DEFINISI
1.2. Tujuan
a. Untuk menjaga pasien dalam kondisi senyaman mungkin
b. Sebagai panduan bagi penyelenggara kesehatan Rumah Sakit Islam Darus
Syifa’ Surabaya untuk menghormati hak pasien dalam mendapatkan
penanganan nyeri
c. panduan bagi penyelenggara Kesehatan Rumah Sakit Islam Darus Syifa’
Surabaya dalam pemberian terapi nyeri kepada pasien untuk
menyelamatakan nyawanya.
d. Pasien mengetahui tentag haknya untuk mendapatkan menejemen nyeri
e. Pasien mengetahui tentang haknya untuk mendapatkan menejemen nyeri.
f. Pasien mendapatkan menejemen sesuai dengan haknya dalam
mempertahan kelangsungan hidunya.
1
1.3. Pengertian
a. Manajemen Nyeri adalah cara meringankan atau mengurangi nyeri
sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima pasien.
b. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata
atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan.
c. Kebijakan untuk memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi
d. perawat tidak hanya mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah dan
respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
e. Mengatakan nyeri sebagai konsep yang abstrak yang merujuk kepada
sensasi pribadi tentang sakit, suatu stiulasi berbahaya yang
menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon
untuk melindungi organisme dari bahaya.
f. Mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia
mengatakan tentang nyeri apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada
dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
a. Asesmem dan menejemen nyeri dilakukan untuk semua pasien rawat jalan
maupun pasien rawat inap
b. Asesmen dan menejemen nyeri ini dilakukan oleh dokter dan perawat
yang kompeten sesuai perizinan undang-undang peraturan yang berlaku
c. Nyeri dibagi menjadi tiga tipe yaitu:
1. Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan
2. Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan
yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif
3. Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker
atau proses penyakit alin yang progresif
d. Pelayanan rasa nyeri
1. Pelayanan nyeri akut
Adalah pelayanan penanggulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang
berlangsung dalam periode tertentu ) baik akut maupun kronis. Pada
nyeri akut, rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat
pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat diobati
2. Pelayanan nyeri kronis.
Nyeri berlangsung menetap dalam waktu tertentu dan seringkali tidak
beresponsif terhadap pengobatan.
e. Kelompok pasien dengan kebutuhan khusus yang memerlukan perhatian
1. Anak-anak
2. Pasien obstetric
3. Pasien lanjut usia
4. Pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik
5. Pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis
6. Pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis
3
7. Pasien dengan kanker atau HIV/AIDS
8. Pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat bahan lainnya.
f. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan
standart prosedur operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis.
4
BAB Ill
TATA LAKSANA
Pada tata laksana pelayanan pada pasien yang mengalami nyeri ini dapat dilihat
hal-hal yang berkaitan seperti:
3.1. Tipe Nyeri
Ada tahun 1986, the nasional Institusi Of Health Consensus Conference On
pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tipe tipe yaitu nyeri akut
merupakan hasil dari :
a. Injuri Akut, penyakit atau pembedahan
b. Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan
yang dalam
masa penyembuhan atau tidak progresif dan nyeri kronik keganasan
adalah nyeri yang berhubungan dengan kanker atau proses penyakit lain
yang progresif.
3.2. Respon Terhadap Nyeri
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon prilaku.
a. Nyeri akut respon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah
(awal), peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil,
dan keringat dingin, respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan
berkonsentrasi, ketakutan dan disstres.
b. Nyeri kronis respon fiiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut
nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon
perilakunya berupa imobilisasinya atau ketidak aktifan fisik, menarik
diri,, dan putus asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang
mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan, perawat
khususya menjadi tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya.
5
a. Ketakutan akan timbulnya adiksi seringkali pasien, keluarga, bahkan
tenaga kesehatanpun mempunyai asumsi akan terjadinya adiksi terhadap
penggunaan analgetik bagi pasien yang mengalami nyeri, adiksi sering
persepsikan sama dengan pengertian toleransi dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisik adalah munculnya sindrom putus zat akibat
penurunan dosis zat psikoaktif atau penghentian zat psikoaktif secra
mendadak. Toleransi adalah kebutuhan untuk terus meningkatkan dosis
zat psikoaktif guna mendapatkan efek yang sama, sedangkan adiksi
adalah suatu perilaku yang merujuk kepada penggunaan yang berlaku
dari suatu zat psikoaktif, meskipun telah diketahui adanya efek yang
merugikan. Ketakutan tersebut akan lebih nyata pada paien atau keluarga
dengan riwayat penyalahgunaan alcohol ata zat psikoloaktif lainnya.
Mereka biasanya takut untuk mendapatkan pengobatan nyeri dengan
menggunakan analgetik apalagi bila obat itu merupakan golongan
narkotik. Hal ini salah satunya disebabkan oleh minimnya informasi
yang mereka dapatkan mengenai hal itu, sebagai bagian dari tim yang
terlibat dalam pelayanan kesehatan perawat semestinya mempunyai
kapasitas yang cukup hal tersebut diatas.
b. Pengetahuan yang tidak adekuat dalam menejemen nyeri pengetahuan
yang tidak memadai tentang menejemen nyeri merupakan alasan yang
paling umum yang memicu terjadinya menejemen nyeri yang tidak
memadai tersebut, untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat
diperlukan sehingga tercipta tenaga kesehatanyang handal, salah satu
terobosan yang sudah dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri
dalam modul PBL dalam pendidikan keperawatan, hal ini diharapkan
dapat menjadi percepatan dalam pendidikan keperawatan, hal ini
diharapkan dapat menjadi percepatan dalam pendidikan profesi
keperawatan menuju merupakan hal mendasar yang menentukan dalam
kualita penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus
dilakukan baik pada saat awal mulai terindentifikasi nyeri sampai saat
setelah intervensi, mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat
6
dinamik, sehingga perlu dinilai secara berulang-ulang dan
berkesinambungan. Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan
untuk menilai nyeri yaitu simple Descriptive Pain Distress Scale, Visual
Aanalog Scale (VAS), pain Relief Visual Analog Scale diantara kelima
metode tersebut diatas 0-10 Numeric Pain Distress Scale yang paling
sering digunakan, dimana pasien diminta untuk merating rasa nyeri
tersebut berdasarkan skala penilaian numerik ulai angka 0 yang berarti
tidak ada nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak dari rasa nyeri,
sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah berstaf sedang.
Total
7
b. Wong Baker FACES Pain Scale
I. Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen
ii. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri
1. 0 - 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama
sekali
2. 2 – 3 = sedikit nyeri
3. 4 – 5 = cukup nyeri
4. 6 – 7 = lumayan nyeri
5. 8 – 9 = sangat nyeri
6. 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
c. COMFORT scale
I. Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar
operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric
Rating Scale Wong-Baker FACES Pain Scale.
ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor1-5,
dengan skor total antara 9 – 45.
1. Kewaspadaan
2. Ketenangan
3. Distress pernapasan
4. Menangis
5. Pergerakan
8
6. Tonus otot
7. Tegangan wajah
8. Tekanan darah basal
9. Denyut jantung basal
COMFORT Scale5
Kategori Skor Tanggal / waktu
9
3 – meraung
4 – menangis
5 – berteriak
Pergerakan 1 – tidak ada pergerakan
2 – kedang-kadang bergerak perlahan
3 – sering bergerak perlahan
4 – pergerakan aktif / gelisah
5 – pergrakan aktif termasuk badan dan kepala
Tonus otot 1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2 – penurunan tonus otot
3 – tonus otot normal
4 – peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan
dan kaki
5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan
dan kaki
Tegangan 1 – otot wajah relaks sepenuhnya
wajah 2 – tonus otot wajah normal, tidak terlihat
tegangan otot wajah yang nyata
3 – tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata
4 – tegangan hampir di seluruh otot wajah
5 – seluruh otot wajah tegang, meringis
Tekanan darah 1 – tekanan darah di bawah batas normal
basal 2 – tekanan darah berada di batas normal secara
konsisten
3 – peningkatan tekanan darah sesekali ≥15% di
atas batas normal (1-3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
4 – seringnya peningkatan tekanan darah ≥15%
di atas batas normal (>3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
10
5 – peningkatan tekanan darah terus-menerus
≥15%
Denyut jantung 1 – denyut jantung di bawah batas normal
basal 2 – denyut jantung berada di batas normal secara
konsisten
3 – peningkatan denyut jantung sesekali ≥15% di
atas batas normal (1-3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
4 – seringnya peningkatan denyut jantung ≥15%
di atas batas normal (>3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
5 – peningkatan denyut jantung terus-menerus
≥15%
Skor total
Ekspresi wajah
Wajah tenang, ekspresi netral
Otot-otot menangis
11
Menangis
Tenang, tidak menangis
0-tidak menangis
Merengek ringan, kadang-kadang
1-mengerang
Berteriak kencang, menaik,
2-menangis keras
melengking, terus menerus(catatan:
menangis lirih mungkin dinilai jika
bayi di intubasi yang dibuktikan
melalui gerakan mulut dan wajah
yang jelas
Pola pernafasan
Pola bernafas bayi yang normal
0-bernafas rileks
Tidak teratur, lebih cepat dari
1-perubahan
biasanya, tersedak
Nafas tertekan
Pola pernafasan
Lengan
Kaki
Tidak ada kekakuan otot, gerakan
0-relaks/terikat
kaki acak sekali-kali
Tegang, kaki lurus, kaku dan /atau
1-fleksi/ekstensi
ekstensi cepat ekstensi, fleksi
12
Keadaan kesadaran
Tenang,tidur damai atau gerakan
0-tidur/terjaga
kaki acak yang terjaga
Terjaga , gelisah, dan meronta-ronta
1-rewel
13
pertolongan segera. Nyeri akut dan berat dengan skor 7-10
sebaiknya langsung diberikan obat-obatan yang kuat dengan dosis
optimal, dapat memakai tramadol injeksi atau OAINS injeksi yang
cukup paten seperti ketorolak injeksi, natrium diklofenak injeksi,
ketoprofen injeksi, meloksikam injeksi, dynastat injeksi, dan
sebagainya jika masih nyeri dapat menggunakan golongan
narkotika sesuai dengan advice dokter.
6) Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/
bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan,
sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah
sakit.
c) Waktu melakukan asesmen ulang:
1) 15 Menit setelah intervensi obat injeksi
2) 1 jam setelah intervensi obat oral
3) 1x/ shif bila skor nyeri 1-3
4) Setiap 3 jam bila skor nyeri 4-6
5) Setiap 1 jam bila skor nyeri 7-10
6) Dihentikan bila skor nyeri 0, bila terjadi perubahan kondisi yang
signifikan lakukan asesmen ulang nyeri sesuai dengan
kebutuhan pasien.
d) Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
P = Provocation and Palliation
Adakah penyebab dan pemicu nyeri ?
Adakah hal-hal yang membuat nyeri berkurang ?
Hal-hal apa sajakah yang membuat nyeri bertambah ?
Q = Quality and Quantity
14
Apa yang ditemukan saat dilakukan perabaan, pengamatan dan
pendengaran ?
Seberapa kuat rasa nyerinya ?
R = Region and Radiation
Dapatkah menyebutkan di mana pusat nyerinya ?
Apakah nyeri tersebut menyebar ?
e) S = Severity and Scale
Apakah nyeri berhubungan saat melakukan aktifitas ?
Dapatkah rasa nyeri tersebut diukur dengan skala 1 hingga 10 ?
T = Timing and Type of Onset
Kapan pertama kali nyeri muncul ?
Seberapa sering nyeri tersebut timbul ?
Apakah nyeri timbul secara tiba-tiba atau perlahan ?
5) Asesmen ulang nyeri didokumentasikan di dalam SOAP dan
ditulis PQRST saat melakukan assesmen ulang keperawatan,
lembar observasi perawat dan di lembar managemen nyeri
15
2. Apabila setelah dilakukan 3 langkah tersebut, nyeri masih ada (terutama
pada kasus kanker), dapat dipertimbangkan untuk melakukan langkah ke-
4, yaitu tindakan intervensional :
a. Blok (somatik, simpatetik)
b. Spinal medication
c. Spinal cords stimulation
d. Bedah
Cara penatalaksanaan nyeri kronik menggunakan analgesik opioid :
1. Pasien dan keluarga harus diedukasi mengenai :
a. Efek adiksi narkotik
b. Toleransi
c. Ketergantungan fisik
d. Efek samping lain yang mungkin terjadi
2. Peresepan analgetik opioid dan adjuvan psikotropika harus dilakukan
sesuai prosedur peresepan narkotika dan psikotropika
16
a. Berisi lidokain 5% (700 mg).
b. Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium
neuronal.
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada
efek samping sistemik
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia
pasca-herpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan),
nyeri punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis
e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain
f. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area
yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka),
dipakai selama <12 jam dalam periode 24 jam.
2. Eutectic Mixture of Local Anesthetics (EMLA)
a. Mengandung lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%
b. Indikasi: anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak
dan pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor
superfisial dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi infiltrasi.
c. Mekanisme kerja: efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal
natrium saraf sensorik.
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek
anesthesia lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi
kassa oklusif dan menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas.
e. Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau kongenital.
f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada
kulit dan tutuplah dengan kassa oklusif.
3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang
lebih besar.
17
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-
sedang, anti-piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung,
angioedema, dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
d. Ketorolak:
1) merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat
2) bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau
dikombinasikan dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik
dan meminimalisasi efek samping opioid (depresi pernapasan,
sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-
analgesik.
5. Efek analgesik pada Antidepresan
a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
serotonin sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan
meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif.
b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik,
cedera saraf perifer, nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai: amitriptilin, imipramine,
despiramin: efek antinosiseptif perifer. Dosis: 50 – 300 mg, sekali
sehari.
6. Anti-konvulsan
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping:
somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 – 1800 mg/hari (2-3
kali perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan
perminggu hingga dosis efektif.
18
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis:
100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).
7. Antagonis kanal natrium
a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasiS
b. Lidokain: dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan
1-3mg/kgBB/jam titrasi.
c. Prokain: 4-6,5 mg/kgBB/hari.
8. Antagonis kanal kalsium
a. Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling efektif
sebagai analgesik. Dosis: 1-3ug/hari. Efek samping: pusing, mual,
nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, konstipasi. Efek samping ini
bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat
dihentikan.
b. Nimodipin, Verapamil: mengobati migraine dan sakit kepala kronik.
Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang
menggunakan eskalasi dosis morfin.
9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan
efek samping yang lebih sedikit / ringan. Berefek sinergistik dengan
medikasi OAINS.
b. Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri
kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawahm neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
c. Efek samping: pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal, dan oral.
e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal:
400mg dalam 24 jam.
f. Titrasi: terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi
yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.
19
Jadwal titrasi tramadol
Protokol Dosis Jadwal titrasi Direkomendas
Titrasi inisial ikan untuk
Titrasi 4x 2 x 50mg selama 3 hari. Lanjut usia
10-hari 50mg Naikkan menjadi 3 x Risiko jatuh
selama 50mg selama 3 hari. Sensitivitas
3 hari Lanjutkan dengan 4 x medikasi
50mg.
Dapat dinaikkan sampai
tercapai efek analgesik
yang diinginkan.
10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
20
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
1) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
a) Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infus, opioid long acting
b) Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin,
antiemetik tertentu)
c) Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia,
uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tekanan
intrakranial.
d) Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas
intermiten
2) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu:
a) 0 = sadar penuh
b) 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah
dibangunkan
c) 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk,
mudah dibangunkan
d) 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
e) S = tidur normal
3) Sistem Saraf Pusat:
a) Euforia, halusinasi, miosis, kekakukan otot
b) Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan
koma
4) Toksisitas metabolit
a) Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching,
mioklonus multifokal, kejang
21
b) Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
c) Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi
ginjal, terutama pada pasien usia > 70 tahun
5) Efek kardiovaskular :
a) Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume
intravascular; serta level aktivitas simpatetik
b) Morfin menimbulkan vasodilatasi
c) Petidin menimbulkan takikardi
6) Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah:
hidrasi dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari
pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien,
obat antiemetic.
22
Frekuensi Tiap 4-6 jam Tiap 4-6 Tiap 12 jam Tiap 6-8 jam
jam
Jalur Oral, IV, IM IV, IM Oral, IV Oral, IM
pemberian
1. Pemberian Oral:
a. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.
b. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.
2. Injeksi intramuscular:
a. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
b. Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak
dapat diandalkan.
c. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
3. Injeksi subkutan
4. Injeksi intravena:
a. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
b. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui
infus).
c. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis.
5. Injeksi supraspinal:
a. Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG).
b. Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak.
c. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien
kanker.
6. Injeksi spinal (epidural, intratekal):
a. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu
dorsalis spinal.
b. Sangat efektif sebagai analgesik.
c. Harus dipantau dengan ketat
23
7. Injeksi Perifer
a. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek
anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi).
b. Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi2
Analgesik non opioid dan dosisnya (Diberikan oleh DPJP/ dokter umum )
Dosis
Nama obat Dosis (mg) Durasi efek maksimal/hari
(mg)
30-60 ( IM)
Ketorolak 30 ( IV ) 120
24
Analgesik opioid dan dosisnya
(Diberikan oleh dokter anestesi )
Nama obat Dosis(mg) Durasi efek Frekuensi Keterangan
50 mcg
Fentanyl 30-60 menit Nyeri berat
(IV/SC)
30-60mg Nyeri
Codein 2-4 jam Tiap 4 jam ringan-
( oral ) sedang
Nyeri
7,5mg
Oxycodone 3-6 jam Tiap 6 jam sedang-
(oral)
berat
Nyeri
Tramadol 50-150mg Tiap 8 jam ringan-
sedang
25
1. Terapi Rehabilitasi Medik dalam Manajemen Nyeri
Terapi Rehabilitasi Medik dalam manajemen nyeri menggunakan berbagai
latihan dan modalitas fisik yang memberikan efek terapeutik dalam jaringan.
a. Latihan
b. Modalitas fisik pasif :
1) Terapi dingin
Kemasan dingin
Pijat es
Perendaman air dingin
2) Terapi panas
Kemasan panas/bantal pemanas
4) Teknik Terapi okupasi
Penilaian ergonomis/adaptasi
Aktivitas hidup/modifikasi pekerjaan
Strategi langkah
Mekanika tubuh dan sikap dinamis
5) Terapi manual
Mobilisasi dengan stretching
Manipulasi (terapi siropraktik)
Pijatan (massage)
Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan lunak yang
bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau terkadang
psikologi.
26
Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek,
cepat dan bergantian tangan.
Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya
memutar sepanjang tulang punggung dari sacrum ke bahu.
Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih
halus dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
Petriasi. Menekan punggung secara horizontal. Pindah tangan
anda dengan arah yang berlawanan, menggunakan gerakan
meremas.
Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung-
ujung jari untuk mengakhiri pijatan.
6) Traksi
27
mental (seperti penarikan diri) yang menjaga mereka dari menangani
langsung peristiwa yang dihadapi.
Terapi musik digunakan oleh individu dari bermacam rentang usia dan
dengan beragam kondisi; gangguan kejiwaan, masalah kesehatan,
kecacatan fisik, kerusakan sensorik, gangguan perkembangan,
penyalahgunaan zat, masalah interpersonal dan penuaan. Therapy ini juga
digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, membangun rasa
percaya diri, mengurangi stress, mendukung latihan fisik dan memfasilitasi
berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan kesehatan.
28
d) Guided Imaginary
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengalihkan persepsi rasa nyeri dengan
mendorong pasien untuk mengkhayal dengan bimbingan. Tekniknya sebagai
berikut:
a. Atur posisi yang nyaman pada klien.
b. Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan hal-hal yang
menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua
indra.
c. Mintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan
sambil merelaksasikan tubuhnya.
d. Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara lagi.
e. Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman,
perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien
siap.
e) Relaksasi
Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada
ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya.
Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat
dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi.
Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien
dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan
lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya
adalah relaksasi autogenic. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko.
29
4. Pendekatan Non Farmakologis untuk Nyeri Akut
30
Tipe nyeri Metode fisik Metode Lainnya
atau sumber psikologis
Prosedural Aplikasi dingin
(sebelum dan
sesudah prosedur)
Iritasi konter (pijat
sederhana,
menggaruk, tekanan)
Istirahat atau
imobilisasi (setelah
prosedur)
31
1. Menghilangkan penyebabnya
Nyeri akibat infeksi atau bakteri dapat dihilangkan dengan
mengobati atau melenyapkan factor penyebabnya, yakni pemberian
obat guna membunuh kuman/bakteri
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
Nyeri juga dapat ditekan dengan meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit.Ini dapat dilakukan dengan pemberian
terapi.Misalnya pemberian vitamin, terapi media, terapi massage
(pijat) dan lain-lain.
3. Memotong transmisi nyeri
Pada dasarnya segala bentuk pengobatan terhadap nyeri adalah
dengan melakukan blockade syaraf sensorik. Ini dapat dilakukan
dengan pemberian obat-obatan yang sifatnya menekan fungsi
nociceptor (syaraf nyeri).
32
BAB IV
DOKUMENTASI
33