Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS PASIEN DENGAN

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS


PADA BRONKOPNEUMONIA DI RUANG IBNU SINA
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh:
NUR SUFIATI
1810206014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019

LAPORAN KASUS PASIEN DENGAN


KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
PADA BRONKOPNEUMONIA DI RUANG IBNU SINA
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ners


Pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Disusun oleh:
NUR SUFIATI
1810206014
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era perkembangan saat ini ilmu dan teknlogi sangatlah
berpengaruh pada kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk mewujudkan tujuan
nasional. Salah satu tujuan jangka panjang pada bidang kesehatan 2005-2023
yaitu meningkatkan derajat kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar dalam mewujudkan derajat kesehatan setingi-
tingginya. Indikator keberhasilan dari pembagunan kesehatan yaitu
meningkatnya derajat kesehatan di seluruh wilayah, khususnya bagi anak.
Anak merupakan seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun atau
belum pernah menikah dan berada di bawah kekuasaan orangtua nya (UU No
1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Anak juga merupakan masa dimana
organ- organ tubuhnya belum berfungsi secara optimal, sehingga rentang
terhadap penyakit yang masuk. Salah satunya yang sering menyerang pada
anak yaitu penyakit yang menyerang sistem pernapasan atas yaitu
pneumonia. Pneumonia merupakan inflamasi atau infeksi pada parenkim paru
yang disebabkan oleh satu atau lebih agen virus, mikroplasma, dan aspirasi
substansi asing (Hockenberry and Wilson, 2007; 2011). Pneumonia ini
biasanya banyak terjadi pada anak karena daya tahan tubuh anak yang masih
lemah dibandingkan dengan orang dewasa.
Terjadinya pneumonia di negara berkembang menurut data dari
SEAMIC Health Statistic 2011 pneumonia dan influenza merupakan
penyebab kematian ke-6 di Indonesia yang hampir 30% terjadi pada anak
dibawah umur 5 tahun (Kepmenkes, 2014). Berdasarkan data dari Menkes,
2018, di Indonesia prevalensi insiden kejadian ISPA ada 38%. Sedangkan di
Yogyakarta sendiri pada tahun 2017 ada 26,61% kasus kejadian pneumonia
yang menyerang anak- anak dibawah 5 tahun.
Salah satu jenis pneumonia yang sering dialami oleh anak yaitu
bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim
paru yang disebabkan oleh infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh (Brandley et al., 2011).
Berdasarkan data kejadian bronkopneumonia di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2019 yang di rawat inap di bangsal khusus
anak (Ibnu Sina) pada bulan April 2019 ada 9 penderita. Selain itu,
berdasarkan hasil wawancara dengan 6 orangtua anak dengan kasus
bronkopneumonia didapatkan hasil bahwa 6 orangtua mengatakan anaknya
mengalami keluhan sesak napas, batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan.
Tiga diantaranya mengami panas selama beberapa hari.
Banyaknya angka kejadian bronkopneumonia yang menyerang anak,
dapat menjadi perhatian khusus bagi perawat untuk melakukan asuhan
keperawatan secara optimal dan maksimal. Perawat sangatlah berperan
penting dalam membantu mengemukakan dan mencegah angka kesakitan dan
kematian dalam memberikan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
merupakan suatu rangkaian proses keperawatan untuk mengatasi masalah
pada pasien. Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas. Masalah ini muncul dengan batasan
karakteristik yaitu dipsnea, suara napas tambahan, perunahan pada irama dan
frekuensi pernapasan, batuk, tidak atau tidak efektif, gelisah, dan sputum
berlebih (NANDA, 2013).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk memberikan asuhan
keperawatan dengan diagnosis prioritas ketidakefektifan bersihan jalan napas
pada An. A dan An. H dengan kasus bronkopneumonia di ruang Ibnu Sina RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
karya ilmiah akhir ners ini adalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan anak
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada bronkopneumonia di
Ruang Ibnu Sina RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?”.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah mampu
melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada bronkopneumonia di Ruang Ibnu Sina RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian karya ilmiah akhir ners ini adalah agar mampu:
a. Melakukan pengkajian pada anak dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada bronkopneumonia
b. Menganalisa masalah keperawatan pada anak dengan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada bronkopneumonia
c. Merencanakan tujuan dan tindakan keperawatan pada anak
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada bronkopneumonia
d. Mengimplementasikan tindakan keperawatan pada anak
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada bronkopneumonia
e. Mengevaluasi dan mendokumentasikan hasil tindakan
keperawatan pada anak dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
pada bronkopneumonia
D. Manfaat
1. Teoritis
Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, manfaat oleh instansi
pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan kesehatan khususnya
pada mata ajar keperawatan anak mengenai asuhan keperawatan anak
dengan bronkopneumonia
2. Praktis
a. Bagi manajemen Rumah Sakit
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi mengenai asuhan keperawatan pada pasien
Bronkopneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bagi pelayanan di Rumah
Sakit untuk mencegah terjadinya bronkopneumonia serta mengurangi
komplikasi agar pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit meningkat.
b. Bagi perawat
Diharapkan hasil Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan masukan bagi perawat dan dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan intervensi yang tepat
pada pasien bronkopneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas.

c. Bagi orangtua
Diharapkan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners (KIAN) dapat menambah
informasi bagi pasien yang sedang mengalami batuk dan atau
bronkopneumonia serta mengalami hipetermia pada anak
d. Peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan data dasar bagi peneliti
lain tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien
bronkopneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
E. Ruang Lingkup
1. Pasien
Pasien dalam Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah 2 orang anak usia 1
bulan dan 6 bulan dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas diagnosis medis bronkopneumonia
2. Tempat
Tempat pelaksanaan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah di Bangsal Ibnu
Sina RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Materi
Ruang lingkup materi pada karya tulis ilmiah ini termasuk dalam lingkup
materi keperawatan anak. Ruang lingkup materi pada karya tulis ilmiah
ini adalah asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
bronkopneumonia
4. Waktu
Karya Ilmiah Akhir Ners ini dilakukan mulai tanggal 15 April 2019
sampai 28 April 2019

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Bronkopneumonia
1. Pengertian
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang
ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelish, dispneu, napas cepat
dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Hidayat,
A, 2008). Bronkopneumonia juga disebut dengan pneumonia
lobularis, dimana terjadi peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai pada bronkiolus dan mengenai
alveolus disekitarnya. Bronkopneumonia juga lebih sering disebut
infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang dapat melemahkan
daya tahan tubuh dan bisa juga sebagai infeksi primer yang biasa
dijumpai pada anak- anak dan orang dewasa (Bradley et. Al., 2011)

Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim


paru disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang
ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas
cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering yang produktif
(Hidayat, 2009).
Bronkopneumonia adalah infiltrat yang tersebar pada kedua
belahan paru. Dimulai pada bronkiolus terminalis, yang menjadi
tersumbat oleh eksudat mukopurulent yang disebut juga “lobular
pneumonia” (Riyadi, 2010).
2. Etiologi
Menurut Abdoerrahman (2007) etiologi bronkopneumonia
menurut pembagian penyebabnya antara lain bakteri, virus,
myoplasma pneumothorax, jamur, pneuonia hipostatik, dan sindrom
loeffer.
a. Bakteri
 Diplococcus pneumonia
 Pneumococcus
 Streptococcus aureus
 Hemofilus influenza
 Bacillus fried lander
 Mycobacterium tuberculosis

b. Virus
 Respiratory syticial virus
 Virus influenza
 Adenovirus
 Virus sitomegali
c. Myoplasma pneumothorax
d. Jamur: aspergillus species dan candida albicans
e. Pneumonia hipostatik
Pneunonia hipostatik merupakan pneumonia yang sering timbul
pada daerah paru- paru dan disebabkan oleh napas yang dangkal
dan terus menerus pada posisi yang sama. Hal ini disebabkan
karena kongesti (pembendungan darah) paru- paru yang lama
f. Sindrom loeffer
Pada foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat besar dan kecil
yang tersebar menyerupai tuberculosis miliaris
3. Patofisiologi
Proses terjadinya bronkopneumonia yaitu dimulai dari kuman
penyebab bronkopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru
melalui saluran pernapasan atas untuk mencapai bronkiolus kemudian
alveolus sekitarnya. Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat
inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring
atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang
masuk ke paru melalui saluran napas masuk ke bronkioli dan alveoli,
menimbulkan reaksi peradangan yang hebat dan menghasilkan cairan
edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan intertitial.
Kuman pneumococus dapat meluas ke seluruh segmen atau lobus.
Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kapiler
paru-paru. Alveoli menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan
berwarna merah. Aliran darah di paru sebagian meningkat yang akan
diikuti peradangan vaskular dan penurunan darah kapiler (Riyadi, S &
Sukarmin, 2012).

Gambar 2.1
Perbedaan bronkus normal dan bronkopneumonia
Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli penuh
dengan leukosit dan relatif eritrosit. Kuman pneumococus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag
masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman
pneumococus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-
abu tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel
darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi
resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehillangan
kemampuan dalam pertukaran gas. Tetapi apabila proses konsolidasi
tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan
terdapatnya eksudat pada elveolus membran dari alveolus akan
mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses
difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan
berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai
sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat
penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha
melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu
pernapasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan
retraksi dada (Riyadi, S & Sukarmin, 2012).
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat di dalam paru dapat menyebar ke
bronkus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus berserbukan
sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus
dan sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak
pada saat awal peradangan dan bersifat fagositosis) dan sedikit
eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan
pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul
bronkiektasis. Selain itu eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang
lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-
lain). Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan
menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut
dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita
mengalami sesak napas. Apabila kuman terbawa di saluran
pencernaan maka akan menginfeksi saluran pencernaan dan teradi
peningkatan flora normal dalam usus. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya peningkatan peristaltik usus dan malabsorbsi sehingga
penderita mengalami diare dan menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Riyadi, S & Sukarmin, 2012).

4. Manifestasi klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik
sangat mendadak sampai 39-40°C dan kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan sangat
cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung serta sianosis
sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi
setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif
(Riyadi, S & Sukarmin, 2012).
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosa dengan
pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya napas dangkal dan cepat,
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat
diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
daripada luas daerah auskultasi yang terkena pada perkusi sering tidak
ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar
ronkhi basah yang nyaring halus atau sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar
mengeras. Pada stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi (Ngastiyah,
2005).

5. Pemeriksaan penunjang
Peemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia diantaranya:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkhopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M.
Nettina, 2001 : 684)
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status
oksigenasi dan status asam basa.(Sandra M. Nettina, 2001 :
684).
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
5) Sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba (Sandra M. Nettina, 2001 :
684).
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai
pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple
seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus(Barbara C, Long, 1996 : 435).
2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah
jalan nafas tersumbat oleh benda padat(Sandra M, Nettina,
2001).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan
bronkopneumonia menurut Hidayat (2009) adalah:
a.Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui
pemberian kompres
b. Pemberian oksigenasi yang adekuat
c.Pertahankan kebutuhan cairan
d. Pemberian nutrisi yang adekuat
e.Penatalaksanaan medis dengan cara pemberian pengobatan,
apabila ringan tidak perlu diberikan antibiotik, terapi apabila
penyakit berat pasien dapat dirawat inap, maka perlu pemilihan
antibiotik berdasarkan usia, keadaan umum, dan kemungkinan
penyebab, seperti pemberian penisilin prokain dan
kloramfenikol atau kombinasi ampisilin dan kloksasilin, atau
eritromisin dan kloramfenikol atau sejenisnya.
Sedangkan menurut Riyadi, S & Sukarmin (2012)penatalaksanaan
pada anak dengan bronkopneumonia adalah:
a.Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 Unit/kg BB/hari,
ditambah dengan kloramfenicol 50-70 mg/kg BB/hari atau
diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan
penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari satu jenis juga
untuk menghindari resistensi antibiotik.
b. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian
oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran
glukosa 5% dan Nacl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1 ditambah
larutan Kcl 10 mEq/500 ml/botol infus.
c.Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis
metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat
diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis sesuai gas darah
arteri.
d. Pemberian makan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik pada penderita yang sudah mengalami perbaikan
sesak napasnya.
e.Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport
mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid
dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan
dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus.
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada
anak dengan pneumonia (Wong, 2008) adalah:
a.Bila terdapat obstruksi jalan napas dan lendir, kolaborasi
pemberian broncodilator.
b. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali
untuk kasus berat.
c.Kolaborasi pemberian obat antibiotik yang sesuai dengan
penyebab pneumonia. Antibiotik yang paling baik adalah
antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai
spektrum sempit.
d. Menjaga kelancaran pernapasan, dengan memposisikan
klien dengan posisi semi fowler dan pemberian oksigen sesuai
indikasi.
e.Kebutuhan istirahat, karena pada pasien bronkopneummonia
mengalami susah tidur karena sesak napas.
f. Kebutuhan nutrisi dan cairan, kegunaannya untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori.
g. Mengontrol suhu tubuh.
h. Berikan penyuluhan berupa pendidikan kesehatan pada
anak dan keluarga.
7. Komplikasi
Komplikasi pada penderita pneumonia maupun bronkopneumonia,
yaitu (Misnadiarly, 2008):
a.Abses paru
b. Emfisema
c.Gagal napas
d. Perikarditis
e.Meningitis
f. Atelektesis
g. Hipotensi
h. Delirium
8. Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan cara strategis pemberantasan
pneumonia pada anak yang terdiri dari pencegahan melalui imunisasi
dan non imunisasi (Said, 2010). Imunisasi terhadap pathogen yang
bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi
pencegahan spesifik sedangkan pencegahan non imunisasi yaitu
pencegahan non spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor risiko
seperti polusi udara dalam ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak
sehat/bersih, perbaikan gizi dan lain-lain.
Vaksinasi yang tersedia merupakan cara langsung dalam
mengatasi pneumonia adalah vaksin Pertussis (ada dalam DPT),
Campak, Hbi (Haemophilus inflienza type b) dan pneumococcus
(PCV). Vaksin Pertussis dan Campak telah masuk ke dalam program
vaksinasi nasional di berbagai negara termasuk Indonesia. Sedangkan
Hib dan Pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut
laporan kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak
setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang
memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional
imunisasi (Kartasasmita, 2010).
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindari atau
mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas,
perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan
pedoman diagnosa dan pengobatan pneumonia, penggunaan
antibiotika yang benar dan efektif dan waktu untuk merujuk yang
tepat dan segera bagi kasus pneumonia berat. Peningkatan gizi
termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan
cakupan imunisasi dan pengurangan polusi udara di dalam ruangan
dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga
menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian
pneumonia (Kartasasmita, 2010).
9. Tinjauan islam

Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfiman kepada para malaikat:
“sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah
liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud” (Surah al- Hijr ayat 28-29)
Dalam ayat Al- Qur’an tersebut dijelaskan bahwa jika Allah
sudah berkehendak. Dalam hal ini Allah memberikan cobaan kepada
umatnya berupa sakit. Maka hendaklah bersabar dalam menghadapi
cobaan yang telah diberikan-Nya dan berserah diri.

Artinya:
“Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapatkan hidayah
(petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) islam.
Dan barang siapa dikehendaki- Nya menjadi sesat, Dia jadikan
dadanya sempit dan sesak, seakan- akan dia (sedang) mendaki ke
langi. Demikianlah Allah melimpahkan siksa kepada orang- orang
yang tidak beriman” (Surah al- an’am ayat 125)
Dalam ayat Al- Qur’an tersebut berkaitan dengan sistem
respirasi, dimana dalam sistem respirasi jika oksigen didalam tubuh
kita menurun maka menyebabkan kesempitan dan kesulitan bernafas
(sesak nafas)

10. Pathway

Bakteri stafilokokus aereus, virus

Saluran pernapasan atas Infeksi saluran pernapasan


Kuman berlebih
bawah
di bronkus Dilatasi Peningkatan Edema antara
Proses Kuman terbawa di saluran pembuluh suhu kapiler dan
peradangan pencernaan darah Septikimia alveolui
Infeksi saluran
Akumulasi sekret Peningkatan Iritasi PMN
di bronkus metabolisme
Peningkatan flora Resiko Edema paru
normal dalam usus infeksi Peningkatan
Ketidakefektifan Peningkatan evaporasi Pengerasan
bersihan jalan peristaltik usus Hipetermia dinding paru
napas Penurunan
malabsorbsi compliance
paru
Diare
Suplai 02
turun

Hipoksia

Metabolisme
Resiko jatuh
anaerop naik

fatique Akumulasi
asam laktat

(Sumber modifikasi: Elisabeth J.Corwin, 2009 dan Sujono, 2009).


Gambar 2.1 Pathway Bronkopneumonia

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam Sederhana


1. Pengkajian
Menurut (Susilaningrum, 2013 dalam Hidayati, 20117)
pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan suatu
proses yang tertata dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
untuk dievaluasi serta diidentifikasi status kesehatan pasien. Proses
tersebut terdiri dari beberapa komponen, diantaranya:
a. Biodata/identitas
Biodata anak mencakup nama, jenis kelamin, alamat, nama orang
tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan yang menonjol pada pasien kenapa datang kerumah sakit.
Diantaranya batuk disertai dahak, sesak nafas dan demam
c. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit
b. yang diderita sekarang
1) Didapatkan adanya keluhan batuk, sesak nafas
disertai demam
2) Batuk berdahak dan dahaknya sulit
dikeluarkan. Disertai dengan sesak nafas.
3) Kadang disertai pilek, muntah, nafsu makan
c. Riwayat penyakit terdahulu/ yang pernah diderita
Ditanyakan apakah penderita mengalami penyakit saluran
pernafasan bagian atas, penyakit yang berhubungan
dengan imunitas seperti malnutrisi
d. Riwayat imunisasi
Jika anak tidak mempunyai kekebalan yang baik,
kemungkinan komplikasi dapat dihindari
e. Riwayat perkembangan
1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku
sosial): berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkunganya.
2) Gerakan motorik halus: berhubungan dengan
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
saja dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan
koordinasi yang cermat.
3) Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh.
4) Bahasa: kemampuan memberikan respon
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Apakah anggota keluarga yang menderita
bronkopneumonia.
7) Apakah anggota keluarga yang menderita
penyakit pernafasan atau lainya.
f. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan
emosionalnya perlu dikaji siapakah yang mengasuh anak.
d. Pola kesehatan dan fungsi kesehatan
1) Data subjektif
a) Pola nutrisi : ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas makanan, makanan yang disukai, bagaimana
selera makan, berapa kali minum, jenis dan jumlah
perhari.
b) Pola eliminasi : ditanyakan frekuensi, jumlahnya,
warna, bau, apakah terdapat darah, terdapat nyeri,
konsistensi BAB lunak, keras, cair dan berlendir.
c) Pola aktivitas dan latihan : apakah anak senang main
sendiri, aktivitas yang disukai anak.
d) Pola tidur/istirahat : berapa jam, bangun jam berapa,
kebiasaan sebelum tidur, bagaimana tidur siang.
2) Data obyektif
a) Pemeriksaan fisik
 Mata : keadaan sklera dan konjungtiva.
 Telinga : periksa fungsi telinga, kebersihan,
tanda infeksi.
 Hidung : ada pernapsan cuping hidung, apakah
ada polip, apakah ada sekret.
 Mulut : adakah sianosis, keadaan lidah, adanya
stomatitis, jumlah gigi yang tumbuh, adakah karies
gigi.
 Inspeksi : bentuk dada, gerak pernapasan,
frekuensi, irama, kedalaman, retraksi.
 Auskultasi : suara napas tambahan.
 Jantung : keadaan dan frekuensi irama jantung,
bunyi tambahan, bradikardi atau takikardi.
 Abdomen : distensi abdomen, pembesaran
hepar.
 Kulit : kebersihan, turgor kulit.
 Ekstremitas : adakah oedem.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah terminologi yang dipakai oleh
perawat profesional untuk menjelaskan masalah kesehatan, tingkat
kesehatan, respon pasien terhadap penyakit, atau kondisi pasien
(aktual/ potensial) sebagai akibat dari penyakit yang (Debora, 2012
dalam Hidayati, 2017). Menurut diagnosa keperawatan Nanda tahun
2018-2020 kemungkinan diagnosa yang bisa muncul dari penyakit
bronkopneumonia:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi yang tertahan
b. Resiko jatuh berhubungan dengan usia <1 tahun
c. Fatique/ kelelahan berhubungan dengan status penyakit
d. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
lingkungan patogen
e. Kesiapan meningkatkan pemberian ASI
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang
dilakukan perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan
perawat untuk meningkatkan outcome pasien atau klien. Intervensi
keperawatan juga merupakan suatu pengembangan stategi desain
untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah- masalah yang
telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan (Rohmah &Walid,
2016 dalam Fauzi, Rahmawati 2018)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi yang tertahan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien dapat mengatur status prtnapasannya
Status pernafasan (0415)
Kriteria hasil:
1) Batuk dapat keluar (sputum) dan mampu bernafas
dengan mudah
2) Retraksi dada tidak ada tarikan
Rencana tindakan:
Manajemen jalan nafas (3140)
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
3) Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya
menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
4) Kelola nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya
5) Kolaborasi pemberian 02
b. Hipetermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh
normal.
Termoregulasi (0800)
Tanda- tanda vital (0802)
Kriteria hasil:
1) Suhu tubuh (36,5º-37,5º C).
2) Nadi (90-150 kali/menit) dan respirasi rate (20-30
kali/menit).
Rencana tindakan:
Perawatan demam (3740)
1) Pantau suhu tubuh dan tanda vital lainnya
2) Monitor warna dan suhu tubuh
3) Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
kehilangan cairan yang tak dirasakan
4) Beri obat sesuai kebutuhan
5) Beri cairan IV sesuai kebutuhan
6) Menggunakan terapi non farmakologi dengan tepid
water sponge
7) Monitor tanda dan gejala hipetermia
c. Resiko jatuh berhubungan dengan usia <1 tahun
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan perilaku
pencegahan jatuh dapat ditingkatkan
Perilaku pencegahan jatuh (1909)
1. Menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh
2. Memberikan pencahayaan yang terang
Rencana tindakan:
Pencegahan jatuh (6490)
1. Sediakan pencahayaan yang cukup dalam rangka
meningkatkan pandangan
2. Ajarkan anggota keluarga mengenai faktor risiko yang
berkontribusi terhadap adanya kejadian jatuh dan bagaimana
keluarga bisa menurunkan risiko ini
3. Berikan penanda untuk memberikan peringatan pada
staff bahwa pasien berisiko tinggi jatuh
4. Jaga penghalang tempat tidur tetap dinaikan
d. Fatique/ kelelahan berhubungan dengan status penyakit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan keletihan dapat
menurun
Kriteria hasil:
Tingkat kelelahan (0007)
1. Kelemahan dapat teratasi
2. Kualitas istirahat dapat meningkat
3. Fungsi imun dapat meningkat
Rencana tindakan:
Manajemen energi (0180)
1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
2. Batasi stimulasi lingkungan (yang menganggu)
misalnya cahaya atau bising untuk menfasilitasi relaksasi
3. Tingkatkan tirah baring/ pembatasan kegiatan
(misalnya meningkatkan jumlah waktu istirahat pasien)
dengan cakupannya yaitu pada waktu istirahat yang dipilih
4. Anjurkan tidur siang bila diperlukan
5. Bantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
6. Evaluasi secara bertahap kenaikan level aktivitas
pasien
e. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
lingkungan patogen
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko infeksi
tidak terjadi
Kriteria hasil:
Kontrol infeksi (1902)
1. Terbebas dari resiko infeksi
2. Memonitor faktor resiko individu
3. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
4. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
Rencana tindakan:
Kontrol infeksi (6540)
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi
2. Pakai sarung tangan streril jika melakukan tindakan
aseptik
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
4. Memperhatikan tanda-tanda vital
f. Kesiapan meningkatkan pemberian ASI
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah produksi
ASI dapat teratasi
Kriteria hasil:
Knowledge: Breasfeeding (1800)
1. Poduksi ASI meningkat
2. Tanda- tanda pasokan ASI memadahi
3. Pasien menyatakan pemahaman manfaat ASI esklusif
4. Pasien dapat menyusui dengan cara yang baik dan
benar
5. Pasien mampu melakukan perawatan payudara ibu
menyusui

Rencana tindakan:
Konseling laktasi (5244)
1. Ajarkan pijat oksitosin untuk memperlancar produksi
ASI
2. Kaji pengetahuan ibu tentang menyusui
3. Berikan informasi tentang manfaat pemberian ASI
4. Ajarkan teknik perawatan payudara sebelum menyusui
5. Ajarkan teknik menyusui yang baik dan benar.

5. Implementasi keperawatan (penatalaksanaan)


Implementasi keperawatan merupakan proses pelaksanaan dari
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik ( potter
pery, 2009 dalam Hidayati, 2017).
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan dari hasil yang telah
diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Pasien keluar dari proses keperawatan apabila kriteria hasil telah
dicapai dan akan masik lagi jika kriteria hasil belum tercapai.
Komponen evaluasi ini terdiri dari pencapaian kriteria hasil,
keefektifan tahap-tahap proses keperawatan dan revisi atau rencana
asuhan keperawatan (Jitowiyono, 2012 dalam Hidayati, 2017).
C. Metodologi keperawatan
1. Desain penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian studi kasus observasional
dengan pendekatan cross sectional.
2. Subjek penulisan
Subjek penelitian yaitu mengambil dua pasien dengan memiliki
diagnosis keperawatan yang sama yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pada bronkopneumonia di ruang Ibnu Sina RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2014). Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data yaitu:
a. Data primer
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan
atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian, atau
bercakap- cakap berhadapan muka dengan orang tersebut. Jadi
data tersebut diperoleh langsung dari responden melalui suatu
pertemuan atau percakapan (Notoadmodjo, 2010). Observasi
merupakan suatu prosedur yang berencana, diantaranya meliputi
mendengar, melihat, dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas
tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti. Dalam hal ini juga meliputi pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan untuk mengetahui
keadaan fisik suatu pasien secara sistematis yang meliputi inspeksi
yaitu pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. Palpasi yaitu pemeriksaan dengan
menggunakan indera peraba; tangan, dan jari-jari untuk
mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ seperti temperature,
keelastisan, bentuk ukuran, kelembaban dan penonjolan. Perkusi
adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh
untuk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam penentuan
densitas, lokasi dan posisi struktur dibawahnya. Auskultasi adalah
tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-
macam organ dan jaringan tubuh (Notoatmojo, 2014)
b. Data skunder
Data sekunder merupakan data yang didapat selain dari
pemeriksaan fisik tetapi diperoleh dari keterangan keluarga dan
lingkungannya, studi dokumentasi dan buku register
(Notoatmodjo, 2010). Data sekunder diperoleh dengan cara
melakukan studi dokumentasi pada semua bentuk informasi yang
berhubungan dengan dokumen, baik dokumen resmi maupun tidak
resmi, misalnya laporan,catatan-catatan di dalam kartu klinik,
dokumen resmi adalah segala bentuk dokumen di bawah tanggung
awab instasi, tidak resmi seperti biografi, catatan harian
(Notoatmodjo, 2010).

4. Analisa data
Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan kedalam unit- unit, melakukan sintesa,
menyusun kedalam pola- pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami
oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono,2010).
a. Reduksi data
Reduksi data dalam analisa data penelitian merupakan suatu
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai
dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema
membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan
maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan. Reduksi
data berupa hasil wawancara terhadap subjek penelitian yaitu
pasien yang mempunyai diagnosis bronkopneumonia.
b. Penyajian data
Penyajian data adalah suatu kumpulan informasi yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data berbentuk teks naratif dalam bentuk
catatan-catatan hasil wawancara dengan pasien dan keluarga pada
pasien bronkopneumonia di ruang Ibnu Sina RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil observasi dan hasil
pemeriksaan fisik sebagai informasi yang terarah dan tersusun
yang memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan
verifikasi oleh penulis atau peneliti.
c. Penarikan data
Penarikan kesimpulan ini dimulai dari peneliti mencari
karakteristik faktor pasien bronkopneumonia. Dengan demikian,
aktivitas analisis merupakan proses interaksi antara ketiga langkah
analisa data tersebut, dan merupakan proses siklus sampai
kegiatan penelitian selesai. Sesuai dengan metode penelitian,
teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah secara deskriptif. Analisa data dilakukan dengan cara
mengatur secara sistematis pedoman wawancara, format asuhan
keperawatan, dan data kepustakaan. Verifikasi dilakukan dengan
melihat kembali masalah yang dihadapi.

Anda mungkin juga menyukai