Anda di halaman 1dari 20

KATEKESE KEBANGSAAN UNTUK KETERLIBATAN GENERASI Z D

ALAM HIDUP BERBANGSA

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk menemukan katekese yang dapat menumbuhkan k


eterlibatan insan beriman Z dalam hidup berbangsa khususnya dalam partisipasi p
olitik. Kekayaan informasi dalam tulisan ini mengambil riset pada Generasi Z di P
aroki St. Antonius Padua Kotabaru Yogyakarta. Tulisan ini merupakan penelitian
kualitatif deskriptif dengan pendeketan Naturalistik. Katekese kebangsaan merupa
kan rintisan katekese baru sehingga dalam tahap perintisannya belum mengartikul
asikan metodologi. Gagasan embrional katekese kebangsaan sudah ada sejak Sida
ng Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005 yang mendorong orang muda
untuk menjadi pemimpin dan peduli terhadap persoalan kebangsaan. Munculnya
Nota Pastoral KWI 2017 menandai Gereja perlu menjadi Gereja yang Relevan da
n Signifikan. Perhatian Arah Dasar KAS 2016-2020 untuk membangun Gereja ya
ng inklusif, inovatif, dan transformatif demi terwujudnya peradaban kasih di Indo
nesia juga mendorong pada kajian katekese kebangsaan. Penelitian ini menggunak
an alur berpikir induktif dengan menekankan penemuan katekese baru berdasarka
n data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi di lapangan. Responden u
tama dalam penelitian ini Orang Muda Katolik Paroki St. Antonius Padua. Hasil p
enelitian ini yaitu memunculkan istilah Katekese Kebangsaan yang dapat mendoro
ng insan beriman Z untuk terlibat dan peduli terhadap persoalan kebangsaan. Berd
asarkan riset ditemukan fakta bahwa gagasan embrional katekese kebangsaan seca
ra organik sudah mulai diterapkan lewat berbagai kegiatan srawung yang dilakuka
n OMK. Berdasarkan realitas tersebut Gereja perlu merumuskan istilah katekese k
ebangsaan yang secara sistematik agar dapat semakin mendorong keterlibatan OM
K secara luas dalam hidup berbangsa. Selain itu, metode pelaksanaannya perlu did
esain sehingga sesuai dengan kebutuhan insan beriman Generasi Z.

Keywords : katekese kebangsaan, Generasi Z


PENDAHULUAN

Pada hari studi sidang tahunan KWI 2017 yang bertema “Menjadi Gereja yan
g Relevan dan Signifikan: Tugas Gereja Menyucikan Dunia”, KWI menegaskan b
ahwa Gereja perlu menghayati tugas perutusan di dunia. Tugas perutusan tersebut
mengajak Gereja menjadi relevan dan signifikan dalam menjalankan perannya di t
engah realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Gereja merupakan bagi
an utuh dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu Gereja tidak dapat berdiam diri di
hadapan kondisi yang memprihatinkan dan mengancam keberlangsungan kehidup
an bersama di Indonesia. Gereja dipanggil untuk menjunjung nilai-nilai persaudar
aan, kerukunan, perdamaian, keadilan dan kebenaran demi kelangsungan dan keba
ikan hidup bersama.

Dalam menjalankan tugas perutusan, Gereja perlu mencermati realitas b


angsa saat ini. Persoalan kebangsaan yang sedang dihadapi Indonesia antara lain b
elum kemiskinan, intoleransi antar umat bergama, politik identitas, maraknya radi
kalisme agama, hingga penyalahgunaan teknologi informasi yang ingin mengubah
ideologi Pancasila. Dihadapan persoalan-persoalan besar tersebut, Gereja dipanggi
l sebagai sakramen keselamatan dengan menjalankan tugas perutusan menjadi Ger
eja yang relevan dan signifikan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang selaras de
ngan nilai-nilai Kerajaan Allah.

Bagi warga Gereja, tugas dalam memperjuangkan, mewujudkan serta menga


malkan Pancasila merupakan tuntutan iman sekaligus kontribusi bagi kesatuan da
n kejayaan bangsa (Nota Pastoral, 2018:15). Ini merupakan tanggung jawab seluru
h warga Gereja dalam mewujudkan cita-cita bersama sebagai warga negara Indon
esia yang memperjuangkan kesatuan, kerukunan dan keadilan sosial bagi seluruh r
akyat Indonesia. Menurut LG 4, “Allah telah melengkapi Gereja dengan kemamp
uan untuk mewujudkan persatuan dan pelayanan melalui peran hierarki dan juga k
epada mereka yang dianugerahi tugas pelayanan Gereja di dunia. Oleh karena itu
Gereja perlu bekerja sama dengan semua hierarki yang ada dan umat yang dianug
erahi tugas pelayanan khusus termasuk kaum awam.

Kaum awam memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu Gereja
mewujudkan karya keselamatan dan kerasulan. Mereka memiliki martabat dan tug
as yang setara dalam mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus sesu
ai dengan kemampuan masing-masing. Generasi insan beriman Z termasuk kaum
awam yang memiliki tanggung jawab tersebut sesuai dengan kemampuan mereka
dalam menghadapi persoalan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Gereja perl
u bekerjasama dengan insan beriman generasi Z untuk mewujudkan tugas perutus
annya di dunia, berkontribusi bagi kesatuan dan persatuan bangsa sebagai bagian
utuh dari kesaksian kehadiran Gereja di Indonesia.

Untuk menanggapi panggilan Gereja dalam hidup berbangsa bersama generas


i insan beriman Z, Gereja dapat menciptakan sebuah sarana yang mampu mendoro
ng mreka untuk memahami peran dan keterlibatan dalam mewujudkan Gereja yan
g relevan dan signifikan di tengah persoalan bangsa saat ini lewat katekese. Katek
ese merupakan bentuk formasio iman berjenjang. Buku Iman Katolik (1996:131)
memberikan gambaran bahwa iman itu rasional tidak karena dibuktikan, melainka
n dipertanggungjawabkan. Iman Katolik dipertanggungjawabkan melalui perwuju
dan hidup menggereja yang ditunjukkan dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap s
ikap dan tindakannya dalam hidup bermasyarakat mencerminkan iman akan Yesu
s Kristus sebab Gereja merupakan bagian dari masyarakat.

Perwujudan iman yang ditunjukkan dalam hidup bermasyarakat dapat dilihat


dari kepedulian seseorang terhadap keprihatinan bangsa. Sidang Agung Gereja Ka
tolik Indonesia (SAGKI) tahun 2005 yang bertema “Bangkit dan Bergeraklah” tel
ah membahas keprihatinan bangsa yang juga merupakan keprihatinan Gereja. Sida
ng Agung ini mengajak orang muda menyadari keprihatinan hidup dan bergerak u
ntuk ikut terlibat dalam membentuk keadaban publik baru bagi bangsa Indonesia.
Orang muda perlu merintis keadaban publik untuk menanggapi berbagai permasal
ahan yang ada dalam lingkungan Gereja dan bangsa. Sidang Agung ini mengupay
akan orang muda untuk menjadi pemimpin yang memiliki tindakan yang jelas dal
am upaya pengembangan keadaban publik.

Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis berpendapat sekarang waktunya ba


gi Gereja untuk menggalakkan Katekese Kebangsaan untuk menumbuhkan rasa n
asionalisme orang muda dan kepeduliannya terhadap bangsa Indonesia demi peng
embangan keadaban publik. Pernyataan itu juga dikuatkan dengan terpilihnya Dirj
en Bimas Katolik Depag yang memprioritaskan Katekese Kebangsaan (hidupkatol
ik.com). Katekese zaman sekarang perlu memiliki rasa dan sikap peduli dalam usa
ha bersama untuk mengatasi orang muda Katolik yang kurang terlibat aktif dalam
kehidupan masyarakat khususnya dalam permasalahan hidup berbangsa. Apalagi
gaya hidup orang muda Katolik saat ini sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknolo
gi digital. Mereka menjadi insan beriman yang cara bertindaknya sangat dipengar
uhi oleh kemajuan teknologi dan informasi yang aksesnya begitu cepat.

Sejauh pengamatan dan pengakuan umat Paroki St. Antonius Padua Kotabaru,
telah banyak usaha yang dilakukan oleh paroki untuk memupuk semangat nasion
alisme generasi insan beriman Z lewat berbagai kegiatan dalam komunitas. Beber
apa diantaranya adalah komunitas sego mubeng yang kegiatannya membagikan m
akanan kepada sesama yang membutuhkan setiap pagi dengan dibantu oleh saudar
a-saudara yang berasal dari insan lintas suku dan agama. Selain itu, ada juga komu
nitas bimbingan belajar khusus siswa tidak mampu relawannya berasal dari lintas
suku dan agama. Tak ketinggalan juga , posko kesehatan juga melibatkan dokter,
perawat dan apoteker muda lintas suku dan agama.

Melalui kegiatan sosial dalam komunitas-komunitas, Paroki St. Antonius Pad


ua Kotabaru Yogyakarta mau menyuarakan katekese kebangsaan. Hal itu dilakuka
n karena generasi insan beriman Z, lebih menyukai kegiatan yang bersifat partisip
atif bukan monoton. Maka, katekese yang diberikan tidak dimungkinkan lagi apab
ila hanya diberikan dalam model ceramah. Kemudian paroki ini, mengambil jalan
lain lewat kegiatan yang ada dengan mengajak setiap pelaku kegiatan tersebut refl
eksi bersama pada setiap akhir kegiatan. Melalui refleksi tersebut, Gereja dapat m
enyampaikan Katekese Kebangsaan menurut perspektif Gereja Katolik.
Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas, rumusan masalah yang ingin di
jawab dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pelaksanaan Katekese Kebangsaan untuk Generasi Z yang berlangs


ung di Paroki St. Antonius Padua Kotabaru?

b. Bagaimana Generasi Z memahami persoalan kebangsaan sebagai Orang Muda


Katolik?

c. Langkah pastoral yang tepat bagi pelaksanaan Katekese Kebangsaan untuk Gen
erasi Z?

Secara khusus penelitian rintisan ini difokuskan pada pada Paroki St. Antoni
us Padua Kotabaru Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran r
ealitas tentang keterlibatan Generasi Z dalam persoalan kebangsaan saat ini dan da
pat menjadi sebuah masukan bagi pengembangan tim katekese dan formatio iman
orang muda. Riset ini masih akan terus dilanjutkan dalam bentuk penelitian dan te
rbuka bagi siapapun yang memiliki perhatian khusus pada katekese kebangsaan da
n partsipasi politik bagi generasi Z.

KATEKESE KEBANGSAAN

Sebagai umat Allah sekaligus bagian dari sebuah negara, Gereja memiliki d
ua peranan penting yakni spiritual dan sosial. Tentu saja hal tersebut memengaruh
i cara bertindak Gereja dalam bidang karya pelayanannya. Gereja dipanggil untuk
menemukan perannya dalam isu-isu kemasyarakatan sebagai bentuk kepedulian te
rhadap negara. Gereja harus mampu menghadirkan sukacita dan harapan di tenga
h-tengah masyarakat, sebagai wujud dukungan kepada negara yang terpanggil unt
uk menyejahterakan warganya.

Tema Nota Pastoral 2018 Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan me
ngajak umat Katolik untuk turut terlibat dalam setiap persoalan-persoalan kebangs
aan sebagai bentuk kepedulian Gereja pada negara. Persoalan-persoalan kebangsa
an tersebut, mendorong Gereja Katolik sebagai bagian dari Indonesia untuk meny
atakan pandangannya melalui katekese yang saat ini mulai kita kenal sebagai kate
kese kebangsaan. Melalui katekese kebangsaan, Gereja mengajak umat Katolik In
donesia untuk dapat semakin memiliki tanggung jawab sebagai umat beriman dan
juga warga negara Indonesia. Lebih dari itu, Gereja juga bekerjasama dengan sem
ua pihak yang berkehendak baik, seluruh warga negara Indonesia untuk mewujud
kan rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi sebagai suatu bangsa.

Katekese Kebangsaan mengacu pada keterlibatan orang beriman pada ke


warganegaraan. Sebagai bagian dari warga negara, umat Katolik diharapkan mam
pu dalam menghayati serta menghidupi secara nyata nilai-nilai luhur Pancasila dal
am terang iman Katolik di kehidupan masyarakat. Hal itu selaras dengan kalimat y
ang tercantum dalam Gaudium et Spes art 42 dalam Dokumen Konsili Vatikan II :

Bagi Gereja, yang utama adalah mengabdikan diri kepada kesejaht


eraan umum dan mengembangkan diri di bawah pemerintahan manapun ya
ng mengakui hak-hak asasi pribadi dan keluarga serta kebutuhan-kebutuha
n akan kesejahteraan umum (GS, 42).
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, Gereja Katolik mendukung
penuh keterlibatannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan bangsa dan negar
a demi kesejahteraan umum. Gereja Katolik menyadari bahwa negara merupaka
n tempat untuk mewartakan kerajaan Allah di dunia. Hal ini menunjukkan bahw
a negara sebagai tempat perwujudan kodrat manusia sebagai mahluk sosial. Neg
ara adalah tempat yang tepat bagi individu untuk mewujudkan nilai-nilai kemanu
siaan dalam masyarakat. Negara menjadi mitra yang baik bagi Gereja dalam me
wujudkan imannya dan mengusahakan kesejahteraan bersama, khususnya dalam
hidup berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai Kristiani yang dimiliki oleh umat Kat
olik diaktualisasikan dalam kehidupan bersama di bidang sosial, politik dan buda
ya.

Hasil pertemuan temu karya di Keuskupan Bandung tahun 2018, menyeb


utkan bahwa Katekese Kebangsaan lahir dari spiritualitas Inkarnasi, yakni, Allah
menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Allah tidak tinggal diam atas manusia
yang sedang berjerih payah menghadapi keprihatinan dunia, agar manusia tidak ke
hilangan iman, harapan dan kasih. Pengertian katekese yang mendorong pada reks
a pastoral untuk menjaga iman agar tetap hidup dalam diri umat memerlukan pend
ekatan dan pelaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan umat, teurtaman insan beri
man Generasi Z yang terkoneksi dengan persoalan kebangsaan.

Sebagaimana Konsili Vatikan II dalam dokumen Evangelii Gaudium me


nyebutkan bahwa katekese adalah pewartaan sabda dan selalu berpusat pada sabda
namun juga selalu memerlukan lingkungan yang sesuai dan penyajian yang mena
rik, pemakaian simbol-simbol yang menyapa, penyisipan ke dalam proses pertum
buhan yang lebih luas dan integrasi semua dimensi pribadi dalam perjalanan untu
k mendengar dan menanggapi sebagai komunitas (EG, 166). Penulis melihat bahw
a pernyataan tersebut merupakan kritik terhadap penekanan pada katekese yang be
rsifat doktrinal pada masa sebelumnya. Selain itu, pada pernyataan tersebut penuli
s melihat katekese mengalami pergeseran dalam hal pelaksanaan yang sifatnya pe
ngajaran doktrinal beralih pada komunikasi dua arah dan kontekstual sehingga me
njawab kebutuhan pendengar agar penyampaian pewartaan sabda dapat lebih mud
ah dipahami.

HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

Gereja merupakan persekutuan (communio) umat beriman berdasarkan kesatu


an Tri Tunggal Maha Kudus, yaitu Bapa, Putera dan Roh Kudus yang dikuatkan o
leh Konsili Vatikan II dalam dokumen Lumen Gentium (LG) yang berbunyi, “De
mikianlah seluruh Gereja nampak sebagai umat yang disatukan berdasarkan kesat
uan Bapa, Putra dan Roh Kudus” (LG,4). Berdasarkan pernyataan itu, Gereja seba
gai persekutuan antara awam, religius dan klerus harus saling menerima dan meng
akui sebagai satu saudara yang utuh. Kaum awam dipanggil Allah secara khusus u
ntuk mewujudkan Kerajaan Allah melalui kehidupan dan tugas mereka di dunia te
rmasuk insan beriman Z merupakan kaum muda yang memiliki tugas panggilan te
rsebut. Kaum muda merupakan kekuatan amat penting dalam masyarakat zaman s
ekarang. Peranan kaum muda dalam masyarakat sangat penting dan menuntut mer
eka melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan karakteristik mereka (AA, 12)
Landasan untuk bekerja sama antara Gereja Katolik Indonesia dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia tercantum dalam rumusan Dokumen KWI yang berj
udul Umat Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila yang berbunyi :

“Agama Katolik tidak dapat mengidentifikasi diri de


ngan salah satu ideologi atau pola pemerintahan tertentu
…. Pancasila mengandung nilai-nilai manusiawi yang ter
ungkap dalam kehidupan dan sejarah bangsa, dan dapat d
iterima serta didukung semua golongan dan semua pihak
di dalam masyarakat kita yang majemuk.”
Hal ini menunjukkan bahwa Gereja Katolik memberikan perhatian besar pad
a bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai pedoman dasar dalam kehidupan sehar
i-hari. Sikap peduli dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini, dianjurka
n oleh Gereja Katolik guna mewujudkan kesejahteraan bersama melalui aktualisa
si nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar dan Pedoman Kehidupan Bernegara, sehing
ga tercapainya bonum commune hubungan Gereja dengan Negara demi mewujud
kan kesejahteraan bersama. Gereja Kristus semakin masuk ke dalam kehidupan b
angsa ini, sehingga tidak lagi merupakan Gereja yang asing di Nusantara, melain
kan menjadi Gereja Indonesia, yang terlibat dalam keprihatinan bangsa, yang ten
gah membangun masyarakat Pancasila. Bagi umat Katolik, Kristus yang dalam G
ereja-Nya senasib dengan bangsa ini merupakan Kristus yang diimani dan sekali
gus diwujudkan sebagai daya juang dalam kehidupan sehari-hari (Suseno, 2009:6
34).

Gereja merupakan umat Allah yang memiliki tanggung jawab terhadap kehi
dupan berbangsa dan bernegara. Hal itu dikarenakan keberadaan Gereja Katolik t
idak lepas dari konteks masyarakat Indonesia. Gereja ada karena persekutuan um
at beriman, umat beriman tersebut tak lain merupakan masyarakat Indonesia send
iri. Jelas bahwa, Gereja Katolik merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena
itu, umat Katolik memiliki tanggung jawab terhadap Gereja dan juga bangsa Ind
onesia. Umat Katolik dituntut untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam menj
aga tatanan hidup bersama. Tatanan hidup bangsa Indonesia itu bersumber dari a
zas ideologi Pancasila.
Sebagai bagian dari warga negara, umat Katolik diharapkan mampu dalam
menghayati serta menghidupi secara nyata nilai-nilai luhur Pancasila dalam teran
g iman Katolik dikehidupan masyarakat. Bagi Gereja, yang utama adalah menga
bdikan diri kepada kesejahteraan umum dan mengembangkan diri di bawah pem
erintahan manapun yang mengakui hak-hak asasi pribadi dan keluarga serta kebu
tuhan-kebutuhan akan kesejahteraan umum (GS, 24). Seorang Katolik tidak pern
ah bisa hidup terpisah dari konteks hidupnya, yakni hidup bermasyarakat dan kau
m awam memiliki panggilan khas untuk menyucikan dunia (LG 33, 35).

Gereja seiring perkembangan jaman sudah memperlihatkan kepeduliannya p


ada masyarakat setempat. Warga Gereja menjadi bagian tak terpisahkan dari mas
yarakat Indonesia. Demikian pula Kekatolikan di Indonesia diselaraskan dengan
ideologi Pancasila. Oleh karenanya, ada hubungan timbal balik antara Gereja dan
negara. Gereja memberikan dukungan praktik moralitas publik berdasarkan nilai-
nilai kekatolikannya, sedangkan negara memberi dukungan pada kedaulatan hidu
p beragama dan menfasilitasi praktik kerukunan hidup beragama. Selain itu, Ger
eja sebagai umat Katolik di Indonesia turut berjuang dalam mempertahankan Pan
casila dan mengamalkan nilai-nilainya di dalam praktek kehidupan berbangsa da
n bernegara. Dengan demikian, praktek mengamalkan Pancasila juga berarti men
ghidupkan nilai-nilai iman Katolik di tengah dinamika peradaban berbangsa dan
bernegara.

Menurut penulis, Katekese Kebangsaan eksistensinya sesuai dengan pend


idikan iman yang diutarakan oleh Daniel Schiphani. Daniel Schipani (1997:25) m
engungkapkan bahwa pendidikan iman yang membawa transformasi sosial ini dap
at diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan menekankan tiga aspek yang m
enitik beratkan pada perubahan sosial. Adapun 3 aspek tersebut ialah seeing, judgi
ng, dan acting. Seeing menekankan aspek melihat realitas konkret yang di hadapi
oleh masyarakat sekitar. Dengan melihat permasalahan yang ada tersebut diharapk
an umat dapat memberikan penilaian melalui proses judging. Judging merupakan
penilaian terhadap realita yang ada melalui terang Sabda Allah yang direfleksikan
dalam nilai-nilai Injil, sehingga menemukan kehendak Allah. Melalui penilaian ter
hadap realita dan menemukan kehendak Allah tersebut, umat diajak untuk melaku
kan aksi nyata (acting). Acting ini merupakan tindakan konkret sebagai sintesis an
tara realitas konkret dan Sabda Allah sehingga mampu menghasilkan perubahan s
osial.

Selain itu penggalakan Katekese Kebangsaan eksistensinya juga dapat dili


hat dari pengertian katekese sebagai pendidikan iman. Menurut William Johnson
Everett (1989:153) dalam tulisannya “Transformation at work” mengungkapkan
bahwa pendidikan iman (baca:katekese) mengusahakan untuk membawa perubah
an terhadap struktur sosial yang lama menjadi baru melalui komunikasi dan transf
ormasi iman. Pendidikan iman mengubah pribadi maupun kelompok pada kedewa
saan iman. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan im
an seharusnya dapat membawa orang pada perubahan hidup/transformasi hidup be
riman yang baru. Artinya pendidikan iman ataupun katekese diharapkan dapat me
mbantu seseorang mengalami transformasi dalam hidupnya baik bagi diri sendiri
maupun berdampak bagi orang/kelompok lain. Berdasarkan pernyataan tersebut d
apat penulis berpendapat bahwa katekese kebangsaan juga merupakan salah satu b
entuk pendidikan iman yang mengajak seseorang untuk mengalami perubahan hid
up yang baru dalam hal kebangsaan.

Menurut William Johnson Everret (1989:153), tujuan dari pendidikan ima


n adalah mengusahakan perubahan secara baru dalam hidup seseorang. Pendidika
n iman membawa kita keluar dari diri kita yang lama menuju diri kita yang baru (t
ransformasi). Perubahan dan transformasi itu membawa orang keluar dari struktur
sosial lama menuju ke yang baru. Perubahan yang terjadi bukan hanya sebatas ko
munikasi sosial, melainkan transformasi dalam iman. Transformasi sosial menjem
batani respon agama dalam menanggapi persoalan di sekitar. William Johnson Ev
erret (1989:153) dalam Transformation at Work mengatakan bahwa gereja konte
mporer umumnya mengambil tiga bentuk dalam menanggapi persoalan-persoalan
yang tengah dihadapi di lingkungan sekitar yaitu melalui sikap yang reaktif, adapt
if dan reformis. Hal itu dilakukan agar dapat memunculkan transformasi baru bagi
umat dalam menanggapi persoalan-persoalan di lingkungan (Everret Jhonson, 198
9:153).

Maka berdasarkan penjelasan katekese yang membawa transformasi sosia


l tersebut, penulis berusaha mengartikulasikan proses penggalakan Katekese Keba
ngsaan bertujuan untuk membawa transformasi sosial demi terwujudnya Kerajaan
Allah. Proses Katekese Kebangsaan yang terjadi tidak jauh berbeda dengan Katek
ese Umat pada umumnya. Hal itu berkaitan dengan reksa pastoral pada umumnya,
yaitu mengelola pengalaman hidup beriman umat yang dapat meneguhkan dan me
mberi inspirasi satu sama lain. Pengalaman hidup beriman umat itu kemudian diha
rapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman hidup yang di
angkat bersama umat, diangkat dari pokok-pokok persoalan penting terkait keban
gsaan dalam rangka membantu mereka untuk menumbuhkan kepedulian terhadap
persoalan kebangsaan.

B. ERA DIGITAL DAN GENERASI Z

Pada saat ini, dunia memasuki era revolusi industri 4.0. Artinya, teknologi di
gital pada saat ini telah masuk dalam berbagai aspek kehidupan. Era digital merup
akan era yang ditandai dengan banyaknya perubahan dan perkembangan pesat pad
a teknologi komputerisasi dan komunikasi (Komisi Wali Gereja Indonesia, 2015:2
4). Pada era ini, teknologi menjadi gaya hidup dan sarana yang memungkinkan or
ang untuk saling berkomunikasi secara luas dalam dunia global tanpa batas. Kema
juan teknologi yang terjadi pada era digital ini juga memiliki kemungkinan yang t
erjadi akibat dari perubahan dan perkembangan suatu teknologi. Dampak-dampak
yang mungkin dapat dirasakan pada era digital akibat dari kemajuan dan perkemb
angan teknologi yaitu dalam hal interaksi - komunikasi, dan implikasi antara man
usia dengan teknologi.

Kemajuan digital saat ini membawa dampak yang besar bagi perkembanga
n dunia. Mark Sayers (2019:22) dalam penelitian Barna Institute: The Connected
Generation mengungkapkan bahwa pada saat ini dunia sedang mengalami masala
h konektifitas radikal, persaingan visi, kebangkitan sekuler, kerinduan akan dunia
yang lebih baik, dan kekecewaan besar terhadap institusi. Konektifitas radikal me
nurut Mark Sayers (2019:22) digambarkan bahwa kemajuan teknologi membawa
kita dengan mudah pada paham radikalisme dan dapat menghancurkan kita. Seme
ntara itu, adanya persaingan visi melahirkan gagasan yang membingungkan serta s
aling bertentangan dan kebangkitan sekuler secara bersamaan membuat orang sem
akin religius dan tidak semakin religius. Karena kekacauan itulah, banyak orang m
erindukan terwujudnya dunia yang lebih baik akibat kekecewaan mereka pada inst
itusi yang terpecah akibat tekanan yang kuat dari pihak-pihak yang berkuasa.

Maka, berdasarkan hal itu, penulis melihat bahwa Gereja perlu cermat menan
ggapi hal itu. Jangan karena hal itu, banyak orang semakin tidak peduli terhadap p
ersoalan kebangsaan. Oleh karena itu, perlu tanggapan yang serius dari Gereja mel
alui berbagai cara yang memungkinkan orang untuk semakin peduli terhadap pers
oalan bangsanya, bukan malah bersifat acuh tak acuh. Berkaitan dengan era digital,
Generasi Z perlu menghadapi tantangan disruptif dalam persoalan kebangsaan.

Literatur Gen Z research (2018) mengungkapkan bahwa Generasi Z merupak


an generasi yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1995 - 2013. Generasi ini se
ringkali dikaitkan dengan generasi yang sejak lahir sudah terinkorporasi dengan te
knologi digital hingga dijuluki sebagai digital natives. Sebagaimana hasil survei
Gen Z research “What We Know About Gen Z” (2018) menyebutkan bahwa Gene
rasi Z merupakan generasi yang memiliki kedekatan dengan teknologi digital, mer
eka tumbuh dengan smartphones dan sosial media sehingga mereka selalu terkone
ksi dengan media digital. Hal itu dikarenakan generasi ini hidupnya di tengah ling
kungan yang serba ada serta lingkungannya selalu mengalami perubahan pesat dal
am hal teknologi digital.

Barna Institute (2019:16) dalam penelitian Meet The Connected Generatio


n  menyebutkan bahwa generasi Z merupakan pribadi yang memiliki karakteristik
terkoneksi dengan internet secara baik tetapi kesepian, keterbukaan spiritualitas,
masalah kecemasan, pencari jawaban dengan keterlibatan dan mau berubah. Berda
sarkan pernyataan tersebut untuk dapat terkoneksi dengan mereka perlu mencerma
ti kelima karakteristik generasi Z pada era saat ini. Apabila kita dapat memahami
karakteristik generasi Z tersebut, niscaya kita akan dapat dengan mudah terkoneks
i dengan mereka. Dengan demikian, Gereja perlu menemukan langkah pastoral pe
wartaan yang tepat bagi Generasi Z, agar dapat terkoneksi dan terlibat dalam kehi
dupan berbangsa.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan observasi dan wawancara terhadap beberapa partisipan pene
litian Generasi Z di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, penulis me
ndapatkan informasi bahwa mereka lebih suka menggunakan gawainya untuk men
elusuri youtube sebagai tayangan hiburan bagi mereka dan berselancar di sosial m
edia. Kebiasaan itu, mengindikasikan bahwa generasi Z lebih menyukai trend-tre
nd yang sedang berkembang dalam masyarakat masa kini.

Selain itu, pekerjaan dan aktivitas yang mereka minati tidak jauh dari ha
l-hal yang berkaitan dengan teknologi yang sedang berkembang sebab mereka me
nguasai teknologi dengan baik. Berdasarkan realitas tersebut, maka dapat disimpul
kan generasi Z sangat dekat dengan media digital. Media digital menjadi trend bar
u bagi generasi Z untuk membangun komunitas sebagai civil society. Sebab, medi
a digital membuka ruang perjumpaan bagi generasi Z dengan sesama. Bagi merek
a, kehadiran internet juga memungkinkan dalam membuka jalinan relasi yang ama
t luas dengan orang-orang yang belum pernah dijumpai secara fisik. Hal itu ditunj
ukkan mereka lebih suka berselancar di media sosial seperti whatsapp, facebook, t
witter dan instagram. Melalui media sosial seperti itu, Generasi Z menjalin relasi
dengan orang-orang tanpa harus bertatap muka.

Berdasarkan hasil penelitian, Generasi Z di paroki ini khususnya pada ma


sa pandemi, banyak memanfaatkan sosial media sebagai tempat untuk berkreativit
as. Hal itu teramati dari aktivitas digital mereka yang saat ini membanjiri platfor
m digital dengan postingan foto, video dan podcast. Bahkan dari sisi Gereja, bany
ak orang muda Katolik, Generasi Z bersama Paroki mulai mendesain katekese ber
basis digital melalui tayangan youtube dan podcast, mendesain katekese digital be
rupa talkshow yang ditayangkan melalui youtube Komsos Paroki.

Sementara itu, hasil penelitian yang didapatkan melalui wawancara denga


n 13 responden yang berasal dari OMK Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yog
yakarta adalah harapan bagi Gereja untuk melaksanakan metode pemberian kateke
se dengan gaya orang muda. Salah satu yang disarankan oleh mereka bagi Gereja
dalam melaksanakan pewartaannya bagi orang muda di paroki ini adalah metode p
elaksanaan katekese dengan menggunakan media digital sebagai sarana penyebara
n informasi katekese. Bagi mereka, penggunaan metode pewartaan dengan media
digitl memudahkan mereka dalam mengakses informasi terkait pengetahuan iman
mereka sebelum melaksanakan pembinaan dengan tatap muka.

Lebih lanjut, penulis berasumsi bahwa dampak paparan sosial media bagi
Generasi Z sangat membentuk gaya hidup mereka dalam berpartisipasi di ruang p
ublik. Sosial media merupakan sarana bagi mereka untuk melatih keberanian men
yatakan opini di ruang publik sebagai bentuk partisipasi politik khas mereka. Inter
net dan media sosial telah membentuk cara komunikasi baru ruang publik dan ken
yataan tersebut menjadi peluang istimewa untuk berdialog, partisipasi sosio-politi
k dan kewarganegaraan (CV, 87). Menurut Corey Seemiller dan Meghan Grace G
enerasi Z sangat teratur dalam mengikuti perkembangan informasi tentang isu-isu
hak sipil, hampir dua pertiga dari mereka tertarik mengikuti perkembangan inform
asi terkait hak-hak perempuan, kesetaraan gender, masalah partai politik dll (Seem
iller dan Grace, 2019:276).

Internet dan jejaring sosial merupakan agora baru interaksi insan digital
muda (Mutiara Andalas, 2019:9). Dunia digital memberikan peluang bagi Generas
i Z untuk menyuarakan hati dan pikiran lewat opini yang diposting melalui sosial
media. Bagi generasi Z yang masuk dalam kategori aktivis digital, keterlibatan pol
itik dimaknai hanya sebatas retweet, posting dan menandatangani petisi.
Dalam hal ini, penulis mengamati bahwa terjadi pergeseran makna terhad
ap partisipasi di ruang publik dalam menanggapi persoalan kebangsaan. Alih-alih
ingin berpartisipasi dalam ruang publik, Generasi Z malah mengalami stagnasi par
tisipasi hanya sebatas ciutan opini di sosial media. Fenomena partisipasi hanya dal
am ruang media sosial tidaklah sehat apabila mencampuradukkan komunikasi den
gan kontak secara virtual belaka sehingga menghalangi relasi personal yang autent
ik (CV, 88). Oleh karena itu, penulis melihat bahwa fenomena ini perlu ditanggap
i dengan bijaksana.

Dalam usaha menelusuri karakteristik Generasi Z dan keterlibatannya pa


da persoalan kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua Kotabaru, sebanyak 8 parti
sipan penelitian mengungkapkan media sosial menjadi referensi mesin pencari inf
ormasi sekaligus alat partisipasi politik di ruang publik. Tak mengherankan apabil
a banyak generasi Z yang menyuarakan aspirasinya lewat kanal-kanal media sosia
l hingga membentuk komunitas sampai membuat petisi terkait kasus-kasus politik.
Partisipasi politik lewat media sosial menjadi kekhasan generasi Z. Meskipun dem
ikian, melek teknologi dan sekalipun berpendidikan tidak menjamin kecerdasan p
olitik.
Namun tentu saja, keterlibatan dalam hal kebangsaan yang dilakukan gene
rasi Z seharusnya bukan hanya sekedar dimaknai dengan terlibat pemilu, aksi dem
onstrasi, menggagas opini di ruang publik, melainkan ikut mengawal bangsa ini d
engan segala persoalannya. Hal tersebut dilakukan karena persoalan politik merup
akan persoalan yang menyangkut hidup sehari-hari dan dampaknya menyangkut k
epentingan banyak orang. Berdasarkan fenomena tersebut, penulis melihat media
sosial berpengaruh sangat mempengaruhi gaya hidup generasi Z sebagai sarana m
enyampaikan opini partisipasi politik yang baru di era digital. Singkatnya media s
osial menjadi salah satu pilar demonstrasi yang diminati generasi Z.
Sementara itu, dalam melakukan triangulasi data yang peroleh dari romo paro
ki dan katekis menunjukkan bahwa paroki masih mengusahakan masuknya Katek
ese Kebangsaan melalui berbagai kegiatan Gereja yang ada. Paroki belum merum
uskan Istilah Kebangsaan yang dekat dengan generasi insan beriman Z. Selain itu
paroki belum melaksanakan Katekese Kebangsaan secara sistematis. Oleh karena
itu, perumusan dan pelaksanaan Katekese Kebangsaan secara sistematis dengan p
emberian waktu dan kegiatan khusus sangat diperlukan sebagai salah satu bentuk
katekese Gereja. Paroki berharap penulis dapat memberikan sumbangan ide dala
m penelitian dan penulisan skripsi ini dengan memberikan desain Katekese Keban
gsaan yang dapat terkoneksi oleh generasi insan beriman Z.

Hal baik yang telah dilakukan paroki dalam membuka jalan bagi tumbuhn
ya Katekese Kebangsaan adalah telah di adakannya kegiatan srawung lintas suku
dan agama. Bagi penulis, hal tersebut memberikan kemudahan bagi paroki untuk
mengartikulasikan Katekese Kebangsaan dan menerapkannya secara sistematis de
ngan langkah pastoral yang sesuai dengan kebutuhan Generasi Z. Berdasarkan dat
a tersebut, penulis melihat bahwa fenomena Generasi Z yang dipengaruhi oleh ke
majuan teknologi digital juga berdampak pada kehidupan religius generasi ini. Se
bagaimana yang penulis temukan dalam riest Barna Institut terhadap insan berima
n Generasi Z. Riset Barna Institute (2019) mengatakan bahwa insan beriman gene
rasi Z memiliki kepedulian global terkait korupsi, perubahan iklim, kemiskinan se
rta rendahnya kepemimpinan efektif (Barna Institute, 2019:135). Selain itu insan b
eriman generasi Z sebagai generasi terhubung tidak ingin menjadi konsumen sema
ta melainkan mereka ingin menjadi kontributor (Barna, 2019:127). 

Riset Barna Institute dan World Vision 2019 (2019:61) mengungkapkan b


anyak insan beriman generasi Z yang tidak terlibat dalam kehidupan menggereja
(termasuk katekese). Alasan mereka tidak tertarik pada keterlibatan hidup mengge
reja yakni merasa tidak tertarik pada program-program Gereja (khotbah,katekese).
Hasil riset ini menggambarkan bahwa generasi insan beriman Z merasa tidak dilib
atkan oleh Gereja, sehingga mereka tidak tertarik ataupun terinspirasi oleh progra
m leadership yang diselenggarakan oleh Gereja. Meskipun demikian, mereka mas
ih menganggap bahwa Gereja sangat penting. Generasi insan beriman Z berharap
bahwa Gereja melalui usahanya dapat mengkomunikasikan keyakinan mereka dan
memupuk pemahaman yang lebih lengkap tentang kehidupan Kristiani.

Selain itu, menurut riset Barna Institute, Generasi insan beriman Z mem
ahami bahwa berpartisipasi dalam komunitas ibadah merupakan tolak ukur Kekris
tenan (Barna, 2019:73). Berdasarkan penjelasan tersebut, secara implisit kita dapa
t mengetahui metode yang relevan dalam melaksanakan katekese. Pernyataan ters
ebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa generasi Z mengharapkan Gerej
a untuk mewujudkan khotbah yang relevan dan berguna, membentuk komunitas y
ang mendukung, memberikan contoh kepemimpinan yang meneladani, ketersedia
an pembimbing rohani dan mentor, serta menggalakkan bahwa peran utama komu
nitas yakni menjumpai teman-teman di Gereja. Fenomena tersebut memberikan pe
mahaman penulis bahwa media digital memengaruhi keterlibatan insan beriman G
enerasi Z dalam kehidupan beriman dan beragama.

Lebih lanjut, penulis melihat bahwa Generasi Z disruptif terhadap perso


alan kebangsaan di era digital. Dengan demikian, Gereja perlu mengambil langka
h pastoral yang tepat bagi pelaksanaan Katekese Kebangsaan untuk Generasi Z m
elalui penggunaan media digital dan pertemuan-pertemuan pendampingan dengan
pelaksanaan kegiatan yang melibatkan mereka pada persoalan kebangsaan.

KESIMPULAN

Katekese Kebangsaan muncul untuk mewujudkan Gereja yang hadir seba


gai sakramen keselamatan dengan menjalankan tugas perutusannya menjadi Gerej
a yang relevan dan signifikan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang selaras den
gan nilai-nilai Kerajaan Allah. Katekese Kebangsaan sebagai bentuk katekese bar
u yang menekankan peran umat beriman sekaligus bernegara . Kedua peran terseb
ut memiliki tanggung jawab dalam memperjuangkan, mewujudkan serta mengam
alkan Pancasila merupakan tuntutan iman sekaligus kontribusi bagi kesatuan dan
kejayaan bangsa.

Lebih lanjut, tugas dan tanggung jawab itu dilaksanakan oleh Gereja de
ngan melibatkan semua hierarki yang ada dan umat yang dianugerahi tugas pelaya
nan khusus termasuk kaum awamnya. Kaum awam memiliki peranan yang sangat
penting dalam membantu Gereja untuk mewujudkan karya keselamatan dan keras
ulan. Insan beriman generasi Z adalah termasuk kaum awam yang memiliki tangg
ung jawab tersebut sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dalam men
ghadapi keprihatinan dan persoalan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia.

Sebagaiman keterlibatan Gereja Katolik dalam masa perjuangan itu mengajak


umat Katolik menyadari diri sebagai warga negara bersama umat agama lainnya u
ntuk dapat bekerja sama mewujudkan Indonesia yang berdaulat. Hal tersebut dilak
ukan dengan menjalankan tanggung jawab yang dimiliki agama terhadap negara y
akni membina umatnya untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan
bermoral dalam menjalankan kewarganegaraannya
Era digital telah membawa manusia ke cara baru untuk berkomunikasi, se
perti bisa melihat berbagai macam konten dan mengakses segala informasi hanya
dengan satu genggaman. Cara baru dalam berkomunikasi inilah yang perlu menja
di peluang Gereja untuk semakin mewartaan Injil. Gereja perlu memulai untuk me
ndesain katekese yang sesuai dengan konteks perkembangan zaman dan generasi
Z. Hal itu dilakukan karena seiring perkembangan zaman, model dan desain Katek
ese perlu diperbaharui karena aspek pendidikan sudah mulai pada tahap Flip Lear
ning. Maka dimungkinkan apabila metode pemberian katekese mulai bergerak dan
dilaksanakan pada tahapan tersebut tanpa mengurangi hal ihwal dalam berkatekes
e. Penulis berharap riset dalam tulisan ini dapat membuka jalan diskusi lebih lanju
t tentang tema Katekese Kebangsaan dan Generasi Z bagi peneliti selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Seemiller dan Grace Meghan. (2019). Generation Z a Century in The Maki
ng. Routledge:Taylor and Francis Group: London.
Dokpen KWI. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II diterjemahkan oleh R. Harda
wiryana. Bogor: Mardi Yuwana.
_________. (2019). Seruan Apostolik Pascasinode Paus Fransikus: Christus Vivit .
Jakarta: Dokpen KWI.
Everett, Johnson W (1989). “Transformation at work”, dalam Moore, Allen (198
9). Religious Education as Social Transfornation. Birmingham: Religious E
ducation Press.
Gen Z Research. (2018). What We Know About Gen Z, One Hope God’s Word,
Every Child , literature review 2018, 1-12. Diunduh dari https://airtable.c
om/shrbSLQ3gGqwPTPAw pada 13 Februari 2020.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Refe
rensi. Yogyakarta: Kanisius.
_________. (2019). Hidup di Era Digital. Yogyakarta: Kanisius.
Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia 2018. Panggilan Gereja dalam Hi
dup Berbangsa: Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan. Jakarta: Obor.
Schipani, Daniel S. “Educating for Social Transformation”, dalam Seymour, Jack
L (ed.). (1997). Mapping Christian Education: Approaches to Congregation
al Learning. Nashville: Abingdon Press., halaman 23-40.
Seymour, Jack L (ed.). (1997). Mapping Christian Education: Approaches to Con
gregational Learning. Nashville: Abingdon Press.
Suharyo, Ignatius. (2009). The Catholic Way. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai