Anda di halaman 1dari 42

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL

Dalam Rangka Mengikuti “Active 2011” HMJ Akuntansi


Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui Pogram


Pendampingan Berbasis Local Wisdom : Pendekatan TRIPLE HELIX

Di Tulis Oleh :

FITRANTY ADIRESTUTY Pendidikan Ekonomi/0800649

ADE SUYITNO Pendidikan Ekonomi/0906576

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


BANDUNG
2011
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
bimbingan-Nya sehingga Karya Tulis ini dapat terselesaikan. Karya tulis ilmiah
dengan judul “Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui Pogram
Pendampingan Berbasis Local Wisdom : Pendekatan TRIPLE HELIX”,
merupakan karya tulis yang ditujukan untuk mengikuti lomba karya tulis tingkat
nasional “Active 2011” HMJ Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini banyak mendapat


bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ucapan terima kasih kepada keluarga, teman angkatan, dan seluruh pihak yang
telah membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga Karya
Tulis ini dapat bermanfaat dan menambah Ilmu Pengetahuan bagi para pembaca.

Bandung, 15 Oktober 2011

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

RINGKASAN.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 4
1.4 Manfaat penelitian .................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA.........................................................................6

2.1 Ekonomi reatif.............................................................................6


2.2 Industri Kreatif.............................................................................7
2.3 Kearifan Lokal (Local Wisdom)..................................................8
2.4 Konsep Triple helix ABG (Academic. Business.
Goverment)..................................................................................9
BAB III METODOLOGI.............................................................................15

3.1 Jenis Penelitian..........................................................................15


3.2 Tekhnik dan Prosedur Penulisan...............................................15
3.3 Jenis Data dan Analisis Data.....................................................16
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................17

4.1 Analisis......................................................................................17
4.2 Sintesis.......................................................................................23
BAB V KESIMPULAN.............................................................................. 29

5.1 Kesimpulan................................................................................29
5.2 Saran..........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................31

ii
RINGKASAN

Perdagangan bebas di kawasan Asean yang dikenal dengan istilah ACFTA


(Asean-China Free Trade Agreement) mulai diberlakukan tahun 2010, sejak itu
babak baru dimulainya globalisasi, kemudian menjadi roda tonggak sejarah bagi
negara anggota utama Asean (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina,
dan Brunei) untuk menyelenggarakan perdagangan bebas. ACFTA menjadi titik
awal malapetaka, khususnya bagi industri usaha kecil dan menengah (UKM)
dalam negeri yang mengandalkan pasar lokal, karena dikhawatirkan akan kalah
bersaing dengan produk China yang sedang membanjiri pasar di Indonesia.
Pada kondisi persaingan ekonomi dunia yang semakin ketat, Indonesia
didorong untuk menggali sumber ekonomi alternatif bagi kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat. Solusinya adalah Ekonomi kreatif, yang berfokus pada
penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas
sebagai kekayaan intelektual, telah menjadi salah satu harapan potensial bagi
Indonesia untuk meningkatkan daya saing di arena ekonomi global. Kegiatan
perekonomian di era ekonomi kreatif ini digerakkan oleh industri kreatif yang
melihat nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa tidak lagi ditentukan oleh bahan
baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi pada pemanfaatan
kreativitas dan inovasi. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan
hanya mengandalkan harga atau mutu produk saja, tetapi harus bersaing
berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi.
Walaupun industri kreatif memiliki potensi yang sangat besar, namun
kenyataannya, industi kreatif di Indonesia masih memiliki beberapa hambatan
dan belum berkembang dengan pesat. Makalah ini akan menyoroti permasalahan
yang menyebabkan industri kreatif tidak berkembang sebagai mesin utama bagi
pembangunan ekonomi bangsa. Masalah utama yang dihadapi industri kreatif
adalah belum ada integrasi dari berbagai pihak dalam mewujudkannya sebagai
keunggulan daya saing dalam menghadapi ACFTA. Pihak disini terutama
pemerintah (goverment) sebagai regulator, belum terlihat adanya kebijakan yang
rinci yang mendukung para pelaku industri kreatif dalam melejitkan usahanya.
Pihak selanjutnya adalah business, sebagai pelaku dalam industri kreatif belum

iii
mendapat suntikan modal yang besar, akibatnya secara kualitas dan volume
produksi dapat dikatakan jauh dari standar untuk bersaing di tataran global. Pihak
terakhir yaitu akademisi, belum menunjukan perannya dalam budaya research
sebagai pelopor lahirnya ide kreatif terutama ide kreatif yang berasal dari potensi
lokal atau local wisdom sebagai ciri khas bangsa.
Untuk itu dalam mengembangkan industri kreatif diperlukan lingkungan
usaha yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif, salah satunya dengan
dengan mengembangkan ekonomi kreatif yang berbasis kearifan lokal, yakni
mengembangkan perekonomian kreatif yang menjual keanekaragaman budaya
Indonesia. Seperti yang kita ketahui Indonesia menyimpan keunikan budaya
dalam setiap daerahnya. Pada era ACFTA ini, terjadi sebuah kekhawatiran bahwa
nilai-nilai budaya lokal dapat tergerus oleh nilai-nilai budaya asing yang dengan
bebasnya masuk ke negeri ini. Akan tetapi, kekhawatiran tersebut justru dapat kita
jadikan peluang untuk mengembangkan kearifan lokal daerah melalui sektor
perekonomian kreatif, hal ini sekaligus akan meningkatkan daya saing industri
kreatif Indonesia. Selain itu peranan stake holder dalam satu atap yang disebut
TRIPLE HELIX ABG (Academic, Business, Government) juga diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi dalam kegiatan transaksi ekonomi.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdagangan bebas di kawasan Asean yang dikenal dengan istilah ACFTA


(Asean-China Free Trade Agreement) mulai diberlakukan tahun 2010, sejak itu
babak baru dimulainya globalisasi, kemudian menjadi roda tonggak sejarah bagi
negara anggota utama Asean (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina,
dan Brunei) untuk menyelenggarakan perdagangan bebas. ACFTA menjadi titik
awal malapetaka, khususnya bagi industri usaha kecil dan menengah (UKM)
dalam negeri yang mengandalkan pasar lokal, karena dikhawatirkan akan kalah
bersaing dengan produk China yang sedang membanjiri pasar di Indonesia.
Indonesia akan kalah bersaing di pasar dunia jika mengandalkan produk
berteknologi tinggi. Konteksnya bukan karena Indonesia adalah bangsa yang
minder dalam bidang teknologi, akan tetapi lebih disebabkan karena Indonesia
harus lebih fokus dalam mengembangkan produk unggulannya berupa produk-
produk berbasis traditional knowledge and arts dan produk-produk yang
bersumber pada keanekaragaman hayati Indonesia sendiri. Produk semacam ini
jelas memiliki keunggulan competitive dibandingkan dengan produk negara lain
karena memiliki karakter yang jelas dan tidak dimiliki oleh negara lain.
Selain itu, di tengah persaingan ekonomi dunia yang semakin ketat,
Indonesia didorong untuk menggali sumber ekonomi alternatif bagi kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat. Solusinya adalah ekonomi kreatif, yang berfokus pada
penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas
sebagai kekayaan intelektual, telah menjadi salah satu harapan potensial bagi
Indonesia untuk meningkatkan daya saing di arena ekonomi global.
Saat ini, dunia telah memasuki era industri gelombang keempat, industri
kreatif yang menempatkan kreativitas dan inovasi sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi. John Howkins dalam bukunya The Creative Economy
(2001) menemukan kehadiran ekonomi gelombang ke-empat setelah menyadari
bahwa hak cipta AS pada 1996 mempunyai nilai penjualan ekspor sebesar USD

1
60,2 miliar. Angka ini jauh melampaui ekspor industri lainnya seperti otomotif,
pertanian dan pesawat. Era industri kreatif merupakan kelanjutan dari era
informasi, setelah Alvin Tofler dalam Future Shock (1970) mengungkapkan
bahwa peradaban manusia terdiri dari 3 gelombang, era pertanian, era industri dan
era informasi.
Kegiatan perekonomian di era ekonomi kreatif ini digerakkan oleh industri
kreatif yang melihat nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa tidak lagi
ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi
pada pemanfaatan kreativitas dan inovasi. Industri tidak dapat lagi bersaing di
pasar global dengan hanya mengandalkan harga atau mutu produk saja, tetapi
harus bersaing berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi.

Definisi industri kreatif sendiri menurut Departemen Perdagangan RI


adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat
individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan
menghasilkan dan mengeskploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Sementara ekonomi kreatif didefinisikan sebagai sistem kegiatan manusia yang
berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi barang dan jasa
yang bernilai kultural, artistik dan hiburan. Ekonomi kreatif bersumber pada
kegiatan ekonomi dari industri kreatif.
Di sejumlah negara, industri kreatif mampu mendongkrak perekonomian
dan menciptakan lapangan kerja, selain itu juga memunculkan banyak peluang
bisnis baru. Di beberapa negara maju seperti Inggris, sumbangan industri kreatif
terhadap PDB mencapai 7,9%, melampaui pendapatan dari sektor industri
manufaktur yang hanya 5%. Pertumbuhannya rata-rata 9% per tahun, jauh diatas
rata-rata pertumbuhan ekonomi negara maju yang berkisar 2-3%. Sementara di
Australia, industri kreatifnya menyumbang sekitar 3,3% terhadap PDB dengan
rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 5,7% (Simatupang, 2008).
Di Indonesia, peran industri kreatif dalam ekonomi Indonesia cukup
signifikan dengan besar kontribusi terhadap PDB rata‐rata tahun 2002‐2006
adalah sebesar 6,3% atau setara dengan 104,6 Triliun rupiah (nilai konstan) dan
152,5 triliun rupiah (nilai nominal). Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu
mengatakan bahwa sumbangan ekonomi kreatif sekitar 4,75% pada PDB 2006

2
(sekitar Rp 170 triliun rupiah) dan 7% dari total ekspor pada 2006. Pertumbuhan
ekonomi kreatif mencapai 7,3% pada 2006, atau lebih tinggi dari pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 5,6%. Sektor ekonomi itu juga mampu menyerap
sekitar 3,7 juta tenaga kerja setara 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru.

Tabel 1. Statistik Ekonomi Industri Kreatif Indonesia

Sumber: Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan 2008


Walaupun industri kreatif memiliki potensi yang sangat besar, namun
kenyataannya, industi kreatif di Indonesia masih memiliki beberapa hambatan
dan belum berkembang dengan pesat. Makalah ini akan menyoroti permasalahan
yang menyebabkan industri kreatif tidak berkembang sebagai mesin utama bagi
pembangunan ekonomi bangsa. Masalah utama yang dihadapi industri kreatif
adalah belum ada integrasi dari berbagai pihak dalam mewujudkannya sebagai
keunggulan daya saing dalam menghadapi ACFTA. Pihak disini terutama
pemerintah (goverment) sebagai regulator, belum terlihat adanya kebijakan yang
rinci yang mendukung para pelaku industri kreatif dalam melejitkan usahanya.
Pihak selanjutnya adalah business, sebagai pelaku dalam industri kreatif belum
mendapat suntikan modal yang besar, akibatnya secara kualitas dan volume
produksi dapat dikatakan jauh dari standar untuk bersaing di tataran global. Pihak
terakhir yaitu akademisi, belum menunjukan perannya dalam budaya research
sebagai pelopor lahirnya ide kreatif terutama ide kreatif yang berasal dari potensi
lokal atau local wisdom sebagai ciri khas bangsa.
Untuk itu dalam mengembangkan industri kreatif diperlukan lingkungan
usaha yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif, salah satunya dengan
dengan mengembangkan ekonomi kreatif yang berbasis kearifan lokal, yakni
mengembangkan perekonomian kreatif yang menjual keanekaragaman budaya
Indonesia. Seperti yang kita ketahui Indonesia menyimpan keunikan budaya

3
dalam setiap daerahnya. Pada era ACFTA ini, terjadi sebuah kekhawatiran bahwa
nilai-nilai budaya lokal dapat tergerus oleh nilai-nilai budaya asing yang dengan
bebasnya masuk ke negeri ini. Akan tetapi, kekhawatiran tersebut justru dapat kita
jadikan peluang untuk mengembangkan kearifan lokal daerah melalui sektor
perekonomian kreatif, hal ini sekaligus akan meningkatkan daya saing industri
kreatif Indonesia.
Selain itu peranan stake holder dalam TRIPLE HELIX ABG (Academic,
Business, Government) juga diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dalam
kegiatan transaksi ekonomi. Seperti diketahui, sektor industri sangat memerlukan
keterpaduan dari berbagai sektor- sektor yang lain. Dari pemaparan diatas maka
penulis mengangkat judul “Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui
Pogram Pendampingan Berbasis Local Wisdom : Pendekatan TRIPLE
HELIX.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,maka dapat identifikasikan beberapa


rumusanmasalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana perkembangan dan kontribusi industri kreatif untuk menunjang


perekonomian Indonesia dalam menghadapi ACFTA ?
1.2.2 Bagaiman kendala yang dihadapi oleh industri kreatif ?
1.2.3 Bagaimana model pengembangan industri kreatif yang berbasis kearifan
lokal dapat diimplementasikan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan kontribusi industri


kreatif untuk menunjang perekonomian Indonesia dalam menghadapi
ACFTA.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana kendala yang dihadapi oleh Industri Kreatif.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana model pengembangan industri kreatif yang
berbasis kearifan lokal dapat diimplementasikan.

4
1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah:

1.4.1 Bagi Akademisi, dapat menambah sumber referensi terkait solusi alternatif
yang dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahan perekonomian
nasional dalam menghadapi ACFTA.
1.4.2 Bagi Masyarakat, khususnya Mahasiswa, menambah pengetahuan tentang
peran strategis industri kreatif sebagai salah satu cara meningkatkan daya
saing produk dalam menghadapi ACFTA.
1.4.3 Bagi Pelaku Bisnis, dapat menjadi salah satu masukan terkait
pengembangan industri kreatif serta prospeknya ke depan dan
mengidentifikasi peluang serta hambatan pengembangan industri kreatif.
1.4.4 Bagi Pemerintah, sebagai salah satu masukan dalam merumuskan dan
membuat kebijakan yang tepat dalam mengembangkan industri kreatif di
Indonesia.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ekonomi Kreatif

Ekonomi kreatif dapat didefinisikan sebagai sistem kegiatan manusia yang


berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran, serta konsumsi barang dan jasa
yang bernilai kultural, artistik, dan hiburan. Ekonomi kreatif bersumber pada
kegiatan ekonomi dari industri kreatif. Secara umum, industri kreatif dalam
Wikipedia didefinisikan sebagai industri yang berfokus pada kreasi dan
eksploitasi karya kepemilikan intelektual seperti seni, film, permainan, atau desain
fashion, dan termasuk layanan kreatif antar perusahaan seperti iklan (Aufa, 2008).
Simatupang, T.M. (2007) mengungkapkan bahwa ekonomi kreatif adalah:
 Sistem kegiatan lembaga dan manusia yang terlibat dalam produksi,
distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai
kultural, artistik, dan hiburan.
 Pelanggan mempunyai ikatan estetika, intelektual, dan emosional yang
memberikan nilai terhadap produk kreatif di pasar.
 Mesin ekonomi kreatif adalah industri kreatif
Gambar 2.1
Ringkasan Sistem Ekonomi Kreatif

Sumber: Simatupang, 2008

6
2.2 Industri Kreatif

Industri kreatif mengarah kepada aktifitas ekonomi yang berkonsentrasi


pada penumbuhan atau eksploitasi dari pengetahuan dan informasi. Definisi ini
juga bisa disebut sebagai Industri budaya (khususnya di Eropa ) atau Ekonomi
Kreatif (Howkins 2001). Industri-industri ini yang mempunyai sumber dari
kreatifitas individu, keterampilan dan bakat, yang mempunyai potensi untuk
kekayaan dan penciptaan lapangan kerja dari produksi dan eksplotiasi dari
kekayaan intelektual" (DCMS 2001, p. 04).
Definisi industri kreatif dari Departemen Perdagangan RI adalah industri
yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan
mengeskploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Sementara ekonomi
kreatif didefinisikan sebagai sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan
produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi barang dan jasa yang bernilai
kultural, artistik dan hiburan. Ekonomi kreatif bersumber pada kegiatan ekonomi
dari industri kreatif.
Dalam membangun kompetensi ekonomi kreatif, masing- masing negara
memiliki strategi yang berbeda tergantung dari kondisi potensi dari negara
tersebut. Beberapa arah dalam pengembangan industri kreatif dapat berbasiskan:
lapangan usaha kreatif dan budaya; lapangan usaha kreatif, atau Hak Kekayaan
Intelektual (HKI). Departemen Perdagangan mendaftarkan 14 sektor yang masuk
kategori industri kreatif yaitu jasa periklanan, arsitektur, pasar barang seni,
kerajinan, desain, fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif (games),
musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer & piranti
lunak, tv & radio serta riset dan pengembangan.
Industri kreatif dapat memeberikan kontribusi di beberapa aspek
kehidupan. Selain dapat memberikan pengaruh positif terhadap sektor ekonomi,
industri kreatif dapat meningkatkan citra dan identitas bangsa, menumbuhkan
inovasi dan kreativitas anak bangsa, merupakan industri yang menggunakan
sumber daya terbarukan. Pengembangan industri kreatif memerlukan kerjasama
yang terpadu dari berbagai elemen masyarakat, diantaranya dunia akademisi,
dunia bisnis, dan pemerintah. Industri kreatif merupakan industri yang padat daya

7
ilmu pengetahuan yang didukung daya kreatifitas, maka dari itu dunia akademisi
dalam hal ini pendidikan sangat berperan strategis.

2.3 Kearifan Lokal (Local Wisdom)

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua
kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris-Indonesia karya
John.M.Echoles dan M.Hasan Sadili, local berarti setempat, sedangkan wisdom
(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain, kearifan lokal dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan setempat (local) yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal
untuk Ajeg Bali” dalam balipos.co.id, bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum
adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam
dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-
macam.
Francis Fukuyama, memandang kearifan lokal sebagai modal sosial yang
dipandang sebagai bumbu vital bagi perkembangan pemberdayaan perekonomian
masyarakat. Modal sosial yang kuat dapat memicu pertumbuhan di berbagai
sektor perekonomian karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan keeratan
hubungan dalam jaringan yang lebih luas yang tumbuh di kalangan masyarakat.
Kearifan lokal merupakan kekuasaan dan potensi riil yang dimiliki suatu daerah
sebagai aset daerah yang dapat mendorong pengembangan dan pembangunan
daerah. Selanjutnya, dalam usaha membangun daerah perlu diberlakukan
pemberdayaan budaya lokal atau kearifan lokal yang mendukung penyusunan
strategi budaya.
Basuswasta, dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, menjelaskan
bahwa kearifan lokal berkaitan dengan nilai-nilai yang dipegang dalam kultur
local, yang dimaksud lokal itu bisa mencakup wilayah kabupaten, kota, provinsi,
bahkan nasional. Apabila konteksnya global, kearifan lokal yang dimaksud adalah
kultur Indonesia atau nasional. Kultur Indonesia itu sendiri terdiri dari banyak
subkultur. Subkultur, Basuswasta menjelaskan, bisa didasarkan pada suku, bisa

8
pula didasarkan pada lingkup yang lebih luas, yaitu generasi. Jika dikembangkan,
terkait dengan bisnis, memang akan memberikan kekuatan, sebab akan
membentuk keunikan bisnis itu sendiri yang tidak ada di tempat lain.

2.4 Konsep Triple helix ABG (Academic. Business. Goverment)

Analisis Triple helix pertama kali diungkapkan oleh Henry Etzkowitz dan
Loet Leydesdorff, dan kemudian diulas lebih lanjut oleh Gibbons et al (1994)
dalam The New Production of Knowledge dan Nowotny et al (2001) dalam Re-
Thinking Science. Konsep Triple helix selain digunakan untuk menjelaskan
hubungan ketiga elemen (academic, business, and government). Model ini juga
dapat memberikan gambaran mengenai koordinat dari simbiosis (irisan) dari
masing-masing elemen. Dalam Triple helix, masing-masing elemen merupakan
entitas yang berdiri sendiri, memiliki perannya masing-masing meskipun mereka
bersinergi dan mendukung satu dengan yang lainnya atau yang disebut dengan
“Reflexivity”.

Dalam ekonomi kreatif, sistem “Triple helix” menjadi payung yang


menghubungkan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business), dan
Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Di mana
ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide,
ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif.
Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ke-3
aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar-pilar model ekonomi
kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan
berkesinambungan.
Sebelum rencana pengembangan besar yang tercermin dalam roadmap
dijalankan, aktor‐ aktor yang terlibat dalam proses pengembangan industri
kreatif haruslah terlebih dahulu perlu memahami perannya masing‐masing
serta harus mempersiapkan starting point oleh seluruh aktor terlibat secara
matang untuk mengembangkan industri kreatif ini secara berkelanjutan.
Tridharma Perguruan Tinggi telah menyebutkan bahwa salah satu kewajiban
dosen adalah melakukan penelitian. Dana yang dialokasikan pemerintah untuk

9
membiayai penelitan dimaksudkan untuk memotivasi penelitian-penelitian yang
melahirkan inovasi teknologi dan ide kreatif. Namun penelitian yang telah
dilakukan banyak berakhir di ruang laboratorium saja atau diarsipkan dalam
koleksi perpustakaan. Di dalam triple helix, hasil penelitian akademisi universitas
diharapkan tidak hanya melayani kebutuhan ilmu pengetahuan semata, namun
juga sebagai solusi permasalahan pemerintah di dalam menentukan kebijakan dan
regulasi yang berkaitan dengan masyarakat pebisnis.
Pihak pemerintah perlu memberikan stimulus positif yang dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan investasi bisnis sekaligus
mendorong atmosfer bisnis yang kondusif. Caranya adalah dengan mengurangi
pembatasan-pembatasan yang menyulitkan perkembangan dan inovasi berbisnis,
melindungi karya-karya inovasi bisnis, dan mengimplementasikan aturan
pemerintah yang berkaitan etika berbisnis sehingga tercipta persaingan bisnis
yang sehat.
Di sisi lain, pihak industri juga mempunyai kewajiban untuk memberikan
kontribusi dalam menciptkan iklim bisnis yang baik, seperti menerapkan etika
berbisnis, berkomitmen pada corporate responsibility, dan menjadi partner
pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Menyeimbangkan peran dari ketiga pihak yaitu akademisi, pemerintah dan
pebisnis ini bukanlah hal mudah. Diperlukan upaya yang berkesinambungan dan
dinamis, sehingga setiap pihak diharapkan selalu open-minded dan berusaha
melakukan yang terbaik demi kepentingan bersama. Ketiga pihak tidak dapat
bergerak sendiri, oleh karenanya diperlukan kerjasama yang sinergis dan
seimbang.

2.4.1 Perguruan Tinggi dan Industri Kreatif (Academic)


Butir ketiga tridharma perguruan tinggi telah menyatakan dengan jelas
peran akademisi perguruan tinggi terhadap kebutuhan masyarakat umum yang
sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Sedangkan pada butir pertama dan
keduanya, akademisi perguruan tinggi dituntut tidak hanya untuk mengajarkan
ilmunya pada mahasiswa, namun juga melakukan penelitian yang mengarah pada

10
penemuan-penemuan inovatif dan kreatif yang mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan secara teoritik maupun praktis.
Jika selama ini pemenuhan share knowledge dan penelitian inovatif dan
kreatif hanya terjadi di dalam kalangan pendidikan, antara dosen dengan
mahasiswa, maka dengan triple helix diharapkan pihak akademisi juga memegang
peran penting dan bertanggung jawab dalam permasalahan social masyarakat.
Berbicara tentang industri kreatif berarti berbicara tentang teknologi, inovasi, dan
kreativitas. Beberapa kelemahan yang dihadapi oleh para pebisnis, terutama pihak
UMKM adalah kurangnya pengetahuan dan implementasi teknologi, dan
kurangnya motivasi untuk melakukan perbaikan dan kreativitas.
Dukungan pemerintah terhadap pemberdayaan dan pengembangan industri
kecil dan menengah untuk ikut mengambil bagian dalam industri kreatif telah
diwujudkan pengangkatan tema industri kreatif Indonesia 2009. Hal ini berarti
peluang para UMKM untuk menjadi pelaku industri kreatif sangat terbuka lebar.
Namun tentu saja hal ini tidak dapat serta merta dilakukan. Pihak UMKM perlu
mendapatkan stimulus berupa transfer ilmu pengetahuan dan hasil-hasil penelitian
yang mengandung kemajuan teknologi, inovasi dan kreativitas. Dalam hal ini,
telah jelas begitu pentingnya andil akademisi perguruan tinggi untuk memberikan
kontribusinya pada pengembangan industri kreatif pengetahuan dan teknologi
yang akan ditransferkan pada pihak pelaku bisnis industri kreatif. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara (Kadiman, 2006):
1. Melakukan penelitian pendahuluan untuk menguji inovasi dan teknologi
tepat guna sebelum sosialisasi pada pelaku bisnis industri kreatif.
2. Menciptakan dan mengembangkan teknologi-teknologi baru untuk
mendukung penciptaan industri kreatif.
3. Melakukan edukasi, pelatihan dan pendampingan pada industri kreatif
secara berkelanjutan.
4. Mengembangkan teknologi home industri sebagai upaya penciptaan
inkubator industri kreatif yang baru.
Beberapa contoh peranan akademisi universitas dalam melakuan transfer
teknologi, inovasi hasil penelitian dan ilmu pengetahuan pada pengembangan
industri kreatif adalah antara lain melalui program Pengabdian Pada Masyarakat

11
(PPM) yang bekerjasama dengan pemerintah setempat dengan melibatkan industri
yang tepat sasaran. Contoh lain adalah kerjasama dengan pihak LIPI dalam
program Iptekda yang mempunyai misi mengangkat perekonomian daerah melalui
pemberdayaan UMKM kreatif. Dengan keterlibatan penuh dari pihak akademisi,
diharapkan penciptaan industri kreatif dapat lebih berhasil. Hal ini secara tidak
langsung dapat menjawab permasalahan pemerintah untuk menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan industri kreatif di Indonesia.

2.4.2 Business
Aktor bisnis merupakan pelaku usaha, investor dan pencipta teknologi‐
teknologi baru, sertajuga merupakan konsumen industri kreatif. Aktor bisnis juga
perlu mempertimbangkan dan mendukung keberlangsungan industri kreatif dalam
setiap peran yang dilakoninya. Misalnya melalui prioritas penggunaan input
antara industri kreatif domestik,seperti jasa industri kreatif dalam riset, iklan, dan
lain-lain.
Peran bisnis dalam pengembangan industri kreatif ini adalah:
1. Pencipta, yaitu sebagai center of excellence dari kreator produk dan jasa
kreatif pasar baru yang dapat menyerap produk dan jasa yang dihasilkan
serta pencipta lapangan kerja bagi individu kreatif dan individu pendukung
lainya.
2. Pembentuk Komunitas dan Entrepreneur kreatif, yaitu sebagai motor
yang membentuk ruang publik tempat terjadinya sharing pemikiran,
mentoring yang dapat mengasah kreativitas dalam melakukan bisnis di
industri kretif , business coaching pelatihan manajemen pengelolaan usaha
di industri kreatif.

2.4.3 Goverment
Keterlibatan pemerintah dalam pembangunan industri kreatif sangatlah
dibutuhkan terutama melalui pengelolaan otonomi daerah yang baik penegak
demokrasi melalui prinsip-prinsip good governance. Jika berhasil dengan baik hal
tersebut merupakan kondisi positip bagi pembangunan industri kreatif. Para ahli
percaya, kemajuan pembangunan ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh lokasi

12
(identik dengan otonomi daerah), dan toleransi/pola pikir kreatif (identik dengan
demokrasi). Sementara prinsip‐prinsip good governance; partisipasi, penegakan
hukum, transparansi, responsiveness, equity, visi strategis, efektivitas dan
efesiensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan supervisi, adalah prinsip‐prinsip
pengelolaan dimana industri kreatif bisa tumbuh agresif.
Pemerintah haruslah memiliki kepekaan dan apresiasi terhadap aspirasi
rakyat. Memahami bahwa di dalam membangun insan Indonesia yang cerdas
tidak dapat dijalankan hanya dalam jangka pendek, karena pembangunan
kecerdasan berarti ada proses permbelajaran, pemuliaan dan pengkayaan.
Mengejar hasil akhir dalam jangka pendek tanpa dilandasi pembangunan
pilar yang kuat akan membuat struktur ekonomi yang lemah dan
tidak berkelanjutan. Untuk itu aktor pemerintah harus dapat menempatkan
birokrasi secara proporsional, transparan dengan semangat mencapai interaksi
yang sejajar.
Peran utama Pemerintah dalam pengembangan industri kreatif adalah :
1) Katalisator, fasilitator, dan advokasi yang memberi rangsangan, tantangan,
dorongan, agar ide-ide bisnis bergerak ke tingkat kompetensi yang lebih
tinggi yang memberi rangsangan, tantangan, dorongan, agar ide-ide bisnis
bergerak ke tingkat kompetensi yang lebih tinggi. Tidak selamanya
dukungan itu harus berupaya bantuan finansial, intensif atau pun proteksi,
tetapi dapat juga berupa komitmen pemerintah untuk menggunakan
kekuatan politiknya dengan proporsional dan dengan memberikan
pelayanan administrasi publik dengan baik.
2) Regulator yang menghasilkan kebijakan‐kebijakan yang berkaitan
dengan people, industri, insititusi, intermediasi, sumber daya, dan
teknologi. Pemerintah dapat mempercepat perkembangan industri
kreatif jika pemerintah mampu membuat kebijakan‐kebijakan yang
menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi industri kreatif.
Pemerintah juga harus mengatur bahwa kebijakan yang telah
dikeluarkan dijalankan dengan baik.
3) Konsumen, investor bahkan entrepreneur. Pemerintah sebagai investor
harus dapat memberdayakan aset negara untuk menjadi produktif dalam

13
lingkup industri kreatif dan bertanggung jawab terhadap investasi
infrastruktur industri. Sebagai konsumen, pemerintah perlu merevitalisasi
kebijakan procurement yang dimiliki dengan prioritas penggunaan produk-
produk kreatif. Sebagai entrepreneur, pemerintah secara tidak langsung
memiliki otoritas terhadap BUMN
4) Urban planer. Kreativitas akan tumbuh dengan subur di kota yang
memiliki iklim kreatif. Agar pengembangan ekonomi kreatif ini berjalan
dengan baik, maka perlu diciptakan kota-kota kreatif di Indonesia.
Pemerintah memiliki peran sentral dalam penciptaan kota kreatif yang
mampu mengakumulasi dan menkonsentrasikan energi individu kreatif
menajdi magnet menarik minat individu/ perusahaan di Indonesia

14
BAB III
METODOLOGI

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif (descriptive research)


dengan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data
desriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati,
didukung dengan studi literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman
kajian pustaka berupa data dan angka, sehingga realitas dapat dipahami dengan
baik (Moloeng, 1990:5).
Penekanan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan
mengklarifikasi mengenai suatu fenomena yang terjadi atau kenyataan sosial
dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkaitan dengan masalah
dan unit yang diteliti (Faisal, 1999:20). Dalam menganalisis permasalahan,
terlebih dahulu melakukan proses analisis terhadap permasalahan kemudian
mengaitkan permasalahan yang terjadi di lapangan beserta solusinya.
.

3.2 Tekhnik dan Prosedur Penulisan

Teknik penulisan dilakukan dengan memahami atau mengekplorasi


beberapa data sehingga mampu memberikan deskripsi tentang masalah yang
dianalisis. Sesuai dengan jenis penelitiannya, maka penulisan penelitian ini
menggunakan teknik penulisan yang berkarakter kualitatif dengan menguraikan,
menjabarkan, dan merangkai variabel-variabel yang diteliti menjadi sebuah
untaian kata-kata dalam setiap bagian pembahasan.
Prosedur penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :

1. Identifikasi masalah yang berkembang di mayarakat dan .


2. Pencarian data dan/atau informasi dari sumber terpercaya.
3. Penyusunan penulisan dirancang secara sistematis dan runtut.
4. Pencarian kajian pustaka atau hasil kajian pustaka yang didukung oleh
hasil pengamatan dan/atau wawancara.
5. Karya tulis di analisis-sintesis, kesimpulan dan rekomendasi.

15
Prosedur dan sistematika penulisan karya tulis ini berdasarkan pedoman
umum lomba karya tulis tingkat nasional “Active 2011” HMJ Akuntansi
Universitas Sebelas Maret Surakarta

3.3 Jenis Data dan Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis data sekunder,
yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur. Teknik dilakukan
dengan cara mempelajari dan menganalisis beberapa literatur yang berkaitan
dengan pokok permasalahan. Data-data yang relevan tersebut dapat berupa buku,
majalah, artikel, makalah, jurnal penelitian, dan surat kabar yang memiliki
relevansi terhadap permasalahan yang dikaji. Data-data tersebut dapat diperoleh
dari beberapa media, baik media cetak maupun media elektronik.
Data diperoleh dengan cara mempelajari literatur dan melakukan diskusi
untuk memperkuat argumen dan pemahaman terhadap permasalahan yang
diangkat. Metode diskusi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pertukaran pikiran dengan orang yang memilki kompetensi tentang topik yang
diangkat. Dengan demikian, proses analisis yang merupakan hasil pengumpulan
data ini hanya sebatas data yang dapat diperoleh.
Setelah data terkumpul, selanjutnya diikuti dengan kegiatan pengolahan
data (data processing). Data yang relevan akan digunakan sebagai rujukan dalam
pembahasan. Setelah proses pengolahan data, berikutnya adalah menganalisis data
dan menginterpretasikannya. Data hasil analisis tersebut diinterpretasikan atau
disimpulkan untuk menjawab keseluruhan masalah yang diteliti. Agar hasil
analisis ini memperoleh kebenaran yang ilmiah, maka analisis dalam penelitian ini
dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan yaitu tahap penyajian bukti
atau fakta (skeptik), memperhatikan permasalahan yang relevan (analitik), dan
tahap menimbang secara obyektif untuk berpikir logis (kritik). (Narbuko,
Achmad, 2004:6).

16
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis

4.1.1 Perkembangan dan Kontribusi Industri Kreatif bagi


Perekonomian Indonesia

Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan
oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi pada
pemanfaatan kreativitas dan inovasi. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar
global dengan hanya mengandalkan harga atau mutu produk saja, tetapi bersaing
berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi. Definisi industri kreatif dari
Departemen Perdagangan RI adalah industri yang berasal dari pemanfaatan
kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeskploitasi daya kreasi
dan daya cipta individu tersebut. Sementara ekonomi kreatif didefinisikan sebagai
sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran
serta konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik dan hiburan.
Ekonomi kreatif bersumber pada kegiatan ekonomi dari industri kreatif.
Dalam membangun kompetensi ekonomi kreatif, masing- masing negara
memiliki strategi yang berbeda tergantung dari kondisi potensi dari negara
tersebut. Beberapa arah dalam pengembangan industri kreatif dapat berbasiskan:
lapangan usaha kreatif dan budaya; lapangan usaha kreatif, atau Hak Kekayaan
Intelektual (HKI). Departemen Perdagangan mendaftarkan 14 sektor yang masuk
kategori industri kreatif yaitu jasa periklanan, arsitektur, pasar barang seni,
kerajinan, desain, fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif (games),
musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer & piranti
lunak, tv & radio serta riset dan pengembangan.
Industri Kreatif di Indonesia yang masih belum banyak tersentuh oleh
campur tangan pemerintah tapi ternyata cukup berperan dalam membangun
perekonomian nasional. Sektor ini berkontribusi sebesar Rp 104,4 triliun rupiah di
2006, atau berperan rata-rata 4,75% di periode 2002-2006 dalam PDB nasional.
Data-data di atas jelas menunjukkan pentingnya dan prospek yang dimiliki oleh

17
industri kreatif khususnya di tahun-tahun mendatang, yang kiranya akan jauh
lebih baik lagi dengan dukungan dari pemerintah, khususnya departemen
perdagangan.
Industri kreatif memberikan sumbangan kepada PDB nasional secara
signifikan dengan rata-rata kontribusi periode 2002- 2006 sebesar Rp 104,637
triliun atau dengan rata- rata persentase kontribusi periode 2002- 2006 sebesar
6,28% yaitu di atas kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi, bangunan,
dan listrik, gas serta air bersih.
Tabel 4.1
Statistik Ekonomi Industri Kreatif Indonesia

Sumber: Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan 2008

Pada tahun 2006 lalu, kontribusi PDB sektor industri kreatif berdasarkan
harga konstan 2000 adalah Rp 104,787 triliun atau 5,67% dari total PDB nasional.
Bila dihitung itu setara dengan Rp 189,4 triliun. Rata- rata pertumbuhan industri
kreatif tahun 2002- 2006 hanyalah sebesar 0,74% jauh di bawah rata- rata
pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,24%. Industri kreatif mencapai

18
pertumbuhan yang tinggi saat tahun 2004 yang mencapai 8,17% diatas
pertumbuhan ekonomi nasional 5,03%.

Gambar 4.2 Nilai PDB 9 Sektor Usaha Utama dan Industri Kreatif di
Indonesia Tahun 2006

Sumber: Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan 2008

Bila dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2002-2006
industri kreatif dapat menyerap tenaga kerja sebesar 5,4 juta pekerja atau sebesar
5,8% dari total tenaga kerja di Indonesia. Pada tahun 2006, industri kreatif dapat
menyerap tenaga kerja 4,9 juta pekerja yang merupakan sektor ke 5 menyerap
tenaga kerja terbanyak setelah pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
(40,14 juta pekerja), perdagangan, hotel dan restoran (15,97 pekerja), jasa
kemasyarakatan (11,15 pekerja), industri pengolahan (10,55 juta pekerja).

19
Gambar 4.3 Jumlah Tenaga Kerja& Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja
9 Sektor Lapangan Usaha Utama dan industri Kreatif di Indonesia
Tahun 2006

Dari gambaran tersebut ternyata industri kreatif memiliki posisi yang


strategis dalam menopang pertumbuhan PDB nasional, hal itu terlihat dari adanta
tren yang meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan dari sisi penyerapan tenaga
kerja industri kreatif bisa menjadi sektor yang diandalkan untuk mengurangi
pengangguran. Industri kreatif dapat memeberikan kontribusi di beberapa aspek
kehidupan. Selain dapat memberikan pengaruh positif terhadap sektor ekonomi,
industri kreatif dapat meningkatkan citra dan identitas bangsa, menumbuhkan
inovasi dan kreativitas anak bangsa, merupakan industri yang menggunakan
sumber daya terbarukan.
Pengembangan industri kreatif memerlukan kerjasama yang terpadu dari
berbagai elemen masyarakat, diantaranya dunia akademisi, dunia bisnis, dan
pemerintah. Industri kreatif merupakan industri yang padat daya ilmu
pengetahuan yang didukung daya kreatifitas, maka dari itu dunia akademisi dalam
hal ini pendidikan sangat berperan strategis. Kemudian, dunia bisnis yang menjadi
salah satu penggerak dalam pelaku usaha, investor, dan konsumen industri kreatif.
Peran pemerintah diperlukan dalam penegakan demokrasi dengan prinsip- prinsip
good governance. Pemerintah harus memiliki kepekaan dan apresiasi terhadap
aspirasi rakyat.

20
Dengan campur tangan pemerintah, maka sektor ini dapat berperan jauh
dalam perekonomian nasional. Industri kreatif di Indonesia akan mampu berperan
menciptakan banyak lapangan kerja dan wirausahawan-wirausahawan baru, yang
akan membantu mengurangi jumlah pengangguran serta tingkat kemiskinan.
Kesempatan untuk menjadi wirausahawan baru akan terbuka bagi semua golongan
dan individu karena tidak diperlukan modal yang besar dan teknologi tinggi,
cukup ide (produk) kreatif, asalkan mereka mau berusaha dan meraihnya.
Selain dampak ekonomi, industri kreatif juga mampu menghadirkan
berbagai hal positif lainnya. Studi Industri kreatif di Inggris dan negara lainnya
menyebutkan bahwa sektor ini mampu membantu menumbuhkan individual
fulfilment dan well-being, menyatukan bangsa sebagai sebuah komunitas,
meningkatkan kualitas pendidikan, serta membuat negara menjadi lebih menarik
untuk kepariwisataan. Sehingga sudah saatnya bagi bangsa ini untuk mulai serius
dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia.

4.1.2 Hambatan dalam Pengembangan Industeri Kreatif di Indonesia


Walaupun industri kreatif Industri kreatif memiliki potensi yang cukup besar,
namun masih banyak kendala yang dihadapi oleh industri kreatif di Indonesia,
berikut ini beberapa kendala yang dapat diidentifikasi, di antaranya adalah sebagai
berikut :
 Lemahnya Regulasi Pemerintah
Hingga saat ini belum ada aturan yang rinci guna mendorong pelaku industri
untuk menjual hasil karyanya. Selain itu minimnya infrastruktur dan kelembagaan
seperti hak kekayaan intelektual (HKI) berikut perangkat hukumnya dan
penanganan pembajakan. Seperti diketahui, perlindungan HKI merupakan kunci
peningkatan insentif untuk berkarya serta memberi hak kepada para pelaku
industri kreatif untuk menciptakan nilai ekonomi dari karyanya.

 Kurangnya permodalan.
Industri kreatif termasuk sektor yang kurang dilirik perbankan karena tidak
ada jaminan. Hingga saat ini belum ada lembaga penjamin bagi industri untuk
mendapat pembiayaan dari perbankan.

21
 Harga dan Kualitas
Kualitas industri kreatif seringkali tidak konsisten seperti pengemasan yang
sesuai dengan standar mutu. Ketidaktepatan dalam memenuhi pesanan terutama
dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat juga menjadi kendala. Hal ini
disebabkan sebagian besar industri kreatif merupakan UMKM. Selain itu, produk
industri kreatif sebagian besar dijual di luar negeri karena harga jualnya lebih
tinggi.
 Lemahnya kemampuan daerah dalam memberdayakan potensi Lokal
Peluang pengembangan industri kreatif tetap ada karena semua daerah atau
kota di Indonesia mempunyai keanekaragaman seni, budaya, dan warisan budaya.
Tetapi masalahnya adalah tidak semua daerah mampu mengubah potensi tersebut
menjadi industri yang membuka lapangan kerja, melakukan ekspor karya kreatif,
dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
 Lemahnya koordinasi dan kepemimpinan pemerintah
Studi kasus pemerintah Inggris menugaskan Kementerian Budaya, Media,
dan Olah Raga dalam menaungi industri kreatif. Namun di Indonesia Menteri
Perdagangan dan Menteri Perindustrian baru berbicara tentang pentingnya
ekonomi kreatif. Belum adanya mandat khusus yang diberikan pemerintah kepada
suatu lembaga atau kementerian dengan kewenangan penuh dalam menetapkan
kebijakan pengembangan ekonomi kreatif yang mampu bersaing di era ACFTA.
Lemahnya kordinasi dengan pihak-pihak lain yang akan memberikan percepatan
berkembangnya industri kreatif seperti akademisi, business, dan goverment belum
dilakukan di Indonesia.
 Lemahnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
Alasan perlindungan kekayaan intelektual adalah memberikan insentif kepada
para pengarang dan penemu untuk menciptakan karya intelektual dan
menyediakannya kepada publik. Perlindungan bukan hanya kepada individu,
tetapi juga domain publik dan kolektif. Setiap pemerintah kota seharusnya aktif
melakukan inventarisasi dan perlindungan warisan budaya dan local wisdom.
Tahun 2007 lalu kita sempat dihebohkan oleh dipatenkannya lagu daerah “Rasa
Sayange” oleh Malaysia. Selain itu masih banyak lagi karya anak Indonesia yang

22
terlupakan dan kini di’rebut’ oleh bangsa lain. Hal inilah salah satu bukti
pentingnya pelindungan Hak Kekayaan Intelektual.
 Lemahnya sarana, prasarana pendukung, dan teknologi
Hampir semua sarana dan prasarana seperti akses terhadap pendidikan,
teknologi, perpustakaan, perizinan, statistik dan hasil riset, kontes, pelatihan,
modal, informasi tentang standar teknis dan kesehatan, bantuan teknis, pajak,
regulasi persaingan, dan lain-lain harus dibangun dari nol dalam rentang waktu
yang panjang.
 Lemahnya standardisasi data statistik
Statistik industri kreatif tidak mungkin diperoleh tanpa ada standardisasi
definisi, sistem klasifikasi umum, prosedur pengumpulan data, metode analisis,
dan penyebaran informasi. Statistik diperlukan untuk melakukan kaji banding,
perumusan kebijakan, dan analisis peluang investasi. Tugas yang lebih penting
lagi adalah bagaimana memahami perkembangan organisasi dan pekerjaan kreatif
dan apa yang perlu dilakukan untuk mendorong ekonomi kreatif yang mandiri dan
berkontribusi.

4.2 Sintesis

4.2.1 Implementasi Pengembangan Industri Kreatif Mandiri Berbasis


Local Wisdom dengan Pendekatan Triple helix ABG

Indonesia sangat kaya dengan kekhasan lokal yang dapat dikembangkan


baik seni, budaya maupun warisan budaya, hal tersebut merupakan potensi yang
besar dalam mengembangkan industri kreatif untuk memiliki daya saing global
dalam menghadapi persaingan ACFTA. Dalam pengembangan industri kreatif,
pembangunan yang terarah di industri kreatif yang berbasis local wisdom akan
dapat menjadi landasan karakter budaya lokal yang kuat. Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI) untuk warisan budaya akan memperkuat karakter bangsa
Indonesia. Terdapat warisan budaya Indonesia yang sebenarnya memiliki potensi
pasar namun dibutuhkan pengembangan lebih lanjut lagi. Budaya kerajinan dan
seni merupakan hasil dari industri tradisional yang turun temurun sejak dahulu
kala. Sebenarnya dengan menciptakan kreasi- kreasi baru yang lebih modern dan
kontemporer akan meningkatkan daya jual industri tersebut di dunia internasional.

23
Berdasarkan kajian empiris, didapati bahwa kawasan- kawasan yang
memiliki daya kreatif yang tinggi adalah daerah yang memiliki dinamika sosial
dengan tingkat toleransi yang tinggi. Toleransi sosial merupakan faktor utama
dalam menciptakan iklim kreatif yang dapat mendorong pekerja kreatif
menghasilkan inovasi. Adanya dukungan sosial berupa sikap toleransi yang tinggi
akan menunjang pengembangan industri kreatif. Dengan adanya perilaku-
perilaku sosial yang berdasarkan norma-norma yang berlaku dengan local wisdom
akan mewujudkan aturan-aturan sosial yang tidak tertulis dan itu merupakan salah
satu peranan institusi informal dalam pengembangan industri kreatif mandiri.
Industri kreatif yang berbasis kearifan lokal ini adalah potensi besar yang
ada di inonesia jika di kelola dengan baik karna begitu banyak kekhasan di
indonesia yang bisa di kembangkan menjadi suatu usaha untuk meningkatkan
nilai kemandirian masyarakat dan pelestarian budaya lokalnya, hal ini terlihat dari
banyaknya suku di indonesia dan banyaknya pengusaha daerah yang sukses
dengan membuat produk kerajinan khas daerah yang di pasarkan di tempat-tempat
wisata di daerahnya. Industri kreatif yang berbasis local wisdom ini masih
berjuang sendirian dalam menghadapi masalah-masalah untuk mengembangkan
produk-produknya. Jadi perlu adanya pihak- pihak terkait yang bisa membantu
dan menstimulus industri kreatif di indonesia untuk bisa lebih berkembang, dalam
hal ini pendekatan yang di gunakan melalui academic, business dan goverment.
Pihak disini terutama pemerintah (goverment) sebagai regulator, belum
terlihat adanya kebijakan yang rinci yang mendukung para pelaku industri kreatif
dalam melejitkan usahanya. Pihak selanjutnya adalah business, sebagai pelaku
dalam industri kreatif belum mendapat suntikan modal yang besar, akibatnya
secara kualitas dan volume produksi dapat dikatakan jauh dari standar untuk
bersaing di tataran global. Pihak terakhir yaitu akademisi, belum menunjukan
perannya dalam budaya research sebagai pelopor lahirnya ide kreatif terutama ide
kreatif yang berasal dari potensi lokal atau local wisdom sebagai ciri khas bangsa.

24
Gambar 4.4 Model Pengembangan Industri Kreatif Mandiri melalui
Pogram Pendampingan Berbasis Local wisdom

Dari model diatas agar implementasi pengembangan industri kreatif mandiri dapat
terwujud, maka dibutuhkan atap yang menaungi dengan pendekatan Triple helix
ABG (Akademisi, Business, Goverment), berikut penjelasan dari masing masing
peran, diantaranya :
A. Akademisi
1) Melakukan transfer knowladge transfer baik berupa informasi,
teknologi, hasil penelitian yang relevan, dan upaya-upaya
pengaplikatifan teori di lapangan melalui pelatihan soft skill
kepada pelaku industri kreatif
2) Turut serta meningkatkan Jumlah (Kuantitas) insani pelaku industri
kreatif untuk berkontribusi dalam perkembangan indistri kreatif
B. Business
1) Pencipta, yaitu center of excellence dari kreator produk dan jasa
kreatif, membuat pasar baru yang dapat menyerap produk dan jasa
yang di hasilkan, serta pencipta lapangan kerja bagi individu-
individu kreatif ataupun individu pendukung lainnya.
2) Pembentuk komunitas dan entrepreneur kreatif, yaitu sebagai
motor yang membetuk ruang publik tempat terjadinya sharing

25
pemikiran, mentoring yang dapat mengasah kreatifitas dalam
melakukan bisnis di industri kreatif melalui business coaching atau
pelatihan manajemen pengelolaan industri kreatif.
C. Goverment
1) Membuat iklim usaha utuk memulai dan menjalakna usaha, Yang
meliputi : sistem administrasi negara, infrastuktur, kebijakan dan
peraturan. Dalam hal ini termasuk perlindungan atas hasil karya
berdasarkan kekayaan intelektual insan kreatif indonesia.
2) Percepatan tumbuhnya teknologi informasi dan komunikasi, yang
sangat erat kaitannya dengan perkembangan akses bagi
masyarakat untuk mendapatkan informasi, bertukar pengetahuan
dan pengalaman, sekaligus akses pasar kesemuannya yang sangat
penting bagi pengembangan industri kreatif.
3) Mendorong lembaga pembiayaan untuk mendukung industri kreatif
melalui perbankan, CSR perusahaan-perusahaan dan optimalisasi
kredit usaha rakyat (KUR).

Selanjutnya tahapan proses implementasi program pendampingan menuju


industri kreatif mandiri berbasis local wisdom dengan pendekatan Triple helix
ABG, sebagai wujud nyatanya adalah sebagai berikut
1. Perencanaan (membantu pengusaha membuat business plan)
a) Diselenggarakan oleh pemerintah daerah setempat yang berkoordinasi
dengan pemerintah pusat dan bekerjasama dengan pihak pemberi modal
dan para akademisi.
b) Tujuan :
Menstimulus peserta untuk dapat berpikir dan bertindak kreatif, inovatif
dan original berbasis local wisdom sebagai ciri khas produk. Dan
Membantu pengusaha industri kreatif dalam menyusun rencana (action
plan) dan target usaha ke depan secara terukur, terarah, dan wajar.
c) Hasil dari usaha ini adalah para pengusaha dapat membuat rencana bisnis
yang sesuai dengan anggaran yang telah direncanakan dan berbasis local
wisdom.

26
2. Implementasi (mendampingi pengusaha industri kreatif dalam
menjalankan usahanya)
a) Mendampingi pengusaha industri kreatif dalam menjalankan rencana
yang telah disusunnya, membantu mencarikan solusi ketika pengusaha
menghadapi kendala dan permasalahan.
b) Tujuan : Mengawasi pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat supaya
mencapai target yang diharapkan.
c) Hasil dari usaha ini adalah agar pengusaha dapat menjalankan usahanya
secara mandiri dan mengembangkan usahanya secara optimal.
3. Evaluasi (memberikan penilaian atas kinerja yang dicapai industri kreatif)
a) Bersama para pengusaha mencari penyebab terjadinya penyimpangan
dari target usaha yang ingin dicapai.
b) Tujuan : Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama usaha
dijalankan.
c) Hasil dari usaha ini adalah agar pengusaha tidak mengulangi kesalahan
yang sama dalam menjalankan usaha.
4. Pengembangan (membantu pengusaha industri kreatif dalam menyusun
rencana pengembangan)
a) mengembangkan usaha yang selama ini sudah dilakukan menjadi usaha
yang mandiri dan mencapai pangsa internasional.
b) tujuan : industri kreatif yang didampingi dapat berdiri sendiri dan
menjadi contoh bagi industri kreatif yang lainnya.
c) hasil dari usaha ini adalah industri kreatif menjadi mandiri dan
berkembang pesat, sehingga dapat membantu perekonomian indonesia.
dan juga dapat memberikan program pendampingan kepada industri
kreatif yang masih belum mandiri atau dalam arti yang masih
memerlukan pendampingan, sehingga pemerintah memiliki agent
pendampingan yang banyak.

27
Gambar 4.4 Alur Program Pendampingan

28
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

 Perkembangan industri kreatif terus meningkat dan memberikan kontribusi


yang sangat besar dalam menopang pertumbuhan PDB nasional, hal itu
terlihat dari data tren yang meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan dari
sisi penyerapan tenaga kerja industri kreatif bisa menjadi sektor yang
diandalkan untuk mengurangi pengangguran. Selain dapat memberikan
pengaruh positif terhadap sektor ekonomi, industri kreatif dapat
meningkatkan citra dan identitas bangsa, menumbuhkan inovasi dan
kreativitas anak bangsa, merupakan industri yang menggunakan sumber
daya terbarukan.
 Masalah utama yang dihadapi industri kreatif adalah belum ada integrasi
dari berbagai pihak dalam mewujudkannya sebagai keunggulan daya saing
dalam menghadapi ACFTA. Pihak disini terutama pemerintah (goverment)
sebagai regulator, belum terlihat adanya kebijakan yang rinci yang
mendukung para pelaku industri kreatif dalam melejitkan usahanya. Pihak
selanjutnya adalah business, sebagai pelaku dalam industri kreatif belum
mendapat suntikan modal yang besar, akibatnya secara kualitas dan
volume produksi dapat dikatakan jauh dari standar untuk bersaing di
tataran global. Pihak terakhir yaitu akademisi, belum menunjukan
perannya dalam budaya research sebagai pelopor lahirnya ide kreatif
terutama ide kreatif yang berasal dari potensi lokal atau local wisdom
sebagai ciri khas bangsa.
 Adanya integrated system dalam pengembangan industri kreatif mandiri
berbasis local wisdom semakin memperkuat peranan industri kreatif di
dalam perekonomian. Pendekatan Triple helix yaitu kerja sama yang solid
dan berkesinambungan antara intelektual (cendekiawan) yang berperan
sebagai pelopor lahirnya generasi kreatif. Bisnis (perusahaan) yang
berperan sebagai pencipta pasar baru dan tempat berkumpulnya komunitas
kreatif serta Pemerintah yang berperan sebagi katalisator, fasilitator dan

29
regulator. Sehingga kerjasama yang solid dan kesinambungan dapat
tercipta baik antar ketiga tokoh tersebut. Ketiga tokoh tersebut bisa disebut
sebagai tokoh utama dalam terciptanya ekonomi kreatif di Indonesia.

5.2 Saran

Industri kreatif memiliki potensi yang besar dalam perekonomian


Indonesia ke depan. Maka dari itu diperlukan peran semua elemen bangsa dalam
mendukung pengembangan industri kreatif di masa depan yang terintegrasi dalam
satu payung kordinasi yang disebut TRIPLE HELIX ABG (Akademisi, Business,
Goverment). Tiga pihak tersebut berperan dalam upaya pengembangan industri
kreatif mandiri berbasis local wisdom diperlukan integrasi yang menyeluruh.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aufa, Fakhrul dan Sri Mulyati. 2008. Ekonomi Kreatif : Perekonomian Berbasis
Seni sebagai alternatif pembangunan perekonomian Indonesia. Paper.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Departemen Perdagangan. 2008. Laporan Perkembangan Industri Kreatif.
Kadiman, Kusmayanto, 2006. Shaping A B G Innovation: Some
Management Issues.
Eka Murniati, Dewi. Peran Perguruan Tinggi Dalam Triple helix Sebagai Upaya
Pengembangan industri Kreatif. Yogyakarta : UNY
Presentasi pada Penutupan MRC Doctoral Jorney Management Pertama. Jakarta:
MRC FEUI Meeting.
Kadiman, Kusmayanto, 2005. The Triple helix and The Public.
Dipresentasikan pada
Seminar on Balanced Perspective in Business Practices, Governance, and
Personal Life. Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan-Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Narbuko, Cholid Dan Achmadi, Abu. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Rahman, Handika. 2010. Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Klaster
Menuju Indonesia Kreatif : Pendekatan “Institutional Economics”.
Yogyakarta : UGM (tidak dipublikasikan)
Rini, Puspa. 2010. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal Oleh
Pemuda Dalam Rangka Menjawab Tantangan Ekonomi Global. Jakarta :
Jurnal UI Untuk Bangsa
Simatupang, TM. 2008. Perkembangan Industri Kreatif. Paper. Bandung: SMB
ITB
Simatupang, T.M. (2007), “Gelombang Ekonomi Kreatif”, Pikiran Rakyat, 1
Agustus, Hal. 25.
Suwoyo, Bambang B. 2009. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan Di Kalangan
Dosen Dan Mahasiswa. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Jurnal Ekonomi Bisnis Tahun14, Nomor 12.
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, Dan
Strategi. Malang: Bayu Media Publishing.
_______. 2010. Industri Kreatif dan Hak Kekayaan Intelektual diakses
Http://Www.Dgip.Go.Id/Ebhtml/Hki/Filecontent.Php?Fid=21271 pada
diakses pada 15 september 2008

31
32
Lampiran

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Fitranty Adirestuty


Panggilan : Fitran
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tgl Lahir : Majalengka, 3 Maret 1990
Alamat Asal : Jln Kapten Murod Idrus No.
277 Ciamis kode pos 46211
Alamat Kost : Jl Gegerkalong Girang No.
59 Bandung
Email :
fitrantyadirestuty@rocketmail.com
Tinggi/Berat : 160 Cm/49 Kg
Agama : Islam
Gol.darah :B
Kebangsaan : Indonesia
Hobi : Jurnalis, Baca, Fotografi
No. Phone : 085220087184
Moto : Hari ini adalah miliku
Pendidikan formal

SD : SDN 7 Ciamis
SLTP : SLTPN 1 Ciamis
SMA : SMAN 1 Ciamis
PT : Universitas Pendidikan Indonesia
Prestasi

No Program Tahun

1 Mahasiswa Berprestasi Utama tingkat Fakultas Pendidikan 2011


Ekonomi dan Bisnis
2 Juara 1 LKTI Ramadhan DKM Al-Furqon se-UPI 2011

3 Juara 1 LKTEI Mahasiswa se-Prodi EKOP UPI 2010

4 Juara 1 Penulisan Surat Kepada Menteri KUKM se-Prodi EKOP 2010


UPI
5 Juara 2 LKTEI se-Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPI 2008

6 Juara 2 Resensi Buku se-Priangan Timur Harian Radar Tasik 2008


Lampiran

7 Juara 1 LKTEI Kesehatan Reproduksi Remaja se-Kabupaten 2007


Ciamis
8 Juara 1 Biantara Basa Sunda se-Kabupaten Ciamis 2006

9 Juara 2 Olimpiade Sains Nasional Ekonomi se-Kabupaten Ciamis 2007


10 Juara 3 Lomba Mata Pelajaran Sinopsis se-Kab Ciamis 2002
11 Juara 1 LKTEI KPM Galuh Rahayu 2007
Pengalaman Menulis
No Judul Penelitian Intra Kampus Waktu Tingkat
Penelitian
1 Upaya Menekan Angka Pengangguran Terdidik melalui 2011 Jurusan
EYE (Embrio Young Entrepreneur)
2 Mendongkrak Produk Lokal dengan Pendekatan OVOP 2010 Jurusan
pada Inkubator Bisnis Melalui Pemberdayaan ORGANDA
Kampus
3 Peran Perguruan Tinggi dalam Mencetak Entrepreneur 2009 Univers
yang Profesional itas
4 Pengaruh Konversi Gas Terhadap Pendapatan Pedagang 2008 Fakulta
Kaki Lima di Daerah Geger Kalong Bandung s
5 Opini Publik Untuk Sebuah Peradaban 2008 Univers
(suatu peranan komunikasi masa dalam perubahan sosial itas
budaya)

No Judul Penelitian Ekstra Kampus Keduduka Waktu Tingk


n at
1 Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Individual 2011 Nasio
dengan Pendekatan Green GDP Melalui nal
Pemberdayaan CSR Syariah
2 Mendongkrak Produk Lokal Dengan Ketua 2011 Nasio
Pendekatan Ovop Melalui Pemberdayaan nal
HIMADA (Himpunan Mahasiswa Daerah) Pada
Inkubator Bisnis Kampus
3 PKM-K Cibaduyut redshoes-craft (aksesoris Anggota 2010 Nasio
limbah sepatu cibaduyut) nal
4 Upaya Caleg Menarik Simpati Masyarakat Ketua 2009 Nasio
Lampiran

Pedesaan nal
5 Peran perguruan tinggi dalam mencetak Individu 2009 Nasio
nal
Entrepreneur yang professional

6 Resensi “Memaknai Jihad Modern” Individu 2008 Wilay


ah
7 Individu 2008 Nasio
Gaya Hidup Pemuda untuk Kelangsungan
nal
Bangsa
8 Aspek Psikososial AIDS Ketua 2007 Wilay
ah
9 Menembus Globalisasi (Aspek Peluang Ketua 2007 Wilay
Ekonomi Indonesia) ah
10 Pemanfaatan Ampas Tahu Gantikan Gas Anggota 2007 Wilay
LPG ah
11 Indonesia Kreatif Bersama KOPMA Penulis 2008 Koran
Utama Harian
Priangan

12 Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Penulis 2008 Koran


Nasional Utama Harian
Priangan

13 Catatan Akhir Ramadhan Penulis 2007 Koran


Utama Harian
Pikiran
Rakyat
Lampiran

Curriculum Vitae
Data Pribadi
Nama : Ade Suyitno
TTL : Indramayu, 16 Januari 1991
Agama : Islam
Hoby : Membaca, Menulis dan Traveling
No. Handphone : 085659932860
Email : adesuyitno@gmail.com
Motto Hidup : Cerminan Masa Depan adalah Masa Sekarang

Riwayat Pendidikan
SD : SDN Wirapanjunan
SMP : SMP N 1 Kandanghaur
SMA : SMA N 1 Kandanghaur
Universitas : Universitas Pendidikan Indonesia

Daftar karya tulis yang telah di buat


Judul Juara Tahun
Pengaruh Internet Terhadap Pergaulan Remaja Juara 1 2009

Pengguaan Facebook Sebagai Media Pembelajaran Juara 2 2010

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kopontren 2011

Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Melalui Juara 4 2011


Guru Dan Ekstrakulikuler Di Era Global
Metode TPS untuk pembelajaran ekonomi di SMA 2011
Edupreneur Di Kampus Melalui Inkubator Bisnis 2011
Mahasiswa Untuk Mencetak Mahasiswa Berkompetensi
Wirausaha

Anda mungkin juga menyukai