PENDAHULUAN
1
2
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan
perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak khas, sehingga
menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap wanita dalam masa reproduksi
dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah perlu dipikirkan
kemungkinan terjadinya KET.
Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, penderita KET telah dapat ditangani secara adekuat,
sehingga mengurangi angka kematian karena komplikasi penyakit tersebut. Hal yang harus
diingat ialah KET bisa dihadapi baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis, sehingga
setiap dokter umum harus dapat mengenali tanda-tanda KET, sehingga penderita dapat segera
tertangani.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium.
Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Bila blastokis tidak
berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik
tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen,
dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam.
Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau
pada uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan ekstrauterin
tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars intersitialis tuba dan
kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95%
kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan
tuba. Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan
tipe kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai.3,4
Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri, kehamilan
interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan abdominal, kehamilan
uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis 80%, pars
ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium
(0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan
divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk mengembang
4
menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke
dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka
kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat meningkat
empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992 di Amerika Serikat angka
kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh kehamilan. Yang penting, kehamilan
ektopik menyebabkan 10% kematian yang berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di
Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian
kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26
persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi
untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia
berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun
(1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak
pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik
yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang
tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.
5
2.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya. Berdasarkan
Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk melaporkan wanita
yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita yang
memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan
wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita
dengan riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko rendah
pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab yang paling sering
adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti infeksi
gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi. Aktivitas ini
membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu zigot menuju ke
kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan progesteron menurunkan
aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi
secara progresif, sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada
wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii mungkin
menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang berhubungan dengan penggunaan
mini pil, IUD, dan induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba. Faktor
predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum uterus terlalu
diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang mencegah refluks
embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF Registry,
melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 % untuk IVF, 2,9 %
untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote Intrafallopian Transfer pada
tahun 1991. 4
6
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi yang
kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua
jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat
implantasi dan tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan
tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti
9
dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan antara 6-10
minggu.1,3
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan
muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut.
Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat pula
karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan
terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak
sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba.3,4,5 Abortus
ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris. Bila pelepasan
menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak
sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah
sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan
tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga
perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina.1
10
2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis dan
tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula menjadi desidua.
Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut Fenomena Arias-
Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk
tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan
berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai
pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.1
ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan
dapat terputus-putus atau terus menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan human
chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba
dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin sebelum haid
berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai penulis
berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.
Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim
terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini
dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir
harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya
haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan hipotensi.
Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (> 110 kali/menit), pucat,
berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau
tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung terus dan terjadi hipovolemia yang
signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990) melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan
ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan syok.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh
hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada
kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan hidup.
Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul.
Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa berukuran
antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya infiltrasi tuba yang
13
luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu massa pelvic ditemukan di
sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di
tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang
ditemukan dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat
terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi.
Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba
yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di
atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai
pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur,
tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan
yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul,
kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel
pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh
tanpa pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum peritonei
atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa yang paling sering
terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan
memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang
asli terjadi. Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.4,5,6
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam
rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala yang samar-samar
sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6
a. Gambaran gangguan mendadak
14
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba penderita akan
merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering muntah-muntah. Nyeri yang
hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama kemudian akan masuk ke dalam
keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri
tekan dan tanda-tanda cairan intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks
posterior menonjol dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba
sedikit membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba atau yang
terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita mengeluh rasa nyeri
yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga
peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut
lembek, tetapi lama-lama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di
sebelah uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan merasa
tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan
kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau
menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,
demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini
dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian, alat bantu
diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu,
karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb disebabkan karena
darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini
15
memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb
belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan
kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,
biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24
jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit
demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit,
jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic. 4,5,6
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang
lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang
mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi
tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan menyebabkan hasil tes negatif.
Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini
dengan cara klinik yang terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang paling sering
dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin yang berkisar dari 500
hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan
persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada
wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu panggandaan
rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai normal yang paling rendah
adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan mengurangkan nilai mula-mula dengan
dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya dengan nilai mula-mula tersebut untuk kemudian
dikalikan dengan seratus sehingga didapatkan suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan
bahwa kedua pengukuran kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan
bahwa hasil-hasil yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam.
Mereka menyimpulkan bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan
produksi beta-hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat
subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa rancangan ini
16
akan menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil tes tersebut secara
keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai kelainan ektopik dan 13 % wanita
kelainan ektopik sebagai wanita normal.6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga
mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling time, serum
level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 % kehamilan
normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari
kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis dari
kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal dibandingkan
dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang
tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis.
Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi
dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada
USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-
35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan
lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk
sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu
setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan
5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah
konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam uterus pada
USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa dilihat dengan USG
abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain sebagai
berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah sonolusent
center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal, konsentris dan
echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung fetal pole, yolk sac,
atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar dari
10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
17
Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan Gambar 6b. Garis merah - bagian luar uterus,
kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba hijau - uterus, kuning - kehamilan ektopik.
Cairan dalam uterus yang dilingkari warna
biru disebut dengan “pseudosac"
Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
ektopik garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.
hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat kemungkinan klinik berdasarkan nilai
kuantitatif ß-hCG: 4
a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di dalam
uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal pada
dasarnya bisa dipastikan.
b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong, maka
kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang dijumpai
dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri jelas
terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan terjadi.
Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat ultrasonik
yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja
dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong, tidak
ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat kantong
kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen yang
dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat
acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-
kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula
memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau
cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian sebuah jarum panjang
ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan
kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian
membeku, darah ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan
dari kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari
tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita dengan riwayat
salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas kemungkinan sudah mengalami
obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah dari kavum Douglas tidak meniadakan
19
kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang
menentang adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4
5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik lebih
rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan lebih dari 5000
pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari penderita dengan kehamilan
normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita
kehamilan ektopik yang mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada kehamilan
ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia pemeriksaan hCG dan
USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL mempunyai sensivitas yang tinggi
adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan
normal dengan kadar progesterone serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu
pengukuran progesterone serum saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang menandakan
adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus, kuretase sangat
menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG yang tidak meningkat
dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk
mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan
melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak
selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien
yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan
kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan titer
HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,6,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ pelvis,
termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang disempurnakan telah mengatasi
sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya untuk menggunakan sonde transabdominal
intraperitoneal yang dilengkapi dengan cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul.
Meskipun demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang
sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti
pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila
terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi. Kadang-kadang,
pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi,
20
meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada
kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk
memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat kelambatan
atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis daripada pembedahan
yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan pembedahan yang terbatas pada
insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil.
Di samping itu, diagnosis sering dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ
pelvis yang dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi
jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam
panggul atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan
bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif secepatnya
4
.
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg
21
2.8 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut yang
biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya seperti
perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-kadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan
lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas
cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok dan
nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan dan
nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh karena
terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah amenore.
Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan
vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu
rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih merah
sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan
servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang dikerjakan
antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba dan
oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada kehamilan di
kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan histerektomi, bila masih
muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila kantong
gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan
susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta
ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
23
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk mengangkat
tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa ooforektomi ipsilateral.
Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi
menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih
radikal akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik
pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji
yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini dinamakan
reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam puntung tuba
(jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari
reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang
ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya.
Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah
dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita maupun
menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya. Dengan demikian, ovulasi
selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal.
Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan
terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang
peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik, ibu
harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita tersebut
sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi merupakan akibat
tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan
sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien baik, dokter dapat
mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan
cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat
mungkin pada wanita yang masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang
akan dihadapinya pada kehamilan berikutnya cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
24
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah kehamilan
tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat tuba harus
dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur pembedahan yang lebih
mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan memberikan hasil akhir yang lebih baik
lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas dibawah
ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang
yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba fallopi. Suatu insisi
linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas antimesenterik di dekat kehamilan
ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat
dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser,
dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi langsung
di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan forseps atau diisap dengan hati-
hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan
salin isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti dijelaskan
di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai
benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur dalam
bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi kemungkinan akan
menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah
segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang
berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian
merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan
satu sama lain secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan
terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada
tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak
mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah kekuatan pada lapisan
pertama.
d. Evakuasi fimbria
25
KEHAMILAN EKTOPIK
GS (+)
Intra Uteri
GS (-) / GS (+)
PPT (-)
Extra Uteri
GS (-) /
PPT (+)
Laparotomi/Proof
Bukan KE
Laparotomi
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan
terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa. MTX
26
secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang mengubah
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport
1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis
DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif
seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel mukosa mulut,
usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa ektopik
juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan jika kehamilan
lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6 minggu, diameter massa tuba
tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-hCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL
(Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995). Menurut American College of Obstetrician
and Gynecologists (1998), kontraindikasi termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol,
penyakit hati dan ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu sesuai dengan
hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada kehamilan lebih
dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau
pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan pleura,
lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan
seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4 dan 7
Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari pertama.
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan hitung
sebagai hari pertama.
27
Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung persisten
setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam, atau 4
dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.
Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek samping.
Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping yang paling sering
adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1 %). Seorang wanita
mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga menggambarkan netropenia dan
demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat induce obat, dan alopesia (Buster dan
Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20 hari. Pada
kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat pada 4 hari
pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari. Lipscomb dkk
(1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata, yaitu level beta hCG
kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109 hari. 4
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa syok
yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10. Komplikasi yang lain berupa jaringan
trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah konservatif
(salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka
jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko
jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih besar
dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml.
Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai.
Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1
28
mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.4,6,8
2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik
bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk
hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu
dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang
sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan anak
sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan ektopik, risiko
kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan
dalam memberikan IVF.6
29
BAB 3
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan,
berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini
dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan penyebab yang
masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya
dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti infeksi
pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang pecah, kista
ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.
Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan sesuai
dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.
Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral
untuk mencegah kehamilan ektopik berulang.
30
DAFTAR PUSTAKA