Di Tulis Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
bimbingan-Nya sehingga Karya Tulis ini dapat terselesaikan. Karya tulis ilmiah
dengan judul “Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui Pogram
Pendampingan Berbasis Local Wisdom : Pendekatan TRIPLE HELIX”,
merupakan karya tulis yang ditujukan untuk mengikuti lomba karya tulis tingkat
nasional “Active 2011” HMJ Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga Karya
Tulis ini dapat bermanfaat dan menambah Ilmu Pengetahuan bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
RINGKASAN.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
4.1 Analisis......................................................................................17
4.2 Sintesis.......................................................................................23
BAB V KESIMPULAN.............................................................................. 29
5.1 Kesimpulan................................................................................29
5.2 Saran..........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................31
ii
RINGKASAN
iii
mendapat suntikan modal yang besar, akibatnya secara kualitas dan volume
produksi dapat dikatakan jauh dari standar untuk bersaing di tataran global. Pihak
terakhir yaitu akademisi, belum menunjukan perannya dalam budaya research
sebagai pelopor lahirnya ide kreatif terutama ide kreatif yang berasal dari potensi
lokal atau local wisdom sebagai ciri khas bangsa.
Untuk itu dalam mengembangkan industri kreatif diperlukan lingkungan
usaha yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif, salah satunya dengan
dengan mengembangkan ekonomi kreatif yang berbasis kearifan lokal, yakni
mengembangkan perekonomian kreatif yang menjual keanekaragaman budaya
Indonesia. Seperti yang kita ketahui Indonesia menyimpan keunikan budaya
dalam setiap daerahnya. Pada era ACFTA ini, terjadi sebuah kekhawatiran bahwa
nilai-nilai budaya lokal dapat tergerus oleh nilai-nilai budaya asing yang dengan
bebasnya masuk ke negeri ini. Akan tetapi, kekhawatiran tersebut justru dapat kita
jadikan peluang untuk mengembangkan kearifan lokal daerah melalui sektor
perekonomian kreatif, hal ini sekaligus akan meningkatkan daya saing industri
kreatif Indonesia. Selain itu peranan stake holder dalam satu atap yang disebut
TRIPLE HELIX ABG (Academic, Business, Government) juga diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi dalam kegiatan transaksi ekonomi.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
60,2 miliar. Angka ini jauh melampaui ekspor industri lainnya seperti otomotif,
pertanian dan pesawat. Era industri kreatif merupakan kelanjutan dari era
informasi, setelah Alvin Tofler dalam Future Shock (1970) mengungkapkan
bahwa peradaban manusia terdiri dari 3 gelombang, era pertanian, era industri dan
era informasi.
Kegiatan perekonomian di era ekonomi kreatif ini digerakkan oleh industri
kreatif yang melihat nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa tidak lagi
ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi
pada pemanfaatan kreativitas dan inovasi. Industri tidak dapat lagi bersaing di
pasar global dengan hanya mengandalkan harga atau mutu produk saja, tetapi
harus bersaing berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi.
2
(sekitar Rp 170 triliun rupiah) dan 7% dari total ekspor pada 2006. Pertumbuhan
ekonomi kreatif mencapai 7,3% pada 2006, atau lebih tinggi dari pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 5,6%. Sektor ekonomi itu juga mampu menyerap
sekitar 3,7 juta tenaga kerja setara 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru.
3
dalam setiap daerahnya. Pada era ACFTA ini, terjadi sebuah kekhawatiran bahwa
nilai-nilai budaya lokal dapat tergerus oleh nilai-nilai budaya asing yang dengan
bebasnya masuk ke negeri ini. Akan tetapi, kekhawatiran tersebut justru dapat kita
jadikan peluang untuk mengembangkan kearifan lokal daerah melalui sektor
perekonomian kreatif, hal ini sekaligus akan meningkatkan daya saing industri
kreatif Indonesia.
Selain itu peranan stake holder dalam TRIPLE HELIX ABG (Academic,
Business, Government) juga diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dalam
kegiatan transaksi ekonomi. Seperti diketahui, sektor industri sangat memerlukan
keterpaduan dari berbagai sektor- sektor yang lain. Dari pemaparan diatas maka
penulis mengangkat judul “Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui
Pogram Pendampingan Berbasis Local Wisdom : Pendekatan TRIPLE
HELIX.”
Adapun tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
4
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi Akademisi, dapat menambah sumber referensi terkait solusi alternatif
yang dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahan perekonomian
nasional dalam menghadapi ACFTA.
1.4.2 Bagi Masyarakat, khususnya Mahasiswa, menambah pengetahuan tentang
peran strategis industri kreatif sebagai salah satu cara meningkatkan daya
saing produk dalam menghadapi ACFTA.
1.4.3 Bagi Pelaku Bisnis, dapat menjadi salah satu masukan terkait
pengembangan industri kreatif serta prospeknya ke depan dan
mengidentifikasi peluang serta hambatan pengembangan industri kreatif.
1.4.4 Bagi Pemerintah, sebagai salah satu masukan dalam merumuskan dan
membuat kebijakan yang tepat dalam mengembangkan industri kreatif di
Indonesia.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
2.2 Industri Kreatif
7
ilmu pengetahuan yang didukung daya kreatifitas, maka dari itu dunia akademisi
dalam hal ini pendidikan sangat berperan strategis.
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua
kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris-Indonesia karya
John.M.Echoles dan M.Hasan Sadili, local berarti setempat, sedangkan wisdom
(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain, kearifan lokal dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan setempat (local) yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal
untuk Ajeg Bali” dalam balipos.co.id, bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum
adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam
dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-
macam.
Francis Fukuyama, memandang kearifan lokal sebagai modal sosial yang
dipandang sebagai bumbu vital bagi perkembangan pemberdayaan perekonomian
masyarakat. Modal sosial yang kuat dapat memicu pertumbuhan di berbagai
sektor perekonomian karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan keeratan
hubungan dalam jaringan yang lebih luas yang tumbuh di kalangan masyarakat.
Kearifan lokal merupakan kekuasaan dan potensi riil yang dimiliki suatu daerah
sebagai aset daerah yang dapat mendorong pengembangan dan pembangunan
daerah. Selanjutnya, dalam usaha membangun daerah perlu diberlakukan
pemberdayaan budaya lokal atau kearifan lokal yang mendukung penyusunan
strategi budaya.
Basuswasta, dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, menjelaskan
bahwa kearifan lokal berkaitan dengan nilai-nilai yang dipegang dalam kultur
local, yang dimaksud lokal itu bisa mencakup wilayah kabupaten, kota, provinsi,
bahkan nasional. Apabila konteksnya global, kearifan lokal yang dimaksud adalah
kultur Indonesia atau nasional. Kultur Indonesia itu sendiri terdiri dari banyak
subkultur. Subkultur, Basuswasta menjelaskan, bisa didasarkan pada suku, bisa
8
pula didasarkan pada lingkup yang lebih luas, yaitu generasi. Jika dikembangkan,
terkait dengan bisnis, memang akan memberikan kekuatan, sebab akan
membentuk keunikan bisnis itu sendiri yang tidak ada di tempat lain.
Analisis Triple helix pertama kali diungkapkan oleh Henry Etzkowitz dan
Loet Leydesdorff, dan kemudian diulas lebih lanjut oleh Gibbons et al (1994)
dalam The New Production of Knowledge dan Nowotny et al (2001) dalam Re-
Thinking Science. Konsep Triple helix selain digunakan untuk menjelaskan
hubungan ketiga elemen (academic, business, and government). Model ini juga
dapat memberikan gambaran mengenai koordinat dari simbiosis (irisan) dari
masing-masing elemen. Dalam Triple helix, masing-masing elemen merupakan
entitas yang berdiri sendiri, memiliki perannya masing-masing meskipun mereka
bersinergi dan mendukung satu dengan yang lainnya atau yang disebut dengan
“Reflexivity”.
9
membiayai penelitan dimaksudkan untuk memotivasi penelitian-penelitian yang
melahirkan inovasi teknologi dan ide kreatif. Namun penelitian yang telah
dilakukan banyak berakhir di ruang laboratorium saja atau diarsipkan dalam
koleksi perpustakaan. Di dalam triple helix, hasil penelitian akademisi universitas
diharapkan tidak hanya melayani kebutuhan ilmu pengetahuan semata, namun
juga sebagai solusi permasalahan pemerintah di dalam menentukan kebijakan dan
regulasi yang berkaitan dengan masyarakat pebisnis.
Pihak pemerintah perlu memberikan stimulus positif yang dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan investasi bisnis sekaligus
mendorong atmosfer bisnis yang kondusif. Caranya adalah dengan mengurangi
pembatasan-pembatasan yang menyulitkan perkembangan dan inovasi berbisnis,
melindungi karya-karya inovasi bisnis, dan mengimplementasikan aturan
pemerintah yang berkaitan etika berbisnis sehingga tercipta persaingan bisnis
yang sehat.
Di sisi lain, pihak industri juga mempunyai kewajiban untuk memberikan
kontribusi dalam menciptkan iklim bisnis yang baik, seperti menerapkan etika
berbisnis, berkomitmen pada corporate responsibility, dan menjadi partner
pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Menyeimbangkan peran dari ketiga pihak yaitu akademisi, pemerintah dan
pebisnis ini bukanlah hal mudah. Diperlukan upaya yang berkesinambungan dan
dinamis, sehingga setiap pihak diharapkan selalu open-minded dan berusaha
melakukan yang terbaik demi kepentingan bersama. Ketiga pihak tidak dapat
bergerak sendiri, oleh karenanya diperlukan kerjasama yang sinergis dan
seimbang.
10
penemuan-penemuan inovatif dan kreatif yang mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan secara teoritik maupun praktis.
Jika selama ini pemenuhan share knowledge dan penelitian inovatif dan
kreatif hanya terjadi di dalam kalangan pendidikan, antara dosen dengan
mahasiswa, maka dengan triple helix diharapkan pihak akademisi juga memegang
peran penting dan bertanggung jawab dalam permasalahan social masyarakat.
Berbicara tentang industri kreatif berarti berbicara tentang teknologi, inovasi, dan
kreativitas. Beberapa kelemahan yang dihadapi oleh para pebisnis, terutama pihak
UMKM adalah kurangnya pengetahuan dan implementasi teknologi, dan
kurangnya motivasi untuk melakukan perbaikan dan kreativitas.
Dukungan pemerintah terhadap pemberdayaan dan pengembangan industri
kecil dan menengah untuk ikut mengambil bagian dalam industri kreatif telah
diwujudkan pengangkatan tema industri kreatif Indonesia 2009. Hal ini berarti
peluang para UMKM untuk menjadi pelaku industri kreatif sangat terbuka lebar.
Namun tentu saja hal ini tidak dapat serta merta dilakukan. Pihak UMKM perlu
mendapatkan stimulus berupa transfer ilmu pengetahuan dan hasil-hasil penelitian
yang mengandung kemajuan teknologi, inovasi dan kreativitas. Dalam hal ini,
telah jelas begitu pentingnya andil akademisi perguruan tinggi untuk memberikan
kontribusinya pada pengembangan industri kreatif pengetahuan dan teknologi
yang akan ditransferkan pada pihak pelaku bisnis industri kreatif. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara (Kadiman, 2006):
1. Melakukan penelitian pendahuluan untuk menguji inovasi dan teknologi
tepat guna sebelum sosialisasi pada pelaku bisnis industri kreatif.
2. Menciptakan dan mengembangkan teknologi-teknologi baru untuk
mendukung penciptaan industri kreatif.
3. Melakukan edukasi, pelatihan dan pendampingan pada industri kreatif
secara berkelanjutan.
4. Mengembangkan teknologi home industri sebagai upaya penciptaan
inkubator industri kreatif yang baru.
Beberapa contoh peranan akademisi universitas dalam melakuan transfer
teknologi, inovasi hasil penelitian dan ilmu pengetahuan pada pengembangan
industri kreatif adalah antara lain melalui program Pengabdian Pada Masyarakat
11
(PPM) yang bekerjasama dengan pemerintah setempat dengan melibatkan industri
yang tepat sasaran. Contoh lain adalah kerjasama dengan pihak LIPI dalam
program Iptekda yang mempunyai misi mengangkat perekonomian daerah melalui
pemberdayaan UMKM kreatif. Dengan keterlibatan penuh dari pihak akademisi,
diharapkan penciptaan industri kreatif dapat lebih berhasil. Hal ini secara tidak
langsung dapat menjawab permasalahan pemerintah untuk menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan industri kreatif di Indonesia.
2.4.2 Business
Aktor bisnis merupakan pelaku usaha, investor dan pencipta teknologi‐
teknologi baru, sertajuga merupakan konsumen industri kreatif. Aktor bisnis juga
perlu mempertimbangkan dan mendukung keberlangsungan industri kreatif dalam
setiap peran yang dilakoninya. Misalnya melalui prioritas penggunaan input
antara industri kreatif domestik,seperti jasa industri kreatif dalam riset, iklan, dan
lain-lain.
Peran bisnis dalam pengembangan industri kreatif ini adalah:
1. Pencipta, yaitu sebagai center of excellence dari kreator produk dan jasa
kreatif pasar baru yang dapat menyerap produk dan jasa yang dihasilkan
serta pencipta lapangan kerja bagi individu kreatif dan individu pendukung
lainya.
2. Pembentuk Komunitas dan Entrepreneur kreatif, yaitu sebagai motor
yang membentuk ruang publik tempat terjadinya sharing pemikiran,
mentoring yang dapat mengasah kreativitas dalam melakukan bisnis di
industri kretif , business coaching pelatihan manajemen pengelolaan usaha
di industri kreatif.
2.4.3 Goverment
Keterlibatan pemerintah dalam pembangunan industri kreatif sangatlah
dibutuhkan terutama melalui pengelolaan otonomi daerah yang baik penegak
demokrasi melalui prinsip-prinsip good governance. Jika berhasil dengan baik hal
tersebut merupakan kondisi positip bagi pembangunan industri kreatif. Para ahli
percaya, kemajuan pembangunan ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh lokasi
12
(identik dengan otonomi daerah), dan toleransi/pola pikir kreatif (identik dengan
demokrasi). Sementara prinsip‐prinsip good governance; partisipasi, penegakan
hukum, transparansi, responsiveness, equity, visi strategis, efektivitas dan
efesiensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan supervisi, adalah prinsip‐prinsip
pengelolaan dimana industri kreatif bisa tumbuh agresif.
Pemerintah haruslah memiliki kepekaan dan apresiasi terhadap aspirasi
rakyat. Memahami bahwa di dalam membangun insan Indonesia yang cerdas
tidak dapat dijalankan hanya dalam jangka pendek, karena pembangunan
kecerdasan berarti ada proses permbelajaran, pemuliaan dan pengkayaan.
Mengejar hasil akhir dalam jangka pendek tanpa dilandasi pembangunan
pilar yang kuat akan membuat struktur ekonomi yang lemah dan
tidak berkelanjutan. Untuk itu aktor pemerintah harus dapat menempatkan
birokrasi secara proporsional, transparan dengan semangat mencapai interaksi
yang sejajar.
Peran utama Pemerintah dalam pengembangan industri kreatif adalah :
1) Katalisator, fasilitator, dan advokasi yang memberi rangsangan, tantangan,
dorongan, agar ide-ide bisnis bergerak ke tingkat kompetensi yang lebih
tinggi yang memberi rangsangan, tantangan, dorongan, agar ide-ide bisnis
bergerak ke tingkat kompetensi yang lebih tinggi. Tidak selamanya
dukungan itu harus berupaya bantuan finansial, intensif atau pun proteksi,
tetapi dapat juga berupa komitmen pemerintah untuk menggunakan
kekuatan politiknya dengan proporsional dan dengan memberikan
pelayanan administrasi publik dengan baik.
2) Regulator yang menghasilkan kebijakan‐kebijakan yang berkaitan
dengan people, industri, insititusi, intermediasi, sumber daya, dan
teknologi. Pemerintah dapat mempercepat perkembangan industri
kreatif jika pemerintah mampu membuat kebijakan‐kebijakan yang
menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi industri kreatif.
Pemerintah juga harus mengatur bahwa kebijakan yang telah
dikeluarkan dijalankan dengan baik.
3) Konsumen, investor bahkan entrepreneur. Pemerintah sebagai investor
harus dapat memberdayakan aset negara untuk menjadi produktif dalam
13
lingkup industri kreatif dan bertanggung jawab terhadap investasi
infrastruktur industri. Sebagai konsumen, pemerintah perlu merevitalisasi
kebijakan procurement yang dimiliki dengan prioritas penggunaan produk-
produk kreatif. Sebagai entrepreneur, pemerintah secara tidak langsung
memiliki otoritas terhadap BUMN
4) Urban planer. Kreativitas akan tumbuh dengan subur di kota yang
memiliki iklim kreatif. Agar pengembangan ekonomi kreatif ini berjalan
dengan baik, maka perlu diciptakan kota-kota kreatif di Indonesia.
Pemerintah memiliki peran sentral dalam penciptaan kota kreatif yang
mampu mengakumulasi dan menkonsentrasikan energi individu kreatif
menajdi magnet menarik minat individu/ perusahaan di Indonesia
14
BAB III
METODOLOGI
15
Prosedur dan sistematika penulisan karya tulis ini berdasarkan pedoman
umum lomba karya tulis tingkat nasional “Active 2011” HMJ Akuntansi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis data sekunder,
yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur. Teknik dilakukan
dengan cara mempelajari dan menganalisis beberapa literatur yang berkaitan
dengan pokok permasalahan. Data-data yang relevan tersebut dapat berupa buku,
majalah, artikel, makalah, jurnal penelitian, dan surat kabar yang memiliki
relevansi terhadap permasalahan yang dikaji. Data-data tersebut dapat diperoleh
dari beberapa media, baik media cetak maupun media elektronik.
Data diperoleh dengan cara mempelajari literatur dan melakukan diskusi
untuk memperkuat argumen dan pemahaman terhadap permasalahan yang
diangkat. Metode diskusi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pertukaran pikiran dengan orang yang memilki kompetensi tentang topik yang
diangkat. Dengan demikian, proses analisis yang merupakan hasil pengumpulan
data ini hanya sebatas data yang dapat diperoleh.
Setelah data terkumpul, selanjutnya diikuti dengan kegiatan pengolahan
data (data processing). Data yang relevan akan digunakan sebagai rujukan dalam
pembahasan. Setelah proses pengolahan data, berikutnya adalah menganalisis data
dan menginterpretasikannya. Data hasil analisis tersebut diinterpretasikan atau
disimpulkan untuk menjawab keseluruhan masalah yang diteliti. Agar hasil
analisis ini memperoleh kebenaran yang ilmiah, maka analisis dalam penelitian ini
dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan yaitu tahap penyajian bukti
atau fakta (skeptik), memperhatikan permasalahan yang relevan (analitik), dan
tahap menimbang secara obyektif untuk berpikir logis (kritik). (Narbuko,
Achmad, 2004:6).
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis
Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan
oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi pada
pemanfaatan kreativitas dan inovasi. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar
global dengan hanya mengandalkan harga atau mutu produk saja, tetapi bersaing
berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi. Definisi industri kreatif dari
Departemen Perdagangan RI adalah industri yang berasal dari pemanfaatan
kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeskploitasi daya kreasi
dan daya cipta individu tersebut. Sementara ekonomi kreatif didefinisikan sebagai
sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran
serta konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik dan hiburan.
Ekonomi kreatif bersumber pada kegiatan ekonomi dari industri kreatif.
Dalam membangun kompetensi ekonomi kreatif, masing- masing negara
memiliki strategi yang berbeda tergantung dari kondisi potensi dari negara
tersebut. Beberapa arah dalam pengembangan industri kreatif dapat berbasiskan:
lapangan usaha kreatif dan budaya; lapangan usaha kreatif, atau Hak Kekayaan
Intelektual (HKI). Departemen Perdagangan mendaftarkan 14 sektor yang masuk
kategori industri kreatif yaitu jasa periklanan, arsitektur, pasar barang seni,
kerajinan, desain, fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif (games),
musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer & piranti
lunak, tv & radio serta riset dan pengembangan.
Industri Kreatif di Indonesia yang masih belum banyak tersentuh oleh
campur tangan pemerintah tapi ternyata cukup berperan dalam membangun
perekonomian nasional. Sektor ini berkontribusi sebesar Rp 104,4 triliun rupiah di
2006, atau berperan rata-rata 4,75% di periode 2002-2006 dalam PDB nasional.
Data-data di atas jelas menunjukkan pentingnya dan prospek yang dimiliki oleh
17
industri kreatif khususnya di tahun-tahun mendatang, yang kiranya akan jauh
lebih baik lagi dengan dukungan dari pemerintah, khususnya departemen
perdagangan.
Industri kreatif memberikan sumbangan kepada PDB nasional secara
signifikan dengan rata-rata kontribusi periode 2002- 2006 sebesar Rp 104,637
triliun atau dengan rata- rata persentase kontribusi periode 2002- 2006 sebesar
6,28% yaitu di atas kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi, bangunan,
dan listrik, gas serta air bersih.
Tabel 4.1
Statistik Ekonomi Industri Kreatif Indonesia
Pada tahun 2006 lalu, kontribusi PDB sektor industri kreatif berdasarkan
harga konstan 2000 adalah Rp 104,787 triliun atau 5,67% dari total PDB nasional.
Bila dihitung itu setara dengan Rp 189,4 triliun. Rata- rata pertumbuhan industri
kreatif tahun 2002- 2006 hanyalah sebesar 0,74% jauh di bawah rata- rata
pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,24%. Industri kreatif mencapai
18
pertumbuhan yang tinggi saat tahun 2004 yang mencapai 8,17% diatas
pertumbuhan ekonomi nasional 5,03%.
Gambar 4.2 Nilai PDB 9 Sektor Usaha Utama dan Industri Kreatif di
Indonesia Tahun 2006
Bila dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2002-2006
industri kreatif dapat menyerap tenaga kerja sebesar 5,4 juta pekerja atau sebesar
5,8% dari total tenaga kerja di Indonesia. Pada tahun 2006, industri kreatif dapat
menyerap tenaga kerja 4,9 juta pekerja yang merupakan sektor ke 5 menyerap
tenaga kerja terbanyak setelah pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
(40,14 juta pekerja), perdagangan, hotel dan restoran (15,97 pekerja), jasa
kemasyarakatan (11,15 pekerja), industri pengolahan (10,55 juta pekerja).
19
Gambar 4.3 Jumlah Tenaga Kerja& Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja
9 Sektor Lapangan Usaha Utama dan industri Kreatif di Indonesia
Tahun 2006
20
Dengan campur tangan pemerintah, maka sektor ini dapat berperan jauh
dalam perekonomian nasional. Industri kreatif di Indonesia akan mampu berperan
menciptakan banyak lapangan kerja dan wirausahawan-wirausahawan baru, yang
akan membantu mengurangi jumlah pengangguran serta tingkat kemiskinan.
Kesempatan untuk menjadi wirausahawan baru akan terbuka bagi semua golongan
dan individu karena tidak diperlukan modal yang besar dan teknologi tinggi,
cukup ide (produk) kreatif, asalkan mereka mau berusaha dan meraihnya.
Selain dampak ekonomi, industri kreatif juga mampu menghadirkan
berbagai hal positif lainnya. Studi Industri kreatif di Inggris dan negara lainnya
menyebutkan bahwa sektor ini mampu membantu menumbuhkan individual
fulfilment dan well-being, menyatukan bangsa sebagai sebuah komunitas,
meningkatkan kualitas pendidikan, serta membuat negara menjadi lebih menarik
untuk kepariwisataan. Sehingga sudah saatnya bagi bangsa ini untuk mulai serius
dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia.
Kurangnya permodalan.
Industri kreatif termasuk sektor yang kurang dilirik perbankan karena tidak
ada jaminan. Hingga saat ini belum ada lembaga penjamin bagi industri untuk
mendapat pembiayaan dari perbankan.
21
Harga dan Kualitas
Kualitas industri kreatif seringkali tidak konsisten seperti pengemasan yang
sesuai dengan standar mutu. Ketidaktepatan dalam memenuhi pesanan terutama
dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat juga menjadi kendala. Hal ini
disebabkan sebagian besar industri kreatif merupakan UMKM. Selain itu, produk
industri kreatif sebagian besar dijual di luar negeri karena harga jualnya lebih
tinggi.
Lemahnya kemampuan daerah dalam memberdayakan potensi Lokal
Peluang pengembangan industri kreatif tetap ada karena semua daerah atau
kota di Indonesia mempunyai keanekaragaman seni, budaya, dan warisan budaya.
Tetapi masalahnya adalah tidak semua daerah mampu mengubah potensi tersebut
menjadi industri yang membuka lapangan kerja, melakukan ekspor karya kreatif,
dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Lemahnya koordinasi dan kepemimpinan pemerintah
Studi kasus pemerintah Inggris menugaskan Kementerian Budaya, Media,
dan Olah Raga dalam menaungi industri kreatif. Namun di Indonesia Menteri
Perdagangan dan Menteri Perindustrian baru berbicara tentang pentingnya
ekonomi kreatif. Belum adanya mandat khusus yang diberikan pemerintah kepada
suatu lembaga atau kementerian dengan kewenangan penuh dalam menetapkan
kebijakan pengembangan ekonomi kreatif yang mampu bersaing di era ACFTA.
Lemahnya kordinasi dengan pihak-pihak lain yang akan memberikan percepatan
berkembangnya industri kreatif seperti akademisi, business, dan goverment belum
dilakukan di Indonesia.
Lemahnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
Alasan perlindungan kekayaan intelektual adalah memberikan insentif kepada
para pengarang dan penemu untuk menciptakan karya intelektual dan
menyediakannya kepada publik. Perlindungan bukan hanya kepada individu,
tetapi juga domain publik dan kolektif. Setiap pemerintah kota seharusnya aktif
melakukan inventarisasi dan perlindungan warisan budaya dan local wisdom.
Tahun 2007 lalu kita sempat dihebohkan oleh dipatenkannya lagu daerah “Rasa
Sayange” oleh Malaysia. Selain itu masih banyak lagi karya anak Indonesia yang
22
terlupakan dan kini di’rebut’ oleh bangsa lain. Hal inilah salah satu bukti
pentingnya pelindungan Hak Kekayaan Intelektual.
Lemahnya sarana, prasarana pendukung, dan teknologi
Hampir semua sarana dan prasarana seperti akses terhadap pendidikan,
teknologi, perpustakaan, perizinan, statistik dan hasil riset, kontes, pelatihan,
modal, informasi tentang standar teknis dan kesehatan, bantuan teknis, pajak,
regulasi persaingan, dan lain-lain harus dibangun dari nol dalam rentang waktu
yang panjang.
Lemahnya standardisasi data statistik
Statistik industri kreatif tidak mungkin diperoleh tanpa ada standardisasi
definisi, sistem klasifikasi umum, prosedur pengumpulan data, metode analisis,
dan penyebaran informasi. Statistik diperlukan untuk melakukan kaji banding,
perumusan kebijakan, dan analisis peluang investasi. Tugas yang lebih penting
lagi adalah bagaimana memahami perkembangan organisasi dan pekerjaan kreatif
dan apa yang perlu dilakukan untuk mendorong ekonomi kreatif yang mandiri dan
berkontribusi.
4.2 Sintesis
23
Berdasarkan kajian empiris, didapati bahwa kawasan- kawasan yang
memiliki daya kreatif yang tinggi adalah daerah yang memiliki dinamika sosial
dengan tingkat toleransi yang tinggi. Toleransi sosial merupakan faktor utama
dalam menciptakan iklim kreatif yang dapat mendorong pekerja kreatif
menghasilkan inovasi. Adanya dukungan sosial berupa sikap toleransi yang tinggi
akan menunjang pengembangan industri kreatif. Dengan adanya perilaku-
perilaku sosial yang berdasarkan norma-norma yang berlaku dengan local wisdom
akan mewujudkan aturan-aturan sosial yang tidak tertulis dan itu merupakan salah
satu peranan institusi informal dalam pengembangan industri kreatif mandiri.
Industri kreatif yang berbasis kearifan lokal ini adalah potensi besar yang
ada di inonesia jika di kelola dengan baik karna begitu banyak kekhasan di
indonesia yang bisa di kembangkan menjadi suatu usaha untuk meningkatkan
nilai kemandirian masyarakat dan pelestarian budaya lokalnya, hal ini terlihat dari
banyaknya suku di indonesia dan banyaknya pengusaha daerah yang sukses
dengan membuat produk kerajinan khas daerah yang di pasarkan di tempat-tempat
wisata di daerahnya. Industri kreatif yang berbasis local wisdom ini masih
berjuang sendirian dalam menghadapi masalah-masalah untuk mengembangkan
produk-produknya. Jadi perlu adanya pihak- pihak terkait yang bisa membantu
dan menstimulus industri kreatif di indonesia untuk bisa lebih berkembang, dalam
hal ini pendekatan yang di gunakan melalui academic, business dan goverment.
Pihak disini terutama pemerintah (goverment) sebagai regulator, belum
terlihat adanya kebijakan yang rinci yang mendukung para pelaku industri kreatif
dalam melejitkan usahanya. Pihak selanjutnya adalah business, sebagai pelaku
dalam industri kreatif belum mendapat suntikan modal yang besar, akibatnya
secara kualitas dan volume produksi dapat dikatakan jauh dari standar untuk
bersaing di tataran global. Pihak terakhir yaitu akademisi, belum menunjukan
perannya dalam budaya research sebagai pelopor lahirnya ide kreatif terutama ide
kreatif yang berasal dari potensi lokal atau local wisdom sebagai ciri khas bangsa.
24
Gambar 4.4 Model Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui
Pogram Pendampingan Berbasis Local wisdom
Dari model diatas agar implementasi pengembangan industri kreatif mandiri dapat
terwujud, maka dibutuhkan atap yang menaungi dengan pendekatan Triple helix
ABG (Akademisi, Business, Goverment), berikut penjelasan dari masing masing
peran, diantaranya :
A. Akademisi
1) Melakukan transfer knowladge transfer baik berupa informasi,
teknologi, hasil penelitian yang relevan, dan upaya-upaya
pengaplikatifan teori di lapangan melalui pelatihan soft skill
kepada pelaku industri kreatif
2) Turut serta meningkatkan Jumlah (Kuantitas) insani pelaku industri
kreatif untuk berkontribusi dalam perkembangan indistri kreatif
B. Business
1) Pencipta, yaitu center of excellence dari kreator produk dan jasa
kreatif, membuat pasar baru yang dapat menyerap produk dan jasa
yang di hasilkan, serta pencipta lapangan kerja bagi individu-
individu kreatif ataupun individu pendukung lainnya.
2) Pembentuk komunitas dan entrepreneur kreatif, yaitu sebagai
motor yang membetuk ruang publik tempat terjadinya sharing
25
pemikiran, mentoring yang dapat mengasah kreatifitas dalam
melakukan bisnis di industri kreatif melalui business coaching atau
pelatihan manajemen pengelolaan industri kreatif.
C. Goverment
1) Membuat iklim usaha utuk memulai dan menjalakna usaha, Yang
meliputi : sistem administrasi negara, infrastuktur, kebijakan dan
peraturan. Dalam hal ini termasuk perlindungan atas hasil karya
berdasarkan kekayaan intelektual insan kreatif indonesia.
2) Percepatan tumbuhnya teknologi informasi dan komunikasi, yang
sangat erat kaitannya dengan perkembangan akses bagi
masyarakat untuk mendapatkan informasi, bertukar pengetahuan
dan pengalaman, sekaligus akses pasar kesemuannya yang sangat
penting bagi pengembangan industri kreatif.
3) Mendorong lembaga pembiayaan untuk mendukung industri kreatif
melalui perbankan, CSR perusahaan-perusahaan dan optimalisasi
kredit usaha rakyat (KUR).
26
2. Implementasi (mendampingi pengusaha industri kreatif dalam
menjalankan usahanya)
a) Mendampingi pengusaha industri kreatif dalam menjalankan rencana
yang telah disusunnya, membantu mencarikan solusi ketika pengusaha
menghadapi kendala dan permasalahan.
b) Tujuan : Mengawasi pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat supaya
mencapai target yang diharapkan.
c) Hasil dari usaha ini adalah agar pengusaha dapat menjalankan usahanya
secara mandiri dan mengembangkan usahanya secara optimal.
3. Evaluasi (memberikan penilaian atas kinerja yang dicapai industri kreatif)
a) Bersama para pengusaha mencari penyebab terjadinya penyimpangan
dari target usaha yang ingin dicapai.
b) Tujuan : Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama usaha
dijalankan.
c) Hasil dari usaha ini adalah agar pengusaha tidak mengulangi kesalahan
yang sama dalam menjalankan usaha.
4. Pengembangan (membantu pengusaha industri kreatif dalam menyusun
rencana pengembangan)
a) mengembangkan usaha yang selama ini sudah dilakukan menjadi usaha
yang mandiri dan mencapai pangsa internasional.
b) tujuan : industri kreatif yang didampingi dapat berdiri sendiri dan
menjadi contoh bagi industri kreatif yang lainnya.
c) hasil dari usaha ini adalah industri kreatif menjadi mandiri dan
berkembang pesat, sehingga dapat membantu perekonomian indonesia.
dan juga dapat memberikan program pendampingan kepada industri
kreatif yang masih belum mandiri atau dalam arti yang masih
memerlukan pendampingan, sehingga pemerintah memiliki agent
pendampingan yang banyak.
27
Gambar 4.4 Alur Program Pendampingan
28
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
29
regulator. Sehingga kerjasama yang solid dan kesinambungan dapat
tercipta baik antar ketiga tokoh tersebut. Ketiga tokoh tersebut bisa disebut
sebagai tokoh utama dalam terciptanya ekonomi kreatif di Indonesia.
5.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Aufa, Fakhrul dan Sri Mulyati. 2008. Ekonomi Kreatif : Perekonomian Berbasis
Seni sebagai alternatif pembangunan perekonomian Indonesia. Paper.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Departemen Perdagangan. 2008. Laporan Perkembangan Industri Kreatif.
Kadiman, Kusmayanto, 2006. Shaping A B G Innovation: Some
Management Issues.
Eka Murniati, Dewi. Peran Perguruan Tinggi Dalam Triple helix Sebagai Upaya
Pengembangan industri Kreatif. Yogyakarta : UNY
Presentasi pada Penutupan MRC Doctoral Jorney Management Pertama. Jakarta:
MRC FEUI Meeting.
Kadiman, Kusmayanto, 2005. The Triple helix and The Public.
Dipresentasikan pada
Seminar on Balanced Perspective in Business Practices, Governance, and
Personal Life. Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan-Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Narbuko, Cholid Dan Achmadi, Abu. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Rahman, Handika. 2010. Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Klaster
Menuju Indonesia Kreatif : Pendekatan “Institutional Economics”.
Yogyakarta : UGM (tidak dipublikasikan)
Rini, Puspa. 2010. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal Oleh
Pemuda Dalam Rangka Menjawab Tantangan Ekonomi Global. Jakarta :
Jurnal UI Untuk Bangsa
Simatupang, TM. 2008. Perkembangan Industri Kreatif. Paper. Bandung: SMB
ITB
Simatupang, T.M. (2007), “Gelombang Ekonomi Kreatif”, Pikiran Rakyat, 1
Agustus, Hal. 25.
Suwoyo, Bambang B. 2009. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan Di Kalangan
Dosen Dan Mahasiswa. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Jurnal Ekonomi Bisnis Tahun14, Nomor 12.
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, Dan
Strategi. Malang: Bayu Media Publishing.
_______. 2010. Industri Kreatif dan Hak Kekayaan Intelektual diakses
Http://Www.Dgip.Go.Id/Ebhtml/Hki/Filecontent.Php?Fid=21271 pada
diakses pada 15 september 2008
31
32
Lampiran
DATA PRIBADI
SD : SDN 7 Ciamis
SLTP : SLTPN 1 Ciamis
SMA : SMAN 1 Ciamis
PT : Universitas Pendidikan Indonesia
Prestasi
No Program Tahun
Pedesaan nal
5 Peran perguruan tinggi dalam mencetak Individu 2009 Nasio
nal
Entrepreneur yang professional
Curriculum Vitae
Data Pribadi
Nama : Ade Suyitno
TTL : Indramayu, 16 Januari 1991
Agama : Islam
Hoby : Membaca, Menulis dan Traveling
No. Handphone : 085659932860
Email : adesuyitno@gmail.com
Motto Hidup : Cerminan Masa Depan adalah Masa Sekarang
Riwayat Pendidikan
SD : SDN Wirapanjunan
SMP : SMP N 1 Kandanghaur
SMA : SMA N 1 Kandanghaur
Universitas : Universitas Pendidikan Indonesia