Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ANALISIS EPIDEMIOLOGI

BLOK SPESIAL SENSE

KELOMPOK 25 :

1. ZULKARNAIN SYA’BAN ( K1A1 16 031 )


2. MAHLA AYU PRATIWI ( K1A1 16 032 )
3. ANDI INDIRA PRADASARI ( K1A1 16 033 )

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Serumen umumnya dapat ditemukan di kanalis akustikus
eksternus.Serumen merupakan campuran dari material sebaseus dan hasil
sekresi apokrin dari glandula seruminosa yang berkombinasi dengan epitel
deskuamasi dan rambut.
Bila lama tidak dibersihkan atau membersihkan dengan cara yang yang
salah serumen akan menimbulkan sumbatan pada kanalis akustikus eksternus.
Keadaan ini disebut serumen prop (serumen yang menutupi kanalis akustikus
eksternus). Sumbatan serumen kemudian dapat menimbulkan gangguan
pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di ling telinga dan
menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.
Serumen secara fisiologis dapat dikeluarkan bersama-sama dengan
bantuan gerakan rahang pada waktu bicara dan menelan.Serumen dapat
berfungsi sebagai proteksi, mengangkut debris epitel, sebagai pelumas kanalis,
untuk mencegah kekeringan epidermis. Produksi serumen yang berlebihan
dapat menyumbat kanalis auditorius eksternus disebut serumen prop, serumen
obturans atau impacted cerumen sehingga dapat menyebabkan penurunan
pendengaran, mengganggu pandangan untuk memeriksa membrane timpani,
telinga terasa penuh yang mengganggu kenyamanan penderita. Proses
penyumbatan ini dipengaruhi oleh bentuk kanalis yang sempit dan
berkelokkelok, kekentalan serumen, iritasi yang berulang akibat kebiasaan
mengorek kanalis auditorius ekternus.
Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan insiden serumen
obsturan sebanyak 22,9% (109 siswa) dari 487 siswa yang diteliti di Semarang
tahun 2010. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini terdiri dari 273 laki-
laki dan 214 perempuan dengan distribusi serumen obsturan sebanyak 63
(12,9%) laki-laki dan 46 (9,4%) perempuan.
Upaya dalam pemeliharaan kesehatan telinga yang berhubungan
dengan serumen obsturan dan fungsi pendengaran, dan juga pencegahan
terhadap timbulnya serumen obsturan dapat dilakukan seandainya kita
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan serumen obsturan,
sehingga insidensi serumen obsturan dapat berkurang yang akhirnya akan
mengurangi gangguan pendengaran dan komplikasi yang disebabkan oleh
serumen obsturan. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di
Indonesia pada tahun 2007 insidensi serumen obsturan sebesar 18,7 %.
Bila terjadi pada kedua telinga maka serumen prop ini menjadi salah
satu penyebab ketulian pada penderita. Suara dari luar tidak dapat masuk ke
dalam telinga dan dengan demikian suara tidak dapat menggetarkan oleh
membran timpani.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Serumen Prop
a. Definisi
Serumen prop merupakan akumulasi abnormal dari serumen di
liang telinga. Penyebabnya dapat karena kerusakan pada saat
pembersihan.Hasil produksi serumen mungkin berhubungan dengan
infeksi, walaupun etiologinya tidak jelas.Sumbatan yang terjadi pada
pasien dengan efek serumen menunjukkan adanya lapisan keratin
berlebihan yang menyerupai stratum korneum kulit kanalis profunda.
Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit.
Sebagian orang menghasilkan banyak serumen seperti hlnya sebagian
orang lebih mudah berkeringat dibandingkan yang lain. Pada sebagian
orang, serumen dapat mengeras dan membentuk sumbat yang padat, pada
yang lain sejumlah besar serumen dengan konsistensi seperti mentega
dapat menyumbat liang telinga. Pasien mungkin merasakan telinganya
tersumbat atau tertekan.Bila suatu sumbat serumen yang padat jadi
lembab, misalnya setelah mandi, maka sumbat tersebut dapat
mengembang dan menyebabkan gangguan pendengaran sementara.

Gambar 1.1. Serumen Telinga


b. Etiologi
Akumulasi serumen dapat disebabkan obstruksi kanalis akustikus
eksternus.Saluran yang berbelit-belit dan isthmus yang sempit dapat memblok
migrasi alami stratum korneum dan bagian medial kanalis akustikus
eksternus.Pada lansia migrasi cenderung menurun dan aurikula, kadang dapat
menyebabkan oklusi parsial pada meatus eksternus dan mencegah eliminasi
normal serumen. Stenosis kanalis akustikus eksternus setelah trauma, infeksi
kronis, atau pembedahan mungkin akan menghalangi eliminasi serumen.
Penyebab potensial obstruksi adalah benda asing dan tumor.

c. Gejala tanda
 Rasa telinga tersumbat, sehingga pendengaran berkurang
 Rasa nyeri dapat timbul apabila serumen keras membatu, dan
menekan dinding liang telinga
 Telinga berdengung (tinitus), dan pusing dapat timbul apbila
serumen telah menekan membran timpani, terkadang dapat disertai
batuk, oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang
aurikuler.

d. Penatalaksanaan
Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan konsistensinya.Serumen
yang lembik, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit
kapas.Serumen yang keras di keluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila
dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus
dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.
Serumen yang sudah terdorong terlalu jauh ke dalam liang telinga
sehingga dikuatirkan akan menimbulkan trauma pada membran timpani
sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air
hangat yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Sebelum melakukan irigasi
teling, harus dipastikan tidak ada riwayat perforasi pada membran timpani.

Gambar.1.2. Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus


Alat-alat yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus
eksternus adalah jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann
yang halus. Yang penting pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan
lembut karena liang telinga sangat sensitif terhadap alat-alat. Dinding
posterior dan superior kanalis akustikus eksternus kurang sensitif sehingga
pelepasan paling baik dilakukan disini. Kemudian serumen yang lepas
dipegang dengan cunam dan ditarik keluar.
Gambar. 1.3. Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar
aplikator
Pemeriksaan gendang telinga mungkin pembersihan lebih lanjut
dengan irigasi. Penghisapan digunakan untuk mengeluarkan serumen yang
basah dan untuk mengeringkan liang ini. Dapat juga digunakan aplikator
logam berujung kapas. Massa serumen yang keras harus lebih dahulu
dilunakkan sebelum pengangkatan untuk menghindari trauma. Zat yang
dapat digunakan adalah gliserit peroksida dan dipakai 2-3 hari sebelum
dibersihkan. Obat pengencer serumen harus digunakan dengan hati-hati,
karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi liang telinga
dan menyebabkan otitis eksterna.3
Membersihkan serumen dari lubang telinga tergantung pada
konsistensi serumen itu. Bila serumen cair, maka dibersihkan dengan
mempergunakan kapas yang dililitkan pada peilit kapas. Serumen yang
keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret, sedangkan apabila dengan
cara in sukar dikeluarkan, dapat diberikan karbon gliserin 10% dulu selam
3 hari untuk melunakkannya. Atau dengan melakukan irigasi teinga
dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Perlu diperhatikan
sebelum melakukan irigasi telinga, riwayat tentang adanya perforasi
membran timpani, oleh karena pada keadaan demikian irigasi telinga tidak
diperbolehkan. Sumbatan lubang telinga oleh pelepasan kulit sebaiknya
dibersihkan secara manual dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas
daripada dengan irigasi.

e. Epidemiologi deskriptif
Di Indonesia, adanya sumbatan kotoran telinga atau serumen
obsturan merupakan penyebab utama dari gangguan pendengaran pada sekitar
9,6 juta orang. Berdasarkan survei cepat yang dilakukan Profesi Perhati
Fakultas Kedokteran Indonesia (FK UI) di beberapa sekolah di enam kota di
Indonesia, prevalensi serumen obsturan pada anak sekolah cukup tinggi, yaitu
antara 30-50% .
Serumen obsturan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi dan bisa
mengenai semua umur. Kejadian ini merupakan salah satu kejadian terbanyak
di poliklinik THT RSUD dr. Soeroto Ngawi. Dan juga masih banyaknya
masyarakat yang kurang peduli terhadap kebersihan telinga. Maka akan
dilakukan penelitian terhadap beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
terjadinya serumen obsturan pada kalangan masyarakat, khususnya pada
pasien rawat jalan di poliklinik THT RSUD dr. Soeroto Ngawi.

f. Epidemiologi analitik
Tabel 1. Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian serumen obsturan

Tabel 1. menunjukkan bahwa hubungan antara jenis pekerjaan


dengan angka kejadian serumen obsturan dan dari hasil uji statistik (uji chi-
square) diperoleh hasil p = 0.045 yang berarti ada hubungan yang bermakna
antara pekerjaan dengan kejadian serumen obsturan karena nilai p < 0.05.

Tabel 2. Hubungan antara perilaku membersihkan telinga


dengan kejadian serumen obsturan
Tabel 2. menunjukkan bahwa hubungan antara perilaku membersihkan
telinga dengan angka kejadian serumen obsturan dan dari hasil uji statistik
(uji chi square) diperoleh hasil p = 0.002 yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara perilaku membersihkan telinga dengan kejadian serumen
obsturan karena nilai p < 0.05.

Tabel 3. Hubungan antara riwayat menderita sakit telinga


dengan kejadian serumen obsturan

Tabel 3. menunjukkan bahwa hubungan antara riwayat


menderita sakit telinga dengan angka kejadian serumen obsturan dan dari
hasil uji statistik (uji chi square) diperoleh hasil p = 0.003 yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara riwayat menderita sakit telinga dengan
kejadian serumen obsturan karena nilai p < 0.05.

g. Pencegahan
Jalan lain untuk mencegah sumbatan ini adalah menjauhi sesuatu yang
lembab di telinga termasuk penggunan cotton bud yang tidak tepat tekniknya.
Penggunaan cotton bud ini pada kebanyakan orang akan mendorong serumen
semakin kedalam bahkan kapasnya bisa tertinggal didalam. Ini akan memicu
iritasi dan sumbatan pada gendang telinga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Serumen adalah hasil produksi dari kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Dalam keadaan
normal serumen terdapat di sepertiga luar liang telinga karena kelenjar
tersebut hanya ditemukan di daerah ini. Ada dua tipe dasar, basah dan
kering.
Serumen prop merupakan akumulasi abnormal dari serumen di liang
telinga. Penyebabnya dapat karena kerusakan pada saat pembersihan.Hasil
produksi serumen mungkin berhubungan dengan infeksi, walaupun
etiologinya tidak jelas.Sumbatan yang terjadi pada pasien dengan efek
serumen menunjukkan adanya lapisan keratin berlebihan yang menyerupai
stratum korneum kulit kanalis profunda.
DAFTAR PUSTAKA

Alriyanto, C.Y., 2010. Pengaruh Serumen Obsturan Terhadap


Gangguan Pendengaran. FK UNDIP Semarang.

Bolajoko OO, Valerie EN. Global burden of childhood hearing impairment and
disease control priorities for developing countries.Lancet. 2007.
Ganong, W. F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22, Jakarta:EGC.
2003.
Lucete, Frank E. Ilmu THT Esensial ed 5. Jakarta: EGC.2011

Sjahriffudin, bashirudin J. Purba D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok Kepala dan Leher ed 5. Jakarta: FKUI.2001
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher ed 7. Jakarta: FKUI. 2012

Anda mungkin juga menyukai