KELOMPOK 9
Indrawati 1130223017
Asma’ul Kusnah 1130223022
Imroatus Sholikha 1130223028
Maulida farhana Agustin 1130223043
Ayis Thandi Kusuma 1130223050
Fasilitator :
Rusdianingseh, M. Kep.,Ns., M. Kes
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis dan pihak yang membutuhkannya.
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
2.1 Konsep Teori Populasi Rentan ................................................................... 3
2.1.1 Definisi Populasi Rentan ................................................................. 3
2.1.2 Keperawatan Komunitas .................................................................. 3
A. Correctional Setting .................................................................... 3
1. Definisi Correctional Setting.................................................. 3
2. Area Correctional Setting ....................................................... 4
3. Masalah Kesehatan Di Correctional Setting ......................... 5
4. Asuhan Keperawatan dalam Correctional Setting ................ 7
a. Pengkajian keperawatan ....................................................... 7
b. Diagnosa keperawatan .......................................................... 11
c. Kriteris hasil keperawatan .................................................... 11
d. Intervensi keperawatan ......................................................... 11
B. Area Rural .................................................................................... 13
1. Definisi Rural .......................................................................... 15
2. Ciri masyarakat Pedesaan / Rural ......................................... 15
3. Kehidupan sosial Masyarakat Rural ...................................... 15
4. Masalah Kesehatan di Area Rural .......................................... 17
5. Tingkat Pencegahan Masalah Kesehatan di Area Rural ....... 19
6. Kelompok Resiko di Area Rural ............................................ 20
7. Hambatan Pemenuhan Perawatan di Area Rural .................. 22
8. Peran Perawat di Area Rural .................................................. 23
9. Asuhan KeperawatanDalam Area Rural ................................ 23
a. Pengkajian....................................................................... 23
b. Diagnosa keperwatan....................................................24
c. Kriteria hasil keperawatan............................................. 24
d.Intervensi keperawatan.................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 26
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
4. Bagaimana Asuhan keperawatan komunitas populasi rentan correctional
setting dan rural ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori komunitas rentan
2. Untuk mengetahui konsep correctional setting
3. Untuk mengetahui konsep area rural
4. Bagaimana Asuhan keperawatan agregat komunitas populasi rentan
correctional setting dan rural
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
& Thomas, 2003). Umumnya peran perawat di LAPAS adalah sebagai
seorang pembimbing, perencana, konselor, dan peneliti. Pelayanan
keperawatan di LAPAS diberikan dengan beberapa tujuan bagi warga binaan,
diantaranya adalah untuk mengatasi masalah kesehatan baik fisik dan mental,
mencegah penyakit menular terutama yang kronis seperti TB dan kusta,
rehabilitasi alkohol dan obat–obatan terlarang, mencegah bunuh diri, terapi
somatik, konseling psikososial, kesehatan lingkungan, mengajarkan dasar-
dasar kesehatan dan mengubah perilaku warga binaan sehingga ketika bebas
mampu berperan dalam kesehatan di masyarakat, dan mengajarkan
pertolongan pertama ( Mangestu D&M, 2006).
a. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara adil dan optimal dan
melarang kekejaman serta hukuman yang tidak wajar bagi para tahanan
untuk mencegah terjadinya cedera atau penyakit. Para penghuni hidup
dalam kemiskinan atau kekurangan, berpendidikan rendah dan gaya
hidup yang tidak sehat seperti penyalahgunaan obat. Karena banyak
4
penghuni yang tidak mampu membayar pelayanan kesehatan diluar maka
biaya akan ditanggung oleh lembaga tersebut.
b. Untuk mencegah penularan penyakit dari lembaga pemasyarakatan ke
komunitas,atau para antar penghuni.
2. Masalah Kesehatan di Correctional Setting
a. Kesehatan mental
b. Kesehatan fisik
1) HIV
Angka kejadian HIV diantara para Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP)diperkirakan 6 kali lebih tinggi daripada populasi umum. Tingginya
angka infeksi HIV ini berkaitan dengan perilaku yang beresiko tinggi
seperti penggunaan obat-obatan, seksual intercourse yang tidak aman dan
pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan untuk menekan angka
kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan program pendidikan
kesehatan mengenai HIV dan AIDS.
2) Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi daripada populasi
umum walaupundata yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan dengan
penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengan
insiden hepatitis B dan C tinggi. National Commision On Correction
Health Care (NCCHC) menyarankan agar dilakukan skrinning pada semua
tahanan dan jika di indikasikan pendidikan bagi semua staff dan tahanan
mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan, dan kemajuan
5
penyakit.
3) Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi umum. Hal
ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang
mempengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 1996, lembaga yang
menangani tuberkulosis yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan
pengontrolan TB dilembaga masyarakat yaitu :
a) Diadakannya skrinning TB bagi semua staf dan tahanan
b) Diadakan pencegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan
yang sesuai
c) Monitoring dan evaluasi skrinning
4) Scabies.
Penyakit kulit Skabies sendiri adalah infeksi kulit yang disebabkan
Sarcoptes scabei tungau berukuran kecil yang hidup didalam kulit
penderita. Penyakit skabies ini umum terjadi di Lembaga Pemasyarakatan
dengan keadaan over kapasitas, dikarenakan penularan yang terjadi dari
seorang penderita pada orang lain adalah melalui kontak langsung yang
erat.
1) Wanita
a) Umur
7
kekerasan dan penyalahgunaan obat. Semakin banyak anak muda
yang masuk penjara dan diperlakukan seperti orang dewasa. Hal
ini berarti bahwa pemberian pelayanan kesehatan harus
memenuhi kebutuhan perkembangan usia ini seperti memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis.
Dalam institusi correctional juga terjadi peningkatan jumlah
orang dewasa secara signifikan. Proses penuaan pada penghuni
penjara berarti bahwa perawat harus mengatasi masalah utama
yang terjadi pada orang dewasa.
c) Genetik
Ada 2 faktor genetik yang mempengaruhi kesehatan dalam
correctional setting adalah jenis kelamin dan etnisitas.
Jenis kelamin
8
penyakit kronik, cedera dan kehamilan.
Penyakit menular meliputi TBC, HIV, AIDS, hepatitis B, dan
penyakitseksual lain.
TBC
Perawat sebaiknya menanyakan gejala dan riwayat
penyakit agar pasien yang terinfeksi dapat diisolasi.
HIV AIDS
Perawat mengkaji riwayat HIV, perilaku beresiko tinggi
dan riwayat atau gejala infeksi oportunistik yang mungkin
terjadi pada semua tahanan.
Hepatitis B dan penyakit seksual lain
Perawat mengkaji riwayat penyakit menular seksual dan
hepatitis B serta waspada adanya tanda fisik dan gejala
penyakit ini.
Penyakit kronis yang biasa terjadi antara lain: diabetes,
hipertensi, penyakit jantung, dan paru serta kejang. Perawat
harus mengkaji dengan tepat riwayat kesehatan dari klien,
anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan di
komunitas. Perawat harus mengkaji adanya penyakit/kondisi
kronik pada klien dan mengidentifikasi masalah dengan
tingkat kejadian yang tinggi di institusi/populasi dimana ia
bekerja.
Cedera
Merupakan area lain dari fungsi fisiologis yang harus dikaji
oleh perawat. Cedera mungkin diakibatkan karena aktivitas
sebelum penahanan, tindakan petugas atau kecelakaan yang
terjadi selama di tahanan. Perawat harua memperhatikan
potensial terjadinya cedera internal dan mengkaji tanda- tanda
trauma.
Kehamilan
3) Pengkajian Perilaku dan Lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan di correctional
9
setting meliputi diet, penyalahgunaan obat, merokok, kesempatan
berolahraga/rekreasi, serta penggunaan kondom di lingkungan
correctional setting. Pengkajian psikologis pada correctional setting
juga penting karena:
10
a) Layanan kesehatan diberikan oleh staf yang bekerja di institusi.
11
c. edukasi
Promosikan kebijakan pemerintah untuk mengurangi risiko
penyakit
Berikan pendidikan kesehatan untuk kelompok risiko
Informasikan layananan kesehatan ke individu, keluarga,
berisiko dan masyarakat
d. Kolaborasi
Kolaborasi dalam tim multidisiplin untuk mengindentifikasi
ancaman keamanan di masyarakat
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam program
kesehatan komunitas untuk menghadapi risiko yang
diketahui
Kolaborasi dalam pengembangan program aksi masyarkat
Kolaborasi dengan kelompok masyarkat dalam menjalankan
peraturan pemerintah
Diagnosa keperawatan 2
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
Faktor resiko :
Curiga pada orang lain
Disfungsi sistem keluarga
Kerusakan kognitif
Persepsi pada lingkungan tidak akurat
Lingkungan tidak teratur
Kriteria Hasil
Kontrol diri
Orientasi kognitif
Status orientasi
Intervensi
a. Observasi
Identifikasi kemampuan yang dimiliki
12
Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
Identifikasi metode penyelesaian masalah
Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan sosial
b. Terapeutik
Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
Motivasi mengidentifikasi sistem pendukung yang tersedia
Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam
c. Edukasi
Anjurkan memecahkan masalah secara konstruktif
Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan
Latih mengembangkan penilaian obyektif
13
penduduk, perbedaan pekerjaan dan kebiasaan hidup, konsep sehat dan
sakit, perbedaan lingkungan hidup, dan keadaan sanitasi penduduk serta
berbagai perbedaan lainnya (Noor, 2008).
Menurut Long dan Weinert (1989), ada lima teori keperawatan
pedesaan yang mengidentifikasi karakteristik kunci dari masyarakat
pedesaan yang memengaruhi pelayanan keperawatan, yaitu:
a. Kesehatan dan etos kerja
Penduduk pedesaan mengartikan kesehatan sebagai
kemampuan untuk bekerja (Anderson, 2006). Orientasi pelayanan
kesehatan dari penduduk desa sebagai orientasi terhadap kondisi
kesehatan saat ini dan orientasi krisis.
Seseorang akan merasa sehat jika ia masih mampu bekerja
seperti biasanya, meskipun secara biologis maupun psikologis,
seseorang sebenarnya berada dalam kondisi yang tidak sehat.
Penduduk di daerah ini tidak aktif dalam usaha peningkatan
kesehatan, jarangnya partisipasi penduduk terhadap penghentian
program aktivitas pemeliharaan kesehatan ini adalah hal yang biasa
terjadi pada daerah rural. Apabila mereka sakit, mereka cenderung
mencari pengobatan alternatif atau tradisional.
b. Jarak dan isolasi
14
diri (Anderson, 2006). Seseorang yang berada jauh dari pusat
pelayanan kesehatan, akan memilih untuk melakukan perawatan
secara mandiri di rumah apabila dirinya atau anggota keluarganya
yang lain sakit atau mengalami luka sampai seseorang tersebut tidak
menyadari dampak pada dirinya sendiri dari tindakan yang
dilakukannya tersebut. Untuk melakukan perawatan luka secara
mandiri misalnya, dibutuhkan rasa percaya diri bahwa ia mampu
melakukannya dengan perawatan terbaik.
d. Kurangnya anonimitas
Anonimitas yaitu tindakan merahasiakan nama seseorang
terkait dengan partisipasinya dalam sebuah kegiatan (Brockopp,
1999). Seorang pemberi pelayanan kesehatan akan dikenal oleh
seluruh penduduk di daerah rural, sehingga privasinya menjadi
terbatas. Hal ini disebabkan karena orang-orang dengan pendidikan
tinggi dan kemampuan untuk memimpin sebuah komunitas tidak ada
atau memilih pindah ke daerah urban (perkotaan). Kredibilitas,
kepercayaan, dan efektivitas seorang perawat komunitas pedesaan
sebagai agens perubahan (change agent) dalam upaya membangun
kemitraan, bergantung pada penilaian komunitas terhadap perawat
komunitas tersebut secara keseluruhan.
e. Identifikasi orang dalam/orang luar dan penduduk lama/pendatang
baru
Kategori pendatang lama adalah mereka yang sudah menetap
selama 15-20 tahun di suatu daerah (Anderson, 2006).Orang dalam
maupun penduduk lama, mereka cenderung lebih berhari-hati dalam
menjalin interaksi dengan orang luar maupun pendatang baru.
Penerimaan terhadap perawat komunitas di daerah rural dan
peranannya dipengaruhi oleh pemikiran mengenai orang
dalam/orang luar dan penduduk lama/pendatang baru (Anderson,
2006).
2. Ciri-ciri masyarakat pedesaan atau rural:
a. Mempunyai perilaku homogeny
15
b. Mempunyai perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan
kebersamaan
c. Mempunyai perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status .
d. Isolasi sosial, sehingga static
e. Kesatuan dan keutuhan cultural
f. Masih banyak ritual dan nilai-nilai sakral
g. Kolektivisme
3. Kehidupan Sosial Masyarakat Rural
Kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang
pada umumnya bercorak agraris. Aktivitas kesehariannya masih
didominasi oleh pengaruh lingkungan alam. Dengan kata lain pengaruh
lingkungan atau kondisi alam setempat masih sangat erat mewarnai
tatanan dan pola hidup penduduk desa. Hubungan antarwarga
masyarakat masih sangat erat, saling mengenal, dan gotong royong.
Penderitaan seseorang di perdesaan pada umumnya menjadi derita semua
pihak. Menurut para ahli sosiologi, hubungan semacam ini dikenal
dengan istilah gemeinschaft (paguyuban). (Bambang,2007)
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan
warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya
berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Ciri-ciri relasi sosial yang
ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem
kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan
penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan
bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah
pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan
pekerjaan sambilan saja. Golongan orang-orang tua pada masyarakat
pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu
meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang
dihadapi. Daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya
terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
16
Pedesaan merupakan sebuah komunitas kecil, sehingga para warganya
saling mengenal dan bergaul secara intensif, karena kecil, maka setiap
bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda
antara satu dan lainnya, para warganya dapat menghayati lapangan
kehidupan mereka dengan baik. Selain itu masyarakat pedesaan memiliki
sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang
muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang
muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan hutang jasa atau
kebaikan. (Koentjaraningrat ,2005)
17
angka kejadian penyakit menular, kurangnya pengertian
masyarakat tentang hidup sehat, gizi yang buruk dan keadaan
hygiene dan sanitasi yang kurang memuaskan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang di daerah
pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat sulit
mendapatkan atau memperoleh pengobatan. Selain itu hal penting
yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan
pada masyarakat desa adalah penderita atau keluarga tidak dengan
segera mencari pertolongan pengobatan karena terbatasnya
fasilitas yang ada atau bahkan pengetahuan mereka. Perilaku yang
menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini
disebut dengan treatment delay. Perilaku menunda ini dikarenakan
tingkat pendidikan di daerah pedesaan rendah dan kondisi ekonomi
yang kurang (Sarafino, 2006).
18
menular, seperti disentri (diare), pneumonia, tuberculosis, bronchitis,
influenza, penyakit campak, dll.
Kondisi masyarakat pedesaan yang didominasi oleh banyaknya
lahan, dapat menimbulkan penyakit parasiter seperti schistosomiasis dan
filariasis. Schistosomiasis dan filiriasis tumbuh secara tepat akibat
kesembronoan dan kelalaian manusia. Parasit schistosomiasis berpindah
dari orang ke orang lain melalui kotoran manusia dan siput air (inang
perantara), dan juga saluran irigasi maupun selokan yang system
pengairannya tidak baik.
Masyarakat pedesaan senang mengonsumsi siput air yang mereka
cari sendiri, karena penghasilan yang sangat cukup untuk memenuhi
kebutuhannya. Dengan begitu bisa saja mereka mengonsumsi siput air
yang mengandung Shistosomiasis dan filariasis. Penyakit yang di derita
oleh masyarakat pedesaan biasanya yaitu, tuberkulosis (TB), stroke dan
hipertensi.
5. Tingkat Pencegahan Masalah Kesehatan di Area Rural
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit selama prapatogenesis (sebelum proses suatu penyakit dimulai).
Pencegahan primer yang dapat dilakukan di area rural seperti pendidikan
kesehatan dan promosi kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan,
perbaikan status gizi dan kesehatan, pemberian imunisasi,
pengembangan personalitas dan pembentukan karakter seperti
peningkatan kebiasaan cuci tangan sebelum makan, karena kebanyakan
masyarakat di pedesaan bekerja sebagai petani sehingga perlu diberi tahu
tentang cara hidup bersih dan sehat.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengendalikan atau
membatasi penyebaran suatu penyakit atau diagnosis dini dan
pengobatan segera/adekuat. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan
19
di area rural adalah pencarian penderita, skrining kesehatan tujuannya
untuk mendeteksi keberadaan penyakit selama masa pathogenesis awal.
Untuk penyakit menular terkadang pengendalian sekunder dapat
mengakibatkan isolasi atau karantina. Upaya lebih lanjut adalah
desinfeksi, pengobatan masal dengan antibiotik, menjaga kontak
langsung dengan penderita penyakit menular.
c. Pencegahan Tersier
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat di desa
tentang kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak
melanjutkan pengobatan sampai tuntas. Pengobatan yang tidak lengkap
dapat mengakibatkan kecacatan atau ketidakmampuan bagi
penderitanya, maka diperlukan rehabilitasi untuk pemulihan dari
penyakit yang diderita, dan pendidikan kesehatan masih diperlukan
dalam pencegahan tersier agar keluarga pasien yang sudah direhabilitasi
karena kecacatan dari penyakit yang dideritanya dapat menerima pasien
tersebut kembali ke keluarga, perbaikan fasilitas kesehatan.
20
kuantitas seharusnya lebih banyak daripada anggota keluarga lain. Faktor
lainnya adalah mata pencaharian di daerah pedesaan adalah bertani dan
berdagang sehingga anggota keluarga yang besar sehingga
akan penghasilan mereka pun cenderung lebih rendah. Selain itu, tingkat
pendidikan orang tua di daerah pedesaan cenderung rendah, sehingga
dapat menyebabkan risiko malnutrisi akut pada balita (Huriah, 2013).
b. Kelompok perempuan usia 55 – 64 tahun rentan mengalami hipertensi
Kejadian hipertensi berdasarkan jenis kelamin pada masyarakat
rural lebih banyak pada perempuan. Kejadian hipertensi diakibatkan
oleh konsumsi makanan asin, konsumsi makanan berlemak, tidak
konsumsi buah dan sayur, dan obesitas lebih banyak terjadi pada
masyarakat rural (Nabila, 2014).
c. Kelompok lansia
Peningkatan angka harapan hidup membawa kebaikan pada derajat
kesehatan bangsa. Namun, hal tersebut mengarah pada transisi
epidemiologi, ditandai dengan pergeseran pola penyakit dari penyakit
infeksi menjadi penyakit degenerative yang berhubungan dengan proses
penuaan. Penyakit tersebut antara lain diabetes mellitus, hipertensi,
demensia, pembesaran prostat jinak, katarak, dan beragam masalah
kejiwaan seperti depresi, ansietas, dan gangguan tidur. Di daerah pedesaan
kondisi pelayanan lansia semakin sulit. Kemiskinan, tingkat pendidikan
yang rendah, lapangan pekerjaan yang terbatas, sarana/prasarana publik
yang buruk, perhatian pemerintah daerah yang kurang, pergeseran nilai-
nilai sosial budaya, serta kualitas sumberdaya manusia yang rendah menjadi
penyebab masalah kesehatan lansia di Indonesia (Pramono, 2012).
21
sarana kesehatan, serta status sosial ekonomi dan budaya. Akses
pelayanan tidak hanya disebabkan masalah jarak, tetapi terdapat dua
faktor penentu yaitu determinan penyediaan yang merupakan faktor-
faktor pelayanan, dan determinan permintaan yang merupakan faktor-
faktor pengguna. Faktor-faktor pelayanan terdiri atas organisasi
pelayanan dan infrastruktur fisik, tempat pelayanan, ketersediaan,
pemanfaatan dan distribusi petugas, biaya pelayanan serta mutu
pelayanan. Sedangkan determinan permintaan yang merupakan faktor
pengguna meliputi rendahnya pendidikan dan kondisi sosial budaya
masyarakat serta tingkat pendapatan masyarakat yang rendah atau miskin.
b. Faktor pelayanan
23
Kurang terpapar informasi
Kesulitan ekonomi
Konflik keluarga
Ketidakefektifan pola perawatan kesehatan keluarga
Kekurangan dukungan sosial
c. Kriteria Hasil
Manajemen kesehatan
Pemeliharaan kesehatan
Proses informasi
Tingkat kepatuhan
Tingkat pengetahuan
d. Intervensi Keperawatan
a. Observasi
Identifikasi kebutuhan keselamatan ( misal kondisi fisik,fungsi kognitif
dan riwayat perilaku )
Monitor perubahan sistem keselamatan lingkungan
b. terapeutik
Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan, jika memungkinkan
Modifikasi lingkungan untuk memaksimalkan bahay dan resiko
Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
Gunakan perangkat pelindung
Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (misal polisi,
damkar, puskesmas )
Fasilitasi rekolasi ke lingkungan yang aman
c. Edukasi
ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan
e. Implementasi Keperawatan
Implementasikan intervensi pencegahan primer, sekunder, dan tersier
sesuai dengan diagnosa. Ini bisa mencakup kampanye penyuluhan, program
imunisasi, deteksi dini penyakit, dan manajemen penyakit kronis.
f. Kolaborasi Keperawatan
1. Kolaborasi Antarprofesional
24
Bangun kerja sama dengan pihak terkait seperti dokter, perawat,
pekerja sosial, dan komunitas lokal untuk menyediakan layanan yang
komprehensif.
2. Pengembangan Layanan Kesehatan Lokal
Dukung pengembangan infrastruktur kesehatan lokal, termasuk pusat
kesehatan, klinik, atau layanan kesehatan mobile untuk meningkatkan
aksesibilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyani, E. (2014). Makalah Konsep Area Rural.
Andreson, E. T. (n.d.). Buku Ajar Keperawan Komunitas: Teori dan Praktik Ed 3.
Jakarta: EGC
Andriany, M. (2021). Keperawatan Komunitas Correctional Setting.
Clark, M. J. (2001). Nursing in the Community: Dimensions of Community
Health Nursing. USA
Marzeli, R. (2020). Instrument Assesment Correctional Setting.
25
Noor, N. N. (2008). Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Prisma, E. (2013). Asuhan Keperawatan Correctional Setting.
26
27