Abstrak
Pada hari studi sidang tahunan KWI 2017 yang bertema “Menjadi Gereja yan
g Relevan dan Signifikan: Tugas Gereja Menyucikan Dunia”, KWI menegaskan b
ahwa Gereja perlu menghayati tugas perutusan di dunia. Tugas perutusan tersebut
mengajak Gereja menjadi relevan dan signifikan dalam menjalankan perannya di t
engah realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Gereja merupakan bagi
an utuh dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu Gereja tidak dapat berdiam diri di
hadapan kondisi yang memprihatinkan dan mengancam keberlangsungan kehidup
an bersama di Indonesia. Gereja dipanggil untuk menjunjung nilai-nilai persaudar
aan, kerukunan, perdamaian, keadilan dan kebenaran demi kelangsungan dan keba
ikan hidup bersama.
Kaum awam memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu Gereja
mewujudkan karya keselamatan dan kerasulan. Mereka memiliki martabat dan tug
as yang setara dalam mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus sesu
ai dengan kemampuan masing-masing. Generasi insan beriman Z termasuk kaum
awam yang memiliki tanggung jawab tersebut sesuai dengan kemampuan mereka
dalam menghadapi persoalan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Gereja perl
u bekerjasama dengan insan beriman generasi Z untuk mewujudkan tugas perutus
annya di dunia, berkontribusi bagi kesatuan dan persatuan bangsa sebagai bagian
utuh dari kesaksian kehadiran Gereja di Indonesia.
Sejauh pengamatan dan pengakuan umat Paroki St. Antonius Padua Kotabaru,
telah banyak usaha yang dilakukan oleh paroki untuk memupuk semangat nasion
alisme generasi insan beriman Z lewat berbagai kegiatan dalam komunitas. Beber
apa diantaranya adalah komunitas sego mubeng yang kegiatannya membagikan m
akanan kepada sesama yang membutuhkan setiap pagi dengan dibantu oleh saudar
a-saudara yang berasal dari insan lintas suku dan agama. Selain itu, ada juga komu
nitas bimbingan belajar khusus siswa tidak mampu relawannya berasal dari lintas
suku dan agama. Tak ketinggalan juga , posko kesehatan juga melibatkan dokter,
perawat dan apoteker muda lintas suku dan agama.
c. Langkah pastoral yang tepat bagi pelaksanaan Katekese Kebangsaan untuk Gen
erasi Z?
Secara khusus penelitian rintisan ini difokuskan pada pada Paroki St. Antoni
us Padua Kotabaru Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran r
ealitas tentang keterlibatan Generasi Z dalam persoalan kebangsaan saat ini dan da
pat menjadi sebuah masukan bagi pengembangan tim katekese dan formatio iman
orang muda. Riset ini masih akan terus dilanjutkan dalam bentuk penelitian dan te
rbuka bagi siapapun yang memiliki perhatian khusus pada katekese kebangsaan da
n partsipasi politik bagi generasi Z.
KATEKESE KEBANGSAAN
Sebagai umat Allah sekaligus bagian dari sebuah negara, Gereja memiliki d
ua peranan penting yakni spiritual dan sosial. Tentu saja hal tersebut memengaruh
i cara bertindak Gereja dalam bidang karya pelayanannya. Gereja dipanggil untuk
menemukan perannya dalam isu-isu kemasyarakatan sebagai bentuk kepedulian te
rhadap negara. Gereja harus mampu menghadirkan sukacita dan harapan di tenga
h-tengah masyarakat, sebagai wujud dukungan kepada negara yang terpanggil unt
uk menyejahterakan warganya.
Tema Nota Pastoral 2018 Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan me
ngajak umat Katolik untuk turut terlibat dalam setiap persoalan-persoalan kebangs
aan sebagai bentuk kepedulian Gereja pada negara. Persoalan-persoalan kebangsa
an tersebut, mendorong Gereja Katolik sebagai bagian dari Indonesia untuk meny
atakan pandangannya melalui katekese yang saat ini mulai kita kenal sebagai kate
kese kebangsaan. Melalui katekese kebangsaan, Gereja mengajak umat Katolik In
donesia untuk dapat semakin memiliki tanggung jawab sebagai umat beriman dan
juga warga negara Indonesia. Lebih dari itu, Gereja juga bekerjasama dengan sem
ua pihak yang berkehendak baik, seluruh warga negara Indonesia untuk mewujud
kan rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi sebagai suatu bangsa.
Gereja merupakan umat Allah yang memiliki tanggung jawab terhadap kehi
dupan berbangsa dan bernegara. Hal itu dikarenakan keberadaan Gereja Katolik t
idak lepas dari konteks masyarakat Indonesia. Gereja ada karena persekutuan um
at beriman, umat beriman tersebut tak lain merupakan masyarakat Indonesia send
iri. Jelas bahwa, Gereja Katolik merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena
itu, umat Katolik memiliki tanggung jawab terhadap Gereja dan juga bangsa Ind
onesia. Umat Katolik dituntut untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam menj
aga tatanan hidup bersama. Tatanan hidup bangsa Indonesia itu bersumber dari a
zas ideologi Pancasila.
Sebagai bagian dari warga negara, umat Katolik diharapkan mampu dalam
menghayati serta menghidupi secara nyata nilai-nilai luhur Pancasila dalam teran
g iman Katolik dikehidupan masyarakat. Bagi Gereja, yang utama adalah menga
bdikan diri kepada kesejahteraan umum dan mengembangkan diri di bawah pem
erintahan manapun yang mengakui hak-hak asasi pribadi dan keluarga serta kebu
tuhan-kebutuhan akan kesejahteraan umum (GS, 24). Seorang Katolik tidak pern
ah bisa hidup terpisah dari konteks hidupnya, yakni hidup bermasyarakat dan kau
m awam memiliki panggilan khas untuk menyucikan dunia (LG 33, 35).
Pada saat ini, dunia memasuki era revolusi industri 4.0. Artinya, teknologi di
gital pada saat ini telah masuk dalam berbagai aspek kehidupan. Era digital merup
akan era yang ditandai dengan banyaknya perubahan dan perkembangan pesat pad
a teknologi komputerisasi dan komunikasi (Komisi Wali Gereja Indonesia, 2015:2
4). Pada era ini, teknologi menjadi gaya hidup dan sarana yang memungkinkan or
ang untuk saling berkomunikasi secara luas dalam dunia global tanpa batas. Kema
juan teknologi yang terjadi pada era digital ini juga memiliki kemungkinan yang t
erjadi akibat dari perubahan dan perkembangan suatu teknologi. Dampak-dampak
yang mungkin dapat dirasakan pada era digital akibat dari kemajuan dan perkemb
angan teknologi yaitu dalam hal interaksi - komunikasi, dan implikasi antara man
usia dengan teknologi.
Kemajuan digital saat ini membawa dampak yang besar bagi perkembanga
n dunia. Mark Sayers (2019:22) dalam penelitian Barna Institute: The Connected
Generation mengungkapkan bahwa pada saat ini dunia sedang mengalami masala
h konektifitas radikal, persaingan visi, kebangkitan sekuler, kerinduan akan dunia
yang lebih baik, dan kekecewaan besar terhadap institusi. Konektifitas radikal me
nurut Mark Sayers (2019:22) digambarkan bahwa kemajuan teknologi membawa
kita dengan mudah pada paham radikalisme dan dapat menghancurkan kita. Seme
ntara itu, adanya persaingan visi melahirkan gagasan yang membingungkan serta s
aling bertentangan dan kebangkitan sekuler secara bersamaan membuat orang sem
akin religius dan tidak semakin religius. Karena kekacauan itulah, banyak orang m
erindukan terwujudnya dunia yang lebih baik akibat kekecewaan mereka pada inst
itusi yang terpecah akibat tekanan yang kuat dari pihak-pihak yang berkuasa.
Maka, berdasarkan hal itu, penulis melihat bahwa Gereja perlu cermat menan
ggapi hal itu. Jangan karena hal itu, banyak orang semakin tidak peduli terhadap p
ersoalan kebangsaan. Oleh karena itu, perlu tanggapan yang serius dari Gereja mel
alui berbagai cara yang memungkinkan orang untuk semakin peduli terhadap pers
oalan bangsanya, bukan malah bersifat acuh tak acuh. Berkaitan dengan era digital,
Generasi Z perlu menghadapi tantangan disruptif dalam persoalan kebangsaan.
Selain itu, pekerjaan dan aktivitas yang mereka minati tidak jauh dari ha
l-hal yang berkaitan dengan teknologi yang sedang berkembang sebab mereka me
nguasai teknologi dengan baik. Berdasarkan realitas tersebut, maka dapat disimpul
kan generasi Z sangat dekat dengan media digital. Media digital menjadi trend bar
u bagi generasi Z untuk membangun komunitas sebagai civil society. Sebab, medi
a digital membuka ruang perjumpaan bagi generasi Z dengan sesama. Bagi merek
a, kehadiran internet juga memungkinkan dalam membuka jalinan relasi yang ama
t luas dengan orang-orang yang belum pernah dijumpai secara fisik. Hal itu ditunj
ukkan mereka lebih suka berselancar di media sosial seperti whatsapp, facebook, t
witter dan instagram. Melalui media sosial seperti itu, Generasi Z menjalin relasi
dengan orang-orang tanpa harus bertatap muka.
Lebih lanjut, penulis berasumsi bahwa dampak paparan sosial media bagi
Generasi Z sangat membentuk gaya hidup mereka dalam berpartisipasi di ruang p
ublik. Sosial media merupakan sarana bagi mereka untuk melatih keberanian men
yatakan opini di ruang publik sebagai bentuk partisipasi politik khas mereka. Inter
net dan media sosial telah membentuk cara komunikasi baru ruang publik dan ken
yataan tersebut menjadi peluang istimewa untuk berdialog, partisipasi sosio-politi
k dan kewarganegaraan (CV, 87). Menurut Corey Seemiller dan Meghan Grace G
enerasi Z sangat teratur dalam mengikuti perkembangan informasi tentang isu-isu
hak sipil, hampir dua pertiga dari mereka tertarik mengikuti perkembangan inform
asi terkait hak-hak perempuan, kesetaraan gender, masalah partai politik dll (Seem
iller dan Grace, 2019:276).
Internet dan jejaring sosial merupakan agora baru interaksi insan digital
muda (Mutiara Andalas, 2019:9). Dunia digital memberikan peluang bagi Generas
i Z untuk menyuarakan hati dan pikiran lewat opini yang diposting melalui sosial
media. Bagi generasi Z yang masuk dalam kategori aktivis digital, keterlibatan pol
itik dimaknai hanya sebatas retweet, posting dan menandatangani petisi.
Dalam hal ini, penulis mengamati bahwa terjadi pergeseran makna terhad
ap partisipasi di ruang publik dalam menanggapi persoalan kebangsaan. Alih-alih
ingin berpartisipasi dalam ruang publik, Generasi Z malah mengalami stagnasi par
tisipasi hanya sebatas ciutan opini di sosial media. Fenomena partisipasi hanya dal
am ruang media sosial tidaklah sehat apabila mencampuradukkan komunikasi den
gan kontak secara virtual belaka sehingga menghalangi relasi personal yang autent
ik (CV, 88). Oleh karena itu, penulis melihat bahwa fenomena ini perlu ditanggap
i dengan bijaksana.
Hal baik yang telah dilakukan paroki dalam membuka jalan bagi tumbuhn
ya Katekese Kebangsaan adalah telah di adakannya kegiatan srawung lintas suku
dan agama. Bagi penulis, hal tersebut memberikan kemudahan bagi paroki untuk
mengartikulasikan Katekese Kebangsaan dan menerapkannya secara sistematis de
ngan langkah pastoral yang sesuai dengan kebutuhan Generasi Z. Berdasarkan dat
a tersebut, penulis melihat bahwa fenomena Generasi Z yang dipengaruhi oleh ke
majuan teknologi digital juga berdampak pada kehidupan religius generasi ini. Se
bagaimana yang penulis temukan dalam riest Barna Institut terhadap insan berima
n Generasi Z. Riset Barna Institute (2019) mengatakan bahwa insan beriman gene
rasi Z memiliki kepedulian global terkait korupsi, perubahan iklim, kemiskinan se
rta rendahnya kepemimpinan efektif (Barna Institute, 2019:135). Selain itu insan b
eriman generasi Z sebagai generasi terhubung tidak ingin menjadi konsumen sema
ta melainkan mereka ingin menjadi kontributor (Barna, 2019:127).
Selain itu, menurut riset Barna Institute, Generasi insan beriman Z mem
ahami bahwa berpartisipasi dalam komunitas ibadah merupakan tolak ukur Kekris
tenan (Barna, 2019:73). Berdasarkan penjelasan tersebut, secara implisit kita dapa
t mengetahui metode yang relevan dalam melaksanakan katekese. Pernyataan ters
ebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa generasi Z mengharapkan Gerej
a untuk mewujudkan khotbah yang relevan dan berguna, membentuk komunitas y
ang mendukung, memberikan contoh kepemimpinan yang meneladani, ketersedia
an pembimbing rohani dan mentor, serta menggalakkan bahwa peran utama komu
nitas yakni menjumpai teman-teman di Gereja. Fenomena tersebut memberikan pe
mahaman penulis bahwa media digital memengaruhi keterlibatan insan beriman G
enerasi Z dalam kehidupan beriman dan beragama.
KESIMPULAN
Lebih lanjut, tugas dan tanggung jawab itu dilaksanakan oleh Gereja de
ngan melibatkan semua hierarki yang ada dan umat yang dianugerahi tugas pelaya
nan khusus termasuk kaum awamnya. Kaum awam memiliki peranan yang sangat
penting dalam membantu Gereja untuk mewujudkan karya keselamatan dan keras
ulan. Insan beriman generasi Z adalah termasuk kaum awam yang memiliki tangg
ung jawab tersebut sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dalam men
ghadapi keprihatinan dan persoalan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Seemiller dan Grace Meghan. (2019). Generation Z a Century in The Maki
ng. Routledge:Taylor and Francis Group: London.
Dokpen KWI. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II diterjemahkan oleh R. Harda
wiryana. Bogor: Mardi Yuwana.
_________. (2019). Seruan Apostolik Pascasinode Paus Fransikus: Christus Vivit .
Jakarta: Dokpen KWI.
Everett, Johnson W (1989). “Transformation at work”, dalam Moore, Allen (198
9). Religious Education as Social Transfornation. Birmingham: Religious E
ducation Press.
Gen Z Research. (2018). What We Know About Gen Z, One Hope God’s Word,
Every Child , literature review 2018, 1-12. Diunduh dari https://airtable.c
om/shrbSLQ3gGqwPTPAw pada 13 Februari 2020.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Refe
rensi. Yogyakarta: Kanisius.
_________. (2019). Hidup di Era Digital. Yogyakarta: Kanisius.
Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia 2018. Panggilan Gereja dalam Hi
dup Berbangsa: Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan. Jakarta: Obor.
Schipani, Daniel S. “Educating for Social Transformation”, dalam Seymour, Jack
L (ed.). (1997). Mapping Christian Education: Approaches to Congregation
al Learning. Nashville: Abingdon Press., halaman 23-40.
Seymour, Jack L (ed.). (1997). Mapping Christian Education: Approaches to Con
gregational Learning. Nashville: Abingdon Press.
Suharyo, Ignatius. (2009). The Catholic Way. Yogyakarta: Kanisius.