaan Orang Muda Katolik (OMK) yang aktif pada kegiatan Gereja (Sebuah

Studi Fenomologi di Paroki Paeran, Keuskupan DIY, Keuskupan Agung

Semarang). Desain penelitian ini bertujuan untuk menetahui proses pemaknaan

orang muda katolik yang aktif ketika berperan pada kegiatan gereja. Peneliti

tertarik terhadap fenomena ini karena adanya suatu dinamika kehidupan yang

menarik. Peneliti ingin mengetahui apa sebenarnya pemaknaan kegiatan gereja

bagi mereka. Mettode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif denan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data diperoleh melalui

wawancara mendalam dengan intrumen utama adalah peneliti sendiri. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pemaknaan Gereja bagi OMK adalah sebagai

proses pembentukan atau pencapaian diri. Jadi, proses pemnbentkan identitas diri

OMK terjadi katena adanya kebutuhan, kesadaran dan keinginan yang

terkombinasi denan sosiohistoris yang unik dan khas dari keluara Kristiani dan

Gereja.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang berlangsung adalah

pada variabel penelitian yaitu pada penelitian terdahulu yang di kaji adalah

pemaknaan pemuda katolik sedangkan pada penelitian yang berlansung adalah

pada peran pemuda katolik dalam Gereja. Perbedaan lain adalah pada jumlah

subyek dan verifikasi data. Pada penelitian terdahulu, subyeknya adalah 3 orang

dan verifikasi data dilakukan dengan proses intersubjective validity, sedangkan

pada penelitian yang dilaksanakan subyeknya adalah 6 orang dengan

menggunakan verifikasi data berupa triangulasi data oleh Miles dan Hubberman.

5
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang berlangsung adalah pada subyek

Orang Muda Katolik dan pada metode penelitian kualitatif yang digunakan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti memiliki ketertarikan dalam

menganalisa peran Organisasi Pemuda Katolik(OMK) dalam masyarakat dengan

judul penelitian, “Peran Organisasi Muda Katolik (OMK) dalam membangun

Kepedulian Pemuda Gereja di Paroki Ijen Kota Malang.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana peran Organisasi Muda Katolik

(OMK) dalam membangun kepedulian pemuda gereja di Paroki Ijen Kota

Malang?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dalam penelitian ini adalah

untuk mendapatkan gambaran objektif tentang peran Organisasi Muda Katolik

(OMK) dalam membangun kepedulian pemuda gereja di Paroki Ijen Kota

Malang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi

pengembangan peran pemuda katolik di gereja. Sehingga Pemuda Katolik

dapat menjawab kebutuhan pemuda melalui pendekatan aktivitas

6
kepemudaan terutama melalui bidang dialok dan kerja sama dengan

organisasi kepemudaan lainnya. Pengembangan Pemuda Katolik lebih

ditekankan menjadi wadah bagi generasi muda untuk beraktivitas dan

bergaul secara bebas dalam pluralitas, sekaligus menjadi wadah bagi

anggota untuk belajar dan mengembangkan diri dalam pluralitas tersebut.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian akan dapat membuat pemuda katolik menjadi

wadah yang menciptakan kebersamaan secara optimal. Sehingga tercipta

perjuangan yang menyatu dan menyeluruh untuk semakin memperkuat

perjuangan pemuda katolik, di satu sisi secara internal dapat memperkuat

kinerja organisai. Koordinasi dan Komunikasi yang semakin baik antar

Pemuda Katolik dengan hirarki serta dalam lingkungan internal katolik

juga menjadi prioritas Pemuda Katolik dalam aktivitasnya. Tuntutan yang

harus di penuhi juga tidak terbatas memberi wawasan namun lebih

peningkatan analisis permasalahan sehingga menumbuhkan kepekaan

sosial dan ketajaman analisis kader Pemuda Katolik.

E. Definisi Istilah

1. Organisasi Muda Katolik (OMK)

Organisasi Muda katolik (OMK) adalah suatu oraganisasi yang

beranggotakan pemuda katolik dan mempunyai misi untuk menjunjung

nilai-nilai kekristenan dan disemangati oleh nilai-nilai kebangsaan,

sehingga Pemuda Katolik harus independen dan berorientasi pada

7
pelbagai persoalan sosial kemasyarakatan serta terikat dalam satu

persekutuan dengan Gereja sebagai umat Allah dalam aktualisasi iman,

cinta kasih dan persaudaraan antar seluruh umat manusia.

2. Peran

Peran adalahperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh

orang yg berkedudukan dl masyarakat. Pengertian peran menurut

Soekanto (2003:243), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan

(status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.

3. Paroki

Paroki adalah komunitas kaum beriman yang dibentuk secara tetap

dengan batas-batas kewilayahan tertentu dalam keuskupan (Gereja

Partikular). Sebagaimana Gereja terutama adalah himpunan umat

beriman, bukan gedung, maka pengertian paroki pun pertama-tama adalah

himpunan orang, bukan sekadar wilayah, walaupun sifat kewilayahan

sebagai aspek yang tetap juga inheren padanya (Kitab Hukum Kanonik

Gereja Katolik, kanon 515 art. 1). Uskuplah yang berwenang mendirikan,

membubarkan atau mengubah Paroki (Kitab Hukum Kanonik kanon 515

art 2). Pada umumnya Paroki bersifat teritorial, bukan personal, bukan

kategorial, di dalam prinsip organisasinya.

4. Gereja Ijen Kota Malang

Gereja Ijen merupakan salah satu gereja Katolik yang terkenal dan berada

di pusat Kota Malang. Alamat resminya berada di Jalan Guntur 2 Malang,

tetapi karena berada tepat di sudut jalan yang berdekatan dengan Jalan Ijen

8
sehingga banyak yang menyebutnya sebagai Gereja Ijen. Awalnya gereja ini

bernama Theresiakerk atau Gereja Santa Theresia. Baru pada tahun 1961,

gereja ini berganti nama menjadi Gereja Santa Perawan Maria dari Gunung

Karmel. Gereja Ijen merupakan bangunan sejarah dengan arsitektur yang

menarik untuk dikunjungi. Gereja yang terletak di kawasan dulunya

merupakan kompleks pemukiman orang Belanda di Kota Malang. Gereja ini

pernah direnovasi pada 27 Juli 2002. Di wilayah Paroki Kathedral Santa

Theresia kemudian didirikan sekolah dasar berbahasa Belanda (HIS) di Jalan

Semeru, Sekolah Dasar ‘Ongko Loro’ (Inlandsche Schoolen 2e Klasse) di

Betek pada tahun 1930, Taman Kanak-kanak (Frobelschool) dan SD Santa

Ursula di Jalan Panderman dan tahun 1936 didirikan AMS (Algemeene

Middelbare School) Santa Albertus (Dempo) di Jalan Talang.

9
BAB II

KAJIAN TEORI

A. OMK (Orang Muda Katolik)

1. Pengertian OMK

Untuk mengerti dan memahami kaum muda kita perlu mengetahui siapa

yang termasuk kaum muda dan apa batasan-batasannya, sehingga kita bisa

memberikan pembinaan itu sejak usia dini. Dari berbagai pendapat, yang

dimaksud kan dengan kaum muda adalah orang yang berada pada rentan umur 11-

25 tahun. Ada juga pendapat yang memberikan rentan waktu yang berbeda, antara

umur 13-30 tahun. Biasa juga disebutkan bahwa remaja adalah orang / anak yang

masih duduk antara bangku SMP sampai SMA / perguruan tinggi. Namun,

definisi ini terkadang terkendala dengan kenyataan bahwa ada pernikahan usia

dini, yaitu remaja yang telah menikah diusia muda mereka (antara 17-20 tahun)

karena dilatar belakangi oleh alasan tertentu. Maka, untuk itu perlu ditambahkan

juga bahwa rentan umur remaja adalah termasuk mereka yang belum menikah,

yaitu rentan umur antara 13-30 tahun (Anymous, 2016).

Yang dimaksud dengan OMK menurut Pedoman Karya Pastoral Kaum

Muda (PKPKM) yang dikeluarkan Komisi Kepemudaan KWI adalah mereka

yang berusia 13 s.d. 35 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan

situasi dan kebiasaan masing-masing daerah. OMK mencakup jenjang usia

remaja, taruna dan pemuda. Mudika, dikenal juga dengan nama OMK. singkatan

dari Muda-mudi Katolik, adalah istilah yang dipergunakan untuk menyebut

komunitas Katolik muda yang ada di suatu teritori tertentu, baik itu lingkungan,

wilayah, stasi, atau paroki.

10
Ada tiga ciri orang muda katolik : Jati Diri, Ketidakpastian, Hubungan-

Hubungan. Jati Diri: OMK dipanggil untuk menjadi dirinya sendiri, yaitu menjadi

diri sendiri seperti yang dikehendaki Tuhan. Hanya dengan mengetahui jati

dirinya sesuai yang dikehendaki Tuhan, maka OMK bisa membangun dunia dan

handal. Meminjam kata-kata Santa Katharina dari Siena (1347-1380), “Be who

God meant you to be and you will set the world on fire”.

Orang muda dalam hal ini merupakan orang muda yang termasuk dalam

remaja madya (middle adolescence) dan remaja akhir (late adolescence) yaitu

yang berusia 15-24 tahun. Orang muda ini memiliki karakter tersendiri dalam

berinteraksi sosial yaitu:

(a) Teman-teman sesama remaja memegang peranan utama dalam

interaksi sosial remaja, sehingga tidak jarang sampai terjadi ikatan

emosioal yang kuat di antara mereka

(b) Remaja cenderung memiliki sifat senang berkumpul/berkelompok

dengan sesamanya, suasana ramai, santai, dan tidak terikat

(c) Mulai berusaha untuk bergaul dan mengenal lebih dekat lawan jenis

seusianya

(d) Kecenderungan untuk bertindak ekstrim baik secara individu

maupun berkelompok untuk menunjukkan eksistensinya pada

masyarakat umum.

(e) Dalam interaksi sosial, mereka memiliki tujuan yang sama yaitu

samasama mengarah pada pengembangan diri/memperluas wawasan

dan pengalaman hidup. Dalam proses interaksi sosial walaupun

11
mereka cenderung terbuka pada hal-hal baru dan masyarakat umum

tetapi tetap menginginkan penghargaan terhadap privasinya.

Sebelum disebut dengan OMK dipakai istilah mudika, dipergunakan

nama Seksi Muda-mudi, atau Seksi Kepemudaan Paroki (SKP). Istilah Mudika

muncul sekitar tahun 1974 dan pertama kali dipakai di Keuskupan Bogor untuk

menamai gerakan Katolik muda yang berbasis teritori Gereja. Istilah ini menjadi

umum dan dipakai di seluruh Indonesia. Sejak munculnya UU Keormasan No. 5

tahun 1985, peran Mudika menguat menggantikan peran Pemuda Katolik

sebelumnya. Pada tahun 2004 Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Jakarta

memunculkan istilah baru, OMK, Orang Muda Katolik. Nama ini kemudian

meluas dan diteguhkan dalam Pertemuan Nasional (PERNAS) OMK 2005

menjadi pengganti Mudika. Namun sampai dengan saat ini, kedua istilah masih

dipakai bergantian, sesuai dengan pilihan masing-masing komunitas Katolik muda

itu sendiri.

Pembinaan dan pendampingan kaum muda sangatlah penting, mengingat

bahwa kaum muda masih membutuhkan akan hal tersebut. Belum banyak kaum

muda yang secara mandiri melibatkan diri dan membangun suatu tanggung jawab

tertentu. Pembinaan dan pendampingan sifatnya membantu, artinya melalui

pembinaan dan pendampingan yang berdaya guna diharapkan kaum muda mampu

memiliki pribadi yang matang di tengah-tengah pengaruh Era Globalisasi. Tanpa

adanya pembinaan kecil yang dilakukan oleh gereja, kemungkinan besar kaum

muda sulit untuk menemukan jati diri mereka yang seungguhnya. Yang pada

akhirnya akan menjadi landasan bagi dirinya untuk membangun masa depan

gereja. Tujuan pembinaan kaum muda ialah untuk mengembangkan diri mereka

12
agar berperan aktif, tanggap, bertanggung jawab serta mampu memahami kondisi

saat yang ada saat ini.

Pembinaan kaum muda haruslah meliputi seluruh aspek kehidupan.

Artinya, seluruh aspek kehidupan dalam diri kaum muda, haruslah didasarkan atas

iman dan kematangan kepribadian sebagai suatu pribadi yang utuh dan

bertumbuh. Pembinaan ini merupakan suatu wadah bagi gereja sekaligus langkah

awal bagi pelayanan yang dilakukan oleh gereja dalam mengarahkan kaum muda

untuk terhindar dari pengaruh Era Globalisasi yang berlandaskan atas dasar Iman.

Berlandaskan Iman, berarti menempatkan iman sebagai pusat dan dasar, serta

sumber motivasi dan inspirasi dalam seluruh karya pelayanan pastoral terhadap

kaum muda. Selain itu, dapat dipahami pelayanan ini juga menyangkut seluruh

aspek kepribadian yang berarti menyentuh seluruh kematangan diri, yang meliputi

aspek psikologis, intelektual danspiritual.

Sasaran yang akan dicapai melalui pembinaan kaum muda ialah meliputi

terciptanya kepribadian yang kuat, beriman teguh dan tangguh, memiliki

kepekaan dan kepedulian sosial, terhadap sesama dalam mengarahkan kaum muda

lainnya terhadap perubahan pola pikir yang dilatarbelakangi akibat pengaruh

Globalisasi. Untuk itu, sangatlah perlu dipahami secara mendasar akan dampak

dan akibat apabila pewaris gereja dalam hal ini kaum muda belum mampu

diarahkan oleh gereja sesuai dengan komitmen yang ada dalam pandagan gereja.

Setelah melihat bagaimana pengaruh globalisasi dalam diri kaum muda, pada

bagian ini berikutnya sangatlah perlu dipahami bagaimana peran gereja dalam

membangun kaum muda dari segala realitas hidup yang mereka alami di tengah

dunia modern. Pemahaman dasar terhadap gereja sebagai lembaga penanaman

13
iman terhadap umat manusia (kaum muda) haruslah di dipahami secara baik.

Dimana dalam hal ini gereja berperan untuk mengarahkan manusia (kaum muda)

dalam menghayati nilai-nilai iman akan ajaran Tuhan terlebih agar mereka

mampu memahami efek globalisasi dengan baik. Dengan kata lain, peran gereja

sangatlah dibutuhkan sebagai penghubung kepada Allah demi terciptanya sebuah

persatuan melalui firman yang disampaikan kepada umat terkhusus bagi kaum

muda agar mampu menghadapi pengaruh era globalisasi yang semakin jelas

terlihat.

Oleh karena itu, dalam pendampingan terhadap kaum muda ada tiga hal

yang perlu diperhatikan, antara lain: pertama “aktivitas pendampingan terhadap

kaum muda bukan hanya sekadar menciptakan kaum muda yang mampu

berinteraksi dengan orang lain, tetapi yang paling terpenting ialah, kaum muda

mampu mengetahui serta sadar akan latar belakang pengetahuannya sendiri”.

Karena hanya dengan cara demikian, kaum muda akhirnya mampu secara

signifikan memahami segala sesuatu yang berkaitan terhadap aktivitas globalisasi.

Kedua “pendampingan bukan hanya sekadar memuaskan keingintahuan, tetapi

lebih pada pengembangan daya pikir, daya kreatif kaum muda itu sendiri”. Ketiga

“pendampingan bukan hanya sekadar sebagai suatu media untuk membantu kaum

muda dalam hal mengenal dan memahami, tetapi bagaimana kaum muda itu

sendiri sebagai harapan Gereja dan masyarakat menjadi orang yang mamp

berperan dalam mengarahkan kaum muda lainnya terhadap perkembagan

globalisasi.

14
2. Ciri-Ciri OMK

Ada tiga ciri orang muda katolik : Jati Diri, Ketidakpastian, Hubungan-

Hubungan. Jati Diri: OMK dipanggil untuk menjadi dirinya sendiri – yaitu

menjadi diri sendiri seperti yang dikehendaki Tuhan. Hanya dengan mengetahui

jati dirinya sesuai yang dikehendaki Tuhan, maka OMK bisa membangun dunia

dan handal. Meminjam kata-kata Santa Katharina dari Siena (1347-1380), “Be

who God meant you to be and you will set the world on fire”.

Namun, orang muda masa kini, tak terkecuali di tempat kita, sedang

mengalami ketimpangan biologis-psikososial. Kebutuhan untuk meningkatkan

pendidikan dan pelatihan telah memperpanjang masa muda mereka, dan menunda

masa “mentas” mereka. Di alam pedesaan tradisional pemuda dinyatakan lulus

dari remaja ke dewasa dengan pernikahan dini. Sekarang orangtua diharapkan

untuk merawat orang dewasa muda lebih lama lagi. Sementara itu perbaikan diet

dan kondisi lingkungan yang lebih baik telah mengakibatkan pubertas awal. Jadi,

anak-anak secara biologis siap untuk menikah lebih awal daripada di masa lalu,

namun kini mereka harus menunda pernikahan karena alasan psikososial. Ada

ketimpangan antara perkembangan biologis yang lebih cepat dan kematangan

psikososial yang lebih lambat. Pengenalan Jati diri menjadi makin susah dalam

situasi ini.

Ketidakpastian: Dari sisi sosio-ekonomi, Umat Katolik Indonesia terbagi

menjadi dua: sekitar separuh menikmati kesejahteraan yang membuat mereka

gampang meraih apa yang mereka inginkan, dan separuh masih berjuang untuk

meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Bagi Orang Muda Katolik (OMK) dari

kalangan kaum beruntung, sering ada beberapa pilihan pekerjaan yang bermanfaat

15
bagi mereka. Bagi OMK yang dari kalangan kurang beruntung, hampir tidak ada

pilihan sama sekali. Setengah pengangguran atau pindahpindah kerja (bekerja

tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajari) mengalami peningkatan jumlah. Bagi

kebanyakan OMK, wajah mereka menampakkan ketidakpastian masa depan.

Hubungan-Hubungan: Sementara OMK masih bergulat dengan jati diri yang tak

kunjung jelas, dan berjuang mendapatkan pekerjaan, maka OMK harus belajar

membangun relasi antar-pribadi dalam keluarga, teman sebaya dan menemukan

jodoh atau panggilan hidup (mau pacaran dan menikah, atau melajang, atau

selibat demi Kerajaan Allah?). Suatu relasi-relasi yang membelit mereka dan bisa

membingungkan jika tidak didampingi secara bijaksana. Mereka membutuhkan

relasi yang bermakna, bukan hanya “just for fun” maupun main-main.

Menurut pastor Stabu, orang muda katolik (OMK) itu selalu ceria dan

senang mencari persahabatan. Sependapat dengan pastor Staba, menurut pastor

Adi, ciri orang muda katolik adalah memiliki banyak teman atau bersahabat dan

selalu riang dimanapun dia berada.

3. Bentuk-Bentuk Peningkatan Keaktifan OMK dalam Gereja

Ada beberapa bentuk-bentuk peningkatan keaktifan OMK dalam

menggereja sebagai berikut:

a) Pembinaan Rohani-Spiritual

Beberapa pembinaan Rohani – Spritual dapat dilakukan melalui :

(1) Doa Lingkungan

Doa lingkungan adalah doa yang dilakukan oleh umat

Katolik yang berada di sebuah lingkungan Katolik, yang biasanya

dilaksanakan di rumah-rumah secara bergiliran. Doa lingkungan

16
dapat berupa ibadat sabda, sharing Kitab Suci dan devosi-devosi

kepada orang kudus, terutama devosi kepada Bunda Maria dalam

doa rosario. Doa lingkungan juga dapat bermanfaat sebagai wadah

pertemuan antarumat, untuk membentuk suatu persaudaraan kasih.

Persaudaraan ini mesti berlandaskan pada ajaran Yesus Kristus

yang tampak jelas dalam Injil. Orang Muda Katolik, sebagai

anggota Gereja, diharapkan terlibat aktif dalam doa lingkungan ini.

Melalui doa lingkungan, mereka dapat merasakan suasana hidup

persaudaraan Gereja, yang mengikat mereka dalam cinta. Dengan

demikian, Orang Muda Katolik merasa bahwa mereka juga

memiliki tugas dan panggilan yang sama dengan anggota Gereja

yang lain. Mereka merasa diterima dan dihargai oleh Gereja dan

dengan demikian mereka terpanggil untuk secara aktif terlibat

dalam berbagai kegiatan Gereja.

(2) Retret dan Rekoleksi

Istilah “retret” dari bahasa Inggris “retreat” yang berarti

“mundur”, atau “mundurnya”, atau “tempat pengasingan diri”.

Istilah “retret yang banyak dikenal oleh gereja diambil dari bahasa

Perancis yang mempunyai makna yang sama, yaitu “La retraite”,

artinya : pengunduran diri, menyepi, dan menjauhkan diri dari

kesibukan sehari-hari. Dari istilah-istilah di atas maka dapat

disimpulkan bahwa retret berarti mengundurkan diri,

mengasingkan diri, menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari di

suatu tempat yang tenang dan aman untuk secara khusus

17
membaktikan diri dalam perenungan religius, jauh dari rutinitas

sehari-hari (Sukoco,2009: 22).

Tujuan asli dari retret merupakan latihan rohani, exercitia

spiritualia atau spiritual exercises. Dengan latihan rohani maka

akan menjaga kesehatan rohani sehingga bebas dari segala penyakit

jiwa, yang membuat manusia tidak mampu hidup menurut potensi

rohani yang paling tinggi. Penyakit jiwa berupa akibatakibat dosa

dalam diri manusia, kecendrungan-kecendrunan jahat dalam hati

dan semangat-semangat jahanam (Galatia bab 5: 19-21). Dengan

mengadakan retret untuk menjaga kesegaran rohani umat Kristiani

sehingga terbuka dan tanggap terhadap karya cinta kasih Allah dan

siap untuk mengikuti bimbingan-Nya. Retret juga membuat umat

kristiani semakin cakap dalam praktek kegiatan rohani seperti doa-

doa, pemeriksaan batin, refleksi renungan, meditasi, kontemplasi,

samadi, dan lain-lain, dan semakin mampu menikmati pekara-

pekara rohani, seperti: sikap-sikap Injili, keutamaan-keutamaan,

penerangan-penerangan rohani dan pengalaman-pengalaman

spiritual (Mangunhardja, 2009:9).

Berdasarkan pendapat di atas, tujuan retret adalah untuk

mencapai “kesehatan” rohani Orang Muda Katolik,sehingga

mampu menghayati hidup dan panggilannnya sesuai dengan

potensi rohani secara optimal, mengenal diri secara lebih utuh dan

berani serta mengadakan pertobatan. Berdasarkan pengalamannya,

Romo Paul Suparno, SJ menyebut empat tujuan yang kebanyakan

18
ingin dicapai dalam retret (terutama remaja), antara lain: Pertama,

merasakan dan menyadari kasih Tuhan dalam hidup sehari-hari,

kedua, mengenal diri sendiri secara lebih mendalam, ketiga,

merasakan kasih persaudaraan bersama dengan saudara-saudari

seiman dan keempat, memperoleh kebahagiaan hidup yang lebih

optimis sehingga berani mengasihi orang lain. Retret juga

bertujuan mengisi kehidupan dengan hal-hal rohani agar lebih

dibatinkan dan agar panggilan kita sebagai anak-anak Allah lebih

kentara dalam kehidupan nyata. Rekoleksi juga bertujuan melatih

kemampuan Orang Muda Katolik untuk mengenal, menyadari

kasih, karya dan panggilan serta sikap dan tanggapan pribadi

mereka, sehingga iman mereka semakin matang, serta dapat

menghayati tugas panggilan mereka secara penuh tanggung jawab,

semangat, gembira dan tangguh. Melalui rekoleksi, Orang Muda

Katolik dibawa ke alam refleksi perihal kehidupan pribadi. Mereka

diharapkan mampu mengolahdiri, dengan mengumpulkan berbagai

pengalaman harian, baik yang menggembirakan maupun yang

menyedihkan; dan akhirnya menyerahkan berbagai “beban” dan

kebahagiaan serta harapan kepada Allah. Mereka mesti

memandang hidup ini sebagai anugerah Tuhan yang harus

disyukuri. Oleh karena itu, sikap doa, kontemplasi dan refleksi atas

Sabda Allah mesti menjadi tindakan wajib bagi Orang Muda

Katolik.

19
(3) Kemah Rohani

Melalui kemah rohani, Orang Muda Katolik dapat

merasakan kasih Tuhan lewat alam ciptaan. Mereka menyadari

bahwa cinta Tuhan tidak terbatas pada satu lingkungan hidup saja,

melainkan dalam berbagai dimensi hidup manusia, yakni alam

semesta. Kesadaran bahwa manusia adalah “gambar Allah” atau

“citra Allah”, hendaknya juga menjadi kesadaran bagi Orang Muda

Katolik dalam upaya mereka untuk mencintai alam sekitar.

Kesadaran ekologis ini membantu Orang Muda Katolik agar

memiliki rasa tanggung jawab terhadap kehidupan bersama dan

kehidupan alam semesta. Dengan demikian, merekamenjadi

pelayan dalam keterarahannya kepada Allah, pencipta dan sumber

segala yang ada di dunia.

(4) Latihan Koor atau Latihan Lagu-Lagu Gereja

Orang Muda Katolik perlu juga diperkenalkan oleh para

katekis dengan lagu-lagu rohani Gereja, agar mereka semakin

menaruh perhatian kepada hal-hal yang spiritual; dan dengan

demikian, mereka merasakan kedekatan yang akrab dengan Tuhan

dan Gereja. Dewasa ini, ada gejala bahwa Orang Muda Katolik

lebih menyukai lagu-lagu profan (duniawi) ketimbang lagu-lagu

rohani. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh teknologi, terutama

kemajuan dalam bidang seni suara, yang lebih menomorsatukan

lagu-lagu profan yang mampu menggugah perasaan kaum muda,

20
daripada lagu-lagu yang bernada spiritual, yang bisa menghantar

manusia kepada Allah. Kecintaan terhadap lagu-lagu rohani Gereja

merupakan sebuah pertanda bahwa Orang Muda Katolik memiliki

kesadaran spiritual, berupa kemauan untuk senantiasa mencari

kehendak Allah. Di samping itu, latihan koor atau latihan lagu-lagu

rohani Gereja juga bertujuan untuk mengajarkan Orang Muda

Katolik perihal bagaimana membaca not secara lebih baik dan

tepat. Kiranya melalui latihan ini, mereka tidak merasa asing

terhadap lagu-lagu rohani Gereja dan not-not yang terdapat dalam

lagu.

B. Peran

Pengertian peran menurut Soekanto (2003:243), yaitu peran merupakan

aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.

Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang telah

ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif

dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam

penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement,

yaitu penegakan hukum secara penuh.

Peranan adalah suatu rangkaian prilaku yang teratur, yang ditimbulkan

karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya suatu kantor yang mudah

dikenal. Kepribadian seseorang barangkali juga amat mempengaruhi bagaimana

peranan harus dijalankan. Peranan timbul karena seseorang memahami bahwa ia

bekerja tidak sendirian. Mempunyai lingkungan, yang setiap saat diperlukan

21
untuk berinteraksi. Lingkungan itu luas dan beraneka macam, dan masing-masing

akan mempunyai lingkungan yang berlainan. Tetapi peranan yang harus

dimainkan pada hakekatnya tidak ada perbedaan (Thoha, 2012:10).

Merton dalam Raho (2007 : 67) mengatakan bahwa peranan didefinisikan

sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang

menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-

set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-

hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-

status sosial khusus.

Wirutomo (1981 : 99 – 101) mengemukakan pendapat David Berry bahwa

dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan

menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang

dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang

dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan social tertentu. Peranan

ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan

untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di

dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain.

Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam

harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang

peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan

yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-

orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau

kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat

22
dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat

dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

Menurut David Berry (2003:105), mendefenisikan peranan sebagai

harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial

tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial

dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan itu ditentukan oleh norma-

norma didalam masyarakat. Dalam peranan itu terdapat dua harapan yaitu harapan

yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang

yang menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Dari pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa peran adalah prilaku yang ditunjukkan oleh

seseorang karena kewajibannya dari jabatan atau pekerjaannya.

Menurut Rivai (2004: 148), peranan diartikan sebagai perilaku yang diatur

dan diharapkan seseorang dalam posisi tertentu. Selanjutnya menurut Ali (2000:

148) peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian yang memegang pimpinan yang

terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.

Menurut Soekanto (2003:213) peranan mencakup dalam tiga hal yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan. Norma-norma tersebut secara sosial di kenal

ada empat meliputi :

a. Cara (Usage); lebih menonjol di dalam hubungan antarindividu dalam

masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tak akan mengakibatkan

23
hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu

yang dihubunginya.

b. Kebiasaan (folkways), sebagai perbuatan yang berulang-ulang dalam

bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai

perbuatan tersebut.

c. Tata kelakuan (mores), merupakan cerminan sifat-sifat yang hidup dari

kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara

sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-

anggotanya.

d. Adat istiadat (custom), merupakan tata kelakuan yang kekal serta kuat

integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkatkan

kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat (Soekanto,

2003:174).

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peranan

adalah suatu komplek penghargaan seseorang terhadap cara menentukan sikap dan

perbuatan dalam situasi tertentu berdasarkan atas kedudukan sosial tertentu. Di

dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari

masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang

peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap

masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam

24
menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan David

Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat

sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling

berhubungan.

C. Kepedulian

Kata peduli memiliki makna yang beragam. Banyak literatur yang

menggolongkannya berdasarkan orang yang peduli, orang yang dipedulikan dan

sebagainya. Oleh karena itu kepedulian menyangkut tugas, peran, dan hubungan.

Kata peduli juga berhubungan dengan pribadi, emosi dan kebutuhan (Tronto

dalam Phillips, 2007:19). Tronto (1993:9) mendefinisikan peduli sebagai

pencapaian terhadap sesuatu diluar dari dirinya sendiri. Peduli juga sering

dihubungkan dengan kehangatan, postif, penuh makna, dan hubungan (phillips,

2007:21).

Swanson (1991:12) mendefinisikan kepedulian sebagai salah satu cara

untuk memelihara hubungan dengan orang lain, dimana orang lain merasakan

komitmen dan tanggung jawab pribadi. Noddings (2002:11) menyebutkan bahwa

ketika kita peduli dengan orang lain, maka kita akan merespon positif apa yang

dibutuhkan oleh orang lain dan mengeksresikannya menjadi sebuah tindakan.

Menurut Bender (2003:4) kepedulian adalah menjadikan diri kita terkait

dengan orang lain dan apapun yang terjadi terhadap orang tersebut. Orang yang

mengutamakan kebutuhan dan perasaan orang lain daripada kepentingannya

sendiri adalah orang yang peduli. Orang yang peduli tidak akan menyakiti

perasaan orang lain. Mereka selalu berusaha untuk menghargai, berbuat baik, dan

25
membuat yang lain senang. Banyak nilai yang merupakan bagian dari kepedulian,

seperti kebaikan, dermawan, perhatian, membantu, dan rasa kasihan. Kepedulian

juga bukan merupakan hal yang dilakukan karena mengharapkan sesuatu sebagai

imbalan.

May (dalam leininger 1981:6) mendefinisikan kepedulian sebagai perasaan

yang menunjukkan sebuah hubungan dimana kita mempersoalkan kehadiran

orang lain, terdapat hubungan pengabdian juga, bahkan mau menderita demi

orang lain. Dedication, mattering, dan concern menjadi elemen-elemen penting

dalam kepedulian. Kepedulian bermula dari perasaan, tetapi bukan berarti hanya

sekedar perasaan. Kepedulian mendorong perilaku muncul sebagai wujud dari

perasaan tersebut. Ketika sesuatu terjadi maka kita rela memberikan tenaga, agar

yang baik dan positiflah yang terjadi pada orang yang kita pedulikan. Kepedulian

atau memperdulikan itu meminta perasaan berubah ke dalam bentuk perilaku.

Perilaku dan perasaan tersebut tentunya berdasarkan pemikiran. Perasaan dari

kepedulian tersebut bukanlah tanpa pemikiran, tapi justru sebaliknya perasaan itu

juga berdasarkan pertimbangan. Heidegger (dalam leininger 1981) mengatakan

bahwa kepedulian merupakan “sumber dari kehendak”. Menurut heidigger,

kehendak itulah yang mendorong kekuatan hidup dan kepedulian adalah

sumbernya. Peduli merupakan fenomena dasar dari eksistensi manusia termasuk

dirinya sendiri, dengan kata lain jika kita tidak peduli, maka kita akan kehilangan

kepribadian kita, kemauan kita dan diri kita.

Leininger (1981:9) menyimpulkan bahwa kepedulian adalah perasaan

yang ditujukan kepada orang lain, dan itulah yang memotivasi dan memberikan

kekuatan untuk bertindak atau beraksi, dan mempengaruhi kehidupan secara

26
konstruktif dan positif, dengan meningkatkan kedekatan dan self actualization

satu sama lain. Leininger (1981) mengusulkan ada empat tahap dari kepedulian,

attachment, assiduity, intimacy dan confirmation. Masing-masing tahap dicapai

dengan memenuhi tugas kebutuhan secara baik. Kepedulian menjadi tidak

berfungsi atau terhambat, apabila satu atau lebih kebutuhan tidak tepenuhi.

Menurut Boyatzis dan Mckee (2005:12), kepedulian merupakan wujud

nyata dari empati dan perhatian. Ketika kita bersikap terbuka kepada orang lain,

maka kita dapat menghadapi masa-masa sulit dengan kreativitas dan ketegaran.

Empati mendorong kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Empati akan

muncul ketika kita memulai rasa ingin tahu kita terhadap orang lain dan

pengalamanpengalaman mereka. Kemudian empati itu akan diwujudkan ke dalam

bentuk tindakan. Kepedulian didasarkan pada hasrat secara penuh untuk membina

ikatan dengan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun

bagaimanapun cara terbaik untuk memahami apa itu kepedulian adalah dengan

cara meihat bagaimana kepedulian tersebut dipraktikan. Kepedulian juga dapat

didefenisikan sebagai sesuatu yang memiliki tiga komponen, yaitu:

1) Pemahaman dan empati kepada perasaan dan pengalaman orang lain

2) Kesadaran kepada orang lain

3) Kemampuan untuk bertindak berdasarkan perasaan tersebut dengan

perhatian dan empati.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepedulian

merupakan cara memelihara hubungan dengan orang lain yang bemula dari

perasaan dan ditunjukkan dengan perbuatan seperti memperhatikan orang lain,

bebelas kasih, dan menolong.

27
D. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian tentang kepedulian pemuda telah banyak dilakukan.

Sebaai bahan referensi, peneliti mengnakan penelitian oleh Yanuas Prihastomo

(2010) dengan judul penelitian, Pemaknaan Orang Muda Katolik (OMK) yang

aktif pada kegiatan Gereja (Sebuah Studi Fenomologi di Paroki Paeran,

Keuskupan DIY, Keuskupan Agung Semarang). Desain penelitian ini bertujuan

untuk menetahui proses pemaknaan orang muda katolik yang aktif ketika berperan

pada kegiatan gereja. Peneliti tertarik terhadap fenomena ini karena adanya suatu

dinamika kehidupan yang menarik. Peneliti ingin mengetahui apa sebenarnya

pemaknaan kegiatan gereja bagi mereka. Mettode penelitian yang digunakan

adalah metode penelitian kualitatif denan pendekatan deskriptif. Pengumpulan

data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan intrumen utama adalah

peneliti sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaknaan Gereja bagi

OMK adalah sebagai proses pembentukan atau pencapaian diri. Jadi, proses

pemnbentkan identitas diri OMK terjadi katena adanya kebutuhan, kesadaran dan

keinginan yang terkombinasi denan sosiohistoris yang unik dan khas dari keluara

Kristiani dan Gereja.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang berlangsung adalah

pada variabel penelitian yaitu pada penelitian terdahulu yang di kaji adalah

pemaknaan pemuda katolik sedangkan pada penelitian yang berlansung adalah

pada peran pemuda katolik dalam Gereja. Perbedaan lain adalah pada jumlah

subyek dan verifikasi data. Pada penelitian terdahulu, subyeknya adalah 3 orang

dan verifikasi data dilakukan dengan proses intersubjective validity, sedangkan

28
pada penelitian yang dilaksanakan subyeknya adalah 6 orang dengan

menggunakan verifikasi data berupa triangulasi data oleh Miles dan Hubberman.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang berlangsung adalah pada subyek

Orang Muda Katolik dan pada metode penelitian kualitatif yang digunakan.

Penelitian kedua adalah penelitian oleh Oktavianus Jeffrey Budiarto

(2013) dengan judul penelitian, “Peranan Sekolah Katolik dalam

Mengembangkan Kepedulian Sosial Remaja Usia SMA.” Tujuan penelitian ini

adalah untuk, 1)mampu memahami tentang arti sekolah katolik dan kepedulian

sosial, 2) mampu memahami peranan sekolah Katolik dalam usaha

mengembangkan kepedulian sosial, dan 3) menunjukkan peranan Sekolah Katolik

terhadap perkembangan kepedulian sosial remaja usia SMA.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif denan

pendekatan deskriptif. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam

dengan intrumen utama adalah peneliti sendiri.

E. Kerangka Berpikir

Peran orang muda katolik dalam keterlaksanaan visi-misi Gereja dalam

menjalankan tugasnya di masyarakat sangat penting. Sebab, orang muda katolik

secara umum memiliki tanggung jawab dalam menjalankan agenda Gereja yan

telah menjadi tugas mereka. Orang Muda Katolik secara umum, dituntut secara

aktif untuk menghidupi kegiatan kepemudaan maupun umat. Namun, peran

pemuda dalam organisasi kelompok sering terbentur dengan loyalitas dan

totalitas oran muda dalam keiatan kepemudaan Gereja. Alasan utama

permasalahan tersebut adalah pada pengelolaan waktu dan pencapaian peran

29
sosial dalam kehidupan bermasyarakatnya. Sehingga, tugas dan perkembanan

orang muda katolik tidak berjalan dengan lancar(Ristianang, 2012: 3).

Pergaulan dalam kelompok tersebut mempengaruhi dan menghasilkan

kebiasaan-kebiasaan yang melembaga bagi setiap anggota kelompok, kebiasaan

itu menciptakan pola perilaku yang dilakukan terus-menerus. Perilaku yang sdah

terpola-pola itu akan membentuk sikap setiap anggota kelompok. Kebiasaan yang

melembaga, perilaku dan sikap tersebut berjalan secara simultan diantara individu

dan kelompok (Bungin, 2013:48).

Karakter dasar dari orang muda adalah ada kemauan berkembang, keberanian

untuk bertindak sebagai pembaharu yang original, berbeda dari yang lainnya.

Daya cipta, kreativitas, dan idealisme tinggi terhadap keyakinannya, keberanian

untuk tampil beda, kebutuhan akan pujian dan perhatian, kekuatan fisik yang

masih prima, dan semangat kejujuran serta kesetiaan terhadap sesuatu yang

diyakininya. Orang muda lelaki diidentikkan dengan ketangguhan yang maskulin,

mandiri, kuat, dan gesit. Sedangkan orang muda perempuan diidentikkan dengan

feminitas, cantik, ramah, bersih, dan lembut. Karakter orang muda terbentuk

dipengaruhi oleh budaya/tradisi kolektif, hal-hal yang bersifat hereditas, kebiasaan

dalam keluarga, kematangan berpikir dan bersikap dalam keluarga maupun

masyarakat setempat. Kehadiran masyarakat seharusnya dapat menjadikan orang

muda yang berkarakter mau berbagi dengan mengikuti kegiatan yang ada di dalam

masyarakat. Oleh karena itu sangat penting adanya public space, public activity,

public relation yang dapat mendorong komunikasi berbagai lapisan generasi. Pada

prinsipnya, orang muda lebih menyukai hal-hal yang bersifat praktis, simple, dan

30
tidak berbelit-belit tetapi menantang. Sebab tantangan mampu membuat mereka

termotivasi dan menjadi lebih hidup (Mutiarsih, dkk, 2007).

Pemuda gereja mempunyai peranan penting dalam pembangunan bangsa,

yaitu dengan membangun manusia seutuhnya. Salah satu peran tersebut adalah

membangun kepedulian pemuda gereja di paroki Ijen Kota Malang. Secara

sederhana jalannya penelitian adalah sebagai berikut:

Orang Muda Katolik


(OMK)

Peran Kepedulian

Sosial Masyarakat Sesama anggota OMK

KESIMPULAN

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Untuk menganalisis peranOMK dalam membangun kepedulian pemuda

gereja di paroki Ijen Kota Malang peneliti menggunakan teori peran oleh

Soerjono Soekanto. Teori tersebut menyatakan peran merupakan aspek dinamis

kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Dari hal diatas lebih

31
lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya

disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya

dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan hukum

mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan

hukum secara penuh (Soekanto, 2013:243).

32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan

Pendekatan (approach) adalah cara “mendekati” objek sehingga karya

budaya, sebagai struktur makna dpat diungkapkan secara jelas (Ratna, 2010:45).

Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah menganalisa tentang peran OMK

dalam membangun Kepedulian Pemuda Gereja di Paroki Ijen Kota Malang.

Sehingga pendekatan yang paling tepat adalah dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif juga disebut naturalistik, dengan pertimbangan

melakukan penelitian dalam latar yang sesungguhnya sehingga objek tidak

berubah, baik sebelum maupun sesudah suatu penelitian (Ratna, 2010:95).

Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi

yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk

memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan

demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan

instrumen kunci.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Menurut Sugiyono (2012) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu

metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil

penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

33
Penelitian deskriptif digunakan sebab penelitian deskriptif menggambarkan

secara sistematis sebuah fakta dan karakteristik suatu objek atau subjek yang

diteliti secara tepat. Penelitian deskriptif menghasilkan laporan penelitian secara

deskriptif yang memungkinkandiperoleh hasil permasalahan yang bervariasi

berkaitan dengan bidang tingkah laku manusia.

C. Sumber Data

Data adalah unit tertentu yang dperoleh melalui suatu hasil pengamatan.

Dengan singkat, data adalah hasil penelitian, baik yang diperoleh melali

pengamatan, wawancara, dan proses pemahaman lain, melaluinyalah dtarik

inferensi ( Ratna, 2010: 141).

Sumber data penelitian ini adalah informanyang dideskripsikan sebagai

berikut:

1) Informan

Penentuan informan penelitian dilaksanakan dengan metode purposive

sampling. Yaitu informan ditentukan dengan memperhatikan spesifikasi

khusus. Purposive sampling adalah salah satu teknik sampling dimana

peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri

khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat

menjawab permasalahan penelitian.Menurut Sugiyono (2012: 256)

pengertiannya adalah: teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan

beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh

nantinya bisa lebih representatif. Informan dalam penelitian ini adalah 4

orang sebagai berikut.

34
No Informan Jabatan
1 Romo Stefanus Pastor Pembimbing
OMK Paroki Ijen Kota
Malang
2 Agustinus Beg’o Ketua OMK Paroki Ijen
3 Romo Yoseph Pastor di Paroki Gereja
Ijen
4 Yeremias Kulla Anggota OMK Paroki
Ijen

2) Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang didapat dari proses perekaman

kegiatan penelitian. Bisa berupa foto-foto ataupun catatan, arsip-arsip, skema

dan lain-lain.

3) Seting sosial

Seting sosial adalah bagaimana penelitian itu dilaksanakan dalam suatu

komunitas masyarakat. Dalam penelitian ini seting sosial yang akan diteliti

adalah peran OMK dalam membangun Kepedulian Pemuda Gereja di Paroki

Ijen Kota Malang.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi dilaksanakan oleh peneliti sendiri selaku instrument

pengumpul data penelitian. Observasi merupakan salah satu teknik yang

palng banyak dilakukan dalam penelitian. Dalam etnografi teknik

observasi dikategorikan sebagai aliran utama. Teknik observasi tdak

melakukan intervensi dan dengan demikian tidak menganggu objektivtas

penelitian (Ratna, 2010:217).

35
Observasi dilaksanakan dengan cara peneliti turun langsung ke

lapangan yaitu Paroki Ijen untuk melihat peran OMK dalam lingkup

wilayah Paroki Ijen. Dalam kegiatan observasi, peneliti mencatat keadaan

di sekitar OMK Paroki Ijen dan melakukan investigasi mendalam terhadap

anggota OMK dan penanggung jawab OMK yaitu Pastor yang berwenang

di Paroki Ijen.

2. Wawancara

Sebagai mekanisme komunikasi pada umumnya wawancara dilakukan

sesudah observasi. Pengamatan menyeluruh terhadap objek diikuti dengan

aktifitas tertentu dengan menggunakan instrumen tertentu(Ratna,

2010:222). Proses wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan Pastor

yang memimpin di Paroki Ijen Kota Malang.

3. Pedoman Wawancara

Pedoman adalah panduan, petunjuk dan acuan. Sedangkan wawancara

adalah percakapan yang berupa tanya jawab yang dilakukan oleh narasumber dan

pewawancara yang terdiri dari dua orang bahkan lebih dalam waktu yang telah

ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pedoman wawancara yakni

panduan dalam melakukan kegiatan wawancara yang terstruktur dan telah

ditetapkan oleh pewawancara dalam mengumpulkan data-data penelitian (Satria,

2016). Pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara


PEDOMAN WAWANCARA
Peran OMK dalam Kepedulian di Paroki Ijen
No Pertanyaan Jawaban Informan
1 Apakah tugas utama dari anggota OMK?
2. Apakah anggota OMK memiliki tugas lain
selain aktif dalam gereja, kalau ada apa
bentuknya?

36
3. Bagaimana peran anggota OMK bagi sesama
anggota gereja?
4 Bagaimana peran anggota OMK bagi
lingkungan sosial dan sesamanya?
5 Bagaimana peran OMK dalam kehidupan
sesama?
6 Bagaimana kegiatan bersama anggota OMK?
7 Bagaimana peran anggota OMK dalam
fenomena sosial politik?
8 Apakah ada kegiatan yang melatih anggota
OMK agar lebih peduli terhadap diri,
lingkungan dan sesamanya?
9 Apakah ada kegiatan yang menunjukkan
kepedulian yang dilaksanakan oleh anggota
OMK? Apa bentuknya?
10 Ada berapa kegiatan OMK di Paroki Ijen?

E. Teknik analisa Data

Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi

terus menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan analitis dan menulis catatan

singkat sepanjang penelitian (Creswell, 2014: 274).

1. Pengumpulan data

a. Peneliti melaksanakan observasi lapangan mengenai peran Organisasi

Muda Katolik (OMK) dalam membangun kepedulian pemuda gereja di

Paroki Ijen Kota Malang;

b. Peneliti melakukan wawancara dengan Pastor di Paroki Ijen dan informan

non kunci untuk mendapatkan gambaran tentang peran Organisasi Muda

Katolik (OMK) dalam membangun kepedulian pemuda gereja di Paroki

Ijen Kota Malang.

c. Peneliti mendokumentasikan hasil wawancara peran Organisasi Muda

Katolik (OMK) dalam membangun kepedulian pemuda gereja di Paroki

Ijen Kota Malang.

37
2. Penyajian Data

Alur penting yang kedua dan kegiatan analisis adalah penyajian data.

Miles dan Huberman (2014: 17) membatasi suatu “penyajian” sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Béraneka penyajian yang dapat

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari mulai dati alat pengukur bensin, surat

kabar, sampai layar komputer. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan

dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih

jauh mengailalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman

yang didapat dan penyajian-penyajian tersebut.

3. Reduksi data

Miles dan Huberman (2014: 16) reduksi data diartikan sebagai proses

pemilihan, pemusatan perhatian pada pada penyederhanaan, pengabstrakan,

dan transformasi data “kasar” yang muncul dari càtatan-catatan tertulis di

lapangan. Sebagaimana kita ketahui, reduksa data, berlangsung terus-menerus

selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Sebenarnya bahkan

sebelum data benar-benar terkimpul, antisipasi ákan adanya reduksi data sudah

tampak waktu penelitinya memutuskan (acapkali tanpa disadari sepenuhnya)

kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan

pendekátan pengumpulan data yang mana yang dipilihnya. Selama

pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya

(membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, rnembuat gugus-gugus,

membuat partisi, menulis memo). Reduksi data/proses-transformasi ini

38
berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap

tersusun

4. Kesimpulan

Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan

verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif

mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan. penjelasan, konfigurasi-

koritigurasi yang mungkin, alur sebab- akibat, dan proposisi. Miles dan

Huberman (2014: 18) mengatakan kesimpulan adalah tinjauan ulang pada

catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul

dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya,

yaitu yang merupakan validitasnya. Dalam penelitian ini, Peneliti menyusun

kesimpulan berdasarkan data yang telah dimaknai tentang peran Organisasi

Muda Katolik (OMK) dalam membangun kepedulian pemuda gereja di Paroki

Ijen Kota Malang.

Berikut adalah tahap analisis data dalam penelitian ini menurut Miles dan

Huberman (2014:20):

Gambar 3.1 Tahap analisis Data (Miles dan Hubberman, 2014:20)

39
F. Pengecekan Keabsahan Data

1. Perpanjangan Kehadiran

Perpanjangan kehadiran peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan

data. Perpanjangan kehadiran peneliti tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu

singkat, tetapi memerlukan perpanjangan kehadiran peneliti pada latar penelitian.

Perpanjangan kehadiran peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat

kepercayaan data yang dikumpulkan.Peneliti dengan perpanjangan kehadirannya

akan banyak mempelajari “kebudayaan” dapat menguji ketidakbenaran informasi

yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari

responden, dan membangun kepercayaan subjek. Dengan demikian, penting sekali

arti perpanjangan kehadiran peneliti itu guna berorientasi dengan situasi, juga

guna memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati (Miles dan

Hubberman, 2014:176).

Perpanjangan kehadiran juga menuntut peneliti agar terjun ke dalam

lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan

memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data. Pertam-tama dan yang

terpenting ialah distorsi pribadi. Menjadi “asing di tanah asing” hendaknya

mendapat perhatian khusus peneliti jangan sampai overaction. Di pihak lain,

peneliti sendiri biasanya menghasilkan distorsi karena adanya nilai-nilai bawaan

dan bangunan tertentu. Yang jelas, tidak akan ada seorang pun peneliti yang

memasuki lapangan tanpa bawaan tersebut.

2. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain( Miles dan Huberman, 2014: 330). Teknik

40
triangulasi lebih mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan.

Triangulasi dilakukan dengan menguji apakah proses wawancara dan hasil tes

yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Tes dan wawancara saling

dipadukan untuk mendapatkan kesesuaian informasi data. Apabila informasi

yang didapatkan dari hasil tes siswa belum bisa memenuhi keakuratan data,

maka akan digali lebih dalam pada saat wawancara. Sehingga akan tecapai suatu

perpaduan hasil tes dan wawancara yang selanjutnya akan dipakai untuk

menarik kesimpulan.

Jadi Triangulasi adalah suatu teknik yang bertujuan untuk menjaga keobjektifan

dan keabsahan data dengan cara membandingkan informasi data yang diperoleh

dari beberapa sumber sehingga data yang diperoleh merupakan data yang absah.

3. Pendapat Ahli

Pendapat ahli adalah salah satu pengecekan keabsahan data dengan

menggunakan pendapat ahli untuk membandingkan informasi data yang

diperoleh dari beberapa sumber sehingga data yang diperoleh merupakan data

yang absah.

41
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi lokasi Gereja

Gereja Ijen merupakan salah satu gereja Katolik yang terkenal dan berada

di pusat Kota Malang. Alamat resminya berada di Jalan Guntur 2 Malang,

tetapi karena berada tepat di sudut jalan yang berdekatan dengan Jalan Ijen

sehingga banyak yang menyebutnya sebagai Gereja Ijen. Letaknya strategis

dan arsitekturnya bergaya Neo-Gothik Eropa. Secara lengkap gereja Ijen

dikenal sebagai:

Nama Paroki : Katedral / Ijen

Nama/Pelindung : St. Perawan Maria dari Gunung Karmel

Buku Baptis : Sejak 20 November 1934. Sebelumnya di Kayutangan, Malang

Alamat : Jl. Buring No. 60, Malang 65112, Jawa Timur, Indonesia Telp : +62 341 – 362454

Awalnya gereja ini bernama Theresiakerk atau Gereja Santa Theresia.

Baru pada tahun 1961, gereja ini berganti nama menjadi Gereja Santa

Perawan Maria dari Gunung Karmel. Gereja Ijen merupakan bangunan

sejarah dengan arsitektur yang menarik untuk dikunjungi. Gereja yang

terletak di kawasan dulunya merupakan kompleks pemukiman orang Belanda

di Kota Malang. Gereja ini pernah direnovasi pada 27 Juli 2002. Di wilayah

Paroki Kathedral Santa Theresia kemudian didirikan sekolah dasar berbahasa

42
Belanda (HIS) di Jalan Semeru, Sekolah Dasar ‘Ongko Loro’ (Inlandsche

Schoolen 2e Klasse) di Betek pada tahun 1930, Taman Kanak-kanak

(Frobelschool) dan SD Santa Ursula di Jalan Panderman dan tahun 1936

didirikan AMS (Algemeene Middelbare School) Santa Albertus (Dempo) di

Jalan Talang.

Keuskupan Malang
Dioecesis Malangensis

Gereja Katedral St. Perawan Maria dari Gunung Karmel Malang


Lokasi
Provinsi gerejawi Keuskupan Agung Semarang
Pusat Kota Malang, Jawa Timur
Statistik

Luas wilayah 24.400 km²

Jumlah paroki 29

Informasi

Berdiri 3 Januari 1961

43
Sebelumnya Vikariat Apostolik Malang (15 Maret 1939)

Jumlah imam 128

Kepemimpinan saat ini

Uskup Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm.

Uskup Agung Metropolit Mgr. Dr. Robertus Rubiyatmoko, Pr.

Vikaris Jenderal RD. Josephus Cuperano Eko Atmono

Vikaris Yudisial RD. Alfonsus Tjatur Raharso


Ekonom RD. RD. Giovanni Irawan

B. Struktur OMK di Gereja Paroki Ijen

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran objektif tentang

peran Organisasi Muda Katolik (OMK) dalam membangun kepedulian

pemuda gereja di Paroki Ijen Kota Malang. Peran adalah perangkat tingkah

yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dl masyarakat. Peran

merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia

menjalankan suatu peranan.

Untuk menganalisis peran OMK dalam membangun kepedulian pemuda

gereja di paroki Ijen Kota Malang peneliti menggunakan teori peran oleh

Soerjono Soekanto. Teori tersebut menyatakan peran merupakan aspek

dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu

peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran

44
yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai

peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas

perhubungan dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum

secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh (Soekanto,

2003:243). Berikut ini adalah struktur organisasi OMK di Paroki Ijen.

STRUKTUR ORGANISASI OMK

Pelindung P. Fhilipus Kala’ Patiallo, Pr


Dewan Paroki 1. Paulus Tangke Sumbu
2. Bernardus Ba’si
3. Marianus Sia
4. Yoseph P. Lobo
5. Heribertus Panggarra
Seksi Kepemudaan Paroki 1. Simon Patinggi
2. . Hironimus T.P
3. Stella Nirmala Nampe
4. Rofinus Palinoan

45
Pengurus OMK
Ketua Agustinus Beg’o
Wakil Ketua Crysan Dwiputra
Sekertarus Silvester Tangke Sumbung
Bendahara Stella Nirmala Nampe
Sie 1. Astuti (Koordinator)
Liturgi 2. Yolan
3. Linda
4. Gita
Sie Dana 1. Grace (Koordinator)
2. Maykel
3. Welly
4. Irma
5. Sonda
6. Delfi
Sie Olahraga 1. Dandi (Koordinator)
2. Megi
3. Tandi
4. Agus
5. Kristo
6. Sepri
Sie Kesenian 1. Siska (Koordinator)
2. Erthy
3. Mitha
4. Ani

Sie Humas 1. Yuli (Koordinator)


2. Patrick
3. Rista
4. Lia
5. Dettang

C. Kegiatan OMK di Gereja Paroki Ijen

Sebagai wadah untuk organisasi pemuda, OMK adalah lembaga yang

dinamis dan mengusung nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat.

OMK harus dapat memfasilitasi rasa ingin tahu anggotanya pada bidang

keilmuan, rasa empati kepada sesama dan kematangan spirital. Sebab,

pemuda gereja adalah pemuda yang sungguh-sungguh menyadari dan

meyakini ketergantungannya kepada Tuhan.

46
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran objektif tentang

peran Organisasi Muda Katolik (OMK) dalam membangun kepedulian

pemuda gereja di Paroki Ijen Kota Malang. Peran adalahperangkat tingkah

yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dl masyarakat. Peran

merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia

menjalankan suatu peranan.

Untuk menganalisis peran OMK dalam membangun kepedulian pemuda

gereja di paroki Ijen Kota Malang peneliti menggunakan teori peran oleh

Soerjono Soekanto. Teori tersebut menyatakan peran merupakan aspek

dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu

peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran

yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai

peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas

perhubungan dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum

secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh (Soekanto,

2003:243). Penelitian dilaksanakan pada November 2017. Hasil penelitian

secara lengkap dijabarkan sebagai berikut;

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua OMK di paroki Ijen

Kota Malang atas nama Agustinus Beg’o pada tanggal 10 November

2017, bentuk peran OMK dalam membangun kepedulian terhadap

lingkungannya dijelaskan sebagi berikut.

“Tugas utama anggota OMK adalah melayani gereja dalam bidang


pelayanan liturgi dan sosial.” (AB, 20 Nov 2017)

47
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Agustinus Beg’o

maka dapat diketahui bahwa tugas utama dari OMK adalah untuk melayani gereja

dalam bidang pelayanan liturgi dan sosial. Hasil wawancara dengan Agustinus

Beg’o ini sejalan dengan pendapat Berry (2003:105) yang menyatakan peranan

sebagai harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati

kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari

norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan itu

ditentukan oleh norma-norma didalam masyarakat. Dalam peranan itu terdapat

dua harapan yaitu harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap

masyarakat atau terhadap orang yang menjalankan peranannya atau kewajiban-

kewajibannya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa peran adalah

prilaku yang ditunjukkan oleh seseorang karena kewajibannya dari jabatan atau

pekerjaannya.

Peran OMK dalam pelayanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut;

1. Peran OMK dalam kepedulian Sosial Masyarakat

Menurut Rivai (2004: 148), peranan diartikan sebagai perilaku yang diatur

dan diharapkan seseorang dalam posisi tertentu. Selanjutnya menurut Ali

(2000: 148) peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian yang memegang

pimpinan yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. Dalam

peranan itu terdapat dua harapan yaitu harapan yang dimiliki oleh si

pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang yang menjalankan

peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Peranan timbul karena seseorang

memahami bahwa ia bekerja tidak sendirian. Mempunyai lingkungan, yang

48
setiap saat diperlukan untuk berinteraksi. Lingkungan itu luas dan beraneka

macam, dan masing-masing akan mempunyai lingkungan yang berlainan.

(a) Pembinaan Rohani-Spiritual

Salah satu bentuk peran OMK dalam membangun kepedulian

adalah dengan cara pembinaan rohani-spiritual. Karena jika secara rohani

seseorang itu kuat, maka dalam kehidupan sehari-hari ia akan menjaga

lingkungan dan dirinya secara harmonis. Peran OMK dalam pembinaan

rohani ini dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan Romo

Stefanus pada tanggal 17 November 2017 sebagai berikut:

Pada tahun 2009, Gereja mencanangkan sebagai tahun pemuda. Tema


yang diambil adalah: “Orang Muda Katolik Menggugah Dunia”. Gereja
berharap kita kembali memperhatikan Orang Muda Katolik.
Bagaimanapun juga yang tua-tua suatu saat harus mundur dan akan
diganti oleh kaum muda. Maka mempersiapkan mereka secara baik untuk
melanjutkan proses kepengurusan gereja dan negara tentu menjadi tugas
bersama.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwa

orang muda lebih berperan dalam kepengurusan gereja. Sebab, orang

muda memiliki banyak waktu dan tenaga untuk melaksanakan tujuan dari

gereja dalam mengasuh jemaat. Berbagai model upaya untuk

pendampingan bisa dilakukan untuk mendampingi mereka. Pendampingan

ini terkait erat dengan fase pertumbuhan manusia. Menutur hasil

wawancara singkat dengan Romo Stefanus yang bertugas di Paroki Ijen

didapat hasil wawancara sebagai berikut.

Setiap fase pertumbuhan manusia memiliki sifat kekhasan tersendiri,


sehingga metode pembinaan atau pendampingannyapun juga
menyesuaikan perkembangan dan dinamikanya. Pada fase usia
Pendidikan Iman Anak dan Pendidikan Iman Remaja mungkin agak
sedikit mudah diarahkan dan disamakan dalam pendampinganya,

49
mengingat pada usia-usia itu pola pikir mereka relatif sama; karena
perbedaan usianya pun tidak terlampau jauh berbeda. Akan tetapi
memasuki usia fase Orang Muda Katolik tentu jauh sangat berbeda. Jarak
usia antara 13 tahun sampai dengan 35 tahun jelas memiliki perbedaan
yang sangat beragam. Sangatlah tidak mudah menyatukan mereka antara
anak usia 13-17 tahun dengan anak usia 20-25 tahun dan apalagi usia 27-
35. Baik dari pola pikir, aktifitas maupun kebiasaannyapun sangat
berbeda.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa model

pendampingan yang dilakukan pada jemaat disesuaikan dengan usia orag

yang akan didampingi. Pendampingan ini terkait erat dengan fase

pertumbuhan manusia. OMK memiliki peran yang sentral dalam

pendampingan untuk anak muda. OMK harus menjadi organisasi yang

mampu mengayomi anak muda dalam proses transisi mereka dalam

kehidupannya. Dengan adanya pendampingan tersebut diharapkan anak

muda akan dapat lebih bertanggung jawab terhadap diri dan

lingkungannya.

Pentingnya berkomunitas bagi OMK mesti didasarkan pula oleh

paham teologis yang tepat mengenai Gereja. Sampai dengan Konsili

Vatikan II, banyak orang memahami Gereja sebagai sebuah ‘fenomena

sosial/keagamaan’ yakni kelompok orang kristiani yang dipimpin oleh

hirarki. Konsili menegaskan bahwa paham seperti itu tidak cukup! Gereja

harus dimengerti bukan sebagai fenomena sosial, yang kelihatan, yang

jasmani belaka. Ia adalah komunitas iman, harapan dan kasih dalam

Kristus (bdk. Lumen Gentium, 8) Gereja ada bukan karena prakarsa

manusia melainkan atas prakarsa Allah (bdk. Lumen Gentium 2,3,4).

Pembimbing OMK mesti menyadari bahwa komunitas-komunitas OMK

50
perlu berjejaring dan bergerak dalam misteri ini. Perlu dibatinkan oleh

pembimbing, bahwa OMK ada karena panggilan Allah sendiri melalui

Kristus dalam Roh Kudus. Mereka tak sekedar berkumpul karena sama-

sama berminat akan hobi tertentu, namun pertama-tama karena inisiatif

Yesus yang memanggil mereka menjadi satu kawanan. Jika hal ini dibuat,

tentu keluhan bahwa OMK lari ke komunitas lain tak akan terjadi, atau

yang lari akan kembali, karena merasakan kehangatan rohani dalam

misteri panggilan Kristus dalam gerejaNya. Seorang muda yang menulis

surat kedua di atas akan tertolong jika memiliki dan dimiliki oleh sebuah

komunitas OMK yang hangat, yang berpusat pada misteri kehadiran

Kristus.

(b) Doa Lingkungan

Doa lingkungan adalah doa yang dilakukan oleh umat Katolik yang

berada di sebuah lingkungan Katolik, yang biasanya dilaksanakan di

rumah-rumah secara bergiliran. Doa lingkungan dapat berupa ibadat sabda,

sharing Kitab Suci dan devosi-devosi kepada orang kudus, terutama devosi

kepada Bunda Maria dalam doa rosario. Doa lingkungan juga dapat

bermanfaat sebagai wadah pertemuan antarumat, untuk membentuk suatu

persaudaraan kasih. Persaudaraan ini mesti berlandaskan pada ajaran

Yesus Kristus yang tampak jelas dalam Injil.

Peran OMK dalam penyelenggaraan doa lingkungan ini dapat

diketahui dari hasil wawancara dengan ketua OMK Agustinus Beg’o pada

tanggal 17 November 2017 sebagai berikut.

51
Orang Muda Katolik, sebagai anggota Gereja, diharapkan terlibat
aktif dalam doa lingkungan ini. Melalui doa lingkungan, mereka
dapat merasakan suasana hidup persaudaraan Gereja, yang
mengikat mereka dalam cinta. Dengan demikian, Orang Muda
Katolik merasa bahwa mereka juga memiliki tugas dan panggilan
yang sama dengan anggota Gereja yang lain. Mereka merasa
diterima dan dihargai oleh Gereja dan dengan demikian mereka
terpanggil untuk secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan
Gereja.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa peran anggota OMK

dalam lingkungannya salah satunya adalah doa lingkungan. Anggota OMK

menjadi mesin penggerak untuk melaksanakan doa lingkungan. Dengan adanya

doa lingkungan maka suasana persaudaraan antara anggota lingkungan akan dapat

terjaga. Dengan rutin mengadakan doa lingkungan, jemaat akan merasa diayomi

dan diperhatikan oleh gereja. Hal ini akan membawa pengaruh positif yaitu

menjaga lingkungan tetap harmonis.

Doa lingkungan bukanlah Ekaristi. Oleh sebab itu strukturnya lebih

terbuka untuk variasi menurut situasi umat, peristiwa dan intensi keluarga, Masa

liturgis serta Mei dan Oktober. Memang dianjurkan agar struktur Doa hendaknya

mirip Liturgi Sabda dalam perayaan Ekaristi tetapi itu pun lebih dimaksudkan

untuk ”Ibadat Sabda Hari Minggu tanpa Imam” di stasi-stasi yang jauh. Oleh

karena itu sebagai ”pertemuan doa” kelompok kecil, doa lingkungan merupakan

kesempatan untuk meneladani Umat Gereja perdana yang suka berhimpun

bersama untuk berdoa, mendengarkan Sabda Tuhan dan pengajaran ”para rasul”,

kadang-kadang ada Misa Lingkungan, saling bersikap solider dalam berbagai

persoalan hidup, sekaligus untuk mewujudkan secara lebih intensif program-

program paroki.

52
Pemimpin Doa ialah awam baik laki-laki maupun perempuan; bukan

imam atau diakon. Tetapi kalau mereka hadir maka pembacaan Injil diserahkan

kepada mereka, dan selanjutnya mendengarkan pengajaran/renungan dari mereka.

Unsur utama dalam setiap penyelenggaraan Doa Lingkungan ialah pemakluman

Sabda Tuhan dan pendalaman Kebenaran iman itu. Dari Sabda tuhan kita memuji,

memuliakan Tuhan, bersyukur kepada-Nya dalam mazmur dan kidung serta

mengungkapkan permohonan-permohonan.

(c) Pembinaan Fisik-Mental


Pembinaan fisik- mental yang menunjukkan peran OMK dalam kegiatan

sosial masyarakat adalah penyuluhan tentang Bahaya HIV/AIDS, Narkoba

dan Obat-obat Terlarang. Hal ini dikarenakan permasalahan HIV/AIDS sejak

lama telah menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai

kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak

informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan ini yang masih

belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat, terutama Orang Muda Katolik.

Beberapa tahun belakangan, angka kasus endemi HIV/AIDS meningkat

tajam di seluruh Indonesia. Wabah ini terutama dipicu oleh para

penyalahguna narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Akibatnya,

resiko tertular anak muda pun semakin tinggi. Sementara itu penularan

HIV/AIDS di kalangan ibu hamil berada di bawah 3 persen. Sayangnya data

untuk penduduk secara umum masih kurang. Kendala utamanya adalah cap

negatif, diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS dan kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS. Pada tahun 2003, satu pertiga

remaja putri dan satu perlima remaja putra usia antara 15-20 tahun ternyata

53
belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS. Situasi semakin parah karena

obat anti bodi untuk menangkal bahaya ini sangat minim. Kecenderungan

menunjukkan bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan beresiko mengalami

epidemi yang lebih besar. Peningkatan penularan HIV/AIDS di kalangan

kelompok beresiko di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu

indikator potensi kenaikan yang cukup mengkhawatirkan.

Peran OMK dalam penyuluhan tentang HIV/AIDS ini dapat diketahui dari

wawancara dengan anggota OMK Yeremiah pada tanggal 18 November 2017

sebagai berikut.

Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran Orang Muda Katolik


mengenai penyakit menular ini melalui pendidikan, pengetahuan Agama
(iman) dan penyadaran akan nilai-nilai moral menjadi hal yang utama.
Tujuannya adalahuntuk mencegah penyebaran epidemi ini lebih luas lagi.
Kalau tidak, maka pemahaman negatif, diskriminasi dan ketidaktahuan
akan bahaya HIV/AIDS tetap menjadi kendala bagi upaya
penanggulangan lebih jauh. Program HIV/AIDS bertujuan memberi
pendidikan dan pencegahan bagi kaum muda dan masyarakat umum
melalui berbagai cara, misalnya melalui sekolah-sekolah, lembaga-
lembaga keagamaan, kelompok-kelompok LSM yang peduli HIV/AIDS dan
kelompok kepemudaan.

Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah,

mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat

narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari

bandar narkoba yang senang mencari mangsa di sekolah-sekolah, diskotik, tempat

pelacuran dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat

para orang tua, organisasi masyarakat dan pemerintah khawatir akan penyebaran

narkoba yang begitu merajalela. Upaya pemberantasan narkoba pun sudah sering

dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari

54
kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun

banyak yang terjerumus ke dalamnya. Hingga saat ini upaya yang paling efektif

untuk mencegah penyalahgunaan narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan

keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk

selalu menjauhi narkoba.

Peran OMK dalam pemakaian obat-obatan terlarang ini dapat diketahui

berdasarkan wawancara dengan Romo Yoseph pada tanggal 17 November 2017

sebagai berikut.

Adalah sangat penting kerjasama antar-elemen masyarakat dan Gereja


dalam rangka melindungi Orang Muda Katolik dari bahaya narkoba dan
konsekuensi negatif yang akan mereka terima dengan memberikan
alternatif aktivitas yang bermanfaat kepada mereka. Orang Muda Katolik
membutuhkan informasi, strategi dan kemampuan untuk mencegah atau
mengurangi dampak bahaya narkoba dari lingkungan mereka. Salah satu
upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan
program anti narkoba. Program ini terutama dititikberatkan kepada anak-
anak usia sekolah (school-going age oriented).

Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh Gereja ketika melakukan

program penyuluhan anti narkoba kepada Orang Muda Katolik, antara lain:

(1) Pertama adalah dengan mengikutsertakan keluarga. Banyak penelitian

menunjukkan bahwa sikap orangtua memegang peranan penting dalam

membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada anak-anak mereka.

Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba

termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan

komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah, menjadi prioritas

utama yang mesti diperhatikan oleh setiap orang tua terhadap anak-anak

mereka. Kelompok dukungan dari orangtua, dalam hal ini adalah dari

55
pihak Gereja, merupakan model intervensi yang mesti juga digunakan oleh

para aktivis pencegah narkoba.

(2) Kedua, Gereja menekankan secara jelas kepada Orang Muda Katolik

sebuah kebijakan untuk berkata: “tidak” terhadap narkoba. Upaya ini

membutuhkan konsistensi Gereja untuk menjelaskan bahwa narkoba itu

salah; karena itu Gereja harus melakukan kegiatan-kegiatan yang

mendorong sebuah gerakan anti narkoba di lingkungan Orang Muda

Katolik. Kepada mereka, Gereja harus memberikan penjelasan terus-

menerus bahwa narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan

emosi namun juga kesempatan untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan

potensi akademik dan kehidupan yang layak.

(3) Terakhir, Gereja mesti meningkatkan kepercayaan iman dan penanaman

nilai-nilai moral yang kuat kepada Orang Muda Katolik. Pendekatan ini

mempromosikan kesempatan yang lebih besar bagi interaksi personal

antara Orang Muda Katolik dengan Gereja, dengan demikian mendorong

mereka menjadi model yang lebih berpengaruh di lingkungan Gereja.

Penyuluhan HIV/Narkoba dan obat-obatan terlarang memerlukan peran

OMK. Hal ini dikarenakan Organisasi OMK merupakan salah satu wadah yang

sangat baik dan bisa mendidik kaum muda untuk menjadi pengikut Kristus yang

bijaksana dan tanggungjawab. Dengan adanya keterlibatan OMK dalam

kegiatan hidup menggereja, retret, pendalaman iman, rekoleksi,

koor, camping rohani, Ziarah dan sebagainya, kaum muda bisa dilatih untuk bisa

mengeontrol diri ketika dihadapkan pada aneka tawaran dan tantangan dunia

yang menggiurkan, termasuk tawaran untuk menggunakan Narkoba. Para agen

56
pastoral hendaknya mendampingi OMK dengan baik, member pengarahan yang

berbobot dan significant agar orang muda bisa diselamatkan dari persoalan

Narkoba.

Beberapa tindakan pencegahan yang telah digambarkan diatas kiranya

membantu kaum muda untuk dapat mempertegas indentitas kristiani dalam diri

mereka. Pembinaan melalui keluarga, lembaga pendidikan dan wadah OMK

kiranya mengarahkan kaum muda untuk hidup dalam persatuan dengan Kristus

dan GerejaNya. Kaum muda hendaknya sadar bahwa tujuan hidup mereka

sesungguhnya adalah untuk mencapai keserupan dengan Kristus sang Guru dan

teladan hidup yang baik. Tindakan kaum muda harus menunjukan diri sebagi

Murid Kristus yang sejati. Karena itu bertindak sesuai yang dikehendaki oleh

Kristus. Dan kita semua tahu bahwa Kristus selalu menghendaki agar umat

beriman harus melakukan sesuatu yang baik dan berkenan kepada Bapa, sesama

dan diri sendiri. Dengan demikian, tindakan menggunakan Narkoba merupakan

suatu tindakan pengingkaran diri sebagai murid Kristus. Suatu perbuatan yang

tidak berkenan di hadapan Allah. Menodai tubuh yang pada hakikatnya

diciptakan murni oleh Allah. Merusak diri sendiri dan sesama manusia.

Persoalan Narkoba merupakan persoalan serius yang dihadapi oleh

kaum muda. Berhadapan dengan kenyataan ini, Gereja atau para agen pastoral

hendaknya peka untuk menyelesaikan persoalan ini dengan melakukan tindakan

yang konkrit. Tindakan harus mencegah dan memulihkan kaum muda yang

terperosok ke dalam Narkoba untuk kembali ke jalan yang “benar”. Para agen

pastoral hendaknya berani menanamkan keutamaan-keutamaan kristiani dalam

diri kaum muda agar kaum muda tetap menyadari identitas mereka sebagai

57
pengikut Kristus. Segala kegiatan pembinaan selalu mengarahkan kaum muda

untuk bisa mengintrol diri untuk tidak menggunakan Narkoba. Para agen

pastoral harus pandai menggunakan strategi yang menarik perhatian kaum muda

seraya mengikutsertkan hal-hal yang bersifat Rohani. Pembinaan kaum muda

harus tetap terarah pada keserupaan dengan Kristus sebagai sang penyelamat.

(d) Bakti Sosial

Bakti sosial berguna bagi Orang Muda Katolik dalam upaya

mengungkapkan rasa cinta dan kesetiakawanan atau solidaritas kepada

sesama dan masyarakat yang membutuhkan. Orang Muda Katolik tidak boleh

bersikap acuh-tak acuh terhadap dunia dan masyarakat. Mereka dipanggil

oleh Allah untuk ikut berusaha membaharui dunia ini dalam Kristus. Contoh

konkret dari pemikiran ini adalah membersihkan gedung Gereja, membangun

jalan, mengunjungi orang sakit atau orang yang mengalami kemalangan dan

lain sebagainya. Keterlibatan diri dalam realitas hidup orang lain yang

membutuhkan pertolongan, merupakan salah satu upaya Orang Muda Katolik

untuk merasakan penderitaan mereka yang malang. Orang Muda Katolik

senantiasa ditantang untuk mengambil sikap yang solider, sebagai wujud

keterlibatan mereka dalam masyarakat, khususnya masyarakat kecil, sehingga

Orang Muda Katolik mampu menjadi wadah bagi tumpahan keluhan dan

penderitaan orang-orang kecil dan menderita. Inilah konsekuensi logis dari

iman akan Kristus. Beriman kepada Kristus berarti mengabdi Kristus dan

melayani Dia dalam diri sesama.

58
Peran OMK dalam baksi sosial ini dapat diketahui berdasarkan hasil

wawancara dengan ketua OMK Paroki Gereja Ijen Agustinus Beg’o pada

tanggal 17 November 2017.

Anggota OMK memiliki tugas lain selain aktif dalam gereja yaitu kegiatan
sosial seperti kunjungan ke panti asuhan dan bakti sosial lingkungan.
Dengan begitu, OMK akan memberikan contoh dan teladan yang baik bagi
masyarakat sesuai dengan ajaran kristus yaitu cinta kasih.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa anggota OMK harus

aktif dalam kegiatan sosial. Karena, iman akan Kristus mesti disampaikan

melalui kesaksian hidup dan kata-kata; sebab melalui sikap inilah Orang

Muda Katolik diberi pengertian dan kesadaran untuk hidup menggereja secara

konkret dan pengenalan nilai-nilai Kristiani secara kontekstual. Orang Muda

Katolik bukanlah sebuah organisasi yang tertutup terhadap dunia. Orang

Muda Katolik bukanlah sebuah benteng, dengan tembok-tembok yang tinggi

dan kuat, yang memisahkan diri dari masyarakat luar. Orang Muda Katolik

adalah Umat Allah di antara Gereja dan dunia masyarakat, yang laksana ragi

dan garam diharapkan aktif melibatkan diri dalam usaha membaharui segala-

galanya dalam Kristus.

2. Peran OMK dalam Kepedulian Sesama Anggota

(a) Retret

Tujuan retret adalah untuk mencapai “kesehatan” rohani Orang Muda

Katolik, sehingga mampu menghayati hidup dan panggilannnya sesuai

dengan potensi rohani secara optimal, mengenal diri secara lebih utuh dan

berani serta mengadakan pertobatan.

59
Berdasarkan hasil wawacara dengan Romo Paul Suparno, SJ yang

dilaksanakan pada tangga; 17 November 2017 didapatkan hasil sebagai

berikut.

Empat tujuan yang kebanyakan ingin dicapai dalam retret (terutama remaja),
antara lain: Pertama, merasakan dan menyadari kasih Tuhan dalam hidup
sehari-hari, kedua, mengenal diri sendiri secara lebih mendalam, ketiga,
merasakan kasih persaudaraan bersama dengan saudara-saudari se-iman dan
keempat, memperoleh kebahagiaan hidup yang lebih optimis sehingga berani
mengasihi orang lain. Retret juga bertujuan mengisi kehidupan dengan hal-
hal rohani agar lebih dibatinkan dan agar panggilan kita sebagai anak-anak
Allah lebih kentara dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan pokok pemikiran atas tujuan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa tujuan retret adalah untuk mengembangkan kecakapan, kesalehan dan

kemampuan rohani pribadi, agar lebih lebih mengenal diri dan panggilannya,

supaya lebih mengenal Allah beserta cinta, karya dan panggilanNya, serta untuk

mengembangkan kepekaan dan kemampuan menanggapi sapaan atau panggilan

Tuhan dalam hidup sehari-hari, sehingga mempunyai arah yang jelas, penuh

semangat dan keteguhan serta kegembiraan dalam menjalankan berbagai kegiatan

hidup sehari-hari.

Retret merupakan suatu praktek dan kebiasaan kristiani yang sama tuanya

dengan kesaksian dalam Injil-injil Yesus Kristus. Tradisi gereja meyakini bahwa

retret berakar dari apa yang ada dalam keasaksian Alkitab, antara lain : Matius: 1-

11; 14: 22-23; dan Lukas 5: 16. Dalam Alkitab ini bagaimana diceritakan tentang

Tuhan Yesus yang menyempatkan diri untuk retret, meski dalam kondisi apapun

yang sedang dialami-Nya. Tuhan Yesus senantiasa memperbaharui

spiritualitasNya dan membina relasi dengan Bapa di surga dengan melakukan

retret pribadi. Selain retret pribadi, Tuhan Yesus juga melibatkan murid-murid-

Nya untuk melakukan retret kelompok di sela-sela kesibukan pelayanan mereka

60
(Markus 6: 31-32). Berdasarkan keteladanan dan pemahaman atas kesaksian

Alkitab ini, maka komunitas Kristen dalam gereja mula-mula juga mengadakan

retret sebagai media latihan spritualitas untuk membina relasi dengan Allah

sebagai proses pendewasaan iman.

(b) Rekoleksi

Berdasarkan hasil wawancara dengan Romo Yoseph pada tanggal 17

November 2017, OMK memiliki peran kepedulian dengan sesama anggota

OMK dengan melaksanakan rekoleksi.

Rekoleksi bertujuan melatih kemampuan Orang Muda Katolik untuk


mengenal, menyadari kasih, karya dan panggilan serta sikap dan tanggapan
pribadi mereka, sehingga iman mereka semakin matang, serta dapat
menghayati tugas panggilan mereka secara penuh tanggung jawab,
semangat, gembira dan tangguh[6]. Melalui rekoleksi, Orang Muda Katolik
dibawa ke alam refleksi perihal kehidupan pribadi. Mereka diharapkan
mampu mengolah diri, dengan mengumpulkan berbagai pengalaman harian,
baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan; dan akhirnya
menyerahkan berbagai “beban” dan kebahagiaan serta harapan kepada
Allah. Mereka mesti memandang hidup ini sebagai anugerah Tuhan yang
harus disyukuri. Oleh karena itu, sikap doa, kontemplasi dan refleksi atas
Sabda Allah mesti menjadi tindakan wajib bagi Orang Muda Katolik.

(c) Kemah Rohani

Peran OMK dalam kemah rohani ini dapat diketahui dari hasil wawancara

dengan ketua OMK Agustinus Beg’o pada tanggal 17 November 2017 sebagai

berikut

Melalui kemah rohani, Orang Muda Katolik dapat merasakan kasih


Tuhan lewat alam ciptaan. Mereka menyadari bahwa cinta Tuhan tidak
terbatas pada satu lingkungan hidup saja, melainkan dalam berbagai
dimensi hidup manusia, yakni alam semesta.Kesadaran bahwa manusia
adalah “gambar Allah” atau “citra Allah”, hendaknya juga menjadi
kesadaran bagi Orang Muda Katolik dalam upaya mereka untuk
mencintai alam sekitar. Kesadaran ekologis ini membantu Orang Muda
Katolik agar memiliki rasa tanggung jawab terhadap kehidupan bersama
dan kehidupan alam semesta. Dengan demikian, mereka menjadi pelayan

61
dalam keterarahannya kepada Allah, pencipta dan sumber segala yang
ada di dunia.

(d) Pertemuan antar-Orang Muda Katolik

Salah satu ciri khas orang muda adalah memiliki keinginan untuk selalu

berkumpul dan bertemu dengan teman-teman sebaya. Melalui pertemuan,

baik pribadi maupun kelompok, mereka dapat mengungkapkan berbagai

bakat dan kemampuan yang mereka miliki. Peran OMK dalam pertemuan

antar orang muda katolik ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan

ketua OMK Agustinus Beg’o pada tanggal 17 November 2017 sebagai

berikut.

Untuk sharing-sharing kita biasanya mengadakan pertemuan rutin pada


hari jumat. Pada acara itu kami berdiskusi tentang minat kami pada
berbagai macam hal seperti musik, olahraga, seni dan mau jadi apa kami
kedepannya. Kadang saking serunya diskusi kami sampai lupa waktu.
Dengan begitu kami memiliki kepercayaan diri untuk berbagi.
Orang Muda Katolik, sebagai organisasi orang muda Gereja, juga

memiliki keinginan untuk senantiasa bertemu dengan teman-teman sebaya

mereka. Pertemuan ini merupakan saat yang tepat bagi Gereja (para katekis)

untuk menanamkan nilai-nilai spiritual kepada Orang Muda Katolik. Upaya

ini dilakukan melalui berbagai kegiatan rohani, seperti: Seminar perihal

kehidupan iman Orang Muda Katolik, moralitas Orang Muda Katolik,

perlunya bacaan-bacaan rohani serta pentingnya kesadaran Orang Muda

Katolik untuk hidup menggereja dalam dunia dewasa ini.

D. Pembahasan

OMK adalah sebuah badan organisasi yang diikuti oleh pemuda-pemuda

anggota jemaat di gereja Ijen. OMK melatih kepedulian anggotanya pada

62
lingkungan sosial juga erhadap dirinya sendiri. Kepedulian yang ditanamkan pada

anggota OMK ini sejalan dengan Bender (2003:4) yang menyatakan kepedulian

adalah menjadikan diri kita terkait dengan orang lain dan apapun yang terjadi

terhadap orang tersebut. Orang yang mengutamakan kebutuhan dan perasaan

orang lain daripada kepentingannya sendiri adalah orang yang peduli. Orang yang

peduli tidak akan menyakiti perasaan orang lain. Mereka selalu berusaha untuk

menghargai, berbuat baik, dan membuat yang lain senang. Banyak nilai yang

merupakan bagian dari kepedulian, seperti kebaikan, dermawan, perhatian,

membantu, dan rasa kasihan. Kepedulian juga bukan merupakan hal yang

dilakukan karena mengharapkan sesuatu sebagai imbalan.

OMK Paroki Ijen memiliki sekertariat di gereja Ijen yang merupakan

gereja tertuan di kota Malang. Gereja Ijen merupakan salah satu gereja

Katolik yang terkenal dan berada di pusat Kota Malang. Alamat resminya

berada di Jalan Guntur 2 Malang, tetapi karena berada tepat di sudut jalan

yang berdekatan dengan Jalan Ijen sehingga banyak yang menyebutnya

sebagai Gereja Ijen. Penelitian ini dilaksanakan di Paroki. Paroki adalah

komunitas kaum beriman yang dibentuk secara tetap dengan batas-batas

kewilayahan tertentu dalam keuskupan (Gereja Partikular). Sebagaimana

Gereja terutama adalah himpunan umat beriman, bukan gedung, maka

pengertian paroki pun pertama-tama adalah himpunan orang, bukan sekadar

wilayah, walaupun sifat kewilayahan sebagai aspek yang tetap juga inheren

padanya (Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, kanon 515 art. 1). Uskuplah

yang berwenang mendirikan, membubarkan atau mengubah Paroki (Kitab

63
Hukum Kanonik kanon 515 art 2). Pada umumnya Paroki bersifat teritorial,

bukan personal, bukan kategorial, di dalam prinsip organisasinya.

Masyarakat sekarang ini berhadapan dengan berbagai jenis

permasalahan hidup. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kemajuan ilmu

teknologi, yang secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak

tersendiri bagi Orang Muda Katolik. Di satu pihak, perkembangan ilmu

teknologi menawarkan suatu nilai positif yang menggembirakan, yang salah

satunya dapat berfungsi sebagai sarana pewartaan Injil dan komunikasi antar-

Orang Muda Katolik. Akan tetapi di lain pihak, perkembangan ilmu teknologi

membawa akibat negatif yang seringkali menghilangkan kreativitas dan

bahkan menurunkan nilai-nilai moral yang bisa menghancurkan iman

kekristenan kita, terutama dapat menghambat keaktifan Orang Muda Katolik

hidup menggereja.

Bentuk peran OMK dalam kepedulian dimanifstasikan dalam pelayanan dan

kegiatan-kegiatan. Pelayanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut;

1. Peran OMK dalam kepedulian Sosial Masyarakat

Sebagai sebuah organisasi, OMK adalah sebuah organisasi yang

berperan dalam kepedulian sosial masyarakat. Dengan menjadi anggota

OMK maka anggota akan diberikan bimbingan untuk dapat selalu

berkontribusi pada lingkungan sosial dan dirinya sendiri. Bimbingan

tersebut diperlukan agar anggota OMK menjadi pribadi yang kuat, penuh

empati dan dapat menjadi orang yang berguna bagi lingkungannya.

Kepedulian sosial pada masyarakat yang menuntut peran OMK ini

sejalan dengan pendapat Soekanto (2003:243) yang menyatakan peran

64
merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka

ia menjalankan suatu peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat

pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut

sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya

dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan hukum

mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu

penegakan hukum secara penuh.

Peran OMK dalam kepeduliannya kepada masyarakat diuraikan

sebagai berikut:

(a) Pembinaan Rohani-Spiritual

Salah satu bentuk peran OMK dalam membangun kepedulian

adalah dengan cara pembinaan rohani-spiritual. Karena jika secara rohani

seseorang itu kuat, maka dalam kehidupan sehari-hari ia akan menjaga

lingkungan dan dirinya secara harmonis. Pendampingan ini terkait erat

dengan fase pertumbuhan manusia. Menutur hasil wawancara singkat

dengan Romo Stefanus yang bertugas di Paroki Ijen didapat hasil

wawancara sebagai berikut. Dengan adanya pendampingan tersebut

diharapkan anak muda akan dapat lebih bertanggung jawab terhadap diri

dan lingkungannya.

(b) Doa Lingkungan

Doa lingkungan adalah doa yang dilakukan oleh umat Katolik yang

berada di sebuah lingkungan Katolik, yang biasanya dilaksanakan di

65
rumah-rumah secara bergiliran. Anggota OMK menjadi mesin penggerak

untuk melaksanakan doa lingkungan. Dengan adanya doa lingkungan

maka suasana persaudaraan antara anggota lingkungan akan dapat terjaga.

Dengan rutin mengadakan doa lingkungan, jemaat akan merasa diayomi

dan diperhatikan oleh gereja. Hal ini akan membawa pengaruh positif

yaitu menjaga lingkungan tetap harmonis.

(c) Pembinaan Fisik-Mental

Pembinaan fisik- mental yang menunjukkan peran OMK dalam kegiatan

sosial masyarakat adalah penyuluhan tentang Bahaya HIV/AIDS, Narkoba

dan Obat-obat Terlarang. Hal ini dikarenakan permasalahan HIV/AIDS sejak

lama telah menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai

kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak

informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan ini yang masih

belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat, terutama Orang Muda Katolik.

(d) Bakti Sosial

Bakti sosial berguna bagi Orang Muda Katolik dalam upaya

mengungkapkan rasa cinta dan kesetiakawanan atau solidaritas kepada

sesama dan masyarakat yang membutuhkan. Orang Muda Katolik tidak boleh

bersikap acuh-tak acuh terhadap dunia dan masyarakat. Orang Muda Katolik

adalah Umat Allah di antara Gereja dan dunia masyarakat, yang laksana ragi

dan garam diharapkan aktif melibatkan diri dalam usaha membaharui segala-

galanya dalam Kristus.

66
Bakti sosial yang dapat melatih anggota OMK agar tidak bersikap cuek

pada lingkungannya ini sejalan dengan teori peran yang disampaikan oleh

Thoha (2012:10) peranan adalah suatu rangkaian prilaku yang teratur, yang

ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya suatu kantor

yang mudah dikenal. Kepribadian seseorang barangkali juga amat

mempengaruhi bagaimana peranan harus dijalankan. Peranan timbul karena

seseorang memahami bahwa ia bekerja tidak sendirian. Mempunyai

lingkungan, yang setiap saat diperlukan untuk berinteraksi. Lingkungan itu

luas dan beraneka macam, dan masing-masing akan mempunyai lingkungan

yang berlainan. Tetapi peranan yang harus dimainkan pada hakekatnya tidak

ada perbedaan.

2. Peran OMK dalam Kepedulian Sesama Anggota

Kepedulian pemuda tidak terbatas pada lingkungan sosialnya, tetapi juga

pada sesama anggota OMK. Setiap anggota OMK memiliki peran untuk

saling peduli diantara pada sesama anggotanya. Peran ini diperlukan untuk

mengajarkan tanggung jawab organisasi dan mengembangkan kekompakan

yang menyangkut tugas dalam organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat

Tronto dalam Phillips (2007:19) yang menyatakan kata peduli memiliki

makna yang beragam. Banyak literatur yang menggolongkannya berdasarkan

orang yang peduli, orang yang dipedulikan dan sebagainya. Oleh karena itu

kepedulian menyangkut tugas, peran, dan hubungan. Kata peduli juga

berhubungan dengan pribadi, emosi dan kebutuhan.

67
(a) Retret

Tujuan retret adalah untuk mencapai “kesehatan” rohani Orang Muda

Katolik, sehingga mampu menghayati hidup dan panggilannnya sesuai

dengan potensi rohani secara optimal, mengenal diri secara lebih utuh dan

berani serta mengadakan pertobatan. Tujuan retret adalah untuk

mengembangkan kecakapan, kesalehan dan kemampuan rohani pribadi, agar

lebih lebih mengenal diri dan panggilannya, supaya lebih mengenal Allah

beserta cinta, karya dan panggilanNya, serta untuk mengembangkan

kepekaan dan kemampuan menanggapi sapaan atau panggilan Tuhan dalam

hidup sehari-hari, sehingga mempunyai arah yang jelas, penuh semangat dan

keteguhan serta kegembiraan dalam menjalankan berbagai kegiatan hidup

sehari-hari.

(b) Rekoleksi

Rekoleksi bertujuan melatih kemampuan Orang Muda Katolik untuk

mengenal, menyadari kasih, karya dan panggilan serta sikap dan tanggapan

pribadi mereka, sehingga iman mereka semakin matang, serta dapat

menghayati tugas panggilan mereka secara penuh tanggung jawab, semangat,

gembira dan tangguh. Melalui rekoleksi, Orang Muda Katolik dibawa ke

alam refleksi perihal kehidupan pribadi. Mereka diharapkan mampu

mengolah diri, dengan mengumpulkan berbagai pengalaman harian, baik

yang menggembirakan maupun yang menyedihkan; dan akhirnya

menyerahkan berbagai “beban” dan kebahagiaan serta harapan kepada Allah.

68
(c) Kemah Rohani

Melalui kemah rohani, Orang Muda Katolik dapat merasakan kasih Tuhan

lewat alam ciptaan. Mereka menyadari bahwa cinta Tuhan tidak terbatas pada

satu lingkungan hidup saja, melainkan dalam berbagai dimensi hidup

manusia, yakni alam semesta. Kesadaran bahwa manusia adalah “gambar

Allah” atau “citra Allah”, hendaknya juga menjadi kesadaran bagi Orang

Muda Katolik dalam upaya mereka untuk mencintai alam sekitar. Kesadaran

ekologis ini membantu Orang Muda Katolik agar memiliki rasa tanggung

jawab terhadap kehidupan bersama dan kehidupan alam semesta. Dengan

demikian, mereka menjadi pelayan dalam keterarahannya kepada Allah,

pencipta dan sumber segala yang ada di dunia.

(d) Pertemuan antar-Orang Muda Katolik

Melalui pertemuan, baik pribadi maupun kelompok, mereka dapat

mengungkapkan berbagai bakat dan kemampuan yang mereka miliki. Orang

Muda Katolik, sebagai organisasi orang muda Gereja, juga memiliki

keinginan untuk senantiasa bertemu dengan teman-teman sebaya mereka.

Pertemuan ini merupakan saat yang tepat bagi Gereja (para katekis) untuk

menanamkan nilai-nilai spiritual kepada Orang Muda Katolik. Upaya ini

dilakukan melalui berbagai kegiatan rohani, seperti: Seminar perihal

kehidupan iman Orang Muda Katolik, moralitas Orang Muda Katolik,

perlunya bacaan-bacaan rohani serta pentingnya kesadaran Orang Muda

Katolik untuk hidup menggereja dalam dunia dewasa ini.

Berdasarkan hasil penellitian maka dapat diketahui bahwa peran OMK

tidak terbatas hanya pada anggota-anggota OMK tersebut, tetapi juga pada

69
lingkungan sosialnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ristianang (2015: 3)

yang menyatakan peran orang muda katolik dalam keterlaksanaan visi-misi

Gereja dalam menjalankan tugasnya di masyarakat sangat penting. Sebab, orang

muda katolik secara umum memiliki tanggung jawab dalam menjalankan agenda

Gereja yan telah menjadi tugas mereka. Orang Muda Katolik secara umum,

dituntut secara aktif untuk menghidupi kegiatan kepemudaan maupun umat.

Namun, peran pemuda dalam organisasi kelompok sering terbentur dengan

loyalitas dan totalitas oran muda dalam keiatan kepemudaan Gereja. Alasan

utama permasalahan tersebut adalah pada pengelolaan waktu dan pencapaian

peran sosial dalam kehidupan bermasyarakatnya. Sehingga, tugas dan

perkembanan orang muda katolik tidak berjalan dengan lancar.

Pergaulan dalam kelompok tersebut mempengaruhi dan menghasilkan

kebiasaan-kebiasaan yang melembaga bagi setiap anggota kelompok, kebiasaan

itu menciptakan pola perilaku yang dilakukan terus-menerus. Perilaku yang sdah

terpola-pola itu akan membentuk sikap setiap anggota kelompok. Kebiasaan yang

melembaga, perilaku dan sikap tersebut berjalan secara simultan diantara individu

dan kelompok (Bungin, 2013:48).

70
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang

dapat diambil dalam bentuk peran OMK dalam kepedulian dimanifstasikan

dalam pelayanan dan kegiatan-kegiatan. Pelayanan tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut;

Peran OMK dalam kepedulian Sosial Masyarakat (a) Pembinaan Rohani-

Spiritual. Salah satu bentuk peran OMK dalam membangun kepedulian adalah

dengan cara pembinaan rohani-spiritual. (b) Doa lingkungan adalah doa yang

dilakukan oleh umat Katolik yang berada di sebuah lingkungan Katolik, yang

biasanya dilaksanakan di rumah-rumah secara bergiliran, (c) Pembinaan fisik-

mental adalah penyuluhan tentang Bahaya HIV/AIDS, Narkoba dan Obat-obat

Terlarang. (d) Bakti sosial berguna bagi Orang Muda Katolik dalam upaya

mengungkapkan rasa cinta dan kesetiakawanan atau solidaritas kepada sesama

dan masyarakat yang membutuhkan.

Peran OMK dalam Kepedulian Sesama Anggota (a) Retret. Tujuan retret

adalah untuk mencapai “kesehatan” rohani Orang Muda Katolik, sehingga

mampu menghayati hidup dan panggilannnya sesuai dengan potensi rohani

secara optimal. (b) Rekoleksi. Rekoleksi bertujuan melatih kemampuan Orang

Muda Katolik untuk mengenal, menyadari kasih, karya dan panggilan serta sikap

dan tanggapan pribadi mereka, (c) Kemah Rohani. Melalui kemah rohani,

Orang Muda Katolik dapat merasakan kasih Tuhan lewat alam ciptaan, (d)

71
Pertemuan antar-Orang Muda Katolik. Melalui pertemuan, baik pribadi maupun

kelompok, mereka dapat mengungkapkan berbagai bakat dan kemampuan yang

mereka miliki.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan

saran sebagai berikut.

1. Bagi OMK Paroki Ijen

Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi

pengembangan peran pemuda katolik di gereja. Sehingga Pemuda

Katolik dapat menjawab kebutuhan pemuda melalui pendekatan

aktivitas kepemudaan terutama melalui bidang dialok dan kerja sama

dengan organisasi kepemudaan lainnya. Pengembangan Pemuda

Katolik lebih ditekankan menjadi wadah bagi generasi muda untuk

beraktivitas dan bergaul secara bebas dalam pluralitas, sekaligus

menjadi wadah bagi anggota untuk belajar dan mengembangkan diri

dalam pluralitas tersebut.

2. Bagi Anggota OMK Paroki Ijen

Diharapkan hasil penelitian akan dapat membuat pemuda katolik

menjadi wadah yang menciptakan kebersamaan secara optimal.

Sehingga tercipta perjuangan yang menyatu dan menyeluruh untuk

semakin memperkuat perjuangan pemuda katolik, di satu sisi secara

internal dapat memperkuat kinerja organisai. Koordinasi dan

Komunikasi yang semakin baik antar Pemuda Katolik dengan hirarki

72
serta dalam lingkungan internal katolik juga menjadi prioritas Pemuda

Katolik dalam aktivitasnya. Tuntutan yang harus di penuhi juga tidak

terbatas memberi wawasan namun lebih peningkatan analisis

permasalahan sehingga menumbuhkan kepekaan sosial dan ketajaman

analisis kader Pemuda Katolik

73

Anda mungkin juga menyukai