Anda di halaman 1dari 10

Tragedi Everest '96: Kisah Nekat Pendaki Rusia

demi Selamatkan Tiga Nyawa


di Ketinggian 8.000 Meter
Penyelamatan di dataran tinggi jarang berhasil dan kerap dianggap sebagai upaya bunuh diri. Namun,
keajaiban bisa terjadi dan sebuah tragedi pada 1996 yang diulas dalam film Everest menunjukkan
bagaimana seorang pendaki berhasil menyelamatkan tiga nyawa meski di tengah kondisi yang sangat
berbahaya.
Pada 10 Mei 1996, sebuah badai salju dahsyat menerjang Gunung Everest, membuat para pendaki
gunung terjebak yang tengah menuruni gunung. Sejumlah anggota ekspedisi terjebak di ‘zona kematian’
— zona mematikan yang berada di ketinggian lebih dari 8.000 meter di atas permukaan laut (mdpl)
dengan oksigen yang sangat terbatas. Pada ketinggian tersebut, otak Anda menjadi mudah kebingungan,
dan bahkan bergerak pun menjadi sangat sulit. Karena semua energi para pendaki sebelumnya
difokuskan pada pendakian ke atas, kerap kali proses turun jauh lebih sulit.
Karena buruknya jarak pandang, mereka yang kembali ke tempat peristirahatan di ketinggian 7.900 meter
di atas permukaan laut tak siap untuk melakukan misi penyelamatan. Semua pendaki terlalu lelah dan
paham bahwa jika mereka keluar di saat badai, akibatnya bisa fatal. Namun, seorang pria tetap mencoba
hal itu. Anatoli Boukreev, seorang pemandu Rusia untuk ekspedisi Amerika, Mountain Madness,
menyelamatkan tiga nyawa malam itu.

Anatoli Boukreev Mountain Springs

Sebagai seorang pendaki berpengalaman yang terlatih di era Soviet, Boukreev adalah salah satu dari dua
pemandu yang disewa oleh pendaki AS Scott Fischer untuk ekspedisi komersial pertamanya pada 1996.
“Akan ada Anatoli (Boukreev) bersama kita — tak ada pendaki yang lebih berpengalaman dan kuat
daripada dia. Siapa yang akan tahu apa yang akan terjadi?” demikian kata Fischer ketika Boukreev
bergabung dengan tim, menurus seorang koleganya (dari buku Boukreev The Climb)
Tahun itu, timnya merupakan salah satu dari beberapa ekspedisi yang mencoba mencapai puncak.
Awalnya, semua berlangsung dengan baik: cuaca cukup bagus dan tak menunjukkan gejala memburuk.
Boukreev lebih awal dari timnya, ia mencapai puncak sekitar pukul 1 siang, dan ia menunggu yang lain.
Pada pukul 02.30 siang, hanya dua dari delapan pendaki yang sudah mencapai puncak. Khawatir dengan
yang lain, Boukreev turun untuk mencari tahu apakah ada masalah di bawah.
Tepat di bawah puncak, Boukreev berpapasan dengan Rob Hall, kepala ekspedisi dari Selandia Baru,
dan melewati empat klien pendakinya. Scott Fischer pun terlihat baik-baik saja.
“Di atas Hillary Steps (batu penghalang yang tak jauh di bawah puncak) saya bertemu dan bicara dengan
Scott Fischer, yang kelelahan, tapi dia bilang ia hanya sedikit tak enak badan. Tak ada tanda-tanda
kesulitan meski saya mulai menduga bahwa pasokan oksigennya (yang digunakan untuk menghindari
atau mengurangi efek hypoxia akut di dataran tinggi) sudah menipis,” kenang Boukreev.
“Saya bilang pada Scott bahwa pendakian sepertinya lamban, dan saya khawatir ketika turun mereka
akan kehabisan oksigen sebelum kembali ke Camp IV (di 7.900 mdpl). Saya jelaskan bahwa saya ingin
turun secepat mungkin ke Camp IV untuk menghangatkan diri dan mendapat pasokan minuman hangat
dan oksigen kalau-kalau saya harus naik ke atas mendampingi pendaki. Scott, karena melihat Rob Hall
di depannya, menyetujui rencana tersebut.”

Scott Fischer di Annapurna Fang (Varaha Shikhar) pada 1984.- Wes Krause

Boukreev lalu kembali ke pos peristirahatan dan bersiap bertemu dengan yang lain yang akan segera
kembali. Ketika tak ada satu pun yang kembali pada pukul 6 sore, ia mulai khawatir. Tak ada jaringan
radio, ia membawa pasokan persediaan dan oksigen, dan mencoba mencari para pendaki. Namun, badai
yang makin besar tak membuatnya mudah — karena pendeknya jarak pandang, dan tak tahu di mana
mereka berada, Boukreev kembali ke Camp IV.
Sekitar pukul 9 malam, pendaki Martin Adams tiba, tapi ia terlalu lemah untuk bicara. Kemudian, tiga
anggota tim lain tiba — pemandu Neal Beidleman, serta pendaki Lene Gammelgaard dan Klev
Schoening. Mereka menjelaskan bahwa sekitar lima pendaki terjebak tak jauh dari pos — tiga di
antaranya dari Mountain Madness (Charlotte Fox, Tim Madsen, dan Sandy Pittman), dan dua dari tim
Selandia baru (Yasuko Namba dan Beck Weaters). Lopsang Jangbu Sherpa, seorang pemandu lokal, tiba
dan menyampaikan pada Boukreev bahwa Fischer terjebak di ketinggian 8.500 meter.
Scott Fischer, Sandy Hill Pitman, Anatoli Boukreev dan pendaki lain di trek Everest.
Dokumenter Göran Kropp “I made it!”/Blomqvist Produktion AB

Enam orang butuh bantuan dan hanya Boukreev yang bersedia membantu. Dengan teh dan oksigen ia
keluar menembus badai tiga kali dan membawa Sandy Pittman pertama, dan kemudian Charlotte Fox
dan Tim Madsen. Ia terus meminta para Sherpa dan anggota ekspedisi lain untuk membantu menolong
Yasuko Namba (Weaters tak ada di sana kala itu), tapi tak ada yang bersedia.

Dalam buku Boukreev, The Climb, Gammelgaard ingat melihat Boukreev setelah ia kembali dengan Fox
dan Madsen. “Saya bangun sekitar pukul 5 pagi dan melihat Anatoli (Boukreev). Ia sudah kembali. Kala
itu sudah terang, dan ia duduk tanpa bicara sepatah kata pun. Ia benar-benar kelelahan. Tak ada energi
yang tersisa. Dan saya jelas paham bahwa ia berhasil membawa Tim, Charlotte dan Sandy, tapi tak bisa
melakukan apa-apa untuk Yasuko Namba dan pendaki lain (Beck Weaters) yang masih tertinggal di
sana.”
Ia juga tak bisa melakukan apa-apa untuk Fischer. Hari berikutnya, para Sherpa mencarinya, tapi sudah
terlambat. Boukreev tak percaya dan ia pergi sendiri untuk melihatnya. Di perjalanan mendaki ia melihat
Beck Weaters berhasil menemukan pos peristirahatan — sungguh sebuah keajaiban.
Pukul 7.05 malam, ia menemukan Fischer, yang tak bisa diselamatkan. “Harapan terakhir saya runtuh.
Saya tak bisa melakukan apa-apa untuknya,” kenang Boukreev.
Stupa untuk mengenang Scott Fischer, di pinggir desa Dughla, rute Everest Base Camp, Nepal.
Boukreev menyebut Fischer sebagai “pendaki terhebat Amerika.” - AP

Kritik
Jika Anda sudah menonton film Everest (2015), Anda mungkin ingat seorang tokoh pemandu Rusia yang
tegas yang kerap minum dan main akordeon. Begitulah para pembuat film melihat Boukreev.
Penggambaran ofensif dan fanatik mengenai orang Rusia setidaknya tak menghentikan para pembuat
film menunjukkan kepahlawanan Boukreev dalam menyelamatkan nyawa.
Namun, Jon Krakauer, seorang jurnalis Amerika dan anggota ekspedisi Rob Hall, melakukan banyak hal
untuk melemahkan Boukreev. Dalam bukunya, Into Thin Air, dan buku-buku lain, ia bilang bahwa
Boukreev tak bertanggung jawab dengan meninggalkan para kliennya di belakang dan tak menggunakan
oksigen yang digunakan banyak orang untuk menghindari efek berbahaya hypoxia di dataran tinggi.
“Meski Scott Fischer memberinya izin untuk melakukan itu, apakah Anatoli (Boukreev) benar-benar
berpikir bahwa ia mendaki tanpa oksigen tambahan semata-mata demi kepentingan kliennya? Anatoli
jelas seorang pendaki yang kuat, tapi ia dibayar 25 ribu dolar AS untuk bertindak sebagai pemandu, dan
oksigen tentu akan membantunya berpikir lebih jernih dan menolong kliennya dengan lebih siap. Atau
apakah Anatoli merasa ia lebih kuat tanpa oksigen?” tulis Krakauer.
Boukreev memilih untuk mendaki tanpa oksigen karena ia merasa itu lebih aman. Itu membantunya
menghindari penurunan jumlah oksigen secara tiba-tiba saat oksigennya habis. “Saya sudah mendaki
selama lebih dari 25 tahun dan menggunakan oksigen tambahan hanya sekali saat mendaki gunung di
ketinggian 8.000-an. Saya tak pernah mengalami kesulitan karena kekurangan oksigen tambahan,” tulis
Boukreev di bukunya.
Meski terus diserang Krakauer, keberanian Boukreev masih diakui oleh banyak pendaki lain. Galen
Rowell, seorang pendaki dan jurnalis foto Amerika, kemudian menulis di Wall Street Journal, “Saat
Krakauer tidur dan tak ada pemandu, klien, atau Sherpa lain yang cukup kuat dan berani untuk
meninggalkan kamp, Boukreev bolak-balik menembus badai di kegelapan pada ketinggian 26 ribu kaki
untuk menyelamatkan tiga pendaki yang hampir mati. Meski Krakauer memberi sejumlah pengakuan
pada Boukreev, ia tak pernah melukiskan gambaran besar salah satu penyelamatan terhebat dalam sejarah
pendakian yang dilakukan sendiri dalam beberapa jam setelah mendaki Everest tanpa oksigen oleh
seorang pria yang sering disebut Tiger Woods dalam pendakian Himalaya. Boukreev telah mencapai
berbagai puncak dunia sendirian, tak sampai sehari, di musim dingin, dan selalu tanpa oksigen (karena
prinsip pribadinya). Karena sudah mendaki Everest dua kali, ia memprediksi masalah dengan para klien
di dekat kamp, mencatat bahwa ada lima pemandu lain di puncak dan menempatkan dirinya untuk
beristirahat dan cukup air untuk merespons situasi darurat. Kepahlawanannya bukan sebuah kebetulan.”
Klub Pendaki Amerika American Alpine Club memberi penghargaan David Sowles Award untuk sang
pendaki Rusia, penghargaan tertinggi untuk keberanian, upayanya menyelamatkan Sandy Hill Pittman,
Charlotte Fox dan Tim Madsen kembali ke Camp IV dalam kondisi hidup. Banyak orang yang menyadari
bahwa jika ia tak turun ke Camp IV sebelum cuaca memburuk, ia tak akan mampu membantu, dan
mungkin bahkan tewas. Lelah dan tanpa oksigen, ia tak mungkin bisa membantu mereka yang
membutuhkan pertolongan.

Anatoli Boukreev meninggal pada usia 39. Pada Desember 1997, ia dan kawannya Dimitri Sobolev tewas
akibat longsoran salju di sisi selatan Gunung Annapurna di Nepal. Jenazah mereka tak pernah ditemukan.
Banyak hal yang bisa diceritakan dari hidup Boukreev — sejumlah rekor pendakiannya serta gairahnya
terhadap pendakian gunung — tapi kutipan ini mungkin cukup untuk mendeskripsikan mengapa ia
melakukannya. “Sejujurnya, saya tak pernah ingat saya pernah merasa ketakutan di pegunungan.
Sebaliknya, saya merasa seperti seekor burung yang melebarkan sayapnya sebelum terbang. Saya
merasakan kebebasan di ketinggian. Segera setelah saya turun, kehidupan menjadi hambar, saya merasa
beban dunia berada di pundak saya.”

Anatoli Boukreev lahir di Korkino, Uni Soviet (Rusia). Dia berasal dari daerah narod, orang biasa, dan kedua
orangtuanya miskin. setelah menamatkan sekolahnya di tahun 1975, dia mendaftar di Chelyabinsk University
Jurusan Pendidikan Fisika dan mendapatkan gelar Sarjana Fisika tahun 1979. di saat yang sama, dia juga
menyelesaikan program pelatihan cross-country skiing.
setelah tamat, Boukreev yang bermimpi menjadi pendaki gunung pindah ke Alma-Ata, tetangga Kazakhstan
berlokasi di jajaran gunung Tian Shan. dari tahun 1985 dia adalah bagian dari tim pendaki Kazakhstan, dan
menjadi warga negara Kazakhstan pada tahun 1991 setelah Uni-Soviet pecah.

Pendakian
Pencapaian Tertinggi selama karir pendakian Boukreev :

1987
Puncak Lenin (7,134 m) – Pendakian solo pertama

1989
15 April Kangchenjunga (8,556 m) – rute baru bersama ekspedisi kedua Rusia
30 April - 2 May Kangchenjunga – pertama kalinya melakukan traverse (perjalanan dari puncak ke puncak) di
empat puncak setinggi 8,000 m

1990
April Gunung McKinley (Denali) (6,193 m) – rute Cassin Ridge
May Gunung McKinley (Denali) (6,193 m) – rute West Rib

1991
10 Mei Dhaulagiri (8,176 m) – rute bari di dinding barat bersama ekspedisi Himalaya Kazakhstan Pertama
7 October Gunung Everest (8,848 m) – rute South Col

1993
Mei 14 Gunung McKinley (Denali) (6,193 m)
30 Juli K2 (8,611 m) rute Abruzzi.

1994
29 April Makalu II (8,460 m)
15 Mei Makalu (8,476 m)

1995
17 Mei Gunung Everest (8,848 m) – Rute North Ridge
30 Juni 30 Puncak Abai (4,010 m) – Pemandu Presiden Kazakhstan
8 October Dhaulagiri (8,176 m) – memecahkan rekor pendakian tercepat (17 Jam 15 menit)
8 Desember Manaslu (8,156 m) – bersama ekspedisi kedua himalaya kazakhstan
1996
10 mei Gunung Everest (8,848 m) - rute southcol
May 17 Lhotse (8,501 m) – solo ascent, speed record
September 25 Cho Oyu (8,201 m) with Third Kazakhstan Himalaya Expedition
October 9 North summit of Shishapangma (8,008 m)

1997
24 April Gunung Everest (8,848 m)
23 Mei Lhotse (8,501 m)
7 Juli Broad Peak (8,047 m) – pendakian solo
14 Juli Gasherbrum II (8,035 m) – pendakian solo

Denali
Bulan Mei 1990, Boukreev diundang oleh seorang pendaki Amerika untuk memandu beberapa pendaki menuju
Denali di Alaska yang sebelumnya dikenal sebagai Gunung McKinley, Gunung ini memiliki tantang tersendiri
seperti Jurang-jurang (celah-celah es yang dalam) tersembunyi dan udara dingin yang tidak bisa diprediksi karena
dekatnya jarak dengan lingkaran dan samudra artik.

Ekspedisi pun sukses seluruh tim mencapai puncak dan bisa kembali tanpa insiden apapun. Selama pendakian ada
semacam penghalang bahasa dan Boukreev merasakan sakitnya meminjam peralatan pendakian karena keadaan
ekonominya yang tidak memadai. Setelah seluruh tim kembali Boukreev memutuskan untuk mendaki Denali
dengan cepat sebelum kembali ke Uni-Soviet.

Pendakian Boukreev ke puncak Denali tahun 1990 diselesaikan dalam waktu 10½ dari base camp. Pada musim
seperti itu pendaki yang telah melakukan aklimatisasi membutuhkan waktu 3-4 hari untuk sampai di puncak —
Pencapaian Boukreev dicatat oleh majalah Climbing sebagai berita terhangat tahun 1990, dan dikomentari oleh
Denali Park rangers yang menggambarkan hal ini sebagai "unreal" (tidak nyata).

K2
Tahun 1993, Boukreev mencapai puncak K2 lewat jalur Abruzzi Spur, bersama dengan anggota timnya Peter
Metzger dari Germany dan Andy Locke dari Australia. Anggota tim lainnya adalah pendaki Jerman Reinmar
Joswig (pemimpin tim) dan Ernst Eberhardt. Dengan ketinggian 8,611 meter (28,251 kaki), K2 adalah Gunung
tertinggi kedua setelah Gunung Everest.

K2 dianggap sebagai "Savage Mountain" (Gunung yang Liar/Kejam) — karena kemiringannya yang seperti
piramida yang nyaris tegak di hampir segala arah, dan tentu saja sangat berbahaya. Bahaya yang dihadapi
Boukreev di K2 adalah bahwa puncak terasa seperti garis finish. Boukreev dikemudian hari menuliskan bahwa di
tidak merasakan emosi kemenangan apapun saat di puncak K2 karena fisik dan mentalnya benar-benar terkuras.
Boukreev menyadari dirinya dalam bahaya. Dia menghabiskan terlalu banyak energi menempatkan tali di
sepanjang tebing-tebing sempit di hari sebelumnya. Tapi karena tim ingin memaksa ke puncak di siang itu, dari
pada kembali ke tenda untuk tidak dan menuju puncak esok paginya, Boukreev menulis:

"Selama pelatihanku sebagai peselancar, dan kemudian sebagai pendaki, aku belajar menguras energy sampai ke
akhir. Tapi hal itu berbahaya saat mendaki, karena puncak bukanlah akhir dari pertandingan manusia dengan
gunung. Untuk bertahan hidup kau harus bisa turun dari zona terlarang.

Boukreev kemudian menggambarkan perasaannya seperti "jeruk peras". Saat Boukreev dan dua pendaki lainnya
mulai turun tepat setelah matahari terbenam mereka bertemu Reinmar Joswig sedang mendaki dan sudah dekat
puncak. Bergantung sepenuhnya pada intuisi dan pengalaman mendakinya, Boukreev menuruni tebing batu dan
es yang curam di Gunung itu. Crampon nya terus saja terlepas dari sepatu bootnya, dan di saat yang lain dia
harus menggunakan kapak es untuk menahannya agar tidak jatuh dan tergelincir menuju neraka. Akhirnya dia
mencapai kemah di tempat tertinggi sedangkan rekannya Peter Metzger dan Reinmar Joswig tidak muncul lagi,
keduanya meninggal saat berusaha untuk turun.
Everest
Boukreev dikenal luas sebagai pemandu pendakian untuk Ekspedisi Mountain Madness yang dipimpin oleh Scott
Fischer pada Mei 1996. Ekspedisi ini adalah salah satu dari beberapa ekspedisi lain yang berusaha menuju puncak
di hari yang sama (10 Mei). Tidak lama setelah sampai puncak tanggal 10 Mei badai salju yang besar menyerang,
memerangkap beberapa pendaki di bawah Spouth Col, dan pada 11 Mei, 8 pendaki dari tiga ekspedisi yang berbeda
tewas. Boukreev menyelamatkan 3 pendaki yang terperangkap dalam bencana di ketinggian lebih dari 8000 m,
dan 6 orang klien ekspedisi mountain madness (semuanya) selamat dari bencana itu.

Galen Rowell menggambarkan usaha penyelamatan Boukreev di Wall Street Journal sebagai berikut:
“One of the most amazing rescues in mountaineering history performed single-handedly a few hours after climbing
Everest without oxygen”
Salah satu penyelamatan paling luar biasa dalam sejarah pendakian yang dilakukan seorang diri beberapa jam
setelah mendaki everest tanpa bantuan oksigen.

Akan tetapi, Jon Krakauer secara umum mengkritik Boukreev dalam bukunya, Into Thin Air. akibatnya, Boukreev
dihubungi berbagai media untuk meminta pendapatnya, dia juga menulis buku sendiri tentang kejadian di Everest
dengan judul The Climb, dengn dibantu oleh Gary Weston DeWalt.

Inti dari kontroversi itu adalah keputusan Boukreev yang menuju puncak tanpa bantuan oksigen dan turun ke camp
lebih dahulu dari klien nya yang menghadapi badai dan kegelapan. Dia adalah salah satu pendaki pertama yang
sampai puncak pada hari dimana musibah itu terjadi dan ia bertahan di puncak atau di dekatnya hamper 1,5 jam
membantu pendaki lain yang berusaha mencapai puncak, sebelum kembali ke tendanya pukul 5 sore tanggal 10
Mei, tepat di depan anggota timnya yang mencapai puncak setelah itu.

Pendukung Boukreev menilai bahwa bahwa kembalinya ia ke tenda bisa diterima, agar saat badai memburuk di
tengah malam, dia melakukan usaha penyelamatan dan memandu pendaki yang masih terperangkap kembali ke
tenda mereka. Pengkritik Boukreev mengatakan bahwa jika dia tetap bersama kliennya, dia akan berada di posisi
yang lebih baik untuk membantu mereka menuruni gunung, tapi perlu diingat bahwa semua klien Boukreev
selamat!!!, termasuk tiga orang (Pittman, Fox, Madsen) yang diselamatkannya pada 11 Mei setelah dia beristirahat
dan mengatasi hypoxia-nya. Klien meninggal hanya di derita oleh ekspedisi Adventure Consultants, yang dipimpin
oleh Rob Hall, yang kehilangan nyawanya ketika dia memilih untuk tinggal dan membantu kliennya yang
terlambat mencapai puncak daripada membantu kliennya yang sedang turun

Pendaki Ed Viesturs mengomentari Boukreev dalam sebuah wawancara tahun 2011: "Anatoli adalah orang yang
luar biasa," Viesturs mengatakan. "saya bertemu dengannya sudah lama sebelum tragedy Everest, di awal tahun
80-an saat saya memandu di Pamirs. Dia adalah salah satu pelatih olahraga Soviet sebelumnya, saat aku bertukar
dengannya karena sangat membuatuhkan ice screws (semacam baut/paku yang ditambatkan ke es untuk tambatan
tali/carabinier). Satu-satunya yang aku berikan padanya adalah fleece-lined (celana dalam panjang yang biasa
digunakan pendaki) JanSport bomber hat (merek dan jenisnya kali….), dia memakainya hamper di semua
pendakiannya setelah itu. Bahasa Inggris Anatoli sangat buruk, karena alas an itulah banyak orang tidak
menghargai kemampuannya sebagai pendaki, dan tidak menyadari betapa tangguh, tenang dan puitisnya dia.

Sebelum kembali ke U.S. setelah kejadian di Everest tahun 1996, Boukreev mendaki Lhotse yang berketinggian
8,516 meter (27,940 kaki) , yang sangat dekat dengan everest. Dia memutuskan melakukan pendakian solo karena
dia berharap selama proses pendakian dia berharap mungkin akan mendapatkan pencerahan batin tentang apa yang
terjadi di Everest.

Tahun 1997 Anatoli Boukreev di beri penghargaan David A. Sowles Memorial Award oleh American Alpine
Club. Penghargaan itu adalah untuk “orang-orang yang telah menempa dirinya, dengan mengabaikan resiko
pribadi dan tujuan yang besar, demi membantu pendaki yang sedang terancam di gunung. Pengahrgaan ini
didedikasikan untuk David A. Sowles" penghargaan inin diberikan kepada Boukreev oleh Jim Wickwire, orang
Amerika pertama yang mencapai puncak K2. Penghargaan the American Alpine Club adalah penghargaan terbesar
untuk keberanian dan perannya dalam menyelamatkan pendaki saat musibah Everest 1996.
Kematian
Tiga minggu kemudian, Boukreev sedang berusaha mendaki permukaan selatan Annapurna (8,091 m atau 26,545
ft) bersama dengan Simone Moro, seorang pendaki Italia. Mereka ditemani oleh Dimitri Sobolev, seorang
cinematographer dari Kazakhstan yang mendokumentasikan usaha tersebut. 25 December sekitar tengah hari,
Boukreev dan Moro sedang memperbaiki tali di celah di ketinggian sekitar 5,700 mdpl (18,700 ft). ketika tiba-
tiba, sebuah bongkahan es yang sangat besar runtuh dari ketinggian di bagian dinding barat dan bergulir turun di
sepanjang 800 m celah tersebut. Longsoran tersebut mendorong Moro turun dan terhenti di atas tenda mereka di
Camp 1 (5,200 m (17,100 ft). Beruntung, Moro entah bagaimana bisa tetap berada di atas longsoran sehingga dia
bisa menyelamatkan diri dengan keluar dari timbunan es setelahnya. Setelah selamat Moro mencari kedua
rekannya tapi tidak ada tanda-tanda dari Boukreev atau Sobolev (yang menghilang dibawah balok es seukuran
mobil, dengan disaksikan oleh Moro sendiri), Moro turun ke base camp Annapurna dan kembali ke Kathmandu
dengan helicopter mengoperasi tangannya.

Berita kecelakaan itu tiba New Mexico tanggal 26 Desember. Linda Wylie, kekasih Boukreev, menuju Nepal
tanggal 28 December. Beberapa usaha telah dilakukan ke lokasi longsoran dengan menggunakan helicopter cuaca
yang tidak menentu di akhir desember menghalangi tim pencari untuk mencapai camp 1. Tanggal 3 Januari 1998,
para pencari akhirnya berhasil mencapai Camp 1 dan menemukan tenda kosong. Linda Wylie mengungkapkan
dukanya dari Kathmandu:

This is the end... there are no hopes of finding him alive. (Inilah akhirnya, tidak ada harapan akan menemukannya
hidup-hidup)

Boukreev pernah mendapat mimpi yang sangat rinci bahwa dia akan mati dalam sebuah longsoran salju Sembilan
bulan sebelum kematiannya. Satu-satunya hal yang tidak ada yaitu nama gunungnya. Saat rekan-rekan Anatoli
mencoba untuk meyakinkannya untuk mengambil jalan hidup yang lain untuk menghindari takdir itu, Boukreev
malah membalas, "Mountains are my life...my work. It is too late for me to take up another road" (Gunung
adalah hidupku… pekerjaanku. Sudah terlambat bagiku untuk mengambil jalan yang lain).

Memorial

Memoir Anatoli Boukreev di Base camp Annapurna (image source)

Di Lokasi base camp Annapurna ada tugu peringatan untuk Boukreev termasuk sebuah kutipan darinya:
"Mountains are not stadiums where I satisfy my ambition to achieve, they are the cathedrals where I practice
my religion."
“Gunung-gunung bukanlah stadium dimana aku memuaskan ambisiku untuk menang, mereka adalah
katedral dimana aku menjalani agamaku”
Anatoli Boukreev juga memilki hubungan sejarah dengan Indonesia, atau Indonesia yang memiliki ikatan sejarah
dengan beliau. Anatoli adalah Leader dan Guide dari Tim Ekspedisi Everest pertama Indonesia bersama dengan
sang legenda everest Apa Sherpa pada 26 April 1997 (Summit day), dimana ia berhasil mengantarkan Asmudjiono
dan Misirin menjadi Everest Summiters urutan 662 dan 663. sementara Iwan harus rela kembali turun setelah
dekat puncak karena terlambat.
dalam perjalan turun tim terpaksa membuat camp 5 (darurat) di ketinggian 8.500 meter, sebuah tempat yang tidak
seharusnya dijadikan tempat bermalam, tapi karena tim sudah kelelahan dan mulai gelap terpaksa dilakukan.

Tim bermalam dengan 2 tabung oksigen tersisa, digunakan bergantian oleh 3 anggota kopassus perwakilan
Indonesia tersebut. Anatoli menggambarkan bahwa ketika salah satu dari tim Indonesia terlalu lama menggunakan
oksigen yang lain akan mulai merintih-rintih dan berdo'a. Anatoli dan Evgeni rekannya, tidak tidur sepanjang
malam dengan terus memasak air untuk menghangatkan tiga pendaki indonesia yang sedang kesulitan tersebut.

Tim pun berhasil melewati malam itu, dalam perjalanan turun, Anatoli berhasil menemukan jasad Scott Fishcer,
Boss sekaligus temannya pendiri dari Mountain Madness yang tewas di Everest setahun sebelumnya. Dia tidak
bisa memenuhi janjinya kepada istri Scott untuk membungkus jasadnya dengan bendera yang telah ditulisi oleh
keluarga dan teman-temannya, karena Anatoli harus bergegas membawa ketiga pendaki Indonesia menuju Base
camp. Anatoli dibantu oleh Evgeni mengubur jasad Scott Fishcer dengan es dan batu-batu kemudian menandainya
dengan linggis yang mereka temukan disana.

30 April 1997 Tim pun tiba di Base camp, para pendaki Indonesia disambut bak pahlawan, mereka berangkat
dengan cibiran tidak akan pernah sampai ke puncak, maklum saja para pendaki indonesia saat itu benar-benar
takjub ketika melihat es dan salju, sehingga jadi bahan tertawaan pendaki lain.

tapi ketika membuktikan mereka mampu tidak ada lagi alasan untuk menertawakan mereka. Indonesia bahkan
melewati Malaysia yang telah melakukan Aklimatisasi lebih dulu di base camp (gak tau berapa lama).
semua tak lepas dari bantuan Anatoli Boukreev dan Apa Sherpa, yang melatih Tim Indonesia di pegunungan
Himalaya sebelum mendaki Everest. karena itu, kematian Anatoli beberapa bulan setelah prestasi ini, menjadi
sebuah berita menyedihkan bagi Indonesia, Terima Kasih Anatoli Boukreev, telah kau antarkan putra-putra bangsa
ini ke puncak dunia.......

Anda mungkin juga menyukai