Anda di halaman 1dari 42

 Nov

19

AnaLiSiS AnTiBiOtIk 
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam suatu analisa farmasi, yang ditentukan bukan hanya untuk uji kualitas,

tetapi juga untuk uji kuantitasnya. Atau dengan kata lain menentukan adanya suatu

zat dalam sediaan dan menentukan seberapa besar kandungan zat aktifnya.

 Analisa kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa obat yang diproduksi sangat

penting untuk dilakukan, karena obat-obat yang beredar dipasaran harus diketahui

kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa atau bahan kimia obat harus sesuai

dengan yang tercantum dalam Farmakope dan buku-buku resmi lainnya.

Di bidang farmasi. Penetapan kadar suatu senyawa dalam sampel sangat

bermanfaat. Hal ini dapat berfungsi sebagai kontrol kualitas sediaan obat, apakah

obat tersebut kadarnya sama dengan yang tercantum dalam etiket.

I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara identifikasi dan penetapan kadar suatu

senyawa dalam suatu sediaan.

I.2.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan uji kualitatif suatu antibiotik terhadap suatu sediaan

2. Menetapkan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan menggunakan

metode Titrasi redoks, yaitu dikromatometri dan menetapkan kadar ciprofloksasin

dalam sediaan tablet dengan menggunakan metode Titrasi Netralisasi, yaitu Titrasi

Bebas Air.

I.3. Prinsip Percobaan

1. Identifikasi senyawa yang terdapat dalam suatu sediaan, meliputi pemeriksaan

organoleptis yang meliputi warna, bau, rasa, bentuk, dan kelarutan yang dilanjutkan

dengan uji reaksi kimia dengan pereaksi tertentu berdasarkan terbentuknya gas,

perubahan warna, dan endapan yang terbentuk.

2. Penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan metode

dikromatometri, berdasarkan reaksi oksidasi-reduksi antara sampel dan larutan baku

kalium dikromat dalam lingkungan asam dengan penambahan kalium iodida sebagai

katalisator dan dititrasi kembali dengan larutan baku natrium tiosulfat, dengan

menggunakan indikator kloroform atau kanji untuk menentukan titik akhir titrasi.

3. Penetapan kadar Ciprofloksasin dalam sediaan tablet dengan metode Titrasi Bebas

 Air dimana sampel ditambahkan asam asetat glasial dan dititrasi dengan larutan

baku asam perklorat dengan penambahan indikator Kristal violet, dimana titik akhir

titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi biru.


1. Menentukan uji kualitatif suatu antibiotik terhadap suatu sediaan

2. Menetapkan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan menggunakan

metode Titrasi redoks, yaitu dikromatometri dan menetapkan kadar ciprofloksasin

dalam sediaan tablet dengan menggunakan metode Titrasi Netralisasi, yaitu Titrasi

Bebas Air.

I.3. Prinsip Percobaan

1. Identifikasi senyawa yang terdapat dalam suatu sediaan, meliputi pemeriksaan

organoleptis yang meliputi warna, bau, rasa, bentuk, dan kelarutan yang dilanjutkan

dengan uji reaksi kimia dengan pereaksi tertentu berdasarkan terbentuknya gas,

perubahan warna, dan endapan yang terbentuk.

2. Penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan metode

dikromatometri, berdasarkan reaksi oksidasi-reduksi antara sampel dan larutan baku

kalium dikromat dalam lingkungan asam dengan penambahan kalium iodida sebagai

katalisator dan dititrasi kembali dengan larutan baku natrium tiosulfat, dengan

menggunakan indikator kloroform atau kanji untuk menentukan titik akhir titrasi.

3. Penetapan kadar Ciprofloksasin dalam sediaan tablet dengan metode Titrasi Bebas

 Air dimana sampel ditambahkan asam asetat glasial dan dititrasi dengan larutan

baku asam perklorat dengan penambahan indikator Kristal violet, dimana titik akhir

titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi biru.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Umum

 Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan

oleh organisme hidup, termasuk struktur analognya yang dibuat sintetik yang dalam

kadar rendah mampu menghambat atau membunuh satu atau lebih spesies

mikroorganisme.
Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab mempunyai

ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih obyektif sehingga

bisa menggantikan penetapan secara hayati. Dengan mempelajari sifat kimia dan

rumus bangun dari suatu antibiotik maka dapat disusun penetapan secara kimiawi

yang secara kuantitiatif tanpa diganggu oleh hasil peruraiannya atau senyawa lain

yang mempunyai sifat kimia yang serupa. Penetapan secara kimia diharapkan lebih

spesifik daripada penetapan secara hayati.

Dengan dapat dibuatnya antibiotik murni, maka penetapan secara kimia

berkembang dengan menetapkan jumlah zat dalam berat dan tidak lagi dalam unit,

walaupun demikian beberapa antibiotik masih diukur dalam aktivitas unit dan ini

dapat diubah menjadi unit perberat jika diperlukan. (1)

1. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk

mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Kloramfenikol mempunyai rasa sangat pahit karena itu untuk sediaan sirup

digunakan bentuk ester palmitat atau suksinat supaya rasanya tidak pahit.

Kloramfenikol juga dapat mengalami kerusakan akibat cahaya (fotodegradasi) yang

menghasilkan warna kuning sampai kecoklatan karena terjadi proses oksidasi,

reduksi, dan kondensasi yang secara berurutan akan menghasilkan 4-

nitrobenzaldehid, 4-nitrosobenzoat,
4-nitrosobenzoat, dan asam 4,4’-asam
4,4’ -asam benzoate. (1)

Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.

Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator

untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman,


kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol

kadang-kadang bersifat bakteriosid terhadap kuman-kuman tertentu. (2)

2. β- Laktam

2.1 Penisilin

Penisilin mempunyai cincin tiazolidin dan cincin β-laktam. Atom H pada  –

COOH dapat diganti dengan kation anorganik atau organik membentuk suatu

garam. Kation yang digunakan biasanya natrium, kalium, aluminium, prokain, dan

benzatin. Penggantian gugus R akan berpengaruh terhadap kelarutannya dalam

pelarut organik, penyerapan, stabilitas terhadap asam dan resistensi terhadap

penisilinase. Penisilin mudah sekali terurai baik oleh asam atau basa. (1)

Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk

sintesis dinding sel mikroba, terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan

menghasilkan efek bakteriosid pada mikroba yang sedang aktif membelah. (2)

2.2 Sefalosporin

Sefalosporin merupakan antibiotik golongan β laktam. Sefadroksil merupakan

sefalosporin generasi pertama. Seperti halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme

kerja antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel

mikroba. (2)

3. Kuinolon

Ciprofloksasin termasuk antibiotik golongan flurokuinolon. Golongan

flurokuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat

bakterisidal. (2)

4. Tetrasiklin

Doksisiklin termasuk antibiotik golongan tetrasiklin. Golongan tetrasiklin

menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom. Paling sedikit terjadi 2 proses
dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif, pertama yang

disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua iialah sistem transpor aktif. Setelah

masuk maka, antibiotik berikatan dengan ribosom 305 dan menghalangi masuknya

kompleks tRNA asam amino pada lokasi asam amino. (2)

5. Metronidazol

Metronidazol ialah (1β-hidroksi etil)-2 metil-5-nitromidazol yang berbentuk

Kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazol

memperlihatkan daya amubisid langsung. Sampai saat ini belum ditemukan amuba

yang resisten terhadap metronidazol. (2)

 Analisis kimia farmasi kuantitatif biasanya dibagi menjadi beberapa analisis

berdasarkan metode dan teknik kerjanya (3).

1.  Analisis gravimetri

2.  Analisis volumetri yang bisa disebut juga analisis titrimetri

3.  Analisis gasometri

4.  Analisis dengan metode fisika dan kimia.

 Analisis titrimetri umumnya dapat dibagi dalam 4 bentuk, yaitu:

1. Reaksi netralisasi atau disebut asidimetri/alkalimetri

2. Reaksi pembentukan kompleks

3. Reaksi pengendapan

4. Reaksi oksidasi-reduksi. (3)

Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan

dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan

tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang

akan ditetapkan (4).


Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai

pelarut, tetapi menggunakan pelarut organik. Bila asam/ basa bersifat lemah seperti

halnya asam-asam organik atau alkaloida-alkaloida, cara titrasi dalam lingkungan

berair ini tidak dapat dilakukan karena disamping sukar larut air, juga kurang reaktif

dalam air. Titrasi dalam lingkungan bebas air ini mempunyai keuntungan-

keuntungan misalnya zat-zat yang dapat larut dalam ai r, terutama basa-basa organik

dapat dititrasi dalam pelarut dimana zat itu dapat segera akan larut. Senyawa-

senyawa yang mempunyai sifat basa yang sangat lemah, yang tidak dapat dititrasi

dalam air, masih memberikan titik akhir yang cukup tajam dalam berbagai pelarut

organik dan dapat langsung ditentukan.

Banyak senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air, bila dilarutkan dalam

pelarut organik akan menaikkan sifat asam atau basanya. Dengan demikian perlu

pemilihan pelarut yang sesuai untuk menentukan berbagai macam senyawa dengan

titrasi dalam lingkungan bebas air.

Garam-garam asam halida dapat dititrasi dalam asam cuka setelah

penambahan raksa (II) asetat yang dapat merubah ion halida menjadi raksa (II)

halide yang tidak terdisossiasi. (3).

Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut air dapat bersifat asam lemah dan

basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan

asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi

proton.

 Asam perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat

diantara asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium

bebas air. Dalam TBA biasanya ditambah dengan asam asetat anhidrida dengan

tujuan untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat


Jika basa yang dianalisis dalam bentuk garam yang berasal dari asam lemah,

maka penghilangan anion yang berasal dari asam kurang, begitu penting. Akan

tetapi, jika basa dalam bentuk garam klorida atau bromida, maka bromida atau

klorida harus dihilangkan sebelum dititrasi. Penghilangan bromida atau klorida

dilakukan dengan penambahan merkuri asetat. Adanya asam klorida atau bromida

dan asam-asam kuat lain harus dihindari karena bisa mengakibatkan penetapan

kadar tidak kuantitatif karena asam-asam kuat ini juga bisa bereaksi dengan

senyawa sampel yang bersifat basa. (5)

Pada pelaksanaan titrasi dalam pelarut bebas air sebenarnya tidak berbeda

dengan titrasi dalam larutan air. Titik akhir dalam hal ini dapat kembali ditentukan

secara elektometri atau dengan bantuan indikator. Harus diperhatikan bahwa larutan

asam asetat menunjukkan pemuaian termik yang besar. Berdasarkan ini maka harus

bekerja dengan larutan dengan suhu sama atau volume pentitrasi harus dikoreksi.

Pada penggantian indikator atau pelarut, faktor larutan pengukur harus ditentukan

kembali. Dapat dimengerti, bahwa juga larutan volumetrik dan indikator serta larutan

uji harus dibuat bebas air.

Pada penentuan yang sering dalam lingkungan bebas air lebih baik

digunakan buret automatik. Untuk penentuan tunggal digunakan buret yang lazim.

Untuk wadah persediaan larutan pengukur dan larutan indikator digunakan wadah

gelas yang tertutup. (6)

Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat

sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah

dari permanganat. Kalium dikromat merupakan standar baku primer. Penggunaan

utama dikromatometri adalah untuk penentuan besi (II) dalam asam klorida. (7)
Dikromatometri termasuk ke dalam titrasi redoks, karena dalam reaksinya

terjadi perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi. Seperti yang

diketahui bahwa kemungkinan terjadinya reaksi redoks dapat dilihat dari 2 hal

berikut:

1. Terjadi perubahan biloks (bilangan oksidasi).

2. Bila ada zat reduktor maupun oksidator (dalam hal ini, kalium dikromat selain

berfungsi sebagai bahan baku juga sebagai oksidator).

Kalium dikromat dalam keadaan asam mengalami reduksi menjadi Cr 3+.

Reaksi:

Cr 2O72- + 14 H+ + 6 e ↔ 2 Cr 3+ + 7 H2O E0=1,33 V

Karena daya oksidasinya lebih sedikit dibanding dengan KMnO 4 dan Ce (IV).

Maka hal ini menyebabkan reaksi sangat lambat. Akan tetapi, dari sifat K 2Cr 2O7

larutannya sangat stabil, tidak bereaksi dengan (inert terhadap) Cl -, dengan

kemurnian tinggi, mudah diperoleh dan murah.

Metode dikromatometri digunakan terutama untuk penentuan Fe2+, ion klorida

dalam jumlah besar tidak mempengaruhi titer ini. Suatu cara tidak langsung untuk

menentukan, oksidasi yang diberi larutan Fe 2+  berlebihan kemudian kelebihan

dititrasi dengan standar Dikromat. Maka cara ini dipakai untuk penentuan NO3-, ClO3-

, H2O2, MnO4- dan Cr 2O72-.

Kalium Dikromat (K2Cr 2O7) bukanlah zat pengoksidasi yang begitu kuat

seperti Kalium Permanganat (KMnO4), tetapi ia mempunyai beberapa keuntungan

yaitu dapat diperoleh murni, stabil sampai titik leburnya dan karenanya merupakan

suatu standar primer yang sangat baik. Larutan standar dengan kekuatan yang

diketahui tepat dapat disiapkan dengan menimbang garam keringnya yang murni

dan kelarutannya dalam volume air yang sesuai. Lebih jauh larutannya dalam air
adalah stabil tanpa batas waktu jika dilindungi dengan memadai terhadap

penguapan. Kalium Dikromat (K2Cr 2O7) digunakan hanya dalam larutan asam, dan

direduksi dengan cepat pada temperatur biasa menjadi garam Kromium (III) yang

hijau. Ia tak direduksi oleh Asam Klorida (HCl) dingin, asalkan konsentrasi asam itu

tak melampaui 1 atau 2 Molar.

Larutan-larutan Dikromat juga kurang mudah direduksi oleh beban organik

dibanding larutan-larutan Permanganat dan juga stabil terhadap cahaya. Karena itu,

Kalium Dikromat berharga khusus dalam penetapan besi dalam bijih besi: Bijih besi

itu biasanya dilarutkan dalam Asam Klorida, Besi (III) direduksi menjadi Besi (II), dan

dititrasi dengan larutan Dikromat standar.

Cr 2072- + 6 Fe2+ + 14 H+ ↔ 2 Cr 3+ + 6 Fe3+ + 7 H2O

Dalam larutan asam, reduksi Kalium Dikromat dapat dinyatakan sebagai :

Cr 2072- + 14 H+ + 6 e ↔ 2 Cr 3+ + 7 H2O

Jadi ekuivalennya adalah seperenam mol, yaitu 294,18/6 atau 49,030 g.

Maka suatu larutan 0,1 N mengandung 4,9030 g dm-3.

Warna hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr 3+ yang terbentuk oleh reduksi

Kalium Dikromat membuat tak mungkin titik akhir suatu titrasi dengan Dikromat

hanya dengan meneliti larutan secara visual sehingga harus digunakan suatu

indikator redoks yang memberi perubahan warna yang kuat dan tak bisa

disalahtafsirkan. Indikator yang sesuai untuk digunakan dengan titrasi Dikromat

meliputi asam 2 N-Fenilan Tranilat   (larutan 0,1 % dalam NaOH 0,005 M) dan

Natrium Difenilaminasufonat   atau senyawa Na/Badifenilamina Sulfonat   (larutan 0,2

% dalam air). Indikator ini hanya digunakan dalam suasana Asam Sulfat-Asam

Fosfat. (8)
II.2. Uraian Bahan

1. Air suling (9)

Nama resmi : Aqua destillata

Nama lain : Aquades, air suling

RM/BM : H2O/18,02

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

: Dalam wadah tertutup baik

: Sebagai pelarut

2. Asam asetat glasial (9)

Nama resmi : Acidum aceticum glasiale

Nama lain : Asam asetat

RM / BM : C2H4O2/60,05

: Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas menusuk, rasa yang tajam

: Dapat bercampur baik dengan air, etanol, dan dengan gliserol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut


3. Asam Sulfat (9)

Nama Resmi : Acidum Sulfuricum

Nama Lain : Asam Sulfat

RM/BM : H2SO4 / 98,07

: Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan ke dalam

air menimbulkan panas

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. Amilum (9)

: Amilum solani

: Pati kentang

: Serbuk halus, putih, tidak berbau

: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P

: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

: Sebagai indikator 

5. Raksa (II) Asetat (9)

Pemerian : Serbuk hablur ; putih

: Larut dalam air hangat ; jika didihkan terhidrolisa

6. Kristal Violet (9)

Pemerian : Hablur berwarna hijau tua

: Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dan dalam asam

asetat glasial P. larutannya berwarna lembayung tua

Kegunaan : Sebagai indikator 


7. Asam Perklorat (9)

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna

Kelarutan : Bercampur dengan air 

Kegunaan : Sebagai titran

8. Kloramfenikol (9)

: Chloramphenicolum

: Kloramfenikol, D(-) treo-2-diklorasetamida-1-p-nitrofenil propana-1,3-diol.

: C11H12Cl2N2O5/323,12

: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih, tidak berbau, rasa

sangat pahit.

: Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol 95% P, sukar

larut dalam kloroform P dan eter P.

: Antibiotikum

: Sebagai sampel

: Dalam wadah tertutup baik

dar : Mengandung tidak kurang dari 92,5% dan tidak lebih dari 107,5%.

9. Ciprofloxacin Hydrochloride (10)

: Ciprofloxacin Hydrochloride

: C12H18FN3O3.HCl / 367,8

: Kuning lemah, serbuk kristaline, sedikit higroskopik

: Larut dalam air, sedikit larut dalam metanol, sangat mudah larut dalam etanol,

praktis tidak larut dalam aseton, etil asetat dan metilen klorida
: Dalam tempat kedap udara, terlindung dari cahaya

10. Kloroform (9)

Nama Resmi : Chloroformum

Nama Lain : Kloroform

RRM/BM : CHCL3 / 119,38

: Cairan, mudah menguap ; tidak berwarna ; bau khas ; rasa manis dan membakar 

: Larut dalam lebih kurang 200 bagian air ; mudah larut dalam etano mutlak P,

dalam eter P dalam sebagian besar pelarut organik dalam minyak atsiri dan dalm

minyak lemah

: dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai indikator 

11. Natrium Tiosulfat (9)

Nama Resmi : Natrii Thiosulfas

Nama Lain : Natrium Tiosulfat

RM/BM : Na2S2O3.H2O / 248,17

: Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab

meleleh basah ; dalam hampa udara pada suhu di atas 33° merapuh

: Larut dalam 0,5 bagian air ; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai titran

12. Kalium Iodida (9)


Nama Resmi : Kalii Iodidum

Nama Lain : Kalium Iodida

RM/BM : KI / 166,00

: Hablur heksahedral ; transparan atau tidak berwarna, opak dan putih ; atau serbuk

butiran putih, higroskopik

: Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih ; larut dalam

etano (95%) P ; mudah larut dalam gliserol P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.3. Prosedur Kerja

A. Uji Kuantitatif 

1. Kloramfenikol

- Timbang seksama 500 mg. tambahkan 20 mL asam klorida P, kemudian 5 g debu

seng P sedikit demi sedikit. Tambahkan 15 mL asam klorida P, biarkan selama 1

 jam. Saring melalui kapas, cuci 3 kali, tiap kali dengan 5 mL air. Dinginkan hingga

suhu 15° , tambahkan lebih kurang 30 g es. Titrasi perlahan-lahan dengan natrium

nitrit 0,1 M hingga 1 tetes larutan segera menghasilkan warna biru pada kertas kanji

iodida P. titrasi dianggap selesai jka titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan

dibiarkan selama 5 menit. (9)

1 mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 32,31 mg C11H12Cl2N2O5


- Titrasi bebas air setelah dihidrolisis dulu : kira-kira 150 mg zat, dilarutkan dalam 2 mL

etanol 90 %, lalu ditambahkan 5 mL HCl pekat. Larutan ini diuapkan di penangas air

sampai kering. Sisanya dikeringkan lagi pada 105°C selama 15 menit, didinginkan,

kemudian dilarutkan dalam 10 mL asam asetat. Sesudah ditambahkan 5 mL larutan

raksa (II) asetat 120 mL dioksan, larutan dititrasi dengan 0,25 N asam perklorat

(1/20 mmol) sampai timbul warna biru ; indikator 5 tetes larutan ungu Kristal. (11)

- Metode titrasi bebas air : lebih kurang 150 mg kloramfenikol yang ditimbang

seksama dilarutkan dalam 2 mL alkohol 90% dan ditambah 5 mL asam klorida pekat

lalu dipanaskan di atas penangas air sampai kering. Residu dikeringkan pada suhu

105° C selama 15 menit. Setelah dingin, residu dilarutkan dalam 10 mL asam asetat

glasial dan ditambah 5 mL raksa (II) asetat 5 % dalam asam asetaat dan 20 mL

dioksan serta 5 tetes indikator Kristal violet. Larutan dititrasi dengan asam perklorat

0,05 N sampai terjadi warna biru. (1)

Tiap mL asam perklorat 0,05 N setara dengan 16,16 mg kloramfenikol

- Metode Nitritometri : lebih kurang 500 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama

dilarutkan dalam 20 mL asam klorida pekat lalu ditambah 500 mg debu seng sedikit

demi sedikit. Campuran ditambahkan 15 mL asam klorida pekat lagi dan dibiarkan

selama satu jam. Campuran disaring melalui kapas, dicuci 3 kali, tiap kali dengan 5

mL air, didinginkan hingga suhu 15° C, dan diletakkan pada bejana berisi es. Filtrat

dan hasil cuciannya dititrasi perlahan-lahan dengan baku natrium nitrit 0,1 M hingga

satu tets larutan segera memberikan warna biru pada kertas kanji-iodida. Titrasi

dianggap selesai jika titik akhir titrasi dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan

selama lima menit. (1)

Tiap mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 32,31 mg kloramfenikol


- Metode argentometri : lebih kurang 300 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama,

dipijarkan bersama dengan 500 mg kalium karbonat hingga tidak ada warna hitam.

Hasil pemijaran dipindahkan secara kuantitatif dengan pertolongan 25 mL air.

Larutan dinetralkan dengan asam nitrat encer, ditambah 15 mL asam nitrat encer

lagi, dan 25,0 mL perak nitrat 0,1 N. larutan dititrasi dengan larutan baku amonium

tiosianat 0,1 N menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat sebanyak 1 mL. (1)

Tiap mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 16,16 mg kloramfenikol.

- Dalam 25 mL larutan, 45 mL asam sulfat 10 N dilarutkan dan ditambahkan dalam 20

mL kalium dikromat 0,2 N dan dicampur lalu dipanaskan dalam water bath selama 2

 jam, menggunakan condenser. Kemudian didinginkan dan ditambahkan 15 mL 40%

0,1 N natrium tiosulfat dengan 5 mL kloroform sebagai indikator.

2. Ampisilin dan Amoksisilin

- Metode iodimetri : lebih kurang 500 mg Na ampisilin yang ditimbang seksama

dilarutkan dalam air secukupnya hingga 100 mL. sebanyak 5,0 mL larutan dipipet ke

dalam labu bersumbat kaca, ditambah 1 mL natrium hidroksida 1 N dan dibiarkan

selama 20 menit. Larutan selanjutnya ditambah 5 mL larutan dapar yang dibuat

dengan mencampurkan 5 mL asam asetat 12 %, 5 mL larutan natrium asetat 27 %

dan 15 mL air. Larutan lalu ditambah 1 mL asam klorida 1 N dan 10 mL iodium 0,01

N, dibiarkan selama 20 menit dan terlindung dari cahaya. Larutan dititrasi dengan

baku natrium tiosulfat 0,01 N menggunakan indikator kanji. Dilakuka-n titrasi blanko

dengan cara : diambil 5,0 mL larutan yang sama dan dimasukkan ke dalam labu

Erlenmeyer bersumbat kaca. Larutan ditambah 5 mL larutan dapar dan 10,0 mL

iodium 0,01 N, dibiarkan selama 20 menit dan terlindung dari cahaya. Larutan

dititrasi dengan baku natrium tiosulfat 0,01 N menggunakan indikator kanji. Selisih
volume larutan baku tiosulfat blanko dengan volume tiosulfat awal setara dengan

 jumlah iodium yang bereaksi dengan Na ampisilin. (1)

Tiap mL natrium tiosulfat 0,01 M setara dengan 3,714 mg Na ampisilin

- Metode Asidi-alkalimetri : pH penisilinase diatur menjadi 7,5 dengan menggunakan

indikator merah fenol. Dibuat warna pembanding dengan mencampur 1 mL larutan

tersebut dengan 10 mL air yang mengandung 0,2 mL merah fenol. Lebih kurang 50

mg penisilin yang ditimbang seksama dilarutkan dalam 10 mL air yang mengandung

0,2 mL, indikator merah fenol. pH larutan diatur dengan membandingkan terhadap

warna pembanding. Larutan ditambah 1 mL penisilinase, didiamkan selama 30 menit

pada suhu kamar lalu dititrasi dengan natrium hidroksida 0,01 N sampai warna

merahnya sama dengan warna pembanding, didiamkan beberapa saat dan jika perlu

dititrasi lagi.

Tiap mL natrium hidroksida 0,01 M setar dengan 6023 IU penisilin. (1)

- Campuran zat yang setara dengan 15 mg ampisilin trihidrat dilarutkan dalam 10 mL

air, kemudian ditambahkan 4 mL larutan formaldehida yang netral. Dua menit

kemudian larutan ini dititrasi dengan 0,02 N NaOH sampai timbul warna merah

muda yang tahan selama 30 detik. (11)

1 mL 0,02 N NaOH setara dengan 6,98 mg ampisilin

- 10 mL larutan murni dari obat setara dengan 2-16 mg amoksisilin dipindahkan ke

dalam Erlenmeyer. 6 mL dari asam klorida 5 M dan 2 tetes metal orang sebagai

indikator ditambahkan dan dititrasi dengan bromate-bromide larutan (5mM KBrO3-50

mM KBr) sampai warna dari indikator hilang. Lakukan titrasi blanko.

- 10 mL larutan obat setara denan 1-9 mg amoksisilin dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer 100 mL. 2 mL asam klorida 5 M dan 10 mL bromated-bromida larutan (5

mM KBrO3) ditambahkan. Erlenmeyer didiamkan selama 10 menit. Kemudian dicuci


dengan air dan 5 mL kalium iodida 10 % ditambahkan ke dalam Erlenmeyer.

Kelebihan iodine dititrasi dengan 0,03 N natrium tiosulfat dengan indikator kanji

untuk menentukan titik akhir. Lakukan titrasi blanko.

- Ukur 25,0 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Tambahkan 10

mL larutan NaOH 1 M, kocok larutan dan biarkan selama 10 menit diatas penangas

air. Dinginkan dan tambahkan 10 mL larutanHCl 2 N dan 25,0 mL larutan baku I 2 0,1

N, biarkan selama 15 menit di tempat gelap. Titrasi dengan larutan baku Natrium

tiosulfat 0,1 N sampai berwarna kuning, lalu ditambahkan indikator kanji. Lanjutkan

titrasi hingga warna biru tepat hilang. Lakukan titrasi blanko.

- Ukur 25,0 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Tambahkan 15

mL larutan NaOH 1 N, kocok larutan dan biarkan selama 10 menit diatas penangas

air. Dinginkan dan tambahkan 15 mL HCl 2 N dan indikator kanji. Titrasi dengan

larutan baku I2 0,1 N

- Larutkan 0,250 g dalam campuran 5,0 mL 0,01 M asam perklorat dan 50 mL alkohol.

Titrasi dengan 0,1 M NaOH. (10)

1 mL 0,1 M NaOH setara dengan 30,38 C17H18CINO2

3. Sefadroksil

- Metode : Iodatometri. Transfer sampel 1 unit secar kuantitatif ke dalam 250 mL

Erlenmeyer yang berisi iodine dan tambahkan 0,1 mol/L NaOH, sebanyak 2 mL.

kocok dan biarkan bereaksi (panaskan pada suhu 80° di water bath dengan panas

yang terkontrol selama 10-15 menit. Setelah dibiarkan bereaksi, campuran tersebut

didinginkan pada suhu ruangan. Kemudian tambahkan 0,3 mL HCl 1,0 mol/ L dan 5

mL karbon tetraklorida. Titrasi campuran dengan 0,01 mol/L KIO 3  sambil dikocok

hingga warna lapisan karbon tetraklorida berubah warna menjadi merah.


4. Ciprofloksasin

- Timbang setara tablet 0,1 g , 0,2 g atau 0,3 g ciprofloksasin hidroklorida. Larutkan

dengan 15 mL asam aseta glasial dan juga tambahkan raksa (II) asetat (0,5 mL, 1,0

mL, dan 1,5 mL) dan tambahkan dengan asetat anhidrat (2 mL, 4 mL, dan 5 mL).

Titrasi larutan dengan 0,1 M asam perklorat 0,5 % w/v dan gunakan Kristal violet

sebagai indikator. Catat perubahan warna.

5. Doksisiklin Hyclate

- Metode Iodometri : timbang setara tablet doksisiklin hyclate sebanyak 1-8 mg.

Transfer ke dalam Erlenmeyer 100 mL dan tambahkan dengan 10 mL air. Larutan

diasamkan dengan penambahan 5 mL HCl 2 M. 10 mL bromate-bromide larutan (5

mM KBrO3) ditambahkan ke dalam Erlenmeyer menggunakan pipet. Campur

dengan baik dan diamkan selama 20 menit. Cuci dengan air sebanyak 5 mL dan 5

mL kalium iodida 10 %. Kelebihan iodine kemudian dititrasi dengan 0,03 M natrium

tiosuldat dan tambahkan larutan kanji. Lakukan titrasi blanko.

- Metode TBA : sebanyak 4,0-40,0 mg doksisikline dan transfer ke Erlenmeyer bersih

dan kering dan tambahkan dengan 10 mL asam asetat glasia. Kemudian,

tambahkan 2 mL raksa (II) asetat 5 % dan campur / kocok selama 2 menit.

Tambahkan 2 tetes Kristal violet sebagai indikator dan titrasi dengan asam perklorat

0,01 M dengan titik akhir titrasi berwarna biru. Lakukan titrasi blanko.

6. Metronidazol

- Ukur secar akurat sebanyak 0,1 g metronidazol dan suspensikan dengan 30 mL 6 N

asam klorida. Tambahkan 0,5 g serbuk zink dan kocok hingga terjadi reaksi komplit.
Campuran reaksi di saring dengan menggunakan filter whatman dengan kertas

ukuran no.41 dan pindahkan endapan, residu tersebut kemuidan dicuci dengan 10

mL air sebanyak 3 kali. Dinginkan larutan dengan suhu 5-10° C. Tambahkan 0,5 g

kalium bromide dan titrasi dengan 0,1 natrium nitrit dan gunakan kertas kanji iodida

sebagai indikato.

Tiap mL 0,1 M natrium nitrit setara dengan 0,01712 g C6H9N3O3

- Pindahkan sejumlah serbuk tablet setara dengan 200 mg metronidazol ke dalam

penyaring kaca masir, saring 6 kali, tiap kali dengan 10 mL aseton P. titrasi dengan

asam perklorat 0,1 N menggunakan indikator 2 tetes lrutan hijau berlian P 1 % b/v

dalam asam asetat glasial P hingga warna hijau kekuningan. Lakukan penetapan

blanko. (9)

1 mL asam perklorat setara dengan 17,12 mg C6H9N3O3

- Larutkan 100 mg metronidazole yang ditimbang seksama, tambahkan 20 mL asetat

anhidrat, panaskan sebentar. Dinginkan dan tambahkan 1 tetes hijau malakit dan

titrasi dengan 0,1 N asam perklorat. Dan titik akhir berwarna kuning-kehijauan.

Lakukan titrasi blanko. (12)

Tiap mL 0,1 N asam perklorat setara dengan 17,12 C6H9N3O3

B. Uji Kualitatif 
1. Kloramfenikol
- Sejumlah 10 mg zat dan 2,0 g NaOH ditambahkan 3 ml air, lalu dipanaskan samapi
mendidih, larutan berwarna kuning kuat. (11)
- Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 3 ml etanol 70 %, ditambahkan 7 ml air dan
200 mg bubuk Zink. Dipanaskan dipenangas air selama 10 menit, kemudian
disaring. Ke dalam 2 ml filtrate ditambahkan dua tetes benzoiklorida, dikocok 1
menit, lalu ditambahkan 3 tetes larutan besi (III) klorida, terbentuk warna merah
 jingga. Filtrate yang diasamkan dengan asam nitrat dan ditambah AgNO3,
membentuk endapan perak klorida. (11)

2. Ampisilin
- Ke dalam suspensi 10 mg zat dalam 1 ml air ditambahkan 2 ml larutan Fehling encer
(2:6), timbul warna ungu (faksin). (11)
- Reaksi asam hidroksamat : ke dalam larutan (5 mg zat dalam 2 ml NaOH)
ditamahkan 0,3 g Hidroksilamin hidroklorida dan biarkan selama 5 menit. Larutan di
asamkan dengan beberapa tetes 6 N HCl, kemudian ditambahkan 1 ml
besi(III)klorida 1 %, timbul warna ungu merah kotor. (11)
- Reaksi iodazida : positif. (11)
- Teteskan 0,1 ml larutan ninhidrina P 0,1 % b/v di atas kertas saring, keringkan pada
suhu 105oC, lapiskan 0,1 ml larutan uji 0,2 b/v, panaskan pada suhu 105 oC selama 5
menit, biarkan hingga dingin, terjadi warna lembayung muda. (9)
- Suspensikan 10 mg dalam 1 ml air, tambahkan 2 ml larutan kalium tembaga (II)
tartrat P dan 6 ml air, segera terjadi warna violet. (9)

3. Tetrasiklin
- Kira-kira 0,5 mg zat direaksikan dengan 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk warna
ungu. Setelah ditambah 1 tetes larutan besi (III) klorida 1 %, warna berubah menjadi
coklat/merah coklat. (11)

4. Doksisiklin
- 2 mg sampel ditambahkan 5 ml asam sulfat. Warna kuning. (10)

C. Prosedur Preparatif 
1. Kloramfenikol
Dua kapsul setara dengan 300 mg kloramfenikol ditimbang seksama, dilarutkan
dalam alcohol 95% v/v dan disaring endapan yang tidak larut. Endaan tersebut
kemudian dikeringkan di water bath. Material yang telah kering kemudian dilarutkan
di air hangat, disaring jika perlu, dan buat volume hinga 500 ml.

2. Ampisilin dan Amoksisilin


20 tablet/20 kapsul ditimbang seksama dan digerus hingga menjadi serbuk. Serbuk
yang setara 500 mg amoksisilin dimasukkan ke dalam beker 250 ml dan larutkan
dengan 100 ml air panas. Dinginkan, kemudian masukkan larutan ke erlenmeyer
250 ml yang telah dikalibrasi. Campur dan saring dengan whatmann no.42 kertas
filter. Larutan 15 ml difiltrasi dibuang dan sisanya diambil dan diuji dengan prosedur
titrasi.

3. Sefadroksil
- Larutan Injeksi:
Larutan dilarutkan dengan air 1 mg/ml larutan dan ikuti prosedur yang telah
disarankan tanpa modifikasi.

- Kapsul:
Timbang dan campurkan 4 kapsul. Timbang setara 250 mg sefalosforin dan larutkan
dengan air. Kocok larutan, saring residu dengan whatmann no.1 kertas saring dan
cuci dengan air.

4. Ciprofloksasin
Timbang setara tablet 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g ciprofloxacin murni tablet.
5. Doksisklin hyclate
20 tablet setara dengan 100 mg DCH ditimbang seksama dan dipindahkan ke
erlenmeyer 100 ml, kemudian kocok dengan 70 ml air selama 20 menit. Disaring
dengan whatmann no.42 filter paper. 10 ml larutan pertama dibuang dan 5 ml
diambil untuk dilakukan analisis.

6. Metronidazol
Timbang 20 tablet setara 0,1 g metronidazol dan serbukkan.

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

 Alat-alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, batang pengaduk, botol

semprot, buret, Erlenmeyer, gelas ukur, timbangan analitk, pipet tetes, dan pipet

skala, sendok tanduk, statif dan klem, serta rak tabung.

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara aluminium foil, air suling, sampel

kapsul kloramfenikol dan tablet ciprofloksasin, reagen seperti asam asetat glasial,

indikator kanji atau indikator kloroform, indikator Kristal violet, larutan baku asam

perklorat, dan larutan baku natrium tiosulfat, larutan baku kalium dikromat.
III.2 Cara Kerja

1. Penetapan Kadar Kloramfenikol (Metode Dikromatometri)

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel setara 50 mg

- Ditambahkan sampel dengan H2SO4 pekat sebanyak 10 mL

- Ditambahkan 20 mL kalium dikromat 0,1342 N

- Dipanaskan hingga 15 menit diatas kompor listrik

- Didinginkan sesegera mungkin dimana Erlenmeyer yang berisi sampel tersebut

diletakkan di dalam baskom yang berisi air 

- Ditambahkan 1 g kalium iodida

- Didiamkan 5 menit ditempat gelap sambil terus dikocok

- Dititrasi dengan natrium tiosulfat dengan penambahan indikator kanji/ kloroform

- Dicatat volume titrasinya

2. Penetapan kadar Ciprofloksasin dan Doksisiklin (Metode Titrasi Bebas Air)

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel setara 100 mg

- Ditambahkan sampel dengan 10 mL asam asetat glasial

- Ditambahkan 1 mL raksa (II) asetat

- Ditambahkan 1 tetes indikator Kristal violet

- Dititrasi sampel dengan larutan baku asam perklorat

- Dicatat volume titrasinya

3. Penetapan Kadar kloramfenikol dan metronidazole (Metode Nitritometri)

- Disiapkan alat dan bahan


- Ditimbang sampel setara 150 mg

- Ditambahkan sampel dengan 10 ml HCl encer 

- Ditambahkan 1 g serbuk Zn sedikit demi sedikit hingga serbuknya habis bereaksi

- Ditambahkan 5 ml HCl encer 

- Dibiarkan 15 menit kemudian disaring dan dicuci 3 kali dengan air

- Dinginkan hingga suhu 15 o C

- Ditambahkan indikator dalam, Trepeolin oo dan metilen biru 5 : 3

- Dititrasi dengan NaNO2 0,1 N dengan TAT warna biru kehijauan

- Dicatat volume titrasi dan hitung kadar 

4. Penetapan kadar Sefadroksil (Metode Iodatometri)

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel 75 mg dan dilarutkan dalam air 

- Diambil 10 ml sampel

- Ditambahkan 5 ml NaOH 0,1 N

- Dikocok dan dipanaskan hingga 10 – 15 menit pada suhu 80o C dan dinginkan.

- Ditambahkan 7 ml HCl 0,1 N

- Ditambahkan 5 ml kloroform

- Dititrasi dengan KIO3 hingga TAT warna ungu pada kloroform

- Dicatat volume titrasi dan hitung persen kadar.

5. Penetapan kadar Amosisiilin/Ampisilin (Metode Bromometri)

- Disiapkan alat dan bahan


- Diambil sampel 10 ml dan ditambahkan HCl 5 ml, 10 ml KBrO3 dan 1 g KBr 
- Ditutup dan didiamkan 10 menit
- Ditambahkan KI 500 mg
- Dititrasi dengan Natrium tiosianat dengan indikator kanji
- Dicatat volume titrasi dan hitung % kadarnya

6. Penetapan kadar Amosisilin/Ampisilin (Metode Iodometri)


- Disiapkan alat dan bahan
- Diambil sampel 10 ml dengan pipet volume masukkan dalam erlenmeyer bersumbat
- Ditambahkan 5 ml NaOH 1 N, panaskan 10 menit, dinginkan,
- Ditambahkan 5 ml HCl 2 N dan 10 ml I2 0,1 N
- Ditempatkan di tempat gelap 5 menit
- Dititrasi dengan Natrium tiosianat sehingga berwarna kuning
- Ditambahkan indikator kanji, dititrasi kembali dengan Natrium tiosianat hingga
berwarna bening
- Dicatat volume titrasi Dan hitung % kadarnya

7. Penetapan kadar Doksisiklin (Metode Bromometri)


- Disiapkan alat dan bahan
- Ditimbang sampel setara dan dilarutkan dengan air 
- Diambil sampel 10 ml
- Ditambahkan 5 ml HCl
- Ditambahkan 10 ml KBrO3
- Ditambahkan 1 g KBr 
- Ditutup dan diamkan ditempat gelap 10 menit
- Dicuci dan dinginkan dengan air 
- Ditambahkan 500 mg KI
- Dititrasi dengan Natrium tiosianat hingga berwarna kuning
- Ditambahkan 1 ml larutan kanji
- Dititrasi kembali dengan Natrium tiosianat
- Dicatat volume titrasinya dan hitung % kadarnya
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

IV.1 Tabel
Kel Sampel Metode Berat Volume Normalitas Persen
Sampel Titran Titran (N) Kadar
(mg) (mL) (%)
1 Kloramfenikol Dikromatometri 50 V1 : 20 N1 : 0,134 102,61
V2 : 10,5 N2 : 0,098
Cyprofloksasin TBA 100 2,6 0,0539 51,54
2 Doksisiklin TBA 100 Vblanko 0,0539 17,44
:0,4
Vtitran :
1,8
3  Ampisilin Iodometri 100 V1 : 10 N1:0,1006 93,96
V2 : 7,5 N2:0,1005
Doksisiklin TBA 150 V1: 10 0,0539 19,10
V2 :7,7
4  Amoksisilin Bromometri 100 V1 :10 N1:0,1070 15,74
V2 : 8 N2:0,1005
 Amoksisilin Iodimetri 100 9 0,1505 79,10
5 Doksisiklin TBA 100 5,9 0,0539 51,09
6  Ampisilin Iodometri 100 V1 : 15 N1:0,1006 64,2
V2:13,3 N2:0,1005

Data Kualitatif 
Pereaksi Y3 W5 W2 Q3 Z7
Zat + 2 g NaOH Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
+ 3 mL air  kuat (+) muda muda (+) kuat (+) muda
(+) (+)
Zat + fehling A &  _   _   _  Hijau (-)  _ 
B
Zat + Kuning (+) Kuning Kuning Kuning Kuning
formaldehid + (+) (+) (+) (+)
H2SO4
Zat + H2SO4 Kuning  _   _  Kuning  _ 
pekat muda (+) muda
(+)
Zat + pereaksi  _  Jingga Jingga (-) Kuning Jingga
marquis (-) (+) (-)
FeSO4 + HNO3  _  Jingga Jingga (-)  _  Jingga
(-) (-)
Zat + NaoH Jingga (+)  _   _  Jingga Jingga
(panaskan) (+) (+)
Keterangan :

Y3= + kloramfenikol dan

+ Amoxicilin

W5= + kloramfenikol

+ ampicillin

W2= + kloramfenikol

+ ampicillin

Q3= + Kloramfenikol

Z7= + Kloramfenikol

+ Cefadroxil

BAB V

PEMBAHASAN

 Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan

oleh organism hidum termasuk struktur analognya yang dibuat sintetik yang dalam

kadar rendah mampu menghambat atau membunuh satu atau lebih spesies

mikroorganisme.
Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab mempunyai

ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih obyektif sehingga

bisa menggantikan penetapan secara hayati.

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk

mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Kloramfenikol mempunyai rasa sangat pahit. Kloramfenikol bekerja dengan jalan

menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase

yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada

proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada

konsentrasi tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakteriosid terhadap

kuman-kuman tertentu.

Ciprofloksasin termasuk antibiotik golongan fluoroquinon dengan spektrum

luas, bekerja sebagai bakteriosid. Ciprofloksasin bekerja dengan cara menghambat

kerja enzim DNA girase pada kuman yang merupakan bagian esensial dalam proses

sistesa DNA bakteri. Karena mekanisme kerjanya spesifik, maka tidak terjadi

resistensi parallel dengan antibiotika lain yang bukan golongan kuinolon karboksilat.

Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kadar kloramfenikol dengan metode

dikromatometri. Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa

dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi

lebih lemah dari permanganate. Kalium dikromat digunakan hanya hanya dalam

larutan asam dan direduksi dengan cepat pada temperature biasa menjadi garam

kromium (III) yang hijau. Warna hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr 3+  yang

terbentuk oleh reduksi kalium dikromat membuat tak mungkin titik akhir suatu titrasi

dengan dikromat hanya dengan meniliti larutan secara visual sehingga harus

digunakan suatu indikator.


Pada penetapan kadar kloramfenikol, ditimbang sampel setara 50 mg

kemudian ditambahkan dengan H 2SO4  pekat sebanyak 10 mL dan ditambahkan

kalium dikromat sebanyak 20 mL kemudian dipanaskan. Penambahan H 2SO4 pekat

ini untuk membuat lingkungan sampel menjadi asam. Larutan sampel dipanaskan

selama 15 menit diatas kompor listrik, kemudian didinginkan segera. Larutan sampel

di dalam erlenmeyere didinginkan di dalam baskom yang berisi air. Kemudian

larutan sampel ditambahkan sedikit demi sedikti KI sebanyak 1 g dan didiamkan

selama 5 menit ditempat gelap sampai terus dikocok. Penambahan KI sebagai

katalisator yang mempercepat reaksi, karena titrasi dengan metode dikromatometri

berlangsung lambat. Selanjutnya, ditambahkan indikator kloroform atau indikator

kanji dan titrasi dengan natrium tiosulfat. Diamati perubahan warna yang terjadi pada

titik akhir titrasi.

Sedangkan pada penetapan kadar ciprofloksasin, menggunakan metode

titrasi bebas air. Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air

sebagai pelarut, tetapi menggunakan pelarut organik. Dalam metode titrasi bebas

air, tidak boleh ada air, sebab air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-

basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton. Asam perklorat

dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara asam-asam

umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Dalam

titrasi bebas air biasanya ditambah dengan asam asetat anhidrida dengan tujuan

untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat. Dalam percobaan ini juga

ditambahkan raksa (II) asetat yang bertujuan untuk menghilangkan bromide atau

klorida, karena adanya asam klorida/bromida dan asam-asam kuat lain harus

dihindari karena bisa mengakibatkan penetapan kadar tidak kuantitatif karena asam-

asam kuat ini juga bisa bereaksi dengan senyawa sampel yang bersifat basa.
Ciprofloksasin ditimbang setara 100 mg dan ditambahkan 10 mL asam asetat

glasial dan 1 mL raksa (II) asetat dan dititrasi dengan HClO 4 dengan penambahan

indikator Kristal violet.

Pada percobaan ini diperoleh hasil persen kadar kloramfenikol yaitu 102, 61

% dan persen kadar ciprofloksasin yaitu 51,54 %. Persen kadar kloramfenikol

memenuhi persyaratan sesuai dalam literatur yaitu Farmakope Indonesi Edisi III

yaitu tidak kurang dari 92,5 % dan tidak lebih dari 107,5 %. Sedangkan persen kadar

ciprofloksasin tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan literatur yaitu British

Pharmacopeia yaitu tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %.

Pada uji kualitatif, dilakukan uji terhadap sampel Y3, W5, W2, Q3, dan Z7.

Pada sampel Y3 dan Q3, ketika sampel direaksikan NaOH dan air, menghasilkan

warna kuning kuat. Dan pada sampel W5, W2, dan Z7 menghasilkan warna kuning

muda. Lalu, sampel Y3, W5, W2, Q3, dan Z7 ketika direaksikan dengan formaldehid

dan H2SO4, menghasilkan warna kuning. Sampel Y3 dan Q3 ketika direaksikan

denganH2SO4  menghasilkan warna kuning muda. Sampel Q3 direaksikan dengan

pereaksi Marquis menghasilkan warna kuning. Dan untuk sampel Q3 dan Z7, ketika

direaksikan dengan NaOH dan lalu dipanaskan, menghasilkan warna jingga.

Dari hasil percobaan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa sampel Y3

mengandung kloramfenikol dan amoksisilin, sampel W5 dan W2 mengandung

kloramfenikol dan ampisilin, sampel Q3 mengandung kloramfenikol, dan sampel Z7

mengandung kloramfenikol dan sefadroksil

 Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan ini antara lain

: reagen atau pereaksi yangkurang baik kualitasnya, serta larutan baku yang kurang

murni, alat-alat laboratorium yang digunakan kurang bersih, kesalahan dalam


prosedur preparasi, human of error, serta mengambil reagen atau larutan baku yang

tidak kuantitatif.

BAB VI

PENUTUP

VI. Kesimpulan

Dari hasil percobaan, pada uji kuantitatif, diperoleh persen kadar

kloramfenikol 102,61 %, sedangkan persen kadar untuk ciprofloksasin yaitu 51,54

%. Hasil ini sesuai dengan persentase kadar pada literature (FI.III) yaitu tidak kurang

dari 92,5 % dan tidak lebih dari 107,5 % untuk kloramfenikol dan tidak sesuai

dengan persentase kadar pada literature (British Pharmacopeia) yaitu tidak kurang

dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0% untuk ciprofloksasin

Pada uji kualitatif, diperoleh hasil bahwa sampel sampel Y3 mengandung

kloramfenikol dan amoksisilin, sampel W5 dan W2 mengandung kloramfenikol dan

ampisilin, sampel Q3 mengandung kloramfenikol, dan sampel Z7 mengandung

kloramfenikol dan sefadroksil

VI.2 Saran

 Asisten agar lebih sabar dan semangat dalam membimbing praktikan


DAFTAR PUSTAKA

1. Sudjadi. 2008.  Analisis Kuantitatif Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
108, 119, 121

2. Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi  Edisi IV . Jakarta : Universitas
Indonesia. 622, 651

3. Susanti, S., Jeanny Wunas. 1997.  Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif . Makassar :
UNHAS. 1, 29,30, 70, 71, 74. 75, 144, 151, 196-198

4. Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik   Edisi 4.
Jakarta : EGC. 259

5. Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.142,143,144, 153, 154

6. Roth, Hermann J.1981. Analisis Farmasi . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


241, 270, 271

7. Shofyan. 2010. Macam-macam Titrasi Redoks. Diakses dari


http://forum.upi.edu/v3/index. Diakses tanggal 16 November 2011

8. Budiman, Melisa. 2011. Oksidasi dengan Kalium Dikromat dan Metode Titrasi
Dikromatometri . Diakses dari http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/dikromatometri/metode-titrasi-
dikromatometri/ . Diakses tanggal 16 November 2011

9. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI. 42, 47, 48, 58,
94, 96, 151, 316, 598, 651, 698, 724

10. The Department of Health. 2009. British Pharmacopeia. London : The Stationery Office
on behalf of the Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA).
1381, 3954

11. Auterhoff & Kovar. 2002. Identifikasi Obat. Bandung  : ITB. 90, 141

12. Officers of the USP convention. 2007.US Pharmacopeia 30  – NF 25 . United States :
The United States Pharmacopeial Convention.
antibiotika dan analisisnya

ANTIBIOTIKA

I.Pengertian
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki aktivitas mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan
toksisitasntya bagi manusia rel;atif kecil. Turunan zat tersebut yang dibuat secara semisintesis
termasuk kelompok ini. Begitu pula yang dibuat secara sintesis dengan khasiat antibakterinya
lazimnya disebut antibiotika.
Kegiatan antibiotis pertama kali ditemukan secara kebetulan oleh dr. Alexander Flemmings (
Inggris, 1928, penisilin ).Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada
 permulaan perang dunia II di tahun 1941, ketika obat-obatan antibakteri sangat diperlukan
untuk pengobatan antiinfeksi.
Kemudian para peneliti memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotis. Akan teapi
karena sifat toksisnya pada manusia hanya sebagian kecil yang digunakan sebagai obat. Yang
 penting diantaranya adalah steptomisin ,kloramfenikol, eritromisin, rifampisin.
Lazimnya antibiotika dibuat secara mikrobiologis yaitu fungi dibiakkan dalam tangki besar
 bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara steril disalurkan keda;am media pembiakan
guna mempercepat petumbuhan fungi dan meningkat pertumbuhan antibiotiknya. Setelah
diisolasi dari cari cairan kulturnya antibiotik dimurnikan dan aktivitasnya ditentukan.

II. Mekanisme kerja


Cara kerja yang terpenting adalah perintangan sintesa protein sehingga petumbuhan
kuma terhenti dan musnah. Selain itu beberapa antibiotika bekerja terhadap membran sel
 penisilin dan sefalosprorin) dan dinding sel ( polimiksin, zat polyen dan imidazol ).
Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena virus tidak memiliki
 proses metabolisme yang sesungguhnya melainkan tergantung pada proses tuan rumahnya.
III. Penggunaan
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman maupun
 prevensi infeksi. Secara profilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan jantung
 buatan, juga sebelum cabut gigi. Penggunaan nonterapeutisnya adalah sebagai stimulan
 pertumbuhan dalam peternakan, yang digunakan umumnya adalah makrolida dan
glikopeptida dalam makanan ternak.

IV. Pembagian antibiotika


Banyak dasar pembagian antibiotika antara lain :
Pembagian berdasarkan asalnya

1. antibiotika yang berasal dari mikroorganisme hidup


2. antibiotika yang berasal dari hewan
3. antibiotika yang berasal dari jamur
4. antibiotika yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
5. antibiotika yang berasal dari semisintetis
6. antibiotika yang berasal dari sintetis

Pembagian berdasarkan daya kerja

1.  Narrow spectrum ( penisilin, streptomisin )


2. Broad spectrum ( tetrasiklin, kloramfenikol )

Pembagian berdasarkan kelarutan dan terjadinya warna

1. Larut dalam air dan tidak memberi warna ( penisilin, streptomisin, kloramfeikol )
2. Larut dalam air dan memberi warna kuning sampai kuning tua ( tetrasiklin )

penggolongan Antibiotika
a.Penisilin
Penisilin diperoeh dari jamur penicillium chrysogenum dari berbagai macam jenis
yang dihasilkan perbedaannya terletak pada gugus samping R saja, diantaranya yang paling
alktif adalah Benzilpenisilin (pen-G). Sefalosporin diperoleh dari jamur Cephalorium
acremonium yang berasal dari Sicilia.
Kedua kelompok antibiotik ini memiliki rumus bangun serupa keduanya memiliki cincin
 bangun beta-laktam.Cincin ini merupakan syarat utama untuk aktivitasnya.
Mekanisme kerja : dinding sel kuman terdiri dari suatu jaringan peptodoglikan, yaitu dari
senyawa amino dangula yang saling terikat satu sama lain dan demilkian memberi kekuatan
mekanis pada dinding. Penisilin dan sefalosporin menghindarkan sintesa lenkap dari polimer
ini yang spesifik bagi kuman dan disebut murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah
atau menyerap air dengan jalan osmosis maka dinding sel itu akan pecah. Dinding sel
manusia dan hewan tidak terdiri dari murein sehingga antibiotika tidak toksis .
Contoh : benzilpenisilin, fenoksi metil penisilin, kloksasilin, ampisilin, amoksisilin
b.Sefalosporin
Sefalosporin termasuk antibiotik betqa laktam dengan struktur dan aktivitas yang
mirip dengan penisilin. Diperoleh secara semisintetis dari sefalosporin C yang dihasilkan
 jamur Cephalorium acremonium. Inti senyawa ini adalah 7-ACA (7- amino-sephalosporic-
acid) yang mirip inti penisilin.
Contoh : sefaleksin, sefamandol, sefuroksim, sefotaksim, seftazidim
c. Aminoglikosida
Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis fungi Steptomyces dan micromonospora. Semua
senyaw dan turunan semisintetis mengandung dua atau tiga gula amino dalam molekulnya
yang saling terikat secara glukosidis. Denganadanya gugus amino zat-zat ini bersifat basa
lemah dan garam sulfat yang digunakan dalam terapi mudah larut dalam ai r.
Contoh : steptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin, paromomisin
d.Tetrasiklin
Senyawa tetrasiklin semula ditemukan pada Steptomyces aureofaciens dan
Steptomyces rimosus. Khasiatnya bersifart bakteriostatis hanya melalui injeksi intravena
dapat dicapai kadar plasma yang rendah. Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa
 protein kuman.
Contoh : tetrasiklin, doksisilin
e. Makrolida dan Linkomisin
Eritromisin bekerja bakteriostatis terutama terhadap bakteri Gram positif dan
spektrumkerja mirip penisilin-G. Mekaniosme kerjanya melalui pengikatan reversibel pada
ribosom kuman sehingga sintesis proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau
sering dapat terjadi resistensi. Absorpsinya tidak teratur agak sering menimbulkan efek
samping lambung. Sedangkan waktu paruhnya singkat.
Contoh : Eritromisin, roksitromisin,azitromiosin, spiramisin, linkomisin, klindamisin
f.Polipeptida
Khasiatnya adalah bakterisid berdasarkan aktivitas permukaan dan kemampuan untuk
melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel meningkat dasn
akhirnya sel meletus. Kerjanya tidak tergantung dari keadaan membelah tidaknya kuman
maka dapat dikombinasikan dengan antibiotika bakteriostatis.
Contoh : polimiksin B, basitrasin, gramisidin
g.Antibiotika lainnya

1. kloramfenikol
2. vankomisin
3. asam fusidat
4. mupirosin
5. spektinomisin

V.Reaksi Identifikasi
a. secara mikrobiologis
Umumnya secara kimia antibiotik sukar ditentukan atau dibedakan seperti missalnya penisilin
dan streptomisin semua reaksi kimia negatif.Dengan melihat sifat antimikroba baru dapat
ditentukan.
 b.organoleptis

 warna, rasa, bau


 larutan dalam air
  pirolisa

c.reaksi pendahuluan

 sifat higroskopis
 keasaman
  bentuknya : penicillin garam N dan K, tetrasiklin garam HCl
 reaksi warna :

Untuk zat yang tidak berwarna :


1. 2 cc lart. + 2cc H2SO4
1. 2 cc lart. + 2 cc Na OH +m4 cc piridin panakan
2. 2 cc lart.+ 5 tetes Cu(NH 3)2 (NO3)2diamkan 2 menit kemudian panaskan

3. 2cc lart. + 1 tetes NaOH 10% panaskan, netralkan dengan HCl + 1tetes FeCl3

4. 2cc lart. + 5 tetes reagen Nessler + Na Nitroprusid + NaOH

5. reduksi dengan Zn + HCl panaskan + NaOH 10% kocok + ureum + naphtol dalam NaOH

Untuk zat yang memberi warna dalam air :

1. 2 cc lart + 10 tetes HNO 3 kocok panaskan dalam air

2. 2 cc lart + 10 tetes H 2SO4 kocok dan panaskan 2 menit

3. 2 cc lart + 2 tetes FeCL3 kocok kemudian panaskan

4. 2 cc lart + 2 tetes Cu(NH 3)2(NO3)2 kocok panaskan

5. 2 cc lart + 2 cc NaOH 40% pyridine panaskan 2 menit

 reaksi warna dengan H2SO4

 reaksi kristal ; yang paling baik adalah reaksi krista dengan aceton air

Beberapa antibiotika yang sering dijumpai :

1. tetrasiklin HCl

  bubuk kekuningan, tak berbau, sangat higroskopis,

 larutan dalam air : kuning

 marquiss : merah anggur

 frohde : merah anggur

 H2SO4 pekat : jingga

 CuNitrat + NH4 : hijau coklat

2. Penisilin

 Bau spesifik

 Dalam perdagangan :
Pen-G : benzyl-pen

Pen-F : pentenyl- pen

Pen- K : N-heptyl-pen

 + 5 tetes Cu(NH3)Nitrat, panaskan : hijau kuning

 + H2SO4 pekat + resorsin, panaskan : kuning hijau

3. Steptomisin

  Nessler : hitam

 Zat dalam metanol + H2SO4 : endapan

 + NaOH, panaskan + HCl + FeCl 3 : ungu

 + Weber : jingga sampai rosa

 + NaNitroprusida + ferrisianida + NaOH : merah jingga

 + 5 tetes Cu(NH3)Nitrat, panaskan : kuning muda

 + H2SO4 pekat + DFA 1% + resorsin : kunig sampai merah

3. Kloramfenikol

 + NaOH 40% + pyridin : lapisan pyridin merah, air kuning

 + 5 tetes Cu(NH3)Nitrat, panaskan : abu-abu coklat

 + H2SO4 pekat + DFA 1% + resorsin : biru

4. Erithromisin

 + H2SO4 , kocok : kuning

 + 5 tetes Cu(NH3)Nitrat, biarkan 5 menit, dipanaskan : abu-abu coklat

Anda mungkin juga menyukai