Disusun Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER PAYUDARA
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Kanker Payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan
payudara yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan
penunjang payudara. Kanker payudara terjadi karena adanya kerusakan
gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sehingga sel ini tumbuh
dan berkembang biak tanpa dapat dikendalikan (National Cancer Institute,
2017).
Kanker payudara adalah tumor ganas yang terbentuk dari sel-sel
payudara yang tumbuh dan berkembang tanpa terkendali sehingga dapat
menyebar di antara jaringan atau organ di dekat payudara atau ke bagian
tubuh lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
2. Etiologi
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut
karsinogen. Karsinogen menimbulkan perubahan pada gen DNA sehingga
sering bersifat mutagenik. Dari berbagai penelitian dapat diketahui bahwa
karsinogen dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu bahan kimia, virus,
radiasi (ion dan non-ionasi) dan agen biologik (Pringguoutomo, Himawan,
& Tjarta, 2002). Selain itu, para ahli juga mengemukakan bahwa etiologi
dari penyakit kanker payudara belum dapat diketahui secara pasti. Namun,
banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang
berhubungan dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk
terjadinya kanker payudara (Price & Lorraine, 2006). Salah satunya adalah
hasil penelitian Yulianti (2016) yang menunjukkan bahwa ada beberapa
faktor risiko yang bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker
payudara, diantaranya adalah:
a. Usia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia reproduktif (15 – 49
tahun) memiliki resiko 2,270 kali lebih tinggi untuk terkena kanker
payudara. Hal tersebut diduga berhubungan dengan paparan hormon
estrogen dan progesteron yang berpengaruh terhadap payudara.
b. Usia Menarke
Usia menarche yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan
hormon estrogen dan progesteron pada wanita yang berpengaruh
terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara.
c. Usia Menopause
Hasil penelitian menunjukkan wanita yang mengalami menopause
>43 tahun berisiko 1,17 kali lebih besar terkena kanker payudara. Hak
tersebut berkaitan dengan lamanya paparan hormon estrogen dan
progesteron yang berpengaruh terhadap proses poliferasi jaringan
payudara.
d. Lama Pemakaian Kontrasepsi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan
kontarsepsi oral >10 tahun memiliki risiko sebesar 85 % untuk
terkena kanker payudara. Hal tersebut dikarenakan berlebihnya proses
poliferasi bila diikuti dengan hilangnya kontrol atas poliferasi sel dan
pengaturan kematian sel yang sudah terprogram (apoptosis) akan
mengakibatkan sel payudara berpoliferasi secara terus menerus tanpa
adanya batas kematian.
e. Lama Menyusui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama menyusui 4 - 6 bulan
memiliki risiko kanker payudara lebih besar sebanyak 1,375 kali
dibandingkan dengan lama menyusui 7 – 24 bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama menyusui dapat mengurangi risiko
terjadinya kanker payudara dari pada tidak pernah menyusui.
f. Pola Konsumsi Makanan Berserat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang jarang
mengonsumsi makanan berserat akan beresiko lebih tinggi terkena
kanker payudara. Diet makanan berserat berhubungan dengan
rendahnya kadar sebagian besar aktivitas hormon seksual dalam
plasma, tingginya kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG),
serat akan berpengaruh terhadap mekanisme kerja penurunan hormon
estradiol dan testoteron.
g. Pola Konsumsi Makanan Berlemak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering
mengonsumsi makanan berlemak memiliki 1,105 lebih besar untuk
terkena kanker payudara. Willet et al (1997) melakukan studi
prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi makanan berlemak
ternyata ada hubungannya dengan risiko kanker payudara pada
perempuan umur 34 sampai dengan 59 tahun.
h. Obesitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang obesitas memiliki
risiko lebih besar untuk terkena kanker payudara.
i. Pola Diet
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola diet memiliki risiko 2,63
kali lebih besar untuk terkena kanker payuda. Penelitian yang
berfokus pada pengaruh aktifitas fisik, diet dan nutrisi pada kanker
payudara dikarenakan gaya hidup mengkonsumsi diet dan nutrisi yang
baik serta melakukan aktifitas fisik secara teratur dilakukan bukan
hanya sebagai pencegahan agar tidak menderita kanker payudara
tetapi gaya hidup tersebut juga dapat dilakukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup penderita kanker payudara.
j. Perokok Pasif
The U.S. Environmental Protection Agency, The U.S. National
Toxicology Program, The U.S. Surgeon General, dan The
International Agency for Research on Cancer perokok pasif dapat
menyebabkan kanker pada manusia terutama kanker paru-paru.
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa perokok pasif diduga
meningkatkan risiko kanker payudara, kanker rongga hidung, dan
kanker nasofaring pada orang dewasa serta risiko leukemia, limfoma,
dan tumor otak pada anak-anak.
k. Konsumsi Alkohol
Perempuan yang mengkonsumsi lebih dari satu gelas alkohol per hari
memiliki risiko terkena kanker payudara yang lebih tinggi.
l. Aktivitas Fisik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan aktifitas fisik
yang rendah memiliki risiko lebih besar untuk terkena kanker
payudara dibandingkan dengan wanita yang memiliki kebiasaan
berolahraga atau aktifitas fisik yang tinggi. Dengan aktivitas fisik atau
berolahraga yang cukup akan dapat dicapai keseimbangan antara
kalori yang masuk dan kalori yang keluar. Olahraga dihubungkan
dengan rendahnya lemak tubuh dan rendahnya semua kadar hormon
yang berpengaruh terhadap kanker payudara dan akan dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Aktivitas fisik atau olahraga
yang cukup akan berpengaruh terhadap penurunan sirkulasi hormonal
sehingga menurunkan proses proliferasi dan dapat mencegah kejadian
kanker payudara (Enger SM, 2013). Dalam mengurangi risiko kanker
payudara aktivitas fisik dikaitkan dengan kemampuan meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh, menurunkan lemak tubuh, dan mempengaruhi
tingkat hormon (Vogel 2010).
m. Riwayat Kanker Payudara Pada Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang memiliki riwayat
kanker payudara pada keluarga memiliki risiko lebih besar untuk
terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak
memiliki riwayat kanker payudara pada keluarga. Hal tersebut karena
adanya gen BRCA yang terdapat dalam DNA yang berperan untuk
mengontrol pertumbuhan sel agar berjalan normal. Dalam kondisi
tertentu gen BRCA tersebut dapat mengalami mutasi menjadi BRCA1
dan BRCA2, sehingga fungsi sebagai pengontrol pertumbuhan hilang
dan memberi kemungkinan pertumbuhan sel menjadi tak terkontrol
atau timbul kanker. Seorang wanita yang memiliki gen mutasi warisan
(termasuk BRCA1 dan BRCA2) meningkatkan risiko kanker
payudara secara signifikan dan telah dilaporkan 5-10% kasus dari
seluruh kanker payudara. Pada kebanyakan wanita pembawa gen
turunan BRCA1 dan BRCA2 secara normal, fungsi gen BRCA
membantu mencegah kanker payudara dengan mengontrol
pertumbuhan sel. Namun hal ini tak berlangsung lama karena
kemampuan mengontrol dari gen tersebut sangat terbatas (Lanfranchi,
2015).
3. Tanda dan Gejala/ Manifestasi Klinik
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah dideteksi
karena awal pertumbuhan sel kanker payudara tidak dapat diketahui
dengan gejala umumnya baru diketahui setelah stadium kanker
berkembang agak lanjut, karena pada tahap dini biasanya tidak
menimbukan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak merasa nyeri, dan
tidak mengganggu aktivitas (Wiknjosastro, 2009)
Tanda yang mungkin muncul pada stadium dini adalah teraba
benjolan kecil di payudara yang tidak terasa nyeri. Sedangkan, gejala yang
timbul saat penyakit memasuki stadium lanjut semakin banyak, seperti
timbulnya benjolan yang semakin lama makin mengeras dengan bentuk
yang tidak beraturan, saat benjolan membesar baru terasa nyeri dan terlihat
puting susu tertarik ke dalam yang tadinya berwarna merah muda berubah
menjadi kecoklatan, serta keluar darah, nanah, atau cairan encer dari
puting susu pada wanita yang tidak hamil dengan kulit payudara mengerut
seperti kulit jeruk (peau d’orange) (Pulungan, R.M., 2010).
4. Patofisiologi
nyeri
Resiko Infeksi
Gangguan citra
tubuh
ulkus
Ekspansi paru
menurun
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/414/2018 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Kanker Payudara bahwa pasien kanker payudara
harus menjalani pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah
rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis
beserta tumor marker. Apabila hasil dari tumor marker tinggi, maka
perlu diulang untuk follow up.
2. Pemeriksaan Radiologik
a. Mammografi Payudara
Mammografi adalah pemeriksaan menggunakan sinar X pada
jaringan payudara yang dikompresi. Mammografi bertujuan untuk
melakukan skrining kanker payudara, diagnosis kanker payudara,
dan follow up/control dalam pengobatan. Mammografi dilakukan
pada wanita usia diatas 35 tahun, namun karena payudara orang
Indonesia lebih padat, maka hasil terbaik mammografi sebaiknya
dikerjakan pada usia >40 tahun.
Pemeriksaan Mammografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-
10 dihitung dari hari pertama masa menstruasi, pada masa ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita saat di kompresi dan
akan memberi hasil yang optimal. Untuk standarisasi penilaian dan
pelaporan hasil mammografi digunakan BIRADS yang
dikembangkan oleh American College of Radiology. Dalam sistem
BIRADS, mammogram dinilai berdasarkan klasifikasi (deskripsi,
klasifikasi, distribusi, dan jumlah), massa (bentuk, margin, densitas),
dan distorsi bentuk. Pada kasus khusus, misal adanya KGB
intramammaria, dilatasi duktus, asimetri global, dan temuan asosiatif
berupa retraksi kulit, retraksi puting, penebalan kulit, penebalan
trabekula, lesi kulit, adenopati aksila juga dinilai. (Level 3).
Gambaran mammografi untuk lesi ganas dibagi atas tanda
primer dan sekunder. Tanda primer berupa densitas yang meninggi
pada tumor, batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya
proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas
(komet sign), gambaran translusen disekitar tumor, gambaran stelata,
adanya mikroklasifikasi sesuai kriteria Egan, dan ukuran klinis
tumor lebih besar dari radiologis. Untuk tanda sekunder meliputi
retraksi kulit atau penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi,
perubahan posisi puting, kelenjar getah bening aksila (+), keadaan
daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur, kepadatan
jaringan sub areolar yang berbentuk utas.
b. USG Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa
kistik. Serupa dengan mammografi, American College of Radiology
juga menyusun bahasa standar untuk pembacaan dan pelaporan USG
sesuai dengan BIRADS. Karakteristik yang dideskripsikan meliputi
bentuk massa, margin tumor, orientasi, jenis posterior acoustic, batas
lesi, dan pola echo. Gambaran USG pada benjolan yang harus
dicurigai ganas apabila ditemukan tanda-tanda seperti permukaan
tidak rata, taller than wider, tepi hiperekoik, echo interna heterogen,
vaskularisasi meningkat, tidak beraturan, dan masuk kedalam tumor
membentuk sudut 90 derajat. Penggunaan USG untuk tambahan
mammografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. Namun USG
tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh
karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukkan
efikasinya.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan MRI lebih baik daripada mammografi, namun
secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena
biaya mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan
tetapi MRI dapat dipertimbangkan pada wanita muda dengan
payudara yang padat atau pada payudara dengan implant,
dipertimbangkan pasien dengan resiko tinggi untuk menderita
kanker payudara.
d. PET – PET/CT SCAN
Possitron Emission Tomography (PET) dan Possitron Emission
Tomography/Computed Tomography (PET/CT) merupakan
pemeriksaan atau diagnosa pencitraan untuk kasus residif. Banyak
literatur menunjukkan bahwa PET memberikan hasil yang jelas
berbeda dengan pencitraan yang konvensional (CT/MRI) dengan
sensitivitas 89% VS 79% (OR 1.12, 95% CI 1.04-1.21), sedangkan
spesifitas 93% VS 83% (OR 1.12, 95% CI 1.01-1.24) (Level 1).
Namun penggunaan PET CT saat ini belum dianjurkan secara rutin
bila masih ada alternatif lain dengan hasil tidak berbeda jauh.
2. Perawatan Terintegrasi
Kriteria Kanker
Pasien Keluarga
Wawasan Mengetahui diagnosis Ya
Mengetahui prognosis Tidak
Mengetahui tujuan perawatan Ya
Dukungan spiritual Kebutuhan akan dukungan spiritual pada pasien Ya
Keagamaan/kebutuhan spiritual pada keluarga/lainnya Ya
Kecemasan pasien/kerabat terhadap diri sendiri atau orang lain Ya
Dukungan dari tim secara keseluruhan Ya
Identifikasi tradisi keagamaan Ti Tidak
Masalah psikologis: Pengkajian berdasarkan DASS klien dalam kategori Depresi Ringan, Kecemasan Sedang. Stress Normal
3. Penapisan Pasien Paliative Care
1 Penyakit Dasar Skor Jumlah Skor
a. Kanker 2 2
b. PPOK 2 0
c. Stroke (dengan penurunan fungsional > 50%) 2 0
d. Penyakit Ginjal Kronis 2 0
e. Penyakit Jantung berat 2 0
f. HIV/ AIDS 2 0
2 Penyakit Ko Morbiditas Skor Jumlah Skor
a. Penyakit hati kronis 1 0
b. Penyakit ginjal moderat 1 0
c. PPOK Moderat 1 0
d. Gagal jantung kongestif 1 0
e. Kondisi/ komplikasi lain: 1 0
3 Status fungsional klien Menggunakan status perpoma Skor Jumlah Skor
ECOG Derajat Skala
0 = Aktif penuh, dapat melakukan kegiatan tanpa hambatan 0 0
seperti sebelum ada penyakit 0 0
1 = Terdapat hambatan dalam aktivitas berat tetapi dapat 1 0
melakukan pekerjaan ringan seperti pekerjaan rumah yang 2 0
ringan, rawat jalan 3 1
2 = Rawat jalan, dpat mengurus diri sendiri, tetapi tidak
dapat melakukan semua aktifitas, lebih dari 50% jam
bangun.
3 = Dapat mengurus diri sendiri secara terbatas, lebih banyak
waktunya di tempat tidur atau dikursi roda dengan waktu
4 = tidak dapat mengurus diri sendiri, sebagian besar waktu
di tempat tidur, kondisi berat/cacat.
4 Kriteria lain yang perlu dipertimbangkan pasien Skor Jumlah Skor
a. Tidak akan menjalani perngobatan kuratif 1 0
b. Kondisi penyakit berat dan memilih untuk tidak 1 0
melanjutkan terapi 1 0
c. Nyeri tidak terbatas lebih dari 24 jam 1 1
d. Memiliki keluhan yang tidak terkontrol (contoh: mual, 1 1
muntah)
e. Memiliki kondisi psikososial dan spiritual yang perlu
perhatian
Total Skor 5
4= Membutuhkan Intervensi Paliatif 3= Observasi <2= Tidak Membutuhkan
Perawatan Paliatif
3. ESAS Quessionare
Tidak Nyeri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nyeri Tidak Tertahankan
Tidak Lelah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Lelah
Tidak Mual 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Mual
Tidak Merasa Depresi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Merasa Sangat Depresi
Tidak Merasa Cemas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Merasa Cemas
Tidak Merasa Mengantuk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Merasa Mengantuk
Nafsu Makan Baik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nafsu Makan Tidak Ada
Merasa Nyaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Tidak Nyaman
Tidak Sesak Nafas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sesak Nafas Sekali
Gatal-gatal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Gatal
Total Skor 65
>70= Gejala Berat 41-69= Gejala Sedang <40= Gejala Ringan
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mngkin muncul pada pasien dengan Ca mammae diantaranya:
1. Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor.
2. Ansietas b.d. stress akibat kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
3. Gangguan citra tubuh b.d. pembedahan dan terapi penyakit kanker (terapi radiasi)
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah akibat kemoterapi
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat metastase tumor
6. Distress spiritual berhubungan dengan proses penyakit
7. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d. perubahan struktur, fungsi organ, therapi, atau terapi medis
III. Intervensi Dan Rasional
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan hasil
1. Nyeri akut b.d. NOC : NIC :
penekanan massa - Pain level Manajemen nyeri
- Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara - Karakteristik, durasi, lokasi, kualitas,
- Comfort level komprehensif dan faktor pencetus nyeri dapat
Kriteria hasil : diketahui melalui pengkajian
- Mampu mengontrol komprehensif.
nyeri - Observasi reaksi non verbal dari - Sebagai data yang menentukan derajat
- Melaporkan bahwa ketidaknyamanan nyeri
nyeri berkurang - Gunakan teknik komunikasi teurapeutik - Komunikasi teurapeutik efektif dalam
dengan manajemen untuk mengetahui persepsi klien menggali persepsi klien
nyeri - Kaji kultur yang mempengaruhi respon - Kultur mempengaruhi persepsi klien
- Mampu mengenali nyeri trehadap nyeri
nyeri - Bantu pasien dan keluarga untuk - Dukungan psikologis keluarga dapat
- Menyatakan rasa menemukan dukungan membantu menngurangi nyeri
nyaman setelah - Kontrol lingkungan yang mempengaruhi - Lingkungan yang terkontrol dapat
nyeri berkurang nyeri (Suhu, cahaya, kebisingan) menurunkan skala nyeri
- Kurangi faktor presipitasi nyeri - Mengurangi faktor presipitasi nyeri
dapat nenurunkan frekuensi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri - Penanganan nyeri yang tepat harus
(farmakologi dan non farmakologi) disesuaikan dengan derajat nyeri klien
- Ajarkan teknik non farmakologi (nafas - Teknik non farmakologi merupakan
dalam, distraksi) salah satu alternatif dalam mengurangi
nyeri
- Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri - Analgesik bekerja memblok pusat
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri nyeri, sehingga nyeri tidak
dipersepsikan
- Tingkatkan istirahat - Istirahat mengurangi perangsangan
saraf simpatis sehingga mengurangi
nyeri
Analgesic administrasion
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, - Derajat nyeri menentukan perlu
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat tidaknya pemberian analgesik
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, - Pengecekan kembali dapat mengurangi
dosis, dan frekuensi resiko kesalahan dalam pemberian
terapi
- Cek riwayat alergi - Pengecekan riwayat alergi sebagai
informasi dalam pemberian terapi yang
aman
- Analgesik yang tepat dan sesuai
- Pilih analgesik yang diperlukan kebutuhan efektif mengatasi nyeri dan
meminimalkan efek samping
- Rute pemberian mempengaruhi
- Pilih rute pemberian (PO, IV, atau IM) efektifitas obat
- TTV sebagai salah satu parameter
- Monitor TTV sebelum dan sesudah kondisi umum tubuh
pemberian - Fektifitas analgetik sebagai parameter
- Evaluasi efektifitas analgetik ketepatan intervensi dalam
manajemen nyeri
2. Ansietas b.d. stress NOC : NIC:
akibat kurangnya - Anxiety-self control Anxiety reduction
pengetahuan tentang - Anxiety level - Gunakan pendekatan yang menenangkan - Pendekatan yang menenangkan dapat
penyakit dan - Coping mengurangi kecemasan
penatalaksanaannya Kriteria hasil : - Jelaskan semua prosedur dan apa yang - Pengetahuan yang cukup tentang
- Klien mampu dirasakan selama prosedur prosedur tindakan dapat mengurangi
mengidentifikasi kecemasan
dan - Pahami perspektif pasien terhadap situasi - Memahami perspektif pasien dapat
mengungkapkan stress menentukan intervensi yang paling
gejala cemas tepat
- Mengidentifikasi, - Temani pasien untuk memberikan - Menemani pasien dapat
mengungkapkan, keamanan dan mengurangi rasa takut meningkatkan koping
dan menunjukkan - Dorong keluarga untuk menemani
teknik menontrol - Lakukan back/neck rub - Back/neck rub dapat menimbulkan
cemas sensasi rileks sehingga mengurangi
- TTV dalam batas kecemasan
normal - Dengarkan dengan penuh perhatian - Mendengarkan pasien membuat
- Postur, ekspresi, dan pasien merasa berharga
aktivitas - Identifikasi tingkat kecemasan - Tingkat kecemasan harus
menunjukkan diidentifikasi agar dapat menentukan
kurangnya intervensi terbaik yang diberikan
kecemasan - Bantu pasien mengenal situasi yang - Pasien mampu mengidentifikasi dan
menimbulkan kecemasan menghindari situasi tersebut
- Dorong pasien untuk mengungkapkan - Mengungkapkan seluruh perasaan
perasaan, ketakutan, dan persepsi dapat menimbulkan perasaan lega dan
mengurangi kecemasan
- Instruksikan pasien menggunakan teknik - Teknik relaksasi membantu
relaksasi melahirkan perasaan tenang,
mengurangi stress dan kecemasan
- Berikan obat untuk mengurangi - Therapi farmakologik bekerja
kecemasan memblok saraf simpatis, sehingga
mengurangi kecemasan
3. Ketidakefektifan pola NOC : NIC
seksualitas b.d. - Pola seksualitas - Identifikasi riwayat seksualitas - Riwayat seksualitas sebelumnya
perubahan struktur, Kriteria hasil : mempengaruhi persepsi seksualitas
fungsi organ, therapi, - Mengidentifikasi saat ini
atau terapi medis masalah fungsi - Fasilitasi klien bertanya/bercerita tentang - Seksualitas merupakan privacy
seksual gangguan seksualitas yang dialaminya sehingga diperlukan teknik khusus
- Mengekspresikan serta trust agar klien mau
kepuasan pola mengungkapkan masalah yang terkait
seksual dengan seksualitas
- Mengidentifikasi - Identifikasi hubungan klien dengan - Hubungan klien dengan pasangan
stressor yang pasangannya mempengaruhi pola seksualitas
mempengaruhi - Identifikasi koping pasien terhadap - Koping/ketahanan terhadap
seksualitas penyakit yang menyebabkan perubahan fisik mempengaruhi
- Melanjutkan terganggunya fungsi seksualitas masalah seksualitas yang dialami
aktivitas seksualitas - Jelaskan kenormalan perasaan tidak - Peneriman terhadap fase
sebelumnya berdaya/berguna ketidakberdayaan mempermudah
klien beralih ke tahapan selanjutnya
- Jelaskan kebutuhan untuk berbagi dengan - Berbagi dengan pasangan dapat
pasangan mengurangi stress dan memperbaiki
ikatan
- Dorong pasangan untuk mendiskusikan - Ikatan psikologis pasangan
kekuatan hubungan mereka merupakan faktor kuat yang membuat
klien mampu mengatasi masalah
seksualitas
- Anjurkan klien menmilih aktifitas seksual - Aktivitas seksual dapat disesuaikan
yang memungkinkan dengan kondisi dan kesepakatan agar
resiko dapat dihindari
- Identifikasi penghambat untuk - Faktor penghambat yang
memuaskan fungsi seksual teridentifikasi dini dapat dihindari
atau diminimalisir
- Lakukan penyuluhan kesehatan dan - Peningkatan pengetahuanmelalui
rujukan sesuai indikasi penyuluhan atau konsultasi pada
ahlinya dapat memperbaiki pola
seksual pasangan serta mencegah
resiko yang tak diinginkan
4. Gangguan citra tubuh NOC : NIC :
b.d. pembedahan dan - Body Image Body image enchancement
terapi penyakit kanker - Self esteem 1. Kaji secara verbal dan non verbal 1. Respon klien terhadap tubuhnya
(terapi radiasi) Kriteria hasil : respon klien terhadap tubuhnya mencerminkan penerimaan klien
- Body image positif 2. Monitor frekuensi mengkritik 2. Semakin sering frekuensi
- Mampu dirinya mengkritikdiri, semakin negatif
mengidentifikasi pandangan klien terhadap citra
kekuatan personal tubuhnya
- Mendekskripsikan 3. Pengetahuan yang cukup
secara faktual 3. Jelaskan tentang pengobtan, mengenai penyakit dapat
perubahan fungsi perawatan, kemajuan, prognosis membantu meningkatkan
tubuh penyakit penerimaan klien terhadap citra
- Mempertahankan tubuhnya
interaksi sosial 4. Mengungkapkan perasaan dapat
4. Dorong klien mengungkapkan mengurangi stress
perasaannya 5. Alat bantu yang tepat dapat
meningkatkan citra tubuh klien
5. Identifikasi arti pengurangan melalui 6. Kontak klien dengan
pemakaian alat bantu komunitasnya, terutama dengan
6. Fasilitasi kontak individu dengan komunitas yang sama dapat
kelompok kecil memotivasi, mengurangi stress,
dan meningkatkan citra tubuh
positif
5 Nutrisi kurang dari NOC: 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Menghindari terjadinya alergi
kebutuhan berhubungan Status nutrisi adekuat 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 2. Membantu menentukan
dengan mual muntah Nutritional status: food menentukan jumlah kalori dan nutrisi perencanaan intake nutrisi secara
akibat kemoterapi and fluid intake yang dibutuhkan klien tepat
Weight control 3. Anjurkan klien untuk meningkatkan 3. Meningkatkan nutrisi dalam
Kriteria hasil konsumsi makanan yang tinggi tubuh
Albumin dalam batas kandungan protein, Fe, dan Vit.C 4. Mengobservasi balance nutrisi
normal 4. Monitor kandungan nutrisi dan kalori 5. Membantu klien untuk dapat
IMT normal 5. Berikan informasi tentang kebutuhan memanajemen intake nutrisi
Makanan habis satu nutrisi adekuat secara mandiri
porsi 6. Monitor BB, turgor kulit, mual muntah, 6. Melihat perkembangan nutrisi
kadar albumin, konjungtiva, dan TTV dan tanda-tanda vital klien
6 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Monitor status pernafasan dan 1. Melihat kemajuan pasien, membantu
berhubungan dengan tindakan keperawatan oksigenasi pasien, auskultasi suara nafas perawat dalam memberikan
penurunan ekspansi pola nafas pasien tambahan. intervensi untuk membantu
paru akibat metastase efektif dengan kriteria 2. Catat pergerakan dada dan penggunaan oksigenasi pasien.
tumor hasil otot bantu nafas dan retraksi 2. Tanda adanya distress pernafasan,
Pernafasan reguler supraclavicular bila diketahui segera maka akan
Suara paru vesikuler 3. Posisikan pasien senyaman mungkin mencegah jatuhnya pasien pada
RR dalam batas normal 4. Identifikasi kebutuhan pasien untuk kondisi perburukan
Tidak ada dyspneu pemberian alat bantu nafas 3. Memudahkan ekspansi pernafasan.
5. Anjurkan pasien untuk bernafas pelan 4. Melihat apakah pasien perlu bantuan
dan dalam. pemasangan alat bantu nafas atau
6. Kolaborasi dalam pemberian O2 tidak.
5. Nafas pelan dan dalam meningkatkan
efisiensi pernafasan dan ekspansi
paru, memperbaiki fungsi otot
pernafasan.
6. Terapi oksigen sesuai kebutuhan
dapat memenuhi keseimbangan
suplai dan demand tubuh terhadap
oksigen
V. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan dalam asuhan keperawatan dan proses
ini berlangsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan ca ovarium,
seorang perawat harus melakukan evaluasi dari setiap intervensi yang telah
ditetapkan yang mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat
sebelumnya.
Evaluasi formatif/jangka pendek dilakukan secepatnya setelah tindakan
keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif/jangka panjang dialkukan
pada akhir tindakan keperawatan paripurna sebagai metode dalam
memonitoring kualitas dan efisiensi tindakan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Enger SM, Ross RK, PaganiniHill A, Carpenter CL, Bernstein L. Body size, physical
activity, and breast cancer hormone receptor status: results from two case-control
studies. American Association for Cancer Research. 2013. Volume 9 Issue 7, pp.
681-687.
Lanfranchi A and Brind J. 2015. Breast Cancer : Risk and Prevention, The Edition,
Pounghkeepsie, New York.
Mulyani, Nina Siti & Nuryani. 2013. Kanker Payudara dan PMS pada Kehamilan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Pringgoutomo, Sudarto. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum) edisi ke-1. Jakarta:
Sagung Seto
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
Vogel VG. 2010. Breast cancer prevention: A review of current evidence. Cancer
Journal for Clinicians 50(3):156-170.
Willet Walter C, Fat Energy and Breast Cancer, American Society for Nutritional
Science, 1997.