Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami , sehingga kami dapat menyelesaikan tugasmakalah “ASKEP pada
klien dengan penyalahgunaan NAPZA”. Shalawat berserta salamsaya sanjungkan kepangkuan
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kami dari alam kebodohan ke alam
berilmu pengetahuan seperti yang kami rasakan saat sekarang ini.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,baik secara
langsung maupun tidak langsung . Kami juga menyadari bahwa tugasmakalah ini masih
banyak kekurangan baik dari segi isi, maupun dari segi penulisan, untuk itu kami
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
tugasmakalahini.Semogamakalahinidapatbermanfaatbagipembaca.

Pekanbaru, 23 Juni 2019

KELOMPOK III

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................... 3
1.2 TUJUAN ............................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 DEFINISI NAPZA ............................................................................................ 5
2.2 GOLONGAN NAPZA ...................................................................................... 6
2.3 FAKTOR RESIKO PENYALAHGUNAAN NAPZA .....................................7
2.4 DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA ....................................................9
2.5 PENAGGULANGAN NAPZA .........................................................................12
2.6 PERAN DAN FUNGSI PERAWAT .................................................................15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...............................................................................18
BAB IV PENUTUP
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................23
3.2 SARAN ..............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


NAPZA merupakan akronim daripada Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan
kejiwaan.Penyalahgunaan NAPZA yaitu pemberian obat-obatan untuk sendiri tanpa indikasi
medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya
selama satu bulan. Menurut data Badan Narkotika Nasional,perkembangan populasi korban
NAPZA dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tahun 2008 sekitar 2,3 juta orang, tahun
2011 diketahui sekitar 4,2 juta orang, pada tahun 2015 sebesar 5,8 juta orang dan di tahun
2019 diperkirakan mencapai angka 7,4 juta orang.
Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat kompleks yang
memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama
multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar
narkoba masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak
menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran di jalur
ilegal akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya
generasi muda. Indonesia saat ini tidak hanya sebagai transit perdagangan gelap serta tujuan
peredaran narkoba, tetapi juga telah menjadi produsen dan pengekspor.
Berdasarkkan Kemenkes (2014) dalam menangani penyalahguna narkoba saat ini
melibatkan berbagai sektor, antara lain Rumah Sakit khususnya Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ), Panti Rehabilitasi Sosial Narkotika (PRSN),
pesantren, lembaga pemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam
bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba Dengan diterbitkannya Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang mengamanatkan pencegahan,
perlindungan, dan penyalamatan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta
menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu
narkotika, dimana pada pasal 54 menyebutkan bahwa “korban penyalahguna dan pecandu
narkotika wajib rehabilitas”. Undang-undang tersebut juga sudah mengatur bahwa rehabilitasi

3
adalah alternative lain dari hukuman penjara.Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang
dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan nonmedis, psikologis, sosial dan religi
agar pengguna NAPZA yang menderita sindrom ketergantungan dapat mencapai kemampuan
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik,
mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan .

1.2 Tujuan
1. dapat mengetahui konsep defenisi
2. dapat mengetahui golongan NAPZA
3. dapat mengetahui rentang respon
4. dapat mengetahui factor resiko penyalahgunaan NAPZA
5. dapat mengetahui dampak penyalahgunaan NAPZA
6. dapat mengetahui penanggulangan NAPZA
7. dapat mengetahui peran dan fungsi perawat

4
BAB I1
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi NAPZA.


NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang
merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan.
NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan kedalam tubuh baik
secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi
pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang.Hal ini dapat menimbulkan gangguan
keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang dan
pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007).
Menurut UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa:
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnyarasa,mengurangi sampai menghilangkanrasanyeri,dan dapat menimbulkan
ketergantungan.Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau
melawan hukum.
Psikotropika adalah setiap bahan baik alami ataupun buatan bukan Narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif mempunyai pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Zat Adiktif yaitu bahan lain yang bukan Narkotika atau Psikotropika yang merupakan inhalasi
yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan, misalnya lem, aceton, eter, premix,
thiner dan lain-lain.
2, Definisi Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis, paling


sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam
pekerjaan dan fungsi sosial.Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan
pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya
“enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan utnuk

5
pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini
menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi yang
ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran
yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi
dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban (crime without
victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban
sama sekali, akan tetapi si pelaku sebagai korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan
sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya, karena mereka dapat
melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh
karena itu sangat sulit memberantas kejahatan ini (Jimmy, 2015).

2.2 Golongan Napza

a. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
- Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak
ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja)
- Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatan ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
- Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (contoh: kodein)
b. Psikotropika

Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:

6
- Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu, LSD)
- Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan. (Contoh: Amfetamin, Metilfenidat atau Ritalin)
- Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sidnrom
ketergantungan (Contoh: Pentobarbital, Flunitrazepam)
- Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB,
Pil Koplo, Rohip, Dum, MG)

c. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan.Contohnya : rokok, kelompok alkohol dan minuman lain
yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan, thinner dan zat-zat lain (lem kayu,
penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat
memabukkan)
2.3 Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA
Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan
NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan
karakteristik individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua
kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja

7
dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot
mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan
NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan dengan pola
asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang biasa-biasa saja
dengan orang tuanya.Mereka jarang menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang
tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman kelompok sebaya
(peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan
NAPZA pada diri seseorang.Menurut Hawari (2006) perkenalanpertama dengan NAPZA
justru datangnya dari teman kelompok.Pengaruh teman kelompok ini dapat menciptakan
keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri.Pengaruh
teman kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan
juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan
kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas ikatan psikologisnya
dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara
teman kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan
sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar
melepaskan diri dari teman kelompoknya.
Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah mereka yang termasuk
kelompok remaja.Pada umur ini secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta senangmemasuki kehidupan kelompok.
Hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen

8
Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah
anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang menyatakan apakah
pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada
kaitannya dengan cara berfikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan
keputusan dalam keluarga.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2009 di
kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada
karyawan swasta dengan prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan
karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).

2.4 Dampak Penyalahgunaan NAPZA


1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya intoksikasi yaitu suatu
perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh
pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contohnya :
1. Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah terserang infeksi.
Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
2. Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung, jangka panjang
terjadi anemia dan turunnya berat badan.
3. Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya : gangguan lambung, kanker
usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan saraf, gangguan metabolisme,
cacat janin dan gangguan seksual.
4. Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul : infeksi, emboli.
5. Akibat cara pakai atau alat yang tidak sterilAkan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS
atau hepatitis.
6. Akibat pertolongan yang keliruMisalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.

9
7. Akibat tidak langsungMisalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau malnutrisi
karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol
8. Akibat cara hidup pasienTerjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan
penyakit kelamin.
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan pada kehidupan
mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan perilaku tidak wajar.Pemakaian ganja
yang berat dan lama menimbulkan sindrom amotivasional.Putus obat golongan amfetamin
dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri.
3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan mengganggu fungsinya
sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu
dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat pada umumnya
terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan toleransi, kebutuhan akan zat bertambah.
Akibat selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga
sampai perceraian. Semua pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya terjadi karena
kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat
agresif dan impulsif (Alatas, dkk, 2006).
4. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba sebagai berikut :
a. Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1. Menurunnya sifat menahan diri
2. Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3. Bicara cadel, bertele-tele
4. Sering datang ke dokter untuk minta resep
5. Kurang perhatian
6. Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
7. Gangguan dalam daya pertimbangan
8. Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat menimbulkan
kematian.

10
9. Meningkatkan rasa percaya diri
b. Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1. Kontrol didi menurun bahkan hilang
2. Menurunnya motivasi perubahan diri
3. Ephoria ringan
c. Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1. Sikap bermusuhan
2. Kadang bersikap murung, berdiam
3. Kontrol diri menurun
4. Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5. Agresi
6. Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7. Partisipasi di lingkungan social kurang
8. Daya pertimbangan menurun
9. Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat kecelakaan
10. Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai koma.
d. Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1. Terkantuk-kantuk
2. Bicara cadel
3. Koordinasi motorik terganggu
4. Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5. Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6. Kontrol diri kurang
e. Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1. Hiperaktif
2. Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3. Iritabilitas
4. Halusinasi dan waham
5. Kewaspadaan yang berlebihan
6. Sangat tegang
7. Gelisah, insomnia

11
8. Tampak membesar –besarkan sesuatu
9. Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1. tingkah laku tidak dapat diramalkan
2. Tingkah laku merusak diri sendiri
3. Halusinasi, ilusi
4. Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5. Sikap merasa diri benar
6. Kewaspadaan meningkat
7. Depersonalisasi
8. Pengalaman yang gaib/ ajaib

2.5 Penanggulangan NAPZA


a. Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka, individu,
keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan
NAPZA, untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak
anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat
diatasi dengan baik.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah
menyalahgunakan NAPZA.Dilakukan pengobatan agar mereka tidak menggunakan NAPZA
lagi.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi penyalahguna
NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak
kambuh lagi.Sedangkan pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah
perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali.

12
b. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi
adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
1. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami
gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut.Klien hanya
dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
2. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,
bufremorfin, dan metadon.Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari
jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan
dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga
diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri,
rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut
(Purba, 2008).
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan
penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual.
Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara
wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
1. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunaan NAPZA benar-benar
sehat secara fisik.Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi
fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan
olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan.
2. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang semula bersikap
dan bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya. Termasuk

13
rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
“rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini
penting dilakukan agar keluarga dapatmemahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang
terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke
rumah dan upaya pencegahan agar tidak kambuh.
3. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi dapat
kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus
dan di tempat kerja.Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat.Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai
kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi.Dengan demikian
diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
4. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting.Unsur agama dalam rehabilitasi
bagi para pasien penyalahguna NAPZA mempunyai arti penting dalam mencapai
penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa
percaya diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan
atau keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga
mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
5. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi) yaitu program atau
kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani
tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi
ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga
yang harmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan
NAPZA
6. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah menjalani program
rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum silaturahmi, mengalami kebingungan untuk
program selanjutnya. Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya

14
pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran;
perlu menjalani program khusus yangdinamakan program terminal (re-entry program), yaitu
program persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja

2.6 Peran dan Fungsi Perawat


Masalah penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan memerlukan
partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam penanganannya, termasuk tenaga
kesehatan.Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi
dan perannya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penanganan
penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that are considered to be within nursing’s
scope of diagnosis and treatment”. Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan
klien pengguna NAPZA tidak memerlukan perintah dokter.Tindakan perawat bersifat
mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam kaitan dengan penanggulangan
penggunaan NAPZA tindakan perawat diantaranya :
1) Pengkajian klien pengguna NAPZA.
2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-hari.
3) Mendorong klien berperilaku secara wajar.
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in conjunction with other health team
members”. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan lain. Fungsi ini dilaksanakan dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang
dokter. Dan anggota tim kesehatan lain bekerja sesuai kompetensinya masing-masing.
Contoh tindakannya adalah melakukan kolaborasi rehabilitasi klien pengguna NAPZA,
dimana perawat bekerja dengan psikiater, social worker, ahli gizi juga rohaniwan,
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed based on the physician’s order”.
Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam meberikan pelayanan
medik.Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan atau pemberian

15
psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi kewenangan dokter dan seharusnya
dilakukan oleh dokter.Contoh pada tindakan detoksifikasi NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider, edukator, advokator, dan
role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai penyedia layanan keperawatan
(praktisi).Perawat baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dengan ketergantungan obat-obatan terlarang baik secara individu,
keluarga, atau pun masyarakat.Peran ini biasanya dilaksanakan oleh perawat di tatanan
pelayanan seperti rumah sakit khusus ketergantungan obat, unit pelayanan psikiatri,
puskesmas atau di masyarakat.Untuk mencapai peran ini seorang perawat harus mempunyai
kemampuan bekerja secara mandiri dan kolaborasi, memiliki pengetahuan tentang ilmu dan
kiat keperawatan, mempunyai pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan, sikap empati
dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam menjalankan peran sebagai care giver,
perawat menggunakan metode pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawatan
untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif.Perawat melakukan pendidikan
kesehatan tentang NAPZA dan dampaknya bagi kesehatan kepada klien baik individu,
keluarga atau kelompok yang berada di bawah tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan peran
ini, perawat harus mempunyai keterampilan dalam hubungan interpersonal yang efektif,
mengetahui prinsip yang dianut oleh klien, mempunyaikemampuan proses belajar dan
mengajar dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang NAPZA.
c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA sebenarnya ”korban”.
Langkah saat ini dimana menempatkan pengguna napza sebagai kriminal sebenarnya sangat
tidak tepat, karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna NAPZA adalah akses terhadap
layanan-layanan yang dapat membantu mereka pulih dari kecanduannya.Di Indonesia saat ini
sudah ada peraturan yang menyebutkan bahwa pengguna napza dapat dikirim ke panti
rehabilitasi untuk menjalani perawatan sebagai ganti hukuman kurungan.Namun sayangnya,

16
semenjak peraturan tersebut berlaku tahun 1997 (UU no.22 tahun 1997 tentang narkotika &
UU no.5 tahun 1997 tentang psikotropika).Belum banyak yang dikirim ke panti rehabilitasi
atas perintah hakim di pengadilan.Hal ini terjadi terutama karena masih kurangnya batasan
antara pengguna dan pengedar di dalam UU Narkotika yang sekarang berlaku.Disinilah
perawat harus mengambil peranan sebagai protector dan advocat.Peran ini dilaksanakan
dengan berupaya melindungi klien, mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban klien,
selalu “berbicara untuk pasien” dan menjadi penengah antara pasien dengan orang lain,
membantu dan mendukung klien dalam membuat keputusan serta berpartisipasi dalam
menyusun kebijakan kesehatan terutama program rehabilitasi pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat memandang perawat sebagai
seorang tokoh yang dihargai, diangga orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan.Hal
ini menjadikan seorang perawat terikat oleh kode etik profesi dalam menjalankanperannya
baik di tatanan pelayanan maupun di kehidupan sosial masyarakat.Adalah suatu keharusan
sebagai seorang perawatmemberikan contoh hidup yang sehat.Namun tanpa disadari perawat
merupakan salah satu profesi yang berpotensi tinggi mendorong seorang perawat menjadi
pengguna NAPZA.Hal ini karena pengetahuan yang dimilikinya tentang obat-obatan dan
kesempatan terbuka terhadap akses layanan obat-obatan di tatanan pelayanan.Untuk itu
diperlukan jiwa yang kuat agar perawat terhindar dari mapraktik yang menjurus kepada
penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat masayarakat akan memandang perawat adalah
orang yang seharusnya bersih dari segala kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Faktor predisposisi
- Faktor biologis
- Faktor psikologis
a. Tipe kepribadian
b. Harga diri rendah, depresi, rasa bersalah, perasaan tidak aman
c. Penurunan prestasi
d. Disfungsi keluarga
e. Gangguan identitas diri
- Faktor sosiokultural
a. Masyarakat yang ambivalen tentang penggunaan zat
b. tembakau, ganja, alkohol
c. Norma/budaya masyarakat
d. Lingkungan tempat tinggal dan sekolah
e. Persepsi masyarakat terhadap zat (NAPZA)
B. Stressor presipitasi
- Pernyataan ingin mandiri
- Kehilangan orang atau objek yang berarti
- Diasingkan
- Prinsip kesenangan
- Kompleksitas kehidupan modern
- Tersedianya zat dengan mudah
- Peer presure
- Mudah dan murah
- Persepsi zat dpt menyelesaikan masalah
C. Perilaku (kesadran, motorik, afektif, kognitif, persepsi, fisik)
D. Mekanisme koping
- Denial
- proyeksi

18
E. Pendekatan Bio-Psiko-sos
a. Biologis
- Overdose (OD) I ntensive care
- Putus zat (withdrawl) Detoksifikasi
b. Psikologis
- motivasi
- Penyelesaian masalah
- Terapi kognitif
- Latihan asertif, self-affirmation, relaksasi
- Pencegahan kambuh
c. Sosial
- Pendidikan kesehatan keluarga
- Terapi kelompok
- Self help group
2. diagnosa keperawatan
a. ketakutan/ansietas b/d Delusi paranoid berhubungan dengan penggunaan stimulant
intervensi keperawatan :
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Susun penugasan staff tetap dan Menciptakan rasa percaya dan hubungan
tekankan pentingnya sikap dapat yang diperlukan untuk mengatasi rasa takut.
diandalkan, jujur, iklas, bertindak
tepat.
Empati dapat membantu klien mentoleransi/
Akui perasaan yang dialami klien ( mengatasi perasaannya sendiri.
misal rasa takut, terror, merasa
dibebani, panic, ansietas, konfusi)
Rasa takut secara negatif dapat memengaruhi
Lakukan komunikasi yang jelas dan kemampuan seseorang untuk merasakan dan
konkret. mengintepretasikan stimulus. Rasa takut
Kaji kesiapan klien untuk bercanda merupakan hal yang serius bagi orang yang

19
dan / atau diberi sentuhan. merasakannya dan harus dihargai
keberadaannya. Canda dan sentuhan dapat
diintepretasikan secara keliru/ dapat
meningkatkan ansietas.

Anjurkan klien untuk Mengungkapkan perasaan pada staff yang


mengungkapkan rasa takut/ ansietas dipercayai dapat menurunkan intensitas rasa
yang dialaminya. takut. Hal ini member kesempatan untuk
menjelaskan kesalah pahaman klien dan
memberikan rasa nyaman pada klien.

Bantu klien melakukan penilaian Klien dapat mengurangi rasa takutnya jika
realitas atas rasa takutnya. Gunakan klien memahami perbedaan antara realitas
konfrontasi yang halus. dan delusi. Harus digunakan dengan hati-hati
karean sebagai penilaian realitas delusi
berisiko pada kepercayaan klien.

b. NUTRISI : perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia


Intervensi keperawatan :
TINDAKAN/ INTERVENSI RASIONAL
Mandiri Stimuli dapat menyebabkan penurunan nadsu
Pastikan pola asupan makanan makan dan perubahan penilaian klien
selama beberapa minggu terakhir. terhadapkebutuhan nutrisi.

Diskusikan kebutuhan/ kesukaan/ Akan lebih mempertahankan asupan


ketidaksukaan terhadap makanan. makanan yang diharapkan jika makanan
adalah kesukaan individu.

20
Antisipasi adanya hiperfagia dan Makan yang berlebihan mungkin terjadi
timbang berat badan klien 2hari akibat putus obat-obatan jrnid dtimulan dan
sekali. dapat mengakibatkan prningkatan berat
badan yang tiba-tiba/ tidak tepat.

Berikan makanan dalam lingkungan Pengurangan stimulus membantu relaksasi


yang rileks dan tidak ada stimulus dan kemampuan klien berfokus saat makan.
bagi klien.

Anjurkan klien untuk makan sedikit Jumlah makanan yang sedikit dan sering
dan sering. dapat mencegah/ mengurangi distress saluran
pencernaan.

Kolaborasi Pengkajian status nutrisi diperlukan untuk


Dapatka/ periksa kembali hasil mengatasi sefesiensi yang sudah terjadi
laboratorium rutin ( misal : sebelumnya dan mnengatasi anemia,
pemeriksaan hitung sel darah [SDM] dehidrasi, atau ketosis.
; protein, albumin serum, kadar
vitamin, analisi urine ).

Konsultasi dengan ahli gizi. Berguna untuk menetapkan nutrisi yang


dibutuhkan/ program diet.

Berikan multivitamin sesuai Suplemen dapat membantu koreksi terhadap


indikasi. defisiensi nutrisi.

c. gangguan pola tidur ditandai dengan Perubahan siklus tidur, awalnya ditandai dengan
insomnia kemudian menjadi hypersomnia
intervensi keperawatan:

21
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri Istirahat dan tidur yang adekuat dapat
Tentukan siklus tidur yang klien meningkatkan status emosi; pemulihan pola
harus tidur pada malam hari, terjaga yang regular merupakan prioritas tindakan
pada siang hari dengan istirahat untuk para pemakai stimulant yang
singkat sesuai kebutuhannya. mengalami gangguan tidur

Kurangi stimulus dan tingkatkan Klien mebutuhkan ketenangan agar dapat


relaksasi terutama pada waktu tidur; beristirahat
anjurkan klien untuk lakukan
rutinitas sebelum tidur (misal mandi
air hangat, minum susu hangat,
meregangkan otot tubuh).

Beri kesempatan klien menghirup Meningkatkan rasa kantuk atau keinginan


udara segar, melakukan olah raga tidur
ringan nonkafein dan berikan klien
lingkungan yang tenang sesuai
toleransinya

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Masalah penyalahgunaan narkoba / NAPZA khususnya pada remaja adalah ancaman
yang sangat mencemasakan bagi keluaga khususnya dan bagi bangsa dan negara pada
umumnya.Pengaruh narkoba sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan, maupun dampak sosial
yang ditimbulkan.Secara garis besar faktor yang menyebabkan terjadianya penyalahgunaan
narkoba di kalangan remaja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal yakni yang berasal
dari dalam diri sendiri baik yang berasal dari lingkungan.
Masalah pencegahan penggunaan narkoba bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang
saja, melainkan menjadi tugas kita bersama.Upaya pencegahan penyarahgunaan narkoba yang
dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang
penganggulangan tersebut.Peran orang tua dalam keluarga dan juga pendidik di sekolah
sangatlah besar bagi pencegahan penanggulangan terhadap narkoba.
4.2 Saran
Dalam mencegah penyalahgunaan narkoba pihak yang bertanggung jawab bukan
hanya pemerintah penegak hukum ataupun pelayanan kesehata saja namun diharapkam peran
orang tua dalam mengawasi dan membimbing anggota keluarganya harus lebih baik, serta
lebih meluangkan waktunya untuk selalu berada disisi anak-anaknya dalam kondisi apapun,
sehingga remaja tidak terjerumus melakukan hal-hal yang menyimpang terutama melakukan
penyalahgunaan narkoba.
Selain itu masyarakat hendaknya melakukan kegiatan yang positif dan berguna agar remaja
tidak terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba serta memperdalam iman dan taqwa guna
ketahanan diri dari dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan hidup.

23
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan.Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan sarana
pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada
pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

24

Anda mungkin juga menyukai