Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ADMINISTRASI PENDIDIKAN

tentang

OTONOMI PENDIDIKAN

OLEH
KELOMPOK 12

ISKANDAR ZULKARNAIN 1714080050


VIRA KISWANDA 1714080064
MIRA WATI 1714080068

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Ahmad Sabri, M.Pd

JURUSAN TADRIS IPA FISIKA B


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1440H /2018 M

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri,
dan “nomos” yang berarti hokum atau aturan. Dalam konteks etimologi otonomi
diartikan sebagai “perundangan sendiri”. Menurut Syarif Saleh, otonomi sebagai hak
mengatur dan memerintahkan daerah sendiri, hak mana yang diperoleh dari
pemerintah pusat.

Otonomi pendidikan merupakan kekuasaan yang diberikan oleh pemerintah pusat


kepada pemerintah daerah untuk mengatur, mengelolah, mengorganisir urusan
pendidikan yang secara tidak langsung di awasi oleh pemerintah pusat. Otonomi juga
diartikan sebagai kemandirian suatu daerah untuk mengatur daerahnya secara
mandiri.
Pelaksanaan otonomi pendidikan ini berlangsung karena adanya kewenangan
yang diberikan langsung dari pemerintah pusat untuk didirikannya otonomi daerah
suatu daerah. Adapun hak yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah itu tidak langsung diberikan sepenuhnya. Pemerintah pusat disini bertugas
mengawasi pelaksanaan otonomi pendidikan ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang dari otonomi pendidikan?
2. Bagaimana konsep dari manajemen berbasis sekolah ?
3. Bagaimana konsep dari pendidikan berbasis masyarakat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang latar belakang otonomi pendidikan
2. Untuk mengetahui tentang konsep manajemen berbasis sekolah
3. Untuk mengetahui konsep dari pendidikan berbasis masyarakat.

2
BAB II

OTONOMI PENDIDIKAN

Nama: Iskandar Zulkarnain

Nim : 1714080050

A. Latar belakang Otonomi Pendidikan.


Krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia disebabkan oleh sistem
perekonomian yang tidak kuat sehingga belum mampu mandiri dan terlalu banyak
menguntungkan kepihak asing. Hal ini berpengaruh terhadap sendi kehidupan bangsa
yang sangat mudah di infiltrasi oleh pihak-pihak tertentu, sehingga disana sini timbul
kesemerautan (chaos). Hal ini dipengaruhi oleh SDM ( sumber daya manusia) yang
masih rendah, serta sikap yang lebih mementingkan kelompok daroipada kepentingan
bangsa dan Negara.
Krisis tersebut juga dipengaruhi kemampuan pemerintah terhadap penyiapan
dana yang cukup untuk keperluan pendidikan, disamping kemampuan orang tua
dalam kebutuhan anaknya. Kondisi tersebut secara langsung berakibat menurunnya
mutu pendidikan dan terganggunya proses pendidikan anak tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwa pendidikan memberikan kontribusi yang sangat
besar terhadap kemajuan bangsa dan Negara dan juga merupakan sarana yang sangat
efektif 7untuk membangun watak bangsa (Nation character building). Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai perubahan dalam berbagai segi
kehidupan, misalnyta dalam politik pemerintahan. Diantara perubahan yang sanagat
menonjol adalah lahirnya undang-undang No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah
(OTODA) dan UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat daerah.
UU otonomi daerah tersebut akan berpengaruh terhadap sistem pemerintahan.
Hal ini sekaligus akan berimbas terhadap sistem pengelolaan pendidikan yang
dilakukan secara otonom.

3
Otonomi pengelolaan pendidikan ditujukan agar dapat diwujudkan pemenuhan
kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidiikan yang lebih cepat dan tepat, efektif
dan efesien, bersih darikorupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Seiring dengan itu
otonomi pendidikan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang selama ini
ditentukan oleh pusat dilimpahkan menjadi wewenang kabupaten dan kota.

Menurut Sidi dalam Mulyasa (2003: 6-7) ada empat isu kebijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu:

1. Peningkatan mutu
2. Peningkatan efesien
3. Peningkatan relevansi
4. Pemerataan pembelajaran

Upaya peningkatanmutu dilakukan dengan jalan menetapkan tujuan dan


srtandar dan autput yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan. Untuk setiap
lembega pendidikan harus dibuat standar nminimalyang harus dimiliki yang tidak
jarang berbeda dengan standar kompetensi nasional, disamping standar normal dan
unggulan.

Peningkatan efesiensi akan dapat terwujud dengan memberikan kepercayaan


yang luas kepada lembaga pendidikan untuk memenfaatkan secara optimal sumber
daya yang tersedia.

Selanjudnya peningkatan relevansi pendidikan ditujukan agar terciptanya


hubungan yang erat antara autput pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam
kaitan ini sekolah harus memperesiapkan program keterampilan yang harus dipunyai
oleh setiap anakdidik dalamm membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan setelah
tamat.

Kebijakan tersebut serinf disebut dengan “link and match” yaitu adanya
keterkaitan antara pendidikan dan dunia industri dan dunia usaha. Program ini harus

4
tertuang secra matang dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan sertifikasi
pendidikan dalam pelatihan yang relevan.

Sedangkan peningkatan pelayananan ditujukan supaya terciptanya pelayanan


yang adil, transparan bagi siswa dan masyarakat. Dengan demikian akan tercipta dan
terbinanya hubungan baik antar sekolah dan masyarakat.1

Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan
mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan supaya sekolah lebih tanggap dalam
wilayahnya. Masyarakat juga dituntut berpartisipasidalam memahami kompleksitas
pendidikan, membantu, serta turut mengontrol pengelolaan pendidikan. Adapun
kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintahan harus pula mendapat
perhatian oleh sekolah. Dengan demikian sekolah dituntut mengikuti akuntabilitas
yang baikterhadap masyarakat maupun pemerintah, karena keduanya merupakan
penyelenggara pendidikan disekolah.

Adanya otonomi dalam pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk


meningkatkan kinerja para personil, menawarkan partisipasi langsung pihak-pihak
terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan disekolah.2

DAFTAR PUSTAKA

Hasnawir.2003.Dasar-dasar Administrasi pendidikan. (Padang: IAIN Press)

Hasbullah.2010.Otonomi Pendidikan. (Jakarta; Rajawali Press.)

1
Hasnawir, Dasar-dasar Administrasi pendidikan (Padang: IAIN Press, 2003), hal. 216-219
2
Hasbullah, Otonomi Pendidikan (Jakarta; Rajawali Press, 2010), hal.5

5
NAMA : VIRA KISWANDA

NIM : 1714080064

B. Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Manajement)

1. Pengertian
Menurut pendapat Slamet P.H.(2000) istilah manajemen berbasis sekolah
berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah
pengoordinasian dan penyerasaian sumber daya melalui sejumlah unit manajemen
untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Berbasis berarti
‘’berdasarkan pada’’ atau ‘’berfokus pada’’. Sekolah adalah suatu organisasi
terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas
memberikan bekal ‘’kemampuan dasar” kepada peserta didik atas dasar ketentuan-
ketentuan yang bersifat legalistic (makro,meso, dan mikro) dan profesionalistik
(kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifik untuk barang/jasa, dan prosedur-
prosedur kerja).

MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang


menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dari
memadai bagi para peserta didik. E. Mulyasa (2002) mengatakan bahwa dalam
manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu system sentralisasi
dan desentralisasi. Dalam system sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara
dalam system desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada
pemerintah daerah.3

3
Daryanto,2013, Administrasi dan Manajemen Sekolah,Jakarta: PT RINEKA CIPTA,hlm. 215

6
Eman Suparman (2001) mengatakan , MBS dapat didefenisikan dan
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu
sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.

Djam’an Satori mengatakan, manajemen berbasis sekolah merupakan gagasan


yang menempatkan kewenangan pengelolaan sekolah dalam satu keutuhan etentitas
system.

Lunenberg dan Orntein (2000) mengemukakan bahwa MBS merupakan suatu


perubahan bagaimana School district ( sekolah daerah) mengatur kewenangan dan
tanggungjawab antara daerah dengan sekolah-sekolah.

Peterson (1999) mengartikan MBS sebagai strategi untuk meningkatkan


pendidikan melalui pelimpahan wewenang dari pusat dan daerah kepada sekolah
secara individual. Sementara Kranz (1992) memandang MBS sebagai suatu bentuk
desentralisasi yang memosisikan sekolah sebagai unit dasar pengembangan yang
bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan.

Puslitbang Pendidikan Agama RI mengatakan, manajemen berbasis sekolah


atau dikenal dengan istilah “School-Based Management” adalah model pengelolaan
yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang diterapkan pemerintah pusat, provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota.

Paul Suparno dkk.(2002) mengartikan MBS sebagai pengoordinasian dan


penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua unsure kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung
dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah.

7
Menurut Puslitbang Pendidikan Agama RI, hal-hal yang melatarbelakangi
perlunya MBS dilandasi oleh:

a) Landasan filosofis, bahwa tujuan pendidikan pada dasarnya adalah


kemandirian. Untuk menuju kea rah sana, proses pendidikan pun harus
dilakukan dengan pengembangan konsep kemandirian.
b) Landasan sosiologis, bahwa sekolah dalam sejarahnya derdiri karena wujud
aspirasi masyarakat. Dengan demikian, proses maupun hasil pendidikan harus
mempresentasikan kebutuhan masyarakat terhadap sekolah.
c) Landasan politis, bahwa demokratisasi pada dasarnya merupakan pemberian
kesempatan pada warga untuk mengambil andil dalam proses kehidupan
bermasyarakat.4

2. Strategi Implementasi MBS


Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila
didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk pengoperasian sekolah,
dana yang cukup agar sekolah mampu menguji staf dengan fungsinya, sarana
prasarana memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan
masyarakat (orang tua) yang tinggi. Krisis ekonomi telah memperlemah kemampuan
bersekolah dan telah menimbulkan dampak negatif, yakninya menurunnya jumlah
peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (kesempatan belajar di
SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi) dibandingkan dengan Negara lain. Menurunnya
partisipasi masyarakat karena kerusuhan terjadi dimana-mana, angka partisipasi sama
dengan yang telah dicapai Negara-negara ASEAN lainnya 15-20 tahun yang lalu.
Multikrisis telah memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk kualitas
pendidikan. Ironisnya, pada masa krisis justru pemerintah menurunkan anggaran
pendidikan dari sekitar 8% pada tahun anggaran 1998/1999 menjadi 6,7% pada
1999/2000.

4
Ibid, hlm. 218

8
Kondisi sekolah di Indonesia pada saat krisis sekarang ini sangat bervariasi
dilihat dari segi kualitas, lokasi besar, dan partisipasi masyarakat (orang tua).
Kualifikasi sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang
sangat ketinggalan, sedangkan lokasi sekolah sangat bervariasi dari sekolah yang
terletak didaerah terpencil. Demikian pula partisipasinya tinggi sampai yang kurang
bahkan tidak berpatisipasi sama sekali. Oleh karena itu, agar MBS dapat
diimplementasikan secara optimal, baik di era krisis maupun pasca krisis di masa
mendatang, perlu adanya pengelompokkan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan
manajemen masing-masing. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mempermudah
pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.
a) Pengelompokkan Sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan MBS, perlu dilakukan pengelompokkan
sekolah berdasarkan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi
lokasi dan kualitas sekolah. Dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga kategori
sekolah, yaitu baik, sedang, kurang, yang tersebar dilokasi-lokasi maju, sedang, dan
ketinggalan. Kelompok-kelompok sekolah tersebut dapat dilihat pada table. Pada
tabel tersebut setiap kelompok sekolah, menggambarkan juga tingkat kemampuan
manajemen.

Kondisi ini mengisyaratkan tingkat kemampuan manajemen sekolah untuk


mengimplementasikan MBS berbeda satu kelompok sekolah dengan kelompok
lainnya. Perencanaan implementasi MBS harus menuju pada variasi tersebut, dan
mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah. Perencanaan yang merujuk pada
kemampuan sekolah sangat perlu, khususnya untuk menghindari penyeragaman
perlakuan (treatment) terhadap sekolah.

Perbedaan kemampuan manajemen, mengharuskan perlakuan yang berbeda


terhadap setiap sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing dalam
menyerap paradigma baru yang ditawarkan MBS. Misalnya, suatu sekolah mungkin
hanya memerlukan pelatihan untuk mampu melaksanakan MBS, namun sekolah lain

9
barangkali memerlukan dukungan-dukungan tambahan dari penelitian agar dapat
menerapkan paradigma baru tersebut. dengan mempertimbangkan kemampuan
sekolah kewajiban dan kewenangan sekolah terhadap pelaksanaan MBS, dapat
dibedakan antara satu sekolah dengan sekolah lain. Pemerintahan berkewajiban
melakukan upaya-upaya maksimal bagi sekolah-sekolah yang kemampuan
manajemennya kurang untuk mempersiapkan melaksanakan MBS.

b) Pentahapan Implementasi MBS


Sebagai suatu paradigma pendidikan baru selain perlu memperhatikan kondisi
sekolah, implementasi MBS juga memerlukan pentahapan yang tepat. Dengan
perkataan lain, harus dilakukan secara bertahap. Penerapan MBS secara menyeluruh
sebagai realisasi desentralisasi pendidikan memerlukan perubahan-perubahan
mendasar terhadap aspek-aspek yang menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum,
sarana dan prasarana, serta partisipasi masyarakat. Kompleksitas permasalahan
pendidikan di Indonesia, yang juga diidentifikasikan secara rinci oleh Bank dunia,
akan mempengaruhi kecepatan waktu pelaksanaan MBS. Dengan mempertimbangkan
kompleksitas tersebut, MBS diyakini akan dapat dilaksanakan paling tidak melalui
tiga tahap yaitu jangka pendek (tahun pertama sampai tahun ketiga), jangka
menengah (tahun keempat sampai tahun keenam), dan jangka panjang (setelah tahun
keenam).
Pelaksanaan jangka pendek diprioritaskan pada kegiatan-kegiatan yang tidak
memerlukan perubahan mendasar terhadap aspek-aspek pendidikan. Sebaliknya
strategi ini perlu dipertahankan pada hal-hal yang bersifat sosialisasi MBS terhadap
masyarakat dan sekolah, pelatihan terhadap sumber daya manusia, yang akan
melaksanakan MBS, dan mengalokasikan dana Block Grant langsung ke sekolah
sebagai praktik pengelolaan keuangan dengan prinsip MBS. Kegiatan jangka
pendidikan dipilih dengan mempertimbangkan alasan-alasan berikut :
1) Baik sekolah maupun masyarakat, pada saat ini, diyakini belum mengenal
prinsip-prinsip MBS secara rinci.

10
2) Pengalokasian dana langsung kesekolah merupakan prioritas utama dalam
pelaksanaan otonomi sekolah.
3) Pelaksanaan MBS memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan yang
memadai, minimal mampu mengelolah dan mengerti prinsip-prinsip MBS.
4) Rekomendasi bank dunia juga merujuk pada dua hal diatas, yaitu kurangnya
otonomi kepala sekolah dan mengelolah keuangan sekolah disatu pihak, dan
kurangnya kemampuan manajemen kepala sekolah dilain pihak.
Secara garis besar, Fattah (2000) membaginya menjadi tiga tahap yaitu
sosiolisasi, piloting,dan deserminasi.

1) Tahap Sosialisasi
Tahap ini merupakan tahapan penting mengingat luasnya wilayah nusantara
terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media informasi, baik cetak
maupun elektronik
2) Tahap piloting
Merupakan tahap uji coba agar penerapan konsep manajemen berbasis sekolah
tidak mengandung risiko.

3) Tahap deseminasi merupakan tahapan kemasyarakatan model MBS yang telah


pernah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara
efektif dan efisien.
c) Perangkat Implementasi MBS
Seperangkat implementasikan ini perlu diperkenalkan sejak awal melalui
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan jangka pendek. Dengan
membaca rencana sekolah, seseorang akan memiliki gambaran lengkap tentang suatu
sekolah.untuk memotivasi sekolah untuk membuat rencana yang baik perlu
disediakan penghargaan terhadap sekolah yang berhasil mencapai kemajuan, seperti
yang direncanakan dalam rencana sekolah. Sebaliknya, diberikan sanksi kepada
sekolah yang tidak berhasil melaksanakan sesuai dengan rencana.sanksi tersebut
dapat berupa pengurangan dana tertentu pada anggaran berikutnya.

11
Keberhasilan impelementasi manajemen berbasis sekolah sangat bergantung
pada kemampuan dan kemauan politik pemerintah (political will) sebagai
penanggung jawab pendidikan.

3. Tujuan Dan Manfaat MBS


a. Tujuan
Tujuan utama MBS menurut Djam’an satori adalah untuk menjamin mutu
pembelajaran anak didik/para siswa yang berpijak pada asas student-driven service.
Asas ini mengandung makna yang sangat mendasar karena kepentingan dan aspirasi
stakeholder (terutama orang tua) adalah terciptanya kondisi dan situasi yang kondusif
dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah untuk kepentingan prestasi hasil belajar
dan kualitas pengembangan pribadi putra-putrinya. Implikasinya adalah kinerja
kepemimpinan sekolah, mutu mengajar guru, fasilitas sekolah, program-program
sekolah dan layanan lainnya disekolah haruslah ditujukan pada jaminan terwujudnya
layanan pembelajaran yang bermutu dan pengembangan pribadi para siswa sesuai apa
yang dicita-citakan.
Menurut tim pokja MBS Jawa Barat, implementasi MBS memiliki tujuan
sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam mengelolah dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua sekolah dan
pemerinntah dan mutu sekolah.
4) Meningkatkan kompetesi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian
yang diharapkan.
Menurut E. Mulyasa (2002) tujuan MBS adalah untuk meningkatkan efiensi,
mutu, dan pemerataan pendidikan. Sedangkan menurut Nurkholis (2001)

12
menyebutkan, tujuan utama MBS adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama
meningkatkan kinerja belajar siswa menjadi lebih baik.5
b. Manfaat
Eman suparman (2001) mengatakan, dengan menerapkan MBS, beberapa manfaat
yang bisa diraih, yaitu:
1) Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan,
kelemahan,peluang dan ancaman bagi dirinya dibanding dengan
lembaga-lembaga lain.
2) Dengan demikian, sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan lembaganya.
3) Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input
pendidikan yang akan dikembangkan serta didayagunakan dalam
proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
peserta didik.
4) Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-
masing pada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada
umumnya sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin
untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang
telah direncanakan.
5) Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan
dukungan peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.

4. Urgensi MBS
Seperti dilaporkan Drury dan Eric Digest (1995), MBS mampu mewujudkan
tata kerja yang lebih baik dalam empat hal berikut:
a) Meningkatkan efisiensi penggunaan daya dan penugasan staf.

5
Ibid, hlm. 226

13
b) Meningkatkan profesionalisme guru.
c) Munculnya gagasan-gagasan baru dalam implementasi kurikulum
d) Meningkatkan mutu partisipasi masyarakat.
Dalam buku Dachel Kammars (2002) sampai pada kesimpulan bahwa
keberhasilan MBS hendaklah melalui strategi berikut:
a) Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, pertama dimilikinya
kekuasaan dan kewenangan. Kedua, pengembangan pengetahuandan
berkesinambungan. Ketiga akses informasi kesegala bagian. Keempat,
pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil.
b) Adanya peran masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan dalam proses
pengambilan keputusab kurikulum.
c) Adanya kepemimpinan kepala sekolah
d) Adanya proses pengambilan keputusan secara demokratis
e) Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya.
f) Adanya guidelines (garis pedoman) dari departemen
g) Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas
h) Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS6

5. Komite Sekolah
Fungsi dari komite sekolah menurut Djam’an Satori yaitu:
a) Penyusunan perencanaan strategi sekolah yaitu strategi pengembangan
sekolah dalam perspektif 3-4 tahun mendatang. Tekait visi, misi,analisis
tantangan yang dihadapi, kekuatan, kelemahan,dll
b) Penyusunan perencanaan tahunan sekolah, yang merupakan elaborasi dari
perencanaan strategi sekolah.

6
Ibid, hlm. 231

14
c) Mengadakan pertemuan untuk menampung dan membahas berbagai
kebutuhan, masalah, aspirasi serta ide-ide yang disampaikan oleh anggota
komite sekolah.
d) Memikirkan upaya-upaya untuk memajukan sekolah, terutama yang
menyangkut kelengkapan fasilitas sekolah, fasilitas pendidikan, pengadaan
biaya pendidikan bagi pengembangan keunggulan kompetitif dan komparatif
sekolah sesuai dengan aspirasi stakeholder sekolah.
e) Mendorong sekolah untuk melakukan internal monitoring (school self-
assessment) dan melaporkan hasilnya untuk dibahas dalam forum komite
sekolah.
f) Membahas hasil hasil tes standar yang dilakukan oleh lembaga institusi
eksternal dalam upaya menjaga jaminan mutu serta memelihara kondisi
pembelajaran sekolah.
g) Membahas laporan tahunan sekolah sehingga memperoleh penerimaan komite
sekolah.
h) Memantau kinerja sekolah , yang meliputi manajemen sekolah,
kepemimpinan kepala sekolah,mutu belajar-mengajar, termasuk kinerja guru,
hasil belajar siswa, dll.
Anggota komite itu terdiri dari : kepala sekolah, perwakilan guru, perwakilan
murid, perwakilan orang tua murid, perwakilan tokoh masyarakat setempat, dan
perwakilan dari unsure pengendali mutu pendidikan yaitu pengawas sekolah.

6. Hambatan penerapan MBS


a) Tidak berminat untuk terlibat.
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang
sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam
kegiatan yang menurut mereka hanya menambah pesawat.

b) Tidak Efisien

15
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya
menimbulkan frustasi dan sering kali lebih lamban dari cara-cara yang
otokratis.
c) Pikiran Kelompok
d) Memerlukan pelatihan.
e) Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru
f) Kesulitan koordinasi7

7. Prinsip MBS
a) Kekuasaan
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam
pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain:
1) Melibatkan semua pihak
2) Membentuk tim tim kecil dilevel sekolah yang diberi kewenangan untuk
mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya.
3) Menjalin kerja sama dengan organisasi diluar sekolah.
b) Pengetahuan
Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:
1) Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah.
2) Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment,
school review, bencmarking, SWOT

7
Rivai Veithzal,dkk,2009, Education Management, Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
hlm. 145

16
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto.2013. Administrasi dan Manajemen Sekolah.Jakarta: PT RINEKA CIPTA

Rivai Veithzal.dkk.2009. Education Management. Jakarta : PT RAJAGRAFINDO


PERSADA

NAMA: MIRA WATI

NIM :1714080068

B. PENDIDIKAN BERBASIS MASYAARAKAT (Community Based


Education)
1. Pengertian Pendidikan Berbasis Masyarakat.
Pendidikan berbasis masyarakat secara filosofis terlahir sebagai proses terhadap
model penyelenggaraan pendidikan konvensional yang cendrung berpusat pada
sekolah (school-centered), berbasis kelas (classroom-based), juga berbasis
pemerintah (government-centered).
Pada awal tahun 1990-an, Laurie Lane Zucker dari The Orion Society dan Dr.
Jhon Elder dari Middlebury College, memperkenelkan model pendidikan yang
diistilahi dengan “Place Based Education” suatu model yang diorientasikan untuk
membantu masyarakat melalui pemafaatan siswa dan staf sekolah (kepala sekolah,
guru, pustakawan, adminisator) untuk berpartisipasi dalam pemecahan masalah
masyarakat.8
Pendidikan berbasis masyarakat mengindikasikan kepemilikan masyarakat
terhadap pendidikan, dimana masyarakat ikut serta secara aktif dalam mengambil
keputusan dan kebijakan mengenai pendidikan, kurikulum, materi,standar
kemampuan lulusan yang diharapkan, guru dan kualifikasikannya, persyaratan siswa,

8
Nurhatati fuad, Manajemen Berbasis Masyarakat Konsep dan Strategi Implementasi, (Depok: raja
grafindo persada, 2014), hlm.55-56

17
dan dana atau anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan pendidikan dan lain
sebagainya.
Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup dalam hubungan secara akrab
satu sama lainnyaa (Fasli jalal dan Dedi Supriyadi, 2001:176). Dengan demikian
pendidikan berbasiskan masyarakat adalah pendidikan yang dikelola secara langsung
oleh masyarakat, di mana pengelolaan pendidikan didasarkan atas inisiatif
masyarakat, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada dalam masyarakat
mencapai tujuan tertentu. Masyarakat sebagai salah satu basis pendidikan dan juga
sekaligus akan merasakan manfaat atau faedah dari out-put yang dihasilkan oleh
pendidikan tersebut.9
2. Latar Belakang Pendidikan Berbasis Masyarakat.
Ada beberapa factor yang melatar belakangi lahirnya konsep pendidikan
berbasiskan masyarakat sebagaimana yang dijelaskan oleh Fasli jalal dan Dedi
supriadi(2001:179).

Dalam kaitan ini pemerintah dituntut untuk mengembangkan kebijakan yang


berhubungan dengan pendidikan antara lain.

a. Memberikan kebebasan masyarakat untuk melibatkan diri dalam berbagai


bentuk kegiatan dan masalah pendidikan tanpa adanya campur tangan
pemerintah.
b. Membuat aturan yang menyangkut keterlibatan masyarakat dalam
pendidikan’
c. Memberikan subsidi dan dukungan berupa bantuan atau hibah untuk
memotivasi keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.
d. Melakukan reformasi terhadap aturan-aturan yang sudah ada, sehingga
hal-hal yang menghambat keterlibatan masyarakat dalam pendidikan

9
Asnawir, Dasar-Dasar Administrasi PendidikaN, (Padang: IAIN Press, 2003), hlm. 227-228

18
berbasis masyarakat diubah dan diperbaiki agar lebih sesuai dengan
tantangan dan kebutuhan yang berkembang cepat.10
3. Hakikat Pendidikan Berbasis Masyarakat.
Pendidikan Berbasis Masyarakat memiliki pengertian yang beragam namun
memiliki esensi yang sama yaitu merupakan model pendidikan yang berorientasi
pada pengembangan masyarakat (community development), yang memfokuskan pada
upaya perekayasaan sosial.
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan proses suatu proses pendidikan
dimana individu dalam hal ini orang dewasa menjadi lebih kompeten dalam
keterampilan , sikap, dan konsep dalam upaya mengahayati, memanfaatkan dan
mengontrol atas aspek-aspek local dalam masyarakat melalui proses partisipasi yang
demokratik.
Pendidikan berbasis masyarakat, berada dimasyarakat untuk menjawab
kebutuhan belajar masyarakat, dikelola oleh masyarakat dan memanfaatkan fasilitas
yang ada dimasyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada
setiap kegiatan belajar maupun bermasyarakat.
Dari uuraian diatas, pendidikan masyarakat merupakan istilah teknis
operasional yang dipergunakan untuk membedakan dari konsep pendidikan berbasis
pemerintah. Pendidikan berbasis msyarakat secara implicit mengandung makna
merujuk pada derajat kepemilikan dan partisipasi masyarakat yang
mengimplementasikan bahwa pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian pendidikan merupakan otoritas sepenuhnya masyarakat.11
4. Tujuaan Pendidikan Berbasis Masyarakat.

Faisal jalal dan Dedi Supriadi (2001:200) mengemukakan tujuan dari program
pendidikan berbasiskan masyarakat antara lain untuk membantu pemerintah dalam
mobilisasi sumber dana local dn meningkatkan pelayanan masyarakat untuk

10
Asnawir, Dasar-Dasar Administrasi PendidikaN, (Padang: IAIN Press, 2003), hlm.229-230
11
Nurhatati fuad, Manajemen Berbasis Masyarakat Konsep dan Strategi Implementasi, (Depok: raja
grafindo persada, 2014), hlm. 84-87

19
mengambil bagian yang lebih dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan
jalan:

a. Merangsang perubahan sikap ddan prestasi tentang kepemilikan


masyarakat terhadap sekolah.
b. Mendukung perkara pemerintah dalam meningkatkan dukungan
masyarakat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan masyarakat
melalui kebijakan desentralisasi.
c. Membantu mengatasi putus sekolah khususnya pada pendidikan
dasar.

Uraian diatas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan berbasis masyarakat


disamping membantu pemerintah dalam meningkatkan sumber daya daerah yang
selama ini tertidur, juga ingin melahirkan suatu sikap positif pada masyarakat bahwa
pendidikan itu bukanlah tugas dan tanggung jawab pemerintah semata, melainkan
menjadi milik seluruh komponen bangsa atau masyarakat yang berhubungan
langsung dengan pendidikan tersebut.12

Hafid Abbas, dalam makalahnya bertajuk “Decentralization of Education:


Roads to Educational Recovery” menyebut beberapa tujuan utama penerapan
pendidikan berbasis masyarakat, diantaranya adalah:

a. Membantu pemerintah memobilisasi sumber local dan eksternal serta


memperbaiki peran masyarakat untuk ikut ambil dalam bagian
perencanaan pendidikan, implementasi dan evaluasi program
pendidikan pada semua jenjang dan jenis.
b. Merangsang perubahan sikap dan presepsi masyarakat terhadap
pemilikan sekolah disamping meningkatkan rasa tanggung jawab,
kemitraan, toleransi dan pemahaman multicultural.

12
Asnawir, Dasar-Dasar Administrasi PendidikaN, (Padang: IAIN Press, 2003), hlm. 230-231

20
c. Mendukung inisiatif pemerintah dalam penguatan dukungan
masyakatkepada sekoah.
d. Mendukung peran masyarakat untuk mengembangkan lembaga
inovatif dalam upaya melengkapi memperbaiki dan mengganti sistem
sekolah formal serta meningkatkan kualitas, relevan, dan efisiensi.13

Ada beberapa peran pemerintah dalam menata dan memantapkan pendidikan


berbasis masyarakat yaitu yaitu:

a. Sebagai pelayan masyarakat.


b. Sebagai fasilitator
c. Sebagai pendamping
d. Sebagai mitra (Fasli jalal dan Dedi Supriadi, 2009:190)`

Karena pendidikan berlangsung ditanghah-tengah masyarakat maka pendidikan


tersebut menjadi tanggung jawab bersama yaitu pemerintah, masyarakat, ddan
keluarga. Masyarakat memegang peranan sentral dan strategis dalam
penyelenggaraan program pendidikan yang berbasiskan masyarakat.

Kendala yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan program pendidikan


berbasis masyarakat antara lain:

a. Sistem perencanaan,penganggaran, dan pertanggung jawaban


keuangan masih dipengaruhi sistem lama, dimana masih kuatnya
sistem perencanaan dari atas. Terjadinya penyeragaman program atau
sistem serta mekanisme pelaksanaan program.
b. Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan dan
kekuatan masyarakat untuk mengambil peran dalam pelaksanaan
program-program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat.

13
Nurhatati fuad, Manajemen Berbasis Masyarakat Konsep dan Strategi Implementasi, (Depok: raja
grafindo persada, 2014), hlm. 88-89

21
c. Sikap birokasi yang cendrung berperilaku sebagai penentu, yang selalu
ingin dihormati dan berkuasa, karena merekaa memiiki dana.
d. Sistem perencanaan yang masih bertumpu dari atas, sedangkan
karakteristik kebutuhan beraneka ragam. Hal ini akan dapat
menurunkan gairah beelajar masyarakat.
e. Pola piker masyarakat yang masih bertumpu pada kebutuhan yang
bersifat fisik.
f. Budaya menunggu, budaya statis, dan merasa puas dengan apa yang
ada.
g. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang
pendidikan masih kurang.14

DAFTAR PUSTAKA

Nurhatati fuad.2014.Manajemen Berbasis Masyarakat Konsep dan Strategi


Implementasi. (Depok: raja grafindo persada)

Asnawir. 2003.Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan.(Padang: IAIN Press.

14
Asnawir, Dasar-Dasar Administrasi PendidikaN, (Padang: IAIN Press, 2003), hlm.231-232

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia disebabkan oleh sistem
perekonomian yang tidak kuat sehingga belum mampu mandiri dan terlalu banyak
menguntungkan kepihak asing. Hal ini berpengaruh terhadap sendi kehidupan bangsa
yang sangat mudah di infiltrasi oleh pihak-pihak tertentu, sehingga disana sini timbul
kesemerautan (chaos). Hal ini dipengaruhi oleh SDM ( sumber daya manusia) yang
masih rendah, serta sikap yang lebih mementingkan kelompok daroipada kepentingan
bangsa dan Negara.

MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang


menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dari
memadai bagi para peserta didik.

Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup dalam hubungan secara akrab
satu sama lainnyaa (Fasli jalal dan Dedi Supriyadi, 2001:176). Dengan demikian
pendidikan berbasiskan masyarakat adalah pendidikan yang dikelola secara langsung
oleh masyarakat, di mana pengelolaan pendidikan didasarkan atas inisiatif
masyarakat, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada dalam masyarakat
mencapai tujuan tertentu.

B. Saran

Dalam makalah ini jika ada penulisan yang tidak berkenan kepada pembaca,
penulis memintah maaf sebesar-besarnya. Dan disarankan kepada pembaca untuk
merujuknya kembali ke buku sumber.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hasnawir.2003.Dasar-dasar Administrasi pendidikan. (Padang: IAIN Press)


Hasbullah.2010.Otonomi Pendidikan. (Jakarta; Rajawali Press.)
Nurhatati fuad.2014.Manajemen Berbasis Masyarakat Konsep dan Strategi
Implementasi. (Depok: raja grafindo persada)

Daryanto.2013. Administrasi dan Manajemen Sekolah.Jakarta: PT RINEKA CIPTA


Rivai Veithzal.dkk.2009. Education Management. Jakarta : PT RAJAGRAFINDO
PERSADA

24

Anda mungkin juga menyukai