PAPER
OLEH:
AGRIBISNIS
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Ir. Rahmanta, M. Si.
NIP. 196309281998031001
P R O G R A M S T U D I A G R I B I S N I S
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari paper ini adalah “Alih Fungsi Lahan dan Kebijakan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M. Si.
selaku dosen mata kuliah Politik Pertanian dan Keuangan Negara yang telah
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga paper ini
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
Latar Belakang.............................................................................................................1
Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
Kegunaan Penulisan.....................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
KESIMPULAN..............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alih fungsi lahan pertanian atau konversi lahan pertanian saat ini menjadi
momok yang menakutkan bagi dunia pertanian. kebutuhan lahan untuk non-
pertanian terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal
inilah yang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian tidak terelakkan dan terus
meningkat. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian disebabkan oleh dua faktor,
pertama, karena pembangunan Kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi
yang mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor atau spekulen
tanah sehingga harga lahan menjadi meningakt, dan kedua, peningkatan harga
lahan yang merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan (Irawan,
2005).
Konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian sebenarnya bukan
masalah baru. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian menuntut
pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri, dan pemukiman,
hal ini tentu saja harus didukung dengan ketersediaan lahan. Departemen
pertanian sudah memperkirakan tantangan berat sektor pertanian dengan
keterbatasan lahan (Sudaryanto, 2002). Pertumbuhan perekonomian menurut
pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri, dan pemukiman.
Dengan kondisi demikian, permintaan terhadap lahan untuk penggunaan non-
pertanian tersebut semakin meningkat, akibatnya banyak lahan terutama yang
berada di sekitar perkotaan mengalami alih fungsi ke penggunaan lain.
Kurangnya insentif pada usaha tani lahan sawah dapat menyebabkan
terjadi alih fungsi lahan pertanian ke fungsi lainnya (Ilham, 2003). Konversi lahan
pertanian tidak menguntungkan bagi pertumbuhan sektor pertanian karena dapat
menurunkan kapasitas produksi dan daya serap tenaga erja yang selanjutnya
berdampak pada penurunan produksi pangan, hal ini juga menghambat program
pemerintah dalam mencukupi kebutuhan pangan bagi negara (swasembada
pangan) dan pendapatan per kapita keluarga tani.
Ketahanan pangan merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional
yang berdampak besar pada seluruh warga negara yang ada di Indonesia. Dalam
1
hal ketahanan pangan, bukan hanya sebatas pada sesuatu yang dianggap mudah
dan memiliki pengaruh besar terhadap pertahanan keamanan. Ketahanan pangan
merupakan salah satu hal yang mendukung dalam mempertahankan keamanan,
bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonom, tetapi ketahanan
pangan juga merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik
nasioanl maupun global. Untuk itulah, ketahanan pangan dapat mempunyai
pengaruh yang penting pula agar pertahanan keamanan dapat diciptakan (Suryana,
2002). Sehingga perlu pembatasan perijinan terkait dengan penggunaan lahan
pertanian yang beralih menjadi non-pertanian yang dapat menyebabkan tidak
tercapainya swasembada pangan.
Tujuan Penulisan
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian di praktikum mata kuliah Tataniaga
Pertanian dan sebagai salah satu sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Proses pemiskinan petani dimana para petani kehilangan aset
pokoknya untuk sumber mata pencahariannya.
3. Pengangguran karena lenyapnya lahanspertanian yang mampu
menyerap angkatan kerja hingga 46%.
4. Pemubaziran investasi yang telah ditanam oleh pemerintah (terutama
irigasi).
5. Degradasi budaya pada masyarakat pedesaan.
6. Menurunnya alih fungsi lingkungan hidup.
Pembangunan berkelanjutan adalah cara pandang yang tidak hanya
melihat dari segi pembangunan ekonomi saja, namun juga dalam pembangunan
yang berkelanjutan harus dengan menggabungkan tiga unsur utama yaitu,
keseimbangan ekonomi, keseimbangan sosial dan keseimbangan lingkungan
(Salim, 2007).
Implementasi pada prinsipnya merupakan tahap dalam merealisasikan
tujuan dari sebuah kebijakan. Dalam arti luas Solichin (2012, h.133)
mendefinisikan Implementasi kebijakan sebagai “bentuk pengoprasionalisasian
atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang
dan menjadi kesepakatan bersama di antara beragam pemangku kepentingan
(stakeholder), aktor, organisasi (publik atau privat), prosedur, teknik secara
sinergitas yang digerakkan untuk bekerjasama guna mengahrapkan kea rah
ternentu yang dikehendaki”
Model implementasi kebijakan adalah proses implementasi berjalan secara
linier dari kebijakan publik ke implementor dan kinerja kebijakan publik. Dalam
model tersebut, proses implementasi kebijakan dipengaruhi oleh variabel: i)
aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, ii) karakteristik agen
pelaksana/implementor, iii) kondisi sosial, ekonomi, dan politik, serta iv)
kecenderungan pelaksana/implementor. Sesuai dengan variabel tersebut maka
faktor yang dapat mempengaruhi adalah: standar dan sasaran kebijakan,
sumberdaya, hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi
sosial, politik dan ekonomi, serta disposisi implementor (Nugroho, 2004).
Kebijakan publik menurut Winarno (2014) adalah apa yang tidak hanya
diusulkan oleh pemerintah tetapi juga mencakup arah tindakan (keputusan) dan
4
apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah atau
persoalan. Karena nantinya kebijakan publik yang ada akan diproses dalam tahap
implementasi dan evaluasi (Winarno, 2014).
Selanjutnya pengertian kebijakan publik yang terbaru dikemukakan oleh
Nugroho (2017) yang menekankan kebijakan publik sebagai masalah kemampuan
Negara untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh rakyatnya. Nugroho
(2017) mendefinisikan kebijakan publik sebagai setiap keputusan yang dibuat
oleh Negara, sebagai strategi untuk mencapai tujuan Negara dan apa yang dicita-
citakan oleh masyarakat.
5
ALIH FUNGSI LAHAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
MENGATASI MASALAH TERSEBUT
6
3. Mengancam keseimbangan ekosistem
Dengan berbagai keanekaragaman populasi di dalamnya, sawah
atau lahan-lahan pertanian lainnya merupakan ekosistem alami bagi
beberapa binatang. Sehingga jika lahan tersebut mengalami perubahan
fungsi, binatang-binatang tersebut akan kehilangan tempat tinggal dan bisa
mengganggu ke permukiman warga. Selain itu, adanya lahan pertanian
juga membuat air hujan termanfaatkan dengan baik sehingga mengurangi
resiko penyebab banjir saat musim penghujan.
4. Sarana prasarana pertanian menjadi tidak terpakai
Untuk membantu peningkatan produk pertanian, pemerintah telah
menganggarkan biaya untuk membangun sarana dan prasarana pertanian.
Dalam sistem pengairan misalnya, akan banyak kita jumpai proyek-proyek
berbagai jenis jenis irigasi dari pemerintah, mulai dari membangun
bendungan, membangun drainase, serta infrastruktur lain yang ditujukan
untuk pertanian. Sehingga jika lahan pertanian tersebut beralih fungsi,
maka sarana dan prasarana tersebut menjadi tidak terpakai lagi.
5. Banyak buruh tani kehilangan pekerjaan
Buruh tani adalah orang-orang yang tidak mempunyai lahan
pertanian melainkan menawarkan tenaga mereka untuk mengolah lahan
orang lain yang butuh tenaga. Sehingga jika lahan pertanian beralih fungsi
dan menjadi semakin sedikit, maka buruh-buruh tani tersebut terancam
akan kehilangan mata pencaharian mereka.
6. Harga pangan semakin mahal
Ketika produksi hasil pertanian semakin menurun, tentu saja
bahan-bahan pangan di pasaran akan semakin sulit dijumpai. Hal ini tentu
saja akan dimanfaatkan sebaik mungkin bagi para produsen maupun
pedagang untuk memperoleh keuntungan besar. Maka tidak heran jika
kemudian harga-harga pangan tersebut menjadi mahal.
7. Tingginya angka urbanisasi
Sebagian besar kawasan pertanian terletak di daerah pedesaan.
Sehingga ketika terjadi alih fungsi lahan pertanian yang mengakibatkan
lapangan pekerjaan bagi sebagian orang tertutup, maka yang terjadi
7
selanjutnya adalah angka urbanisasi meningkat. Orang-orang dari desa
akan berbondong-bondong pergi ke kota dengan harapan mendapat
pekerjaan yang lebih layak. Padahal bisa jadi setelah sampai di kota
keadaan mereka tidak berubah karena persaingan semakin ketat.
8
para pemilik sawah mempertimbangkan untuk menjual sawah mereka atau
mengalihkan fungsi lahan menjadi bangunan atau tempat wirausaha.
d. Menurunnya harga jual produk-produk pertanian
Selain membutuhkan modal yang lumayan, para petani juga harus
siap menerima resiko lain, yakni hasil panen yang tidak baik atau bahkan
gagal panen. Dimana harga jual produk pertaniannya menjadi sangat
rendah atau malah tidak laku di pasaran. Jika hal ini terjadi maka petani
akan menderita kerugian yang tidak sedikit pula. Tantangan lain ialah
adanya penurunan harga hasil pertaniannya karena faktor-faktor tertentu.
e. Kurangnya minat generasi muda untuk mengelola lahan pertanian
Anggapan masyarakat, khususnya para generasi muda mengenai
sektor pertanian masih belum sepopuler bidang-bidang usaha yang lain.
Para pemuda misalnya, ketika ditanya mengenai cita-cita mereka, maka
hampir bisa dipastikan akan menyebutkan berbagai profesi lain selain
menjadi petani. Meski tidak sedikit juga masyarakat yang telah menjadi
petani sukses, namun profesi petani saat ini memang masih sering
dianggap sebagai profesi yang berada pada kelas menengah ke bawah,
sehingga cenderung dihindari oleh para generasi muda. Dan sebagai
akibatnya, para orang tua yang mempunyai sawah atau lahan pertanian
akan menjual lahannya kepada orang lain. Sedangkan bagi mereka yang
mewariskan kepada anaknya yang tidak berminat mengelola sawah, maka
besar kemungkinan lahan tersebut akan mengalami alih fungsi.
f. Pergantian ke sektor yang dianggap lebih menjanjikan
Seiring berkembangnya pengetahuan, teknologi, serta
bertambahnya wawasan para pemilik lahan pertanian, maka tidak sedikit
dari mereka yang sengaja mengalihkan fungsi lahan pertanian ke sektor
usaha lain. Dengan harapan perekonomian dapat semakin meningkat,
mereka mulai mendirikan tempat-tempat industri, peternakan, serta tempat
usaha lain di atas lahan pertaniannya.
g. Lemahnya regulasi pengendalian alih fungsi lahan
Yakni ketidaktegasan peraturan pemerintah maupun pejabat
mengenai pengendalian fungsi lahan. Ketidaktegasan tersebut diantaranya
9
meliputi kekuatan hukum, ketegasan penegak hukum, dan sanksi
pelanggaran.
10
pangan. Setiap desa di wilayah Sragen mulai mandiri menggerakkan
program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Selain itu, sesuai
program pemerintah pusat mengedukasi masyarakat menyesuaikan
makanan pokok non terigu dan non beras. Sampe dengan tahun 2016
terdapat 112 desa di Sragen dari 20 kecamatan sudah melaksanakan
program KRPL.
B. Pemerintah menyiapkan LP2B dengan mengatur strategi pengendalian alih
fungsi lahan pertanian pangan produktif sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 11 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011-2031 Pasal
3 ayat (2) huruf c, meliputi:
1. Menetapkan lahan sawah irigasi menjadi lahan pertanian pangan
berkelanjutan;
2. Mengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan
yang bukan lahan sawah irigasi dan/ atau lahan kering kurang
produktif;
3. Mengembangkan dan merevitalisasi jaringan irigasi dan meningkatkan
produktivitas lahan pertanian.
C. Dinas Pertanian melakukan sosialisasi lebih intensif terhadap petani,
pendataan petani, memberikan subsidi meliputi benih, pupuk, pestisida,
peminjaman alat-alat mesin pertanian dengan tujuan agar petani untung
dalam melakukan usaha pertaniannya.
D. Adanya Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 26 Tahun 2003
Tentang Irigasi.
E. Menentukan Kawasan Peruntukan Pertanian Pasar 55 Peraturan Daerah
Kabupaten Sragen Nomor 11 Tahun 2011 Kawasan Peruntukan Pertanian.
F. Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
G. Memberikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang pedoman
pengaturan, serta memberikan sanksi yaitu: peringatan tertulis,
penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum,
11
penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran
bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/ atau denda administratif.
12
justru merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan sawah
beririgasi teknis menjadi nonpertanian.
Sehubungan dengan tiga kendala di atas, tidak efektifnya peraturan yang
telah ada, juga dipengaruhi oleh: (1) lemahnya sistem administrasi tanah; (2)
kurang kuatnya koordinasi antar lembaga terkait; dan (3) belum memasyarakatnya
mekanisme implementasi tata ruang wilayah. Di samping itu, persepsi pemerintah
tentang kerugian akibat alih fungsi lahan sawah cenderung bias ke bawah (under
estimate), sehingga dampak negatif alih fungsi lahan sawah tersebut kurang
dianggap sebagai persoalan yang perlu ditangani secara serius dan konsisten.
Dalam mengatasi maraknya fenomena alih fungsi lahan, terdapat dua kata
kunci dalam strategi untuk mengatasinya yaitu holistik dan komprehensif. Holistik
artinya perlu ada partisipasi masyarakat agar memiliki kesadaran akan dampak
alih fungsi lahan terhadap keberlanjutan ketahanan pangan di masa depan.
Sedangkan komprehensif maksudnya yaitu seluruh elemen ekonomi baik industri
ataupun pemerintah perlu dilibatkan dalam menciptakan iklim pertanian yang
menihilkan timbulnya faktor-faktor pemicu terjadinya alih fungsi lahan.
Berikut skema yang bisa diterapkan dalam mengatasi alih fungsi lahan,
13
Dari Gambar diatas dapat diperhatikan bahwa terdapat tiga langkah dalam
mewujudkan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang bertumpu
pada masyarakat.
14
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16