Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan


sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
homeostasis oksigen dan karbondioksida. Fungsi jalan nafas terutama
sebagai fungsi ventilasi dan fungsi respirasi. Kasus gagal nafas akan
terjadi kelainan fungsi obstruksi maupun fungsi refriktif, akan tetapi dalam
keilmuan keperawatan kritis yang menjadi penilaian utama adalah defek
pertukaran gas di dalam unit paru, antara lain kelainan difusi dan kelainan
ventilasi perfusi. Kedua kelainan ini umumnya menimbulkan penurunan
PaO2, peninggian PaCO2 dan penurunan pH yang dapat menimbulkan
komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2009).
Secara teoritis tekanan oksigen di alveolus (PaO2) sama dengan
tekanan oksigen pada saat inspirasi (PiO2) dikurangi dengan tekanan CO2
dalam arteri (PaCO2) dan dibagi dengan R (rasio pertukaran respirasi).
Rentang nilai standar PaO2 yaitu antara 80–100 mmHg sedangkan
rentang nilai standar PCO2 yaitu antara 35–45 mmHg. Kasus gagal nafas
akan dijumpai tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(Hiperkapnia). Umumnya penyakit ini di tentukan oleh adanya kriteria
PaO2< 60% mmHg, PaCO2> 50 mmHg, serta adanya perubahan pada
PH < 7,35 atau > 7,45. HCO3< 20, BE < -2,5 dan saturasi osksigen < 90 %
(Tabrani, 2009).
Tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien yang
mengalami kegagalan pernafasan antara lain: Frekuensi pernafasan > 30
x/menit atau < 10 x/menit, nafas pendek/cepat dan dangkal/cuping hidung,
menggunakan otot bantu pernafasan, adanya wheezing, ronchi pada

1
auskultasi. Batuk terdengar produktif tetapi sekret sulit dikeluarkan,
pengembangan dada tidak simetris, ekspirasi memanjang, mudah capek,
sesak nafas saat beraktifitas, takhikardi atau bradikardi, tekanan darah
dapat meningkat/menurun, pucat/dingin, sianosis pada kedua ekstermitas
(Yilldirim, 2010).
Insiden di Amerika Serikat sekitar 360.000 kasus per tahun, 36%
meninggal selama perawatan. Morbiditas dan mortalitas meningkat seiring
dengan meningkatnya usia dan adanya komorbiditas. Gagal nafas
merupakan diagnosa klinis, namun dengan adanya analisa gas
darah(AGD), gagal nafas dipertimbangkan sebagai kegagalan fungsi
pertukaran gas yang nyata dalam bentuk kegagalan oksigenasi(
hipoksemia) atau kegagalan dalam pengeluaran CO2 (hiperkapnia,
kegagalan ventilasi) atau merupakan kegagalan kedua fungsi tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi gagal napas?
2. Apa etiologi gagal napas?
3. Apa tanda dan gejala pada gagal napas?
4. Apa pemeriksaan penunjang pada gagal napas?
5. Bagaimana pathway pada gagal napas?
6. Apa komplikasi pada gagal napas?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada gagal napas?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada gagal napas?

C. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi gagal napas
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi gagal napas
3. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala pada gagal napas
4. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang pada gagal
napas
5. Mahasiswa mampu mengetahui pathway pada gagal napas

2
6. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi pada gagal napas
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan pada gagal napas
8. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada gagal napas

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Gagal Napas


Gagal Nafas adalah Ketidakmampuan sistem pernapasan untuk
mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan
sel – sel tubuh sesuai dengan kebutuhan tubuh normal (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Interna Publishing/November 2009).
Gagal Nafas adalah kondisi ketidakmampuan sistem respirasi
untuk memasukan oksigen yang cukup dan membuang karbondioksida,
yang disebabkan oleh kelainan sistem pernafasan dan sistem lainnya.
(Jurnal.Kedokteran Syiah Kuala, Volume 13 Nomor 3/Desember 2013).
Gagal napas akut adalah pertukaran gas yang tidak adekuat
sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon
dioksida arteri), dan asidosis (Corwin, 2009).
Gagal napas akut adalah memburuknya proses pertukaran gas paru
yang mendadak dan mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon
dioksida dan oksigen yang tidak adekuat (Morton, 2011).

B. Etiologi Gagal Napas


1. Penyebab Sentral
a. Kelainan Neuromuskular : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
b. Kelainan jalan napas : obstruksi jalan napas, asma bronchiale
c. Kelainan paru : edema paru, atelektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga / thorax : fraktur costae, pneumothorax, haematothorax
e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
2. Penyebab Perifer
a. Trauma kepala : contusio cerebri
b. Radang otak : encephalitis
c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak, infark otak

4
d. Obat-obatan : narkotika, anastesi

C. Tanda dan Gejala


1. Gejala umum: Lelah, berkeringat, sulit tidur dan makan, sakit kepala.
2. Gejala kardiovaskular: takikardia dan vasodilatasi perifer.
3. Gangguan pernapasan: takipnea, retraksi otot bantu pernapasan,
hipoventilasi, apnea, suara napas tambahan seperti stridor, mengi, ronki
basah. (Boedi Swidarmoko,2010:264)
4. Gejala klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkapnia. Tanda utama dari gagal
napas adalah penggunaan otot bantu napas takipnea, takikardia,
menurunya tidal volum, pola napas iregular atau terengah – engah
(gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal (terkait dengan flail
chest).
5. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
6. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah , berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah arteri (AGD)
a. pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45
b. PaO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
c. PaCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg
2. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, sitologi, urinalisis,
bronkoskopi.
3. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang
tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat
terlihat perpindahan letak mediastinum.
4. Pemeriksaan sputum,fungsi paru, angiografi.

5
5. Hemodinamik
6. EKG

E. Pathway
Trauma Kelainan neurologis

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permebilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epitalium alveolar Gangguan endothelium kapiler

Penumpukan cairan alveoli Cairan masuk ke interstitial

Oedema pulmonal ↑ tahanan jalan nafas

Kehilangan fungsi silia sal. pernafasan


↓ compliance paru

Cairan surfaktan me↓


Bersihan jalan nafas tidak efektif
Gangguan pengembangan paru
(atelektasis)kolaps alveoli

Gangguan pertukaran gas


Ventilasidan perfusi tidak
seimbang

Hipoksemia, hiperkapnia O2↓ CO2↓

Dyspnea, sianosis
Tindakan primer A, B, C,
D, dan E

Ventilasi mekanik

Resti infeksi Resti cidera

6
F. Komplikasi
1. Paru
Komplikasi yang sering terjadi adalah emboli paru, barotraumas,
fibrosis paru, dan komplikasi sekunder akibat alat mekanis yang
digunakan. Pasien juga rentan terhadap pneumonia nosocomial.
Fibrosis paru dapat terjadi pasca acute lung injury yangterkait acute
respiratory distress syndrome (ARDS).
2. Kardiovaskular
Komplikasi yang sering terjadi pada gagal napas akut adalah hipotensi,
menurunnya kardiak output, aritmia, perikarditis, dan infark miokard
akut.
3. Gastrointestinal
Komplikasi yang utama pada gastrointestinal akibat gagal napas akut
adalah perdarahan, distensi lambung, ileus, diare, dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering terjadi pada gagal napas akut.
4. Infeksi
Infeksi nosokomial sering terjadi, seperti pneumonia, infeksi saluran
kemih, catheter-related sepsis.
5. Ginjal
Acute Renal Failure (ARF) dan abnormalitas elektrolit dan homeostasis
asam basa sering terjadi. ARF pada gagal napas akut berkaitan dengan
buruknya prognosis dan tingginya mortalitas. ARF ini terjadi akibat
hipoperfusi renal dan penggunaan obat nefrotoksik, termasuk bahan
kontras radiologi.
6. Nutrisi
Malnutrisi akibat nutrisi enteral dan parenteral. Komplikasi
akibat nasogastric tubes yaitu distensi lambung dan diare. Komplikasi
akibat nutrisi parenteral dapat berupa infeksi, ataupun komplikasi
metabolik (hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit)

7
G. Penatalaksanaan
1. Atasi Hipoksemia: Terapi Oksigen
2. Atasi Hiperkapnia: Perbaiki ventilasi
a. Perbaiki jalan nafas
b. Bantuan Ventilasi: Face mask, ambu bag
c. Ventilasi Mekanik
3. Fisioterapi dada

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Data Dasar
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kekurangan energi/kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya bedah jantung jantung-paru, fenomena
embolik (darah,udara,lemak)
Tanda : Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal
(berlanjut menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut
(syok) atau terdapat faktor pencetus seperti pada eklampsi. Frekuensi
jantung: takikardi biasanya ada. Bunyi jantung : normal pada tahap
dini ; S3 mungkin terjadi. Distritmia dapat terjadi , tetapi EKG sering
normal. Kulit dan membran mukosa : Pucat, dingin. Sianosis
biasanya trjasi (tahap lanjut).
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan
mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi
usus.

8
e. Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi
motorik
f. Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus
paru, timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda : Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan,
contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal,
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi
bunyi napas bronkial. Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area
konsolidasi. Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan
fremitus (getar vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum
sedikit, berbusa, pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung
g. Seksualitas
Gejala/Tanda: Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
h. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Makan/kelebihan dosis obat

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret/ retensi sputum di jalan napas dan hilangnya reflek batuk
sekunder terhadap pemasangan ventilator.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses weaning,
setting ventilator yang tidak tepat.

9
3. Intervensi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
a. Setelah dilakukan tindakan NIC
keperawatan selama 3 x 24 jam -observasi status respirasi
diharapkan masalah keperawatan -pertahankan posisi kepala
dapat teratasi dengan kriteria hasil atau tubuh
: NOC -lakukan suction sesuai
-suara napas vesikuler indikasi
-retensi sekret tidak ada -catat karakteristik dan
-pada foto thorax tidak tampak produksi sputum
gambaran infiltrat -kolaborasi pemberian
terapi sesuai program
b. Setelah dilakukan tindakan NIC
keperawatan selama 3 x 24 jam -observasi status pernapasan
diharapkan masalah keperawatan secara periodik
dapat teratasi dengan kriteria hasil -monitor tanda-tanda vital
: NOC -posisikan pasien untuk
-hasil analisa gas darah normal memaksimalkan ventilasi
-penggunaan otot bantu napas (-) -kolaborasi pemberian
-tidak ada tanda-tanda sianosis, terapi sesuai program
penurunan kesadaran
-suara napas bersih

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal
nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah
yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan. Indikator gagal
nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi
sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg).

B. Saran
Dalam melakukan penanganan gagal nafas, terutama dalam
penanganan A (mempertahankan jalan nafas) harus diperhatikan posisi
tidur pasien, yaitu dalam posisi sniffing position, dengan cara posisi
terlentang dengan meletakkan ganjalan dibawah bahu. Posisi yang tepat
dapat dapat mencegah jatuhnya lidah kebelakang sehingga dapat menekan
dinding farink bagian belakang yang akan menutupi jalan nafas. Dalam
penanganan B (pemberian bantuan pernafasan) harus diperhatikan cara
memberikan VTP secara tepat, yaitu tekanan positif diberikan sesuai
dengan irama pernafasan penderita, yaitu saat terjadinya inspirasi.

11

Anda mungkin juga menyukai